Dokumen tersebut menjelaskan tentang analisis akar masalah (root cause analysis/RCA) yang digunakan untuk menemukan penyebab insiden dengan melakukan klasifikasi insiden, membentuk tim, mengumpulkan data, menganalisis data, mengidentifikasi masalah, dan menyusun rekomendasi untuk mencegah terulangnya insiden. Proses RCA dimulai dengan mengklasifikasi insiden berdasarkan dampak dan kemungkinan terjadinya, kemudian memb
Kaizen adalah pondasi awal sebuah perusahaan yang ingin berkembang dan berorientasi maju.Sistem dimana jika dapat berjalan dengan konsisten diterapkan akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Pun dapat diterapkan dalamkehidupan kita sehari2 misalnya,di rumah, di sekolah, di lingkungan RT dll.
Kaizen adalah pondasi awal sebuah perusahaan yang ingin berkembang dan berorientasi maju.Sistem dimana jika dapat berjalan dengan konsisten diterapkan akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Pun dapat diterapkan dalamkehidupan kita sehari2 misalnya,di rumah, di sekolah, di lingkungan RT dll.
Analisis risiko kejadian tidak diharapkan, nyaris cerdera, maupun sentinel bisa dilakukan dengan RCA (root cause analysis), maupun HFMEA (healthcare failure mode & effect analysis). Semuanya berfungsi untuk menemukan sumber masalah, dan kemudian merumuskan suatu penanggulangan yang bisa digunakan untuk mencegah kejadian tersebut terjadi atau terulang kembali.
RCA dan HFMEA merupakan sebagian dari alat kontrol bagi peningkatan mutu rumah sakit dalam sasaran keselamatan pasien.
Salah satu cara pengambilan keputusan dalam organisasi melalui metode brainstorming, yang dipopulerkan oleh Alex Osborn Faickney pada tahun 1953. Semoga bermanfaat.
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report) Edisi 2 tahun 2008
diterbitkan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) dan PERSI
Bagaimana melakukan analisis akar masalah (RCA / root cause analysis) di Puskesmas? Penggunaan alat-alat bantu RCA seperti 5 Why, FMEA, Fishbone, Pareto, dan lain sebagainya untuk mempermudah staf.
Presentasi ini tidak bisa hadir solo, selayaknya ditemani oleh pelatihan penggunaan alat bantu terkait.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
1. Apa Itu Root Cause Analysis???
Analisa akar masalah (Root Cause Analysis / RCA) adalah sebuah alat kerja yang sangat
berguna untuk mencari akar masalah dari suatu insiden yang telah terjadi. Menemukan akar
masalah merupakan kata kunci. Sebab, tanpa mengetahui akar masalahnya, suatu insiden tidak
dapat ditanggulangi dengan tepat, yang berakibat pada berulangnya kejadian insiden tersebut
dikemudian hari. Berikut ini adalah tahap-tahap yang perlu dilakukan untuk memulai suatu
aktifitas RCA.
1. Klasifikasi Insiden
Tidak seluruh insiden atau masalah yang terjadi dilakukan prosedur lengkap RCA. Masalah
harus dilakukan klasifikasi dan prioritas. Tujuannya agar terjadi efisiensi dalam pekerjaan. Hal
ini karena prosedur lengkap RCA memerlukan sumber daya yang khusus, jumlahnya terbatas di
organisasi, dan memakan waktu yang tidak sebentar. Sehingga, organisasi perlu menetapkan
suatu metode klasifikasi dan prioritas masalah. Hanya masalah yang masuk kriteria saja yang
dilanjutkan ke prosedur RCA. Sementara masalah lain yang tidak masuk kriteria, tetap
dilakukan analisa menggunakan prinsip-prinsip RCA tetapi tidak seluruh urutan prosedur
lengkap RCA dilakukan. Yang dimaksud prosedur lengkap RCA adalah seluruh tahapan
prosedur dilakukan.
2. Salah satu alat yang dapat dipakai untuk melakukan klasifikasi dan prioritas masalah adalah
membuat peringkat masalah berdasarkan Konsekuensi (Consequence) dan Likelihood.
Consequence adalah seberapa berat dampak dari masalah itu. Sedangkan Likelihood adalah
seberapa sering masalah itu terjadi. Consequence dan Likelihood diperingkat menggunakan
angka dari 1 sampai 5. Makin tinggi angka berarti makin berat atau makin sering. Setelah angka
nilai Consequence (C) dan Likelihood (L) didapat, kedua angka tersebut dilakukan perkalian.
Angka hasil perkalian itulah yang menentukan peringkatnya. Makin tinggi angkanya, makin
tinggi peringkatnya. Kita dapat menggolongkan peringkat menjadi empat golongan, yaitu
ekstrim (15 – 25), besar (8 – 12), sedang (4 – 6), kecil (1 – 3).
Penjelasan tentang Consequence dan Likelihood dapat dilihat dari Organisasi dapat membuat
kebijakan bahwa hanya masalah yang mempunyai peringkat ekstrim (15 – 25) saja yang
dilakukan prosedur RCA. Contoh: Perawat tertusuk jarum. Konsekuensi dari insiden ini adalah
4, karena dampak dari tertusuk jarum adalah berat (dapat tertular penyakit HIV, Hepatitis B, C,
dll). Likelihood dari insiden ini adalah 5, karena insiden ini terjadi setiap bulan. Sehingga,
peringkat risikonya adalah: 4 X 5 = 20 (ekstrim). Peringkat insiden ini memenuhi kriteria untuk
dilakukan prosedur RCA.
Catatan: untuk kejadian yang berdampak berat (konsekuensinya 4 atau 5, tetapi sangat jarang
terjadi, peringkat resikonya disamakan dengan ekstrim dan dilakukan prosedur RCA.
2. Membentuk Tim RCA
Membentuk tim RCA merupakan langkah berikutnya yang penting. Tanpa tim yang
representatif, hasil aktifitas RCA tidak akan valid. Rekomendasi yang dihasilkannya pun tidak
tepat. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus untuk menentukan siapa saja yang dipilih untuk
menjadi anggota tim.
Sebagai pedoman, anggota tim haruslah orang-orang yang kompeten dalam bidang yang akan
dibahas. Kemudian, mereka juga harus dalam posisi netral, bukan orang yang ada sangkut-
3. pautnya langsung dengan masalah yang akan dibahas. Jika diperlukan, dapat ditunjuk seorang
ahli dari luar organisasi untuk menambah bobot dari tim ini. Jumlah anggota tim jangan terlalu
banyak. Ukuran yang normal adalah antara 5 sampai 8 orang.
Contoh: Pada kasus tertusuk jarum di atas, anggota tim RCA adalah: manajer keperawatan,
manajer mutu, koordinator pengendalian infeksi, manajer penunjang medis, koordinator K3.
3. Mengumpulkan Data
Tim kemudian bekerja mengumpulkan data. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran
seobyektif mungkin atas peristiwa yang telah terjadi. Ingat, yang dikumpulkan hanya data,
bukan asumsi, kesan, atau tafsiran. Sumber data dapat diperoleh dari:
catatan medis
wawancara orang yang terlibat
wawancara dengan seluruh saksi
kunjungan ke lokasi kejadian
peralatan yang terlibat
dll.
Data-data di atas diperlukan untuk melengkapi fakta yang terjadi.
Disamping itu, diperlukan juga pengumpulan data-data berikut ini:
kebijakan dan prosedur internal organisasi
peraturan atau perundang-undangan
standard mutu
referensi ilmiah terkini
dll.
Data-data di atas diperlukan untuk melihat kesenjangan (gap) yang terjadi antara fakta yang
terjadi dengan yang seharusnya dilakukan.
4. Memetakan Informasi
4. Setelah seluruh data terkumpul, insiden yang terjadi direkonstruksi dengan menggunakan datadata yang tersedia. Seluruh data disusun menurut urutan kejadiannya. Ada beberapa alat yang
dapat dipakai untuk memetakan urutan kejadian ini, misalnya:
Narrative Chronology
Time Person Grid
Timelines
Tabular Timelines
Pada kasus tertusuk jarum seperti di atas, kita cukup menggunakan narrative chronology,
karena insiden tersebut merupakan peristiwa tunggal dan prosesnya tidak kompleks.
5. Identifikasi dan Memprioritaskan Masalah
Setelah seluruh data dipetakan, mulailah kita masuk ke tahap awal analisa masalah, yaitu
dengan mengidentifikasinya. Identifikasi masalah ini sangat penting, dan hanya dapat
dilakukan oleh orang yang memahami proses yang standard (yang seharusnya terjadi). Caranya
adalah dengan meneliti seluruh urutan informasi untuk mencari tahu apakah kejadian-kejadian
tersebut terjadi sudah sesuai dengan seharusnya atau tidak. Untuk memastikan hal ini,
diperlukan berbagai dokumen seperti: Kebijakan dan prosedur internal organisasi, peraturan
atau perundang-undangan, standard mutu, referensi ilmiah terkini, dan lain-lain. Jika
ditemukan ketidaksesuaian dengan kebijakan, prosedur, standard, referensi ilmiah terkini,
itulah yang disebut sebagai masalah. Setelah masalah teridentifikasi, barulah kita lakukan
prioritas masalah. Masalah-masalah kecil yang tidak penting dan tidak berpengaruh besar pada
terjadinya insiden kita singkirkan, dan kita focus pada masalah-masalah utama.
5. Pada kasus sederhana seperti tertusuk jarum di atas, masalah tertusuk jarum dapat dipakai
sebagai masalah itu sendiri. Tetapi jika masalahnya kompleks dan melibatkan banyak pihak /
departemen, masalahnya harus diidentifikasi satu demi satu.
6. Analisa Untuk Mencari Faktor yang Berperan
Masalah-masalah yang telah diidentifikasi kemudian dianalisa untuk mencari faktor yang
berkontribusi. Ada dua alat terkenal yang biasanya dipakai untuk analisa ini, yaitu 5 Why dan
diagram tulang ikan. Contoh format diagram tulang ikan dapat dilihat:
5 Why dilakukan dengan cara bertanya “Why” sampai 5 kali terhadap suatu masalah sampai
tidak ada jawaban lagi yang dapat dikemukakan. Namun, 5 Why mempunyai kelemahan
mendasar, yaitu bentuk pertanyaannya sangat terbuka dan tidak terarah. Sehingga, hasilnya
sangat tergantung pada latar belakang penanya dan yang ditanya. Boleh jadi, untuk satu
masalah yang sama tapi dilakukan oleh dua orang yang berbeda, akan didapatkan hasil yang
berbeda. Karena 5 Why mempunyai kelemahan mendasar, maka yang dianjurkan adalah
menganalisa masalah menggunakan diagram tulang ikan. Diagram tulang ikan dirancang untuk
mencari faktor yang berperan dengan terarah. Untuk memudahkan mencari faktor yang
berperan pada diagram tulang ikan, dapat digunakan pertanyaan triase faktor yang berperan.
Pertanyaan triase tersebut dapat anda lihat (halaman 8). Anda juga dapat mencari faktor yang
berperan dengan menggunakan alat bantu tabel contributing faktor yang dikeluarkan oleh
NPSA (halaman 14).
Pada kasus tertusuk jarum seperti di atas, contoh diagram tulang ikannya dapat
dilihat (halaman 22).
Hasil dari analisa ini adalah didapatkannya faktor yang berperan terhadap insiden tersebut.
Untuk setiap faktor yang berperan, dilakukan prosedur pertanyaan “5 Why” sampai tidak ada
jawaban lagi yang dapat dikemukakan. Jawaban terakhir itulah yang biasanya merupakan akar
masalah. Pada kasus tertusuk jarum di atas, akar masalahnya adalah:
6.
Belum dilakukan tinjauan keselamatan pada alat (faktor peralatan).
Belum ada prosedur yang aman (faktor kebijakan / prosedur).
Barrier yang ada tidak dirancang untuk melindungi staf (faktor penghalang).
Sebagai bagian akhir dari analisa ini, kita mencoba membuat pernyataan sebab akibat, untuk
menguji apakah akar masalah yang kita dapatkan berhubungan sebab akibat dengan insiden
yang terjadi. Juga untuk menguji, apakah jika akar masalah tersebut di atasi, insiden dapat
dihindari.
Contoh pernyataan sebab akibat:
Karena belum dilakukan tinjauan keselamatan pada syringe AGD, maka belum ada
mekanisme yang menjamin keselamatan selama memakai alat tersebut, yang
menyebabkan mekanisme yang ada gagal mencegah terjadinya insiden tertusuk jarum.
Belum ada prosedur yang aman menyebabkan jarum syringe AGD ditutup lagi setelah
digunakan dan dibawa keluar ruangan, yang mengakibatkan meningkatnya peluang
terjadinya insiden tertusuk jarum.
Penghalang yang ada tidak dirancang untuk melindungi staf yang menyebabkan
terjadinya insiden staf perawat tertusuk jarum.
7. Menyusun Rekomendasi Penyelesaian Masalah
Menyusun rekomendasi merupakan hal yang paling penting dari aktifitas RCA ini. Karena
tanpa rekomendasi, masalah tidak dapat diselesaikan dan terus membebani organisasi. Ibarat
berobat ke dokter, pasien tidak cukup diberi tahu tentang diagnosanya, tapi jauh lebih penting
adalah diberi pengobatan yang tepat.
Menyusun rekomendasi memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang
masalah yang sedang dihadapi. Disinilah arti penting dari anggota tim. Anggota tim RCA harus
memiliki kompetensi dan kapasitas yang memadai untuk melakukan hal itu. Referensi yang
dikumpulkan pada tahap mengumpulkan data di atas dapat dipakai untuk membantu proses
7. ini.
Ada satu alat yang sangat berguna untuk menyusun penyelesaian masalah ini. Alat itu disebut
analisa penghalang (barrier analysis).
Namun, sebelum masuk ke dalam analisa penghalang, kita perlu memahami dahulu pengertian
penghalang dihubungkan dengan kemampuannya mencegah terjadinya insiden. Ilustrasi
tentang penghalang dihubungkan dengan kemampuannya mencegah terjadinya insiden adalah
sebagai berikut:
8. Membuat Laporan RCA
Laporan RCA berisi rincian seluruh kegiatan pelaksanaan RCA mulai dari awal sampai
rekomendasi yang diberikan. Laporan ini kemudian disampaikan kepada pemimpin organisasi
untuk disetujui. Proses persetujuan ini sangat penting. Karena tanpa persetujuan pemimpin,
rekomendasi tak dapat dieksekusi dan dilaksanakan.
sumber:
1. RCA Tools NPSA 2009
2. A Guide for RCA Team Patient Safety Centre Queensland Health 2009