Seseorang yang menjadi immigran mengalami menjadi minoritas,
baik sebagai "immigrant sojourn" (tinggal selama perjalanan jangka
pendek), "immigrant refugee" (pengungsi), maupun "immigrant
voluntary" (karena kehendak sendiri).
1. AKULTURASI 2
kulturasi Budaya Cina di Indonesia
Seseorang yang menjadi immigran mengalami menjadi minoritas,
baik sebagai "immigrant sojourn" (tinggal selama perjalanan jangka
pendek), "immigrant refugee" (pengungsi), maupun "immigrant
voluntary" (karena kehendak sendiri). Perasaan sebagai minoritas ada
dalam kaitannya dengan perbedaan bangsa, bahasa, agama, ras, dll.
atau yang terlihat secara fisik, yaitu bentuk wajah, warna kulit,
warna rambut, aksen bahasa, dll. Perbedaan yang dirasakan oleh panca
indera tersebut menarik keluar sebuah kesadaran akan identitas diri
yang berhubungan dengan situasi sosial (SOSIAL IDENTITY). Bahwa
dirinya berbeda dan memiliki latar belakang yang berbeda menimbulkan
problema penerimaan sosial, dan menimbulkan reaksi adaptasi yang
bermacam-macam tergantung pada individu yang mengalaminya.
Pada umumnya individu dewasa akan segera mengidentifikasikan
dirinya dengan kelompoknya yang sebangsa, atau sebudaya, dengan cara
mencari mereka yang sama dengan dirinya, berkumpul bersama dengan
mereka untuk lebih mudah mengatasi perbedaan tersebut. Mereka lebih
banyak menggunakan bahasa dan tata caranya sendiri. Motivasi ini
disebut loyalitas etnis atau "ethnic loyality". Namun inklusivitas
ini menimbulkan reaksi dari kelompok budaya yang lebih dominan,
yaitu diskriminasi. Ada pendapat yang mengatakan bahwa semakin
individu tersebut mengalami diskriminasi semakin ia akan
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompoknya, membedakan diri,
maka semakin ia mengalami diskriminasi hingga kehilangan respek
(discreditable). Reaksi lain yang bisa ditunjukkan oleh individu
minoritas adalah berkemampuan seperti kelompok budaya yang dominan,
seperti belajar bahasa, tata cara berbusana, berbicara, condong
bergaul dengan kelompok budaya dominan, sehingga meminimalkan
perbedaan latar belakang budaya yang terbawa oleh individu
minoritas. Motivasi ini disebut "cultural competence", ia sadar akan
perbedaan budaya yang dibawanya sebagai minoritas dan budaya yang
dominan, dan ia memiliki pengetahuan akan kedua budaya tersebut.
Individu ini akan bersikap berbeda sesuai dengan situasi kelompok
budaya yang dihadapinya, bilamana berhadapan dengan sesama kelompok
budayanya ia akan menggunakan bahasa dan tata caranya sendiri, namun
bila berhadapan dengan kelompok budaya dominan, ia akan mampu
berbicara atau bersikap seperti mereka.
Kesadaran berbudaya muncul bersamaan dengan munculnya loyalitas
etnis dalam diri individu tersebut ketika ia mengalami diskriminasi,
yang tidak selalu bermakna negatif. Immigrant akan mengalami
diskriminasi karena status minoritasnya. Sebenarnya, status
minoritas inilah yang menjadi inti dari masalah status sosial.
Bagaimana minoritas mengatasi masalahnya dalam seting budaya, tempat
yang secara fisik lebih dominan terhadap dia? Ia akan beradaptasi
secara budaya (akulturasi) seperti telah diuraikan sebelumnya. Jadi
2. proses akulturasi terjadi mula-mula ketika sekelompok individu dari
dua kelompok budaya yang berbeda mengadakan kontak secara terusmenerus satu sama lain dan setelahnya mengalami perubahan pola
budaya pada salah satu atau keduanya seperti model akulturasi yang
dikemukakan oleh Robert Park yaitu KONTAK (dari tangan pertama)->
AKOMODASI (menerima) -> ASIMILASI (diterima/menjadi bagian).
Perbedaan reaksi adaptasi dapat terjadi antar individu dalam
kelompok minoritas yang sama atau memiliki latar belakang atau
tingkat pendidikan yang sama yang disebabkan oleh perbedaan motivasi
(pendorong) seperti keputusan/keinginan pribadi, motivasi ekonomi,
politik, dll yang mana yang lebih menguntungkan/berguna baginya
maupun hanya sekedar untuk mempertahankan hidup. Reaksi adaptasi
budaya ini juga selektif terhadap perilaku, nilai-nilai, dll,
tergantung pada individu masing-masing; hal lama apakah yang akan
digantinya dengan hal yang baru, dan sebaliknya hal lama yang akan
tetap dipegangnya. Contoh kasus: kelompok minoritas Tionghoa di
Jakarta, akan berbeda dengan kelompok minoritas Tionghoa di Medan,
dst. yang mana masing-masing anggota kelompok dalam sebuah keluarga
juga akan mengalami perubahan pola budaya yang berbeda.
Telah dibahas sebelumnya bahwa ada dua reaksi adaptasi budaya,
pertama adalah menarik diri (mengidentifikasi dirinya dengan
kelompoknya), dan yang kedua adalah melebur (memiliki kemampuan
terhadap budaya asal dan budaya yang baru). Keduanya melibatkan
reaksi kelompok budaya mayoritas juga, jadi proses akulturasi adalah
dua arah, yang dapat membalikkan reaksi adaptasi menjadi
berkembangnya budaya kelompok minoritas melalui
bangkitnya/digunakannya bahasa mereka oleh kelompok budaya yang
dominan, atau material fisik lain. Jadi reaksi dan aksi adaptasi
budaya ini sangat dinamis melibatkan lebih dari satu motivasi.
Contoh kasus: hasil proses akulturasi kelompok Tionghoa di Jakarta
lebih kentara dibandingkan dengan hasil akulturasi kelompok Tionghoa
di Medan, dilihat dari keseringan/kemampuan menggunakan bahasa asal
(Mandarin/Hokkian). Anak-anak yang dibesarkan di Jakarta
kurang/tidak mampu menggunakan bahasa Mandarin. Sedangkan generasi
yang dibesarkan di Medan lebih mampu/fasih menggunakan bahasa
Mandarin.
Proses akulturasi pada kelompok budaya Tionghoa di Indonesia
sangat membuka jalan untuk bermacam-macam studi baik dari disiplin
ilmu sosial, bahasa, hingga ke arsitektural. Banyak sekali yang bisa
dikaji dari masalah-masalah sosial beserta reaksi-reaksi atau ahsilhasil yang muncul di berbagai tempat yang berbeda, tidak terbatas
pada kasus yang terjadi di Medan atau Jakarta saja, mengingat
perjalanan yang unik dari sejarah kelompok budaya Tionghoa dimulai
dari sekitar wilayah Medan (tercatat permukiman Tionghoa tertua
yaitu abad ke-5 Masehi ditemukan di sana).
REFERENSI
Padilla, Amando M., dan Perez, William. 2003. Acculturation, Social
3. Identity, and Social Cognition: A New Perspective. Hispanic Journal
of Behavioral Sciences, Vol. 25 No. 1, February 2003 35-55. Sage
Wayang potehi
Kesenian ini mirip wayang golek (wayang kayu), namun cerita yang ditampilkan berasal dari legenda
rakyat tiongkok, seperti Sampek Engthay, Sih Djienkoei, Capsha Thaypoo, Sungokong, dll
bacang
Dahulu bacang diyakini orang China adalah makanan untuk menghormati seorang pahlawan yang mati
akibat difitnah orang bentuk peringatan adalah makan bakcang (Hanzi: 肉粽, hanyu pinyin: rouzong)
Penganan ini terdiri dari daging cacah sebagai isi dari beras ketan dibungkus daun bambu dan diikat tali
bambu. Di beberapa tempat Indonesia,diadakan festival memperingati sembahyang bacang atau disebut
juga Duan Wuji.
Festival ini disebut pehcun. Atraksi yang menjadi maskot festival ini adalah perlombaan balap perahu
naga.Duanwu Jie (Hanzi: 端午節) atau yang dikenal dengan sebutan festival Peh Cun di kalangan
Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. Peh
Cun adalah dialek Hokkian untuk kata pachuan (Hanzi: 扒船, bahasa Indonesia: mendayung perahu).
Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktek umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, namun
istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini.
Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah berumur
lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou.Dan perlombaan dayung perahu naga. Karena
dirayakan secara luas di seluruh Tiongkok, maka dalam bentuk kegiatan dalam perayaannya juga
berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya. Namun persamaannya masih lebih besar daripada
perbedaannya dalam perayaan tersebut.
Kiasu
Kiasu adalah ejaan Hokkien (fujianese) untuk Bhashu / pasu. Jargon ini sangat sering didengungkan di
Singapura.
Istilah ini mengandung arti (kira-kira) suatu ketakutan akan tertinggal karena kurang menguasai ilmu.
Ai Pia Cia E Ya 爱拼才会赢
爱拼才会赢 atau dalam mandarin = Ai Pin Cai Hui Ying Adalah "Lagu kebangsaan" suku Hokkien di
seluruh dunia. Isi lirik lagu dari Taiwan ini mencerminkan etos kerja dan spirit berusaha yang sangat
tinggi dari suku ini. Sebagaimana umumnya lagu-lagu Hokkien lainnya, lagu ini sangat menjiwai,
bukankah arti judulnya saja "Cinta (suka) berjuang baru bisa menang"
Budaya Cina Peranakan Banyak budaya, aksen maupun produk tionghoa yang bukan berasal
dari negeri cina daratan, namun merupakan produk setempat yang dinamai istilah cina. Kalau di
Malaysia, kita kenal ikan Louhan yang bukan dari Cina, tapi "penemuan" peternak ikan China dari
Malaysia, di Indonesia kita mengenal "lontong capgomeh" yang tidak ada di negeri cina, maupun
wingko babat yang berasal dari kota Babat di Jawa Timur.
Budaya blasteran Cina-Indonesia
Tak hanya etnik saja yang sudah berasimilasi, aspek lain juga ikut berasimilasi: Makanan
Contoh: Lunpia semarang, isi utamanya adalah irisan kulit rebung sedangkan lunpia yang dari China isi
utamanya mihun.