Dokumen tersebut membahas kasus hipertiroidisme pada kehamilan akibat penyakit Graves yang tidak terkontrol dengan baik. Pasien mengalami komplikasi seperti kontraksi dan ancaman keguguran karena tidak melakukan pemantauan dan pengobatan yang tepat. Dokter menganjurkan pasien untuk mengontrol kehamilan dan fungsi tiroid secara rutin guna mencegah komplikasi bagi ibu dan janin.
1. LAPORAN KASUS
435CDK-241/vol.43no.6th.2016
ABSTRAK
Hipertiroid pada kehamilan memiliki konsekuensi buruk bagi ibu dan janin. Hipertiroid yang tidak diobati akan meningkatkan risikoterjadinya
preeklampsia, gagal jantung, krisis tiroid, hingga kematian ibu. Salah satu penyebab tersering hipertiroidisme pada kehamilan adalah penyakit
Graves. Pemantauan klinis dan laboratorium yang cerm at menjadi tuntutan pada pengelolaan penyakit Graves pada kehamilan. Kerjasam a
yang baik antarainternis dan obstetri-ginekologis diharapkan meminimalisasi komplikasi kehamilan dan persalinan. Berikut ini dipaparkan kasus
penyakit Graves padakehamilan.
Kata kunci: Hipertiroid,kehamilan,penyakitGraves
ABSTRACT
Hyperthyroidism in pregnancy has several unfavourable consequenc es for mother and foetus. Untreated hyperthyroidism increases the risk
of pre-eclampsia, congestive heart failure, thyroid storm, and maternal death. The most comm on cause for hyperthyroidism in pregnancy
is Graves’ disease. Clinical and laboratory close monitoring is mandatory in managem ent of Graves’ disease in pregnancy. Good team work
between internist and obstetrician can hopefully minimize pregnancy and labour com plications. A caseof Graves’ disease inpregnancy will be
presented. Laurentius A.Pramono,Nanang Soebijanto..
Management ofGraves Disease in Pregnancy
Keywords: Graves’ disease,hyperthyroidism,pregnancy
Pengelolaan Penyakit Graves pada Kehamilan
Laurentius A. Pramono,1
Nanang Soebijantoft
1
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
2Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Fatmawati, Jakarta, Indonesia
PENDAHULUAN
Disfungsi tiroid cukup sering ditemukan
pada kehamilan.1
Prevalensi terjadinya
hipertiroidisme pada kehamilan di Amerika
Serikat adalah 0,1-0,4% dengan etiologi yang
tersering adalah penyakit Graves.1
Secara
global, hipertiroidisme terjadi pada 0,05-
3% dari seluruh kehamilan.2
Penyakit Graves
termasuk dalam kelompok penyakit autoimun
yang angka kejadiannya berkisar 1-2 per
1000 kehamilan.1
Hingga kini belum ada data
nasional mengenai gangguan tiroid pada
kehamilan.
Selama kehamilan, terjadi perubahan
fisiologis kelenjar tiroid.1,3
Perubahan fisiologis
yang penting adalah peningkatan kadar
TBG (thyroxine binding globulin) hingga
pertengahan masa kehamilan. Peningkatan
TBG m eningkatkan kadar tiroksin total (T4
total) padahal kadar hormon bebas (T4
bebas/free T4) tetap. Oleh karena itu, untuk
mengetahui status tiroid pasien selama
kehamilan diperlukan pemeriksaan T4
bebas, sedangkan pemeriksaan T4 total
tidak dianjurkan. Sementara itu, kadar TSH
cenderung turun pada trimester pertama
kehamilan karena adanya peningkatan kadar
β-HCG (human chorionic gonadotropin) yang
mempunyai strukturmolekul mirip dengan
TSH. β-HCG juga menstimulasi kelenjar
tiroid untuk mensekresikan T4 bebas dan
menyebabkan gejala hipertiroidisme. Kondisi
tersebut dinamakan gestational transient
thyrotoxicosis (GTT).1,3,4
Pengelolaan penyakit
Graves pada kehamilan membutuhkan
pemantauan klinis dan laboratorium yang
cermat dengan harapan dapat menghindari
komplikasi hipertiroid yang tidak diobati
bagiibu dan janin.Disisi lain,penggunaan
antitiroid yang berlebihan dapat berdampak
hipotiroid padajanin.
Kasus berikut ini adalahkasus penyakit Graves
pada kehamilan. Penyakit Graves didiagnosis
sebelum kehamilan anak pertama dengan
gejala strum a difus dan klinis toksik disertai
oftalmopati kedua mata.Pasien memiliki
riwayat pengobatan buruk, tidak terkontrol,
dan tidak teratur mengonsumsi obat antitiroid.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi awal
yang baik untuk mempelajari penanganan
hipertiroidisme (khususnya penyakit Graves)
pada kehamilan.
ILUSTRASI KASUS
Seorang perempuan berusia 25tahun kontrol
di poliklinik Penyakit Dalam dengan hamil
anak kedua usia kehamilan aterm (39-40
minggu); riwayat penyakit tiroid sejak tiga
tahun.Sejak tiga tahun yang lalu,mata kiri
pasien menonjol ke luar, kering, kemerahan,
diikutisedikitpenonjolanmata kanan,saat
tidur kedua mata tidak dapat menutup rapat.
Pasien juga merasakan adanya pembesaran
leher, disertai keluhan berdebar-debar,
gemetar, dan tremor, tidak tahan udara
panas, banyak berkeringat, dan emosi tidak
stabil. Nafsu makan meningkat namun
berat badan menurun. Pasien pertam a kali
berobat ke dokter spesialis mata dan dicurigai
Alamat Korespondensi eemmaaiill:: l_aswin@hotm ail.co m
2. LAPORAN KASUS
436 CDK-241/vol.43no.6th.2016
oftalmopati akibat penyakit tiroid. Pasien
dirujuk ke poliklinik PenyakitDalam rumah
sakitrujukan di Jakarta.
Pasien kemudian berobat ke poliklinik
Endokrin rumah sakit rujukan di Jakarta,
mendapat propiltiourasil (PTU) dan
propranolol. Awalnya obat diminum teratur,
namun sejak kehamilan anak pertama, pasien
menghentikan minum obat atas keinginan
sendiri. Dua tahun yang lalu, anak pertam a
pasien lahir melalui persalinan normal, sempat
diskrining fungsi tiroid dan dikatakan normal,
tumbuh kembang norm al. Setelah masa nifas
lewat,pasientidak kontroldan tidak teratur
minum obat antitiroid. Mata kiri semakin
menonjol dan buram, sedangkan m atakanan
membaik.
Saat awal kehamilan anak kedua ini,
pasien tidak kontrol dengan melakukan
pem eriksaan laboratorium ataupun minum
obat antitiroid. Saat usia kehamilan tiga bulan,
pasien mengalami kontraksi dan ancaman
keguguran. Hasil pemeriksaan laboratorium
hormon tiroid meningkat, diberikan terapi
PTU dan propranolol, namun kepatuhan
pengobatan tetap buruk. Seminggu lalu
pasien mengalami kontraksi lagi dan masuk
perawatan IGD Obstetri Ginekologi. Hasil USG
Kebidanan didapatkankondisi janin presentasi
kepala, tunggal, hidup, sesuai usia kehamilan.
Persalinan direncanakan satu minggu lagi.
Pasien disarankan kembali ke poliklinik
Kebidanan/ Kandungan dan Penyakit Dalam
serta pemeriksaan hormon-hormon tiroid
dalam prosedur rawatjalan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tidak ada
berdebar-debar, gemetar, diare, ataupun
berkeringat banyak. Pasien mengeluh
pandangan m ata kiri buram. Tekanan darah
110/70 mmHg dengan frekuensi nadi 108
kali per menit reguler. Pada pasien terdapat
eksoftalmus kedua mata (mata kiri lebih
menonjol), struma difus pada leher dengan
lingkar leher 33 cm, tidak terdengar bruit.
Pemeriksaan fisik paru dan jantung dalam
batas normal, abdomensesuai usiakehamilan.
Pada ekstremitas didapatkan akral hangat,
lembap, tidak ada tremor, nam un didapatkan
edema minimalkedua tungkai.
Saat kontrol poliklinik, pasien hanya membawa
hasil pemeriksaan fungsi tiroid 6 bulanlalu
(saat usia kehamilan 3 bulan), yaitu fT4 3,65
(normal 0,89-1,76), fT3 11,1 (normal 2,3-4,2),
dengan TSHs 0,006 (normal 0,35-5,5). EKG
satuminggulalumenunjukkaniramasinus
takikardia (100 kali per menit).
Pasien didiagnosis sebagai penyakit Graves
pada kehamilan G2P1A0 (39-40 minggu)
dengan gejala oftalmopati Graves (kriteria
NOSPEC S: Sight Loss). Pasien dianjurkan
melakukan pemeriksaan fT4 dan TSH
ulang,sertamendapatPTU2 x100mgdan
propranolol 3 x 10 mg. Pasien dianjurkan untuk
rawat inap di bangsal Kebidanan/Kandungan
untuk menjalani proses persalinan dalam
minggu tersebut(Gambar 1dan 2).
Gambar 1.Leher pasien menunjukkan struma difus
Gambar 2. M ata pasien menunjukkan Oftalmopati
Graves
DISKUSI
Kasus ini merupakan kasus klasik penyakit
Graves pada kehamilan, yaitu strum a difus
disertai klinis toksik tiroid dan oftalmologi
Graves.
Penyakit Graves merupakan penyebab
tersering terjadinya hipertiroidisme pada
kehamilan, sehingga manajemen terapi
hipertiroidisme pada kehamilan perlu
dipahami.
Fisiologi Tiroid pada Kehamilan
Pada kehamilan, terjadi beberapa perubahan
fisiologis menyangkutfungsi dan statustiroid,
yaitu pada ekskresi iodium, kadar TBG, dan
akibat peningkatan HCG. Pada usia kehamilan
awal, GFR (glomerular Ĺ‚ltration rate) meningkat
sehingga klirens iodium bertambah. Halini
akan mengurangi kadar iodium organik dalam
darah. Kelenjar tiroid mengompensasi kondisi
tersebut dengan cara meningk atkan aktivitas
TSH. Konsekuensinya dapat terbentuk struma
pada kehamilan dengan angka tangkapan
iodium yangtinggi.1
Kadar TBG (thyroxine binding globulin)
meningkat karena adanya stimulasi estrogen,
yang meningkat sebanyak dua kali lipat pada
minggu ke-16 sampai 20 dan menetap selama
kehamilan. Peningkatan TBG meningkatkan
kadar T4 dan T3total, tetapi kadar fT4 dan fT3
tetap normal.Olehsebab itu,pemeriksaan
fungsi tiroidselama kehamilan lebihakurat
bila dinilai dari kadar fT4.1,4
HCG memiliki struktur alfa dan beta. Beta
HCG mempunyai persamaan struktur dengan
TSH. HCG memiliki aktivitas dalam stimulasi
tiroid. Pada kehamilan, kadar HCG meningkat,
puncaknya ≤100.000 pada minggu 8-12
kehamilan, dan bertahan pada nilai 10.000-
20.00 sampai melahirkan. Pada kehamilan,
umumnya pengaruh HCGterhadap fungsi
tiroid tidak bermakna. Bila kadar HCG lebih
tinggi daripada batas normal,dapatterjadi
gangguan fungsi tiroid. Kadar HCG yang
tinggi akan meningkatkan kadar fT4 dan fT3
sertamenekan kadar TSH.Kelainan yang
bisa muncul adalah gestasional transient
thyrotoxicosis (GTT).1
Selain perubahan kadar TBG dan HCG,
perubahan parameter tiroid pada kehamilan
adalah:
ď‚„ T4 dan T3 total meningkat seiring
peningkatan TBG,
ď‚„ fT4 dan fT3 normal (normal tinggi).
Pada HCG ≥100.000, fT4 dan fT3
akan meningkat dan otomatis TSH
tertekan.
ď‚„ TSH pada trimester Isubnormal (0,2-0,5)
dan pada trimester II dan III kembali
ke normal lagi(0,5-5).
Tabel berikut ini memberikan rekapitulasi
data perubahan fisiologis fungsi tiroid pada
kehamilan (trimester I,II, III, dan pasca-
3. LAPORAN KASUS
437CDK-241/vol.43no.6th.2016
klinis tirotoksikosis pada kehamilan sering
tumpang tindih dengan kehamilan normal,
dapat ditemukan adanya palpitasi, tidak tahan
udarapanas,dan kulitlebih hangat.Gejala
yang sangat khas adalah struma, oftalmopati,
palpitasi, dan penurunan berat badan
meskipun makan banyak. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan oftalmopati, struma difus,
tremor,dan kulitlembap.1,5
melahirkan).
Penyakit Graves pada Kehamilan
Hipertiroidism e pada kehamilan paling sering
disebabkan oleh penyakit Graves. Selain
penyakit Graves, penyakit lain penyebab
terjadinya hipertiroidisme pada kehamilan
adalah gestationaltransienthyperthyroidism,
goiter toksik multinoduler, adenoma
soliter toksik,tiroiditis subakut,danstruma
ovarium. Penyakit Graves dapat mengalami
eksaserbasi saat kehamilan trimester pertama
dan post-partum. Dengan pengobatan dan
pem antauan yangtepat, kondisi ibu dan janin
dapat terkendali. Bila pengelolaan tidak tepat,
risikonya adalah gagal jantung maternal,lahir
prematur,dankematianjanin(abortus).3,4
Membedakan penyakit Graves dengan
kehamilan normal sering tidak mudah. Gejala
Tes diagnostik hipertiroidisme pada kehamilan
adalah fT4 dan TSH.Pada hipertiroidisme
kehamilan, khususnya penyakit Graves, kadar
fT4meningkat, disertai kadar TSH yangrendah.
Namun pada kehamilan normal sekalipun,
dapat juga ditemukan kadar TSH yang
rendah pada trimester pertama kehamilan.
Pem eriksaan anti-TPO dan antrimikrosom al
antibodi (AM A) sangat penting bagi penyakit
tiroid autoimun. Pada penyakit Graves
ditemukan adanya peningkatan kadar anti-
TPO danAMA.5
Efek fisiologis HCG yang menyebabkan
penurunan kadar TSH dan peningkatan TBG
sangat penting untuk dipertimbangkan.
Konsentrasi TSH pada akhir trimester I
kehamilan dapat mencapai kadar 0,03. Dengan
demikian, kadar TSH yang rendah saja tidak
cukup untuk mendiagnosis hipertiroidisme
pada kehamilan. Konsentrasi TBG yang tinggi
akan menggeser keseimbangan hormon tiroid
bebas dan total, sehingga selama kehamilan
pem eriksaan total T4 tidak disarankan, lebih
dianjurkanpemeriksaankadarfT4.5
Terdapat dua antibodi tiroid yang meningkat
pada penyakit Graves, yaitu thyroid anti-
microsomal antibodies (thyroid peroxidase
antibodies, anti-TPO) dan thyroid stimulating
hormone receptor antibodies (TRAb). Dua TRAb
yang dapat diperiksa adalah TSI (thyroid-
stimulatingimmunoglobulin) danTBII (thyroid
binding inhibitory immunoglobulin). Semua
pem eriksaan autoimun ini meningkat pada
penyakit Graves dan tidak meningkat pada
gestasional thyrotoxicosis (dapat membedakan
penyakit Graves dengan gestasional
thyrotoxicosis). Evaluasi laboratorium
dilakukan dalam interval waktu 3-4 minggu.5
Pemeriksaan TRAb direkomendasikan pada
ibu hamildengan riwayatpenyakit Graves,
terdapat riwayat pengobatan dengan iodium
sebelumnya, operasi sebelum kehamilan, dan
anak-anak yang didiagnosis penyakit Graves.
Konsentrasi TRAb tinggi sebelum persalinan
4. LAPORAN KASUS
438 CDK-241/vol.43no.6th.2016
melahirkan.7
Bila terjadi eksaserbasi atau
perburukan klinis, maka dosis obat anti-tiroid
dapat dinaikkan kembali. Kebanyakan pasien
tidak membutuhkan pengobatan anti-tiroid
lagi setelah kehamilan di atas 26-28 minggu.
Efek samping yang pernah dilaporkan adalah
ikterus kolestatik dan agranulositosis. Pasien
dengan gejala hipermetabolik mendapat
obat penyekat beta, seperti atenolol dan
propranolol,selamabeberapahari.3-5
Diagram. Bagan alur uji fungsi tiroid pada kehamilan
mengindikasikan adanya disfungsi tiroid pada
janin.5
Secara ringkas, uji fungsi tiroid pada
kehamilan dimulai dengan pemeriksaan
TSH, dilanjutkan dengan fT4. Dari dua
pemeriksaan di atas, diagnosis dapat
diarahkan pada hipotiroidisme subklinis,
hipotiroidisme primer, hipertiroidisme
subklinis, hipertiroidisme, dan T3-toksikosis.3,4
Berikut adalah bagan alur ujifungsi tiroidpada
kehamilan (Diagram).
PENATALAKSANAAN
Pengobatan hipertiroidisme pada kehamilan
penting untuk menghindari komplikasi
ibu, janin, dan neonatus. Tujuan terapi
hipertiroidisme pada kehamilan adalah
menormalkan fungsi tiroid dengan dosis
obatantitiroid paling minimal.Pengobatan
ditargetkan agar kadar fT4terdapat pada nilai
batas atas normal.3
Dosis obatyang terlalu
tinggi dapat menyebabkan hipotiroidisme
dan struma pada janin. Pemantauan berkala
setiap 2 minggu pada awal terapi dan setiap
4 minggu bila target eutiroid sudah tercapai.
Terapi obat anti-tiroid sebaiknya tidak
dihentikan sebelum kehamilan 32 minggu
sebabdapatberisikoterjadirelaps.3
Dua obatanti-tiroid yang efektif dan aman
untuk mengendalikan hipertiroidisme pada
kehamilan, yaitu propiltiourasil (PTU) dan
metimazol.4,6
Keduanya menekan sintesis
hormon tiroid dengan cara menghambat
organifikasiiodium di dalam kelenjar tiroid.
Efek samping yang pernah dilaporkan adalah
aplasia kutis pada janin ibu hamil yang
menggunakan metimazol. Namun secara
umum, keduanya aman digunakan pada
kehamilan.3
Pada trimester I lebih dianjurkan
untuk menggunakan PTU karena terdapat
risiko kelainan kongenital yang pernah
dilaporkan pada penggunaan metimazol;
setelah kehamilan 12 minggu metimazol
dapat digunakan terutama bila khawatir
terhadap efek samping hepatotoksik dalam
penggunaan PT U pada ibu. Risiko hipotiroid
pada janin akibat kedua obat tidak berbeda.7
Dosis awal obat PTU adalah 150-450 mg
per hari (dibagidalam 3 dosis),sedangkan
dosis metimazol 20-40mg per hari (dibagi
dalam 2 dosis). Perbaikan klinis akantampak
sesudah beberapa minggu terapi, fungsi
tiroid akan normal dalam 3-7 minggu.
Perbaikan klinis yang dimaksud adalah
kenaikan berat badan dan berkurangnya
takikardi, sehingga dosis obat anti-tiroid dapat
diturunkan menjadi separuh. Kehamilan
sendiri sebenarnya mempengaruhi perjalanan
penyakit Graves karena peningkatan hormon
progesteron menekan fungsi limfosit,
sehingga mengurangi keaktifan autoimun
penderita Graves. Hal itu ditandai dengan
penurunan kebutuhan obat anti-tiroid seiring
peningkatan usia kehamilan, namun dapat
meningkat kembali setelah 3 bulan pasca-
Baik PTU maupun metimazol dapat melewati
sawar plasenta, jika dalam dosis besar dapat
menyebabkan struma dan hipotiroidisme
pada janin. Pada ibu menyusui, obat anti-tiroid
dapat terus diberikan bila dosis PTU <150-200
mgperhariataumetimazol<10mgperhari.
Bayi juga perlu dipantau kadar TSH-nya agar
mengetahui pengaruh obat yang diberikan.3 ,4
Operasi tiroidektomi perlu dilakukan hanya
padapasien dengan dosis pemberiananti-
tiroid yang sangat besar (PTU >600 mg), alergi
obat anti-tiroid, pasien tidak taat berobat, dan
struma sangat besar. Terapi iodium radioaktif
merupakan kontraindikasi pada kehamilan
sebab dapat melewati plasenta dengan risiko
terapi iodium radioaktif berupa hipotiroidisme
pada bayi dan retardasimental.3,4
Hipertirodisme pada Janin dan Neonatus
Pada perempuan dengan penyakit Graves
yang sudah mendapatterapi ablasi tiroid,
kadar TSI-nya masih tetap tinggi meskipun
secara klinis pasien sudah eutiroid. Selama
kehamilan, TSI dapat melewati plasenta dan
terikatdenganreseptor TSHtiroidjanin. Kondisi
ini dapat merangsang kelenjar tiroid janin dan
menyebabkan hipertiroidism e yang ditandai
dengan pertumbuhan janin terhambatdan
takikardia janin. Hipertiroidism e janin diterapi
dengan pemberian obatanti-tiroid pada
ibu hamil. Setelah dilahirkan, jarang terjadi
hipertirodisme pada neonatus.Kadar TSI
yang tinggi pada kehamilan trimester III dapat
menjadi prediktor bagi hipertiroidisme pada
janin dan neonatus.3 ,4
Kondisi ini diharapkan
menjadi perhatian bagi dokter penyakit
dalam, kebidanan-kandungan, dan pediatri
yang merawatibu dan bayi.
SIMPULAN
Pengelolaan hipertiroidisme pada kehamilan
menuntut kerjasama yang baik antara dokter
spesialis penyakitdalam dan kebidanan-
5. LAPORAN KASUS
439CDK-241/vol.43no.6th.2016
kandungan. Berbagai perubahan fisiologis
tiroid pada ibu hamil harus dipahami
untuk menentukan suatu kondisi termasuk
fisiologis atau patologis. Pemantauan klinis
serta laboratorium (fT4 dan TSH) yang baik
serta dosis obatanti-tiroid yang tepatakan
menghasilkan keluaran klinis yang baik bagi
ibu, janin,dan kehamilannya.
DAFTAR PUSTAKA :
1. KariadiSHKS. Disfungsitiroidpadakehamilan.In: Djokomoeljanto, editor.Bukuajartiroidologiklinik. Semarang:PusatPenerbit Diponegoro;2007.
2. Alamdari S, Azizi F, Dekshad H, Sarvhadi F, Amouzegar A, Mehran L. Management of hyperthyroidsm in pregnancy; comparison of recommendations of American
Thyroid Association and Endocrine Society. J Thyroid Res. 2013; Article ID 878467:1-7.
3. Semiardji G. Penatalaksanaan hipertiroidisme dan hipotiroidisme pada kehamilan. Naskah lengkap penatalaksanaan penyakit-penyakit tiroid bagi dokter. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit; 2008.
4. Soebardi S. Hipertiroidism e pada kehamilan. Jakarta Endocrine Meeting; 2010.
5. Purnamasari D, Subekti I, Adam JMF, Tahapary D. Indonesian clinical practice guidelines for the management of thyroid dysfunction during pregnancy. JAFES
Journal. 2013;28(1);18-20.
6. Vinssenberg R, Boogard E, Wely M, Post JA, Fliers E, Bisschop PH, etal.Treatment of thyroid disorders before conception and in early pregnancy: A systematic review.
Hum Rep Update. 2012;18(4);360-73.
7. Purnamasari D. Kontroversi tata laksana hipertiroid dalamkehamilan. Jakarta Endocrine Meeting; 2012.