1. REFERAT
HIPERTIROID
Pembimbing : dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD., K-R., FINASIM
Oleh :
Adiatma Bahrul Ilmi 23360148
Dany Ahsan 23360159
Siska Monika Faridz 21360088
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
2023
2. EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi hipertiroid menunjukkan prevalensi sebesar 0‒8% di kawasan Eropa dan
1‒3% di Amerika Serikat, di mana lebih sering ditemukan pada pasien perempuan. Sementara
itu, epidemiologi hipertiroid di Indonesia tercatat 0,4% pada pelaporan Kemenkes tahun 2015
Penyakit autoimun tiroid terjadi dalam frekuensi yang serupa pada etnis Kaukasia, Hispanik, dan
Asia, tetapi lebih rendah pada etnis Afrika-Amerika. Grave’s disease merupakan penyebab
terbanyak hipertiroid di Amerika Serikat (60‒80%). Sedangkan toksik multinodular goitre dan
toksik adenoma masing-masing menyumbang 15‒20% dan 3‒5% dari kasus hipertiroid
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar RI) tahun 2013 melaporkan prevalensi penyakit hipertiroid
mencapai 0,6% pada wanita, dan 0,2% pada pria. Penyebaran usia pasien adalah 0,4% pada usia
15‒24 tahun, 0,3% pada usia 25‒34 tahun, serta 0,5% pada usia >35 tahun
3. MORTALITAS
Studi menunjukkan hubungan antara hipertiroid dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskular, paru, dan penyakit kejiwaan, sehingga meningkatkan risiko kematian.
Durasi kondisi TSH yang rendah akan memengaruhi peningkatan mortalitas
Studi kohort yang melibatkan >230.000 pasien hipertiroid menemukan bahwa periode
kumulatif penurunan TSH meningkatkan mortalitas, baik pada pasien hipertiroid yang
diobati ataupun yang tidak diobati. Peningkatan mortalitas lebih disebabkan oleh
ketidakmampuan mencapai eutiroid
4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi hipertiroid dapat melalui berbagai mekanisme, tergantung
penyakit dasarnya. Hipertiroid bisa terjadi melalui mekanisme autoimun yang
menghasilkan autoantibodi terhadap thyroid stimulating hormone receptor (TSHR-
Ab). Autoantibodi ini akan menstimulasi sintesis dan sekresi hormon tiroid secara
berlebihan
Mekanisme autoimun ini terjadi pada Grave’s disease. Autoantibodi juga
akan bereaksi dengan thyroid derived thyroglobin di mata, yang akan
menyebabkan reaksi inflamasi dan penumpukan cairan sehingga terjadi
eksoftalmus
Hipertiroid juga bisa terjadi melalui mediasi thyroid stimulating
hormone (TSH) yang berlebihan, misalnya pada TSH-secreting pituitary
adenoma atau melalui human chorionic gonadotropin pada kasus penyakit
trofoblastik dan germ cell tumors. TSH yang berlebihan ini akan menstimulasi
sintesis dan sekresi hormon tiroid secara berlebihan
5. Etiologi dan Faktor
Resiko
Etiologi
Etiologi hipertiroid yang paling sering adalah Grave’s disease, diikuti oleh
toksik multinodular goitre, dan toksik adenoma tiroid. Beberapa studi
memaparkan adanya faktor genetik sebagai predisposisi Grave’s disease
Pada Grave’s disease, stimulator hormon tiroid meningkat karena adanya
autoantibodi. Hipertiroid juga bisa disebabkan oleh sekresi thyroid stimulating
hormone (TSH) yang berlebihan, misalnya pada TSH-secreting pituitary
adenoma
Selain itu, beberapa sindrom genetik telah dihubungkan dengan hipertiroid,
terutama penyakit tiroid autoimun. McCune-Albright syndrome disebabkan
mutasi pada gen GNAS yang mengkode stimulus subunit G-protein alfa. Salah
satu manifestasi dari sindrom ini adalah hipertiroid.
6. Etiologi dan Faktor
Resiko
Faktor Resiko
Gen yang diduga berperan dalam Grave’s disease adalah gen
regulator imun, seperti HLA, CD40, CTLA4, PTPN22, dan
FCRL3. Faktor risiko lain yang bersifat nongenetik adalah stres
psikologis, merokok, dan jenis kelamin wanita
7. Diagnosis
Anamnesis
Gejala klinis hipertiroid meliputi cemas, emosi yang labil, lemah, tremor,
palpitasi, heat intolerance, dan penurunan berat badan walaupun nafsu makan
bertambah. Gejala lainnya meliputi peningkatan frekuensi defekasi, frekuensi
miksi, oligomenore atau amenore pada perempuan serta ginekomastia dan
disfungsi ereksi pada pria
Pada pasien hipertiroid yang masih ringan, khususnya pada populasi geriatri,
gejala bisa tidak jelas. Gejala klinis dapat bervariasi mulai dari penurunan berat
badan, lemas, sesak nafas saat aktivitas, dan peningkatan nafsu makan.
Sedangkan pada kasus hipertiroid subklinis pasien bisa asimtomatik
8. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital akan ditemukan takikardia, pulsus defisit, dan hipertensi
sistolik. Temuan pemeriksaan fisik lain meliputi kulit teraba hangat dan lembap,
rambut tipis dan halus, tremor, kelemahan otot proksimal, dan hiperrefleks
Tanda eksoftalmus, edema konjungtiva dan periorbita, pergerakan kelopak mata yang
terbatas atau terhambat (lid lag), serta myxedema pretibial hanya dijumpai
pada Grave’s disease.
Pada pemeriksaan fisik tiroid, kelenjar tiroid akan teraba dan terlihat membesar tanpa
nyeri pada palpasi. Ukurannya difus pada Grave’s disease, sedangkan pada kasus
adenoma toksis atau toksik multinodular goitre akan teraba nodul disertai pembesaran
yang tidak simetris
9. Klasifikasi Diagnosis
Hipertiroid dapat diklasifikasikan menjadi penyakit-penyakit yang lebih spesifik,
seperti Grave’s disease, toksik adenoma, toksik multinodular goitre, dan penyakit lain
yang mendasari peningkatan konsentrasi hormon tiroid
Grave’s Disease
Pada Grave’s disease akan dijumpai gejala nyata hipertiroid yang disertai oftalmopati,
myxedema pretibial, dan pembesaran difus kelenjar tiroid pada pemeriksaan fisik. Pada
pemeriksaan penunjang dijumpai peningkatan kadar fT4 dan fT3, diikuti kadar TSH
yang rendah atau tersupresi
Pemeriksaan penunjang juga akan menunjukkan hasil positif thyroid stimulating
hormone receptor antibody (TRAb) dan high and diffuse uptake radioiodine
10. Klasifikasi Diagnosis
Toksik Adenoma dan Toksik Multinodular Goitre
Baik toksik adenoma dan toksik multinodular goitre akan menampilkan gejala
dan pemeriksaan klinis hipertiroid tanpa melibatkan oftalmopati serta pembesaran
kelenjar tiroid yang tidak merata. Pemeriksaan penunjang akan menunjukkan
kadar tinggi fT4 dan fT3, disertai TSH yang tersupresi, namun negatif penanda
autoantibodi.
Pada pemeriksaan radioiodine uptake, akan tampak high uptake pada nodul
yang hyperfunctioning dan low uptake pada area sekitar yang non-fungsional
(asimetris)
11. Klasifikasi Diagnosis
TSH-Secreting Pituitary Adenoma
Pada kasus ini akan dijumpai gejala klinis, pemeriksaan fisik khas hipertiroid
kadang dengan gejala lokal akibat penekanan tumor seperti gangguan
menstruasi dan gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan penunjang akan
dijumpai kadar TSH yang berlebihan disertai kadar fT4, fT3, dan sex-
hormone-binding globulin (SHBG) yang tinggi. Pada pemeriksaan radiologi
akan tampak massa di kelenjar pituitari
12. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada hipertiroid adalah pemeriksaan
kadar hormon tiroid, deteksi autoantibodi, dan scintigraphy
Kadar Hormon Tiroid
Pemeriksaan awal yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar thyroid
stimulating hormone (TSH), free thyroxine (fT4)
dengan free triiodothyronine (fT3). Kadar serum TSH sebaiknya diperiksa
lebih dulu, karena sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
dalam mendiagnosis gangguan tiroid. Jika kadar TSH rendah, sebaiknya
dilanjutkan dengan pengukuran kadar serum fT4, fT3, dan T3 total untuk
membedakan hipertiroid subklinis dengan overt hyperthyroidism
Pemeriksaan kadar hormon tiroid juga dapat membantu membedakan
kondisi yang menyebabkan peningkatan T3 dan T4 tetapi TSH normal,
seperti pada TSH-secreting pituitary adenoma
13. Pemeriksaan Penunjang
Deteksi Antibodi
Deteksi antibodi bisa dilakukan jika ada kecurigaan ke arah Grave’s
disease. Antibodi yang diperiksa adalah TRAb dan TSI. TRAb merupakan
antibodi yang berikatan dengan reseptor TSH dan mampu memberi efek
stimulasi dan juga inhibisi pada TSH. Antibodi TSI merupakan antibodi
yang berikatan dengan thyroid stimulating immunoglobulin (TSI).
Pemeriksaan Scintigraphy
Pemeriksaan scintigraphy tiroid disebut juga thyroid scan atau radioiodine
uptake. Sesuai namanya, pemeriksaan ini menilai iodine uptake pada
kelenjar tiroid melalui sodium-iodide symporter (NIS). Pemeriksaan ini
menggunakan agen radioaktif yang memiliki waktu paruh singkat
sehingga ideal buat kepentingan diagnostik
14. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksan radiologi seperti USG leher atau USG tiroid akan menampilkan
pembesaran difus pada kasus Grave’s disease, dan nodul pada kasus toksik
adenoma dan toksik multinodular goitre. Pemeriksaan seperti CT scan atau MRI
dilakukan sesuai indikasi untuk menyingkirkan diagnosis diferensial, misalnya
pada dugaan TSH-secreting pituitary adenoma, struma ovarium, penyakit
trofoblastik, dan germ cell tumor
15. Penatalaksanaan
FARMAKOLOGI
Obat Antitiroid
Obat antitiroid yang digunakan adalah propylthiouracil, carbimazole, dan
methimazole. Mekanisme kerja golongan obat ini adalah menghambat oksidasi
dan organifikasi iodine melalui inhibisi enzim tiroid peroksidase dan
menghambat proses coupling iodotirosin menjadi T4 dan T3
Khusus propylthiouracil mempunyai keuntungan lainnya yakni mampu
mengurangi konversi T4 menjadi T3 di jaringan perifer. Pedoman European
Thyroid Association merekomendasikan carbimazole dan methimazole sebagai
obat pilihan pertama pada pasien Grave’s disease yang tidak hamil.
Dosis propylthiouracil yang direkomendasikan adalah 50‒300 mg peroral,
diberikan setiap 8 jam. Sementara, dosis methimazole adalah 5‒120 mg/hari
peroral
16. NONFARMAKOLOGI
Terapi Ablasi Radioaktif Iodine
Terapi ablasi radioaktif iodine bisa digunakan sebagai terapi pilihan pertama
untuk penatalaksanaan Grave’s disease, toksik adenoma, dan toksik multinodular
goitre. Kontraindikasi absolut terapi ini adalah kehamilan, menyusui, sedang
program hamil, ketidakmampuan untuk mematuhi rekomendasi keamanan radiasi,
dan pada kasus active moderate-to-severe or sight-threatening Graves’ orbitopathy
Efek samping akibat terapi radioaktif adalah memperburuk Graves
orbitopathy dan menimbulkan tiroiditis akut. Tiroiditis akut akibat terapi
radioaktif hanya bersifat sementara dan cukup diterapi dengan obat anti inflamasi,
steroid, dan beta adrenergik bloker
Penatalaksanaan
17. Penatalaksanaan
Tiroidektomi
Hingga saat ini, tiroidektomi merupakan terapi paling sukses dalam mengobati
hipertiroid akibat Grave’s disease dan toksik nodular goitre. Teknik near-total atau total
thyroidectomy merupakan prosedur pilihan sesuai rekomendasi pedoman klinis
Tiroidektomi disarankan bagi pasien-pasien dengan karakteristik seperti
ukuran goitre yang besar, low uptake of radioactive iodine, atau kombinasi keduanya.
Tiroidektomi juga disarankan pada pasien suspek kanker tiroid, dan moderate-to-severe
Graves orbitopathy. Kontraindikasi terapi ini adalah kehamilan. Efek samping
tiroidektomi meliputi hipokalsemia akibat terangkatnya kelenjar paratiroid dan cedera
pada recurrent laryngeal nerve
18. Penatalaksanaan
Terapi Lain
Terapi lain yang bisa diberikan pada pasien dengan hipertiroid antara lain penghambat
beta adrenergik, agen iodine, dan glukokortikoid
Penghambat Beta Adrenergik
Penghambat beta adrenergik yang biasa digunakan adalah atenolol atau propranolol.
Penghambat beta adrenergik tidak mempengaruhi sintesis hormon tiroid, namun
digunakan untuk mengontrol gejala seperti palpitasi dan aritmia. Penghambat beta
adrenergik direkomendasikan pada semua pasien simptomatik, terutama pasien usia
tua dengan denyut nadi istirahat > 90 kali per menit atau ada disertai kondisi
kardiovaskuler
19. Penatalaksanaan
Agen Iodine
Pada pasien yang alergi terhadap thionamide, agen iodine eliksir seperti saturated
solution of potassium iodide (SSKI) dan potassium iodide-iodine atau Lugol
solution bisa digunakan. Terapi ini memanfaatkan fenomena Wolff-Chaikoff, di
mana pemberian dosis iodine dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan inhibisi
temporer organifikasi iodine pada kelenjar tiroid, sehingga mengurangi sintesis
hormon tiroid. Namun, efek tersebut hanya bertahan sekitar 10 hari saja
Glukokortikoid
Glukokortikoid mampu menghambat konversi T4 ke T3 di jaringan perifer.
Glukokortikoid dapat digunakan pada kasus hipertiroid yang berat atau badai
tiroid (thyroid storm). Glukokortikoid yang dapat digunakan
adalah prednison 20‒40 mg/hari peroral, maksimal selama 4 minggu
20. KOMPLIKA
Komplikasi hipertiroid disebabkan oleh efek hormon tiroid pada jaringan. Komplikasi
yang mungkin terjadi adalah badai tiroid (thyroid storm), kardiomiopati, atrial fibrilasi,
dan osteoporosis
Thyroid Storm
Thyroid storm atau badai tiroid merupakan komplikasi hipertiroid yang mengancam
nyawa. Komplikasi ini terjadi pada pasien hipertiroid yang tidak diterapi dalam jangka
waktu lama.
Komplikasi Kardiovaskuler
Hipertiroid dapat menimbulkan hipertrofi ventrikel kiri, dilated cardiomyopathy, atrial
fibrilasi, serta disfungsi diastolik yang berhubungan dengan peningkatan resiko gagal
jantung
Osteoporosis
Hormon tiroid bisa mempengaruhi metabolisme kalsium tulang melalui aksi langsung di
osteoklas atau via osteoblas, yang kemudian memicu resorpsi tulang
Komplikasi
21. Prognosis
Prognosis hipertiroid dipengaruhi oleh etiologi dan komplikasi yang menyertai.
Komplikasi hipertiroid di antaranya badai tiroid (thyroid storm) dan atrial
fibrilasi
Hipertiroid akibat toksik adenoma dan toksik multinodular goitre bersifat
permanen. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk normalisasi fungsi tiroid
terlebih dahulu dengan obat anti tiroid kemudian menggunakan terapi ablasi
radioaktif iodine untuk terapi definitive
Untuk pasien Grave’s disease bisa mengalami hipotiroid akibat terapi radioablasi
atau tiroidektomi. Graves orbitopathy membutuhkan waktu lama untuk
perbaikan
22. EDUKASI
Penderita hipertiroid harus memahami penyebab kondisi ini, disertai
penjelasan pilihan terapi. Untuk mengetahui etiologi, beberapa
pemeriksaan penunjang harus dilakukan oleh pasien, di antaranya
kadar hormon tiroid, deteksi autoantibodi.
Untuk pasien hipertiroid yang merencanakan kehamilan, perlu
berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Hal ini penting
mengingat potensi teratogenik pada fetus akibat konsumsi
methimazole atau pun propiltiourasil pada trimester awal kehamilan
23. Upaya Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Genetik merupakan faktor risiko hipertiroid, yang disebabkan oleh Grave’s
disease, autoimun McCune-Albright syndrome, toxic thyroid adenoma. Namun,
faktor risiko lain yang bersifat nongenetik adalah stres psikologis dan merokok yang
dapat diupayakan untuk dihindari