KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
3 macam fitnah akhir zaman
1. *3 MACAM FITNAH AKHIR ZAMAN*
Ustadz harakah yang kami hormati, ada sebagian tokoh agama yang ceramahnya cenderung
meresahkan. Mereka menakut-nakuti masyarakat dengan kisah akhir zaman. Namun, ujung-
ujungnya adalah mengajak masyarakat terlibat dalam konflik politik dnegan mendukung salah
satu pihak yang sedang bersengketa, baik di Timur Tengah maupun di Indonesia. Bagaimana
menyikapinya? Apakah benar kita harus mendukung salah satu pihak yang sedang bersengketa?
Bagaimana panduan Rasulullah saw. menghadapi konflik politik?
Penanya yang dirahmati Allah, akhir zaman merupakan masa penuh fitnah (kekacauan politik).
Rasulullah saw. memperingatkan kita jauh-jauh hari tentang hal ini.
".
Dari Abdullah bin Umar yang berkata, “Kami duduk di samping Nabi saw. Beliau menceritakan
tentang banyak kekacauan sampai pada cerita tentang kekacauan al-Ahlas. Seorang sahabat
bertanya, ‘Apa maksud kekacauan Al-Ahlas?’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Pengungsian dan
perampasan. Lalu fitnah kebencian yang sumbernya dari seorang laki-laki dari keluargaku yang
mengira dirinya dari golonganku padahal bukan. Kekasihku hanya orang-orang yang bisa
menahan diri. Lalu orang-orang mengangkat seorang pemimpin yang tidak layak. Lalu kekacauan
duhaima’ (samar) yang tak meninggalkan seorang pun kecuali akan ditampar oleh kekacauan
tersebut. Ketika dikatakan, ‘Kekacauan itu telah selesai’, sebenarnya kekacauan itu masih
terjadi. Seorang laki-laki mukmin pada pagi hari, tetapi menjadi kafir di sore hari, sampai umat
manusia menjadi dua golongan; golongan iman tanpa kemunafikan di dalamnya dan golongan
munafik tanpa keimanan di dalamnya. Ketika tanda-tanda itu terjadi, tunggulah Dajjal pada hari
itu atau esok harinya.’” (HR. Ahmad)
Hadis ini diriwayatkan dalam kitab Al-Fitan, Musnad Ahmad, Sunan Abu Daud, Musnad Al-
Syamiyyin, Al-Mustadrak, Hilyatul Auliya’, dan Syarh Al-Sunnah. Semua kitab tersebut
meriwayatkan dari Ala’ bin Utbah dari Umair bin Hani’ Al-Ansi dari Abdullah bin Umar. Para
ulama pada umumnya menilai sahih. Al-Hakim, Al-Dzahabi, Ahmad Syakir, dan Al-Albani.
Sedangkan Abu Nu’aim memberikan catatan bahwa hadis tersebut tergolong gharib (aneh). Al-
Arna’uth menilai hadis ini tidak sahih, bahkan cenderung maudhu’ (palsu).
Hadis ini unik karena menyebar di lingkungan Syam; wilayah yang menjadi basis pendukung
2. utama keluarga Umayah yang resisten terhadap Bani Hasyim. Sebagian perawinya bahkan
dikenal sebagai nashibi atau pembenci Ahli Bait termasuk Ali bin Abi Thalib di dalamnya. Dalam
matan hadis tersebut juga terdapat konten yang cenderung pada sikap resisten terhadap ahli
bait sebagaimana ditunjukkan redaksi fitnah kebencian yang sumbernya dari seorang laki-laki
dari keluargaku yang mengira dirinya dari golonganku padahal bukan. Kekasihku hanya orang-
orang yang bisa menahan diri. Pertimbangan aspek dalam sanad dan matan inilah yang mungkin
menyebabkan Abu Nu’aim dan Al-Arna’uth mencurigai riwayat tersebut sebagai palsu sekalipun
diriwayatkan dalam sebuah sanad yang dipenuhi perawi-perawi terpercaya.
Baca juga:
Perhatikan 5 Jenis Manusia Ciri-Ciri Penduduk Neraka Ini!
Terlepas dari perdebatan soal kesahihan, hadis-hadis tentang kekacauan akhir zaman selalu
memuat anjuran menahan diri dari melibatkan diri dalam konflik. Dalam hadis tersebut
misalnya, dikatakan kekasihku hanya orang-orang yang menahan diri (tidak terlibat konflik).
Perkataan ini jelas dukungan Nabi kepada orang-orang yang menjauhkan diri dari konflik. Orang-
orang yang mengobarkan konflik, sekalipun mengaku keturunan Nabi saw., sebenarnya ia bukan
golongan beliau. Al-Karmani (w. 854 H.) menjelaskan bahwa orang yang benar-benar keturunan
Nabi saw. tidak akan mengobarkan kekacauan (Syarah Mashabih Al-Sunnah Li Al-Baghawi, jilid 5,
hlm. 507). Syekh Al-Azhim Abadi (w. 1329 H.) mengutip Al-Ardibili yang mengatakan bahwa
standar kebenaran pada masa kekacauan adalah orang yang bertakwa yang dapat menahan diri
sekalipun tidak ada hubungan dengan Nabi saw. Serta tidak dianggap benar seorang penyebar
kekacauan sekalipun punya hubungan nasab dengan beliau (Aun Al-Ma’bud Syarah Sunan Abi
Daud, jilid 11, hlm. 208).
Ada catatan menarik dari hadis Syamiyyin ini. Fitnah lebih banyak berarti kekacauan sosial-
politik. Dengan tegas, hadis di atas menjelaskan tiga macam fitnah akhir zaman; al-Ahlas, al-
Sarra’, dan al-Duhaima’. Fitnah Al-Ahlas berarti pengungsian dan perampasan harta serta
nyawa. Fitnah Al-Sarra’ punya tiga pengertian, yaitu kekacauan karena perebutan sumber
kekayaan duniawi, kekacauan yang membuat senang musuh, atau kekacauan karena kebencian
dan sakit hati. Sedangkan fitnah Al-Duhaima’ berarti kesimpang-siuran kebenaran yang akan
menimpa seluruh orang yang terlibat dalam konflik. Ketiga macam fitnah ini berkaitan dengan
masalah sosial dan politik.
Baca juga:
Benarkah Imam Mahdi Akan Mematahkan Salib dan Membunuh Babi?
3. Di sini kita bisa mengambil pelajaran penting bahwa sumber fitnah, kekacauan dan konflik
adalah masalah duniawiah. Sekalipun dibungkus dengan bahasa agama, hal itu tidak menafikan
bahwa sumbernya adalah duniawi. Karenanya, tidak heran para ulama lebih menganjurkan agar
umat menjauhi terlibat dalam konflik. Bahkan pergi ke gunung, hidup menjadi penggembala
kambing.
Sampai di sini, ternyata, hadis tentang fitnah akhir zaman yang selama ini dikampanyekan
oknum ustaz pendukung kelompok politik tertentu, dan mendorong umat Islam terlibat dalam
aksi-aksi fitnah (menciptakan keresahan dan kekacauan), pada kenyataannya justru
menganjurkan orang menjauhi kekacauan. Jika ada yang menggunakannya untuk mendorong
orang awam terlibat konflik sosial-politik, berarti ada pemutarbalikan maksud hadis. Apakah
membuat kategori mukmin-munafik lalu diterapkan untuk menyudutkan orang yang berbeda
pandangan dengan menyebutnya pendukung Dajjal bagian dari pemutarbalikan maksud hadis.
Begitukah? Wallahu A’lam.
https://harakahislamiyah.com/konsultasi/tiga-macam-fitnah-akhir-zaman