SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
Download to read offline
A Proposed Infrastruktural Model For The Establishment Of
Organizational Ethical System
(Model Infrastuktural Yang Diajukan Untuk Pembentukan Sistim Etika Pada
Organisasi)
oleh
Lois P. White dan Long W. Lan
Mengembangkan Etika di Kantor Akuntan Publik:
Sebuah Perspektif untuk Mendorong Perwujudan Good Governance
Oleh
Unti Ludigdo
Tugas
(Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Profesi dan Spiritualitas )
Sri Apriyanti Husain
146020300111009
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
REVIEW JURNAL
A Proposed Infrastruktural Model For The Establishment Of
Organizational Ethical System
(Model Infrastuktural Yang Diajukan Untuk Pembentukan Sistim Etika Pada
Organisasi)
oleh
Lois P. White dan Long W. Lan
Pada jurnal ini, peneliti mengelompokkan infrastruktur sistem sebagai hasil dari
penggabungan tiga faktor besar yaitu: means atau cara, motivations atau motivasi. Dan
opportunity atau kesempatan. Etika menurut Ferrel and Fraedrich (1994),
MacKinnon(1995), Shaw ( 1991) dalam Lois P. White dan Long W. Lanadalah sebuah
kedisiplinan yang berkaitan dengan pertimbangan moral, baik atau buruknya suatu
tingkah laku, dan benar atau tidaknya sebuah tindakan.
Menurut Holloman (1991) dalam Lois P. White dan Long W. Lan Pertimbangan
disini dilakukan oleh seorang individual yang nantinya akan mempengaruhi tingkah aku
dari individu tersebut. ssebuah kelompok atau organisasi tidak “mempertimbangkan” atau
“berlaku” , sebaliknya sebuah kelompok atau organisasi terdiri dari individual-individul
yang membawa niai moral mereka masing-masing yang digunakan ketika mereka akan
melakukan sebuah pertimbangan moral.
Sistim nilai individual yang sering kita temukan sebenarnya adalah hasil dari
pegaruh ingkungan yang secara eksplisit maupun implisit telah menyebar. Dalam jurnal
ini dicontohkan sebuah kejadian yang merupakan dilema etika sebagai hasil dari
pengaruh lingkungan. Misalnya jika dalam sebuah sekolah, seorang guru mengijinkan
siswanya menjual permen peraturan hanya mengharuskan mereka mengembalikan
permen yang tersisa dan uang dari permen yang terjual ke guru mereka nanti di akhir hari.
Sementara itu, salah satu dari siswa berasal dari keluarga yang kurang mampu dan
biasanya tidak pernah makan siang di sekolah. Siswa ini menjual permen dan kemuadian
mengambil permen tersebut tanpa membayarnya dan kadang mencuri uang hasil jualan
permen tersebut namun sang guru tidak berkomentar apapun atau melakukan apapun
terkait dengan kurangnya barang pada inventory atau kurangnya uang hasil penjualan,
Dengan begitu sang guru telah membuat sebuah lingkungan yang menyediakan
kesempatan dan cara (means) untuk mencuri. Fenomena tersebut juga terjadi di dalam
suatu organisasi. Pada penelitian ini, peneliti menginvestgasi apa yang sebenarnya
merupakan faktor apa yang sebenarnya merupakan dasar terjadinya dilema etik pada
organisasi.
Literature Review
Menurut literature yang dipelajari oleh Lois P. White dan Long W. Lan sebgai
peneliti, tipe dari sistim yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam penerapan sistim etika
dan kode etik didalam organisasinya dan juga hasil penerapannya adalah bermacam-
macam. Pada survey 1987, 85% dari 2000 perusahaan US memiliki kode etik tertulis.
Pada survey tahun 1997, tiga dari empat perusahaan memiiki kode etik tertulis.
Survey-survey ini membuktikan bahwa adanya kode etik tertulis merupakan
pendekatan yang sangat umum dalam usaha menyuntikkan sistim etika dalam suatu
organisasi, walaupun demikian penerapannya adalah persoalan lain. Dalam survey yag
dilakukan Mathews, 1988; mnunjukkan bahwa perusahaan yang memiiki kode etik
tertulis lebih sering terkena tuntutan atas suatu kesalahan daripada yang tidak memiliki
kode etik tertulis.
Sementara itu Bohren (1992) dalam Lois P. White dan Long W. Lan menyatakan
bahwa keberadaan kode etik merupakan suatu hal penting namun bukanlah kondisi ideal
untuk membangun sebuah iklim organisasi etis daam sebuah organisasi. Bohren
menyarankan kode etik harus digabungkan dengan pelatihan dan pendidikan managemen
serta karyawan yang efektif. Namun demikian hanya 28% perusahaan yang merespon
survey yang dilakukan Borhen yang memang menyediakan pelatihan bagi karyawannya
walaupun pelatihan dan pendidikan karyawan disetujui sebagai salah satu cara untuk
membangun iklim etis didalam organisasi.
Selain itu, pendekatan dan metode dalam melakukan pelatihan terhadap karyawan
juga berbeda-beda dan tentunya akan menghasilkan hasil yang berbeda pula. Bukti
empiris dari kesuksesan berbagai macam metode pelatihan ini juga sangat jarang ada
karena dalam melakuka pelatihan perusahaan hanya fokus padda penyampaiannya
daripada keefektifan program tersebut. survey yang dilakukan Working Women
membuktikan bahwa 11% pembaca telah mendapatkan pelatihan semacam itu, namun
hanya 1% yang percaya bahwa pelatihan tersebut akan benar-benar membuahkan hasil
dan membawa perbedaan.
Dari berbagai informasi yang telah dikumpulkan diatas maka timbul dua pertanyaan
yaitu:
1. Mengapa pelatihan etika tidak diadopsi oleh lebih banyak lagi organisasi mengingat
setiap individu dapat membuat menilaian moralnya sendiri dan jika penilaian moral
individu tersebut diabaikan akan berujung pada lebih banyak lagi dilemma etis.
2. Mengapa terdapat sangt sedikit usaha untuk mengevaluasi keefektifan dari program
pelatihan etika diantara perusahaan-perusahaan atau organisasi yang memang
meawarkan program tersebut.
Jawaban dari kedua pertanyaan diatas mungkin dapat ditemukan dalam Paine
(1994) dalam Lois P. White dan Long W. Lan yang menyatakan bahwa sebagian besar
manajer menganggap etika adalah sebuah hal yang personal dan merupakan suatu hal
yang konfidental yang berada antara satu individual dengan kesadaran individual itu
sendiri. Walaupun suatu individu dalam melakukan penilaian etika atas sesuatu
didasarkan atas perspektifnya sendiri, namun hal tersebut juga dipengaruhi oleh
lingkungan organisasi, maka keputusan untuk tidak melakukan training mungkin saja
merupakan hasil dari penilaian-penilaian tersebut. oleh karena itu organisasi juga
berperan dalam menyediakan lingkungan yang dapat menyebarkan atau mengurangi
dilema etis.
Jawaban yang kedua adalah , menurut Ireland ( 1991) dalam Lois P. White dan
Long W. Lan, karena tidak adanya argumentasi proaktif. Irelanda menemukan bahwa
motivasi yang mempengaruhi pengenalan kode etik dalam suatu organisasi adalah 53%
pertumbuhan perusahaan, 29% dversivikasi, 26% trends industri, dan 23% dorongan dari
board of director. Jadi, jika ada satu saja aspek yang hilang dari motivasi tersebut maka
akan berkurang salah satu aspek dari argumentasi proaktif yang dibutuhkan.
Jadi walaupun nantinya akan ada pelatihan etika dalam perusahaan tersebut karena
adanya ethical violation dalam perusahaan, pelatihan tersebut hanya semacam band aid
untuk sebuah luka dan bukannya menyembuhkan luka tersebut, karena pelatihan etika
disini dianggap bukan merupakan unsur penting untuk mengukur keefektifan suatu
perusahaan. Jawaban ketiga adalah kurangnya usaha untuk mengevaluasi. Kurangnya
hubungan antara argumentasi moral dengan pembuatan keputusan pada sebuah organisasi
atau organizational decision making.
Model Ethical Behaviour
Dalam model ini, terdapat komponen level makro dari faktor yang membawa
ethical behaviour di lingkungan kerja. Dalam faktor ini terdapat means, motivation, dan
opportunity dalam kaitannya dengan keterlibatan dalam perilaku tidak etis. Lois P. White
dan Long W. Lan berpendapat bahwa seseorang akan lebih mungkin menghadapi dilema
etis jika Organisasi tidak menyediakan suatu “cara” atau “means” untuk menangkal
perilaku tidak etis, Jika individu tersebut memiliki motivasi pribadi dimana nantiya
dirinya akan mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara berlaku tidak etis tersebut,
dan jika Posisi seseorang didalam suatu organisasi tersebut menyediakan kesempatan
bagi orang itu untuk terlibat didalam suatu praktik yang tidak etis.
1. Means
Means disini dimaksudkan denga suatu peraturan, prosedur, dalam perusahaan
yang tidak terbatas hanya dalam etika-nya saja. Pada penelitian ini means lebih condong
kepada apakah suatu organisasi telah menyediakan suatu peraturan yang jelas untuk
menghindarkan dari perilaku tidak etis. Lois P. White dan Long W. Lan juga berpendapat
bahwa iklim didalam suatu organisasilah yang menentukan apakah peraturan etika dan
prosedur berkaitan dengan etika akan dibuat dan dilaksanakan.
Iklim yang terdapat didalam suatu organisasi dapat membentuk tindakan seseorang
karena iklim tersebut yang menyediakan panduan bagi seseorang tersebut tentang mana
perilaku yang dapat diterima sebagai perilaku etis dan mana yang tidak. Maka iklim dari
sebuah organisasi akan menyediakan “means” atau cara dari munculnya dilema etis ini,
iklim ini juga sebagai blueprint untuk memecahkan dilemma yang sudah muncul dalam
suatu organisasi.
Maka dari itu, adalah tanggung jawab penuh sebuah organisasi dari komponen
“means” didalam sistim etika perusahaannya karena aspek “means” didalam suatu
perusahaan terbentuk dan terkumpul dari seluruh peraturan perusahaan dan prosedur serta
praktek yang dilakukan di perusahaan tersebut.
2. Motivation
Bahkan didalam suatu organisasi yang menganut sistim etika dalam setiap aktifitas
dan peraturan mereka masih akan tetap ada perilaku yang tidak etis yang terjadi
dikarenakan motivasi individu. Setiap individu yang masuk ke dalam suatu organisasi
membawa tujuan dan motivasinya sendiri-sendiri, keinginan untuk mendapatkan atau
mencapai sesuatu, bahkan keinginan akan dominasi dan kekuasaan.
Motivasi dapat menjadi sebuah cermin dari sistim nilai yang kita miliki, dan
lingkungan sosial dapat mempengaruhi sistim nilai tersebut. lingkungan sosial juga dapat
di pengaruhi oleh individu-individu yang ada dalam suatu organisasi dan dapat
menyebarkan perlakuan tidak etis yang dilakukan oleh orang lain.
3. Opportunity
Setiap posisi memiliki kesempatan sendiri-sendri dalam keterlibatan mereka pada
sebuah tindakan tidak etis. Maka menurut Lois P. White dan Long W. Lan pelatihan yang
menanamkan nilai-nilai etika harusnya dibedakan tergantung pada klasifikasi masing-
masing posisi atau jabatan. Misalnya CEO dan human resource menghadapi dilema etis
yang berbeda, dan pada survey yang dilakukan Ethics resource center, karyawan yang
berada pada posisi teknikal seperti manufaktur dan quality control mengalami tekanan
yang paling berat dalam melakukan pelanggaran. Namun training tntang etika yang
diterima masing-masing jabatan adalah sama.
Menurut Cyriac (1992) dalam Lois P. White dan Long W. Lanetika harus
diintegrasikan pada spesialisasi fungsional dan teknikal dari management. Setiap fungsi
dari manajemen dan pada setiap area dari pendidikan bisnis harus mendiskusikan secara
ekstensif dan mendebatkan dengan serius tentang masalah etika. Lois P. White dan Long
W. Lan menyarakan bahwa sebuah ethical dilemma adalah hasil dari interaksi means,
motivation, dan opportunity, atau dalam jurnal mereka Lois P. White dan Long W. Lan
menuliskan sebagai berikut:
Ethical dilemma=means X Motivation X Opportunity
Ethical dilemma akan lebih sedikit kemungkinannya terjadi jika ada satu komponen
dari tiga komponen diatas yang hilang.
Institusionalisasi Etika dalam Organisasi
Tentang persoalan bagaimana Model yang digunakan Lois P. White dan Long W.
Lan bisa diterapkan dalam suatu organisasi dalam riset ini, Lois P. White dan Long W.
Lan menemukan, analisis mereka sejauh ini berfokus pada komponen yang membentuk
infrastruktur dari dilema etis tersebut, jadi untuk mewujudkan sebuah sistem etika pada
suatu organisasi, sistim etika di organisasi tersebut harus berakar dari infrastruktur
tersebut. untuk melakukan hal tersebut maka sebuah organisasi harus memperhatikan
benar setiap komponen yang bertindak sebagai kontributor dalam infrastruktur tersebut.
Lois P. White dan Long W. Lan telah mendefinisikan means sebagai ketentuan,
syarat, dan prosedur yang ada dalam sebuah perusahaan. Adanya tindakan etis atau
bertindak etis dalam suatu organisasi mengkonotasikan bahwa organisasi tersebut
proaktif dalam membuat suatu peraturan yang dapat menghasilkan tindakan-tindakan etis.
Menurut Paine (1994) dalam Lois P. White dan Long W. Lan, manajemen memiliki
tanggung jawab atas tindakan etis dan melalui strategi yang berintegritas, kurangnya etika
dapat teratasi.
Agar manajemen dapat menetapkan sebuah pola dan menyediakan sebuah
kepemimpinan untuk membangun sistim etika yang dapat diandalkan maka para
pemimpin organisasi harus menyatakan secara publik bahwa tindakan beretika adalah
prioritas utama, maka setiap orang yang berada pada hierarki teratas organisasi harus turut
campur dalam formulasi peraturan yang berkaitan dengan tindakan etis.
Motivation disini berfokus pada suatu tingkah laku yang diakibatkkan oleh proses
interaksi antara nilai individu dan nilai organisasi yang merupakan manivestasi dari
budaya atau iklim dari suatu organisasi tersebut. motivasi untuk berlaku etis dapat
ditingkatkan dengan cara membuat tingkah laku yang etis sebagai bagian dari objek yang
yang dievaluasi pada setiap evaluasi performa yang dilakukan pada setiap jabatan.
Opportunitydisini dilihat sebagai lingkungan dimana tingkah laku tidak etis tersebut
terjadi. Setiap posisi memiliki dilemma etis sendiri dan berbeda-beda dalam setiap
posisinya. Caranya agar dapat mengurangi ethical dilemma daam setiap jabatan yang ada,
mulai dari CEO sampai ke bagian menerima surat, adalah dengan menyadari bahwa ada
perbedaan posisi dan seperti apa perbedaan posisi diantara setiap jabatan tersebut. hal itu
adalah hal yang fundamental untuk menciptakan suatu sistim etika yang dapat
direalisasikan.
Kesimpulan
Model yang dianjurkan oleh Lois P. White dan Long W. Lan menyediakan alat
untuk menembus pembatas dari beberapa perisai terhadap infusi etika dalam organisasi.
Dengan model ini diharapkan manajer yang menganggap etika adalah sebuah hal yang
personal akan menyadari bahwa ada hubungan antara lingkungan ethic dalam suatu
perusahaan dengan penilaian etika dari masing-masing individu.
Model yang diusulkan oleh Lois P. White dan Long W. Lan juga menganjurkan
adanya “ethical audit” yatu berupa audit sosial dan moral dalam suatu organisasi.
Tujuannya adalah untuk menginformasikan kepada publik dimana keterlibatan mereka
dalam sebuah atau beberapa masalah sosial yang terjadi, dan untuk menjelaskan
bagaimana peraturan mereka dan akibat tindakan mereka terhadap lingkungan sosial.
Lois P. White dan Long W. Lan juga menekankan pentingnya dilakukan training yang
disesuaikan dan dikhususkan pada masing-masing kelas jabatan setiap individu.
Mengembangkan Etika di Kantor Akuntan Publik:
Sebuah Perspektif untuk Mendorong Perwujudan Good Governance
Tulisan ini merupakan review terhadap makalah yang berjudul Mengembangkan
Etika di Kantor Akuntan Publik: Sebuah Perspektif untuk Mendorong Perwujudan Good
Governance yang ditulis oleh Unti Ludigdo. Makalah ini disampaikan dalam Konferensi
Nasional Akuntansi di Universitas Trisakti pada 24 September 2005.
PENDAHULUAN
Semenjak terungkapnya skandal Enron yang melibatkan salah satu the big five
accounting firm, yaitu Arthur Anderson dan kemudian disusul oleh skandal Merck,
Qwest, Xerox, dan Worldcom, dampak yang dirasakan dalam dunia bisnis tak hanya
berupa krisis ekonomi, namun juga krisis moral. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Suharto (2002) bahwa skandal tersebut tidak saja berdampak pada menurunnya kinerja
perekonomian Amerika Serikat, tetapi juga merembet ke negara-negara lainnya.
Sehingga, kalangan pemerintah dan legislatif di Amerika Serikat mengeluarkan Sarbanes-
Oxley Act of 2002 untuk mengatur perusahaan dan Public Company Accounting Reform
and Investor Protection Act of 2002 untuk mengatur praktik akuntan publik, (Purba,
2002).
Skandal serupa tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, melainkan juga terjadi di
Indonesia. Seperti, kasus audit PT Telkom yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik
(KAP) Eddy Pianto & Rekan, dimana laporan audit KAP tidak diakui oleh SEC sehingga
terjadi pengauditan kembali oleh KAP lainnya. Ada pula keterlibatan 10 KAP (jumlah
sample dalam peer review) yang melakukan audit terhadap bank beku operasi dan bank
beku kegiatan usaha (Toruan, 2002; Baidaie, 2000). Tak hanya itu, kasus moral praktik
akuntansi juga melibatkan KAP besar di Indonesia seperti Hans Tuannakotta & Mustofa,
Prasetio Utomo & Rekan, Johan Malonda & Rekan, dan Hendra Winata & Rekan (lihat
Media Akuntansi, 2002).
Berbagai skandal akuntansi yang terjadi menunjukan bahwa kurangnya
independensi yang dimiliki oleh seorang akuntan, khususnya dalam menaati kode etik
profesi akuntansi. Sebagaimana data yang disampaikan oleh Bidang Penegakan Disiplin
dan Etika Profesi IAI pada Kongres Luar Biasa dan KNA IV IAI tahun 2000
menunjukkan berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh KAP/KJA (Baidaie,
2000). Hasil review atau evaluasi BPKP terhadap 91 KAP/KJA pada periode 1994-1997
yang terdapat dalam data tersebut menunjukkan bahwa:
1) 6,35% tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) 7,30% tidak memenuhi sepenuhnya Kode Etik;
3) 81,27% tidak menerapkan Sistem Pengendalian Mutu; dan
4) 97,55% tidak mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Berbagai kasus pelanggaran etika yang terjadi akan berdampak pada rapuhnya
integritas akuntan, bahkan akan menimbulkan krisis yang berkepanjangan terhadap
profesi akuntan itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh keraguan publik terhadap kredibilitas
informasi laporan keuangan. Untuk itu, dibutuhkanlah suatu reformasi profesi akuntan
dengan menerapkan dan memantapkan regulasi diri, menghentikan jasa konsultasi untuk
klien audit, melakukan rotasi tugas auditor pada klien, membatasi infiltrasi auditor ke
perusahaan, dan membersihkan standar akuntansi keuangan dan aturan yang
memungkinkan creative accounting. Dengan demikian, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk mengeksplorasi konsepsional tentang upaya yang mungkin
dikembangkan dalam mendorong praktik etis di kantor akuntan publik (KAP).
Etika sebagai Basis Profesionalisme Akuntan
Akuntan merupakan profesi yang keberadaannya sangat tergantung pada
kepercayaan masyarakat, sehingga sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari
profesionalisme, mengharuskan akuntan untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan
karakter. Untuk menjadi profesional, maka penguasaan keterampilan dan pengetahuan
tidaklah cukup dan oleh karenanya dibutuhkanlah karakter diri yang dicirikan dari
kepatuhan terhadap etika profesi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Brooks (1989),
bahwa kualitas jasa akuntansi merupakan fungsi dari kompetensi teknis dan pertimbangan
(judgment), dimana pertimbangan ini tergantung pada integritas akuntan yang membuat
keputusan.
Seorang akuntan dalam melaksanakan audit keuangan dituntut untuk tidak saja
mempunyai kompetensi teknis tetapi juga harus bebas secara moral dari konflik
kepentingan (independen). Dengan kompetensi dan independensi, akuntan akan dapat
membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat menyangkut obyek auditnya. Pekerjaan
akuntan merupakan pekerjaan yang sarat dengan acuan normatif dan muatan moral.
Acuan normatif dan muatan moral ini dapat dicermati antara lain pada kode etik profesi
akuntan, standar profesional akuntan publik, dan standar akuntansi keuangan yang telah
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Menurut Louwer dkk (1997), pengembangan dan pertimbangan moral merupakan
peran kunci dalam semua area profesi akuntansi. Akuntan dalam banyak hal dihadapkan
pada situasi di mana dia harus menentukan pilihan yang conflicting values. Misalnya,
akuntan publik yang seringkali dihadapkan pada persoalan yang menyangkut
independensi, fee audit dan kualitas audit. Pada situasi dilematis akuntan membutuhkan
pedoman dan dukungan dari pihak lain (misalnya pimpinan atau rekan) untuk
menentukan pilihannya. Penentuan pilihan tersebut tidak hanya menyangkut
pertimbangan personal semata tetapi lebih menyangkut pertimbangan organisasional.
Sehingga, nilai-nilai yang dianut organisasi yang tercermin dalam kode etik profesi akan
akuntansi dijadikan rujukan akuntan untuk menentukan sikapnya.
Secara umum, kode etik perilaku akuntan seharusnya memberikan pedoman yang
cukup bagi akuntan untuk menjalankan perannya sebagai profesional, dan
menginformasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti investor, manajemen
atau agensi pemerintah bagaimana akuntan seharusnya bertindak (Brooks, 1989). Secara
lebih luas, kode etik profesi merupakan kaidah-kaidah yang menjadi landasan bagi
eksistensi profesi dan sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat karena dengan
mematuhi kode etik, akuntan diharapkan dapat menghasilkan kualitas kinerja yang paling
baik bagi masyarakat (Baidaie, 2000). Sehingga, dengan keberadaan kode etik akan
memberikan beberapa keuntungan yang dapat diuraikan sebagai berikut, (Mathews &
Perrera, 1991).
1) Dengan adanya kode etik, para profesional akan bertindak dengan kesadaran
sebagaimana yang dituntut dalam kode etik.
2) Kode etik berfungsi sebagai acuan yang dapat diakses secara lebih mudah. Dengan
fungsi ini kode etik akan dapat mengarahkan manajer untuk selalu memelihara
perhatiannya terhadap etika.
3) Ide-ide abstrak dari kode etik akan ditranslasikan ke dalam istilah yang konkret dan
dapat diaplikasikan ke segala situasi
4) Anggota sebagai suatu keseluruhan, akan bertindak dalam cara yang lebih standar
pada garis profesi. Kode etik akan menjadi panduan standar untuk mengatasi
berbagai keragaman tindakan etis anggota karena latar belakangnya yang berbeda.
5) Kode etik merupakan suatu standar pengetahuan untuk menilai perilaku anggota dan
kebijakan profesi.
6) Anggota akan menjadi dapat lebih baik menilai kinerja dirinya sendiri.
7) Profesi dapat membuat anggotanya dan juga publik sadar sepenuhnya atas kebijakan-
kebijakan etisnya.
8) Anggota dapat menjustifikasi perilakunya jika dikritik. Ini penting untuk
menghindari ketidakpastian penilaian di masyarakat atas perilaku profesional
anggota.
Kode etik profesional akuntan diatur dalam kode etik IAI, dimana terdapat delapan
prinsip etika yang merupakan bagian utama dari kode etik tersebut. Kedelapan prinsip
tersebut adalah tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, obyektifitas,
kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis. Dengan prinsip etika tersebut, sudah seharusnya kode etik dapat menjadi pedoman
yang jelas bagi akuntan dalam menjalankan pekerjaan profesionalnya. Akan tetapi, kode
etik profesi tersebut belum mengakomodasikan muatan sanksi sebagaimana dianjurkan
oleh Brooks (1989). Selain itu, proses penginternalisasian kode etik oleh akuntan pada
dirinya dan kantor akuntan publik tempatnya beraktifitas juga belum jelas
terdeskripsikan.
Pengembangan Etika di Organisasi
Menurut Beekun (1997), kode etik merupakan pedoman etika yang paling populer
di kebanyakan organisasi. Kode etik ini disusun dengan memperhatikan kepentingan
pihak intern maupun pihak ekstern sehingga suatu rumusan kode etik harus merefleksikan
standar moral universal. Adapun standar moral universal menurut Schwartz (2001)
meliputi:
1) trustworthiness, meliputi honesty, integrity, reliability, dan loyalty;
2) respect, meliputi perhatian atas perlindungan hak azasi manusia;
3) responsibility, meliputi accountability;
4) fairness, meliputi penghindaran dari sifat tidak memihak, dan mempromosikan
persamaan;
5) caring, meliputi penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan dan tidak
perlu; dan
6) citizenship, meliputi penghormatan atas hukum dan perlindungan lingkungan.
Schwartz (2001) juga menyarankan agar menghindari ketidakterterapan kode etik,
maka perumusannya perlu mempertimbangkan kepentingan-kepentingan mendasar yang
berkaitan dengan waktu, keadaan, budaya dan keyakinan agama. Menurut Lozano (2001),
kode etik secara prinsip seharusnya didesain untuk memberikan inspirasi, mendorong dan
mendukung organisasi untuk berperilaku etis dan profesional. Sehingga, kode etik yang
disusun oleh sebuah organisasi seharusnya juga akan bersifat etis.
Sementara White & Lam (2000), menyatakan bahwa sistem etika banyak
diterapkan di organisasi karena kode etik merupakan pendekatan yang tipikal untuk infusi
sistem etis. Hal ini didudkung oleh survei yang dilakukan oleh Ethics Resource Centre
pada tahun 1997 yang menunjukkan bahwa tiga dari empat perusahaan yang disurvei
telah mempunyai standar tertulis tentang perilaku etis dalam bisnis. Selain itu, hasil survei
Ireland (1991) menunjukkan bahwa 85% dari 2000 perusahaan di Amerika Serikat
dilaporkan telah mempunyai kode etik tertulis. Hal ini menujukan bahwa adanya
kemauan positif bagi kebanyakan perusahaan untuk lebih mengedepankan etika di dalam
bisnisnya. Seperti yang dikemukakan oleh Adams dkk (2001), kemauan ini dipicu oleh
banyaknya skandal yang melingkupi perilaku bisnis pada umumnya, yang sebenarnya
sudah terjadi sejak tahun 1970-an dan 1980-an.
Pengembangan Etika di Organisasi
White & Lam (2000) menyampaikan bahwa ada beberapa komponen yang
perlu diperhatikan untuk menuju suatu sistem organisasi yang etis dengan
institusionalisasi etika. Adanya kode etik perlu dikombinasikan dengan manajemen
yang efektif dan pendidikan kepada karyawan. Scwhartz (2002) berdasarkan pandangan
dari beberapa penulis sebelumnya menyebutkan pengertian kode etik, yaitu suatu
dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral
untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Fungsi kode etik
adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis (Kavali dkk.,
2001), atau secara prinsip sebagai petunjuk atau mengingatkan untuk berperilaku
terhormat dalam situasi-situasi tertentu (Lozano, 2001). Standar moral universal
tersebut menurut Schwartz (2001) meliputi:
- Trustworthiness (yang dalam hal ini meliputi honesty, integrity, reliability, dan
loyalty),
- Respect (misalnya meliputi perhatian atas perlindungan hak azasi manusia),
- Responsibility (meliputi juga accountability),
- Fairness (meliputi penghindaran dari sifat tidak memihak, dan mempromosikan
persamaan),
- Caring (meliputi misalnya penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan
dan tidak perlu), dan
- Citizenship (yang dalam hal ini meliputi penghormatan atas hukum dan perlindungan
lingkungan).
Scwhartz (2002) menunjukkan prosentase (%) jumlah perusahaan yang telah
merumuskan kode etik organisasinya dari hasil telaah beberapa survei yang dilakukan
oleh peneliti atau lembaga penelitian lainnya di beberapa negara, , yaitu:
- di Amerika Serikat lebih dari 90%,
- di Kanada 85%,
- di Inggris Raya 57%, dan
- di Jerman 51%
Adams, dkk. (2001) menelusuri lebih jauh mengenai beberapa alasan perusahaan-
perusahaan membuat suatu kode etik, yaitu:
- Kode etik merupakan satu upaya untuk memperbaiki iklim organisasional
sehingga individu-individu dapat berperilaku secara etis.
- Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu
mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam
setiap keputusan bisnisnya.
- Perusahaan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah
profesi, di mana kode etik merupakan salah satu penandanya.
- Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral
dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian
dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki
budaya tersebut.
- Kode etik merupakan pesan.
Adams dkk. (2001) menunjukkan bahwa dibandingkan dengan responden dari
perusahaan yang tidak mempunyai kode etik formal (tidak tertulis), responden dari
perusahaan yang mempunyai kode etik formal (tertulis) menilai lebih besarnya
dukungan perusahaan untuk berperilaku etis bagi mereka. Sebaliknya, White & Lam
(2000) mengemukakan bahwa berdasarkan hasil kajian literaturnya penciptaan kode
etik jarang dapat mengurangi dilema etis dalam organisasi. Selain itu mereka juga
mengungkapkan bahwa jarang organisasi mengimplementasikan program pelatihan
etika bagi karyawannya. Scwhartz (2002) melakukan investigasi pada tujuhbelas (17)
perusahaan yang menghasilkan bahwa tujuh dari tujuhbelas (7 dari 17) hasil
penelitian tersebut menunjukkan adanya dampak positif dari kode etik. Sementara dua
dari tujuhbelas (2 dari 17) menunjukkan dampak yang lemah, selebihnya (8 dari 17)
menunjukkan tidak signifikannya dampak dari adanya kode etik tersebut dalam
perusahaan. Terlepas dari masih terdapatnya perbedaan pandangan (empiris maupun
normatif) dari adanya kode etik, keberadaan kode etik tetaplah diperlukan.
Ludigdo (2005) menyatakan bahwa individu-individu lebih suka menghadapi
dilema etis jika (1) organisasi tidak memberikan "means" untuk mencegah perilaku tidak
etis, (2) individu-individu mempunyai personal "motivation" yang didapatkan dari
perilaku tidak etis, dan (3) posisi kerja memberikan "opportunity" untuk mendorong
praktik tidak etis.
Jose & Thibodiaux (1999) menemukan bentuk institusionalisasi eksplisit meliputi
adanya kode etik, pelatihan etika, ethics newsletter, ethics hotline, ethics officer,
dan komite audit. Sementara itu bentuk implisit dalam institusionalisasi etika meliputi
reward system. Bentuk institusionalisasi implisit ini yang popular meliputi dukungan
manajemen puncak, kepemimpinan etis, dibukanya saluran komunikasi, dan budaya
organisasi. Sebaliknya upaya yang paling tidak populer meliputi ethics officers dan ethics
hotline.
Pengembangan Etika dalam Konteks Organisasi KAP
Ludigdo (2005) menyatakan bahwa Pembauran nilai (etika) individu pada budaya
organisasi dan penyediaan pengalaman dan pembelajaran etika terjadi melalui suatu
proses tertentu, yang dapat berlangsung secara sistematis dengan pola pengembangan
tertentu pula. Giddens (2003) menyatakan bahwa Dalam perspektif strukturasi suatu
tindakan (atau dalam hal ini praktik etika) merupakan interaksi antara individu dengan
struktur sosial yang melingkupinya. Berger & Luckmann (1966; 33) menyatakan
bahwa dunia hidup sehari-hari tidak hanya taken for granted sebagai realitas yang
diciptakan oleh anggota-anggota masyarakat dalam makna perilaku hidupnya yang
subyektif, tetapi lebih pada sebuah dunia yang berawal dalam pemikiran dan tindakan,
dan kemudian dipelihara sebagai sesuatu yang riil.
Pola pengembangan praktik etika di KAP dilakukan sekaligus baik secara eksplisit
maupun implisit, sehingga di dalamnya harus pula selalu memperhatikan means,
motivation dan opportunity. Berdasar kepada pendapat Cooper & Sawaf, Agustian (2001;
289) maka perhatian pada EQ akan dapat mengembangkan kecerdasan hati, seperti
ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi dan empati.
Selain itu peningkatan SQ diperlukan dalam pengembangan praktik etika di KAP,
sehingga perilaku akuntan dan staf professional lainnya tidak terperosok lebih dalam
pada situasi yang jauh dari perilaku etis. SQ memungkinkan seseorang untuk
menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani
kesenjangan antara diri dan orang lain (Zohar & Marshall, 2001; 12). SQ juga membuat
seseorang mempunyai pemahaman tentang siapa dirinya dan apa makna segala sesuatu
bagi dirinya, dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam dunianya
kepada orang lain dan makna-makna mereka.
Simpulan
Pola pengembangan etika yang komprehenship, termasuk di dalamnya
penguatan personalitas individu-individu anggota KAP, maka profesi akuntan publik
akan dapat berperan lebih baik dalam penciptaan good governance di Indonesia.
Pengembangan secara komprehenship ini dapat dilakukan dengan menggabungkan
pelatihan IQ, EQ, dan SQ dari seorang akuntan publik. Upaya eksplisit dilakukan antara
lain dengan adanya kode etik, pelatihan etika, ethics newsletter, ethics hotline, ethics
officer, dan komite etika. Sementara itu upaya dalam bentuk implisit meliputi reward
system, sistem evaluasi kinerja, sistem promosi, budaya organisasi, kepemimpinan
etis, dukungan dari manajemen puncak, dan saluran komunikasi yang terbuka.
RELEVANSI
Pada dasarnya artikel yang berjudul A Proposed Infrastruktural Model For The
Establishment Of Organizational Ethical System (Model Infrastuktural Yang Diajukan
Untuk Pembentukan Sistim Etika Pada Organisasi) yang ditulis oleh Lois P. White dan
Long W. Lan, dan jurnal yang berjudul Mengembangkan Etika di Kantor Akuntan Publik:
Sebuah Perspektif untuk Mendorong Perwujudan Good Governance yang ditulis oleh
Unti Ludigdo, pada dasarnya sudah relevan dengan tema besar kita yakni terkait etika
profesi seorang akuntan.
Pada jurnal pertama kita melihat bahwa dengan adanya Model Model Infrastuktural
yang diusulkan oleh Lois P. White dan Long W. Lan untuk pembentukan Sistim Etika
Pada Organisasi ini diharapkan akan membuat manajer menyadari bahwa ada hubungan
antara lingkungan ethika dalam suatu perusahaan dengan penilaian etika dari masing-
masing individu. Selain itu juga, perlunya “ethical audit” berupa audit sosial dan moral
dalam suatu organisasi dan untuk menginformasikan keterlibatan publik dalam sebuah
atau beberapa masalah sosial yang terjadi serta menjelaskan bahwa peraturan yang telah
dibuat akan berdampak pada lingkungan sosial. Selain itu juga dalam jurnal ini penulis
menekankan bahwa pentingnya training yang disesuaikan dan dikhusukan pada asing-
masing jabatan.
Pada Jurnal kedua kita melihat bahwa etika di sini merupakan sebuah landasan
ataupun pijakan seorang akuntan, lebih khusus lagi terkait bagaimana mengembangkan
etika di kantor akuntan publik guna mewujudkan Good Governance. Kode etik di sini
merupakan satu upaya untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-
individu dapat berperilaku secara etis. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal
dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk
mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya. Perusahaan
memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, di
mana kode etik merupakan salah satu penandanya. Kode etik dapat juga dipandang
sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan,
sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu
sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut. Kode etik merupakan
pesan.
HIKMAH
Berdasarkan kedua jurnal tersebut, ada banyak hikmah yang bisa diambil sebagai
pelajaran bagi diri kita sebagai seorang akuntan. Hikmah tersebut antara lain:
1) Pentingnya penerapan nilai-nilai etika dalam segala profesi. Maksudnya adalah
dimanapun kita bekerja, sebagai apapun kita, profesi apapun yang kita jalani tentunya
harus menerapkan nilai-nilai etika di lingkungan kerja dan terlebih lagi dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Lingkungan sosial akuntan berpengaruh terhadap proses penerapan nilai-nilai etika.
Lingkungan sosial juga dapat di pengaruhi oleh individu-individu yang ada dalam
suatu organisasi dan dapat menyebarkan perlakuan tidak etis yang dilakukan oleh
orang lain.
3) Pentingnya kesadaran masing-masing individu untuk menerapkan nilai-nilai etika.
Jadi ketika kita melakukan suatu perbuatan seharusnya berdasarkan pada nilai-nilai
etika yang dilandaskan pada kesadaran diri bukan hanya sekedar untuk mematuhi
aturan yang telah dibuat oleh IAI, ataupun lembaga lain yang mengikat profesi kita.
4) Dalam hal menerapkan nilai-nilai etika tentunya tidak terlepas dari dilema etika.
Ketika dilema etika itu muncul, maka tugas kita adalah bagaimana kita tetap bisa
bersikap independen dan tetap profesional tanpa harus dipengaruhi oleh berbagai
macam kepentingan, baik itu kepentingan diri sendiri maupun kepentingan pihak
lain.
5) Dalam hal pembuatan aturan harus didasarkan pada nilai-nilai etika yang berlaku
secara umum maupun etika yang secara khusus terkait dengan profesi kita sebagai
akuntan.
6) Sebagaimana yang disampaikan oleh Brooks (1989) dimana kode etik perilaku
akuntan seharusnya memberikan pedoman yang cukup bagi akuntan untuk
menjalankan perannya sebagai seorang yang profesional serta menginformasikan
kepada banyak pihak tentang bagaimana tindakan yang seharusnya dilakukan.
Karena pada dasarnya kode etik ini merupakan landasan, merupakan pijakan bagi
eksistensi profesi dan sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat terhadap
akuntan.
7) Pentingnya pengembangan dan pertimbangan moral yang merupakan peran kunci
dalam semua area profesi akuntansi.
8) Dalam hal menerapkan sebuah aturan baik itu dalam organisasi bisnis maupun non
bisnis, sebaiknya aturan yang telah ditetapkan oleh aturan tersebut sebaiknya
disampaikan kapada seluruh karyawan ataupun pegawai yang berada di lingkungan
kerja. Jika dimungkinkan dibuatkan kode etik tertulis. Karena beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kode etik tertulis lebih efektif daripada penerapan kode etik
yang tidak tertulis.
9) Setiap organisasi bisnis dalam hal manajemen sumber daya manusia, harus
memperhatikan nilai-nilai etika. Sebagai contoh, ketika organisasi tersebut
melakukan training terhadap karyawan/ pegawainya maka dalam proses training
tersebut bukan sekedar hanya menyampaikan tugas pokok, fungsi dan kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh karyawan/ pegawai tapi, ada nilai-nilai etika yang
harus ditransfer dan ditanamkan kepada karyawan/ pegawai.
10) Pentingnya Pola pengembangan etika yang komprehenship, termasuk di
dalamnya penguatan personalitas individu-individu anggota KAP, maka profesi
akuntan publik akan dapat berperan lebih baik dalam penciptaan good governance
di Indonesia. Pengembangan secara komprehenship ini dapat dilakukan dengan
menggabungkan pelatihan IQ, EQ, dan SQ dari seorang akuntan publik. Upaya
eksplisit dilakukan antara lain dengan adanya kode etik, pelatihan etika, ethics
newsletter, ethics hotline, ethics officer, dan komite etika. Sementara itu upaya
dalam bentuk implisit meliputi reward system, sistem evaluasi kinerja, sistem
promosi, budaya organisasi, kepemimpinan etis, dukungan dari manajemen
puncak, dan saluran komunikasi yang terbuka.

More Related Content

What's hot

1, BE&GG, tio kharisma yunanto, Prof hapzi ali Concepts and Theories of Busin...
1, BE&GG, tio kharisma yunanto, Prof hapzi ali Concepts and Theories of Busin...1, BE&GG, tio kharisma yunanto, Prof hapzi ali Concepts and Theories of Busin...
1, BE&GG, tio kharisma yunanto, Prof hapzi ali Concepts and Theories of Busin...TioKharisma
 
Be & gg, ivan setiawan, prof. dr. hapzi ali cma, etika bisnis di pt fin logis...
Be & gg, ivan setiawan, prof. dr. hapzi ali cma, etika bisnis di pt fin logis...Be & gg, ivan setiawan, prof. dr. hapzi ali cma, etika bisnis di pt fin logis...
Be & gg, ivan setiawan, prof. dr. hapzi ali cma, etika bisnis di pt fin logis...vanset98
 
9, be & gg, petra vitara wimar. hapzi ali, ethics and business ethical ...
9, be & gg, petra vitara wimar. hapzi ali, ethics and business   ethical ...9, be & gg, petra vitara wimar. hapzi ali, ethics and business   ethical ...
9, be & gg, petra vitara wimar. hapzi ali, ethics and business ethical ...petraaja
 
1, be & gg, umi lestari,hapzi ali,principles of personal ethics dan princ...
1, be & gg, umi lestari,hapzi ali,principles of personal ethics dan princ...1, be & gg, umi lestari,hapzi ali,principles of personal ethics dan princ...
1, be & gg, umi lestari,hapzi ali,principles of personal ethics dan princ...umilestari9
 
Budaya Kreativitas dan Inovasi
Budaya Kreativitas dan InovasiBudaya Kreativitas dan Inovasi
Budaya Kreativitas dan Inovasiikbalbale95
 
15, be gg, alex arifiansyah, hapzi ali, quiz and forum theory and practice of...
15, be gg, alex arifiansyah, hapzi ali, quiz and forum theory and practice of...15, be gg, alex arifiansyah, hapzi ali, quiz and forum theory and practice of...
15, be gg, alex arifiansyah, hapzi ali, quiz and forum theory and practice of...lexipel
 
7, be&gg, gunawan adam, hapzi ali, corporate ethics rights, privileges, probl...
7, be&gg, gunawan adam, hapzi ali, corporate ethics rights, privileges, probl...7, be&gg, gunawan adam, hapzi ali, corporate ethics rights, privileges, probl...
7, be&gg, gunawan adam, hapzi ali, corporate ethics rights, privileges, probl...Gunawan Adam
 
Aliran-Aliran Teori Organisasi
Aliran-Aliran Teori OrganisasiAliran-Aliran Teori Organisasi
Aliran-Aliran Teori OrganisasiSiti Sahati
 
Bab1 perilaku organisasi
Bab1 perilaku organisasiBab1 perilaku organisasi
Bab1 perilaku organisasiSigit Prasetyo
 
7 elemen organisasi
7 elemen organisasi7 elemen organisasi
7 elemen organisasiZu Abdullah
 
9, BE & GG, Sukrasno, Hapzi Ali, Corporate Ethics Rights Privileges Problems ...
9, BE & GG, Sukrasno, Hapzi Ali, Corporate Ethics Rights Privileges Problems ...9, BE & GG, Sukrasno, Hapzi Ali, Corporate Ethics Rights Privileges Problems ...
9, BE & GG, Sukrasno, Hapzi Ali, Corporate Ethics Rights Privileges Problems ...SukrasnoSukrasno
 
Perkembangan teori organisasi mia Unkris
Perkembangan teori organisasi  mia UnkrisPerkembangan teori organisasi  mia Unkris
Perkembangan teori organisasi mia UnkrisFrans Dione
 
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...Rame Priyanto
 
Tugas sim,efri wanda,yunanto mihadi putra ,se,m.si ,pemanfaatan sistem inform...
Tugas sim,efri wanda,yunanto mihadi putra ,se,m.si ,pemanfaatan sistem inform...Tugas sim,efri wanda,yunanto mihadi putra ,se,m.si ,pemanfaatan sistem inform...
Tugas sim,efri wanda,yunanto mihadi putra ,se,m.si ,pemanfaatan sistem inform...efriwanda
 

What's hot (18)

1, BE&GG, tio kharisma yunanto, Prof hapzi ali Concepts and Theories of Busin...
1, BE&GG, tio kharisma yunanto, Prof hapzi ali Concepts and Theories of Busin...1, BE&GG, tio kharisma yunanto, Prof hapzi ali Concepts and Theories of Busin...
1, BE&GG, tio kharisma yunanto, Prof hapzi ali Concepts and Theories of Busin...
 
Be & gg, ivan setiawan, prof. dr. hapzi ali cma, etika bisnis di pt fin logis...
Be & gg, ivan setiawan, prof. dr. hapzi ali cma, etika bisnis di pt fin logis...Be & gg, ivan setiawan, prof. dr. hapzi ali cma, etika bisnis di pt fin logis...
Be & gg, ivan setiawan, prof. dr. hapzi ali cma, etika bisnis di pt fin logis...
 
9, be & gg, petra vitara wimar. hapzi ali, ethics and business ethical ...
9, be & gg, petra vitara wimar. hapzi ali, ethics and business   ethical ...9, be & gg, petra vitara wimar. hapzi ali, ethics and business   ethical ...
9, be & gg, petra vitara wimar. hapzi ali, ethics and business ethical ...
 
1, be & gg, umi lestari,hapzi ali,principles of personal ethics dan princ...
1, be & gg, umi lestari,hapzi ali,principles of personal ethics dan princ...1, be & gg, umi lestari,hapzi ali,principles of personal ethics dan princ...
1, be & gg, umi lestari,hapzi ali,principles of personal ethics dan princ...
 
Jurnal teori organisasi
Jurnal teori organisasiJurnal teori organisasi
Jurnal teori organisasi
 
2 evolusi-to ok
2 evolusi-to ok2 evolusi-to ok
2 evolusi-to ok
 
Budaya Kreativitas dan Inovasi
Budaya Kreativitas dan InovasiBudaya Kreativitas dan Inovasi
Budaya Kreativitas dan Inovasi
 
15, be gg, alex arifiansyah, hapzi ali, quiz and forum theory and practice of...
15, be gg, alex arifiansyah, hapzi ali, quiz and forum theory and practice of...15, be gg, alex arifiansyah, hapzi ali, quiz and forum theory and practice of...
15, be gg, alex arifiansyah, hapzi ali, quiz and forum theory and practice of...
 
7, be&gg, gunawan adam, hapzi ali, corporate ethics rights, privileges, probl...
7, be&gg, gunawan adam, hapzi ali, corporate ethics rights, privileges, probl...7, be&gg, gunawan adam, hapzi ali, corporate ethics rights, privileges, probl...
7, be&gg, gunawan adam, hapzi ali, corporate ethics rights, privileges, probl...
 
Aliran-Aliran Teori Organisasi
Aliran-Aliran Teori OrganisasiAliran-Aliran Teori Organisasi
Aliran-Aliran Teori Organisasi
 
Bab1 perilaku organisasi
Bab1 perilaku organisasiBab1 perilaku organisasi
Bab1 perilaku organisasi
 
7 elemen organisasi
7 elemen organisasi7 elemen organisasi
7 elemen organisasi
 
9, BE & GG, Sukrasno, Hapzi Ali, Corporate Ethics Rights Privileges Problems ...
9, BE & GG, Sukrasno, Hapzi Ali, Corporate Ethics Rights Privileges Problems ...9, BE & GG, Sukrasno, Hapzi Ali, Corporate Ethics Rights Privileges Problems ...
9, BE & GG, Sukrasno, Hapzi Ali, Corporate Ethics Rights Privileges Problems ...
 
Dimensi Organisasi
Dimensi OrganisasiDimensi Organisasi
Dimensi Organisasi
 
Perilaku organisasi & sejarah
Perilaku organisasi & sejarahPerilaku organisasi & sejarah
Perilaku organisasi & sejarah
 
Perkembangan teori organisasi mia Unkris
Perkembangan teori organisasi  mia UnkrisPerkembangan teori organisasi  mia Unkris
Perkembangan teori organisasi mia Unkris
 
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
 
Tugas sim,efri wanda,yunanto mihadi putra ,se,m.si ,pemanfaatan sistem inform...
Tugas sim,efri wanda,yunanto mihadi putra ,se,m.si ,pemanfaatan sistem inform...Tugas sim,efri wanda,yunanto mihadi putra ,se,m.si ,pemanfaatan sistem inform...
Tugas sim,efri wanda,yunanto mihadi putra ,se,m.si ,pemanfaatan sistem inform...
 

Similar to 146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas

146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitasSri Apriyanti Husain
 
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitasSri Apriyanti Husain
 
Budaya kreativitas dan inovasi
Budaya kreativitas dan inovasiBudaya kreativitas dan inovasi
Budaya kreativitas dan inovasiRio Harisatia
 
Learning organization by Daniel Doni Sundjojo
Learning organization by Daniel Doni SundjojoLearning organization by Daniel Doni Sundjojo
Learning organization by Daniel Doni SundjojoDaniel Doni
 
20140410113444 topik 1 pertimbangan moral dan teori etika
20140410113444 topik 1 pertimbangan moral dan teori etika20140410113444 topik 1 pertimbangan moral dan teori etika
20140410113444 topik 1 pertimbangan moral dan teori etikaMohd Khairom
 
Kepimpinan beretika dalam organisasi sekolah
Kepimpinan beretika dalam organisasi sekolahKepimpinan beretika dalam organisasi sekolah
Kepimpinan beretika dalam organisasi sekolahKPM
 
Ep etika manajemen dan organisasi kel 6
Ep etika manajemen dan organisasi kel 6Ep etika manajemen dan organisasi kel 6
Ep etika manajemen dan organisasi kel 6JuliaPuspita1
 
Learning organization, motivation to grow, customer satisfaction by Daniel Do...
Learning organization, motivation to grow, customer satisfaction by Daniel Do...Learning organization, motivation to grow, customer satisfaction by Daniel Do...
Learning organization, motivation to grow, customer satisfaction by Daniel Do...Daniel Doni
 
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...ciciliaeritawanti
 
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)Tri Widodo W. UTOMO
 
Corporate Governance
Corporate GovernanceCorporate Governance
Corporate GovernanceNoora Husin
 
1-2 Teori Organisasi.pptx
1-2 Teori Organisasi.pptx1-2 Teori Organisasi.pptx
1-2 Teori Organisasi.pptxAASagungRatu
 

Similar to 146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas (20)

146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
 
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas
 
Ppt review tugas oleh rosiana r
Ppt review tugas oleh rosiana rPpt review tugas oleh rosiana r
Ppt review tugas oleh rosiana r
 
Budaya kreativitas dan inovasi
Budaya kreativitas dan inovasiBudaya kreativitas dan inovasi
Budaya kreativitas dan inovasi
 
Learning organization by Daniel Doni Sundjojo
Learning organization by Daniel Doni SundjojoLearning organization by Daniel Doni Sundjojo
Learning organization by Daniel Doni Sundjojo
 
20140410113444 topik 1 pertimbangan moral dan teori etika
20140410113444 topik 1 pertimbangan moral dan teori etika20140410113444 topik 1 pertimbangan moral dan teori etika
20140410113444 topik 1 pertimbangan moral dan teori etika
 
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
 
Kepimpinan beretika dalam organisasi sekolah
Kepimpinan beretika dalam organisasi sekolahKepimpinan beretika dalam organisasi sekolah
Kepimpinan beretika dalam organisasi sekolah
 
Ep etika manajemen dan organisasi kel 6
Ep etika manajemen dan organisasi kel 6Ep etika manajemen dan organisasi kel 6
Ep etika manajemen dan organisasi kel 6
 
Learning organization, motivation to grow, customer satisfaction by Daniel Do...
Learning organization, motivation to grow, customer satisfaction by Daniel Do...Learning organization, motivation to grow, customer satisfaction by Daniel Do...
Learning organization, motivation to grow, customer satisfaction by Daniel Do...
 
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNAManajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
 
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNAManajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
 
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
Manajemen kep chachang AKPER PEMKAB MUNA
 
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
 
MOTIVASI
MOTIVASIMOTIVASI
MOTIVASI
 
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)
 
Corporate Governance
Corporate GovernanceCorporate Governance
Corporate Governance
 
Perilaku Organisasi.pdf
Perilaku Organisasi.pdfPerilaku Organisasi.pdf
Perilaku Organisasi.pdf
 
Chapter 1.pptx
Chapter 1.pptxChapter 1.pptx
Chapter 1.pptx
 
1-2 Teori Organisasi.pptx
1-2 Teori Organisasi.pptx1-2 Teori Organisasi.pptx
1-2 Teori Organisasi.pptx
 

More from Sri Apriyanti Husain

7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...Sri Apriyanti Husain
 
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...Sri Apriyanti Husain
 
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husainSri Apriyanti Husain
 
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husainSri Apriyanti Husain
 
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ubFormulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ubSri Apriyanti Husain
 
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3Sri Apriyanti Husain
 
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3Sri Apriyanti Husain
 
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...Sri Apriyanti Husain
 
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malamReview jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malamSri Apriyanti Husain
 
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24Sri Apriyanti Husain
 
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894Sri Apriyanti Husain
 
Review disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiReview disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiSri Apriyanti Husain
 
Review disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiReview disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiSri Apriyanti Husain
 
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Sri Apriyanti Husain
 
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...Sri Apriyanti Husain
 
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokokPsak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokokSri Apriyanti Husain
 

More from Sri Apriyanti Husain (20)

7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
 
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
7. audit atas laporan keuangan pendapat auditor atas laporan keuangan dan lap...
 
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
 
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
15 ma aksya_tafakkur ke 1_sri apriyanti husain
 
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ubFormulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
Formulir pendaftaran-s3 p ps feb ub
 
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
 
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3Informasi pendaftaran  pasca s2 & s3
Informasi pendaftaran pasca s2 & s3
 
Tugas regresi berganda
Tugas regresi bergandaTugas regresi berganda
Tugas regresi berganda
 
Alfamart
AlfamartAlfamart
Alfamart
 
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
146020300111009 sri apriyanti husain review jurnal_metode penelitian non posi...
 
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malamReview jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam
 
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
Review jurnal akuntansi forensik uas pp_ak kelas malam angkatan 24
 
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
Profit over people; neoliberalism, global order 1888363894
 
Review disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiReview disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadi
 
Review disertasi full
Review disertasi fullReview disertasi full
Review disertasi full
 
Review disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadiReview disertasi pak bambang haryadi
Review disertasi pak bambang haryadi
 
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
Psak 65-laporan-keuangan-konsolidasian-ifrs-10-consolidated-fs-22012014
 
Psak 62-kontrak-asuransi-140212
Psak 62-kontrak-asuransi-140212Psak 62-kontrak-asuransi-140212
Psak 62-kontrak-asuransi-140212
 
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
Psak 58-aset-tidak-lancar-yang-dimiliki-untuk-dijual-dan-operasi-yang-dihenti...
 
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokokPsak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
Psak 55-pengakuan-instrumen-keuangan-ias-39-18122013-pokok
 

Recently uploaded

BAB PERTEMUAN 6 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA
BAB PERTEMUAN 6 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJABAB PERTEMUAN 6 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA
BAB PERTEMUAN 6 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJANoorAmelia4
 
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi MikroPenentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikrokhei4
 
KELOMPOK 3_MODUL 5_MANAJEMEN PERSEDIAAN[1].pptx
KELOMPOK 3_MODUL 5_MANAJEMEN PERSEDIAAN[1].pptxKELOMPOK 3_MODUL 5_MANAJEMEN PERSEDIAAN[1].pptx
KELOMPOK 3_MODUL 5_MANAJEMEN PERSEDIAAN[1].pptxUPPKBGUYANGAN
 
Jual Cytotec Purworejo 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Purworejo 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Purworejo 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Purworejo 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasissupi412
 
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdfMATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdfIndahPuspitaMaharani1
 
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptxSosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptxgulieglue
 
Materi Kuliah Kebijakan Ekonomi Makro_.pptx
Materi Kuliah Kebijakan Ekonomi Makro_.pptxMateri Kuliah Kebijakan Ekonomi Makro_.pptx
Materi Kuliah Kebijakan Ekonomi Makro_.pptxtajapeda
 
Financial Behavior Financial behavior mempelajari bagaimana manusia secara ac...
Financial Behavior Financial behavior mempelajari bagaimana manusia secara ac...Financial Behavior Financial behavior mempelajari bagaimana manusia secara ac...
Financial Behavior Financial behavior mempelajari bagaimana manusia secara ac...SofyanSyamsuddin
 
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 202420NurKhusnaFahrani
 
PPT PENGANGGARAN MODAL MK MANAJEMEN KEUANGAN
PPT PENGANGGARAN MODAL MK MANAJEMEN KEUANGANPPT PENGANGGARAN MODAL MK MANAJEMEN KEUANGAN
PPT PENGANGGARAN MODAL MK MANAJEMEN KEUANGANDwiAyuSitiHartinah
 

Recently uploaded (13)

BAB PERTEMUAN 6 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA
BAB PERTEMUAN 6 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJABAB PERTEMUAN 6 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA
BAB PERTEMUAN 6 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA
 
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
 
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi MikroPenentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
 
KELOMPOK 3_MODUL 5_MANAJEMEN PERSEDIAAN[1].pptx
KELOMPOK 3_MODUL 5_MANAJEMEN PERSEDIAAN[1].pptxKELOMPOK 3_MODUL 5_MANAJEMEN PERSEDIAAN[1].pptx
KELOMPOK 3_MODUL 5_MANAJEMEN PERSEDIAAN[1].pptx
 
Jual Cytotec Purworejo 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Purworejo 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Purworejo 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Purworejo 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
 
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdfMATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
 
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptxSosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
 
Jual Obat Aborsi Denpasar Bali ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik...
Jual Obat Aborsi Denpasar Bali ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik...Jual Obat Aborsi Denpasar Bali ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik...
Jual Obat Aborsi Denpasar Bali ( Asli Ampuh No.1 ) 082223109953 Tempat Klinik...
 
Materi Kuliah Kebijakan Ekonomi Makro_.pptx
Materi Kuliah Kebijakan Ekonomi Makro_.pptxMateri Kuliah Kebijakan Ekonomi Makro_.pptx
Materi Kuliah Kebijakan Ekonomi Makro_.pptx
 
Financial Behavior Financial behavior mempelajari bagaimana manusia secara ac...
Financial Behavior Financial behavior mempelajari bagaimana manusia secara ac...Financial Behavior Financial behavior mempelajari bagaimana manusia secara ac...
Financial Behavior Financial behavior mempelajari bagaimana manusia secara ac...
 
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
 
Klinik Obat Aborsi Di Palembang Wa 0822/2310/9953 Klinik Aborsi Di Palembang
Klinik Obat Aborsi Di Palembang Wa 0822/2310/9953  Klinik Aborsi Di PalembangKlinik Obat Aborsi Di Palembang Wa 0822/2310/9953  Klinik Aborsi Di Palembang
Klinik Obat Aborsi Di Palembang Wa 0822/2310/9953 Klinik Aborsi Di Palembang
 
PPT PENGANGGARAN MODAL MK MANAJEMEN KEUANGAN
PPT PENGANGGARAN MODAL MK MANAJEMEN KEUANGANPPT PENGANGGARAN MODAL MK MANAJEMEN KEUANGAN
PPT PENGANGGARAN MODAL MK MANAJEMEN KEUANGAN
 

146020300111009 sri apriyanti husain etika profesi dan spiritualitas

  • 1. A Proposed Infrastruktural Model For The Establishment Of Organizational Ethical System (Model Infrastuktural Yang Diajukan Untuk Pembentukan Sistim Etika Pada Organisasi) oleh Lois P. White dan Long W. Lan Mengembangkan Etika di Kantor Akuntan Publik: Sebuah Perspektif untuk Mendorong Perwujudan Good Governance Oleh Unti Ludigdo Tugas (Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Profesi dan Spiritualitas ) Sri Apriyanti Husain 146020300111009 PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014
  • 3. A Proposed Infrastruktural Model For The Establishment Of Organizational Ethical System (Model Infrastuktural Yang Diajukan Untuk Pembentukan Sistim Etika Pada Organisasi) oleh Lois P. White dan Long W. Lan Pada jurnal ini, peneliti mengelompokkan infrastruktur sistem sebagai hasil dari penggabungan tiga faktor besar yaitu: means atau cara, motivations atau motivasi. Dan opportunity atau kesempatan. Etika menurut Ferrel and Fraedrich (1994), MacKinnon(1995), Shaw ( 1991) dalam Lois P. White dan Long W. Lanadalah sebuah kedisiplinan yang berkaitan dengan pertimbangan moral, baik atau buruknya suatu tingkah laku, dan benar atau tidaknya sebuah tindakan. Menurut Holloman (1991) dalam Lois P. White dan Long W. Lan Pertimbangan disini dilakukan oleh seorang individual yang nantinya akan mempengaruhi tingkah aku dari individu tersebut. ssebuah kelompok atau organisasi tidak “mempertimbangkan” atau “berlaku” , sebaliknya sebuah kelompok atau organisasi terdiri dari individual-individul yang membawa niai moral mereka masing-masing yang digunakan ketika mereka akan melakukan sebuah pertimbangan moral. Sistim nilai individual yang sering kita temukan sebenarnya adalah hasil dari pegaruh ingkungan yang secara eksplisit maupun implisit telah menyebar. Dalam jurnal ini dicontohkan sebuah kejadian yang merupakan dilema etika sebagai hasil dari pengaruh lingkungan. Misalnya jika dalam sebuah sekolah, seorang guru mengijinkan siswanya menjual permen peraturan hanya mengharuskan mereka mengembalikan permen yang tersisa dan uang dari permen yang terjual ke guru mereka nanti di akhir hari. Sementara itu, salah satu dari siswa berasal dari keluarga yang kurang mampu dan biasanya tidak pernah makan siang di sekolah. Siswa ini menjual permen dan kemuadian mengambil permen tersebut tanpa membayarnya dan kadang mencuri uang hasil jualan permen tersebut namun sang guru tidak berkomentar apapun atau melakukan apapun terkait dengan kurangnya barang pada inventory atau kurangnya uang hasil penjualan, Dengan begitu sang guru telah membuat sebuah lingkungan yang menyediakan
  • 4. kesempatan dan cara (means) untuk mencuri. Fenomena tersebut juga terjadi di dalam suatu organisasi. Pada penelitian ini, peneliti menginvestgasi apa yang sebenarnya merupakan faktor apa yang sebenarnya merupakan dasar terjadinya dilema etik pada organisasi. Literature Review Menurut literature yang dipelajari oleh Lois P. White dan Long W. Lan sebgai peneliti, tipe dari sistim yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam penerapan sistim etika dan kode etik didalam organisasinya dan juga hasil penerapannya adalah bermacam- macam. Pada survey 1987, 85% dari 2000 perusahaan US memiliki kode etik tertulis. Pada survey tahun 1997, tiga dari empat perusahaan memiiki kode etik tertulis. Survey-survey ini membuktikan bahwa adanya kode etik tertulis merupakan pendekatan yang sangat umum dalam usaha menyuntikkan sistim etika dalam suatu organisasi, walaupun demikian penerapannya adalah persoalan lain. Dalam survey yag dilakukan Mathews, 1988; mnunjukkan bahwa perusahaan yang memiiki kode etik tertulis lebih sering terkena tuntutan atas suatu kesalahan daripada yang tidak memiliki kode etik tertulis. Sementara itu Bohren (1992) dalam Lois P. White dan Long W. Lan menyatakan bahwa keberadaan kode etik merupakan suatu hal penting namun bukanlah kondisi ideal untuk membangun sebuah iklim organisasi etis daam sebuah organisasi. Bohren menyarankan kode etik harus digabungkan dengan pelatihan dan pendidikan managemen serta karyawan yang efektif. Namun demikian hanya 28% perusahaan yang merespon survey yang dilakukan Borhen yang memang menyediakan pelatihan bagi karyawannya walaupun pelatihan dan pendidikan karyawan disetujui sebagai salah satu cara untuk membangun iklim etis didalam organisasi. Selain itu, pendekatan dan metode dalam melakukan pelatihan terhadap karyawan juga berbeda-beda dan tentunya akan menghasilkan hasil yang berbeda pula. Bukti empiris dari kesuksesan berbagai macam metode pelatihan ini juga sangat jarang ada karena dalam melakuka pelatihan perusahaan hanya fokus padda penyampaiannya daripada keefektifan program tersebut. survey yang dilakukan Working Women membuktikan bahwa 11% pembaca telah mendapatkan pelatihan semacam itu, namun
  • 5. hanya 1% yang percaya bahwa pelatihan tersebut akan benar-benar membuahkan hasil dan membawa perbedaan. Dari berbagai informasi yang telah dikumpulkan diatas maka timbul dua pertanyaan yaitu: 1. Mengapa pelatihan etika tidak diadopsi oleh lebih banyak lagi organisasi mengingat setiap individu dapat membuat menilaian moralnya sendiri dan jika penilaian moral individu tersebut diabaikan akan berujung pada lebih banyak lagi dilemma etis. 2. Mengapa terdapat sangt sedikit usaha untuk mengevaluasi keefektifan dari program pelatihan etika diantara perusahaan-perusahaan atau organisasi yang memang meawarkan program tersebut. Jawaban dari kedua pertanyaan diatas mungkin dapat ditemukan dalam Paine (1994) dalam Lois P. White dan Long W. Lan yang menyatakan bahwa sebagian besar manajer menganggap etika adalah sebuah hal yang personal dan merupakan suatu hal yang konfidental yang berada antara satu individual dengan kesadaran individual itu sendiri. Walaupun suatu individu dalam melakukan penilaian etika atas sesuatu didasarkan atas perspektifnya sendiri, namun hal tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan organisasi, maka keputusan untuk tidak melakukan training mungkin saja merupakan hasil dari penilaian-penilaian tersebut. oleh karena itu organisasi juga berperan dalam menyediakan lingkungan yang dapat menyebarkan atau mengurangi dilema etis. Jawaban yang kedua adalah , menurut Ireland ( 1991) dalam Lois P. White dan Long W. Lan, karena tidak adanya argumentasi proaktif. Irelanda menemukan bahwa motivasi yang mempengaruhi pengenalan kode etik dalam suatu organisasi adalah 53% pertumbuhan perusahaan, 29% dversivikasi, 26% trends industri, dan 23% dorongan dari board of director. Jadi, jika ada satu saja aspek yang hilang dari motivasi tersebut maka akan berkurang salah satu aspek dari argumentasi proaktif yang dibutuhkan. Jadi walaupun nantinya akan ada pelatihan etika dalam perusahaan tersebut karena adanya ethical violation dalam perusahaan, pelatihan tersebut hanya semacam band aid untuk sebuah luka dan bukannya menyembuhkan luka tersebut, karena pelatihan etika disini dianggap bukan merupakan unsur penting untuk mengukur keefektifan suatu perusahaan. Jawaban ketiga adalah kurangnya usaha untuk mengevaluasi. Kurangnya
  • 6. hubungan antara argumentasi moral dengan pembuatan keputusan pada sebuah organisasi atau organizational decision making. Model Ethical Behaviour Dalam model ini, terdapat komponen level makro dari faktor yang membawa ethical behaviour di lingkungan kerja. Dalam faktor ini terdapat means, motivation, dan opportunity dalam kaitannya dengan keterlibatan dalam perilaku tidak etis. Lois P. White dan Long W. Lan berpendapat bahwa seseorang akan lebih mungkin menghadapi dilema etis jika Organisasi tidak menyediakan suatu “cara” atau “means” untuk menangkal perilaku tidak etis, Jika individu tersebut memiliki motivasi pribadi dimana nantiya dirinya akan mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara berlaku tidak etis tersebut, dan jika Posisi seseorang didalam suatu organisasi tersebut menyediakan kesempatan bagi orang itu untuk terlibat didalam suatu praktik yang tidak etis. 1. Means Means disini dimaksudkan denga suatu peraturan, prosedur, dalam perusahaan yang tidak terbatas hanya dalam etika-nya saja. Pada penelitian ini means lebih condong kepada apakah suatu organisasi telah menyediakan suatu peraturan yang jelas untuk menghindarkan dari perilaku tidak etis. Lois P. White dan Long W. Lan juga berpendapat bahwa iklim didalam suatu organisasilah yang menentukan apakah peraturan etika dan prosedur berkaitan dengan etika akan dibuat dan dilaksanakan. Iklim yang terdapat didalam suatu organisasi dapat membentuk tindakan seseorang karena iklim tersebut yang menyediakan panduan bagi seseorang tersebut tentang mana perilaku yang dapat diterima sebagai perilaku etis dan mana yang tidak. Maka iklim dari sebuah organisasi akan menyediakan “means” atau cara dari munculnya dilema etis ini, iklim ini juga sebagai blueprint untuk memecahkan dilemma yang sudah muncul dalam suatu organisasi. Maka dari itu, adalah tanggung jawab penuh sebuah organisasi dari komponen “means” didalam sistim etika perusahaannya karena aspek “means” didalam suatu perusahaan terbentuk dan terkumpul dari seluruh peraturan perusahaan dan prosedur serta praktek yang dilakukan di perusahaan tersebut.
  • 7. 2. Motivation Bahkan didalam suatu organisasi yang menganut sistim etika dalam setiap aktifitas dan peraturan mereka masih akan tetap ada perilaku yang tidak etis yang terjadi dikarenakan motivasi individu. Setiap individu yang masuk ke dalam suatu organisasi membawa tujuan dan motivasinya sendiri-sendiri, keinginan untuk mendapatkan atau mencapai sesuatu, bahkan keinginan akan dominasi dan kekuasaan. Motivasi dapat menjadi sebuah cermin dari sistim nilai yang kita miliki, dan lingkungan sosial dapat mempengaruhi sistim nilai tersebut. lingkungan sosial juga dapat di pengaruhi oleh individu-individu yang ada dalam suatu organisasi dan dapat menyebarkan perlakuan tidak etis yang dilakukan oleh orang lain. 3. Opportunity Setiap posisi memiliki kesempatan sendiri-sendri dalam keterlibatan mereka pada sebuah tindakan tidak etis. Maka menurut Lois P. White dan Long W. Lan pelatihan yang menanamkan nilai-nilai etika harusnya dibedakan tergantung pada klasifikasi masing- masing posisi atau jabatan. Misalnya CEO dan human resource menghadapi dilema etis yang berbeda, dan pada survey yang dilakukan Ethics resource center, karyawan yang berada pada posisi teknikal seperti manufaktur dan quality control mengalami tekanan yang paling berat dalam melakukan pelanggaran. Namun training tntang etika yang diterima masing-masing jabatan adalah sama. Menurut Cyriac (1992) dalam Lois P. White dan Long W. Lanetika harus diintegrasikan pada spesialisasi fungsional dan teknikal dari management. Setiap fungsi dari manajemen dan pada setiap area dari pendidikan bisnis harus mendiskusikan secara ekstensif dan mendebatkan dengan serius tentang masalah etika. Lois P. White dan Long W. Lan menyarakan bahwa sebuah ethical dilemma adalah hasil dari interaksi means, motivation, dan opportunity, atau dalam jurnal mereka Lois P. White dan Long W. Lan menuliskan sebagai berikut: Ethical dilemma=means X Motivation X Opportunity Ethical dilemma akan lebih sedikit kemungkinannya terjadi jika ada satu komponen dari tiga komponen diatas yang hilang.
  • 8. Institusionalisasi Etika dalam Organisasi Tentang persoalan bagaimana Model yang digunakan Lois P. White dan Long W. Lan bisa diterapkan dalam suatu organisasi dalam riset ini, Lois P. White dan Long W. Lan menemukan, analisis mereka sejauh ini berfokus pada komponen yang membentuk infrastruktur dari dilema etis tersebut, jadi untuk mewujudkan sebuah sistem etika pada suatu organisasi, sistim etika di organisasi tersebut harus berakar dari infrastruktur tersebut. untuk melakukan hal tersebut maka sebuah organisasi harus memperhatikan benar setiap komponen yang bertindak sebagai kontributor dalam infrastruktur tersebut. Lois P. White dan Long W. Lan telah mendefinisikan means sebagai ketentuan, syarat, dan prosedur yang ada dalam sebuah perusahaan. Adanya tindakan etis atau bertindak etis dalam suatu organisasi mengkonotasikan bahwa organisasi tersebut proaktif dalam membuat suatu peraturan yang dapat menghasilkan tindakan-tindakan etis. Menurut Paine (1994) dalam Lois P. White dan Long W. Lan, manajemen memiliki tanggung jawab atas tindakan etis dan melalui strategi yang berintegritas, kurangnya etika dapat teratasi. Agar manajemen dapat menetapkan sebuah pola dan menyediakan sebuah kepemimpinan untuk membangun sistim etika yang dapat diandalkan maka para pemimpin organisasi harus menyatakan secara publik bahwa tindakan beretika adalah prioritas utama, maka setiap orang yang berada pada hierarki teratas organisasi harus turut campur dalam formulasi peraturan yang berkaitan dengan tindakan etis. Motivation disini berfokus pada suatu tingkah laku yang diakibatkkan oleh proses interaksi antara nilai individu dan nilai organisasi yang merupakan manivestasi dari budaya atau iklim dari suatu organisasi tersebut. motivasi untuk berlaku etis dapat ditingkatkan dengan cara membuat tingkah laku yang etis sebagai bagian dari objek yang yang dievaluasi pada setiap evaluasi performa yang dilakukan pada setiap jabatan. Opportunitydisini dilihat sebagai lingkungan dimana tingkah laku tidak etis tersebut terjadi. Setiap posisi memiliki dilemma etis sendiri dan berbeda-beda dalam setiap posisinya. Caranya agar dapat mengurangi ethical dilemma daam setiap jabatan yang ada, mulai dari CEO sampai ke bagian menerima surat, adalah dengan menyadari bahwa ada perbedaan posisi dan seperti apa perbedaan posisi diantara setiap jabatan tersebut. hal itu
  • 9. adalah hal yang fundamental untuk menciptakan suatu sistim etika yang dapat direalisasikan. Kesimpulan Model yang dianjurkan oleh Lois P. White dan Long W. Lan menyediakan alat untuk menembus pembatas dari beberapa perisai terhadap infusi etika dalam organisasi. Dengan model ini diharapkan manajer yang menganggap etika adalah sebuah hal yang personal akan menyadari bahwa ada hubungan antara lingkungan ethic dalam suatu perusahaan dengan penilaian etika dari masing-masing individu. Model yang diusulkan oleh Lois P. White dan Long W. Lan juga menganjurkan adanya “ethical audit” yatu berupa audit sosial dan moral dalam suatu organisasi. Tujuannya adalah untuk menginformasikan kepada publik dimana keterlibatan mereka dalam sebuah atau beberapa masalah sosial yang terjadi, dan untuk menjelaskan bagaimana peraturan mereka dan akibat tindakan mereka terhadap lingkungan sosial. Lois P. White dan Long W. Lan juga menekankan pentingnya dilakukan training yang disesuaikan dan dikhususkan pada masing-masing kelas jabatan setiap individu.
  • 10. Mengembangkan Etika di Kantor Akuntan Publik: Sebuah Perspektif untuk Mendorong Perwujudan Good Governance Tulisan ini merupakan review terhadap makalah yang berjudul Mengembangkan Etika di Kantor Akuntan Publik: Sebuah Perspektif untuk Mendorong Perwujudan Good Governance yang ditulis oleh Unti Ludigdo. Makalah ini disampaikan dalam Konferensi Nasional Akuntansi di Universitas Trisakti pada 24 September 2005. PENDAHULUAN Semenjak terungkapnya skandal Enron yang melibatkan salah satu the big five accounting firm, yaitu Arthur Anderson dan kemudian disusul oleh skandal Merck, Qwest, Xerox, dan Worldcom, dampak yang dirasakan dalam dunia bisnis tak hanya berupa krisis ekonomi, namun juga krisis moral. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharto (2002) bahwa skandal tersebut tidak saja berdampak pada menurunnya kinerja perekonomian Amerika Serikat, tetapi juga merembet ke negara-negara lainnya. Sehingga, kalangan pemerintah dan legislatif di Amerika Serikat mengeluarkan Sarbanes- Oxley Act of 2002 untuk mengatur perusahaan dan Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002 untuk mengatur praktik akuntan publik, (Purba, 2002). Skandal serupa tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, melainkan juga terjadi di Indonesia. Seperti, kasus audit PT Telkom yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Eddy Pianto & Rekan, dimana laporan audit KAP tidak diakui oleh SEC sehingga terjadi pengauditan kembali oleh KAP lainnya. Ada pula keterlibatan 10 KAP (jumlah sample dalam peer review) yang melakukan audit terhadap bank beku operasi dan bank beku kegiatan usaha (Toruan, 2002; Baidaie, 2000). Tak hanya itu, kasus moral praktik akuntansi juga melibatkan KAP besar di Indonesia seperti Hans Tuannakotta & Mustofa, Prasetio Utomo & Rekan, Johan Malonda & Rekan, dan Hendra Winata & Rekan (lihat Media Akuntansi, 2002). Berbagai skandal akuntansi yang terjadi menunjukan bahwa kurangnya independensi yang dimiliki oleh seorang akuntan, khususnya dalam menaati kode etik profesi akuntansi. Sebagaimana data yang disampaikan oleh Bidang Penegakan Disiplin dan Etika Profesi IAI pada Kongres Luar Biasa dan KNA IV IAI tahun 2000
  • 11. menunjukkan berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh KAP/KJA (Baidaie, 2000). Hasil review atau evaluasi BPKP terhadap 91 KAP/KJA pada periode 1994-1997 yang terdapat dalam data tersebut menunjukkan bahwa: 1) 6,35% tidak memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) 7,30% tidak memenuhi sepenuhnya Kode Etik; 3) 81,27% tidak menerapkan Sistem Pengendalian Mutu; dan 4) 97,55% tidak mematuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Berbagai kasus pelanggaran etika yang terjadi akan berdampak pada rapuhnya integritas akuntan, bahkan akan menimbulkan krisis yang berkepanjangan terhadap profesi akuntan itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh keraguan publik terhadap kredibilitas informasi laporan keuangan. Untuk itu, dibutuhkanlah suatu reformasi profesi akuntan dengan menerapkan dan memantapkan regulasi diri, menghentikan jasa konsultasi untuk klien audit, melakukan rotasi tugas auditor pada klien, membatasi infiltrasi auditor ke perusahaan, dan membersihkan standar akuntansi keuangan dan aturan yang memungkinkan creative accounting. Dengan demikian, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengeksplorasi konsepsional tentang upaya yang mungkin dikembangkan dalam mendorong praktik etis di kantor akuntan publik (KAP). Etika sebagai Basis Profesionalisme Akuntan Akuntan merupakan profesi yang keberadaannya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat, sehingga sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari profesionalisme, mengharuskan akuntan untuk memiliki keterampilan, pengetahuan dan karakter. Untuk menjadi profesional, maka penguasaan keterampilan dan pengetahuan tidaklah cukup dan oleh karenanya dibutuhkanlah karakter diri yang dicirikan dari kepatuhan terhadap etika profesi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Brooks (1989), bahwa kualitas jasa akuntansi merupakan fungsi dari kompetensi teknis dan pertimbangan (judgment), dimana pertimbangan ini tergantung pada integritas akuntan yang membuat keputusan. Seorang akuntan dalam melaksanakan audit keuangan dituntut untuk tidak saja mempunyai kompetensi teknis tetapi juga harus bebas secara moral dari konflik kepentingan (independen). Dengan kompetensi dan independensi, akuntan akan dapat membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat menyangkut obyek auditnya. Pekerjaan
  • 12. akuntan merupakan pekerjaan yang sarat dengan acuan normatif dan muatan moral. Acuan normatif dan muatan moral ini dapat dicermati antara lain pada kode etik profesi akuntan, standar profesional akuntan publik, dan standar akuntansi keuangan yang telah dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Menurut Louwer dkk (1997), pengembangan dan pertimbangan moral merupakan peran kunci dalam semua area profesi akuntansi. Akuntan dalam banyak hal dihadapkan pada situasi di mana dia harus menentukan pilihan yang conflicting values. Misalnya, akuntan publik yang seringkali dihadapkan pada persoalan yang menyangkut independensi, fee audit dan kualitas audit. Pada situasi dilematis akuntan membutuhkan pedoman dan dukungan dari pihak lain (misalnya pimpinan atau rekan) untuk menentukan pilihannya. Penentuan pilihan tersebut tidak hanya menyangkut pertimbangan personal semata tetapi lebih menyangkut pertimbangan organisasional. Sehingga, nilai-nilai yang dianut organisasi yang tercermin dalam kode etik profesi akan akuntansi dijadikan rujukan akuntan untuk menentukan sikapnya. Secara umum, kode etik perilaku akuntan seharusnya memberikan pedoman yang cukup bagi akuntan untuk menjalankan perannya sebagai profesional, dan menginformasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti investor, manajemen atau agensi pemerintah bagaimana akuntan seharusnya bertindak (Brooks, 1989). Secara lebih luas, kode etik profesi merupakan kaidah-kaidah yang menjadi landasan bagi eksistensi profesi dan sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat karena dengan mematuhi kode etik, akuntan diharapkan dapat menghasilkan kualitas kinerja yang paling baik bagi masyarakat (Baidaie, 2000). Sehingga, dengan keberadaan kode etik akan memberikan beberapa keuntungan yang dapat diuraikan sebagai berikut, (Mathews & Perrera, 1991). 1) Dengan adanya kode etik, para profesional akan bertindak dengan kesadaran sebagaimana yang dituntut dalam kode etik. 2) Kode etik berfungsi sebagai acuan yang dapat diakses secara lebih mudah. Dengan fungsi ini kode etik akan dapat mengarahkan manajer untuk selalu memelihara perhatiannya terhadap etika. 3) Ide-ide abstrak dari kode etik akan ditranslasikan ke dalam istilah yang konkret dan dapat diaplikasikan ke segala situasi 4) Anggota sebagai suatu keseluruhan, akan bertindak dalam cara yang lebih standar
  • 13. pada garis profesi. Kode etik akan menjadi panduan standar untuk mengatasi berbagai keragaman tindakan etis anggota karena latar belakangnya yang berbeda. 5) Kode etik merupakan suatu standar pengetahuan untuk menilai perilaku anggota dan kebijakan profesi. 6) Anggota akan menjadi dapat lebih baik menilai kinerja dirinya sendiri. 7) Profesi dapat membuat anggotanya dan juga publik sadar sepenuhnya atas kebijakan- kebijakan etisnya. 8) Anggota dapat menjustifikasi perilakunya jika dikritik. Ini penting untuk menghindari ketidakpastian penilaian di masyarakat atas perilaku profesional anggota. Kode etik profesional akuntan diatur dalam kode etik IAI, dimana terdapat delapan prinsip etika yang merupakan bagian utama dari kode etik tersebut. Kedelapan prinsip tersebut adalah tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, obyektifitas, kompetensi dan kehati-hatian professional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis. Dengan prinsip etika tersebut, sudah seharusnya kode etik dapat menjadi pedoman yang jelas bagi akuntan dalam menjalankan pekerjaan profesionalnya. Akan tetapi, kode etik profesi tersebut belum mengakomodasikan muatan sanksi sebagaimana dianjurkan oleh Brooks (1989). Selain itu, proses penginternalisasian kode etik oleh akuntan pada dirinya dan kantor akuntan publik tempatnya beraktifitas juga belum jelas terdeskripsikan. Pengembangan Etika di Organisasi Menurut Beekun (1997), kode etik merupakan pedoman etika yang paling populer di kebanyakan organisasi. Kode etik ini disusun dengan memperhatikan kepentingan pihak intern maupun pihak ekstern sehingga suatu rumusan kode etik harus merefleksikan standar moral universal. Adapun standar moral universal menurut Schwartz (2001) meliputi: 1) trustworthiness, meliputi honesty, integrity, reliability, dan loyalty; 2) respect, meliputi perhatian atas perlindungan hak azasi manusia; 3) responsibility, meliputi accountability; 4) fairness, meliputi penghindaran dari sifat tidak memihak, dan mempromosikan persamaan;
  • 14. 5) caring, meliputi penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan dan tidak perlu; dan 6) citizenship, meliputi penghormatan atas hukum dan perlindungan lingkungan. Schwartz (2001) juga menyarankan agar menghindari ketidakterterapan kode etik, maka perumusannya perlu mempertimbangkan kepentingan-kepentingan mendasar yang berkaitan dengan waktu, keadaan, budaya dan keyakinan agama. Menurut Lozano (2001), kode etik secara prinsip seharusnya didesain untuk memberikan inspirasi, mendorong dan mendukung organisasi untuk berperilaku etis dan profesional. Sehingga, kode etik yang disusun oleh sebuah organisasi seharusnya juga akan bersifat etis. Sementara White & Lam (2000), menyatakan bahwa sistem etika banyak diterapkan di organisasi karena kode etik merupakan pendekatan yang tipikal untuk infusi sistem etis. Hal ini didudkung oleh survei yang dilakukan oleh Ethics Resource Centre pada tahun 1997 yang menunjukkan bahwa tiga dari empat perusahaan yang disurvei telah mempunyai standar tertulis tentang perilaku etis dalam bisnis. Selain itu, hasil survei Ireland (1991) menunjukkan bahwa 85% dari 2000 perusahaan di Amerika Serikat dilaporkan telah mempunyai kode etik tertulis. Hal ini menujukan bahwa adanya kemauan positif bagi kebanyakan perusahaan untuk lebih mengedepankan etika di dalam bisnisnya. Seperti yang dikemukakan oleh Adams dkk (2001), kemauan ini dipicu oleh banyaknya skandal yang melingkupi perilaku bisnis pada umumnya, yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1970-an dan 1980-an. Pengembangan Etika di Organisasi White & Lam (2000) menyampaikan bahwa ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk menuju suatu sistem organisasi yang etis dengan institusionalisasi etika. Adanya kode etik perlu dikombinasikan dengan manajemen yang efektif dan pendidikan kepada karyawan. Scwhartz (2002) berdasarkan pandangan dari beberapa penulis sebelumnya menyebutkan pengertian kode etik, yaitu suatu dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan organisasi. Fungsi kode etik adalah sebagai alat untuk mencapai standar etis yang tinggi dalam bisnis (Kavali dkk., 2001), atau secara prinsip sebagai petunjuk atau mengingatkan untuk berperilaku
  • 15. terhormat dalam situasi-situasi tertentu (Lozano, 2001). Standar moral universal tersebut menurut Schwartz (2001) meliputi: - Trustworthiness (yang dalam hal ini meliputi honesty, integrity, reliability, dan loyalty), - Respect (misalnya meliputi perhatian atas perlindungan hak azasi manusia), - Responsibility (meliputi juga accountability), - Fairness (meliputi penghindaran dari sifat tidak memihak, dan mempromosikan persamaan), - Caring (meliputi misalnya penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan dan tidak perlu), dan - Citizenship (yang dalam hal ini meliputi penghormatan atas hukum dan perlindungan lingkungan). Scwhartz (2002) menunjukkan prosentase (%) jumlah perusahaan yang telah merumuskan kode etik organisasinya dari hasil telaah beberapa survei yang dilakukan oleh peneliti atau lembaga penelitian lainnya di beberapa negara, , yaitu: - di Amerika Serikat lebih dari 90%, - di Kanada 85%, - di Inggris Raya 57%, dan - di Jerman 51% Adams, dkk. (2001) menelusuri lebih jauh mengenai beberapa alasan perusahaan- perusahaan membuat suatu kode etik, yaitu: - Kode etik merupakan satu upaya untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu-individu dapat berperilaku secara etis. - Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya. - Perusahaan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, di mana kode etik merupakan salah satu penandanya. - Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut.
  • 16. - Kode etik merupakan pesan. Adams dkk. (2001) menunjukkan bahwa dibandingkan dengan responden dari perusahaan yang tidak mempunyai kode etik formal (tidak tertulis), responden dari perusahaan yang mempunyai kode etik formal (tertulis) menilai lebih besarnya dukungan perusahaan untuk berperilaku etis bagi mereka. Sebaliknya, White & Lam (2000) mengemukakan bahwa berdasarkan hasil kajian literaturnya penciptaan kode etik jarang dapat mengurangi dilema etis dalam organisasi. Selain itu mereka juga mengungkapkan bahwa jarang organisasi mengimplementasikan program pelatihan etika bagi karyawannya. Scwhartz (2002) melakukan investigasi pada tujuhbelas (17) perusahaan yang menghasilkan bahwa tujuh dari tujuhbelas (7 dari 17) hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya dampak positif dari kode etik. Sementara dua dari tujuhbelas (2 dari 17) menunjukkan dampak yang lemah, selebihnya (8 dari 17) menunjukkan tidak signifikannya dampak dari adanya kode etik tersebut dalam perusahaan. Terlepas dari masih terdapatnya perbedaan pandangan (empiris maupun normatif) dari adanya kode etik, keberadaan kode etik tetaplah diperlukan. Ludigdo (2005) menyatakan bahwa individu-individu lebih suka menghadapi dilema etis jika (1) organisasi tidak memberikan "means" untuk mencegah perilaku tidak etis, (2) individu-individu mempunyai personal "motivation" yang didapatkan dari perilaku tidak etis, dan (3) posisi kerja memberikan "opportunity" untuk mendorong praktik tidak etis. Jose & Thibodiaux (1999) menemukan bentuk institusionalisasi eksplisit meliputi adanya kode etik, pelatihan etika, ethics newsletter, ethics hotline, ethics officer, dan komite audit. Sementara itu bentuk implisit dalam institusionalisasi etika meliputi reward system. Bentuk institusionalisasi implisit ini yang popular meliputi dukungan manajemen puncak, kepemimpinan etis, dibukanya saluran komunikasi, dan budaya organisasi. Sebaliknya upaya yang paling tidak populer meliputi ethics officers dan ethics hotline. Pengembangan Etika dalam Konteks Organisasi KAP Ludigdo (2005) menyatakan bahwa Pembauran nilai (etika) individu pada budaya organisasi dan penyediaan pengalaman dan pembelajaran etika terjadi melalui suatu proses tertentu, yang dapat berlangsung secara sistematis dengan pola pengembangan
  • 17. tertentu pula. Giddens (2003) menyatakan bahwa Dalam perspektif strukturasi suatu tindakan (atau dalam hal ini praktik etika) merupakan interaksi antara individu dengan struktur sosial yang melingkupinya. Berger & Luckmann (1966; 33) menyatakan bahwa dunia hidup sehari-hari tidak hanya taken for granted sebagai realitas yang diciptakan oleh anggota-anggota masyarakat dalam makna perilaku hidupnya yang subyektif, tetapi lebih pada sebuah dunia yang berawal dalam pemikiran dan tindakan, dan kemudian dipelihara sebagai sesuatu yang riil. Pola pengembangan praktik etika di KAP dilakukan sekaligus baik secara eksplisit maupun implisit, sehingga di dalamnya harus pula selalu memperhatikan means, motivation dan opportunity. Berdasar kepada pendapat Cooper & Sawaf, Agustian (2001; 289) maka perhatian pada EQ akan dapat mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi dan empati. Selain itu peningkatan SQ diperlukan dalam pengembangan praktik etika di KAP, sehingga perilaku akuntan dan staf professional lainnya tidak terperosok lebih dalam pada situasi yang jauh dari perilaku etis. SQ memungkinkan seseorang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain (Zohar & Marshall, 2001; 12). SQ juga membuat seseorang mempunyai pemahaman tentang siapa dirinya dan apa makna segala sesuatu bagi dirinya, dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat di dalam dunianya kepada orang lain dan makna-makna mereka. Simpulan Pola pengembangan etika yang komprehenship, termasuk di dalamnya penguatan personalitas individu-individu anggota KAP, maka profesi akuntan publik akan dapat berperan lebih baik dalam penciptaan good governance di Indonesia. Pengembangan secara komprehenship ini dapat dilakukan dengan menggabungkan pelatihan IQ, EQ, dan SQ dari seorang akuntan publik. Upaya eksplisit dilakukan antara lain dengan adanya kode etik, pelatihan etika, ethics newsletter, ethics hotline, ethics officer, dan komite etika. Sementara itu upaya dalam bentuk implisit meliputi reward system, sistem evaluasi kinerja, sistem promosi, budaya organisasi, kepemimpinan etis, dukungan dari manajemen puncak, dan saluran komunikasi yang terbuka.
  • 19. Pada dasarnya artikel yang berjudul A Proposed Infrastruktural Model For The Establishment Of Organizational Ethical System (Model Infrastuktural Yang Diajukan Untuk Pembentukan Sistim Etika Pada Organisasi) yang ditulis oleh Lois P. White dan Long W. Lan, dan jurnal yang berjudul Mengembangkan Etika di Kantor Akuntan Publik: Sebuah Perspektif untuk Mendorong Perwujudan Good Governance yang ditulis oleh Unti Ludigdo, pada dasarnya sudah relevan dengan tema besar kita yakni terkait etika profesi seorang akuntan. Pada jurnal pertama kita melihat bahwa dengan adanya Model Model Infrastuktural yang diusulkan oleh Lois P. White dan Long W. Lan untuk pembentukan Sistim Etika Pada Organisasi ini diharapkan akan membuat manajer menyadari bahwa ada hubungan antara lingkungan ethika dalam suatu perusahaan dengan penilaian etika dari masing- masing individu. Selain itu juga, perlunya “ethical audit” berupa audit sosial dan moral dalam suatu organisasi dan untuk menginformasikan keterlibatan publik dalam sebuah atau beberapa masalah sosial yang terjadi serta menjelaskan bahwa peraturan yang telah dibuat akan berdampak pada lingkungan sosial. Selain itu juga dalam jurnal ini penulis menekankan bahwa pentingnya training yang disesuaikan dan dikhusukan pada asing- masing jabatan. Pada Jurnal kedua kita melihat bahwa etika di sini merupakan sebuah landasan ataupun pijakan seorang akuntan, lebih khusus lagi terkait bagaimana mengembangkan etika di kantor akuntan publik guna mewujudkan Good Governance. Kode etik di sini merupakan satu upaya untuk memperbaiki iklim organisasional sehingga individu- individu dapat berperilaku secara etis. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya. Perusahaan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis sebagai sebuah profesi, di mana kode etik merupakan salah satu penandanya. Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi individu baru dalam memasuki budaya tersebut. Kode etik merupakan pesan.
  • 21. Berdasarkan kedua jurnal tersebut, ada banyak hikmah yang bisa diambil sebagai pelajaran bagi diri kita sebagai seorang akuntan. Hikmah tersebut antara lain: 1) Pentingnya penerapan nilai-nilai etika dalam segala profesi. Maksudnya adalah dimanapun kita bekerja, sebagai apapun kita, profesi apapun yang kita jalani tentunya harus menerapkan nilai-nilai etika di lingkungan kerja dan terlebih lagi dalam kehidupan sehari-hari. 2) Lingkungan sosial akuntan berpengaruh terhadap proses penerapan nilai-nilai etika. Lingkungan sosial juga dapat di pengaruhi oleh individu-individu yang ada dalam suatu organisasi dan dapat menyebarkan perlakuan tidak etis yang dilakukan oleh orang lain. 3) Pentingnya kesadaran masing-masing individu untuk menerapkan nilai-nilai etika. Jadi ketika kita melakukan suatu perbuatan seharusnya berdasarkan pada nilai-nilai etika yang dilandaskan pada kesadaran diri bukan hanya sekedar untuk mematuhi aturan yang telah dibuat oleh IAI, ataupun lembaga lain yang mengikat profesi kita. 4) Dalam hal menerapkan nilai-nilai etika tentunya tidak terlepas dari dilema etika. Ketika dilema etika itu muncul, maka tugas kita adalah bagaimana kita tetap bisa bersikap independen dan tetap profesional tanpa harus dipengaruhi oleh berbagai macam kepentingan, baik itu kepentingan diri sendiri maupun kepentingan pihak lain. 5) Dalam hal pembuatan aturan harus didasarkan pada nilai-nilai etika yang berlaku secara umum maupun etika yang secara khusus terkait dengan profesi kita sebagai akuntan. 6) Sebagaimana yang disampaikan oleh Brooks (1989) dimana kode etik perilaku akuntan seharusnya memberikan pedoman yang cukup bagi akuntan untuk menjalankan perannya sebagai seorang yang profesional serta menginformasikan kepada banyak pihak tentang bagaimana tindakan yang seharusnya dilakukan. Karena pada dasarnya kode etik ini merupakan landasan, merupakan pijakan bagi eksistensi profesi dan sebagai dasar terbentuknya kepercayaan masyarakat terhadap akuntan. 7) Pentingnya pengembangan dan pertimbangan moral yang merupakan peran kunci dalam semua area profesi akuntansi.
  • 22. 8) Dalam hal menerapkan sebuah aturan baik itu dalam organisasi bisnis maupun non bisnis, sebaiknya aturan yang telah ditetapkan oleh aturan tersebut sebaiknya disampaikan kapada seluruh karyawan ataupun pegawai yang berada di lingkungan kerja. Jika dimungkinkan dibuatkan kode etik tertulis. Karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa kode etik tertulis lebih efektif daripada penerapan kode etik yang tidak tertulis. 9) Setiap organisasi bisnis dalam hal manajemen sumber daya manusia, harus memperhatikan nilai-nilai etika. Sebagai contoh, ketika organisasi tersebut melakukan training terhadap karyawan/ pegawainya maka dalam proses training tersebut bukan sekedar hanya menyampaikan tugas pokok, fungsi dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh karyawan/ pegawai tapi, ada nilai-nilai etika yang harus ditransfer dan ditanamkan kepada karyawan/ pegawai. 10) Pentingnya Pola pengembangan etika yang komprehenship, termasuk di dalamnya penguatan personalitas individu-individu anggota KAP, maka profesi akuntan publik akan dapat berperan lebih baik dalam penciptaan good governance di Indonesia. Pengembangan secara komprehenship ini dapat dilakukan dengan menggabungkan pelatihan IQ, EQ, dan SQ dari seorang akuntan publik. Upaya eksplisit dilakukan antara lain dengan adanya kode etik, pelatihan etika, ethics newsletter, ethics hotline, ethics officer, dan komite etika. Sementara itu upaya dalam bentuk implisit meliputi reward system, sistem evaluasi kinerja, sistem promosi, budaya organisasi, kepemimpinan etis, dukungan dari manajemen puncak, dan saluran komunikasi yang terbuka.