Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Digital 20253132 t 28497-analisis penyebab-full text
1. i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENYEBAB PERILAKU HUBUNGAN SEKSUAL
PRA NIKAH PADA REMAJA DI KOTA PONTIANAK
(STUDI KUALITATIF)
TESIS
OLEH:
M.T A U F I K
NPM 0806443162
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
Juli, 2010
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
2. ii
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENYEBAB PERILAKU HUBUNGAN SEKSUAL
PRA NIKAH PADA REMAJA DI KOTA PONTIANAK
(STUDI KUALITATIF)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
OLEH:
M.T A U F I K
NPM 0806443162
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KEKHUSUSAN KESEHATAN REPRODUKSI
DEPOK
Juli, 2010
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
6. vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kesehatan
Masyarakat Jurusan Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. dr. Toha Muhaimin, M.Sc, selaku dosen pembimbing utama yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
penyusunan tesis ini dari awal hingga akhir proses penyelesaian tesis ini;
(2) Dra. Evi Martha, M.Kes, selaku dosen pendamping yang telah memberikan
bimbingan dengan penuh kesabaran memberikan saran-saran dan menjadi
mitra diskusi dalam penyusunan tesis ini;
(3) Helman Fachri, SE,MM, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Pontianak
yang telah mendukung penulis untuk menempuh pendidikan;
(4) dr. Adi Sasongko, MA, selaku dosen pengajar pada Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia yang telah meluangkan waktu di tengah
kesibukannya untuk menjadi penguji dan memberikan masukan demi
kesempurnaan tesis ini;
(5) Dra. Rachmalina Prasodjo, M.Sc, PH, selaku penguji dari Badan Litbangkes
Departeman Kesehatan Republik Indonesia yang telah meluangkan waktu di
tengah kesibukannya untuk menjadi penguji dan memberikan masukan demi
kesempurnaan tesis ini;
(6) Dinas Pendidikan Kota Pontianak yang telah memberikan dukungan dalam
proses penelitian ini;
(7) Teman-teman yang tergabung dalam Centra Remaja Khatulistiwa PKBI Kota
Pontianak yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang
saya perlukan;
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
7. vii
(8) Segenap dosen pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
yang telah memberikan berbagai Ilmu Kesehatan Masyarakat yang sangat
bermanfaat;
(9) Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(10)Teman serta sahabat yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Depok, 01 Juli 2010
Penulis
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
9. ABSTRAK
Nama : M.TAUFIK
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul : Analisis Penyebab Perilaku Hubungan Seksual Pra Nikah Pada
Remaja di Kota Pontianak (Studi Kualitatif)
Masa remaja merupakan masa dimana seseorang individu mengalami peralihan dari
satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,
pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah. Hal ini mengakibatkan
perubahan sikap dan tingkah laku, seperti mulai memperhatikan penampilan diri,
mulai tertarik dengan lawan jenis berusaha menarik perhatian dan muncul perasaan
cinta, yang kemudian akan timbul dorongan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penyebab terjadinya perilaku hubungan seksual pra nikah pada remaja di
Kota Pontianak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara
mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Penelitian ini menunjukkan bahwa
sumber informasi pengetahuan remaja mengenai seks pra nikah didominasi oleh
teman sebaya melalui cerita-cerita dan diskusi diantara mereka. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa sebagian besar remaja melakukan hubungan seksual pra nikah
di rumah ketika mereka berada pada situasi dan kondisi rumah yang kosong tanpa
pengawasan orang tua dan sebagian kecil di hotel dan rumah kost. Hasil penelitian
menyarankan bahwa orang tua perlu untuk meningkatkan pengawasan mereka
terhadap sikap dan perilaku remaja melalui komunikasi yang intensif dan berkualitas
tanpa membatasi hak anak untuk bergaul dengan lingkungannya serta perlunya peran
Dinas Pendidikan dalam pengembangan kurikulum kesehatan reproduksi remaja.
Bagi Dinas Kesehatan perlunya memaksimalkan pelayanan kesehatan reproduksi
remaja melalui PKPR dengan pendekatan adolescent friendly yang melibatkan
remaja sendiri.
Kata kunci:
Perilaku, Hubungan Seksual Pra Nikah, Remaja
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
10. ABSTRACT
Name : M.TAUFIK
Study Program : Public Health Science
Title : Analysis Of Behavioral Cause Of Premarital Sexual Relations
Among Adolescents In The City Of Pontianak (Qualitative
Study)
Adolescence is a time where one individual's experience of transition from one stage
to the next and a good change of emotion, body, interests, behavioral patterns, and
also full of problems. This resulted in changes in attitudes and behavior, such as
starting to notice the appearance myself, became interested in trying to attract the
opposite sex and show feelings of love, which would then arise sexual urges. This
study aims to determine the cause of premarital sexual behavior among adolescents
in Pontianak. This study uses qualitative methods through in-depth interviews and
Focus Group Discussion (FGD). This study shows that the source of information on
youth knowledge about sex before marriage is dominated by peers through the stories
and discussions among them. This study also shows that most teenagers have sex
before marriage at home when they are in the situation and condition of the empty
house without the supervision of parents and a small part in the hotels and boarding
houses. The results suggest that parents need to improve their oversight of adolescent
attitudes and behavior through intensive communication and quality without
restricting the rights of children to interact with their environment and the need for
the role of Education Department in the development of adolescent reproductive
health curriculum. For Public Health Service need to maximize the adolescent
reproductive health services through the Adolescent PKPR friendly approach
involving teenagers themselves.
Keywords:
Behavior, Premarital sexual, Adolescent
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
11. ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Pertanyaan Penelitian 5
1.4 Tujuan Penelitian 6
1.5 Manfaat Penelitian 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian 7
2. TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Konsep Perilaku 8
2.2 Perilaku Seksual Pra Nikah 11
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja 13
2.4 Dampak Perilaku Seks Pra Nikah 20
2.5 Remaja 22
2.5.1 Definisi Remaja 22
2.5.2 Batasan Umur Remaja 23
2.5.3 Ciri-ciri Masa Remaja 24
2.5.4 Pertumbuhan Somatik Remaja 27
2.6 Kerangka Teori 28
3. KERANGKA KONSEP, DEFINISI ISTILAH 30
3.1 Kerangka Konsep 30
3.2 Definisi Operasional 31
4. METODOLOGI PENELITIAN 32
4.1 Desain Penelitian 32
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian 32
4.2.1 Lokasi 32
4.2.2 Waktu Penelitian 32
4.3 Informan Penelitian 33
4.4 Metode Pengumpulan Data 35
4.5 Alat Penelitian 37
4.5.1 Pedoman wawancara 37
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
12. x
4.5.2 Alat Bantu Penelitian 37
4.6 Prosedur Penelitian 38
4.6.1 Tahap Persiapan 38
4.6.2 Tahap Pelaksanaan 38
4.7 Analisis Data 39
4.8 Pengujian Keabsahan Data 40
4.8.1 Triangulasi 40
4.8.2 Audit Trial 41
5. HASIL PENELITIAN 42
5.1 Karakteristik Informan 42
5.1.1 Informan Perilaku Hubungan Seksual Pra Nikah 42
5.1.2 Informan Yang Tidak Perilaku Hubungan Seksual Pra Nikah 44
5.1.3 Informan Kunci 44
5.2 Pengetahuan 45
5.3 Persepsi 48
5.4 Sikap 51
5.5 Situasi dan Kondisi 53
5.6 Peran Pacar 55
5.7 Peran Teman Sebaya 56
5.8 Peran Media 58
5.9 Peran Orang Tua 59
6. PEMBAHASAN 62
6.1 Keterbatasan Penelitian 62
6.2 Pengetahuan 62
6.3 Persepsi 67
6.4 Sikap 69
6.5 Situasi dan Kondisi 71
6.6 Peran Pacar 73
6.7 Peran Teman Sebaya 74
6.8 Peran Media 75
6.9 Peran Orang Tua 77
7. KESIMPULAN DAN SARAN 79
7.1 Kesimpulan 79
7.2 Saran 79
DAFTAR REFERENSI 81
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
13. xi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 4.1 Sumber Informasi, Metode, Jumlah Informan, dan Tempat 35
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
14. xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 2.1 Teori Green dan Krauter 9
Gambar 2.2 Determinan Perilaku Manusia 10
Gambar 3.1 Kerangka Konsep 30
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
15. xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
1. Formulir Persetujuan Bagi Informan: Panduan Wawancara Mendalam Untuk
Remaja Tentang Penyebab Perilaku Hubungan Seksual Pra Nikah Pada
Remaja Pelajar Di Kota Pontianak
2. Lembar Pedoman Wawancara Mendalam (Informan Remaja Yang Pernah
Melakukan Hubungan Seksual Pra Nikah)
3. Formulir Persetujuan Bagi Informan Panduan Focus Group Discussion Untuk
Remaja Tentang Penyebab Perilaku Hubungan Seksual Pra Nikah Pada
Remaja Pelajar Di Kota Pontianak
4. Lembar Pedoman Focus Group Discussion (FGD) (Informan Remaja Pelajar)
5. Formulir Persetujuan Bagi Informan:Panduan Wawancara Mendalam Untuk
Psikolog PKBI Tentang Penyebab Perilaku Hubungan Seksual Pra Nikah Pada
Remaja Di Kota Pontianak
6. Lembar Pedoman Wawancara Mendalam (Informan Psikolog PKBI)
7. Lembar Pedoman Wawancara Mendalam (Informan Orang Tua)
8. Karakteristik Informan
9. Matriks Remaja Yang Pernah Melakukan Hubungan Seksual Pra Nikah
10. Matriks FGD Remaja Yang Belum Pernah Melakukan Hubungan Seksual Pra
Nikah
11. Matriks Indepth Interview Psikolog PKBI
12. Matriks Indepth Interview Orang Tua
13. Surat Ijin Penelitian
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
16. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari
satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,
pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh
karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni
masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial
(DKJM, 2001).
Pada masa remaja mengalami perubahan baik secara fisik maupun secara psikologis.
Perubahan secara fisik yang terjadi diantaranya timbul proses perkembangan dan
pematangan organ reproduksi. Seiring dengan proses perkembangan organ
reproduksi pada remaja timbul juga perubahan secara psikologis. Sehingga
mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah laku, seperti mulai memperhatikan
penampilan diri, mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan
muncul perasaan cinta, yang kemudian akan timbul dorongan seksual (Imran, 2000).
Sementara itu masa remaja juga merupakan suatu masa dimana para remaja itu
dihadapkan kepada tantangan pembatasan-pembatasan dan kekangan-kekangan yang
datang baik dari dalam dirinya, maupun dari luar dirinya (lingkungannya).
Tantangan-tantangan serta kekangan-kekangan dari luar dirinya berupa peraturan-
peraturan, larangan-larangan, norma-norma kemasyarakatan yang harus dipatuhinya
(Hamalik, 1995).
Perpanjangan masa pendidikan dan pelatihan berarti juga pemanjangan masa mereka
tinggal di rumah orang tua dan berada di bawah pengawasan orang tua. Sementara
itu perkembangan fungsi dan dorongan seksual mereka tetap berlangsung. Situasi
semacam ini berarti juga memperpanjang masa konflik antara dorongan seksual,
keinginan mandiri dan tata nilai yang berlaku dalam keluarga (Mohammad, 1998).
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
17. Universitas Indonesia
2
Perubahan pandangan yang mempengaruhi perilaku seksual tampak pada masa
pacaran. Masa pacaran tidak lagi dianggap sebagai masa untuk saling mengenal atau
memupuk pengertian, melainkan telah diartikan terlalu jauh sehingga seakan-akan
menjadi masa untuk belajar melakukan aktivitas seksual dengan lawan jenis.
Aktivitas seksual yang dilakukan mulai dari ciuman ringan, ciuman bibir, saling
masturbasi, seks oral, bahkan sampai hubungan seksual (Pangkahila, 2004).
Remaja yang sudah aktif seksual, terutama laki-laki, biasanya sulit untuk menjadi
tidak aktif seksual kembali, akibatnya ia akan berusaha menempuh segala cara untuk
menyalurkan kebutuhan biologisnya itu. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut
bukan tidak mungkin bila remaja cenderung melakukan tindakan pemaksaan bahkan
perkosaan. Perkosaan itu sendiri diartikan sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang perempuan untuk bersetubuh dengan laki-laki di luar pernikahan
(Sahabat Remaja-PKBI DIY, 1995).
Hubungan seks pra nikah tidak hanya belum bisa diterima oleh masyarakat, tetapi
juga menimbulkan masalah lain. Kehamilan di luar nikah adalah salah satu masalah
yang muncul akibat hubungan seks sebelum nikah. Kehamilan ini tidak saja
menimbulkan masalah sosial, tetapi juga masalah kesehatan bagi yang bersangkutan,
terutama bila yang mengalaminya adalah remaja yang masih muda usia. Kehamilan
pada usia muda ditinjau dari segi kesehatan mengandung risiko tinggi, baik ketika
masa kehamilan maupun saat melahirkan. Risiko tingi yang dimaksud bukan hanya
risiko sakit pada yang mengandung dan dikandung tetapi juga risiko kematian
(Faturochman, 1992).
Menurut Suwandono dalam (Solha, 2007) hingga saat ini remaja sangat sedikit
memperoleh informasi kesehatan reproduksi dari sumber yang berkompeten.
Sebanyak 45% remaja memperoleh informasi dari teman sekolah, 16,3% dari guru,
12,8% dari petugas kesehatan, 8,7% dari orang tua, dan 6,8% dari tokoh agama.
Dampak buruk yang dapat diakibatkan dari kurangnya informasi yang benar tersebut
antara lain, adanya arus informasi tanpa saringan, atau terlalu mudahnya memperoleh
informasi yang tidak semestinya, seperti peredaran VCD dan buku porno,
penayangan film-film yang seronok di bioskop, atau hal lain yang mengarahkan pada
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
18. Universitas Indonesia
3
perbuatan perilaku seksual bebas yang secara sengaja ataupun tidak disengaja
terdapat pada media massa. Keadaan-keadaan itu secara normatif tidak dapat
dibenarkan, karena perilaku seks bebas ataupun dukungan terhadap perilaku seks
bebas tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia (Sarwono, 1991)
Hingga saat ini, di Indonesia belum ada data berskala nasional tentang prevalensi
hubungan seksual di luar nikah di kalangan remaja. Penelitian yang dilakukan di 12
kota besar di Indonesia menunjukkan 5-30% dari 300 remaja yang belum menikah
berusia 15-24 tahun telah melakukan hubungan seks (Surtiretno dalam Berkala Ilmu
Kedokteran, 2002)
Berbagai penelitian menemukan permasalahan yang berkenaan dengan perilaku
seksual remaja adalah peningkatan aktivitas hubungan seksual sebelum menikah
yang pada umumnya terjadi tanpa direncanakan, sehingga tidak terlindungi. Keadaan
ini mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman dan
meningkatnya prevalensi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. (Tafal,
2001)
Suharsa (2006) dalam penelitiannya di Pandeglang menemukan dari 131 responden
sebanyak 12 orang (9,2%) menyatakan pernah berhubungan seks, yang dilakukan
bersama pasangannya (pacar) sebesar 91,6%. Usia pertama kali berhubungan seks
dilakukan responden pada usia minimum 14 tahun dan usia maksimum 17 tahun,
dengan alasan ingin coba-coba 50%, keduanya saling mencintai dan ikutan teman
masing-masing 16,8% serta alasan senang melakukannya dan merasa terangsang
masing-masing 8,4%.
Penelitian PKBI, UNFPA dan BKKBN (2001) menemukan di Kupang, Palembang,
Singkawang, Cirebon dan Tasikmalaya menunjukkan dari 1.388 orang terdapat 227
orang (16,5%) yang pernah melakukan hubungan seksual. Kebanyakan melakukan
dengan pacar (74,8%) dengan pekerja seks (25,1%), dengan teman (11,4%), dengan
perek (10,1%), dan 1,3% melakukan dengan saudara. Frekuensi melakukan
hubungan seksual, ada yang melakukannya antara 1-2 kali sebulan (46,26% dari
n=227) dan antara 1-2 kali seminggu (11,8% dari n=227). Alasan responden
melakukan hubungan seksual pertama kali karena suka sama suka atau dilandasi
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
19. Universitas Indonesia
4
cinta (68,7%), karena ingin tahu rasanya (23,7%), melakukannya karena pengaruh
obat (9,6%), melakukannya karena terpaksa (6,1%) dan 6,1% lainnya melakukannya
karena alasan ekonomi.
Hasil penelitian dari beberapa kota di Indonesia tentang perilaku seksual remaja yang
berisiko juga di dapatkan sebagai berikut: Jakarta Timur 17,60% (Resnayati, 2000),
Bogor 42,6% (Haryuningsih, 2003), Pandeglang 48,1% (Suharsa, 2006), Palembang
20,4% (Solha, 2007), Prabumulih 14,1% (Muksonah, 2008) dan Depok 11,2%
(Shinta,2009)
Kota Pontianak sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia juga telah mempunyai
masalah dengan perilaku remaja. Ditemukan sebesar 4,92% remaja pada tahun 2008
sudah berperilaku seksual aktif. Fenomena terjadinya perilaku seks pra nikah di
kalangan remaja di Kota Pontianak dapat terlihat juga berdasarkan data klasifikasi
dan presentasi kasus konseling dari PKBI Kota Pontianak tahun 2009, di dapatkan 20
orang yang melakukan konseling terdiri dari 5,05% mitra lama dan 15,15% mitra
baru menyatakan pernah melakukan hubungan seks pra nikah. Sedangkan yang
mengalami hamil pra nikah dari mitra lama dan mitra baru yang melakukan
konseling didapatkan 7,07% (Centra Remaja PKBI, 2008, 2009)
Batasan sosial pada seksualitas remaja dengan budaya penolakan terhadap kehamilan
dan berakhir dengan aborsi sebagai dampak dari seks pra nikah yang terjadi di
beberapa tempat di Indonesia, terjadi pula tanpa terkecuali di Kalimantan Barat
khususnya di Kota Pontianak. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Pontianak tahun 2006 terdapat 163 kasus aborsi atau antara 3,25% dari kehamilan.
Data tersebut belumlah mewakili kondisi sesungguhnya karena persoalan aborsi
seringkali masih ditutup-tutupi sehingga untuk mengungkapkan jumlah data yang
pasti mengenai aborsi masih sangat sulit.
Berdasarkan kenyataan tersebut serta mengingat dampak yang akan ditimbulkan
dapat memberikan gambaran bahwa adanya perubahan sikap dan perilaku seksual
remaja pra nikah itu tentu akan memberikan dampak terhadap hidup mereka,
terutama kesehatan reproduksinya. Hamil dan melahirkan anak di usia muda atau
melakukan aborsi, tertular penyakit seksual, dan di sidang pada pengadilan sosial
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
20. Universitas Indonesia
5
masyarakat yang merupakan dampak dari perilaku seksual remaja pra nikah yang
harus diterima remaja.
Oleh karena itu untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam, khususnya
mengenai perilaku seksual remaja, maka penulis bermaksud mengadakan suatu
penelitian yang berkaitan dengan analisis perilaku hubungan seksual pra nikah pada
remaja di Kota Pontianak. Adapun remaja yang menjadi informan dalam penelitian
ini adalah remaja yang masih berstatus belum menikah.
1.2 Rumusan Masalah
Tingginya kejadian seks pra nikah pada remaja dan dampak yang berkaitan
dengannya terus meningkat. Hal tersebut terlihat dari data yang didapatkan oleh
Centra Remaja PKBI Pontianak yang menemukan sebesar 4,92% remaja pada tahun
2008 sudah berperilaku seksual aktif dan mengalami peningkatan kasus pada tahun
2009 dimana 20 orang yang melakukan konseling terdiri dari 5,05% mitra lama dan
15,15% mitra baru menyatakan pernah melakukan hubungan seks pra nikah.
Sedangkan yang mengalami hamil pra nikah dari mitra lama dan mitra baru yang
melakukan konseling didapatkan 7,07% Berbagai studi yang berbasiskan populasi
telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan perilaku
seks pra nikah pada remaja. Penelitian bertujuan untuk meneliti dan menganalisis
faktor internal dan faktor eksternal dalam sudut pandang kualitatif belum ada
dilakukan di Kota Pontianak padahal analisis faktor-faktor tersebut sangat penting.
Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah faktor internal dan faktor eksternal
apa saja yang menjadi penyebab perilaku hubungan seksual pra nikah pada remaja di
Kota Pontianak.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Dari rumusan permasalahan di atas selanjutnya dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik remaja yang menjadi informan penelitian di Kota
Pontianak?
2. Bagaimanakah gambaran faktor internal penyebab perilaku hubungan seksual pra
nikah pada remaja di Kota Pontianak?
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
21. Universitas Indonesia
6
3. Bagaimanakah gambaran faktor eksternal penyebab perilaku hubungan seksual
pra nikah di Kota Pontianak?
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan dan agar penelitian ini menjadi
lebih terarah secara jelas maka perlu ditetapkan tujuan sebagai berikut:
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah diketahuinya penyebab perilaku hubungan
seksual pra nikah pada remaja di Kota Pontianak
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diperolehnya karakteristik informan remaja pada penelitian di Kota Pontianak
2. Memperoleh gambaran dan informasi mendalam tentang faktor internal penyebab
hubungan seksual pra nikah di kalangan remaja di Kota Pontianak
3. Memperoleh gambaran dan informasi mendalam tentang faktor eksternal
penyebab hubungan seksual pra nikah di kalangan remaja di Kota Pontianak
1.5 Manfaat Penelitian
Pengalaman-pengalaman serta informasi yang didapat dari hasil penelitian ini
diharapkan akan dapat memberikan kontribusi (manfaat) sebagai berikut:
1. Bagi Pengembangan Ilmu Kesehatan Reproduksi
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan reproduksi
remaja dan selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk dikaji
lebih mendalam.
2. Instansi Terkait (Dinas Kesehatan, PKBI dan Dinas Pendidikan)
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dalam dasar
perencanaan penyusun kebijakan, pengembangan program promosi kesehatan
dalam lingkup kesehatan reproduksi, konseling dan pelayanan kesehatan pada
remaja serta perumusan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi yang
disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan remaja.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
22. Universitas Indonesia
7
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan titik tolak bagi
penelitian yang berkaitan dengan perilaku hubungan seksual pada remaja
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data
melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan Focus Group Discussion
(FGD). Penelitian ini dilaksanakan di Kota Pontianak dengan membatasi pada
penyebab perilaku hubungan seksual pra nikah pada remaja di Kota Pontianak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran faktor internal dan faktor
eksternal yang mendorong untuk terjadinya perilaku hubungan seksual pra nikah
pada remaja. Informan dalam penelitian ini adalah remaja yang pernah dan tidak
pernah melakukan hubungan seksual pra nikah. Selanjutnya informan kunci dalam
penelitian ini adalah Orang tua yang memiliki remaja dan Psikolog PKBI di Kota
Pontianak Waktu pelaksanaan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret tahun
2010.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
23. Universitas Indonesia
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme baik yang dapat diamati baik
secara langsung maupun secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2003). Secara lebih
jelas perilaku dapat diartikan suatu respon organisme terhadap rangsangan dari luar
dan respon ini ada dua bentuk yaitu:
1. Respon internal, yakni respon yang terjadi di dalam diri individu dan tidak dapat
dilihat langsung oleh orang lain seperti misalnya berfikir, sikap batin dan
pengetahuan. Perilakunya sendiri masih terselubung yang disebut dengan covert
behaviour.
2. Respon yang berbentuk aktif yakni apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi
secara langsung oleh orang lain. Perilaku disini sudah tampak dalam bentuk
tindakan yang nyata dan disebut overt behaviour.
Menurut Green & Krauter (1991) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
adalah:
1. Faktor predisposisi, yaitu faktor pencetus timbulnya perilaku seperti pikiran dan
motivasi untuk berperilaku, yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dan persepsi yang berhubungan dengan
motivasi individu untuk berperilaku. Variabel demografi seperti status sosial
ekonomi, umur, gender dan jumlah anggota keluarga juga penting sebagai faktor
predisposisi.
2. Faktor pemungkin (enabling factor), yaitu faktor yang memungkinkan suatu
motivasi atau aspirasi terlaksana menjadi perilaku, yang termasuk ke dalam
faktor ini adalah keterampilan, sumber daya pribadi di samping sumber daya
komuniti, keterjangkauan (biaya, jarak, transportasi) sarana dan prasarana.
3. Faktor penguat, yaitu faktor penyerta perilaku yang memberi ganjaran, insentif
atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku
itu, yang termasuk dalam faktor ini adalah sikap dan perilaku (tokoh masyarakat,
tokoh agama, keluarga, petugas, guru atau teman), manfaat sosial, ganjaran nyata
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
24. Universitas Indonesia
9
ataupun tidak nyata yang pernah diterima pihak lain, undang-undang dan
peraturan.
Gambar 2.1 Teori Green & Krauter
Sumber: Greeen & Krauter (1991)
Kar (1989) dalam bukunya Health Promotion Indicators and Action, menjelaskan
bahwa perilaku dipengaruhi oleh:
1. Behavioral intention, niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan
kesehatan atau perawatan kesehatannya
2. Social support, dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya
3. Accessibility of information, ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan
atau fasilitas kesehatan
4. Personal autonomy, otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil
tindakan atau keputusan
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Sikap
Kepercayaan
Keyakinan
Nilai
Persepsi
Faktor Pemungkin
Keterampilan
Sumber daya
Sarana dan
prasarana
Faktor Penguat
Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
atau petugas lain
Manfaat sosial
Undang-undang
dan peraturan
PERILAKU
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
25. Universitas Indonesia
10
5. Action situation, situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak
bertindak.
Sedangkan Spranger dalam Notoatmodjo (2007) mengemukakan kepribadian
seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang dominan pada diri orang
tersebut. Selanjutnya kepribadian tersebut akan menentukan pola dasar perilaku
manusia yang bersangkutan. Determinan perilaku manusia tersebut dianntaranya
dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.2 Determinan Perilaku Manusia
Sumber: Spranger dalam Notoatmodjo (2007)
Beberapa teori yang juga menjelaskan prinsip-prinsip analisis perilaku (Graeff, 1996)
diantaranya:
1. Health Belief Model, model ini menganggap bahwa perilaku kesehatan
merupakan fungsi dari pengetahuan dan sikap. Menurut teori ini perilaku
seseorang ditentukan oleh pertama percaya bahwa mereka rentan terhadap
masalah kesehatan tertentu, kedua mengganggap masalah serius, ketiga meyakini
efektivitas tujuan pengobatan dan pencegahan, keempat tidak mahal, kelima
menerima anjuran untuk mengambil tindakan.
2. Communication/Persuation Model, model ini menegaskan bahwa komunikasi
dapat dipergunakan untuk mengubah sikap dan perilaku kesehatan yang secara
langsung terkait dalam rantai kausal yang sama.
3. Theory of Reasoned Action, menegaskan peran dari niat seseorang dalam
menentukan apakah sebuah perilaku akan terjadi.
Perilaku
Pengalaman
Keyakinan
Fasilitas
Sosio-Budaya
Pengetahuan
Persepsi
Sikap
Keinginan
Kehendak
Motivasi
Niat
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
26. Universitas Indonesia
11
4. Transteoritical Model, menerangkan serta mengukur perilaku kesehatan dengan
tidak bergantung pada perangkap teoritik tertentu.
5. Diffusion of Inovation, menegaskan peran agen-agen perubahan dalam
lingkungan sosial.
6. Social Learning Theory, teori ini menekankan pada hubungan segitiga antara
orang (proses-proses kognitif), perilaku dan lingkungan deterministik resiprokal
dalam suatu proses. Teori ini melihat perilaku sebagai fungsi ”self efficacy (self
confidence)” dan harapan hasil dari seseorang.
2.2 Perilaku Seksual Pra Nikah
Secara biologis perilaku seksual manusia merupakan fungsi kegiatan hormonal,
khususnya kegiatan hormon-hormon seks di dalam tubuhnya. Dalam kehidupan
sesungguhnya interaksi antara berbagai hormon ini jauh lebih rumit daripada yang
kita duga. Dalam tubuh wanita misalnya, estrogen yang merupakan salah satu
hormon seks wanita bertindak sebagai hormon pemicu yang kemudian mencetuskan
reaksi berantai pada hormon-hormon tubuh lainnya dan akhirnya melahirkan
perilaku seksual tertentu (Mohammad, 1998)
Berikut ini adalah pengertian tentang batasan perilaku seksual, aktivitas seksual,
hubungan seksual dan perilaku seksual pra nikah (Martopo, 2004):
1. Perilaku seksual adalah perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan
jenis. Perilaku seksual juga merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara
fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap
hubungan intim, biasanya dilakukan oleh pasangan suami isteri.
2. Aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dorongan
seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin melalui berbagai
perilaku.
3. Hubungan seksual merupakan kontak seksual yang dilakukan berpasangan
dengan lawan jenis atau sesama jenis.
4. Perilaku seks pra nikah adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses
pernikahan yang resmi menurut hukum ataupun agama dan kepercayan masing-
masing individu.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
27. Universitas Indonesia
12
Menurut Kinsey (1965) dalam Hidayana (2001) perilaku seksual manusia meliputi
empat tahapan, yaitu:
1. Bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan sampai dengan
berpelukan
2. Berciuman (kissing), mulai dari ciuman singkat hingga berciuman bibir dengan
mempermainkan lidah (deep kissing)
3. Bercumbu (petting), yaitu menyentuh bagian yang sensitif dari tubuh pasangan
dan mengarah pada pembagkitan gairah seksual.
4. Berhubungan seksual/kelamin (sexual intercourse)
Perilaku seks pra nikah merupakan perilaku seks yang melibatkan sentuhan secara
fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai hubungan intim.
Hubungan ini dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum
maupun hukum agama dan kepercayaan masing-masing individu (Wahyudi, 2000).
Berikut ini menurut Wahyudi (2000) merupakan aktivitas dan perilaku seksual
remaja yang termasuk ke dalam seks pra nikah:
1. Cium basah
Cium basah merupakan aktifitas seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir.
Aktivitas ini menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitakan
dorongan seksual hingga tidak terkendali (Imran, 2000). Dampak yang terjadi
antara lain: jantung menjadi lebih berdebar-debar, menimbulkan sensasi seksual
yang kuat, tertular virus atau bakteri dari lawan jenis, ketagihan, kelenjar-kelenjar
tiroid menjadi aktif dan memperbanyak produksi air liur.
2. Meraba-raba bagian sensitif
Merupakan kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsang seksual meliputi
payudara, leher, paha atas, pantat, alat kelamin dan lain-lain. Bila kegiatan ini
dilakukan maka seseorang akan terangsang secara seksual sehingga melemahkan
kontrol diri dan akal sehat (Imran, 2000). Dampak yang ditimbulkan antara lain:
perasaan ketagihan, terangsang secara seksual dan muncul perasaan dilecehkan.
3. Oral seks
Yaitu memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis. Jika yang
melakukannya laki-laki disebut cunnilungus dan jika yang melakukannya
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
28. Universitas Indonesia
13
perempuan disebut fellatio (Imran, 2000) Dampak yang ditimbulkan adalah:
terkena bibit penyakit, ketagihan, dan sanksi moral atau agama, dapat berlanjut
ke intercouse, memuaskan kebutuhan seks serta penyimpangan seksual.
4. Petting
Merupakan keseluruhan aktifitas seks non intercouse hingga menempelkan alat
kelamin. Dampak yang ditimbulkan: ketagihan, kehamilan, tertular PMS atau
HIV, dapat berlanjut ke intercouse, sanksi moral dan agama, kebutuhan seks
terpuaskan dan robeknya selaput dara.
5. Intercouse
Intercouse merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-
laki ke dalam alat kelamin perempuan.
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja
Terdapat dua faktor yang akan dibahas yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor Internal meliputi: pengetahuan, persepsi dan sikap. Faktor eksternal meliputi
situasi dan kondisi, media massa, pacar, teman sebaya, serta orang tua.
1. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Pengetahuan (knowledge) menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005),
adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya).
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah mencakup apa yang diketahui
oleh seseorang terhadap kesehatan reproduksi meliputi: sistem reproduksi,
fungsi, prosesnya dan cara-cara pencegahan/penanggulangan terhadap
kehamilan, aborsi, penyakit-penyakit kelamin (Notoatmodjo, 2005)
Hasil penelitian PKBI,UNFPA dan BKKBN (2001), di Kupang, Palembang,
Singkawang, Cirebon dan Tasikmalaya, diperoleh pengetahuan dasar responden
tentang kesehatan reproduksi tidak memadai. Tingkat pengetahuan yang rendah
disebabkan informasi utama tentang pengetahuan dasar kesehatan reproduksi
adalah teman (52,6%) yang tidak mempunyai tingkat pengetahuan yang baik dan
cukup tentang kesehatan reproduksi.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
29. Universitas Indonesia
14
Dari survei LDFEUI (1999) ditemukan rendahnya pengetahuan responden
mengenai seksualitas. Salah satu diantaranya adalah adanya anggapan dari 53,9%
responden bahwa jika hanya sekali melakukan hubungan seksual maka tidak
akan menyebabkan kehamilan. Parahnya lagi, dengan keyakinan yang salah
tersebut justru lebih banyak ditemukan pada responden perempuan daripada laki-
laki. Selain itu juga ditemukan sebesar 37,2% laki-laki dan 57% perempuan
pernah mendengar mengenai masa subur, akan tetapi mendengar saja belum
menjamin mereka mengetahui arti yang sebenarnya dari istilah masa subur
tersebut, karena hanya 2,8% dari mereka yang pernah mendengarnya dan
menjawab dengan benar.
Kuatnya keyakinan bahwa remaja tidak boleh melakukan hubungan seksual
sebelum menikah menyebabkan para penegak hukum dan orang tua merasa
khawatir bahwa dengan membahas masalah seksualitas dan alat kontrasepsi
justru akan mendorong remaja melakukan hubugan seksual sebelum menikah.
Akibatnya, pemerintah sangat ragu-ragu dalam mengambil prakarsa untuk
menyebarluaskan, materi-materi informasi, edukasi, dan komunikasi yang
bertujuan untuk menambah dan meningkatkan pengetahuan remaja tentang
seksualitas dan kesehatan reproduksi. Pendidikan seks tidak secara resmi
diberikan di sekolah dan sebagai konsekuensinya, pengetahuan remaja tentang
isu-isu seksualitas dan kesehatan reproduksi sangat terbatas (Iskandar &
Hanafiah, 1998)
2. Persepsi remaja tentang hubungan seksual sebelum menikah
Khisbiyah (1997) mengatakan, dimana beberapa anggapan yang salah tentang
hubunngan seksual diantaranya adalah kehamilan tidak mungkin terjadi bila
hubungan seksual hanya dilakukan satu kali; hanya dilakukan di usia muda;
sebelum dan sesudah menstruasi; antara masa menstruasi; dilakukan dengan
teknis coitus interuptus; atau sesudahnya segera minum soft drinks tertentu. Oleh
karena itu mereka merasa tidak merasa perlu memakai kontrasepsi.
3. Sikap
Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil
tindakan, mampu untuk memilih secara tegas diantara beberapa kemungkinan
(Winkel, 1987). Sikap adalah bentuk respons tertutup seseorang terhadap
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
30. Universitas Indonesia
15
stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi
yang bersangkutan seperti: senang/tidak senang, setuju/tidak setuju, baik/tidak
baik (Notoatmodjo, 2005)
Dari hasil penelitian di Palembang tentang sikap remaja terhadap perilaku
seksual berisiko berat, menunjukkan bahwa 42,5% yang bersifat permisip, yaitu
sikap yang memperbolehkan apa yang dulunya tidak diperbolehkan dengan
alasan tabu (Solha, 2007)
4. Kondisi dan situasi yang mendukung terjadinya hubungan seksual pra nikah
Remaja biasanya berusaha melakukan hubungan seksual pra nikah secara
sembunyi-sembunyi karena alasan takut diketahui oleh orang lain. Namun, belum
tentu usaha yang dilakukannya tersebut menjadikan mereka melakukannya di
luar rumah karena justru temuan dari beberapa penelitian sebelumnya
menemukan sebagian besar dari mereka melakukannya justru di rumah mereka
sendiri. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan
oleh Widiantoro dalam Sarwono (2000) yang mengungkapkan bahwa pasien
remaja putri yang hamil dan datang ke klinik Wisma Pancawarga untuk mencari
jalan keluar didapatkan 80% diantaranya melakukan hubungan seks di rumah.
Kedekatan geografis orang tua dan anak ternyata tidak menjamin selalu
terkontrolnya perilaku seks anak remaja mereka (Hartono, 1998). Mereka justru
tidak ingin mengambil risiko bertemu dengan kenalan orang tuanya baik di hotel
atau tempat umum lainnya. Bagi mereka risiko terlihat di tempat umum lebih
besar daripada di rumah orang tua mereka karena mereka tahu pasti jam orang
tua mereka atau saat orang tua akan berada di luar rumah (Khisbiyah, 1997).
Dengan demikian, bila hubungan seks dilakukan di rumah, mereka akan memilih
saat kedua orang tuanya sedang tidak ada di rumah atau sedang bekerja.
5. Peran Pacar dalam hubungan seks pra nikah remaja
Triatnawati (1999) mengatakan, remaja laki-laki cenderung mempunyai perilaku
seks yang agresif, terbuka, gigih dan terang-terangan serta sulit menahan diri bila
dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal tersebut berakibat pada banyaknya
remaja perempuan yang pada akhirnya menjadi pacarnya mendapatkan
pengalaman pertama hubungan seks sebelum menikah dari pacarnya tersebut.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
31. Universitas Indonesia
16
6. Peran Teman Sebaya Dalam Hubungan Seksual Pra Nikah Remaja
Teman sebaya (peers) adalah anak remaja dengan tingkat usia atau tingkat
kedewasaan yang sama. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh
teman sebaya merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan mereka.
Dikucilkan teman, remaja akan mengalami stress, frustasi dan kesedihan
(Santrock, 2003). Pada sebuah penelitian di Amerika. (Condry dkk, 1968) dalam
(Santrock, 2003), mendapatkan remaja muda laki-laki dan perempuan
menghabiskan waktu 2 (dua) kali lebih banyak dengan teman sebaya daripada
dengan orang tuanya. Menurut Piegat (1932) dan Sulivan (1953) dalam
(Santrock, 2003), bahwa pengaruh teman sebaya bagi remaja dapat menjadi
positif atau negatif.
Menurut Susanto (2006) minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses
tumbuh kembang yang dialami remaja. Yang dimaksud disini bukan sekadar
kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi,
nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam
kelompok tersebut atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam
ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group. Demi geng ini remaja
seringkali dengan rela hati mau melakukan dan mengorbankan apapun hanya
karena sebuah kata-kata ”sakti”, yaitu solidaritas. Demi alasan solidaritas, sebuah
geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota
kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau
tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk
menggunakan narkoba, mencium pacar bahkan melakukan hubungan seks
Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu
menyebarkan pengaruh positif, yaitu kelompok yang selalu memberikan motivasi
(peer motivation), dukungan dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara
positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif.
Prinsipnya perilaku kelompok itu bersifat menular. Karena remaja lebih merasa
nyaman berbicara dengan teman, maka pendidikan sebaya menjadi salah satu
metode untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan seks,
sehingga remaja mendapat informasi yang benar dari teman (Susanto, 2006)
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
32. Universitas Indonesia
17
Penelitian yang dilakukan Damayanti, pada 8.941 pelajar dari 119 SMA dan
yang sederajat di Jakarta menunjukkan perilaku seks pra nikah itu cenderung
dilakukan karena pengaruh teman sebaya yang negatif. Apalagi bila remaja itu
bertumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang kurang sensitif
terhadap remaja. Selain itu, lingkungan negatif juga akan membentuk remaja
yang tidak punya proteksi terhadap perilaku orang-orang disekelilingnya
(Damayanti, 2006)
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Damayanti, penelitian yang
dilakukan oleh Ramba (2008) pada 200 pelajar dari 5 SMA di Kabupaten Timika
Papua, menunjukkan proporsi perilaku seksual berisiko pada remaja yang aktif
berkomunikasi dengan teman (48,8%), lebih besar dibandingkan dengan remaja
yang tidak aktif berkomunikasi dengan teman (25%).
7. Peran Media Massa Dalam Hubungan Seksual Pra Nikah Remaja
Media cetak dan media elektronik merupakan media yang paling banyak dipakai
sebagai penyebarluasan pornografi. Perkembangan hormonal pada remaja dipacu
oleh paparan media massa yang mengundang ingin tahu dan memancing
keinginan untuk bereksperimen dalam aktivitas seksual. Yang menentukan
pengaruh tersebut bukan frekuensinya tapi isu media massa itu sendiri
(Mohammad, 1998).
Dari penelitian yang dilakukan Widaningsih (2008) di Kabupaten Tangerang
terhadap siswa SMA terlihat bahwa dari 406 responden yang terpapar media
cetak, sebanyak 46,60% mempunyai perilaku seksual berisiko berat, sedangkan
dari 74 responden yang tidak terpapar media cetak, sebanyak 33,80% berperilaku
seks risiko berat sehingga diperoleh hasil hubunngan yang bermakna antara
keterpaparan media cetak dengan perilaku seksual remaja.
8. Peran Orang Tua Dalam Hubungan Seksual Pra Nikah Remaja
Menurut Nugroho (2000) orang tua dapat mempengaruhi perilaku seksual
anaknya melalui tiga cara yaitu: komunikasi, bertindak sebagai contoh (role
model) dan pengawasan. Orang tua yang seharusnya pertama kali memberikan
pengetahuan seksual bagi anaknya. Informasi dari teman, film, buku yang hanya
setengah-setengah tanpa pengarahan mudah menjerumuskan.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
33. Universitas Indonesia
18
Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan remaja
karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang meletakkan dasar-
dasar kepribadian remaja. Pola asuh, dinamika dan hubungan antara anggota
keluarga memainkan peranan penting (Suharsa, 2006)
Menurut Marheni dalam Soetjiningsih (2004) pola asuh otoriter yang
menetapkan disiplin yang kaku dan menuntut anak untuk mematuhi aturan-
aturannya membuat remaja menjadi frustasi. Pola asuh permisif dimana orang tua
memberikan kebebasan kepada anak namun kurang disertai batasan-batasan
dalam berperilaku, akan membuat anak mengalami kesulitan dalam
mengendalikan keinginan maupun perilaku untuk menunda pemuasan. Pola asuh
demokratik yang mengutamakan adanya dialog antara remaja dan orang tua akan
lebih menguntungkan bagi remaja.
Gambaran interaksi antara remaja dengan keluarga atau orang tuanya di dalam
membahas masalah kesehatan reproduksi masih kecil. Prosentase orang tua atau
anggota keluarga yang pernah memberikan penjelasan tentang mimpi basah
kepada anak remajanya hanya 21,6% dan sebesar 42,2% remaja yang pernah
mendapat penjelasan tentang haid, bahkan hanya 15,5% remaja yang pernah
mendapat penjelasan tentang hubungan suami istri. Padahal jika melihat hasil
survei yang lain menyebutkan bahwa 92,5% remaja suka mengobrol dengan ibu
di keluarganya, dan 78,4% suka mengobrol dengan ayahnya (Lembaga
Demografi FE-UI, United Nation Population Fund, Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional, 2002). Artinya bahwa ada peluang besar bagi remaja untuk
berkonsultasi atau mendapat informasi yang berhubungan dengan masalah
kesehatan reproduksi termasuk perilaku seks dengan orang tua mereka.
Tidak jauh berbeda Martopo (2004) mengatakan, terjadinya seks pra nikah
disebabkan oleh berbagai faktor, ada yang berasal dari dalam atau faktor internal dan
faktor dari luar diri yang bersangkutan atau faktor eksternal. Faktor internal terdiri
dari:
1. Perspektif biologis, yaitu karena perubahan biologis yang terjadi pada masa
pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan perilaku seksual.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
34. Universitas Indonesia
19
2. Dorongan afeksi, yaitu menyatakan atau menerima ungkapan kasih sayang dan
cinta yang didominasi perasaan kedekatan serta gairah yang tinggi terhadap
pasangannya tanpa komitmen jelas.
3. Dorongan agresif, keinginan untuk menyakiti diri atau orang lain seperti
pemerkosaan, paksaan pacar.
4. Dorongan untuk mendapatkan fasilitas atau materi melalui aktivitas seks
5. Dorongan atau keinginan untuk mencoba atau membuktikan fungsi dan
kemampuan organ seksual.
6. Faktor kepribadian, seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, tolerance for
stress, coping stress, kemampuan membuat keputusan serta nilai-nilai yang
dimiliki.
7. Citra diri menyangkut keadaan tubuh (body image), keinginan untuk dikagumi
lawan jenis atau pasangannya tentang tubuh membuat kontrol diri terhadap
perilaku berkurang.
Sedangkan faktor eksternal penyebab terjadinya seks pra nikah antara lain:
1. Pengaruh orang tua
Kurangnya komunikasi yang terbuka antara orang tua dengan remaja seputar
masalah seksual. Selain itu kurangnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan
seks yang benar dan masih berpandangan jika pendidikan seks merupakan hal
tabu untuk dibicarakan juga mendorong terjadinya penyimpangan perilaku
seksual pada remaja.
2. Pengaruh teman sebaya
Teman sebaya (peer group) adalah remaja yang atas kesadaran, minat dan
kepentingan bersama secara sengaja ataupun tidak sengaja membentuk kelompok
dimana mereka memiliki dan mengembangkan sendiri konsep-konsep tertentu
mengenai lingkungan mereka secara terbuka maupun tertutup (Fedyani &
Martua, 1999)
Pada masa remaja pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga munculnya
penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya.
Informasi yang salah dari teman-teman, dalam hal ini berhubungan dengan
perilaku seks pra nikah, sering menimbulkan rasa penasaran dan membentuk
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
35. Universitas Indonesia
20
serangkaian pertanyaan pada diri remaja. Untuk menjawab pertanyaan itu
sekaligus membuktikan kebenaran informasi yang diterima, remaja cenderung
melakukan dan mengalami perilaku seks pra nikah itu sendiri.
3. Pengaruh media dan televisi
Media cetak dan media elektonik merupakan media yang paling banyak dipakai
sebagai penyebarluasan pornografi. Perkembangan hormonal pada remaja dipacu
oleh paparan media massa yang mengundang ingin tahu dan memancing
keinginan untuk bereksperimen dalam aktivitas seksual. Yang menentukan
pengaruh tersebut bukan frekuensinya tapi isu media itu sendiri. Remaja sering
melakukan imitasi apa yang dilihat melalui media dan televisi. Melalui
observational learning, remaja melihat bahwa dari film barat yang mereka tonton
perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Semakin banyak
pengalaman mendengar, melihat, mengalami hubungan seksual makin kuat
stimulasi yang yang dapat mendorong munculnya perilaku seks (Mohammad,
1998)
4. Perspektif akademik
Remaja dengan prestasi rendah dan terhadap aspirasi rendah cenderung lebih
sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang
baik di sekolah.
2.4 Dampak Perilaku Seks Pra Nikah
Penyaluran atau pelepasan energi seksual pada remaja yang tidak terkendali atau
tidak pada tempatnya akan menimbulkan beberapa dampak yang akan dirasakan oleh
remaja yang melakukan seks sebelum menikah (Soetjiningsih, 2006; Surbakti, 2009)
1. Kehamilan Yang Tidak Dikehendaki (KTD)
Menurut Sugiharta dalam Soetjiningsih (2006) adalah suatu kehamilan yang
karena suatu sebab maka keberadaannya tidak diinginkan oleh salah satu atau
kedua calon orang tua bayi tersebut
2. Bertentangan dengan ajaran agama
Pelepasan atau penyaluran dorongan seksual yang tidak bertanggung jawab
sangat bertentangan dengan ajaran agama yang mengajarkan kesucian dan
kesalehan hidup supaya bisa menjadi rahmat dan berkat bagi orang lain
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
36. Universitas Indonesia
21
3. Bertentangan dengan etika, moral, dan kepatuhan sosial
Melakukan hubungan sesual bukan dengan pasangan yang terikat pernikahan
resmi, jelas merupakan pelanggaran etika, moral dan kepatuhan sosial. Ajaran
etika dan moral sangat menekankan kesantunan, budi pekerti, dan akhlak yang
tinggi.
4. Sumber dari penyebaran berbagai penyakit
Dapat dipastikan seks bebas atau berganti-ganti pasangan adalah sumber
berbagai penyakit, terutama penyakit kelamin yang mengerikan melalui
hubungan seksual antara lain penyakit Gonorrhoe (GO), Siphilis, dan HIV/AIDS.
Merebaknya penyakit AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yang
sampai saat ini belum ditemukan obat penyembuhnya adalah salah satu dampak
seks bebas.
5. Mengakibatkan lonjakan pertumbuhan penduduk
Salah satu risiko seks bebas adalah kehamilan remaja. Jika banyak remaja yang
hamil sehingga terpaksa menikah pada usia muda, maka otomatis terjadi lonjakan
pertambahan penduduk yang luar biasa besar, tetapi dengan kualitas yang buruk.
6. Menimbulkan keresahan sosial
Hubungan seksual pada remaja tentu saja menimbulkan keresahan sosial karena
selain berpotensi mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan, juga
bertentangan dengan nilai-nilai luhur budaya, ajaran agama, dan kepatuhan
sosial. Selain ajaran agama, ajaran luhur budaya tradisional sangat menekankan
keharmonisan hidup. Jika terjadi guncangan sosial akibat pelanggaran etika dan
moral, maka hal tersebut pasti menimbulkan keresahan sosial.
7. Merusak generasi muda
Melakukan hubungan seks pada usia muda sudah pasti merusak generasi muda
karena dampak hubungan seksual tersebut mengakibatkan berbagai penyakit
sosial yang gawat. Mentalitas mereka akan rusak dan kemampuan menahan diri
buruk. Jika terjadi kehamilan pada usia muda, baik secara fisik maupun mental
mereka belum siap menjadi orang tua sehingga generasi yang dilahirkan akan
mendapatkan pola asuh yang tidak benar
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
37. Universitas Indonesia
22
8. Menghancurkan masa depan para remaja
Hubungan seks pada masa remaja, jelas menghancurkan masa depan mereka
karena jika terjadi kehamilan, mereka akan menjadi orang tua dan harus memikul
tanggung jawab yang demikian besar. Selain itu, kehilangan kegadisan bagi
remaja perempuan pasti meyebabkan beban psikologis yang santa besar. Semua
ini merupakan unsur yang menghancurkan masa depan mereka.
9. Menimbulkan perasaan bersalah
Hubungan seksual yang dilakukan dengan tidak mengindahkan hukum, kaidah,
dan norma-norma, jelas merupakan perbuatan tercela karena melanggar etika,
moral, dan kepatuhan sosial. Dampaknya, selalu menimbulkan penyesalan dan
pelakunya terus-menerus dikejar-kejar remaja yang telanjur melakukan hubungan
seks pra nikah selalu dihantui perasaan bersalah.
10. Merusak organ-organ reproduksi mereka
Terlalu cepat melakukan hubungan seksual dapat mengakibatkan kerusakan pada
organ-organ reproduksi mereka. Apalagi jika mereka melakukan hubungan
seksual dengan pasangan yang berganti-ganti, maka kesehatan organ-organ
reproduksi mereka berada dalam ancaman bahaya.
11. Meningkatkan pengangguran dan beban negara
Remaja yang terlalu cepat melakukan huungan seksual sangat berisiko terhadap
berbagai kemungkinan negatif, seperti kehamilan yang tidak diinginkan, putus
sekolah, tidak produktif, pengetahuan rendah, keterampilan rendah dan
produktivitas rendah. Semua ini sangat berpotensi meningkatkan jumlah
pengangguran sehingga menjadi beban negara.
2.5 Remaja
2.5.1 Definisi Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin Adolescere = adulus yang
artinya menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Biasanya ada
pada rentang umur 21-24 tahun. Adolesen lebih ditekankan untuk menyatakan
perubahan psikososial yang menyertai pubertas (Soetjiningsih; 2004 Monks, Knoers
dan Haditono, 2004)
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
38. Universitas Indonesia
23
Berdasarkan berbagai kepentingan dan umur kronologis, terdapat berbagai definisi
tentang remaja diantaranya adalah:
1. WHO (1997) menetapkan bahwa adalah semua orang yang berusia antara 10-19
tahun. Kemudian kelompok ini dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu masa remaja
awal/dini (early adolescence) untuk usia 10-14 tahun dan late adolescence dari
usia 15-19 tahun.
2. Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak, remaja
adalah individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah.
3. Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap sudah
remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu umur 16 tahun untuk
anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.
4. Undang-Undang Perburuhan menetapkan bahwa anak remaja apabila telah
mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat untuk
tinggal.
Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena
merupakan masa terjadinya pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja
merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa (Depkes RI,
2005)
Freud dan Erikson (1987), berpendapat bahwa perkembangan di masa remaja penuh
dengan konflik. Pernyataan ini tercermin dalam teori mereka tentang perkembangan
manusia. Menurut pandangan teoritis kedua, masa remaja bukanlah masa yang penuh
dengan konflik seperti yang digambarkan oleh pandangan yang pertama. Banyak
remaja yang mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan yang terjadi pada
dirinya, serta mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan kebutuhan dan
harapan dari orang tua dan masyarakatnya. (Latifah, 2008)
2.5.2 Batasan Umur Remaja
Menurut Sarwono (2003), di Indonesia batasan remaja yaitu 11-24 tahun dan belum
menikah dengan pertimbangan-pertimbangan:
1. Usia 11 tahun ádalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder
mulai tampak.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
39. Universitas Indonesia
24
2. Di masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baliq, baik menurut
adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka
sebagai anak-anak.
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa
seperti tercapainya indentitas diri (ego identity), tercapainya fase genital dari
perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif
maupun moral.
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang
bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada
orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa, belum bisa
memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan perkataan lain, orang-
orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan
kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan sebagai
remaja.
Sedangkan menurut Depkes RI (2007) masa remaja dibedakan dalam:
1. Masa remaja awal 10-13 tahun
2. Masa remaja tengah 14-16 tahun
3. Masa remaja akhir 17-19 tahun
Masa remaja juga merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa. Pada masa ini banyak terjadi perubahan baik dalam hal fisik maupun psikis.
Perubahan-perubahan tersebut dapat mengganggu batin remaja. Kondisi ini
menyebabkan remaja dalam kondisi rawan dalam menjalani proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Kondisi ini juga diperberat dengan adanya globalisasi yang
ditandai dengan makin derasnya informasi (Depkes RI, 2007)
2.5.3 Ciri-ciri Masa Remaja
Seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang waktu kehidupan,
masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode
sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1994) dalam Widaningsih (2008) mengemukakan
ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut:
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
40. Universitas Indonesia
25
1. Masa remaja sebagai periode yang penting
Walaupun masa periode dalam kehidupan ini penting, namun kadar
kepentingannya berbeda-beda. Terdapat beberapa periode yang lebih penting
dibandingkan dengan periode lainnya, karena akibat langsung terhadap sikap dan
perilaku dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Pada
periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjangnya tetap
sama pentingnya.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan disini tidak berarti terputus dengan masa sebelumnya tetapi merupakan
peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara
berkesinambungan. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan memberi
dampak pada tahap perkembangan selanjutnya. Pada masa ini remaja bukan lagi
seorang anak tetapi juga bukan seorang dewasa. Status ini menguntungkan
karena memberi waktu pada remaja untuk membentuk gaya hidup dan
menentukan pola perilaku, nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang
diinginkannya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan
Sejak awal masa remaja dimana perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan
perilaku dan sikap juga berkembang. Terdapat 4 (empat) perubahan yang terjadi
pada masa remaja, yaitu:
a. Perubahan emosi
Meningkatnya emosi yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan
fisik dan psikologis yang terjadi. Karena perubahan emosi biasanya terjadi
lebih cepat selama awal masa remaja, maka meningkatnya emosi lebih
menonjol pada masa awal periode akhir masa remaja.
b. Perubahan tubuh, minat dan peran
Perubahan tubuh, minat dan peran sesuai dengan yang diharapkan oleh
kelompok sosial. Hal ini akan menimbulkan masalah baru yang lebih banyak
dan lebih sulit diselesaikan oleh remaja dibandingkan dengan masalah yang
dihadapi sebelumnya. Remaja akan tetap merasa ditimbun masalah sampai
dia sendiri menyelesaikannya.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
41. Universitas Indonesia
26
c. Perubahan minat dan pola perilaku
Dengan adanya perubahan minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai yang
dianut juga berubah. Nilai yang pada masa kanak-kanak dianggap penting,
pada masa remaja menjadi tidak penting lagi.
d. Perubahan sikap
Perubahan sikap menyebabkan remaja menjadi ambivalen. Disatu pihak
remaja menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi di pihak lain remaja
yang sering merasa takut untuk bertanggung jawab akan akibatnya dan
meragukan kemampuannya untuk mengatasi masalah yang akan timbul.
4. Masa remaja sebagai masa bermasalah
Masalah remaja seringkali menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini
terjadi karena pertama remaja tidak mempunyai pengalaman dalam mengatasi
masalah karena sepanjang masa anak-anak bila ada masalah selalu diselesaikan
oleh orang tua. Kedua karena remaja merasa dirinya mandiri dan merasa mampu
mengatasi masalahnya sendiri tanpa minta bantuan orang lain. Akibatnya
seringkali terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
5. Masa remaja sebagai usia mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa
peran dirinya di masyarakat. Pada awal masa remaja penyesuaian diri dengan
kelompoknya masih tetap penting bagi remaja. Lambat laun remaja mulai
mendambakan identitas diri, remaja tidak puas lagi bila dirinya sama dengan
orang kebanyakan. Remaja ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu,
sementara pada saat yang sama remaja ingin mempertahankan dirinya terhadap
kelompok sebaya.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa remaja mempunyai arti yang
bernilai, tetapi banyak pula yang bersikap negatif dan seteotif bahwa remaja
adalah anak-anak yang tidak dapat dipercaya, tidak rapih dan cenderung
berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus selalu
mengawasi dan membimbing mereka.
Pandangan seperti ini akan menyebabkan masa peralihan remaja ke masa dewasa
menjadi sulit karena orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
42. Universitas Indonesia
27
mencurigai remaja sehingga akan timbul pertentangan antara orang tua dengan
remaja serta menyebabkan adanya jarak diantara keduanya.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja seringkal memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik
dalam melihat dirinya sendiri maupun melihat orang lain. Mereka belum mampu
melihat secara apa adanya dan apabila ada ketidaksesuaian antara yang
diharapkan dengan kenyataannya maka remaja akan meningkat emosinya.
8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Dengan berlalunya usia belasan maka remaja menjadi gelisah untuk
meninggalkan stereotip yang negatif dan berusaha memberi kesan seorang yang
hampir dewasa misalnya dalam berpakaian dan bertindak.
Remaja mulai memusatkan perhatian pada perilaku yang dihubungkan dengan
status orang dewasa seperti perilaku merokok, minum-minuman keras,
mengggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perubahan seksual. Dengan
berperilaku seperti itu, remaja beranggapan akan memberikan citra remaja yang
diinginkan.
Beberapa masalah yang sering dihadapi oleh remaja dalam kaitannya dengan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya :
a. Kesulitan dalam hubungannya dengan orang tua
b. Masalah keretakan keluarga
c. Masalah dengan teman sebaya
d. Kesulitan belajar dan mendapat pekerjaan
e. Masalah penyalahgunaan obat
f. Masalah seksualitas
2.5.4 Pertumbuhan Somatik Remaja
Pada masa pra remaja pertumbuhan lebih cepat daripada masa pra sekolah,
keterampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain berkelompok
dengan teman yang berjenis kelamin sama. Anak perempuan dua tahun lebih cepat
memasuki remaja bila dibandingkan dengan anak laki-laki. Masa ini merupakan
masa transisi dimana terjadi pacu tumbuh berat badan dan tinggi badan yang disebut
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
43. Universitas Indonesia
28
sebagai pacu tumbuh adolesen, terjadi pertumbuhan yang pesat dari alat-alat kelamin
dan timbulnya tanda-tanda seks sekunder (Soetjiningsih, 2004). Di bawah ini ciri
pertumbuhan somatik.
1. Perubahan adalah ciri utama dari proses biologis pubertas, pada masa ini terjadi
pertumbuhan yang cepat dari tinggi badan dan berat badan, perubahan komposisi
tubuh dan jaringan, timbulnya tanda-tanda seks primer dan sekunder.
2. Perubahan somatik sangat bervariasi dalam umur saat mulai dan berakhirnya,
kecepatan dan sifatnya tergantung pada masing-masing individu.
3. Setiap remaja mengikuti sekuen/urutan yang sama dalam pertumbuhan
somatiknya.
4. Timbulnya ciri-ciri seks sekunder merupakan manifestasi somatik dari aktivitas
gonad dan dibagi dalam beberapa tahap berurutan. Tanner menyebutnya sebagai
Sexual Maturity Rating (SMR) atau tingkat kematangan seksual (TKS).
5. Perubahan somatik mengalami perubahan disebabkan adanya perbaikan gizi dan
lingkungan. Selain itu faktor etnik juga mempengaruhi mulainya masa remaja.
Terdapat ciri yang pasti dari pertumbuhan somatik pada remaja yaitu peningkatan
masa tulang, otot, massa lemak, kenaikan berat badan, perubahan biokimia. Selain
itu terdapat kekhususan (sex specific) seperti pertumbuhan payudara pada remaja
perempuan dan rambut muka (kumis,jenggot) pada remaja laki-laki.
2.6 Kerangka Teori
Berdasarkan teori perilaku yang telah dikemukakan pada tinjauan pustaka di atas
oleh Spranger dalam Notoatmodjo (2007) serta Green & Krauter (1991), terdapat
beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku pada seseorang, namun hanya
beberapa determinan perilaku yang dianggap peneliti dominan dan diadopsi serta
dimodifikasi dari kedua teori tersebut dan memiliki unsur-unsur yang dibutuhkan
dalam penelitian ini serta menjadi sandaran teoritis dalam penentuan kerangka
konsep penelitian.
Menurut Greeen & Krauter (1991) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
adalah:
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
44. Universitas Indonesia
29
1. Faktor predisposisi, yaitu faktor pencetus timbulnya perilaku seperti pikiran dan
motivasi untuk berperilaku
2. Faktor pemungkin (enabling factor), yaitu faktor yang memungkinkan suatu
motivasi atau aspirasi terlaksana menjadi perilaku.
3. Faktor penguat, yaitu faktor penyerta perilaku yang memberi ganjaran, insentif
atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku
itu.
Sedangkan Spranger dalam Notoatmodjo (2007) mengemukakan kepribadian
seseorang ditentukan oleh salah satu nilai budaya yang dominan pada diri orang
tersebut. Selanjutnya kepribadian tersebut akan menentukan pola dasar perilaku
manusia yang bersangkutan.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
45. Universitas Indonesia
30
BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Peneliti dalam hal ini ingin menggali secara mendalam fenomena perilaku hubungan
seksual pra nikah pada remaja pelajar di Kota Pontianak. Berdasarkan teori yang
telah dikemukakan oleh Spranger dalam Notoatmodjo (2007) serta Green & Krauter
(1991), terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku hubungan seksual
pra nikah pada remaja, namun terdapat beberapa determinan perilaku yang dianggap
peneliti dominan dan diadopsi serta dimodifikasi dari kedua teori tersebut sesuai
dengan kebutuhan penelitian, maka penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa
faktor saja dan dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal dalam penelitian ini yaitu pengetahuan, persepsi dan sikap. Faktor
eksternal dalam hal ini adalah situasi dan kondisi, pacar, teman sebaya, media massa
dan orang tua. Apabila terdapat faktor lain di luar dugaan peneliti, maka peneliti
berharap dapat menemukannya pada saat pengambilan data dengan metode
wawancara mendalam dan FGD dengan demikian, jika digambarkan kerangka
konsep dalam penelitian ini menjadi sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Internal
Pengetahuan
Persepsi
Sikap
PERILAKU SEKS
PRA NIKAHFaktor Eksternal
Situasi dan
Kondisi
Media massa
Pacar
Teman sebaya
Orang tua
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
46. Universitas Indonesia
31
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional yang ingin diteliti adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui informan tentang hubungan seksual
pra nikah
2. Persepsi adalah pandangan informan tentang hubungan seksual pra nikah, risiko
dan akibatnya
3. Sikap adalah keyakinan seorang informan mengenai hubungan seksual pra nikah
dan memberikan dasar pada informan tersebut untuk membuat respons atau
berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya
4. Situasi dan kondisi adalah keadaan yang mendukung dan memungkinkan
terjadinya hubungan seksual pra nikah pertama kali dan selanjutnya pada remaja
5. Pacar adalah pasangan lawan jenis tanpa ikatan pernikahan dan mempunyai
hubungan batin yang mendorong terjadinya hubungan seksual pra nikah
6. Teman sebaya adalah adanya interaksi atau pertemanan yang kuat antara individu
satu dengan individu yang lainnya (biasanya seusia) yang mendorong terjadinya
hubungan seksual pra nikah
7. Media massa adalah alat penyampai informasi baik dalam bentuk audio, visual
maupun audio-visual yang mendorong terjadinya seksual pra nikah pada remaja
8. Orang tua adalah bagian dari keluarga yang merupakan kepala keluarga dalam
hal ini ayah dan ibu serta peran atau pola asuh yang mendorong terjadinya
hubungan seksual pra nikah
9. Perilaku seks pra nikah adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses
pernikahan yang resmi menurut hukum ataupun agama dan kepercayan masing-
masing individu
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
47. Universitas Indonesia
32
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif
melalui wawancara mendalam dan FGD. Alasan pemilihan metode ini adalah untuk
memahami makna yang melandasi remaja dalam melakukan seks pra nikah serta
mendapatkan alasan dari tindakan tersebut dan mendapatkan gambaran informasi dan
jawaban serta analisis yang lebih mendalam mengenai penyebab perilaku hubungan
seksual pra nikah pada remaja pelajar di Kota Pontianak.
Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2006) mendefinisikan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Pontianak. Adapun alasan pemilihan lokasi
karena Kota Pontianak merupakan ibu kota Propinsi Kalimantan Barat dimana
informasi dari berbagai media (cetak, elektronik, multimedia/internet, dan lain-lain)
sangat mudah dan cepat diakses oleh remaja-remaja di kota tersebut, baik yang
berdampak positif maupun negatif. Selain itu faktor kedekatan dengan lokasi
penelitian dan kemudahan dalam mendapatkan sumber informasi melalui informan
sangat diperlukan guna tercipta suasana yang mendukung dan tidak menimbulkan
beban bagi peneliti maupun informan.
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret tahun
2010.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
48. Universitas Indonesia
33
4.3 Informan Penelitian
Pemilihan informan dilakukan berdasarkan prinsip:
1. Kesesuaian (Appropriateness), sampel dipilih berdasarkan kesesuaian dengan
topik penelitian
2. Kecukupan (Adequacy), jumlah informan dianggap cukup jika data yang didapat
telah menggambarkan seluruh fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian.
Untuk memilih responden atau informan yang memenuhi kriteria suatu penelitian,
peneliti harus menetapkan kriteria responden terlebih dahulu, artinya siapa saja orang
yang tepat, yang kompeten, yang bisa memberikan informasi dan informasinya bisa
dipercaya kebenaran dan akurasinya (Hamidi, 2008). Sumber informan dalam
penelitian ini adalah remaja pelajar dan psikolog PKBI. Adapun kriteria informan
yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Remaja Pria dan Wanita serta berstatus belum menikah
2. Remaja yang pernah dan tidak pernah melakukan hubungan seksual pra nikah
3. Informan kunci dalam penelitian ini adalah orang tua dan Psikolog PKBI
4. Bertempat tinggal di Kota Pontianak.
Sumber data dipilih secara Purposive yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan
tertentu. Menurut Faisal (1990) dalam Sugiyono (2006), untuk memperoleh data dan
teknik penentuan informan terhadap tujuan tertentu tersebut, sumber data (informan)
yang dipilih adalah orang-orang yang menguasai atau memahami, mempunyai waktu
dan terkait langsung dengan penelitian. Teknik penentuan data ini juga dapat
dilakukan secara insidental, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan
peneliti dapat digunakan sebagai informan apabila dipandang orang yang kebetulan
ditemui tersebut cocok sebagai sumber data. Sumber data terdiri dari informan
remaja yang pernah melakukan hubungan seksual, informan remaja yang tidak
pernah melakukan hubungan seksual serta informan kunci yaitu orang tua dan
psikolog dari PKBI. Banyaknya sumber data (informan) ditentukan oleh
pertimbangan informan yaitu penentuan informan dianggap telah memadai apabila
telah sampai kepada tahap redundancy atau data telah jenuh dan apabila ditambah
informan lagi tidak memberikan informasi yang baru atau informan selanjutnya
boleh dikatakan bahwa tidak lagi diperoleh tambahan informasi yang baru dan cukup
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
49. Universitas Indonesia
34
berarti. Penentuan informan sumber data ini masih bersifat sementara dan akan
berkembang kemudian setelah penulis di lapangan. Sehingga dalam penelitian ini
jumlah informan pasti dan dijadikan sumber data jumlahnya dapat diketahui setelah
penelitian selesai.
Kronologis untuk mendapatkan informan:
Pencarian informan remaja yang sesuai dengan tujuan penelitian ini dilakukan
dengan teknik snowball antara lain melalui kenalan dan teman-teman. Sementara itu,
informan psikolog PKBI didapat melalui pengajuan permohonan izin meneliti dari
pihak Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Setelah mendapatkan
izin dari lembaga tersebut, kemudian dilakukan pendekatan kepada informan dengan
menjelaskan maksud dan tujuan. Setelah informan memahami, peneliti bersama
informan mengadakan perjanjian pertemuan selanjutnya untuk diadakan wawancara.
Jumlah total informan dalam penelitian ini adalah 18 orang yang terdiri dari:
1. Informan remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pra nikah berjumlah
4 orang yang terdiri dari 2 pria dan 2 wanita serta belum pernah menikah dan
pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview).
Pelaksanaan wawancara mendalam pada masing-masing informan dilakukan
dalam waktu 1,5-2 jam dengan mengajukan kontrak waktu pada satu hari
sebelum wawancara medalam tersebut dilaksanakan. Diperlukan pula waktu bagi
peneliti untuk membina kepercayaan kepada informan agar mereka percaya
bahwa identitas mereka akan dijamin kerahasiaanya dengan membacakan
terlebih dahulu formulir persetujuan bagi informan agar mereka merasa lebih
tenang dan akan bisa menyampaikan informasi yang peneliti butuhkan dengan
terbuka
2. Informan remaja yang belum pernah melakukan hubungan seksual pra nikah
terdiri dari 1 kelompok pria yang terdiri dari 6 orang dan 1 kelompok wanita
yang juga terdiri dari 6 orang. Kedua kelompok remaja tersebut masih berstatus
sebagai pelajar di salah satu SMU favorit di Kota Pontianak. Pengumpulan data
dari dua kelompok remaja ini dilakukan dengan FGD
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
50. Universitas Indonesia
35
3. Informan kunci (informan yang mengetahui banyak tentang perilaku seksual pra
nikah) berjumlah 2 orang yang terdiri dari 1 orang Psikolog PKBI di Kota
Pontianak dan 1 orang sebagai orang tua yang memiliki anak remaja.
Pada tabel 4.1 dapat dilihat sumber informasi, metode, jumlah informan, kriteria
pemilihan informan dan tempat pengumpulan data
Tabel 4.1 Sumber Informasi, Metode, Jumlah Informan, dan Tempat
Sumber Informasi Metode Jumlah Kriteria Tempat
Informan remaja WM 4 orang Remaja yang
pernah
melakukan
hubungan
seksual pra
nikah
PKBI dan
Cafe
Informan remaja FGD 2 kelompok
@ 6 orang
Remaja yang
belum pernah
melakukan
hubungan
seksual pra
nikah
Fresh &
Resto Cafe
Informan kunci:
Psikolog PKBI
Orang tua
WM
WM
1 orang
1 orang
Pengelola
Program
Remaja
Orang tua yang
memiliki anak
remaja
PKBI
Rumah
Jumlah 18 orang
4.4 Metode Pengumpulan Data
1. Cara Pengumpulan Data
a. Wawancara Mendalam
Untuk mendapatkan informasi selengkap mungkin dalam rangka menjawab
permasalahan penelitian, upaya pengumpulan data ditempuh dengan cara
melakukan wawancara mendalam (indepth interview), ini dilakukan karena
masalah yang ingin di diskusikan sangat sensitif sehingga informan tidak
bersedia untuk berbicara terbuka atau tidak produktif akan menghambat
tanggapan dan mengaburkan makna yang diperoleh.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
51. Universitas Indonesia
36
Wawancara mendalam atau indepth interview merupakan salah satu teknik
pengumpulan data kualitatif, dimana wawancara dilakukan antara seorang
responden dengan pewawancara yang terampil, yang ditandai dengan
penggalian yang mendalam dan menggunakan pertanyaan terbuka (Kresno,
dkk 1999)
Pelaksanaan wawancara menyangkut pewawancara dengan terwawancara.
Pada pelaksanaan wawancara dalam hal ini peneliti berusaha untuk senantiasa
menepati janji, terutama janji waktu agar tidak merusak jadwal yang telah
susah payah disusun dan dilakukan kontrak waktu dengan informan. Jika
karena keadaan tertentu peneliti terpaksa terlambat, peneliti segera memberi
tahu terlebih dahulu kepada informan. setelah bertemu dengan informan,
peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan
tujuan kegiatan penelitian. Pewawancara memberikan jaminan bahwa
kerahasiaan terwawancara tidak akan terbongkar. Tempat pelaksanaan
wawancara mendalam dilakukan pada satu ruangan khusus konseling yang
difasilitasi oleh pihak PKBI dan beberapa informan dilakukan pada sebuah
kafe. Wawancara dimulai dengan mengemukakan topik yang umum seputar
identitas pribadi informan dan ketika dalam berkomunikasi sudah dirasakan
nyaman selanjutnya wawancara dilanjutkan pada topik pembicaraan yang
ingin diteliti. Pada pelaksanaan dalam wawancara mendalam ini, pewancara
dipandu dengan pedoman wawancara dan perekam data dengan Multi Player
4 (Mp4) dengan memperoleh persetujuan informan terlebih dahulu. Hasil
wawancara kemudian di dokumentasikan dengan menggunakan catatan
lapangan alat perekam sehingga peneliti tidak kehilangan data dan keabsahan
data dapat dipertanggungjawabkan. Wawancara mendalam pada penelitian ini
dilakukan kepada remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pra
nikah, psikolog PKBI dan orang tua yang memiliki anak remaja.
b. Focus Group Discussion (FGD)
Teknik Pengumpulan data bagi informan remaja yaitu dengan menggunakan
Focus Group Discussion (FGD). FGD merupakan salah satu teknik dalam
mengumpulkan data kualitatif, dimana kelompok orang berdiskusi dengan
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
52. Universitas Indonesia
37
pengarahan dari seorang moderator atau fasilitator mengenai suatu topik
(Kresno dkk, 1999)
Kegiatan FGD yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan pada dua
kelompok remaja yang belum pernah melakukan hubungan seksual pra nikah
di sebuah kafe dipandu dengan pedoman FGD dan direkam dengan Mp4.
Peserta diskusi masing-masing kelompok informan berjumlah 6 orang.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan pendamping yang membantu
dalam proses penelitian dan merangkap sebagai notulen dalam proses FGD.
4.5 Alat Penelitian
4.5.1 Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara mendalam dan FGD menjadi patokan untuk menggali
informasi kepada informan, disamping itu juga dapat menjadi pengontrol fokus
penelitian dan meminimalisir terjadinya kekurangan data yang ingin didapatkan.
Jawaban yang berkualitas tentunya berasal dari pertanyaan yang berkualitas pula.
Oleh karena itu dalam merancang pertanyaan perlu dipikirkan secara matang
mengenai aspek-aspek pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pertanyaan
merupakan inti dari wawancara di dalam FGD maupun wawancara mendalam, oleh
karena itu pertanyaan harus dibuat dan diseleksi terlebih dahulu agar dapat diperoleh
informasi yang maksimal (Kresno, dkk 1999)
Pedoman wawancara mendalam dan FGD dibuat sesuai dengan jenis kelompok
informan namun tetap berpedoman pada tema yang hendak digali. Dalam
pelaksanaannya, peneliti juga secara fleksibel mengembangkan pertanyaan sesuai
dengan perkembangan informasi dari informan namun tetap berpedoman pada tujuan
penelitian.
4.5.2 Alat Bantu Penelitian
Catatan lapangan digunakan untuk mencatat hal-hal yang tidak dapat ditangkap oleh
alat perekam (Mp4), seperti bahasa tubuh atau situasi saat wawancara. Catatan
lapangan akan membantu peneliti untuk mengingat semua informasi atau data yang
terdapat di lapangan sehingga memudahkan untuk melakukan analisis
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
53. Universitas Indonesia
38
Alat perekam secara manual berupa Mp4 yang mampu merekam data secermat
mungkin, apalagi jika wawancara berlangsung cukup lama dan intensif sehingga
dapat meminimisasi peluang kehilangan informasi penting dari informan.
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.1 Tahap Persiapan
Sebelum mengadakan pengumpulan data, dilakukan beberapa tahap kegiatan, yaitu
langkah Pertama, pengurusan izin penelitian dengan membawa surat dari Program
Pasca Sarjana FKM-UI, yang ditujukan kepada Instansi terkait di Kota Pontianak
untuk memperoleh izin, dukungan yang diperlukan dalam kelancaran proses
penelitian.
Setelah izin penelitian diperoleh dari instansi yang bersangkutan, dilakukan langkah
Kedua, yaitu melakukan pendekatan ke PKBI serta Dinas Pendidikan Kota
Pontianak yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian untuk memperoleh
dukungan, gambaran umum maupun sasaran informan. Dalam kesempatan ini
dibicarakan pula bagaimana cara menghubungi remaja yang pernah dan tidak pernah
melakukan hubungan seksual pra nikah serta yang pernah datang dan berkonsultasi
di PKBI Kota Pontianak.
Langkah Ketiga, melakukan persiapan pedoman wawancara mendalam serta FGD,
persiapan dan pengecekan alat bantu (Mp4), baterai cadangan, notes dan alat tulis.
4.6.2 Tahap Pelaksanaan
Pengumpulan data dilakukan secara bertahap, yaitu Pertama, membuat kesepakatan
kesediaan wawancara (inform consent) dengan informan dan informan kunci.
Kedua, melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci yaitu informan
yang mengetahui banyak tentang perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja.
Sebagai informan kunci adalah psikolog PKBI dan orang tua. Ketiga, melakukan
wawancara mendalam dan FGD dengan remaja, yang menjadi informan dalam
penelitian ini dan sesuai dengan topik serta tujuan yang ingin didapatkan oleh
peneliti. Selama wawancara, pertanyaan dikembangkan jika terdapat istilah baru atau
informasi yang kurang jelas dari informan. Setelah informasi yang didapatkan
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
54. Universitas Indonesia
39
dirasakan cukup untuk sementara, wawancara akan ditutup dengan kesepakatan
bahwa peneliti akan menghubungi informan jika sekiranya masih ada hal-hal yang
perlu dipertanyakan.
Setelah wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah selesai dilakukan,
segera dilakukan pengecekan kembali untuk memastikan tidak ada informasi yang
hilang selama proses wawancara dengan cara mendengarkan kembali rekaman hasil
wawancara. Disaat yang bersamaan dibuat catatan lapangan secara ringkas dan
segera dikembangkan.
4.7 Analisa Data
Analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982) dalam (Moleong, 2006) adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Teknik analisa data pada penelitian ini, dilakukan secara terus menerus yaitu pada
saat pengumpulan data berlangsung, serta setelah selesai pengumpulan data dalam
waktu tertentu. Pada saat melaksanakan wawancara mendalam (indepth interview)
serta diskusi kelompok terarah, peneliti sudah melakukan analisa terhadap jawaban
informan yang diwawancarai. Apabila dalam proses analisa terdapat jawaban yang
kurang memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai
diperoleh data yang sudah jenuh dan dianggap sesuai
Prinsip pokok tehnik analisa ialah mengolah dan menganalisa data-data yang
terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna.
Untuk memudahkan peneliti dalam pengolahan data terlebih dahulu data yang
diperoleh melalui wawancara mendalam dan FGD yang semula masih berupa
rekaman dalam Mp4, di ubah menjadi bentuk transkrip. Langkah selanjutnya yaitu
mengorganisasi data, cara ini dilakukan dengan membaca berulang kali data
transkrip yang ada sehingga peneliti dapat menemukan data yang sesuai dengan
penelitianya dan membuang data yang tidak sesuai. Yang kedua membuat kategori,
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
55. Universitas Indonesia
40
menentukan tema dan pola, langkah kedua ini menentukan kategori dimana peneliti
harus mampu mengelompokkan data yang ada ke dalam suatu kategori dengan tema
masing-masing sehingga pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas. Tahap
ketiga mencari eksplanasi data, pada tahap ini peneliti memberikan keterangan yang
masuk akal terhadap data dan peneliti harus mampu menerangkan data tersebut
didasarkan pada hubungan logika makna yang terkandung dalam data tersebut.
Tahap yang keempat adalah menulis laporan, dalam laporan peneliti harus mampu
menuliskan kata, frase dan kalimat serta pengertian secara tepat yang sehingga dapat
digunakan untuk mendiskripsikan data dan hasil analisanya.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan
induktif umum (Thomas, 1997) dalam (Moleong, 2006). Pendekatan induktif
dimaksudkan untuk membantu pemahaman tentang pemaknaan dalam data yang
rumit melalui pengembangan tema-tema yang diikhtisarkan dari data kasar.
Pendekatan ini jelas dalam analisis data kualitatif.
4.8 Pengujian Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif ini, untuk menetapkan keabsahan data adalah dengan
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
4.8.1 Triangulasi
1. Langkah pertama dengan triangulasi dari berbagai sumber data yaitu dengan
melakukan cross check data dari sumber yang lain dengan informan yang
berbeda serta mengkomparasikan hasil temuan data dari informan satu dengan
lain ditempat dan waktu yang berbeda.
a. Melakukan cross check data dengan fakta dari sumber yang lainnya, dalam
penelitian ini dilakukan cross check antara jawaban informan yang pernah
melakukan hubungan seksual pra nikah dengan jawaban dari informan kunci.
b. Menggunakan kelompok informan yang sangat berbeda, dalam penelitian ini
terdapat informan remaja yang pernah dan tidak pernah melakukan hubungan
seksual pra nikah serta informan kunci.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
56. Universitas Indonesia
41
2. Triangulasi metode, dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam secara
langsung terhadap perilaku seksual subjek dan ditambah dengan Focus Group
Discussion (FGD).
3. Triangulasi teoritik, yaitu data yang diperoleh saat di lapangan dan setelah dari
lapangan diabstraksikan dengan perspektif teoritik yang relevan atau
berhubungan.
4.8.2 Audit Trial
Selanjutnya peneliti melakukan audit trial untuk memeriksa keakuratan data yang
telah berupa rekaman dari hasil wawancara mendalam, memeriksa analisis data yang
telah berupa rangkuman, konsep-konsep dan proses penelitian yang telah dilakukan
dari awal hingga akhir. Audit trial ini dilakukan pada saat penulisan hasil laporan
penelitian dilangsungkan melalui auditor yang telah pengalaman yaitu dosen
pembimbing peneliti.
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
57. Universitas Indonesia
42
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Informan
Karakteristik informan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi umur, jenis
kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal informan yang
diteliti berjumlah 18 orang dan terdiri dari 4 orang informan remaja yang pernah
melakukan hubungan seks pra nikah dan 12 orang informan FGD yang tidak pernah
melakukan hubungan seks pra nikah serta 2 orang informan kunci yaitu orang tua
dan psikolog PKBI. Pengumpulan informasi terhadap informan dilakukan melalui
wawancara mendalam (indepth interview) dan FGD.
5.1.1 Informan Perilaku Hubungan Seksual Pra Nikah
Informan (PHS-J) berumur 23 tahun, berjenis kelamin laki-laki, agama Islam dan
dalam penelitian ini informan merupakan satu-satunya yang bersuku dari etnis
Tionghoa. Informan telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan pada saat ini sedang berkonsentrasi pada kelompok band musik yang
dijalani bersama dengan teman-temanya dan sering tampil pada beberapa acara di
Kota Pontianak, informan belum bekerja dan saat sekarang ini berdasarkan
pengakuan informan menjadi simpanan seorang janda muda ber anak dua. Informan
yang merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara ini masih memiliki orang tua
yang lengkap yang keduanya berpendidikan tamat SMA. Kedua orang tua informan
sudah tidak bekerja lagi dan setiap harinya hanya berada di rumah menikmati hari tua
mereka. Penampilan fisik informan dengan kulit putih, kepala dengan potongan
rambut cepak, wajah oval, kurus dan postur tubuh yang tidak terlalu tinggi.
Penampilan dalam berpakaian dengan tampilan anak band menggunakan celana
pendek selutut dan dilengkapi dengan rantai yang dikaitkan di pinggang dang
dompet informan. Pada saat dilakukan penelitian, informan juga menceritakan bahwa
dirinya baru saja dibelikan handphone keluaran seri terbaru dari salah satu produk
handphone terkenal di Indonesia oleh janda yang memelihara dirinya. Informan juga
menceritakan bahwa dirinya sudah biasa pergi ke diskotik-diskotik yang ada di Kota
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
58. Universitas Indonesia
43
Pontianak. Sumber kehidupan sehari-hari informan dibiayai olah janda beranak dua
tersebut.
Informan (PHS-T) berumur 21 tahun, berjenis kelamin laki-laki, agama Islam dan
merupakan remaja dari suku Melayu. Informan baru saja menyelesaikan pendidikan
Sekolah Menengah Atas dan saat ini sedang melanjutkan ke salah satu perguruan
tinggi swasta yang berada di Kota Pontianak. Saat penelitian ini di lakukan informan
baru menjalani Semester 2 (dua) di bangku perkuliahannya. Informan mengatakan
bahwa aktivitas seksualnya masih aktif. Informan merupakan anak bungsu dari 2
bersaudara dan memiliki kedua orang tua yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
serta sibuk dengan pekerjaannya sebagai pedagang di luar wilayah Kota Pontianak.
Informan memiiki postur tubuh yang rendah dan sedikit gemuk dengan kulit sawo
matang. Informan dalam menyampaikan informasi tentang dirinya cukup meledak-
ledak dan terbuka pada peneliti serta memiliki rasa humor yang tinggi. Kehidupan
sehari-hari informan masih dibiayai oleh orang tuanya. Informan mengaku pernah
masuk ke diskotik dan berkumpul bersama teman-temannya. Keseharian selain
kuliah, informan juga masih sering berkumpul bersama di rumah teman-temannya
dan dirumahnya sendiri karena rumah yang ditempatinya saat ini sering dalam
keadaan kosong. Cara berpakaian informan sangat sederhana dengan menggunakan
baju kaos dan celana jeans pendek selutut dan handphone yang digunakan juga
merupakan keluaran lama dari produk Hp yang terkenal di Indonesia.
Informan (PHS-D) berumur 19 tahun, berjenis kelamin perempuan, agama Islam.
Informan merupakan anak dari suku Melayu. Informan berpendidikan tamat SMA
dan pada saat ini bekerja sebagai seorang pramuniaga di sebuah pusat perbelanjaan
yang berada di Kota Pontianak. Informan merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara dan masih memiliki orang tua yang lengkap dan memiliki usaha di luar
wilayah Kota Pontianak. Informan mengutarakan bahwa dirinya pernah melakukan
hubungan seksual bersama pacarnya. Postur tubuh informan kurus, pendek dan
memiliki kulit kuning langsat. Kehidupan sehari-hari selain masih dibiayai oleh
orang tua namun juga informan berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhan dirinya
sebagai seorang wanita yang ingin selalu berpenampilan cantik dan menarik.
Informan sangat jarang berkumpul di tempat-tempat nongkrong karena kesibukan
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
59. Universitas Indonesia
44
pekerjaan yang disakana oleh dirinya sudah cukup menyita waktu, sehingga dirinya
lebih memilih untuk beristirahat di rumah jika ada waktu libur.
Informan (PHS-A) berumur 23 tahun, berjenis kelamin perempuan, agama Islam.
Informan bersuku Melayu. Informan sedang melanjutkan perkuliahan semester 2
(dua) pada salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Pontianak pada saat dilakukan
penelitian ini. Informan adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang memiliki
keluarga yang masih dalam keadaan utuh. Orang tua informan adalah seorang
wiraswasta yang cukup sukses dan memiliki usaha di salah satu Kabupaten yang
berada di Kalimantan Barat. Penampilan informan cukup menarik dengan
menggunakan celana jeans ketat dan baju kaos serta menggunakan handphone
keluaran terbaru. Kehidupan sehari-hari informan masih dibiayai oleh orang tuanya.
Informan mengaku masih sering ke diskotik bersama teman-temannya jika ada waktu
kosong dan tidak terlalu disibukkan dengan jadwal kuliah dan tugas-tugas kuliah
tersebut. Informan mengutarakan bahwa dirinya pernah melakukan hubungan
seksual pra nikah terakhir kalinya bersama pacar.
5.1.2 Informan yang Tidak Perilaku Hubungan Seksual Pra Nikah
Informan yang dilakukan kegiatan FGD di dalam penelitiana ini adalah berjumlah 12
orang yang diantaranya terdiri dari 6 orang wanita (FGDW1-FGW 6) dan 6 orang
pria (FGDP1-FGDP6) serta masih berstatus sebagai pelajar di salah satu Sekolah
Menengah Atas Negeri dan merupakan sekolah unggulan yang berada di wilayah
Kota Pontianak. Semua informan di dalam kegiatan FGD ini adalah remaja berusia
15 tahun dan banyak mengikuti kegiatan ekstrakulikuler seperti drum band, Paskibra,
Sistaponik, PMR, FDRM, Olahraga (volly ball, futsal, badminton) dan Pramuka.
Informan adalah siswa yang masih duduk di bangku kelas 2 SMA serta beragama
Islam.
5.1.3 Informan Kunci
Informan kunci (K1) ini adalah seorang Psikolog Centra Remaja Khatulistiwa PKBI
(CRK-PKBI) berusia 47 tahun dengan jenis kelamin laki-laki dan beragama Islam.
Pada pekerjaannya informan juga bertugas sebagai petugas lapangan CRK-PKBI
dengan jabatan petugas penjangkau dengan lama bekerja ± 4 tahun. Informan kunci
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
60. Universitas Indonesia
45
merupakan seseorang yang sangat terbuka dan mudah untuk di ajak bekerjasama
dalam proses penelitian dan banyak membantu dalam memberikan informasi yang
peneliti perlukan sebagai kelengkapan dalam pengumpulan data baik data primer
maupun data sekunder.
Informan kunci (K2) adalah merupakan orang tua yang memiliki anak berjumlah 3
orang dan mempunyai anak yang masih remaja. Informan berusia 57 tahun,
pensiunan PNS (guru) dan pernah menjabat sebagai mantan kepala sekolah hingga
masa akhir pensiunnya. Pendidikan terakhir informan adalah Sekolah Pendidikan
Guru (SPG). Setelah pensiun, informan banyak aktif dalam kegiatan kemasyarakatan
dan diberdayakan oleh pihak kelurahan untuk menjadi tenaga sosial.
5.2 Pengetahuan
Semua informan dalam penelitian ini berpendapat sama mengenai pergaulan dan
gaya berpacaran remaja sekarang di Kota Pontianak, yaitu menurut mereka sudah
bebas, tidak sehat dan melampau batas norma yang ada dan cenderung berbuat
semaunya. Seperti terungkap dari pernyataan informan berikut:
”Kebanyakan kalau gaya berpacaran anak remaja sekarang sich tahunya dan
maunya bebas dan melakukan seks bebas seperti itu”(PHS-J)
“Kurang sehat karena kebanyakan remaja itu pergaulannya sudah melampaui
batas norma yang ada”(PHS-D,PHS-A dan FGD-W1)
”Menurut saya pergaulan remaja saat ini kurang sehat”(FGD-W4)
“Kalau pergaulan remaja saat sekarang sich seenak-enaknye.....”(PHS-T)
Adapula informan yang mengungkapkan bahwa pergaulan remaja yang sudah
melampau batas tersebut cenderung membahayakan atau mengarah kepada sex
addict dan kurangnya peran orang tua pada anak serta pemahaman agama yang
kurang. Seperti terungkap dari pernyataan informan berikut:
“Hubungan yang membahayakan itu cenderung sex addict ....”(FGD-W5)
“Kurangnya peran orang tua, pemahaman tentang agama yang kurang pada
remaja sehingga mereka bisa melakukan pergaulan itu semau mereka (FGD-
P4)
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
61. Universitas Indonesia
46
Lebih jauh lagi ketika dipertanyakan kembali bahaya seperti apa yang akan
cenderung mengarah kepada sex addict, informan menyampaikan bahwa ciuman
bibir sudah menjadi hal yang biasa, serta hal-hal yang seharusnya dilakukan hanya
pada saat ketika sudah resmi menikah sudah dilakukan sebelum menikah. Seperti
penuturan informan berikut ini:
”Bagi mereka ciuman bibir tu sudah menjadi hal biasa padahal bagi kita orang
timur itu tidak wajar, hal-hal yang seharusnya dilakukan pada saat sudah
dewasa dan menikah secara sah tetapi telah dilakukan sebelum menikah jadi
dewasa sebelum waktunya” (FGD-W5)
Sejalan dengan pernyataan remaja yang menjadi informan di dalam penelitian ini,
informan kunci mengungkapkan hal yang sama bahwa pergaulan remaja saat ini
cenderung menyerempet bahaya dengan kemudahan mendapatkan akses informasi
yang berbau pornografi akan menjadikan remaja tersebut tertarik untuk mencoba apa
yang dilihatnya, seperti penuturan informan berikut ini:
”Pergaulan anak remaja sekarang lebih cenderung menyerempet bahaya
apabila mereka lepas kontrol mereka dengan mudah mendapatkan informasi
dan terlalu sering menonton film porno dan dari sering menonton merasakan
kenikmatan dan akan cenderung untuk mencoba pada akhirnya” (K2)
Sebagian besar informan dalam penelitian ini pertama kali pacaran pada saat mereka
masih bersekolah di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sebagian kecil
lainnya sudah mulai berpacaran saat duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP),
seperti penuturan informan berikut ini:
”Sejak SMU kelas 1 (satu)”(PHS-J,PHS-D dan PHS-A)
”Pacaran pertama waktu SMP kelas tigaan”(PHS-T)
Berbeda dengan pernyataan informan kunci dan sedikit mencengangkan bahwa pada
saat ini siswa di bangku Sekolah Dasar (SD) sudah mulai mengenal pacaran hingga
ciuman, seperti terungkap melalui penuturan informan berikut ini:
“Saat ini anak-anak kelas 4 atau 5 SD itu sudah tahu pacaran higga ciuman”
(K1)
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.
62. Universitas Indonesia
47
Pengetahuan remaja yang menjadi informan dalam penelitian ini ketika ditanyakan
mengenai definisi hubungan seks pra nikah sangat bervariasi namun maksud dan
artinya hampir sama. Sebagian besar berpendapat bahwa hubungan seks pra nikah
adalah hubungan yang dilakukan sebelum memiliki ikatan pernikahan yang sah dan
dianggap ilegal. Pernyataan informan dapat dilihat sebagai berikut:
“Kalau menurut pandangan saya sich gak boleh sebenarnya, karena kita belum
sah menjadi suami-istru, biasanya yang saya ketahui sich kebanyakan seks pra
nikah itu terjadi hamil, lalu kebanyakan juga yang menggugurin….”(PHS-J)
“Hubungan seks yang dilakukan sebelum dia menikah dan hubungan seks yang
tidak boleh dilakukan sebelum ada ikatan tertentu yang sah...”(PHS-D)
“Hubungan seks yang dilakukan sebelum dia menikah dan hubungan tersebut
adalah ilegal”(FGD-W5)
Adapula dari informan yang pada awalnya tidak mengetahui tentang apa itu seks pra
nikah dan beranggapan hubungan seks itu untuk kesenangan dan kenikmatan pribadi
sendiri. Sebagaimana pernyataan berikut:
”Pertamenye belum tahu apa-apa sich dan tahunya hanya suke-suke dan untuk
kenikmatan sendiri...”(PHS-T)
Informan juga berpendapat hubungan seks pra nikah adalah melakukan persetubuhan
antara laki-laki dan perempuan dengan cara memasukkan alat kelamin laki-laki ke
dalam alat kelamin perempuan. Seperti terungkap sebagai berikut:
”Seks pra nikah itu adalah laki-laki dan perempuan melakukan persetubuhan
dan punyanya cowok itu di masukkan ke punyanya cewek.... ”(PHS-D)
Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai pengetahuan informan tentang
hubungan seks pra nikah, ditanyakan lebih lanjut mengenai sumber informasi yang
mereka dapatkan/dengar tentang hubungan seks pra nikah. Semua informan remaja
pernah mendengar atau mendapatkan informasi mengenai hubungan seks pra nikah
mulai dari teman-teman sepermainan melalui curhat, film, televisi, majalah, internet,
guru, kegiatan PMR, dan pihak Puskesmas, seperti penuturan informan berikut:
“Dari teman-teman curhat”(FGD-W6)
Analisis penyebab..., M. Taufik, FKM UI, 2010.