1. PENDIDIKAN SEKS DI KALANGAN PELAJAR SMA DI KOTA PADANG
(Kasus: SMA yang Mendapat Program PIK-Remaja)
Wiwit Kamita1
, Dr. Maihasni, M.Si2
, Darmairal Rahmad, SP.,M.Pd3
Program Studi Pendidikan Sosiologi
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
Rampant sexual behavior that occurred among black students into the record, both the
government and education. Various attemps have been made to overcome these problems.
One of them is the implementation of sex education programs contained in PIK Youth
(Adolescent Counseling Information Center). PIK Youth is a program of, by and for teens to
obtain information about reproductive health. This study aims to describe how the
implementation of sex education among high school students and what is being done to
optimize the sex education. Research is located in the city of padang, precisely in high school
with PIK Youth in category “upright” and performed from July through September 2013.
Reality in this study were analyzed with the structuration theory by Anthony Giddens.
This study uses a qualitative approach with descriptive type. Informants retrieval technique is
done by sampling purposive, the number of informants by 22 people. Type of data are the
primary data and secondary data. Techniques of data collection is done by method of
observation and interviews with the unit of analysis is the individual. Data were analyzed
using techniques Miles and Huberman in three stage, (1) the steps of reduction, (2) data
presentation/analysis of data, and (3) drawing conclusions.
Of research that has been conducted in four schools thet get PIK Youth program in
the category “upright”, which consists of SMA Pertiwi 1, SMA N 12, SMK N 7 and SMA
PGRI 3 Padang, researchers obtain results that revolues around the implementation of sex
education material provision of sexuality, individual and group counseling, self development,
life skill and rocurement seminars about health and reproductive health promotion and drug.
Of the four schools, which makes PIK Youth activities as self development activities, such as
in SMA Pertiwi 1 and SMAN 12 Padang and extracurricular activities such as in SMKN 7
and SMA PGRI 3 Padang. As for the efforts made in optimizing the school sex education is
as follows: (1) The involvement of experts, (2) The establishment of peer community, (3)
Incorporate material life skills and family life, and (4) Follow up.
Key Word: Sex Education, Students and PIK Youth (Adolescent Counseling
Information Center
1
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat
2
Pembimbing 1 dan Dosen STKIP PGRI
3
Pembimbing 2 dan Dosen STKIP PGRI
2. PENDAHULUAN
Pendidikan, secara umum dimaknai
sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negaranya. Munculnya pendidikan pada
dasarnya dikarenakan adanya kebutuhan
manusia dalam memenuhi hajat hidup, seperti
menjauhkan diri dari sifat bodoh, menambah
pengetahuan dari berbagai aspek, memenuhi
kemajuan gaya dan pola hidup serta meraih
prestasi untuk mengeksiskan diri dalam
kehidupan (Fanora, 2011:1).
Ada berbagai macam kebutuhan dalam
hidup manusia, salah satunya adalah
kebutuhan akan seks. Seks adalah salah satu
kebutuhan mendasar dari sifat biologis
manusia normal. Seks dibutuhkan manusia
agar dapat terus menjaga dan mempertahankan
kelestarian keturunan-nya. Namun, adanya
penyebaran informasi dan rangsangan seksual
yang saat ini menjamur diberbagai media
massa membuat aktivitas seksual tidak lagi
sebatas aktivitas yang sepatutnya harus
dilakukan ketika dua orang yang berbeda jenis
kelamin mengikatkan diri dalam sebuah ikatan
yang dinamakan pernikahan. Banyak di
antaranya yang sudah melakukan hubungan
sakral tersebut sebelum menikah, khususnya
terjadi pada usia sekolah. Hal ini berarti, ada
siswa yang melakukan hubungan seks ketika
mereka masih berstatus sebagai pelajar.
Banyak ahli yang mengatakan bahwa
salah satu penyebab terjadinya perilaku seks
sebelum menikah di kalangan pelajar
dikarenakan ketidaktahuan mereka mengenai
seks dan seksualitas. Ketidaktahuan dan
keterlibatan ini mendorong setiap pelajar
melakukan perilaku seks yang berlebihan.
Ketidaktahuan ini juga akan membawa
dampak yang serius, seperti pelajar akan
mengalami kehamilan tidak dikehendaki
(Unwanted Pregnancy), terjebak dalam
tindakan aborsi yang tidak aman (Unsafe
Abortion), dan pada akhirnya menekan jiwa
remaja itu sendiri.
Di Indonesia, pandangan yang
mendukung diadakannya pendidikan seks
antara lain diajukan oleh Dr. Boyke Dian
Nugraha, SpOG, MARS (Ginekolog dan
konsultan seks) yang menyatakan bahwa,
“Remaja yang telah mendapatkan pendidikan
seks tidak cenderung lebih sering melakukan
hubungan seks, akan tetapi mereka yang
belum pernah mendapatkan pendidikan seks
cenderung lebih banyak mengalami kehamilan
yang tidak dikehendaki” (Fanora, 2011:3).
Penelitian Survei Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI)
menemukan bahwa perilaku seks bebas (free
sex) bukanlah sesuatu yang aneh dalam
kehidupan remaja Indonesia. Sebagai
gambaran, dari 62 juta total remaja Indonesia,
sebanyak 36% di antaranya, yakni sekitar 22
juta remaja sudah pernah berhubungan seks.
Berdasarkan data pada tahun 1970-1980,
sekitar 5% remaja Indonesia mengaku sudah
melakukan perilaku seks bebas, dan di tahun
1990, perilaku ini naik menjadi 20-25%,
sedangkan di tahun 2010 perilaku seks bebas
nyaris mencapai 50%, dengan kisaran usia di
bawah 18 tahun (Fanora, 2011:3).
Perilaku seks merupakan segala
bentuk tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual. Perilaku seks juga merupakan
manifestasi dari perasaan seksual yang sangat
kuat, sebagai perubahan dari hormonal yang
mengiringi masa puber yang mengakibatkan
terjadinya kematangan pada organ kelamin
sehingga memunculkan hasrat seksual.
Dorongan atau hasrat seksual ini kemudian
membutuhkan cara atau sarana untuk
disalurkan dan penyalurannya memberikan
kenikmatan bagi individu yang melakukannya,
baik dilakukan dengan orang lain maupun
dengan diri sendiri (Sarwono, 2007:174).
Perilaku seks biasanya ada yang bersifat aman
(tidak beresiko) dan ada yang tidak aman
(beresiko). Bentuknya pun bermacam-macam
mulai dari bergandengan tangan, berpelukan,
cium kering, cium basah, onani, masturbasi,
bercumbu, bercumbu berat (bersenggama)
sampai kepada berhubungan seks (Kamelia,
2007:3).
Maraknya perilaku seks bebas di
kalangan remaja juga ditemukan di Kota
Padang yang kuat dengan adat dan agamanya,
dibuktikan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Mohanis (2003) pada beberapa
siswa Sekolah Menengah Atas (SMU, SMK
dan MA) di Kota Padang dengan sampel
sebanyak 200 orang, didapatkan hasil bahwa
3. sebanyak 27% responden berperilaku seksual
beresiko berat dan 73% di antaranya
berperilaku seksual beresiko ringan. Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Nursal (2008)
terhadap 350 pelajar SMA Negeri di Kota
Padang. Penelitian ini mendapatkan hasil
bahwa sebanyak 58 orang (16,6%) pelajar
SMA Negeri Kota Padang berperilaku seksual
beresiko, dan 15 orang (4,3%) diantaranya
telah melakukan hubungan seksual. Penelitian
tentang perilaku seks bebas dijabarkan secara
lebih rinci oleh Kamelia (2007) terhadap 182
pelajar SMA di Kota Padang.
Pada umumnya, memang ada
beberapa sekolah yang sudah memberikan
pelajaran tentang sex education yang
disisipkan ke dalam pelajaran Biologi, Agama
dan Bimbingan Konseling. Berbagai program
untuk mengatasi permasalahan itu pun sudah
mulai diaplikasikan melalui program PIK
Remaja (Pusat Informasi Konseling Remaja).
PIK Remaja merupakan suatu wadah yang
dikelola dari, oleh dan untuk remaja dalam
memperoleh informasi dan pelayanan tentang
kesehatan reproduksi. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Muswardi, S.Sos
Kasubid Penguatan Keluarga Kecil
Berkualitas (PKKB) Kota Padang pada tanggal
21 Agustus 2013, PIK Remaja merupakan
program khusus dari Unit Keluarga Sejahtera
BKKBN Provinsi Sumatera Barat yang
pelaksanaannya sudah dimulai sejak tahun
1990. Saat ini, keberadaan PIK Remaja sudah
mencapai 55 buah, yang terdiri dari 17 SMP,
17 SMA, 5 Perguruan Tinggi, 12 Organisasi
Keagamaan dan 4 LSM/ Kepemudaan.
Dalam pengembangan dan
pengelolaannya, PIK Remaja dibagi menjadi 3
tahapan pengembangan, yaitu tumbuh, tegak
dan tegar. Adapun kategori “tumbuh”
merupakan tahap awal dari program PIK
Remaja yang bentuk kegiatannya masih
menggunakan media cetak. Sedangkan
kategori “tegak” sudah melibatkan advokasi
dan promosi untuk mengembangkan jaringan
pelayanannya, serta sudah mulai menggunakan
media elektronik dalam proses penyampaian
materinya. Terakhir, kategori “tegar” yang
merupakan kategori tertinggi dalam program
PIK Remaja, yang mana bentuk kegiatannya
melibatkan advokasi untuk meningkatkan
kualitas dan keberlangsungan PIK Remaja.
Apabila perilaku seks bebas di
kalangan pelajar tetap dibiarkan berlangsung,
maka dikhawatirkan suatu saat norma dan nilai
sakral yang dijunjung tinggi dalam sebuah
pernikahan akan memudar atau bahkan
ditinggalkan oleh masyarakat. Akibatnya,
hubungan antara laki-laki dan perempuan
semakin bebas dan tidak terkontrol, yang pada
akhirnya akan menghasilkan generasi yang
tidak dikehendaki oleh budaya, bangsa dan
agama (Bungin, 2001:3). Berdasarkan latar
belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan tentang bagaimana pelaksanaan
pendidikan seks di kalangan pelajar SMA di
Kota Padang (Kasus: SMA yang mendapat
program PIK Remaja) dan bagaimana upaya
untuk mengoptimalkan pendidikan seks
sebagai salah satu cara mencegah terjadinya
perilaku seks bebas di kalangan pelajar SMA
di Kota Padang ?
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian
deskriptif. Tipe penelitian deskriptif
merupakan tipe penelitian yang memandu
peneliti untuk mengeksplorasi atau memotret
situasi sosial yang akan diteliti secara
menyeluruh, luas dan mendalam (Sugiyono,
2009:289). Pemilihan informan dilakukan
dengan teknik purposive sampling dengan
jumlah informan sebanyak 22 orang yang
terdiri dari 2 orang staf PKBI Kota Padang, 7
orang Pembina dan Pelaksana PIK Remaja, 7
orang Konselor dan Pendidik Sebaya serta 6
siswa/siswi yang pernah melakukan aktivitas
seksual lebih dari sekedar ciuman (kissing)
ketika pacaran.
Jenis data dalam penelitian ini adalah
data primer dan data sekunder. Teknik
pengumpulan data yaitu observasi dan
wawancara dengan unit analisis adalah
individu. Model analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model analisis data
Miles dan Huberman, yang terdiri dari 3 tahap,
yaitu: tahap reduksi, penyajian data/analisis
data, dan penarikan kesimpulan.
Penelitian berlokasi di Kota Padang,
tepatnya di SMA yang mendapat program PIK
Remaja dan berada dalam kategori “tegak”.
Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan
bahwa pendidikan seks di SMA yang berada
dalam kategori “tegak” dianggap telah cukup
mapan dalam menjalankan program, baik
dalam pelaksanaannya maupun kedalaman
materi yang disampaikan. Sehingga, peneliti
tertarik untuk menjadikan sekolah ini menjadi
4. obyek penelitian. Berikut data PIK Remaja
tingkat SMA yang berada dalam kategori
“tegak”:
Tabel 3.1.
Data PIK-Remaja Tingkat SMA
BKB-PP Kota Padang s/d Juli 2013
Remaja / Siswa
Nama Alamat Kategori
SMA PGRI 3 Seberang
Padang
Tegak
SMA PERTIWI
1
Air Tawar
Barat
Tegak
SMA N 12 Gurun
Laweh
Tegak
SMK N 7 Cengkeh Tegak
Sumber: BKB-PP Kota Padang, 2013
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Pendidikan Seks di Kalangan
Pelajar SMA
Di Kota Padang, pelaksanaan PIK
Remaja sudah di mulai sejak tahun 1990 dan
mencakup semua jenjang dan jenis
pendidikan, mulai dari tingkat SMP, SMA,
Perguruan Tinggi, Organisasi Agama serta
LSM/Kepemudaan. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Muswardi, S.Sos,
Kasubid PKKB Kota Padang tanggal 21
Agustus 2013, latar belakang dibentuknya PIK
Remaja adalah karena semakin banyaknya
pelanggaran yang dilakukan pelajar terutama
yang berhubungan dengan pergaulan bebas
dan penggunaan obat-obatan terlarang seperti
narkoba.
Adapun proses pensosialisasian
program PIK Remaja ke sekolah dilakukan
dengan cara mengundang dan mendatangi
langsung sekolah yang bersangkutan. Hal ini
dilakukan dengan tujuan agar sekolah yang
akan melaksanakan program PIK Remaja
mengetahui secara langsung bagaimana dan
apa tujuan dilaksanakannya program ini,
sehingga setiap sekolah yang telah dikunjungi
dan yang mendapat undangan dari BKKBN
dapat memberikan pilihan apakah setuju atau
tidak dengan pelaksanaan program ini di
sekolah mereka. Pemilihan dan perekrutan
sekolah biasanya didasarkan pada keterbukaan
dan kemauan sekolah yang bersangkutan
untuk bersedia menjalankan program PIK
Remaja.
Bentuk kegiatan PIK Remaja biasanya
berupa penyampaian informasi seputar
kesehatan reproduksi, narkoba, penundaan
usia perkawinan, pernikahan usia muda,
bahaya HIV/AIDS, bahaya seks bebas dan lain
sebagainya. Sedangkan metode yang
digunakan dalam menyampaikan materi bisa
berupa tanya jawab langsung (Konselor-klien),
ceramah, diskusi kelompok, menggunakan alat
peraga, atau yang lainnya tergantung sekolah
masing-masing. Kegiatan ini juga biasanya
didukung oleh lembaga lain, seperti PKK,
Dinas Kesehatan, BKKBN Provinsi, Lembaga
Pemasyarakatan, RSUD, termasuk Puskesmas
di masing-masing Kecamatan.
Berdasarkan data yang didapatkan dari
hasil wawancara dengan Bapak Mudif, Staf
Bidang KBKR Kota Padang pada tanggal 23
Agustus 2013, saat ini, keberadaan PIK
Remaja di Kota Padang sudah mencapai 55
buah, terdiri dari 17 SMP, 17 SMA, 5
Perguruan Tinggi, 12 Organisasi Keagamaan,
dan 4 LSM/Kepemudaan. Di tingkat SMA,
setidaknya ada 11 SMA yang berada dalam
kategori tumbuh, 4 SMA dalam kategori tegak
dan 2 SMA dalam kategori tegar.
Dari hasil penelitian yang dilakukan
selama kurang lebih 1,5 bulan ke empat
sekolah yang berada dalam kategori tegak,
peneliti menemukan bahwa proses awal
terbentuknya PIK Remaja di sekolah tersebut
hampir sama. Awalnya mereka diberi arahan
dari BKKBN, kemudian diberikan pelatihan
dan penyuluhan seputar reproduksi dan
akhirnya tiap sekolah diberi kewenangan
untuk melaksanakan sendiri programnya. Dari
ke empat sekolah tersebut, ada sekolah yang
telah menjadikan kegiatan PIK Remaja
sebagai kegiatan pengembangan diri seperti di
SMA N 12 Padang dan SMA Pertiwi 1 Padang
dan ada yang menjadikannya sebagai kegiatan
ekstrakurikuler seperti di SMK Negeri 7
Padang dan SMA PGRI 3 Padang Berikut
hasil penelitian di ke empat sekolah tersebut:
1. PIK Remaja di SMA Pertiwi 1 Padang
Pelaksanaan PIK Remaja di SMA
Pertiwi 1 Padang sudah di mulai sejak tahun
2009. PIK Remaja yang diberi nama “Sanggar
Konsultasi Remaja” ini dibina oleh Pembina
awal Ibu Dian Ashari, S.Pd dan dilanjutkan
dengan Pembina baru Ibu Emilia Hardi, S.Pd.
Proses awal terbentuknya PIK Remaja di
sekolah ini dimulai dengan pemberian arahan
kepada pihak sekolah dan guru BK oleh pihak
BKKBN Provinsi yang kemudian dilanjutkan
dengan mengirim siswa/siswi untuk diberikan
pelatihan dan penyuluhan selama 3-4 hari
5. seputar PIK Remaja. Pemberian pelatihan
biasanya berupa pemberian materi tentang
kesehatan reproduksi serta melatih siswa/siswi
menjadi Pendidik Sebaya dan Konselor
Sebaya.
Adapun bentuk kegiatan PIK remaja
yang sudah dijadikan kegiatan Pengembangan
Diri ini terdiri dari: pemberian materi tentang
kesehatan reproduksi, Genre, penundaan usia
perkawinan, dampak seks bebas dan bahaya
HIV/AIDS. Metode/cara penyampaian yang
digunakan adalah melalui metode ceramah,
diskusi kelompok, dan konseling pribadi.
Pemberian konseling biasanya disesuaikan
dengan berat ringannya masalah yang dihadapi
siswa. Pemberian konseling individual jika
masalah bersifat pribadi, pemberian konseling
kelompok jika masalah melibatkan lebih dari
satu siswa serta pemberian konseling dengan
guru Pembina jika masalah terlalu berat.
Selama proses pelaksanaan PIK Remaja
berlangsung, setidaknya sudah 2 kali diadakan
pemantauan dan penyuluhan dari BKKBN
Provinsi serta seminar yang diadakan pada 21
November 2012 dengan tema “Genre”. PIK
Remaja yang berdiri sejak tahun 2009 ini juga
pernah meraih Juara 1 tahap Tegak tingkat
Provinsi karena kelengkapan fasilitas ruang
konseling yang dimilikinya. Sekarang, PIK
Remaja ini diketuai oleh Bapak Hendri
Saputra, S.Pd dengan jadwal kegiatan
dilakukan setiap jum’at jam 10.
2. PIK Remaja di SMAN 12 Padang
Berbeda dengan Sanggar Konsultasi
Remaja di SMA Pertiwi 1, PIK Remaja yang
lebih dikenal dengan nama “PIK Remaja
DUBES SMA N 12 Padang” ini baru berdiri
pada bulan Agustus 2010. PIK Remaja yang
sekarang sudah menjadi bagian dari kegiatan
“Pengembangan Diri” ini diketuai oleh Ibu
Asmawati bersama dengan Ibu Dra. Rinda
Suriyanti sebagai sekretaris. Dari hasil
wawancara dengan Ibu Asmawati pada tanggal
4 September 2013, proses awal terbentuknya
PIK Remaja ini dimulai dengan sekolah yang
mendapat undangan dari Pihak BKKBN
Provinsi untuk diberikan arahan seputar PIK
Remaja, yang kemudian dilanjutkan dengan
mengirimkan 3 orang siswa/siswi dan guru BK
untuk mendapatkan pelatihan selama kurang
lebih 3 hari. Kegiatan kemudian dilanjutkan
dengan pembentukan Pengurus dan Program
Kerja PIK Remaja yang akan dilaksanakan di
sekolah.
Alasan pihak sekolah menjadikan
program PIK Remaja sebagai salah satu
kegiatan pengembangan diri adalah karena di
dalam program ini, siswa/siswi tidak hanya
sebatas diberikan pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi, akan tetapi mereka juga
dibekali dan diajarkan bagaimana cara menjadi
konselor dan pendidik sebaya yang baik.
Adapun bentuk kegitan PIK remaja yang
dilaksanakan setiap hari Sabtu jam 10 ini,
yaitu berupa:
1. Pemantapan materi mengenai
Kesehatan Reproduksi, hamil di luar
nikah, kenakalan remaja, dan NAPZA;
2. Konseling Kelompok;
3. Konseling Perorangan atau Konseling
Teman Sebaya (KOBAYA);
4. Layanan Informasi yang dilakukan
baik secara individual maupun ke
kelas-kelas;
5. Pembuatan Mading SKR;
6. Pengenalan terhadap Konseling,
seperti pemberian materi mengenai
cara menjadi Konselor yang baik dan
teknik-teknik dalam pemberian
bantuan;
7. Pelayanan tugas berupa turun ke
lapangan.
Penyampaian materi biasanya dilakukan
dengan metode ceramah, persentasi ke kelas-
kelas oleh pendidik sebaya, diskusi kelompok
dan penyampaian materi oleh guru BK.
Sedangkan pemberian konseling biasanya
disesuaikan dengan berat ringannya masalah
yang dihadapi siswa. Jika masalah yang
dihadapi siswa dirasa berat, maka pemberian
konsultasi akan dialihkan ke guru BK, selaku
Pembina PIK Remaja. Namun, jika masalah
berlarut dan tidak mampu hanya diselesaikan
oleh pihak sekolah, maka akan digunakan
sistem rujukan, dan jika masalah berlarut ke
ranah keluarga, maka akan dilakukan
kunjungan ke rumah.
Selama pelaksanaannya, PIK Remaja
yang dikenal dengan nama DUBES SMAN 12
ini pernah mendapatkan penyuluhan dan
pemantauan dari BKKBN pada tahun 2011
dan 1 kali di tahun 2012. SMA ini juga pernah
menghadiri seminar yang diadakan BKKBN
Provinsi pada tahun 2012 dengan tema PKBR
dan NAPZA. Saat ini PIK Remaja DUBES
SMAN 12 sudah memiliki 42 anggota dengan
jumlah Konselor Sebaya sebanyak 2 orang,
yaitu Viola Mesita (17) dan Yurenza (17).
6. Adapun kendala yang dialami sekolah,
khususnya Pembina PIK Remaja dalam
menjalankan program ini adalah kurangnya
ruangan khusus untuk melakukan konseling
individu, karena hingga saat ini ruangan yang
digunakan untuk melaksanakan program PIK
Remaja masih bergabung dengan ruang BK.
Sehingga, dalam pelaksanaannya dianggap
masih belum efektif. Namun setidaknya,
jelasnya struktur organisasi yang dimiliki,
program kegiatan dan penyampaian informasi
yang disampaikan, sudah mampu menarik
minat dan menambah khazanah pengetahuan
siswa/siswi SMAN 12 Padang seputar
seksualitas. Apalagi saat ini, program PIK
Remaja merupakan salah satu program yang
paling diminati oleh siswa/siswi SMA N 12
Padang.
3. PIK Remaja di SMKN 7 Padang
SMKN 7 Padang merupakan salah
satu sekolah kejuruan di Kota Padang yang
bergerak di bidang Sendratasik (seni, drama,
tari dan musik). SMK yang berlokasi di Jalan
Raya Padang Indarung, Cengkeh, Lubuk
Begalung ini memiliki PIK Remaja yang
sudah berdiri sejak tahun 2010. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Ibu Dra. Nilam Suri,
pada tanggal 7-9 September 2013, PIK Remaja
yang dikenal dengan nama “Talang Sarueh”
ini terbentuk tepatnya pada tanggal 13
Desember 2010. Adapun proses awal
terbentuknya PIK Remaja di SMK N 7 ini
bermula dari melihat SMK N 4 yang telah
lebih dulu mendapatkan program PIK Remaja.
Di dalam pelaksanaannya, PIK
Remaja yang sudah menjadi kegiatan
ekstrakurikuler di SMK N 7 Padang ini sudah
sering mengikuti berbagai pelatihan dan
seminar-seminar yang bertemakan kesehatan
reproduksi dan narkoba dari PKBI Kota
Padang. PIK Remaja yang dikenal dengan
nama “Talang Sarueh” ini juga sering
diundang oleh pihak BKKBN Provinsi untuk
mengisi berbagai acara yang diadakan
BKKBN di berbagai daerah di Kota Padang.
Adapun bentuk kegiatan PIK Remaja
yang diberi nama “Talang Sarueh” ini adalah
berupa pemberian informasi mengenai
kesehatan reproduksi remaja (KRR),
kecakapan hidup (life skill), pendidikan
kehidupan berkeluarga (family life), pelayanan
konseling (Kobaya) serta rujukan KRR.
Penyampaian materi biasanya dilakukan
dengan cara promosi ke kelas-kelas dan
promosi kesehatan ke siswa-siswi baru melalui
MOS. Sedangkan cara yang digunakan untuk
menyampaikan materi adalah dengan metode
ceramah, diskusi kelompok, metode audio
visual dengan menggunakan infocus,
menampilkan film mengenai bahaya
HIV/AIDS dan NAPZA, menampilkan cerita
pendek (Cerpen) melalui drama tentang seks
bebas serta penyampaian materi secara
informal (dari mulut ke mulut).
Tidak ada kendala yang cukup berarti
yang dialami pihak sekolah selama
menjalankan program PIK Remaja ini selain
kendala dalam hal keuangan/pendanaan.
Namun demikian, ada ketidakpuasan yang
dialami para Pembina dan anggota PIK
Remaja “Talang Sarueh” karena di dalam
pelaksanannya, masih banyak kegiatan-
kegiatan yang belum dilakukan secara
mandiri. PIK Remaja yang pernah menduduki
Juara I tingkat Provinsi dan Kota Padang ini
ingin sekali menghasilkan suatu
program/produk yang dapat disosialisasikan
tidak hanya di dalam sekolah, namun juga
keluar sekolah.
4. PIK Remaja di SMA PGRI 3 Padang
Berbeda dengan pelaksanaan PIK
Remaja di SMKN 7 Padang, pelaksanaan PIK
Remaja di SMA PGRI 3 lebih kepada
pelaksanaan program dalam skala besar yang
melibatkan seluruh siswa dan beberapa
instansi seperti Polresta Kota Padang, BNN
dan Puskesmas Seberang Padang. PIK Remaja
yang diberi nama “Al-Wakiil” ini dibentuk
sejak tahun 2006, yang pelaksanaannya mulai
aktif sejak tahun 2008. Dari hasil wawancara
dengan Bapak Herman Suprima, SH, Pembina
PIK Remaja “Al-Wakiil” SMA PGRI 3
Padang, proses awal terbentuknya PIK Remaja
ini bermula dari instrukri Pemko Padang yang
bekerja sama dengan LSM dan Puskesmas
Seberang Padang untuk melaksanakan
program tentang Kesehatan Reproduksi dan
Narkoba di SMA PGRI 3.
PIK Remaja yang diketuai oleh Zaitul
(16 tahun), ini juga sering mengikuti berbagai
seminar yang diadakan oleh BKKBN dan
Puskesmas setempat. Berikut data seminar dan
penyuluhan yang pernah diadakan di SMA
PGRI 3:
7. No Hari/Tanggal Kegiatan
1. 30 Oktober
2012
Tes Urine oleh
BKKBN dan
Puskesmas Setempat.
2. 30 September
2012
Tes Darah dan Gizi
Siswa/siswi SMA
PGRI 3.
3. Mei 2013 Penyuluhan tentang
Narkoba oleh Polresta
Padang.
4. 16 Februari
2013
Penyuluhan Penyakit
Demam Berdarah
oleh Stikes Lambao.
5. 17 Januari 2013 Seminar Narkoba di
Hotel Pangeran
Beach.
6. 28 Agustus 2013 Seminar Narkoba
oleh BNK Kota
Padang.
7. 29-30 September
2013
Tes Kesehatan bagi
siswa tahun Ajaran
2013/2014.
Sumber : Arsip PIK Remaja “Al-Wakiil”
SMA PGRI 3 Padang, 2013
Sedangkan bentuk kegiatan PIK Remaja
yang mulai berdiri sejak 26 Juli 2006 ini
adalah berupa pemberian konsultasi kepada
siswa/siswi yang bermasalah yang dilanjutkan
dengan kunjungan orang tua jika masalah
dianggap terlalu berat dan butuh penyelesaian
secara mendalam.
Adapun kendala yang dialami, baik
pihak sekolah maupun Pembina PIK Remaja
selama program ini berlangsung adalah
kurangnya dana dan ruangan yang digunakan
untuk konsultasi. Karena pasca gempa yang
terjadi tahun 2009, banyak fasilitas sekolah
yang mengalami kerusakan. Sehingga ruangan
yang seharusnya digunakan untuk pelaksanaan
PIK Remaja terpaksa ditutup. Akan tetapi,
hingga saat ini, Bapak Herman Suprima
beserta anggota PIK Remaja “Al-Wakiil”
lainnya, masih tetap menjalankan program
walaupun masih banyak kekurangan dalam
pelaksanannya.
Upaya Mengoptimalkan Pendidikan Seks di
Kalangan Pelajar SMA
Pada dasarnya langkah pemerintah,
khususnya BKKBN memberikan pendidikan
seks di sekolah dalam bentuk program PIK
Remaja sangatlah bagus. Apalagi, saat
sekarang ini, semakin banyak ditemukan
remaja-remaja yang tidak segan lagi
melakukan aktivitas seksual di muka umum.
Untuk itu, diperlukan suatu sarana/wadah yang
mampu memberikan solusi bahkan
penyelesaian terhadap permasalahan seks yang
saat ini telah menjadi hal yang sudah biasa
dalam kehidupan pelajar. Namun
permasalahannya adalah kenapa PIK Remaja
yang merupakan wadah untuk memberikan
pengetahuan kepada siswa/siswi tentang
kesehatan reproduksi ini tidak mampu
membentengi mereka untuk tidak melakukan
perilaku seks di usia mereka yang masih
sekolah. Kenapa dengan mudahnya mereka
terpengaruh untuk melakukan perbuatan
seperti itu, padahal materi tentang seksualitas
yang diberikan dirasakan telah cukup
mengajak mereka untuk tidak mudah
terpengaruh dengan kegiatan yang sudah
dianggap biasa di kalangan pelajar ini.
Untuk mencari tahu hal tersebut, di
waktu yang bersamaan, peneliti juga
mewawancarai 6 pelajar SMA di Kota Padang.
Ke enam pelajar yang terdiri dari PS (18
tahun), YS (16 tahun), SR (16 tahun), ND (17
tahun), RA (16 tahun) dan IR (18 tahun)
merupakan pelajar-pelajar yang pernah
melakukan aktivitas seksual lebih dari sekedar
ciuman ketika pacaran.
Dari hasil wawancara yang dilakukan
sejak 12-26 Agustus 2013 dengan ke enam
pelajar tersebut, peneliti mendapatkan hasil
bahwa setidaknya ada 3 faktor yang
menyebabkan terjadinya perilaku seksual di
kalangan pelajar, yaitu rasa ingin tahu yang
tinggi terhadap seksualitas, tekanan dari
pasangan dan faktor dari keluarga. Namun
tidak tertutup kemungkinan bila faktor-faktor
seperti membaca, melihat, mendengar/
menceritakan, menonton dan menyaksikan
langsung adegan pornografi juga ikut
mendorong terjadinya aktivitas seksual
tersebut.
Seperti yang dikatakan Giddens dalam
teori strukturasinya, bahwa terjadinya
aktivitas/praktik sosial dalam masyarakat
disebabkan karena adanya sinergitas yang
terjadi antara struktur dan agen. Menurutnya,
8. struktur dan agen adalah dua hal yang terpisah,
namun saling mempengaruhi. Artinya, di satu
sisi, struktur ada karena adanya praktik sosial
yang dilakukan agen, dan di sisi yang lain,
praktik sosial tidak akan terjadi tanpa adanya
struktur. Di satu sisi, perilaku seks
disebabkan karena adanya faktor yang berasal
dari diri remaja itu sendiri. Namun, disisi yang
lain, struktur juga ikut memberi peluang
terhadap terjadinya perilaku seksual remaja.
Struktur yang dimaksud disini adalah berbagai
pra aktivitas seksual yang dilakukan pelajar,
yaitu seperti membaca, melihat,
mendengar/menceritakan, menonton dan
menyaksikan langsung adegan pornografi
termasuk di dalamnya tekanan dari pasangan
dan faktor keluarga.
Namun, permasalahannya adalah
mampukah sekolah sebagai pelaksana
pendidikan seks mengatasi perilaku seks bebas
seperti yang dijelaskan diatas. Adakah upaya
dari pemerintah sendiri, khususnya pihak
sekolah sebagai pelaksana program PIK
Remaja untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Untuk mencari tahu hal tersebut,
peneliti sudah melakukan wawancara dengan
keempat Pembina PIK Remaja di keempat
sekolah dalam kategori “tegak”. Adapun upaya
yang dilakukan oleh ke empat sekolah
tersebut, antara lain:
1. Melibatkan Tenaga Ahli
2. Pembentukan Konseling Teman Sebaya
(Kobaya)
3. Memasukkan Materi Kecakapan Hidup
(Life Skill) dan Kehidupan Berkeluarga
(Family Life)
4. Tindak Lanjut (Follow Up)
Upaya ini dilakukan, karena di
lapangan, penelitian terkait pendidikan seks
yang pernah dilakukan oleh BKKBN belum
menghasilkan model pendidikan seks yang
lebih baik, karena pendidikan seks yang
diberikan masih terfokus pada areal biologis
dan kesehatan reproduksi remaja. Oleh karena
itu, dengan ke empat upaya tersebut
diharapkan bahwa pendidikan seks yang
disampaikan dapat memberikan pemahaman
dalam diri remaja untuk lebih menjaga diri
dan mampu menghindari segala aktivitas
seksual yang akan membahayakan dan
merusak hidup mereka.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilaksanakan di
empat sekolah yang mendapatkan program
PIK Remaja dalam kategori “tegak”, yang
terdiri dari SMA Pertiwi 1, SMA N 12, SMK
N 7 dan SMA PGRI 3 Padang tentang
pelaksanaan pendidikan seks di kalangan
pelajar SMA, peneliti mendapatkan hasil
bahwa pelaksanaan pendidikan seks bekisar
pada pemberian materi tentang seksualitas,
pemberian konseling individu dan kelompok,
pengembangan diri, life skill serta pengadaan
seminar-seminar dan promosi kesehatan
seputar kesehatan reproduksi dan NAPZA.
Dari ke empat sekolah tersebut, ada yang
menjadikan kegiatan PIK Remaja sebagai
kegiatan pengembangan diri, seperti di SMA
Pertiwi 1 dan SMAN 12 Padang, dan ada juga
yang menjadikannya sebagai kegiatan
ekstrakurikuler, seperti yang terjadi di SMK N
7 dan SMA PGRI 3 Padang.
Mencermati program PIK Remaja,
aktor/siswa yang menjadi peserta program ini
mampu mengendalikan motivasi tak lansung
(pra aktivitas seksual) yang berdampak negatif
terhadap praktik sosialnya, sehingga kesadaran
diskursifnya selaras dengan kesadaran
praktisnya.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan
pihak sekolah dalam mengoptimalkan
pendidikan seks adalah sebagai berikut:
1. Melibatkan Tenaga Ahli
2. Pembentukan Konseling Teman Sebaya
(Kobaya)
3. Memasukkan Materi Kecakapan Hidup
(Life Skill) dan Kehidupan Berkeluarga
(Family Life)
4. Follow Up (Tindak Lanjut)
Berdasarkan kesimpulan di atas,
diusulkan beberapa saran yang dapat menjadi
bahan pertimbangan, yaitu:
1. Bagi SMA yang mendapat program
PIK Remaja agar memperbaiki dan
meningkatkan pelaksanaan program
PIK Remaja kalau bisa masukkan
unsur-unsur agama ke dalam setiap
kegiatan PIK Remaja yang
dilaksanakan.
2. Bagi Pembina PIK Remaja agar
memasukkan unsur-unsur moral, etika
dan agama dalam setiap penyampaian
materi seksualitas kepada seluruh
siswa.
3. Bagi pihak BKKB untuk lebih serius
memantau pelaksanaan pendidikan seks
9. di sekolah dan kalau bisa melibatkan
beberapa elemen masyarakat, seperti
satpol PP, Pihak kepolisian, pemuka
masyarakat dan dinas kesehatan, agar
pelaksanaan pendidikan seks ini tidak
hanya sebata pemberian materi
seksualitas di sekolah, akan tetapi juga
menjadi suatu sarana yang dapat
mencegah bahkan memberantas
terjadinya perilaku seks bebas di
kalangan pelajar.
4. Bagi orang tua siswa melalui guru dan
pihak sekolah untuk dapat saling
bekerja sama dalam memantau dan
mengawasi pergaulan dan lingkungan
belajar anak-anak mereka.
5. Bagi peneliti selanjutnya, karena
penelitian ini lebih melihat kepada
pelaksanaan pendidikan seks di sekolah
yang hasilnya menunjukkan bahwa
pelaksanaan pendidikan seks
memberikan hasil dan implikasi yang
cukup positif bagi pelajar, maka
hendaknya penelitian dapat dilanjutkan
dengan melihat efektivitas pelaksanaan
pendidikan seks dan manfaatnya bagi
para remaja (pelajar).
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Burhan, Bungin. 2003. Metodologi Penelitian
Kualitatif: Aktualisasi Metodologis
ke Arah Ragam Varian
Kontemporer. Jakarta: PT.
RajaGafindo Persada..
Fanora, Nur Riediyan. 2011. Urgensi
Pendidikan Seks dan Pendidikan
Moral Sejak Dini serta
Implementasinya Dikalangan
Masyarakat. Malang: Studi Press.
Kamelia, Muthia. 2007. Hubungan
Keterpaparan Erotika Media Massa
dan Peer Group dengan Perilaku
Seksual Remaja. Karya Tulis Ilmiah
Fakultas Kedokteran, Universitas
Andalas, Padang, hlm. 43.
Mohanis. 2003. Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku
Seksual Siswa SLTA Negeri (SMU,
SMK, MA) di Kota Padang Tahun
2003. Tesis Faculty of Public Health
Universitas Indonesia, Jakarta.
Nursal, Dien G.A. 2008. Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku
Seksual Murid SMU Negeri di kota
Padang Tahun 2007. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, FK
Universitas Andalas, hlm. 176-178.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2007. Psikologi
Remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: CV
Alfabeta (IKAPI).