Modul ini membahas tentang PPN (Pajak Pertambahan Nilai) di Indonesia. PPN dikenakan untuk barang dan jasa yang dikonsumsi di dalam negeri dengan tarif 10%. Barang dan jasa yang dikenakan PPN meliputi penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak di dalam negeri oleh subjek pajak yaitu Pengusaha Kena Pajak. Terdapat pengecualian untuk beberapa barang dan jasa seperti bahan pokok, kesehat
abortion pills in Kuwait City+966572737505 get Cytotec
MODUL PPN
1. MODUL PPN
A. PENDAHULUAN
1. Pengertian
• PPN (Value Added Tax=VAT) pada hakikatnya adalah pajak atas konsumsi
barang (c.q. Barang Kena Pajak=BKP) dan atau jasa (c.q. Jasa Kena Pajak=JKP)
di dalam negeri (daerah pabean) yang dikenakan kepada orang pribadi,
badan, dan pemerintah.
• BKP adl barang b’wujud, yg menurut sifat atau hukumnya dpt berupa
barang b’gerak atau barang tak b’gerak, dan barang tidak b’wujud yg
dikenakan PPN (Psl 1(2+3));
• JKP adl setiap kegiatan pelayanan b’dasarkan suatu p’ikatan/p’buatan
hukum yg menye-babkan suatu barang/fasilitas t’sedia u/ dipakai, t’masuk
jasa yg dilakukan u/ m’hasilkan barang krn pesanan/p’mintaan dg bahan &
atas petunjuk dr pemesan (jasa maklon) yg dikenakan PPN (Psl 1 (5+6));
• Oleh karena itu, pd prinsipnya all barang dan jasa yg dikonsumsi/dinikmati
di dlm negeri terutang PPN, kecuali krn p’timbangan ttt (sosial, ekonomi,
politik) brg & jasa tertentu tak dikenakan PPN (Psl 4A & PP 144/2000).
2. PPN di Indonesia
• PPN mulai diterapkan di Indonesia pada tanggal 1 April 1985 sejak
diberlakukannya UU No. 8 Thn 1983 (biasa disebut UU PPN 1984 dlm Pasal
21 UU ini disebutkan bwh mulai berlaku 1 Juli 1984) sbg pengganti UU No. 19
Thn 1951 (UU Pajak Penjualan/PPn 1951).
3. Latar belakang berlakunya UU PPN 1984
• Dlm kurun waktu 1951-1983, UU PPn 1951 telah terjadi perubahan-perubahan
fundamental (penyempurnaan/tambahan)sulit dilaksanakan dlm praktik;
• Dlm pelaksanaannya UU PPn 1951 menim-bulkan dampak pengenaan pajak
berganda (pajak atas pajak) WP menghindar dari pengenaan PPn;
• Sbg akibat pengenaan pajak berganda, UU PPn 1951 tak netral baik thd
perdagangan dalam negeri maupun internasional besarnya pajak terutang
tak dpt dihitung dgn pasti;
• UU PPn 1951 mengandung dualisme sistem pemungutan, yi u/ pengusaha
tertentu diterap-kan self assessment system, u/ pengusaha tertentu lainnya
diterapkan official assessment system tidak memenuhi prinsip keadilan;
• Tidak menerapkan tarif tunggal, tetapi 9 jenis tarif sulit dilaksanakan
(confusing).
Mempertimbangkan kelemahan di atas, UU PPn 1951 diganti dgn UU PPN 1984.
4. Sistematika UU No. 18 Thn 2000 (UU PPN)
2. • Bab I: Ketentuan Umum
Pasal 1 : Definisi
Pasal 1A : Pengertian Penyerahan BKP
Pasal 2 : Harga Jual untuk Hubungan
Istimewa
• Bab IIA: Kewajiban Melaporkan Usaha dan Kewajiban Memungut, Menyetor
dan Melaporkan Pajak Terutang
Pasal 3A : Kewajiban PKP
• Bab III: Objek Pajak
Pasal 4 : Objek Pajak
Pasal 4A : Pengecualian Objek Pajak
Pasal 5 : PPnBM
Pasal 5A : Retur Penjualan
• Bab IV: Tarif Pajak dan Cara Menghitung Pajak
Pasal 7 : Tarif PPN
Pasal 8 : Tarif PPn BM
Pasal 9 : Pengkreditan Pajak Masukan
Pasal 10 : Menghitung Pajak Terutang
• Bab V: Saat dan Tempat Pajak Terutang
dan Laporan Penghitungan Pajak
Pasal 11 : Saat Pajak Terutang
Pasal 12 : Tempat Pajak Terutang
Pasal 13 : Faktur Pajak
Pasal 14 : Larangan Membuat Faktur Pajak
• Bab VA: Ketentuan Khusus
Pasal 16A : Pemungut PPN
Pasal 16B : Fasilitas (Tak Dipungut or Bebas)
Pasal 16C : Membangun Sendiri
Pasal 16D : Penyerahan Aktiva
• Bab VI: Ketentuan Lain-lain
Pasal 17 :Lex Spesialis (Pengertian & Tatacara Pemungutan)
• Bab VII: Ketentuan Peralihan Pasal 18
• Bab VIII: Ketentuan Penutup Pasal 19
B. KARAKTERISTIK PPN
3. 1. Pajak tidak langsungpemikul beban pajak & penanggung jawab atas
pembayaran pajak ke kas negara berada pada pihak yang berbeda;
2. Pajak objektif saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan o/ adanya objek
pajak;
3. Pajak atas konsumsi umum dalam negeri hanya dikenakan atas konsumsi
BKP &/JKP yang dilakukan di dlm negeri;
4. Sifat netral dikenakan thd semua barang dan jasa, menganut prinsip tempat
tujuan (shg impor terutang);
5. Multi stage tax dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi & jalur
distribusi, sampai konsumen akhir;
6. Tidak menimbulkan pajak berganda hanya dikenakan terhadap nilai
tambahnya dan nilai tambah dimaksud bukan mrpk komponen harga
barng/jasa;
7. Mekanisme pemungutan menggunakan faktur pajak bukti memungut PPN,
c.q. Pajak Keluaran/PK (bagi penjual); bukti kredit Pajak Masukan/PM (bagi
pembeli);
8. Sistem Kredit pajak yang telah dibayarkan pada saat membeli (=PM)
BKP/memanfaatkan JKP dapat diperhitungkan (dikreditkan) dgn pajak yg
dibayarkan saat jual (=PK).
C. MEKANISME PEMUNGUTAN PPN
• PPN dikenakan terhadap nilai tambah (added value) yg timbul pada
barang/jasa yg dikon-sumsi;
• Nilai Tambah (NT) = penjumlahan biaya produk-si or distribusi, terdiri dari:
1. Penyusutan atas harta tetap PLUS
2. Bunga modal atas modal PLUS
3. Gaji/upah atas tenaga kerja PLUS
4. Biaya management (management fee) PLUS
5. Biaya lainnya termasuk listrik, telfon, dll PLUS
6. Laba yg diharapkan.
Sederhananya, di bidang perdagangan:
NT= harga jual MINUS harga beli brg dagangan.
• Pemungutan secara bertingkat, ada metode perolehan kembali pajak yg telah
dibayar (kredit pajak) sehingga beban pajak yang dipikul oleh konsumen akhir
tetap = tarif yg berlaku.
4. D. TARIF PPN Pasal 7 UU PPN
a. Tarif PPN 10 % (tarif tunggal/ad valorem rate);
b. Dengan Peraturan Pemerintah bisa diubah menjadi paling rendah 5% dan
paling tinggi 15%;
c. Untuk Ekspor, Tarif PPN = 0% (nol persen).
E. OBJEK PPN & PENGECUALIAN
Pada dasarnya, obyek PPN adalah Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena
Pajak (JKP).
E.1. Obyek PPN Psl 4 UU PPN (butir a s.d. f), Psl
16C (butir g) dan Psl 16D (butir h):
a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh PKP;
b. Impor BKPoleh siapapun, tak harus PKP;
c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh PKP;
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. Ekspor BKP oleh PKP;
g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain;
h. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak
untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya
dapat dikreditkan (lihat Lampiran: Pengalihan Aktiva Pasal 16D).
E.II. Pengecualian
• Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan PPNPasal 4A & PP 144/2000,
yi/:
E.II.1. Barang:
a. Brg hasil pertambangan atau pengeboran, yg diambil langsung dari
sumbernya;
b. Brg kebutuhan pokok yg sangat dibutuhkan rakyat;
c. Makanan & minuman yg disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung &
sejenisnya;
d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
5. E.II.2. Jasa:
a. Pelayanan kesehatan medik;
b. Pelayanan sosial;
c. Pengiriman surat dengan perangko;
d. Perbankan, asuransi, SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI;
e. Keagamaan;
f. Pendidikan;
g. Kesenian & hiburan yg tlh dikenakan pajak tontonan;
h. Penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i. Angkutan umum di darat dan air;
j. Tenaga kerja;
k. Perhotelan;
l. Jasa oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
F. SUBJEK PAJAK PPN = PKP & Non PKP
• Definisi:
1. Pengusaha adl orang pribadi or badan yg dlm kegiatan usaha or
pekerjaannya m’hasilkan barang, mengimpor brg, mlkkan usaha
p’dagangan, memanfaatkan brg tak b’wujud dr luar daerah pabean, mlkkan
usaha jasa, or memanfaatkan jasa dr luar daerah pabean (Psl 1(14));
2. PKP adalah orang pribadi atau badan sbgmana disebut dlm angka 1, yang
dlm kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP &/ JKP
yg dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tak termasuk Pengu-saha Kecil
yang batasannya ditetapkan oleh Menkeu, kecuali Pengusaha Kecil yg
memilih u/ dikukuhkan sbg PKP (Psl 1 (15));
• Batasan Pengusaha KecilKMK-552/KMK.04/-2000Pengusaha Kecil adl
Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan :
a. BKP dgn peredaran bruto tak lebih dari Rp 360 juta, or
b. JKP dgn penerimaan bruto tak lebih dari Rp 180 juta, or
c. BKP dan JKP dgn p’edaran bruto tak lebih dari:
• Rp 360 juta if p’edaran BKP lebih dari 50% dari total peredaran;
• Rp180 juta if penerimaan JKP lebih dari 50% dari total penerimaan.
If WP sampai dengan suatu bulan, peredaran/-penerimaan bruto lebih dari batas
tersebut, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sbg PKP, paling lambat
pada akhir bulan berikutnya.
6. G. PENGUKUHAN PKP
1. Pengusaha wajib dikukuhkan sbg PKP bila memenuhi syarat Psl 2(2) UU
No. 16 Th 2000;
2. Pengukuhan PKP jabatan if telah memenuhi syarat jadi PKP but tak
melaporkan usahanya u/ dikukuhkan Psl 2(4) UU KUP;
3. Wajib melaporkan untuk dikukuhkan sebelum melakukan penyerahan
BKP/JKP, bagi yang memenuhi ketentuan Psl 2(4) Kep Dirjen Pajak No.
KEP-161/PJ./2001;
4. Pengusaha Kecil:
• Memilih dikukuhkan sbg PKP walaupun omset setahun belum memenuhi
syarat (omset masih dalam kisaran batasan Pengusaha Kecil) That’s O.K.
• Tidak memilih u/ dikukuhkan, but sampai suatu masa pajak dlm thn buku
total nilai peredaran bruto tlh melampaui batasan sbg pengusaha kecil
wajib PKP.
Kewajiban PKP: memungut, menyetor, dan melaporkan PPN &/ PPnBM yg
t’utang dengan Surat Pemberitahuan Masa PPN/SPT Masa PPN (Form 1195).
H. DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
Adalah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain
yang ditetapkan Menkeu yg dipakai sbg dasar untuk menghitung pajak
terutang.
H.1. DPP Normal
Harga Jual, adl nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta/sehrsnya diminta (a.l. biaya pengangkutan, b. asuransi, b. bantuan
teknik, b. pemeliharaan, b. pengiriman, dan b. garansi) oleh penjual krn
penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yg dipungut mnrt UU ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak (Psl 1 angka 18).
Penggantian, adl nilai berupa uang, tmsk semua biaya yang
diminta/sehrsnya diminta oleh pemberi jasa krn penyerahan JKP, tidak
terma-suk PPN yg dipungut mnrt UU dan potongan harga yang
dicantumkan dlm Faktur Pajak (Psl 1 agk 19).
Nilai Impor (NI), adl nilai berupa uang yg menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan lainnya yg dikenakan pajak berdasarkan
peraturan per-UU-an Pabean (UU No. 10/1995) u/ impor BKP, tdk tmsk PPN
7. yang dipungut mnrt UU (Psl 1 angka 20). Sederhananya, NI = CIF + Bea
Masuk
Nilai Ekspor, adl nilai berupa uang, tmsk biaya yg diminta/shrsnya diminta
o/ eksportir (Psl 1 angka 26) tercantum dalam PEB yang telah difiat muat
oleh DJBC.
H.2. DPP Nilai Lain
Nilai Lain, adl nilai berupa uang yang digunakan sbg DPP bagi
penyerahan BKP/JKP yg ditetapkan dgn Keputusan Menteri Keuangan
(KMK).
Dalam KMK No. KMK No. 251/KMK.03/2002 perubahan KMK No. KMK
No.567/KMK.04-/2000, sbb:
a. Pemakaian sendiri BKP/JKP => hrg jual – laba kotor (Hrg Pokok
Penjualan/HPP);
b. Pemberian Cuma2 BKP/JKP => hrg jual – laba kotor (Hrg Pokok
Penjualan/HPP);
c. Media rekaman suara/gambar => hrg jual rata-rata;
d. Film Cerita => perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e. Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan =>
harga pasar wajar (Fair Market Value/FMV);
f. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan => harga
pasar wajar (FMV);
g. Kendaraan bermotor bekas => 10% x harga jual;
h. Jasa biro p’jalanan/pariwisata => 10% x jumlah tagihan;
i. Jasa pengiriman paket => 10% x jumlah tagihan;
j. Jasa anjak piutang => 5% x jumlah seluruh imbalan (service charge, provisi &
diskon);
k. Penyerahan BKP/JKP dari pusat ke cabang/ sebaliknya/antar cabang =>
harga jual – laba kotor (HPP);
l. Penyerahan BKP kpd Pedagang Perantara/ Juru Lelang => harga lelang.
Catatan:
Pasal 3 KMK #567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 menyebutkan: “Pajak
Masukan yang berkenaan dgn penyerahan kendaraan b’motor bekas o/
pengusaha kendaraan bermotor bekas, penyerahan jasa yg dilakukan o/
pengusaha biro perjalanan/pariwisata, jasa pengiriman paket, dan jasa anjak
piutang TIDAK DAPAT DIKREDITKAN karena dlm Nilai Lain telah
diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan BKP &/ JKP dalam rangka usaha
tsb.”
8. I. SAAT & TEMPAT TERUTANG PPN
H I.1. Saat Terutangnya PPN => Psl 11 UU PPN
♦ saat penyerahan BKP/JKP;
♦ saat Impor BKP;
♦ saat Ekspor BKP;
♦ saat pemanfaatan BKP tdk b’wujud/ JKP dari luar DP;
♦ saat pembayaran, bila p’bayaran diterima sebelum:
a. penyerahan BKP/JKP,
b. dimulainya pemanfaatan BKP tdk b’wujud/ JKP dari luar DP.
♦ saat lain yg ditetapkan o/ Dirjen PajakKMK-551/KMK.04/2000 dan
KEP-546/PJ./2000.
Yang tidak termasuk dalam pengertian penye-rahan BKP adalah (Psl 1A (2)
UU PPN):
a. penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam UU Hukum
Dagang;
b.penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;
c.penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP
antar cabang dalam hal PKP memperoleh ijin pemusatan tempat pajak
terutang.
I.2. Tempat Terutang PPN Psl 12 UU PPN
Penyerahan BKP atau JKP dan ekspor tempat tinggal, tempat
kedudukan, tempat kegiatan usaha, tempat lain yg ditetapkan dgn
KepDirjen Pajak.
Impor tempat BKP dimasukkan ke dalam Daerah Pabean (DP) dan
dipungut o/ Ditjen Bea Cukai;
Pemanfaatan BKP Tdk b’wujud/ JKP dari luar DP tempat tinggal/
kedudukan/ kegiatan usaha.
Atas permohonan tertulis PKP, Dirjen Pajak dpt menetapkan satu
tempat/lebih sbg tempat pajak terutang.
3. Pemusatan Tempat Terutang PPN
Yang dimaksud dgn Pemusatan tempat terutang PPN adalah penetapan
satu tempat/-lebih sbg tempat terutang PPN.
9. H.3.1. Berdasarkan KEP-128/PJ./2003, mulai berlaku 1 Mei 2003
Syarat untuk PKP Selain Pedagang Eceran (PKP Selain PE) yg
Menyampaikan SPT Masa PPN dgn Media Elektronik (e-filing):
♦ Tempat PPN terutang yg dipusatkan tidak menyelenggarakan adminstrasi
penjualan dan pembelian => semua administrasi dilakukan di tempat
pemusatan PPN terutang;
♦ Fungsi tempat PPN terutang yg dipusatkan hanya melakukan penyerahkan
BKP/JKP kepada pembeli atas perintah tempat pemusatan PPN;
♦ Semua Faktur Pajak dan atau Faktur Penjualan diterbitkan oleh tempat
pemusatan PPN terutang;
♦ Tempat kegiatan usaha yg dipusatkan tidak menerbitkan Faktur Pajak dan
atau Faktur Penjualan, kecuali yg dicetak berdasarkan data yg diinput
secara on-line dari Kantor Pusat atau tempat pemusatannya;
♦ Kantor cabang unit yg dipusatkan hanya mengadministrasikan persediaan
dan administrasi kegiatan perolehan BKP atau JKP u/ keperluan
operasional kantor/unit bersangkutan yg dananya berasal dari kas kecil
(petty-cash).
Syarat untuk PKP PE:
♦ Kegiatan dan administrasi pembelian u/ jaringan penjualan yg tersebar di
berbagai tempat, dipusatkan di tempat pemusatan PPN dimohonkan.
Permohonan diajukan ke Kakanwil Ditjen Pajak 3 bulan sebelum mulai pemusatan.
Harus dijawab oleh Kakanwil dalam waktu 3 bulan sejak permohonan. Pemusatan
berlaku untuk 5 (lima) tahun (Pasal 10 KEP-128). Perpanjangan diajukan paling lambat
3 bulan sebelum habis masa berlakunya.
I.3.2. Berdasarkan KEP-335/PJ./2002
Yakni Pemusatan PPN Terutang bagi PKP di KPP Wajib Pajak Besar (Large Tax
Office/LTO)
Tempat Pemusatan PPN hanya di tempat PKP dikukuhkan (KPP WP
Besar/LTO).
J. FAKTUR PAJAK (FP)
FP adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP/JKP, or bukti pungutan pajak krn impor BKP yang digunakan o/
Ditjen Bea Cukai.
FP tak hrs dibuat scr khusus or b’beda dgn Faktur Penjualan, artinya F
Penjulan sekaligus dpt b’fungsi sbg FP.
10. Fungsi :
• Bagi PKP Penjual : bukti pemungutan PPN;
• Bagi PKP Pembeli: dasar pengkreditkan PPN Ma-sukan;
Jenis-jenis FP:
a. FP Standar (creditable);
b. FP Gabungan (creditable) => penyerahan kepada pembeli yang sama dlm satu
bulan takwim;
c. FP Sederhana (uncreditable) => penyerahan kepada :
1. konsumen akhir, DAN
2. pembeli tidak diketahui identitasnya, yi/ tak ber-NPWP, alamat tak
jelas.
Bentuk dan syarat-syarat FP Standar KEP-549/PJ./2000 jo KEP-323/PJ./2001,
yi/ FP Standar hrs memuat:
a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkna BKP;
b. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP/penerima JKP;
c. Jenis brg/jasa, jmlh harga jual/p’gantian, dan pot. harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPnBM yang dipungut;
f. Kode (5 huruf kapital), Nomor Seri (7 angka), dan tgl p’buatan FP;
g. Nama, jabatan & td tangan yang b’hak.
♦ Note: F Penjualan yang memuat keterangan & pengisiannya sesuai dgn
ketentuan di atas, dpt dipersamakan dgn FP Standar (Psl 5 KEP-549/PJ./2000).
Adapun syarat-syarat Faktur Pajak Sederhana (FP Sed.)
- Diatur dalam KEP-425/PJ./2001 (perub. KEP-524/PJ./2000), sbb:
1. Pasal 1, PKP yg melakukan:
a. penyerahan BKP &/ JKP yg dilakukan scr
langsung kpd konsumen akhir, DAN
b. penyerahan BKP &/ kpd pembeli &/
penerima JKP yg tidak diketahui identitasnya scr lengkap dapat
membuat FP Sed.
2. Pasal 2, FP Sed. Paling sedikit hrs memuat:
a) Nama, alamat, & NPWP yg menyerahkan
BKP &/ JKP;
b) Jenis & kuantum BKP &/ JKP yg diserahkan;
11. c) Jumlah harga jual/penggantian yg sudah termasuk PPN/ besarnya
PPN dicantum-kan secara terpissah;
d) Tgl pembuatan FP Sed.
3. Pasal 3 ayat 1, tanda bukti penyerahan/-pembayaran atas penyerahan BKP
&/ JKP berikut ini sepanjang memenuhi ketentaun Pasal 2 diperlakukan
sbg FP Sed.: bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi,
atau tanda bukti penye-rahan/ pembayaran lain yg sejenis;
4. Pasal 3 ayat 2 & 3, FP Sed. Yg tidak memenuhi ketentuan sbgmana
dimaksud dlm Pasal 2 mrpk Faktur Pajak yg tidak lengkap. Oleh karena itu,
bukan mrpk FP Sed.;
5. Pasal 4 ayat 1, FP Sed. Hrs dibuat pada saat penyerahan BKP &/ JKP / pd
saat pembayaran, bila pembayaran diterima sbl penyerahan BKP &/ JKP;
6. Pasal 4 ayat 2, FP Sed. Paling lambat dibuat dlm rangkap dua;
7. Pasal 5, FP Sed. Tak dapat digunakan o/ pembeli BKP &/ penerima JKP
sbg dasar u/ pengkreditan Pajak masukan.
♦ Penomoran FPSPsl 4 KEP-549/PJ./2000
- Kode Faktur Pajak => dari KPP
- Nomor Seri FP => WP lapor ke KPP
♦ KEP-323/PJ./2001
- Penambahan NPWP dari 11 atau 12 digit jadi 15 digit sejak 1 Januari 2002
FPS harus mencantumkan NPWP 15 digit.
Atas FPS yang terlanjur dicetak (dgn NPWP 11 atau 12 digit) dapat
ditambahkan dgn cara diketik/dicetak/ distempel (tdk boleh ditulis tangan)
menjadi 15 digit.
- U/ pembayaran dgn mata uang asing / rupiah dapat menggunakan satu form
FPS.
- Kode, nomor seri, tgl pembuatan FP dibuat secara berurutan tanpa
membedakan penggu-naan mata uang asing/ rupiah.
• Saat Pembuatan FP Standar Pasal 1 KEP-549/PJ./2000 Paling lambat:
a. pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP/JKP, kecuali
pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka FP Standar dibuat
paling lambat saat penerimaan pembayaran; atau
b. pada saat penerimaan pembayaran if penerima-an pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP/JKP; atau
c. pada saat penerimaan pembayaran termijn; atau
12. d. pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN =>
penyerahan kepada Pemungut PPN; atau
e. FP Gabungan dibuat paling lambat sebagaimana aturan u/ FP Standar.
Sementara itu, dlm KEP-424/PJ/2002 tgl 16 Sept 2002 ditetapkan bahwa FPS
yg diterbitkan sbl melewati 3 bln sejak batas waktu yg ditentukan dlm Psl 1
KEP-549/PJ./2000, tetap diperlakukan sbg FPS. Apabila diterbitkan telah
melampaui batas waktu tsb, FPS ini tidak diperlakukan sbg FPS lagi shg PM yg
tercantum di dlm-nya tidak dpt dikreditkan. Bagi PKP yg menerbitkan FPS
melampaui batas waktu yg ditetapkan dlm Psl 1 KEP-549/PJ/2000 tsb
dikenakan sanksi denda 2% x DPP.
• FP Sederhana dibuat pada saat penyerahan BKP/JKP;
♦ Faktur Pajak PenggantiPsl 7 KEP-549/PJ./2000
=> U/ FP Standar yang rusak/ cacat/ salah hitung/ salah tulis.
FP Standar tdk boleh dihapus/ dicoret;
Menggunakan FP Pengganti:
a. Penerbitan & peruntukan = FP Standar;
b. Diisi b’dsrkan keterangan yang seharusnya, dilampiri FP Standar yang
diganti;
c. Dibubuhkan cap (kode, nomor seri, tgl) FP Standar yang diganti;
d. FP Standar Pengganti dilaporkan dlm SPT Masa PPN pd Masa Pajak (MP) =
MP FP Standar yg diganti dilaporkan;
e. Adanya kewajiban u/ membetulkan SPT Masa PPN pd MP FP yg diganti.
♦ FP Standar yang hilang
Copy arsip FP Standar dilegalisir o/ KPP;
Dibuat rangkap 2 (dua), utk PKP Pembeli & KPP.
♦ Pembetulan FP Standar krn perubahan kurs mata uang asing o/ Pemungut PPN
Tidak boleh dihapus atau di tipp ex;
Mencoret angka yg akan diperbaiki;
Mencantumkan angka yang seharusnya;
Membubuhkan paraf disamping angka tsb.
Sebagai catatan, NILAI KURS YANG DIAKUI ADALAH NILAI KURS
PADA SAAT PEMBAYARAN, bukan nilai kurs pada saat penagihan.
♦ DOKUMEN-DOKUMEN TERTENTU yang diperla-kukan sbg FP Standar
KEP-552/PJ/2000 jo KEP-312/PJ/2001 adalah:
a. PIB + SSP dan bukti pungut oleh Bea Cukai;
13. b. PEB yang telah difiat muat oleh BC + Invoicenya;
c. Surat Perintah Penyerahan Barang DO-LOG/BULOG untuk penyerahan
tepung terigu;
d. Faktur Nota Penyerahan Brg PERTAMINA;
e. Tanda pembayaran/kuitansi telepon dan listrik;
f. Tiket/airway bill/delivery bill angkutan udara dalam negeri;
g. SSP untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud/-JKP dari luar daerah pabean;
h. Nota Penjualan Jasa Pelabuhan.
K. NOTA RETUR
• Dasar hukum : a. Pasal 5A UU PPN;
b. KMK Nomor 596/KMK.04/1994.
• NOTA RETUR DIBUAT OLEH PEMBELI, dalam masa pajak pada saat terjadi
pengembalian BKP, apabila terjadi pengembalian BKP, kecuali BKP tsb diganti
dengan BKP yang jenis, tipe, jumlah dan harganya sama oleh PKP penjual.
• Fungsi Nota Retur:
a. PKP penjual => mengurangi PK;
b. PKP pembeli => mengurangi PM bila tlh dikreditkan;
c. PKP pembeli => mengurangi biaya/harta:
Biaya, bila tlh dibebankan sbg biaya;
Harta, bila tlh ditambahkan (dikapitalisasi) dlm harga perolehan aktiva tsb.
Pembeli yang bukan PKP menguragi biaya/harta.
L. PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
Dasar hukum Pasal 9 UU PPN :
a. Ayat 2 PM dalam satu Masa Pajak (MP) dikreditkan dengan PK untuk masa
pajak yang sama;
b. Ayat 2a Meskipun blm ada PK dlm suatu MP, PM tetap dapat dikreditkan
=> harus PKP dulu;
c. Ayat 4 if PM> PK, Lebih Bayar dapat direstitusi (dimintakan
kembali)/dikompensasi;
d. Ayat 5 & 6 if dlm suatu MP, terjadi penyerahan yang terutang maupun
tidak terutang:
♦ Apabila dari pembukuan dapat diketahui secara pasti, bagian penyerahan
yang terutang PPN, maka PM yang dapat dikreditkan adalah PM yang
berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN;
♦ Tidak dapat diketahui secara pasti, pakai pedoman khusus KMK Nomor :
575/-KMK.04/2000;
14. e. Ayat (7) if untuk PPh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto,
dalam menghi-tung Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dapat memakai
Pedoman khusus KMK No. 553/KMK.04/2000 jo KMK No.
252/KMK.03/-2002;
f. Ayat 8, PM tidak dapat dikreditkan :
♦ Sebelum PKP;
♦ Yang tidak ada hubungan dengan kegiatan usaha (produksi, distribusi,
manajeman, pemasaran);
♦ Perolehan dan pemeliharaan sedan, jeep, station wagon, van dan kombi, kecuali
mrpk barang dagangan atau disewakan;
♦ FP Sederhana;
♦ FP yang tidak memenuhi persyaratan;
♦ Perolehan BKP/JKP yang PM-nya ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak
(SKP), misal SKPKB atas PPN Impor yang belum dibayar;
♦ Perolehan BKP/JKP yang PM-nya tidak dilaporkan dalam SPM, yang
ditemukan pada waktu pemeriksaan.
g. Ayat 9 PM yg dpt dikreditkan, but belum dikreditkan dengan PK pada
Masa Pajak (MP) yang sama, dapat dikreditkan pada MP berikutnya paling
lambat 3 bln setelah berakhirnya MP ybs, sepanjang belum dibeban-kan
sebagai biaya ATAU belum dilakukan pemeriksaan.
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 9 ayat 9 UU PPN disebutkan bahwa
ketentuan ini memungkinkan PKP u/ mengkreditkan PM dgn PK DALAM
MASA PAJAK YANG TIDAK SAMA (MTS), yg disebabkan a.l. karena FPS
terlambat diterima. Pengkreditan PM dlm MTS tsb hanya diperkenankan
dilakukan pada MASA PAJAK BERIKUTNYA PALING LAMBAT 3 BULAN stl
berakhirnya masa pajak ybs.
Dlm hal jangka waktu tsb telah dilampaui, pengkreditan PM tsb dpt
dilakukan melalui PEMBETULAN SPT YANG BERSANG-KUTAN**), yakni
pembetulan SPT yg sesuai dgn tanggal FPS tsb diterbitkan (See
KEP-549/PJ/2000 tgl 29 Des 2000 dan KEP-424/PJ/2002 tgl 16 Sept 2002).
Kedua cara pengkreditan tsb hanya dapat dilakukan apabila PM ybs :
a. BELUM DIBEBANKAN SBG BIAYA, or
b. TIDAK DITAMBAHKAN (DIKAPITALI-SASI) kepada harga perolehan
BKP/JKP ybs, or
c. BELUM DILAKUKAN PEMERIKSAAN.
**) Pembetulan SPT masih dapat dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
sesudah berakhirnya Masa Pajak, dgn menyampaikan pernyataan tertulis (Pasal 8 UU
16/2000 tentang KUP).
15. M. PERHITUNGAN KEMBALI PAJAK MASUKAN YANG TELAH
DIKREDITKAN
Pasal 9 ayat (6) UU PPN 1984 mengatur : “Apabila dalam suatu masa pajak, PKP
selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang
tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan (PM) untuk penyerahan yang
terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah PM yang dapat
dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan
pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan”.
Sebagai peraturan pelaksanaan ditetapkan Kepmenkeu No. 575/KMK.04/2000
tanggal 26 Des 2000 yang mengatur sebagai berikut:
1) PKP yang menggunakan Barang Modal untuk :
a) Kegiatan Usaha yang menghasilkan BKP atau JKP yang atas penyerahannya
terutang PPN ;
b) Kegiatan lain yang tidak terutang atau dibebaskan dari pengenaan PPN dapat
mengkreditkan PM atas perolehan barang modal tersebut yang besarnya
sebanding dengan persentase penggunaan barang modal untuk kegiatan
penyerahan yang terutang PPN. Dalam hal PM tersebut sudah telanjur
dikreditkan seluruhnya, maka dilakukan perhitungan kembali bagian dari
pajak masukan yang seharusnya tidak dapat dikreditkan untuk dibayar
kembali ke kas negara menggunakan rumus :
PM
P’ X ------
T
Keterangan :
P’ : besarnya persentase rata-rata penggunaan barang modal untuk kegiatan lain
yang tidak terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN dalam
satu tahun buku;
T : Masa manfaat barang modal yang ditentukan sebagai berikut :
- Untuk bangunan adalah 10 tahun;
- Untuk barang modal lainnya adalah 5 tahun;
PM: Pajak masukan atas perolehan atau pemeliharaan barang modal yang telah
dikreditkan.
Contoh :
Bus dibeli pada tahun 1998 dengan harga Rp 150.000.000,00. PM sebesar Rp
15.000.000,00 telah dikreditkan karena semula bus ini dimaksudkan untuk antar
jemput karyawan. Namun ternyata di gunakan juga untuk antar jemput anak
16. sekolah. Persentase penggunaan untuk antar jemput anak sekolah dalam satu
tahun buku adalah 40%. PM yang harus disetor kembali ke kas negara adalah :
Rp 15.000.000,00
40%X ---------------------------- = Rp 1.200.000,00
5
2) Barang modal atau BKP selain barang modal digunakan untuk tiga jenis kegiatan
usaha, yi:
a) melakukan penyerahan yang terutang PPN;
b) melakukan penyerahan terutang PPN dan penyerahan tidak terutang PPN;
c) melakukan penyerahan terutang PPN dan penyerahan yang dibebaskan dari
pengenaan PPN.
PM untuk perolehan BKP yang semata-mata digunakan untuk melakukan
penyerahan yang terutang PPN, seluruhnya dapat dikreditkan. Sedangkan PM
untuk perolehan BKP yang selain digunakan untuk penyerahan yang terutang
PPN, digunakan juga untuk melakukan penye-rahan BKP yang tidak terutang
PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN. Sepanjang bagian PM yang terkait
dengan kegiatan penye-rahan yang terutang PPN dapat diketahui dengan
pasti, maka pengkreditan dapat dilaku-kan secara proporsional. Dalam hal PM
tersebut sudah dikreditkan seluruhnya, maka wajib dihitung kembali bagian
yang seharusnya tidak dapat dikreditkan untuk disetor ke kas negara
menggunakan rumus sebagai berikut :
a) Untuk barang modal,
X PM
-------- x --------
Y T
Keterangan :
X : Σ peredaran atau penyerahan yan gtidak terutang PPN atau yang
dibebaskan dari pengenal PPN;
Y : Σ seluruh peredaran dalam satu tahun buku;
PM: Pajak Masukan yang telah dikreditkan;
T : Masa manfaat barang modal :
- Untuk bangunan adalah 10 tahun
- Untuk barang modal lainnya adalah 5 tahun
Contoh :
P.T. Sawit adalah pengusaha perkebunan kelapa sawit. Selain menyerahkan
buah kelapa sawit perusahaan ini juga menyerahkan bibit kelapa sawit. Atas
17. penyerahan kelapa sawit terutang PPN, sedangkan penyerahan bibit kelapa
sawit dibebaskan dari pengenaan PPN. Pada bulan Mei 1997 perusahaan ini
membeli truk yang digunakan untuk mengangkut buah kelapa sawit dan bibit
kelapa sawit. PM atas pembelian truk sebesar Rp 15.000.000,00 telah
dikreditkan. Dalam tahun buku 2001, tercatat penyerahan bibit kelapa sawit Rp
2.000.000.000,00 sedangkan jumlah seluruh penyerahan Rp 30.000.000.000,00.
Bagian PM yang harus disetor kembali ke kas negara dihitung sebagai berikut:
2 M Rp 15.000.000,00
----------- x ---------------------- = Rp 200.000,00
30 M 5
b) Bukan barang modal
X
--------- x PM
Y
Contoh:
Dari contoh tersebut di atas, selama tahun 2001, untuk kegiatan operasional
tersebut truk menggunakan bahan bakar solar. PM atas pembelian solar Rp
10.500.000,00 telah dikredit-kan. Sehubungan dengan itu maka harus dihitung
kembali bagian dari PM tersebut untuk disetor ke kas negara :
2M
----------- x Rp 10.500.000,00 = Rp 700.000,00
30 M
3) Kewajiban perhitungan kembali tersebut harus dilakukan paling lambat bulan
ke tiga setelah akhir tahun buku;
4) Dalam hal sudah habis masa manfaat, maka kewajiban tersebut tidak
dilakukan.
N. RESTITUSI PPN
♦ Dasar Hukum:
1. Pasal 9 ayat (4) UU PPN;
2. KEP-160/PJ./2001.
♦ Sebab-sebab terjadinya restitusi :
1. Umum : dalam suatu Masa Pajak => PM > PK;
2. PM atas perolehan BKP/JKP sebelum ada PK;
3. PKP melakukan Ekspor => termasuk PPnBM;
18. 4. PKP melaks. penyerahan kpd Pemungut PPN;
5. Penyerahan BKP/JKP sehubungan dengan proyek Pemerintah yang dananya
berasal dari bantuan LN, baik hibah (GRANT) maupun pinjaman (LOAN);
6. EPTE, perlakuan = Kawasan Berikat;
7. Salah pungut => PP 143 Pasal 15.
Permohonan restitusi cukup dengan mengisi kolom di SPM PPN, dilampiri
dokumen-dokumen:
a. FPK dan FPM
b. Dalam hal impor :
- PIB, SSP atau bukti pungut DJBC;
- Laporan Pemeriksaan Surveyor;
c. Dalam hal ekspor :
- PEB;
- B/L atau Airway Bill;
- Wesel Ekspor.
d. Dalam hal penyerahan kepada Pemungut PPN:
- Kontrak atau Surat Perintah Kerja;
- SSP lembar 3;
- FPM;
- FPK;
Jangka waktu penyelesaian restitusi PPN:
a. 2 bulan jika pemeriksaan hanya atas PPN;
b. 12 bulan jika pemeriksaan all taxes;
sejak diterima permohonan secara lengkap.
Pasal 17C UU KUP:
Restitusi untuk WP dengan kriteria tertentu => 1 bulan sejak permohonan.
Pemeriksaan dilakukan setelah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pajak.
O. PENYERAHAN KEPADA PEMUNGUT PPN (WAPU)
♦ Dasar Hukum:
1. KMK No. 547/KMK.04/2000 => Penunjukan Wajib Pungut;
2. KMK No. 548, 549, 550/KMK.04/2000 => Tata Cara Pemungutan, Penyetoran,
Pelaporan;
3. KEP-382/PJ/2002 Tanggal 13 Agustus 2002.
♦ Pemungut PPN :
19. 1. Bendaharawan Pemerintah :
a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah.
2. Badan-badan tertentu :
a. Pertamina;
b. Kontraktor Kontrak Bagi Hasil(Contract Production Sharing/KPS) dan Kontrak
Karya;
c. BUMN & BUMD;
d. Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah (BPD);
e. Bank Indonesia (BI).
♦ Mekanisme Pemungutan
a. Saat PKP rekanan mengajukan tagihan, seka-ligus membuat FP dan SSP
rangkap 3;
b. PPN terutang pada saat pembayaran;
c. Dilaporkan oleh PKP rekanan pada masa diteri-ma pembayaran (bukan pada
masa dibuat tagihan).
♦ Contoh :
1. Bendaharawan Pemerintah => dalam pembayaran telah termasuk PPN.
Nilai kontrak, included PPN : Rp 11.000.000,-
PPN : 10/110 x Rp. 11.000.000 : (Rp 1.000.000,-)
(Dipungut o/ Wapu)
Σ p’bayaran yg diterima rekanan …... Rp 10.000.000,-
2. Bendaharawan Pemerintah => Harga jual blm termasuk PPN:
Nilai kontrak, excluded PPN : Rp 11.000.000,-
PPN 10 /100 x Rp 11.000.000 : (Rp 1.100.000,-)
(Dipungut o/ Wapu)
Σ p’bayaran yg diterima rekanan: Rp 11.000.000,-
SPT Masa Pemungut PPN (Form 1101 PUT)
Dasar Hukum : Kep Dirjen Pajak No. KEP-
511/PJ./2001 tanggal 13 Juli 2001;
SPT Form 1101 PUT terdiri dari SPT Induk
dan Lampiran, sebagai berikut:
a. Formulir 1101 PUT (F.1.2.32.01);
b. Formulir 1101 PUT (D.1.2.32.01);
c. Formulir 1101 PUT (D.1.2.32.02).
20. P. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)
Dasar Hukum:
i. Pasal 5 UU PPN;
ii. PP #145/2000;
iii. PP #7/2002;
iv. PP #6/2003 (perub. ke-3 PP #145/2000);
v. KMK #140/KMK.03/2002;
vi. KMK #141/KMK.03/2002.
Pasal 5 UU PPN: PPn BM dikenakan terhadap:
1. Penyerahan BKP yg Tergolong Mewah o/ Pengu-saha yg menghasilkan BKP yg
Tergolong Mewah tersebut di dlm Daerah Pabean;
2. Impor BKP yg Tergolong Mewah.
dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan o/ Pengusaha yg menghasilkan
atau waktu impor.
PPnBM tidak dapat dikreditkan => sbg biaya bagi PKP pembeli shg mjd komponen
Dasar Penge-naan Pajak (DPP) bila BKP dijual kpd pihak lain.
♦ Pasal 7 UU PPN: Tarif PPn BM:
- paling rendah 10% dan paling tinggi 75%;
- atas ekspor, tarif = 0% (nol persen);
♦ Pengelompokan Tarif PPn BM, yi/:
A. Kendaraan Bermotor:
KMK No. 569/KMK.04/2000 => 140/KMK.-03/2002 (10%, 20%, 30%,
40%, 50%, 60%,& 75%).
B. Selain Kendaraan Bermotor:
KMK No. 570/KMK.04/2000 => 141/KMK.-03/-2002 (10%, 20%, 30%,
40%, 50%, & 75%).
♦ Kendaraan Bermotor yang dibebaskan PPn BM:
a) digunakan u/ kend: ambulan, jenazah, pemadam kebakaran, tahanan, dan
angkutan umum;
b) digunakan u/ tujuan Protokoler Kenegaraan;
21. c) kend. bermotor u/ pengangkutan 10 orang/-lebih tmsk pengemudi, dgn
motor bakar cetus api (bensin) /nyala kompresi (diesel/semi diesel) (solar),
utk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
d) kend. bermotr utk keperluan patroli TNI atau POLRI;
Apabila dlm jangka waktu 5 tahun sejak impor/-perolehan
dipindahtangankan/diubah peruntuk-annya dari tujuan semula, PPnBM yg
terutang wajib dibayar kembali.
♦ Pembebasan PPnBM
=> mengajukan permohonan utk mendapat Surat Keterangan Bebas (SKB) PPnBM
kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Contoh Penghitungan PPN dan PPnBM
♦ Penyerahan Kend Bermotor o/ Pabrikan:
Nilai impor CKD *) Rp 200.000.000,-
Biaya Perakitan Rp 30.000.000,-
Keuntungan Rp 20.000.000,-
Harga Jual CBU (HJ) Pabrikan Rp 250.000.000,-
PPN Rp 25.000.000,-
PPn BM (50%) Rp 125.000.000,-
Jumlah Rp 400.000.000,-
♦ Penyerahan Kend Bermotor o/ Distributor:
Harga Beli (HJ Pabr+ PPnBM) Rp 375.000.000,-
Keuntungan Rp 20.000.000,-
Harga Jual Distributor Rp 395.000.000,-
PPN Rp 39.500.000,-
Jumlah Rp 434.500.000,-
PPnBM yg dipungut pada lini sebelumnya dimasukkan dalam DPP PPN.
Note: CKD = Completely Knocked Down, lawan dari
CBU = Completely Bulit Up.
♦ Penyerahan Kend Bermotor o/ Dealer:
Harga Beli (HJ Dist tmsk PPnBM) Rp 395.000.000,-
Keuntungan Rp 20.000.000,-
Harga Jual Rp 415.000.000,-
PPN Rp 41.500.000,-
22. Jumlah Rp 456.500.000,-
PPnBM yg dipungut pada lini sebelumnya dima-sukkan dalam DPP PPN.
♦ Penyerahan KB o/ Dealer kpd Pembeli dgn SKB:
Harga Beli (tak tmsk PPnBM) Rp 290.000.000,-
(Rp 415.000.000 – Rp 125.000.000)
Keuntungan Rp 20.000.000,-
Harga Jual Rp 310.000.000,-
PPN Rp 31.000.000,-
Jumlah Rp 341.000.000,-
Dealer berhak restitusi PPnBM sebesar Rp125.000.000,-.
♦ Penyerahan KB o/ Dealer kpd Pembeli tanpa SKB:
Harga Beli (tmsk PPnBM) Rp 415.000.000,-
Keuntungan Rp 20.000.000,-
Harga Jual Rp 435.000.000,-
PPN Rp 43.500.000,-
Jumlah Rp 478.500.000,-
Dealer tidak berhak restitusi PPnBM sebesar Rp 125.000.000,00 karena
pembeli membayar PPn BM saat membeli KB;
Bila ternyata KB tesebut digunakan u/ kepentingan-kepentingan yang
memenuhi syarat u/ mendapatkan pembebasan PPnBM, maka pembeli tersbut
berhak u/ mendapatkan restitusi PPnBM sebesar Rp 125.000.000,00 yang telah
dibayarkan pada saat membeli.
SPT PPnBM Baru (Form 1101 BM)
Dasar Hukum :
Kep Dirjen Pajak No. KEP-386/PJ./2002 tanggal 19 Agustus 2002
(Perubahan atas Kep Dirjen Pajak No. KEP-12/PJ./1995 tentang Bentuk
dan Isi SPT Masa PPN);
Dengan Kep Dirjen Pajak di atas, SPT Masa PPnBM Form 1195 BM diganti
dengan SPT Masa PPnBM Form 1101 BM yang mulai berlaku sejak Masa
Pajak Agustus 2002. Form 1101 BM tetap melekat dengan SPT Masa PPN
Form 1195;
Perubahan materi Form 1101 BM dibandingkan Form 1195 BM, secara garis
besar sebagai berikut:
23. No. Hal Form 1195 BM Form 1101 BM
01 Lapisan Tarif 10% s.d. 35% 10% s.d. 75%
02 Tidak dipungut/Ditunda/- Tidak
Ditangguhkan/- dipungut/-
Fasilitas
Dibebaskan/Ditanggung Dibebaskan
Pemerintah
03 PPn BM yang
kurang/lebih Tidak ada kolom ini Ada
dibayar
04 Jumlah pajak
terutang yang
Tidak ada Ada
telah dilunasi
(Kolom E.1.)
05 Lampiran F.5. : Ada, tindak
Daftar Rincian lanjut dari
Kendaraan Tidak ada KEP-199/PJ./20
Bermotor 00 dan SE-20/-
PJ.51/2000
Q. PEDAGANG ECERAN (PE)
♦ Dasar Hukum:
- KMK 252/KMK.03/2002 (perub. 553/KMK.03/-2002);
- KMK No. 253/KMK.03/2002.
♦ Definisi: Pedagang Eceran adalah Pengusaha (Orang Pribadi/Badan) yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya melakukan usaha perdagangan dengan
cara sbb:
a. menyerahkan BKP melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios,
atau dgn cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir,
atau dgn cara penjualan dari rumah ke rumah;
b. menyediakan BKP yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran tersebut;
dan
c. melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dg penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat
tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan tersebut
langsung membawa sendiri BKP yang dibelinya.
24. ♦ Perhitungan PPN PE :
KMK No. 253/KMK.03/2002,
PKP PE selain yang menggunakan Norma Peng-hitungan Penghasilan Neto (=
PKP PE Orang Pribadi atau Badan yang melaksanakan pembukuan):
a. PPN terutang => PK = 10% x Hrg Jual & PM = 10% x Hrg Beli
(Mekanisme Biasa);
b. Wajib membuat FP, memungut/menyetor dan melapor pada SPT Masa
PPN.
KMK No. 553/KMK.04/2000 jo KMK No. 252/KMK.03/2002, tentang
PEDOMAN P’HI-TUNGAN PAJAK MASUKAN BAGI PKP YG MEMILIH
DIKENAKAN PAJAK DG M’GUNA-KAN NORMA P’HITUNGAN
P’HASILAN NETO, diatur:
♦ PK = P’edaran Bruto &/ Penerimaan Bruto dari
penyerahan yang terutang PPN x Tarif PPN
PK = 10% x Σ Peredaran Bruto BKP &/JKP
♦ Pajak Masukan (PM) =
a. U/ penyerahan BKP o/ PE dg Norma P’hitung-an P’hasilan Neto => PM =
80% x PK => PM = 80% x (10% x Σ Peredaran Bruto BKP &/ JKP);
b. U/ penyerahan BKP yang dilakukan o/ selain PE => PM = 70% x PK => PM =
70% x (10% x Σ Pered. Bruto BKP &/ JKP);
c. U/ penyerahan JKP => PM = 40% x PK => PM = 40% x (10% x Σ Peredaran
Bruto BKP &/ JKP).
Note:
♦ B’laku u/ Wajib Pajak (PKP) ORANG PRIBADI (PKP) dg omset (peredaran bruto
usaha) setahun tidak lebih dari Rp 600 juta, shg tak wajib pembukuan
(bookkeeping);
♦ Konsekuensi KMK 252, PKP terbagi menjadi 3 kelompok, yi/:
1. PKP dg omset setahun >Rp 600 juta, dan
2. PKP beromset setahun:
a. Rp 360 juta<omset ≤Rp 600 juta u/ BKP, dan
b. Rp 180 juta<omset≤Rp 600 juta u/ JKP
3. PKP beromset ≤Rp 360 juta u/ BKP dan ≤Rp 180 juta u/JKP (Pengusaha Kecil
yang memilih u/ di-PKP-kan).
R. SANKSI-SANKSI DALAM PPN
Q.I. Sanksi Administrasi
25. Terlambat memasukkan SPT Masa PPN: denda Rp. 50.000,- (Psl 7 (1) UU KUP).
Bunga 2% sebulan x Pajak terutang, jika:
- Terlambat bayar (Psl 9 (2a) KUP);
- WP membetulkan sendiri SPT, utang pajak lebih besar (Psl 8 (2) KUP);
- Hasil pemeriksaan DJP pajak terutang tidak/-kurang bayar (Psl 13 (2));
- Pajak terutang menurut ketetapan pajak tidak/-
kurang dibayar (Psl 19 (1)).
Denda: 2% x DPP u/:
- PKP tdk lapor u/ dikukuhkan sbg PKP (Psl 14 (4) KUP);
- Pengusaha non PKP membuat FP (Psl 14 (4) KUP);
- PKP tidak membuat FP atau membuat tidak tepat waktu/tdk mengisi lengkap
(Psl 14 (4) KUP).
Kenaikan : 50% x pjk kurang bayar.
- hasil pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT (Psl 8 (5) KUP).
Kenaikan : 100% x pajak kurang bayar, u/:
- Hasil pemeriksaan DJP, setelah melakukan pengembalian kelebihan pajak kpd
WP Kriteria Tertentu => SKPKB (Psl 17C (5) KUP);
- SPT Masa tidak disampaikan dan telah ditegur; (13 (3)(c) KUP);
- Hasil pemeriksaan, ternyata PPN/PPnBM tdk seharusnya dikompensasikan
atau dikenakan tarif 0% (13 (3)(c) KUP);
- Tidak melakukan kewajiban pembukuan/-pencatatan (Psl 28 KUP) dan tidak
membantu pemeriksaan (Psl 13 (3)(c) & Psl 29 KUP);
- Setelah diterbitkan ketetapan pajak ternyata ada data baru/tambahan yang
blm diperhitungkan => SKPKBT (15 (2) KUP).
Q.II. Sanksi Pidana
Pidana kurungan paling lama 1 tahun / denda 2 kali jumlah pajak
tidak/kurang dibayar krn kealpaan (Psl 38 KUP), u/:
a. PKP tidak menyampaikan SPT;
b. PKP menyampaikan SPT, but isi/lampiran tidak benar/ tidak lengkap,
menimbulkan kerugian negara
Pidana penjara paling lama 6 tahun / denda 4 kali jumlah pajak tidak/kurang
dibayar karena sengaja (Psl 39 KUP), u/:
a) Tidak mendaftarkan diri / menyalahgunakan NPWP/ NPPKP;
b) Tidak menyampaikan SPT;
26. c) Menyampaikan SPT, but isi/lampiran tidak benar/ tidak lengkap;
d) Menolak dilakukan pemeriksaan;
e) Pembukuan/pencatatan palsu/dipalsukan;
f) Tidak menyelenggarakan pembukuan/-pencatatan;
g) Tidak menyetorkan pajak yg telah dipotong/-dipungut,
sehingga menimbulkan kerugian Negara dapat dilipatkan 2 kali bila belum
lewat 1 thn melakukan lagi tindak pidana dalam bidang perpajakan.
Pidana penjara paling lama 2 tahun / denda 4 kali jml restitusi/kompensasi
yang dimohon (Psl 39 (3) KUP), u/:
a) Menyalahgunakan NPWP/NPPKP, atau
b) Menyampaikan SPT, but isi/lampiran tidak benar/ tidak lengkap,
dalam rangka mengajukan restitusi/kompensasi.
S. PELAPORAN PPN
• Fungsi SPT Masa PPN : sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jum-lah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang untuk setiap
Masa Pajak, dan melaporkan :
a. Pengkreditan Pajak Masukan
b. Pembayaran/pelunasan pajak.
• SPM PPN terdiri dari :
1. Formulir 1195 - SPM PPN induk
2. Formulir 1195 A1 - Daftar PK & PPnBM
3. Formulir 1995 A2 - Daftar PK yang tidak dipu-
ngut/dibebaskan
4. Formulir 1195 A2 - Daftar PK dan PPnBM
kepada Pemungut PPN
5. Formulir 1195 B1 - Daftar PM yang dapat dikre-
ditkan
6. Formulir 1195 B2 - Daftar PM & PPnBM yang
memperoleh Pembayaran Pendahuluan dari
Bapeksta Keuangan (skr BINTEK Keu);
7. Formulir 1195 B3 - Hasil Penghitungan kembali
PM yg telah dikreditkan/tidak
Dipungut
8. Formulir B4 - Daftar PM yg Tidak Dapat
Dikreditkan
9. Formulir 1101 BM - SPM PPn BM
Catatan:
27. Per 1 Agustus 2003, BINTEK dilikuidasi, shg Formulir 1195 B2 tak berguna lagi.
• SPM PPN Pedagang Eceran, terdiri dari:
1. Formulir 1195 PE - SPT Induk
2. Formulir 1195 PE-I - Daftar PPN yg Harus Dibayar
3. Formulir 1195 PE-II- Daftar PPN yang dipungut oleh Pemungut.
Note:
Sejak berlakunya KMK No. KMK-252/KMK.-03/2002 tanggal 31 Mei 2002 ttg
Pedoman Penghitungan Pengkreditan PM bagi PKP yang berdasarkan UU PPh
Memilih Dikenakan Pajak dgn Menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Netto dan KMK No. 253/KMK.-03/2002 tanggal 31 Mei 2002
tentang PPN atas Penyerahan Barang Dagangan o/PE selain yang
Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, maka otomatis SPT
1195 PE tidak berguna lagi karena semua PKP yang sebelumnya menggunakan
SPT 1195 PE, telah tertampung dalam SPT 1195.