SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
1
Kompetensi Informasi dan Kompetensi Pustakawan1
Putu Laxman Pendit, Ph.D.2
Pengantar
Persoalan kompetensi berkaitan dengan berbagai hal, bukan hanya pengukuran kinerja
seorang profesional. Pada dasarnya pemikiran tentang kompetensi profesi
berkembang bersama dengan pemikiran tentang posisi pekerja di dalam sistem kerja,
serta sistem sosial-budaya yang lebih luas. Kompetensi pustakawan Indonesia
seyogianya ditempatkan di dalam sistem profesionalisme yang lebih luas ini, bukan
hanya sebagai standar atau alat ukur untuk menilai kinerja individual. Sebelum
menerapkan pendekatan berbasis kompetensi, seluruh jajaran Kepustakawanan
Indonesia harus terlebih dahulu memastikan ketersediaan sumberdaya profesional
bagi para pustakawan Indonesia. Termasuk di dalam sumberdaya ini adalah kepastian
tentang posisi pustakawan di dalam kehidupan masyarakat informasi, sarana
pendidikan dan pengembangan profesi, serta tanggungjawab sosial-budaya
pustakawan sebagai orang profesional. Semua ini akhirnya akan bermuara pula pada
otonomi pustakawan sebagai pekerja profesional.
Peran organisasi-organisasi profesi pustakawan menjadi sangat penting, terutama
sebagai katalisator bagi penetapan kompetensi inti (core competency) yang
memungkinkan para anggotanya memiliki posisi seimbang dalam penentuan
kompetensi di tempat kerja. Prinsip kerja berbasis kompetensi seharusnya
menghindari suasana “pengawasan” yang banyak terjadi jika pengukuran kompetensi
dianggap hanya sebagai hak manajemen atau pengelola untuk mengukur dan
mengawasi kinerja pekerja. Sebaliknya, untuk sungguh-sungguh menerapkan sistem
kerja berbasis kompetensi, perpustakaan memerlukan demokratisasi di tempat kerja
berdasarkan pada pandangan bahwa ukuran kompetensi adalah keputusan bersama
untuk mencapai kemajuan organisasi yang didasarkan pada tanggungjawab
profesional.
Makalah ini tidak akan membahas teknis penetapan dan pengukuran standar
kompetensi, melainkan lebih sebagai tinjuan kontekstual terhadap penerapan
pendekatan berbasis kompetensi. Ulasan akan dimulai dari pengertian kompetensi
secara umum di dalam masyarakat informasi, sebagai sebuah masyarakat berciri
khusus yang mengandalkan kegiatan penyimpanan, pencarian, dan penggunaan
informasi di berbagai aspek kehidupannya.
Kompetensi Informasi
Jika kita percaya pada keberadaan "masyarakat informasi" maka sebenarnya secara
langsung kita mengandaikan bahwa kegiatan mencari, mengumpulkan, dan
menggunakan informasi sudah menjadi kegiatan utama di dalam masyarakat itu. Di
dalam masyarakat seperti ini kompetensi informasi menjadi bekal hidup utama.
1
Makalah ini pernah dibawakan untuk Lokakarya Pustakawan Swasta se-Jabodetabek, Jakarta 14-15
Januari 2008. Penambahan yang signifikan disajikan dalam bentuk dua lampiran di akhir makalah.
2
Pengamat dan peneliti independen dalam masalah Kepustakawanan Indonesia.
2
Seseorang dapat berfungsi dan bertindak secara memadai di masyarakatnya jika dia
punya kemampuan (ability), keterampilan (skill), dan kompetensi (competence)
informasi.
Sebagaimana dikatakan Savolainen (2002), “kemampuan” bersifat inheren dalam diri
manusia, berupa sebuah potensi untuk melakukan sesuatu secara intelektual maupun
secara fisik. Potensi ini tentu berkembang sejalan dengan pendidikan dan
pengalamannya. Sedangkan “keterampilan” merupakan perwujudan (aktualisasi) dari
potensi itu dalam bentuk tindakan-tindakan yang tepat dalam situasi tertentu.
Seseorang yang terampil adalah seseorang yang tahu bagaimana melakukan sesuatu
secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuannya. Jika orang ini secara konsisten
menunjukkan keterampilannya dalam situasi dan bidang tertentu, maka kita
mengatakan orang ini memiliki “kompetensi”.
Sebuah kompetensi mengandung pengetahuan tentang sesuatu dan bagaimana
menggunakan pengetahuan itu. Kompetensi berada pada tataran tindakan atau aksi
(action). Seorang yang kompeten adalah seorang yang punya how to knowledge, alias
pengetahuan (bagaimana) melakukan sesuatu. Pengetahuan ini bersifat dinamis,
berkembang sesuai konteks sosial orang yang bersangkutan (kebutuhan, situasi, dan
kondisi sosialnya). Orang yang kompeten adalah orang yang tahu apa yang perlu
dilakukannya dalam suatu situasi tertentu. Dia memiliki what to do knowledge.
Dalam bentuk gambar, seperti ini:
Jika memakai pengertian-pengertian di atas, maka kompetensi informasi (information
competence) adalah sebuah keterampilan mencari, mengumpulkan, dan menggunakan
informasi berdasarkan pengetahuan yang dinamis tentang situasi sosial tertentu.
Kompetensi informasi ini harus dikembangkan dari kemampuan informasi
(information ability) yang tertanam sebagai hasil pendidikan dan pengalaman
seseorang, dan diwujudkan dalam bentuk berbagai keterampilan informasi
(information skills) di dalam berbagai situasi sosial.
Ada tiga aspek yang berkaitan dengan kompetensi informasi ini:
Pertama adalah literasi atau keberaksaraan informasi (information literacy)
yang antara lain mengandung kemampuan membaca dalam arti luas (tidak
KOMPETENSI
Punya pengetahuan (know what) dan
tahu bagaimana menggunakan
pengetahuan itu (skills, terampil)
Kemampuan (ablilities)
TINGKATAN
AKSI (action)
TINGKATAN
POTENSI (potency)
konteks
3
hanya membaca teks, tetapi juga "membaca gambar") dan memahami apa
yang dibaca secara memadai. Sudah barang tentu, kemampuan membaca ini
juga harus didukung oleh kemampuan mencari sumber informasi secara
efektif dan efisien. Lebih jauh lagi, literasi informasi mengandung
kemampuan dan keterampilan mengaitkan berbagai informasi untuk
membangun makna yang lebih luas, sehingga makna ini dapat dimanfaatkan
untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan.
Kedua, literasi media (media literacy) atau lebih spesifik lagi literasi
komputer (computer literacy) yang secara spesifik mengandung kemampuan
dan keterampilan memanfaatkan berbagai media, baik elektronik maupun non-
elektronik dalam rangka memperoleh informasi dan pemahaman yang meluas
seperti disebutkan di atas. Dengan kata lain, literasi informasi menyangkut isi
dan struktur isi pesan, sementara literasi media menyangkut format dan
teknologi pesan. Dalam perkembangannya, literasi media juga menyangkut
pengetahuan tentang kandungan nilai sosial-budaya dari setiap media.
Misalnya, kita tahu bahwa koran (suratkabar) dan klip video di Internet punya
"nilai sosial" yang berbeda.
Ketiga, di dalam kehidupan yang sudah dirasuki jaringan digital (Internet,
telepon gengam, ATM), maka kompetensi informasi juga memelukan literasi
jaringan (network literacy) yakni kemampuan dan keterampilan
memanfaatkan jaringan sosial maupun jaringan teknologi (atau gabungan
keduanya : jaringan sosio-teknis) untuk mencari, mengumpulkan, dan
mengunakan informasi bagi berbagai keperluan hidup. Seseorang yang
memiliki kemampuan dan keterampilan jaringan sering juga disebut orang
yang punya kompetensi jaringan (network competence). Dia tidak selalu harus
punya relasi yang banyak, tetapi setidaknya bisa dengan cepat memutuskan
siapa (dan apa) yang musti dikontak jika dia memerlukan informasi. Termasuk
di dalam kompetensi ini tentunya adalah keakraban orang itu pada teknologi
digital.
Ketiga aspek ini memungkinkan seseorang berfungsi secara efektif dan efisien dalam
kehidupan yang dipenuhi informasi. Sama halnya dengan kompetensi berbahasa dan
berkomunikasi pada umumnya, kompetensi informasi ini melengkapi kemampuan
seseorang dalam memanfaatkan informasi untuk keperluannya. Kompetensi informasi
memungkinkan pula seseorang menjadi subjek, bukan objek dalam masyarakat
informasi. Ia mampu berperan aktif di masyarakat informasi.
Kompetensi Pekerja Informasi
Jika sebuah masyarakat mengalami kerepotan dalam menangani persoalan informasi
di dalam kehidupan mereka, maka masyarakat itu memerlukan bantuan orang-orang
profesional, yaitu orang-orang yang biasa disebut pekerja informasi (information
professionals). Orang-orang profesional ini diharapkan memiliki kompetensi tertentu
yang akan berguna bagi masyarakatnya. Misalnya, Special Library Association di
Amerika Serikat (http://www.sla.org) mendefinisikan kompetensi tersebut sebagai
berikut:
Competencies have been defined as the interplay of knowledge,
understanding, skills and attitudes required to do a job effectively from the
point of view of both the performer and the observer. The unique competencies
4
of the special librarian include in-depth knowledge of print and electronic
information resources in specialized subject areas and the design and
management of information services that meet the strategic information needs
of the individual or group being served.
Di dalam definisi di atas terdapat beberapa istilah penting. Pertama, jelaslah bahwa
persoalan kompetensi berkaitan dengan efisiensi dan efektifitas bekerja, serta
berdasarkan kesepakatan, sebab ada kata-kata from the point of view of both the
performer and the observer. Artinya, kompetensi merupakan urusan kedua belah
pihak: si pekerja maupun orang lain yang mengamati pekerjaannya. Kemudian juga
ada kata-kata unique competencies yang menandakan bahwa kompetensi pekerja
informasi tidak dapat disamakan dengan kompetensi orang pada umumnya. Lalu, juga
ada kalimat “… meet the strategic information needs of the individual or group being
served”. Artinya, kompetensi yang unik tersebut pada dasarnya digunakan untuk
melayani kepentingan masyarakat, sebagai bagian dari sebuah institusi jasa (services).
Sebagai bagian dari sebuah institusi, maka kompetensi pustakawan dilihat sebagai
bagian dari kerja, dan karena itu kompetens pustakawan dilihat sebagai bagian dari
profesionalisme pekerja. Sebagaimana dikatakan Freidson (1994), inti dari
profesionalisme memang adalah kerja (work). Kerja di sini juga harus dilihat secara
khusus. Pertama, kerja profesional berbeda dari kerja yang lainnya yang mungkin
memiliki ciri dan fungsi sama. Untuk ini perlu pengakuan informal maupun formal
terhadap kerja itu. Kedua, status kerja profesional punya tempat tertentu di pasar
pekerjaan dan mendapatkan imbalan finansial di masyarakat. Kerja yang tidak
dibayar, pada umumnya dianggap tidak profesional, walaupun nilainya mungkin
tinggi sekali.
Jika sebuah kerja ingin berstatus khusus di masyarakat, maka setiap pekerjanya
membutuhkan pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi yang penerapannya
membutuhkan pengaturan sosial. Sebuah masyarakat moderen mengelompokkan
pekerja menurut jenis pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang menurut
masyarakat itu diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu. Tingkat kekhususan
(spesialisasi) pekerja bagi sebuah masyarakat ikut menentukan keprofesionalan
sebuah pekerjaan. Seberapa pun bersikerasnya sebuah profesi mengatakan bahwa
mereka bersifat "khusus", tetapi jika masyarakatnya menganggap mereka adalah
pekerja "umum", maka tetap saja pekerjaannya disebut tidak profesional.
Profesi dan Sistem Kerja
Jika profesionalisme berintikan kerja, maka kita bisa melihat sistem kerja (labour
exchange systems) sebagai tempat di mana setiap orang dalam angkatan kerja
memberikan sebuah jasa -baik itu berupa upaya, pertimbangan, nasihat, dan
sebagainya- kepada orang lain atau ke sebuah organisasi, dan dibayar untuk itu.
Dalam konteks profesionalisme sistem kerja secara garis besar dapat di bagi dalam
dua model. Masing-masing model memiliki dua tipe spesifik.3
3
Diadaptasi dari penjelasan the Association of Professional Engineer, Geologist and Geophysicist of
Aleberta - www.apegga.com sebagaimana ketika diakses 10 September 2001.
5
1. Model Profesional - Klien Tipe 1 (tipe "ideal"). Tipe ini bersifat ideal dalam
hal kendali atas pemberian jasa profesional dan kompensasinya. Seorang
profesional memberikan jasa berdasarkan pengetahuan yang tidak dimiliki
oleh klien, sehingga klien bergantung kepada etika dan kompetensi profesi.
Peran asosiasi profesi dalam menjaga standar profesi di sini sangat besar
karena klien dalam posisi lemah. Sementara itu, si profesional yang "self-
employed" seperti ini relatif otonom dalam memilih klien, kapan dan
bagaimana melayani, serta berapa akan meminta bayaran. Dalam hal ini
perkembangan karir sejalan dengan perkembangan profesi.
2. Model Profesional - Klien Tipe 2 - Klien Tunggal. Semakin sedikit jumlah
klien yang dilayani, kekuasaan klien mengendalikan waktu kerja, jenis
pekerjaan, bayaran, dsb. semakin meningkat, sampai ke suatu titik di mana
profesional hanya melayani satu klien. Di sini sebenarnya si profesional sudah
lebih mirip sebagai pegawai, walaupun sifat hubungan profesional - klien
masih ada. Di sini, otonomi profesi sangat berkurang dan kendali pindah ke
klien tunggal tersebut. Standar profesi akan dipengaruhi oleh klien, selain oleh
asosiasi profesi. Kemampuan profesional akan dipersempit untuk memenuhi
satu keperluan dari satu klien, dan bukan untuk beragam keperluan dari
beragam klien. Dengan demikian kemampuan memberi penilaian dan
pertimbangan pun akan terbatas. Kalau profesi tidak mau melayani si klien,
profesi ini akan kehilangan pekerjaan.
3. Model Pekerja - Majikan Tipe 1 - Pelanggan Terlihat. Profesional yang
menyediakan jasa dalam model profesional - klien di atas adalah sekaligus
pekerja dan majikan. Kalau kedua fungsi dipisahkan, bertambah lah kesulitan
yang dihadapi profesional dalam memenuhi kriteria profesional dalam hal
otonomi, komitmen, identifikasi, dan etik. Si profesional kini
bertanggungjawab secara harian kepada majikan. Orang atau orang-orang
yang menerima jasa adalah nasabah dari si majikan. Nasabah membayar
majikan, dan majikan membayar pegawai atas jasa yang diberikan kepada
nasabah. Jelas bahwa majikan ingin mengendalikan kepada siapa, kapan, dan
dalam kondisi apa pegawainya memberikan jasa. Majikan juga ingin menilai
kinerja, kompetensi, dan etika dari pegawai. Majikan pada umumnya tidak
setuju jika tugas ini dilaksanakan oleh asosiasi profesional, walaupun mereka
tidak menolak adanya pembagian peran kontrol ini. Majikan akan punya
kecenderungan kuat untuk mereduksi pekerjaan besar yang rumit menjadi
pekerjaan-pekerjaan kecil. Satu orang akan ditugaskan untuk mengerjakans
setiap bagian kecil itu secara rutin dan terpola. Akibatnya, kebutuhan untuk
memiliki pengetahuan yang luas dan pengambilan keputusan berkurang. Juga
akan mudah bagi majikan untuk mengganti-ganti orang. Otonomi berkurang,
ditambah dengan intervensi majikan ke bidang-bidang seperti standar, etika,
kompetensi. Karir dan perkembangan tergantung pada majikan.
4. Model Pekerja - Majikan Tipe 2 - Pelanggan Tidak Terlihat. Otonomi profesi
semakin terancam jika jasa dari si pegawai dipakai untuk membuat sebuah
produk untuk majikan yang kemudian menjualnya kepada pelanggan.
Sekarang, pelanggan "tidak nampak" bagi si profesional. Majikan, dalam
rangka memenuhi kebutuhan pelanggan dan pemegang saham, mendikte
standar, etika, kondisi kerja, skala gaji, dan perkembangan karir dari para
6
pegawai. Profesional yang bekerja dalam sistem seperti ini tidak ada bedanya
dengan pekerja lain. Bisa muncul tekanan sangat kuat pada pegawai
profesional untuk meninggalkan konsep profesionalisme, terutama konsep
yang dianggap akan menghalangi karir. Ini berarti ada tendensi untuk lebih
loyal kepada perusahaan daripada kepada "profesi".
Kompetensi dalam Sistem Kerja
Jika kita melihat posisi pekerja profesional dalam empat model di atas, maka jelas ada
dua macam cara umum melihat kompetensi dan pengukurannya. Cara pertama, yaitu
ketika seorang pekerja profesional memiliki kompetensi yang tidak dimiliki klien dan
segala pengukuran terhadap kompetensi itu dirasakan dan diukur langsung oleh si
klien atau oleh asosiasi profesi yang mengawasi kinerja anggota-anggotanya. Cara
kedua, yaitu ketika seorang pekerja profesional memiliki kompetensi yang sudah
“dijual” kepada organisasi, dan organisasi inilah yang kemudian mengukur
kompetensi itu untuk tetap dapat menetapkan “nilai” si pekerja profesional.
Cara kedua inilah yang sebenarnya lebih sering diperbincangkan umum ketika
membahas masalah “kompetensi”. Dalam konteks ini kompetensi adalah spesifikasi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta penerapan dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tersebut dalam suatu pekerjaan atau perusahaan atau lintas
industri, sesuai dengan standar kinerja yang disyaratkan. Kompetensi pustakawan,
dengan demikian, adalah spesifikasi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap pustakawan
yang diterapkan di pekerjaan kepustakawanan sesuai dengan standar kinerja yang
diharapkan sebuah institusi perpustakaan. Kompetensi inilah yang kemudian diukur.
Untuk menerapkan pengukuran, biasanya digunakan sebuah patokan berupa Daftar
Kompetensi atau Standar Kompetensi yang merupakan pernyataan tentang
keterampilan dan pengetahuan yang harus dilakukan saat bekerja serta penerapannya,
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh tempat kerja (industri). Daftar
Kompetensi ini biasanya dibuat dengan memperhatikan beberapa syarat, yaitu:
Menggambarkan pengetahuan, keterampilan maupun sikap yang disyaratkan
dalam pekerjaan.
Dibuat oleh industri atau bidang kegiatan yang bersangkutan.
Merupakan pedoman dasar untuk menentukan kualifikasi maupun penilaian.
Sebagai contoh, makalah ini disertai lampiran tentang cara penilaian
kompetensi.
Merupakan pedoman bagi pelatih maupun evaluator terhadap penyelenggaraan
dan penilaian pelatihan
Biasanya pula, sebuah kompetensi didukung oleh keterampilan spesifik yang
menyangkut tempat kerja, seperti:
Melaksanakan Pekerjaan (Task Skill), melakukan tugas-tugas rutin dalam
pekerjaan.
Mengelola Pekerjaan (Task Management Skill), mengelola sejumlah tugas
yang berbeda dalam pekerjaan.
7
Mengantisipasi Kemungkinan (Contingency Management Skill),
mengantisipasi masalah yang mungkin timbul.
Mengelola Lingkungan Kerja (Job/Role Environment Skill), tanggungjawab
dan harapan atas lingkungan kerja, termasuk kerjasama dengan orang lain.
Beradaptasi (Transfer Skills), mengadaptasikan/ mentransfer pengetahuan,
keterampilan serta sikap yang dimiliki ke dalam situasi yang baru
Kompetensi dalam sistem kerja juga seringkali langsung dikaitkan dengan pelatihan
berbasis kompetensi (CBT, competency based training), dengan asumsi bahwa
kompetensi seseorang dapat berkembang jika ada cukup sarana dan fasilitas untuk itu.
Misalnya, seorang pustakawan yang akan diukur kompetensinya dalam hal
penggunaan search engine tentu seyogianya mendapat cukup pendidikan dan
pelatihan penggunaan alat itu. Lebih jauh lagi, pada dasarnya kompetensi dalam
sistem kerja adalah kepentingan bersama organisasi dan pekerja profesional, jika kita
melihatnya bukan hanya sebagai ukuran yang harus dipenuhi, melainkan juga sebagai
patokan pengembangan. Lalu, setiap organisasi dan profesi memerlukan kepastian
tentang kualifikasi dan penjenjangan kompetensi, sebagai semacam sistem untuk
mengakui seberapa kompeten seseorang telah bekerja di tempat kerjanya.
Dalam bentuk diagram, seperti ini:
Dari gambar di atas terlihat bahwa pengukuran atau pengujian kompetensi hanyalah
salah satu unsur dari upaya pengembangan organisasi maupun diri pekerja, sehingga
langsung dikaitkan dengan strategi dan materi belajar. Jika sebuah perpustakaan ingin
menguji kompetensi pustakawannya, tentu perpustakaan itu juga harus memikirkan
unsur pelatihan dan strategi bagi para pustakawan yang bersangkutan dalam belajar
untuk mengembangkan dirinya.
Kompetensi Pustakawan Indonesia
Dari pembahasan di atas kita sekarang dapat meletakkan persoalan kompetensi
pustakawan secara lebih kontekstual, serta mengaitkannya dengan setidaknya 3 hal
penting, yaitu:
Standar
Kompetensi
Pengujian
Kompetensi
Strategi dan
Materi Belajar
Kerangka
Kualifikasi
Competency
Based
Training
Keterampilan, pengetahuan, dan sikap
yang dibutuhkan untuk melakukan suatu
pekerjaan
Proses menilai apakah seseorang memiliki
keterampilan, pengetahuan, dan sikap
yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan
Bagaimana seseorang mendapatkan
keterampilan, pengetahuan, dan sikap
yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan
Sistem pengakuan tingkatan keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan
dalam suatu pekerjaan
8
Perkembangan masyarakat dan teknologi informasi yang secara langsung
memengaruhi kebutuhan akan masyarakat yang kompeten di bidang informasi.
Artinya, “kompetensi informasi” dapat menjadi kebutuhan semua pihak,
bukan hanya pustakawan. Ada beberapa aspek “kompetensi informasi” ini
menjadi bersifat umum, sehingga dapat saja masyarakat yang bersangkutan
merasa bahwa tidak diperlukan profesi khusus untuk membantu mereka
mencapai tingkat kompeten di bidang informasi. Ini misalnya terjadi dalam
fenomena Google-isasi, ketika peran pustakawan diabaikan oleh anggota
masyarakat yang merasa lebih pandai menggunakannya.
Posisi pustakawan dalam sistem kerja yang didasarkan pada kebutuhan
masyarakat akan menentukan bagaimana kompetensi ditetapkan dan dijadikan
alat ukur. Dalam hal ini, jika pustakawan merupakan pihak yang kurang
memiliki “posisi tawar” , maka segala sesuatu yang berkaitan dengan
kompetensi menjadi wewenang pihak lain. Hubungan antara pustakawan
dengan pihak yang mengukur pun menjadi sepihak. Padahal kompetensi harus
dilihat dari sisi kedua belah pihak. Dalam konteks ini, maka peran organisasi
profesi sebagai badan yang bertanggungjawab sekaligus melindungi para
anggotanya, menjadi sangat penting.
Ketersediaan sarana pendidikan, pelatihan, dan pengembangan kompetensi
merupakan “harga mati” jika kompetensi ingin dikaitkan dengan kinerja
keseluruhan sebuah organisasi. Konsentrasi pada penetapan standar serta
pengukuran kompetensi seringkali menyebabkan posisi pekerja semakin
terpojok. Mereka terus dituntut untuk “memenuhi standar”, tetapi tidak diberi
kesempatan untuk berkembang. Tentu saja hal ini berkaitan erat dengan
“posisi tawar” sebagaimana diuraikan di butir sebelumnya.
Kalau kita menggunakan ketiga hal di atas sebagai kerangka acuan untuk memandang
persoalan kompetensi pustakawan Indonesia, niscaya kita akan melihat bahwa
keinginan untuk menerapkan pengukuran kinerja berdasarkan kompetensi harus
dilakukan dengan bijaksana. Pandangan tentang kompetensi harus disertai
pemahaman yang benar tentang peran pustakawan dan posisinya dalam bidang ini.
Terutama jelaslah nampak bahwa sistem kerja berbasis kompetensi memerlukan
demokratisasi di tempat kerja. Kompetensi bukanlah alat untuk memperkuat
kedudukan pihak pelaksana evaluasi (pihak manajemen) terhadap pekerja profesional,
melainkan seharusnya merupakan alat bersama untuk meningkatkan kinerja
organisasi.
Dalam konteks Kepustakawanan Indonesia, maka penerapan pendekatan berbasis
kompetensi juga harus segera dikaitkan dengan otonomi profesi pustakawan. Otonomi
ini berkaitan dengan kemampuan sebuah profesi menetapkan sendiri batas kinerjanya.
Sebagaimana yang jauh-jauh hari sudah disinyalir Handy (1989) dan Habermas
(1977), kegiatan profesional di jaman moderen merupakan aktifitas rumit yang
memerlukan kemampuan interpretasi dan kreativitas, selain kemampuan teoritis dan
teknis. Pekerjaan-pekerjaan di jaman kini melibatkan dilema nilai, konteks sosial-
ekonomi yang rumit, dan situasi yang hakikat teritorinya terus berubah, selain juga
batas-batasnya selalu kabur. Aktivitas di bidang informasi saat ini jelas semakin
rumit, dan pekerjaan di bidang informasi juga semakin mengandung dilema nilai yang
rumit (misalnya yang berkaitan dengan hak intelektual versus hak akses masyarakat,
kebebasan informasi versus ketertiban umum, dan sebagainya). Di Indonesia, jelaslah
bahwa para pustakawan Indonesia menghadapi fenomena yang sama sebagai bagian
9
dari masyarakat informasi yang berkembang. Sebab itu, otonomi pustakawan
Indonesia menjadi taruhan besar yang akan ikut menentukan perkembangan profesi
ini selanjutnya.
Sementara itu, seorang praktisi bekerja di sebuah sistem yang rumit dan dinamis. Ia
memang menggunakan pengetahuannya, tetapi ia juga memerlukan kemampuan
sintesis, pemahaman situasi, etika, dan kemampuan menginterpretasi makna dari
sebuah situasi dari berbagai perspektif dan sisi pandang. Untuk ini ia terus perlu
belajar dan tidak bisa berhenti belajar. Seorang pustakawan Indonesia harus terus
mengembangkan diri, tetapi pendidikan dan sistem pelatihan untuk melakukan hal ini
kurang memadai. Pendidikan profesional bagi pustakawan Indonesia, baik melalui
jalur formal maupun informal, patut mendapat sorotan yang terus menerus.
Kemampuan institusi pendidikan perpustakaan di Indonesia dalam mengikuti dan
mengantisipasi perkembangan jaman menjadi faktor penting jika kita ingin
menerapkan sistem berbasis kompetensi.
Pada saat yang sama kita juga harus ingat bahwa persoalan kompetensi pustakawan
bukan hanya persoalan pihak-pihak yang akan membuat standar dan mengukur
kinerja pustakawan. Menurut Diamond dan Dragich (2001) seorang pustakawan di
masa kini justru lebih memerlukan kepercayaan diri dan kemampuan berkembang
secara mandiri. Basis profesionalisme pustakawan saat ini sedang diperiksa secara
kritis. Untuk menjawab tantangan jaman, pustakawan dituntut mengembangkan
sendiri kompetensi inti (core competency). Ketrampilan atau kompetensi merupakan
penerapan pengetahuan dalam kegiatan praktis, dalam arti bahwa orang yang paling
tahu tentang keperluan kompetensi ini justru adalah pekerja profesional itu sendiri.
Asosiasi-asosiasi profesi seharusnya merupakan institusi yang paling aktif
membentuk kompetensi inti, namun yang mereka bentuk biasanya lebih bersifat
umum dan tidak memenuhi kebutuhan spesifik dari perpustakaan-perpustakaan
sesungguhnya. Bahkan dalam asosiasi yang spesifik, seperti Special Libraries
Association (SLA), kompetensi didefinisikan secara umum. Definisi yang terlalu
umum ini kemudian masih harus diterjemahkan menjadi lebih spesifik di berbagai
kegiatan spesifik dalam lingkungan kepustakawanan khusus. Di lingkungan inilah
akhirnya diperlukan demokratisasi dan keterbukaan untuk dapat menghasilkan sistem
pengukuran dan penerapan kompetensi yang benar-benar meningkatkan kinerja
pustakawan dan organisasinya.
Daftar bacaan
Diamond, R. dan Martha Dragich (2001), “Professionalism in Librarianship: Shifting the Focus from
Malpractice to Good Practice” dalam Library Trends, edisi Winter 2001. Berkas elektronik di
www.findarticles.com/p/articles/ mi_m1387/is_3_49/ai_75278303.]
Freidson, E. (1994), "Method and substance in the comparative study of professions", pidato
pembukaan, Conference on Regulating Expertise - Paris April 14 1994. diturunkan dari
http://itsa.ucsf.edu/~eliotf pada 10 Agustus 1998.
Freidson, E. (2001), Professionalism : The Third Logic, Chicago : The Universty of Chicago Press.
Habermas, J (1977) Knowledge and Human Interests, Boston Ma. : Beacon Press.
Handy, C (1989) The Age of Unreason, London : Century Business
Savolainen, R. (2002), “Network competence and information seeking on the Internet” dalam Journal
of Documentation, v. 58 no 2, h. 211-226
10
Lampiran – 1
Contoh “peta karir” pustakawan dan guru-pustakawan di Australia.
11
Lampiran – 2
Contoh gradasi profesi di Australia
Librarian grade 1
1. Penyedia jasa profesional; membantu pengembangan jasa dan sistem. Boleh ikut serta
dalam proyek pengembangan jasa.
2. Lulusan sekolah perpustakaan, memahami konsep dasar tentang informasi dan
perpustakaan.
3. Mengambil keputusan yang berkaitan dengan penerapan tugas operasional maupun
konseptual sesuai pertimbangan standar, praktik, dan prosedur. Jika sudah
berpengalaman, dapat pula menggunakan pertimbangan pengalaman dan konteks
komunitas yang dilayani.
4. Secara umum bekerja di bawah bimbingan pustakawan senior, baik secara individu,
maupun sebagai bagian dari tim.
5. Hasil kerja pada umumnya bersifat jangka pendek atau menengah; dapat pula membantu
dalam pengembangan prosedur atau kebijakan.
Librarian grade 2
1. Penyedia jasa yang kompleks dan spesifik; dapat memimpin proyek, unit, dan atau jasa
tertentu.
2. Sama dengan grade 1.
3. Sama dengan grade 1.
4. Sama dengan grade 1.
5. Hasil kerja pada umumnya bersifat jangka panjang; dapat pula membantu dalam
pengembangan prosedur atau kebijakan. Melakukan penelitian tentang pekerjaannya.
Librarian grade 3
1. Sama dengan grade 2.
2. Sama dengan grade 2 ditambah dengan bukti penguasaan yang tinggi tentang sistem,
koleksi, jasa, dan subjek spesifik. Memiliki kemampuan manajerial atau punya otoritas di
bidang yang ditanganinya.
3. Mengambil keputusan dan inisiatif yang berkaitan dengan masalah operasional maupun
konseptual yang komples, dan yang mungkin berkaitan dengan institusi lain. Diharapkan
mampu mengembangkan dan menerapkan penyempurnaan sistem maupun prosedur.
4. Sama dengan grade 1 dan 2.
5. Sama dengan grade 2.
Librarian grade 4
1. Memimpin dan mengelola jasa, proyek, program organisasinya; memberi masukan yang
otoritatif dan spesifik ke pimpinan, ke organisasi, maupun ke institusi luar yang terkait.
Berinisiatif dan memimpin pelaksanaan proyek-proyek khusus.
2. Sama dengan grade 3.
3. Sama dengan grade 3.
4. Dapat bekerja secara mandiri, atau bersama dengan pimpinan.
5. Sama dengan grade 3, ditambah dengan kemampuan memberikan kontribusi terhadap
kebijakan, baik yang berkaitan dengan jasa, aspek legal, di tingkat negara bagian maupun
di tingkat nasional.
12
Librarian grade 5
1. Memimpin dan mengendalikan perpustakaan.
2. Lulusan sekolah perpustakaan yang memiliki pemahaman sangat lengkap dan tinggi
tentang konsep, pondasi, maupun teori yang menyangkut perpustakaan. Ditambah dengan
kemampuan manajerial yang tinggi berdasarkan pengalaman dan keterlibatan dalam
semua jenis operasi dan unit perpustakaan, serta memiliki otoritas di bidangnya dan di
kalangan pustakawan.
3. Menjalankan penilaian manajerial penting dan strategis, mampu secara independen
merancang dan menerapkan rencana kerja menyangkut strategi, pendekatan baru, dan
pengembangan lainnya.
4. Bekerja sebagai pemimpin sesuai misi dan visi organisasi.
5. Pekerjaan dan keputusannya memiliki dampak strategis dan sangat memengaruhi kinerja
organisasinya. Karyanya diakui di kalangan pustakawan dan mampu memberi kontribusi
terhadap kebijakan, baik yang berkaitan dengan jasa, aspek legal, di tingkat negara bagian
maupun di tingkat nasional.
Library technician grade 1
1. Melaksanakan dan/atau membantu koordinasi kegiatan yang diperlukan dalam rangka
operasi dan pelaksanaan jasa dan sistem perpustakaan.
2. Memiliki latarbelakang pendidikan yang cukup untuk mengembangkan keterampilan
menjalankan butir 1 di atas.
3. Dapat mengambil keputusan dalam menghadapi persoalan teknis dengan merujuk pada
standar dan praktik yang sudah ditetapkan.
4. Bekerja di bawah pengawasan teknisi senior atau di bawah pustakawan yang mengelola
unit khusus.
5. Hasil kerja pada umumnya bersifat jangka pendek dan menengah. Dapat membantu
dalam pengembangan prosedur dan kebijakan.
Library technician grade 2
1. Sama dengan grade 1, tetapi dapat juga bertanggungjawab mengelola suatu kegiatan atau
proyek khusus di satu unit atau di dalam tim tertentu.
2. Sama dengan grade 2.
3. Mengambil keputusan yang berkaitan dengan penerapan tugas operasional maupun
konseptual sesuai pertimbangan standar, praktik, dan prosedur. Jika sudah
berpengalaman; serupa dengan Librarian grade 1.
4. Bekerja di bawah pengawasan minimum.
5. Sama dengan Librarian grade 1
Library assistants
1. Melaksanakan kegiatan rutin agar terus dapat meningkatkan kertampilannya dalam
menjalan sebuah sistem dan/atau melayani pengguna.
2. Memiliki latar belakang pengetahuan teknis perpustakaan; dapat juga didukung oleh
pengalaman kerja/magang di perpustakaan.
3. Bekerja di bawah pengawasan teknisi senior atau pustakawan.
4. Hasil kerja biasanya bersifat langsung dan jangka pendek.

More Related Content

Viewers also liked

DisruptHR Denver: Kick-Ass Grammar & Good Writing Elevate Your Business
DisruptHR Denver: Kick-Ass Grammar & Good Writing Elevate Your BusinessDisruptHR Denver: Kick-Ass Grammar & Good Writing Elevate Your Business
DisruptHR Denver: Kick-Ass Grammar & Good Writing Elevate Your BusinessMelissa Case
 
進化するオープンソース・エンタープライズCMSがWeb戦略を変える
進化するオープンソース・エンタープライズCMSがWeb戦略を変える進化するオープンソース・エンタープライズCMSがWeb戦略を変える
進化するオープンソース・エンタープライズCMSがWeb戦略を変えるHishikawa Takuro
 
Kyle's Tea Shop Photo Essay
Kyle's Tea Shop Photo EssayKyle's Tea Shop Photo Essay
Kyle's Tea Shop Photo EssayISYGrade6
 
"Основные ошибки при запуске мобильной игры", Алекс Пацай, руководитель мобил...
"Основные ошибки при запуске мобильной игры", Алекс Пацай, руководитель мобил..."Основные ошибки при запуске мобильной игры", Алекс Пацай, руководитель мобил...
"Основные ошибки при запуске мобильной игры", Алекс Пацай, руководитель мобил...Julia Lebedeva
 
"Экосистема приложений Windows 8 и Windows Phone сегодня и завтра", Владимир ...
"Экосистема приложений Windows 8 и Windows Phone сегодня и завтра", Владимир ..."Экосистема приложений Windows 8 и Windows Phone сегодня и завтра", Владимир ...
"Экосистема приложений Windows 8 и Windows Phone сегодня и завтра", Владимир ...Julia Lebedeva
 
"Российские разработчики мобильных игр: рынок и стратегии", Кирилл Петров, ге...
"Российские разработчики мобильных игр: рынок и стратегии", Кирилл Петров, ге..."Российские разработчики мобильных игр: рынок и стратегии", Кирилл Петров, ге...
"Российские разработчики мобильных игр: рынок и стратегии", Кирилл Петров, ге...Julia Lebedeva
 
KK's Tea Shop Photo Essay
KK's Tea Shop Photo EssayKK's Tea Shop Photo Essay
KK's Tea Shop Photo EssayISYGrade6
 
entrepreneurship-pustakawan-sebuah-passion-mewujudkan-prestasi
entrepreneurship-pustakawan-sebuah-passion-mewujudkan-prestasientrepreneurship-pustakawan-sebuah-passion-mewujudkan-prestasi
entrepreneurship-pustakawan-sebuah-passion-mewujudkan-prestasiTyo SBS
 
concrete5 最新事情 2015
concrete5 最新事情 2015concrete5 最新事情 2015
concrete5 最新事情 2015Hishikawa Takuro
 
"Без, платно: виды монетизации через Freemium в мобильной индустрии", Леонид ...
"Без, платно: виды монетизации через Freemium в мобильной индустрии", Леонид ..."Без, платно: виды монетизации через Freemium в мобильной индустрии", Леонид ...
"Без, платно: виды монетизации через Freemium в мобильной индустрии", Леонид ...Julia Lebedeva
 
Digital Citizenship WLU
Digital Citizenship WLUDigital Citizenship WLU
Digital Citizenship WLUsmwatt
 
My presentation
My presentationMy presentation
My presentationrdresher
 
Maria lauer what a wonderfull_world_la
Maria lauer what a wonderfull_world_laMaria lauer what a wonderfull_world_la
Maria lauer what a wonderfull_world_laDrMaria2011
 
Nd pharma & biotech demineralized bone matrix bilingual edition
Nd pharma & biotech demineralized bone matrix bilingual editionNd pharma & biotech demineralized bone matrix bilingual edition
Nd pharma & biotech demineralized bone matrix bilingual editionndpharmabiotech
 

Viewers also liked (20)

Sinterklaas
SinterklaasSinterklaas
Sinterklaas
 
DisruptHR Denver: Kick-Ass Grammar & Good Writing Elevate Your Business
DisruptHR Denver: Kick-Ass Grammar & Good Writing Elevate Your BusinessDisruptHR Denver: Kick-Ass Grammar & Good Writing Elevate Your Business
DisruptHR Denver: Kick-Ass Grammar & Good Writing Elevate Your Business
 
進化するオープンソース・エンタープライズCMSがWeb戦略を変える
進化するオープンソース・エンタープライズCMSがWeb戦略を変える進化するオープンソース・エンタープライズCMSがWeb戦略を変える
進化するオープンソース・エンタープライズCMSがWeb戦略を変える
 
Kyle's Tea Shop Photo Essay
Kyle's Tea Shop Photo EssayKyle's Tea Shop Photo Essay
Kyle's Tea Shop Photo Essay
 
"Основные ошибки при запуске мобильной игры", Алекс Пацай, руководитель мобил...
"Основные ошибки при запуске мобильной игры", Алекс Пацай, руководитель мобил..."Основные ошибки при запуске мобильной игры", Алекс Пацай, руководитель мобил...
"Основные ошибки при запуске мобильной игры", Алекс Пацай, руководитель мобил...
 
"Экосистема приложений Windows 8 и Windows Phone сегодня и завтра", Владимир ...
"Экосистема приложений Windows 8 и Windows Phone сегодня и завтра", Владимир ..."Экосистема приложений Windows 8 и Windows Phone сегодня и завтра", Владимир ...
"Экосистема приложений Windows 8 и Windows Phone сегодня и завтра", Владимир ...
 
Kaldor1955
Kaldor1955Kaldor1955
Kaldor1955
 
"Российские разработчики мобильных игр: рынок и стратегии", Кирилл Петров, ге...
"Российские разработчики мобильных игр: рынок и стратегии", Кирилл Петров, ге..."Российские разработчики мобильных игр: рынок и стратегии", Кирилл Петров, ге...
"Российские разработчики мобильных игр: рынок и стратегии", Кирилл Петров, ге...
 
KK's Tea Shop Photo Essay
KK's Tea Shop Photo EssayKK's Tea Shop Photo Essay
KK's Tea Shop Photo Essay
 
entrepreneurship-pustakawan-sebuah-passion-mewujudkan-prestasi
entrepreneurship-pustakawan-sebuah-passion-mewujudkan-prestasientrepreneurship-pustakawan-sebuah-passion-mewujudkan-prestasi
entrepreneurship-pustakawan-sebuah-passion-mewujudkan-prestasi
 
concrete5 最新事情 2015
concrete5 最新事情 2015concrete5 最新事情 2015
concrete5 最新事情 2015
 
Gamification
GamificationGamification
Gamification
 
Gianni Gaggiani
Gianni GaggianiGianni Gaggiani
Gianni Gaggiani
 
"Без, платно: виды монетизации через Freemium в мобильной индустрии", Леонид ...
"Без, платно: виды монетизации через Freemium в мобильной индустрии", Леонид ..."Без, платно: виды монетизации через Freemium в мобильной индустрии", Леонид ...
"Без, платно: виды монетизации через Freemium в мобильной индустрии", Леонид ...
 
Wcosaka2012concrete5
Wcosaka2012concrete5Wcosaka2012concrete5
Wcosaka2012concrete5
 
Digital Citizenship WLU
Digital Citizenship WLUDigital Citizenship WLU
Digital Citizenship WLU
 
My presentation
My presentationMy presentation
My presentation
 
Paogbi
PaogbiPaogbi
Paogbi
 
Maria lauer what a wonderfull_world_la
Maria lauer what a wonderfull_world_laMaria lauer what a wonderfull_world_la
Maria lauer what a wonderfull_world_la
 
Nd pharma & biotech demineralized bone matrix bilingual edition
Nd pharma & biotech demineralized bone matrix bilingual editionNd pharma & biotech demineralized bone matrix bilingual edition
Nd pharma & biotech demineralized bone matrix bilingual edition
 

Similar to Kompetensi dan karir Pustakawan (materi seminar nasional)

Media Convergence
Media ConvergenceMedia Convergence
Media Convergencetik_antik
 
4 dimensi pmbeljaran klmpok 4.pptx
4 dimensi pmbeljaran klmpok 4.pptx4 dimensi pmbeljaran klmpok 4.pptx
4 dimensi pmbeljaran klmpok 4.pptxjennykoce
 
Perspektif Manajemen Pengetahuan
Perspektif Manajemen PengetahuanPerspektif Manajemen Pengetahuan
Perspektif Manajemen PengetahuanAdiza Fatin
 
Uts tik ppt septianisa riska yulinda pgsd 1_d
Uts tik ppt septianisa riska yulinda pgsd 1_dUts tik ppt septianisa riska yulinda pgsd 1_d
Uts tik ppt septianisa riska yulinda pgsd 1_dSeptianisa Septianisa
 
5 subsistem manajemen-tenaga-kerja-2
5 subsistem manajemen-tenaga-kerja-25 subsistem manajemen-tenaga-kerja-2
5 subsistem manajemen-tenaga-kerja-2muhamad nawawi
 
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN NASIONALPENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN NASIONALcithaquuen
 
Organisasi guru tikom
Organisasi guru tikom Organisasi guru tikom
Organisasi guru tikom sriutari21
 
Organisasi Guru
Organisasi GuruOrganisasi Guru
Organisasi Gurusriutari21
 
PROFESI PENDIDIKAN
PROFESI PENDIDIKANPROFESI PENDIDIKAN
PROFESI PENDIDIKANharjunode
 
perkembangan peserta didik
perkembangan peserta didikperkembangan peserta didik
perkembangan peserta didikacerputri
 

Similar to Kompetensi dan karir Pustakawan (materi seminar nasional) (20)

Media Convergence
Media ConvergenceMedia Convergence
Media Convergence
 
E Literacy
E LiteracyE Literacy
E Literacy
 
4 dimensi pmbeljaran klmpok 4.pptx
4 dimensi pmbeljaran klmpok 4.pptx4 dimensi pmbeljaran klmpok 4.pptx
4 dimensi pmbeljaran klmpok 4.pptx
 
Perspektif Manajemen Pengetahuan
Perspektif Manajemen PengetahuanPerspektif Manajemen Pengetahuan
Perspektif Manajemen Pengetahuan
 
Uts tik ppt septianisa riska yulinda pgsd 1_d
Uts tik ppt septianisa riska yulinda pgsd 1_dUts tik ppt septianisa riska yulinda pgsd 1_d
Uts tik ppt septianisa riska yulinda pgsd 1_d
 
Chapter 5 km sharing
Chapter 5 km sharingChapter 5 km sharing
Chapter 5 km sharing
 
Uts priska pp
Uts priska ppUts priska pp
Uts priska pp
 
Uts priska pp
Uts priska ppUts priska pp
Uts priska pp
 
literasi digital ppt.pptx
literasi digital ppt.pptxliterasi digital ppt.pptx
literasi digital ppt.pptx
 
Tik alpiiii
Tik alpiiiiTik alpiiii
Tik alpiiii
 
Tik alpiiii
Tik alpiiiiTik alpiiii
Tik alpiiii
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Fungsi ptv dalam pelaksanaan
Fungsi ptv dalam pelaksanaanFungsi ptv dalam pelaksanaan
Fungsi ptv dalam pelaksanaan
 
5 subsistem manajemen-tenaga-kerja-2
5 subsistem manajemen-tenaga-kerja-25 subsistem manajemen-tenaga-kerja-2
5 subsistem manajemen-tenaga-kerja-2
 
Dimensi dan struktur ips
Dimensi dan struktur ips Dimensi dan struktur ips
Dimensi dan struktur ips
 
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN NASIONALPENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN NASIONAL
 
Organisasi guru tikom
Organisasi guru tikom Organisasi guru tikom
Organisasi guru tikom
 
Organisasi Guru
Organisasi GuruOrganisasi Guru
Organisasi Guru
 
PROFESI PENDIDIKAN
PROFESI PENDIDIKANPROFESI PENDIDIKAN
PROFESI PENDIDIKAN
 
perkembangan peserta didik
perkembangan peserta didikperkembangan peserta didik
perkembangan peserta didik
 

More from Tyo SBS

Pedoman Kebijakan pengembangan koleksi PNRI 2012
Pedoman Kebijakan pengembangan koleksi PNRI 2012Pedoman Kebijakan pengembangan koleksi PNRI 2012
Pedoman Kebijakan pengembangan koleksi PNRI 2012Tyo SBS
 
Konsep pedoman-penilaian-penelitian-dan-publikasi-2013
Konsep pedoman-penilaian-penelitian-dan-publikasi-2013Konsep pedoman-penilaian-penelitian-dan-publikasi-2013
Konsep pedoman-penilaian-penelitian-dan-publikasi-2013Tyo SBS
 
Incunabula edisi 1-april 2014
Incunabula edisi 1-april 2014Incunabula edisi 1-april 2014
Incunabula edisi 1-april 2014Tyo SBS
 
Incunabula zine edisi 2-mei-2014
Incunabula zine edisi 2-mei-2014Incunabula zine edisi 2-mei-2014
Incunabula zine edisi 2-mei-2014Tyo SBS
 
Konsep dan Program Patient Safety
Konsep dan Program Patient SafetyKonsep dan Program Patient Safety
Konsep dan Program Patient SafetyTyo SBS
 
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah SakitPerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah SakitTyo SBS
 
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident R...
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident R...Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident R...
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident R...Tyo SBS
 
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) 2008
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) 2008Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) 2008
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) 2008Tyo SBS
 
Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety)
Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety)Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety)
Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety)Tyo SBS
 
Kepemimpinan Perpustakaan
Kepemimpinan PerpustakaanKepemimpinan Perpustakaan
Kepemimpinan PerpustakaanTyo SBS
 
Leadership in Today’s Library
Leadership in Today’s LibraryLeadership in Today’s Library
Leadership in Today’s LibraryTyo SBS
 
Standardisasi, Akreditasi/Sertifikasi dan Tipologi Perpustakaan
Standardisasi, Akreditasi/Sertifikasi dan Tipologi PerpustakaanStandardisasi, Akreditasi/Sertifikasi dan Tipologi Perpustakaan
Standardisasi, Akreditasi/Sertifikasi dan Tipologi PerpustakaanTyo SBS
 
Kisi kisi materi tajuk subyek keislaman (TSI-PII-2010-UINSUKA)
Kisi kisi materi tajuk subyek keislaman (TSI-PII-2010-UINSUKA)Kisi kisi materi tajuk subyek keislaman (TSI-PII-2010-UINSUKA)
Kisi kisi materi tajuk subyek keislaman (TSI-PII-2010-UINSUKA)Tyo SBS
 
Daftar Tajuk Subjek PerpusNas kumulasi tahun 2002-2010
Daftar Tajuk Subjek PerpusNas kumulasi tahun 2002-2010Daftar Tajuk Subjek PerpusNas kumulasi tahun 2002-2010
Daftar Tajuk Subjek PerpusNas kumulasi tahun 2002-2010Tyo SBS
 
Alih media buku teks dengan kamera dan perangkat lainnya
Alih media buku teks dengan kamera dan perangkat lainnyaAlih media buku teks dengan kamera dan perangkat lainnya
Alih media buku teks dengan kamera dan perangkat lainnyaTyo SBS
 
Bulletin INKALUS 1st Edition
Bulletin INKALUS 1st EditionBulletin INKALUS 1st Edition
Bulletin INKALUS 1st EditionTyo SBS
 
Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan umum
Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan umumPedoman umum penyelenggaraan perpustakaan umum
Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan umumTyo SBS
 
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur OrganisasinyaPembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur OrganisasinyaTyo SBS
 
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur OrganisasinyaPembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur OrganisasinyaTyo SBS
 
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur OrganisasinyaPembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur OrganisasinyaTyo SBS
 

More from Tyo SBS (20)

Pedoman Kebijakan pengembangan koleksi PNRI 2012
Pedoman Kebijakan pengembangan koleksi PNRI 2012Pedoman Kebijakan pengembangan koleksi PNRI 2012
Pedoman Kebijakan pengembangan koleksi PNRI 2012
 
Konsep pedoman-penilaian-penelitian-dan-publikasi-2013
Konsep pedoman-penilaian-penelitian-dan-publikasi-2013Konsep pedoman-penilaian-penelitian-dan-publikasi-2013
Konsep pedoman-penilaian-penelitian-dan-publikasi-2013
 
Incunabula edisi 1-april 2014
Incunabula edisi 1-april 2014Incunabula edisi 1-april 2014
Incunabula edisi 1-april 2014
 
Incunabula zine edisi 2-mei-2014
Incunabula zine edisi 2-mei-2014Incunabula zine edisi 2-mei-2014
Incunabula zine edisi 2-mei-2014
 
Konsep dan Program Patient Safety
Konsep dan Program Patient SafetyKonsep dan Program Patient Safety
Konsep dan Program Patient Safety
 
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah SakitPerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
PerMenKes No. 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
 
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident R...
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident R...Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident R...
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident R...
 
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) 2008
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) 2008Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) 2008
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) 2008
 
Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety)
Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety)Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety)
Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety)
 
Kepemimpinan Perpustakaan
Kepemimpinan PerpustakaanKepemimpinan Perpustakaan
Kepemimpinan Perpustakaan
 
Leadership in Today’s Library
Leadership in Today’s LibraryLeadership in Today’s Library
Leadership in Today’s Library
 
Standardisasi, Akreditasi/Sertifikasi dan Tipologi Perpustakaan
Standardisasi, Akreditasi/Sertifikasi dan Tipologi PerpustakaanStandardisasi, Akreditasi/Sertifikasi dan Tipologi Perpustakaan
Standardisasi, Akreditasi/Sertifikasi dan Tipologi Perpustakaan
 
Kisi kisi materi tajuk subyek keislaman (TSI-PII-2010-UINSUKA)
Kisi kisi materi tajuk subyek keislaman (TSI-PII-2010-UINSUKA)Kisi kisi materi tajuk subyek keislaman (TSI-PII-2010-UINSUKA)
Kisi kisi materi tajuk subyek keislaman (TSI-PII-2010-UINSUKA)
 
Daftar Tajuk Subjek PerpusNas kumulasi tahun 2002-2010
Daftar Tajuk Subjek PerpusNas kumulasi tahun 2002-2010Daftar Tajuk Subjek PerpusNas kumulasi tahun 2002-2010
Daftar Tajuk Subjek PerpusNas kumulasi tahun 2002-2010
 
Alih media buku teks dengan kamera dan perangkat lainnya
Alih media buku teks dengan kamera dan perangkat lainnyaAlih media buku teks dengan kamera dan perangkat lainnya
Alih media buku teks dengan kamera dan perangkat lainnya
 
Bulletin INKALUS 1st Edition
Bulletin INKALUS 1st EditionBulletin INKALUS 1st Edition
Bulletin INKALUS 1st Edition
 
Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan umum
Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan umumPedoman umum penyelenggaraan perpustakaan umum
Pedoman umum penyelenggaraan perpustakaan umum
 
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur OrganisasinyaPembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
 
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur OrganisasinyaPembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
 
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur OrganisasinyaPembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
Pembentukan perpustakaan umum dan struktur Organisasinya
 

Recently uploaded

Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 

Recently uploaded (20)

Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 

Kompetensi dan karir Pustakawan (materi seminar nasional)

  • 1. 1 Kompetensi Informasi dan Kompetensi Pustakawan1 Putu Laxman Pendit, Ph.D.2 Pengantar Persoalan kompetensi berkaitan dengan berbagai hal, bukan hanya pengukuran kinerja seorang profesional. Pada dasarnya pemikiran tentang kompetensi profesi berkembang bersama dengan pemikiran tentang posisi pekerja di dalam sistem kerja, serta sistem sosial-budaya yang lebih luas. Kompetensi pustakawan Indonesia seyogianya ditempatkan di dalam sistem profesionalisme yang lebih luas ini, bukan hanya sebagai standar atau alat ukur untuk menilai kinerja individual. Sebelum menerapkan pendekatan berbasis kompetensi, seluruh jajaran Kepustakawanan Indonesia harus terlebih dahulu memastikan ketersediaan sumberdaya profesional bagi para pustakawan Indonesia. Termasuk di dalam sumberdaya ini adalah kepastian tentang posisi pustakawan di dalam kehidupan masyarakat informasi, sarana pendidikan dan pengembangan profesi, serta tanggungjawab sosial-budaya pustakawan sebagai orang profesional. Semua ini akhirnya akan bermuara pula pada otonomi pustakawan sebagai pekerja profesional. Peran organisasi-organisasi profesi pustakawan menjadi sangat penting, terutama sebagai katalisator bagi penetapan kompetensi inti (core competency) yang memungkinkan para anggotanya memiliki posisi seimbang dalam penentuan kompetensi di tempat kerja. Prinsip kerja berbasis kompetensi seharusnya menghindari suasana “pengawasan” yang banyak terjadi jika pengukuran kompetensi dianggap hanya sebagai hak manajemen atau pengelola untuk mengukur dan mengawasi kinerja pekerja. Sebaliknya, untuk sungguh-sungguh menerapkan sistem kerja berbasis kompetensi, perpustakaan memerlukan demokratisasi di tempat kerja berdasarkan pada pandangan bahwa ukuran kompetensi adalah keputusan bersama untuk mencapai kemajuan organisasi yang didasarkan pada tanggungjawab profesional. Makalah ini tidak akan membahas teknis penetapan dan pengukuran standar kompetensi, melainkan lebih sebagai tinjuan kontekstual terhadap penerapan pendekatan berbasis kompetensi. Ulasan akan dimulai dari pengertian kompetensi secara umum di dalam masyarakat informasi, sebagai sebuah masyarakat berciri khusus yang mengandalkan kegiatan penyimpanan, pencarian, dan penggunaan informasi di berbagai aspek kehidupannya. Kompetensi Informasi Jika kita percaya pada keberadaan "masyarakat informasi" maka sebenarnya secara langsung kita mengandaikan bahwa kegiatan mencari, mengumpulkan, dan menggunakan informasi sudah menjadi kegiatan utama di dalam masyarakat itu. Di dalam masyarakat seperti ini kompetensi informasi menjadi bekal hidup utama. 1 Makalah ini pernah dibawakan untuk Lokakarya Pustakawan Swasta se-Jabodetabek, Jakarta 14-15 Januari 2008. Penambahan yang signifikan disajikan dalam bentuk dua lampiran di akhir makalah. 2 Pengamat dan peneliti independen dalam masalah Kepustakawanan Indonesia.
  • 2. 2 Seseorang dapat berfungsi dan bertindak secara memadai di masyarakatnya jika dia punya kemampuan (ability), keterampilan (skill), dan kompetensi (competence) informasi. Sebagaimana dikatakan Savolainen (2002), “kemampuan” bersifat inheren dalam diri manusia, berupa sebuah potensi untuk melakukan sesuatu secara intelektual maupun secara fisik. Potensi ini tentu berkembang sejalan dengan pendidikan dan pengalamannya. Sedangkan “keterampilan” merupakan perwujudan (aktualisasi) dari potensi itu dalam bentuk tindakan-tindakan yang tepat dalam situasi tertentu. Seseorang yang terampil adalah seseorang yang tahu bagaimana melakukan sesuatu secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuannya. Jika orang ini secara konsisten menunjukkan keterampilannya dalam situasi dan bidang tertentu, maka kita mengatakan orang ini memiliki “kompetensi”. Sebuah kompetensi mengandung pengetahuan tentang sesuatu dan bagaimana menggunakan pengetahuan itu. Kompetensi berada pada tataran tindakan atau aksi (action). Seorang yang kompeten adalah seorang yang punya how to knowledge, alias pengetahuan (bagaimana) melakukan sesuatu. Pengetahuan ini bersifat dinamis, berkembang sesuai konteks sosial orang yang bersangkutan (kebutuhan, situasi, dan kondisi sosialnya). Orang yang kompeten adalah orang yang tahu apa yang perlu dilakukannya dalam suatu situasi tertentu. Dia memiliki what to do knowledge. Dalam bentuk gambar, seperti ini: Jika memakai pengertian-pengertian di atas, maka kompetensi informasi (information competence) adalah sebuah keterampilan mencari, mengumpulkan, dan menggunakan informasi berdasarkan pengetahuan yang dinamis tentang situasi sosial tertentu. Kompetensi informasi ini harus dikembangkan dari kemampuan informasi (information ability) yang tertanam sebagai hasil pendidikan dan pengalaman seseorang, dan diwujudkan dalam bentuk berbagai keterampilan informasi (information skills) di dalam berbagai situasi sosial. Ada tiga aspek yang berkaitan dengan kompetensi informasi ini: Pertama adalah literasi atau keberaksaraan informasi (information literacy) yang antara lain mengandung kemampuan membaca dalam arti luas (tidak KOMPETENSI Punya pengetahuan (know what) dan tahu bagaimana menggunakan pengetahuan itu (skills, terampil) Kemampuan (ablilities) TINGKATAN AKSI (action) TINGKATAN POTENSI (potency) konteks
  • 3. 3 hanya membaca teks, tetapi juga "membaca gambar") dan memahami apa yang dibaca secara memadai. Sudah barang tentu, kemampuan membaca ini juga harus didukung oleh kemampuan mencari sumber informasi secara efektif dan efisien. Lebih jauh lagi, literasi informasi mengandung kemampuan dan keterampilan mengaitkan berbagai informasi untuk membangun makna yang lebih luas, sehingga makna ini dapat dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan. Kedua, literasi media (media literacy) atau lebih spesifik lagi literasi komputer (computer literacy) yang secara spesifik mengandung kemampuan dan keterampilan memanfaatkan berbagai media, baik elektronik maupun non- elektronik dalam rangka memperoleh informasi dan pemahaman yang meluas seperti disebutkan di atas. Dengan kata lain, literasi informasi menyangkut isi dan struktur isi pesan, sementara literasi media menyangkut format dan teknologi pesan. Dalam perkembangannya, literasi media juga menyangkut pengetahuan tentang kandungan nilai sosial-budaya dari setiap media. Misalnya, kita tahu bahwa koran (suratkabar) dan klip video di Internet punya "nilai sosial" yang berbeda. Ketiga, di dalam kehidupan yang sudah dirasuki jaringan digital (Internet, telepon gengam, ATM), maka kompetensi informasi juga memelukan literasi jaringan (network literacy) yakni kemampuan dan keterampilan memanfaatkan jaringan sosial maupun jaringan teknologi (atau gabungan keduanya : jaringan sosio-teknis) untuk mencari, mengumpulkan, dan mengunakan informasi bagi berbagai keperluan hidup. Seseorang yang memiliki kemampuan dan keterampilan jaringan sering juga disebut orang yang punya kompetensi jaringan (network competence). Dia tidak selalu harus punya relasi yang banyak, tetapi setidaknya bisa dengan cepat memutuskan siapa (dan apa) yang musti dikontak jika dia memerlukan informasi. Termasuk di dalam kompetensi ini tentunya adalah keakraban orang itu pada teknologi digital. Ketiga aspek ini memungkinkan seseorang berfungsi secara efektif dan efisien dalam kehidupan yang dipenuhi informasi. Sama halnya dengan kompetensi berbahasa dan berkomunikasi pada umumnya, kompetensi informasi ini melengkapi kemampuan seseorang dalam memanfaatkan informasi untuk keperluannya. Kompetensi informasi memungkinkan pula seseorang menjadi subjek, bukan objek dalam masyarakat informasi. Ia mampu berperan aktif di masyarakat informasi. Kompetensi Pekerja Informasi Jika sebuah masyarakat mengalami kerepotan dalam menangani persoalan informasi di dalam kehidupan mereka, maka masyarakat itu memerlukan bantuan orang-orang profesional, yaitu orang-orang yang biasa disebut pekerja informasi (information professionals). Orang-orang profesional ini diharapkan memiliki kompetensi tertentu yang akan berguna bagi masyarakatnya. Misalnya, Special Library Association di Amerika Serikat (http://www.sla.org) mendefinisikan kompetensi tersebut sebagai berikut: Competencies have been defined as the interplay of knowledge, understanding, skills and attitudes required to do a job effectively from the point of view of both the performer and the observer. The unique competencies
  • 4. 4 of the special librarian include in-depth knowledge of print and electronic information resources in specialized subject areas and the design and management of information services that meet the strategic information needs of the individual or group being served. Di dalam definisi di atas terdapat beberapa istilah penting. Pertama, jelaslah bahwa persoalan kompetensi berkaitan dengan efisiensi dan efektifitas bekerja, serta berdasarkan kesepakatan, sebab ada kata-kata from the point of view of both the performer and the observer. Artinya, kompetensi merupakan urusan kedua belah pihak: si pekerja maupun orang lain yang mengamati pekerjaannya. Kemudian juga ada kata-kata unique competencies yang menandakan bahwa kompetensi pekerja informasi tidak dapat disamakan dengan kompetensi orang pada umumnya. Lalu, juga ada kalimat “… meet the strategic information needs of the individual or group being served”. Artinya, kompetensi yang unik tersebut pada dasarnya digunakan untuk melayani kepentingan masyarakat, sebagai bagian dari sebuah institusi jasa (services). Sebagai bagian dari sebuah institusi, maka kompetensi pustakawan dilihat sebagai bagian dari kerja, dan karena itu kompetens pustakawan dilihat sebagai bagian dari profesionalisme pekerja. Sebagaimana dikatakan Freidson (1994), inti dari profesionalisme memang adalah kerja (work). Kerja di sini juga harus dilihat secara khusus. Pertama, kerja profesional berbeda dari kerja yang lainnya yang mungkin memiliki ciri dan fungsi sama. Untuk ini perlu pengakuan informal maupun formal terhadap kerja itu. Kedua, status kerja profesional punya tempat tertentu di pasar pekerjaan dan mendapatkan imbalan finansial di masyarakat. Kerja yang tidak dibayar, pada umumnya dianggap tidak profesional, walaupun nilainya mungkin tinggi sekali. Jika sebuah kerja ingin berstatus khusus di masyarakat, maka setiap pekerjanya membutuhkan pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi yang penerapannya membutuhkan pengaturan sosial. Sebuah masyarakat moderen mengelompokkan pekerja menurut jenis pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang menurut masyarakat itu diperlukan untuk melaksanakan tugas tertentu. Tingkat kekhususan (spesialisasi) pekerja bagi sebuah masyarakat ikut menentukan keprofesionalan sebuah pekerjaan. Seberapa pun bersikerasnya sebuah profesi mengatakan bahwa mereka bersifat "khusus", tetapi jika masyarakatnya menganggap mereka adalah pekerja "umum", maka tetap saja pekerjaannya disebut tidak profesional. Profesi dan Sistem Kerja Jika profesionalisme berintikan kerja, maka kita bisa melihat sistem kerja (labour exchange systems) sebagai tempat di mana setiap orang dalam angkatan kerja memberikan sebuah jasa -baik itu berupa upaya, pertimbangan, nasihat, dan sebagainya- kepada orang lain atau ke sebuah organisasi, dan dibayar untuk itu. Dalam konteks profesionalisme sistem kerja secara garis besar dapat di bagi dalam dua model. Masing-masing model memiliki dua tipe spesifik.3 3 Diadaptasi dari penjelasan the Association of Professional Engineer, Geologist and Geophysicist of Aleberta - www.apegga.com sebagaimana ketika diakses 10 September 2001.
  • 5. 5 1. Model Profesional - Klien Tipe 1 (tipe "ideal"). Tipe ini bersifat ideal dalam hal kendali atas pemberian jasa profesional dan kompensasinya. Seorang profesional memberikan jasa berdasarkan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh klien, sehingga klien bergantung kepada etika dan kompetensi profesi. Peran asosiasi profesi dalam menjaga standar profesi di sini sangat besar karena klien dalam posisi lemah. Sementara itu, si profesional yang "self- employed" seperti ini relatif otonom dalam memilih klien, kapan dan bagaimana melayani, serta berapa akan meminta bayaran. Dalam hal ini perkembangan karir sejalan dengan perkembangan profesi. 2. Model Profesional - Klien Tipe 2 - Klien Tunggal. Semakin sedikit jumlah klien yang dilayani, kekuasaan klien mengendalikan waktu kerja, jenis pekerjaan, bayaran, dsb. semakin meningkat, sampai ke suatu titik di mana profesional hanya melayani satu klien. Di sini sebenarnya si profesional sudah lebih mirip sebagai pegawai, walaupun sifat hubungan profesional - klien masih ada. Di sini, otonomi profesi sangat berkurang dan kendali pindah ke klien tunggal tersebut. Standar profesi akan dipengaruhi oleh klien, selain oleh asosiasi profesi. Kemampuan profesional akan dipersempit untuk memenuhi satu keperluan dari satu klien, dan bukan untuk beragam keperluan dari beragam klien. Dengan demikian kemampuan memberi penilaian dan pertimbangan pun akan terbatas. Kalau profesi tidak mau melayani si klien, profesi ini akan kehilangan pekerjaan. 3. Model Pekerja - Majikan Tipe 1 - Pelanggan Terlihat. Profesional yang menyediakan jasa dalam model profesional - klien di atas adalah sekaligus pekerja dan majikan. Kalau kedua fungsi dipisahkan, bertambah lah kesulitan yang dihadapi profesional dalam memenuhi kriteria profesional dalam hal otonomi, komitmen, identifikasi, dan etik. Si profesional kini bertanggungjawab secara harian kepada majikan. Orang atau orang-orang yang menerima jasa adalah nasabah dari si majikan. Nasabah membayar majikan, dan majikan membayar pegawai atas jasa yang diberikan kepada nasabah. Jelas bahwa majikan ingin mengendalikan kepada siapa, kapan, dan dalam kondisi apa pegawainya memberikan jasa. Majikan juga ingin menilai kinerja, kompetensi, dan etika dari pegawai. Majikan pada umumnya tidak setuju jika tugas ini dilaksanakan oleh asosiasi profesional, walaupun mereka tidak menolak adanya pembagian peran kontrol ini. Majikan akan punya kecenderungan kuat untuk mereduksi pekerjaan besar yang rumit menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil. Satu orang akan ditugaskan untuk mengerjakans setiap bagian kecil itu secara rutin dan terpola. Akibatnya, kebutuhan untuk memiliki pengetahuan yang luas dan pengambilan keputusan berkurang. Juga akan mudah bagi majikan untuk mengganti-ganti orang. Otonomi berkurang, ditambah dengan intervensi majikan ke bidang-bidang seperti standar, etika, kompetensi. Karir dan perkembangan tergantung pada majikan. 4. Model Pekerja - Majikan Tipe 2 - Pelanggan Tidak Terlihat. Otonomi profesi semakin terancam jika jasa dari si pegawai dipakai untuk membuat sebuah produk untuk majikan yang kemudian menjualnya kepada pelanggan. Sekarang, pelanggan "tidak nampak" bagi si profesional. Majikan, dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan dan pemegang saham, mendikte standar, etika, kondisi kerja, skala gaji, dan perkembangan karir dari para
  • 6. 6 pegawai. Profesional yang bekerja dalam sistem seperti ini tidak ada bedanya dengan pekerja lain. Bisa muncul tekanan sangat kuat pada pegawai profesional untuk meninggalkan konsep profesionalisme, terutama konsep yang dianggap akan menghalangi karir. Ini berarti ada tendensi untuk lebih loyal kepada perusahaan daripada kepada "profesi". Kompetensi dalam Sistem Kerja Jika kita melihat posisi pekerja profesional dalam empat model di atas, maka jelas ada dua macam cara umum melihat kompetensi dan pengukurannya. Cara pertama, yaitu ketika seorang pekerja profesional memiliki kompetensi yang tidak dimiliki klien dan segala pengukuran terhadap kompetensi itu dirasakan dan diukur langsung oleh si klien atau oleh asosiasi profesi yang mengawasi kinerja anggota-anggotanya. Cara kedua, yaitu ketika seorang pekerja profesional memiliki kompetensi yang sudah “dijual” kepada organisasi, dan organisasi inilah yang kemudian mengukur kompetensi itu untuk tetap dapat menetapkan “nilai” si pekerja profesional. Cara kedua inilah yang sebenarnya lebih sering diperbincangkan umum ketika membahas masalah “kompetensi”. Dalam konteks ini kompetensi adalah spesifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap tersebut dalam suatu pekerjaan atau perusahaan atau lintas industri, sesuai dengan standar kinerja yang disyaratkan. Kompetensi pustakawan, dengan demikian, adalah spesifikasi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap pustakawan yang diterapkan di pekerjaan kepustakawanan sesuai dengan standar kinerja yang diharapkan sebuah institusi perpustakaan. Kompetensi inilah yang kemudian diukur. Untuk menerapkan pengukuran, biasanya digunakan sebuah patokan berupa Daftar Kompetensi atau Standar Kompetensi yang merupakan pernyataan tentang keterampilan dan pengetahuan yang harus dilakukan saat bekerja serta penerapannya, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh tempat kerja (industri). Daftar Kompetensi ini biasanya dibuat dengan memperhatikan beberapa syarat, yaitu: Menggambarkan pengetahuan, keterampilan maupun sikap yang disyaratkan dalam pekerjaan. Dibuat oleh industri atau bidang kegiatan yang bersangkutan. Merupakan pedoman dasar untuk menentukan kualifikasi maupun penilaian. Sebagai contoh, makalah ini disertai lampiran tentang cara penilaian kompetensi. Merupakan pedoman bagi pelatih maupun evaluator terhadap penyelenggaraan dan penilaian pelatihan Biasanya pula, sebuah kompetensi didukung oleh keterampilan spesifik yang menyangkut tempat kerja, seperti: Melaksanakan Pekerjaan (Task Skill), melakukan tugas-tugas rutin dalam pekerjaan. Mengelola Pekerjaan (Task Management Skill), mengelola sejumlah tugas yang berbeda dalam pekerjaan.
  • 7. 7 Mengantisipasi Kemungkinan (Contingency Management Skill), mengantisipasi masalah yang mungkin timbul. Mengelola Lingkungan Kerja (Job/Role Environment Skill), tanggungjawab dan harapan atas lingkungan kerja, termasuk kerjasama dengan orang lain. Beradaptasi (Transfer Skills), mengadaptasikan/ mentransfer pengetahuan, keterampilan serta sikap yang dimiliki ke dalam situasi yang baru Kompetensi dalam sistem kerja juga seringkali langsung dikaitkan dengan pelatihan berbasis kompetensi (CBT, competency based training), dengan asumsi bahwa kompetensi seseorang dapat berkembang jika ada cukup sarana dan fasilitas untuk itu. Misalnya, seorang pustakawan yang akan diukur kompetensinya dalam hal penggunaan search engine tentu seyogianya mendapat cukup pendidikan dan pelatihan penggunaan alat itu. Lebih jauh lagi, pada dasarnya kompetensi dalam sistem kerja adalah kepentingan bersama organisasi dan pekerja profesional, jika kita melihatnya bukan hanya sebagai ukuran yang harus dipenuhi, melainkan juga sebagai patokan pengembangan. Lalu, setiap organisasi dan profesi memerlukan kepastian tentang kualifikasi dan penjenjangan kompetensi, sebagai semacam sistem untuk mengakui seberapa kompeten seseorang telah bekerja di tempat kerjanya. Dalam bentuk diagram, seperti ini: Dari gambar di atas terlihat bahwa pengukuran atau pengujian kompetensi hanyalah salah satu unsur dari upaya pengembangan organisasi maupun diri pekerja, sehingga langsung dikaitkan dengan strategi dan materi belajar. Jika sebuah perpustakaan ingin menguji kompetensi pustakawannya, tentu perpustakaan itu juga harus memikirkan unsur pelatihan dan strategi bagi para pustakawan yang bersangkutan dalam belajar untuk mengembangkan dirinya. Kompetensi Pustakawan Indonesia Dari pembahasan di atas kita sekarang dapat meletakkan persoalan kompetensi pustakawan secara lebih kontekstual, serta mengaitkannya dengan setidaknya 3 hal penting, yaitu: Standar Kompetensi Pengujian Kompetensi Strategi dan Materi Belajar Kerangka Kualifikasi Competency Based Training Keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan Proses menilai apakah seseorang memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan Bagaimana seseorang mendapatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan Sistem pengakuan tingkatan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan
  • 8. 8 Perkembangan masyarakat dan teknologi informasi yang secara langsung memengaruhi kebutuhan akan masyarakat yang kompeten di bidang informasi. Artinya, “kompetensi informasi” dapat menjadi kebutuhan semua pihak, bukan hanya pustakawan. Ada beberapa aspek “kompetensi informasi” ini menjadi bersifat umum, sehingga dapat saja masyarakat yang bersangkutan merasa bahwa tidak diperlukan profesi khusus untuk membantu mereka mencapai tingkat kompeten di bidang informasi. Ini misalnya terjadi dalam fenomena Google-isasi, ketika peran pustakawan diabaikan oleh anggota masyarakat yang merasa lebih pandai menggunakannya. Posisi pustakawan dalam sistem kerja yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat akan menentukan bagaimana kompetensi ditetapkan dan dijadikan alat ukur. Dalam hal ini, jika pustakawan merupakan pihak yang kurang memiliki “posisi tawar” , maka segala sesuatu yang berkaitan dengan kompetensi menjadi wewenang pihak lain. Hubungan antara pustakawan dengan pihak yang mengukur pun menjadi sepihak. Padahal kompetensi harus dilihat dari sisi kedua belah pihak. Dalam konteks ini, maka peran organisasi profesi sebagai badan yang bertanggungjawab sekaligus melindungi para anggotanya, menjadi sangat penting. Ketersediaan sarana pendidikan, pelatihan, dan pengembangan kompetensi merupakan “harga mati” jika kompetensi ingin dikaitkan dengan kinerja keseluruhan sebuah organisasi. Konsentrasi pada penetapan standar serta pengukuran kompetensi seringkali menyebabkan posisi pekerja semakin terpojok. Mereka terus dituntut untuk “memenuhi standar”, tetapi tidak diberi kesempatan untuk berkembang. Tentu saja hal ini berkaitan erat dengan “posisi tawar” sebagaimana diuraikan di butir sebelumnya. Kalau kita menggunakan ketiga hal di atas sebagai kerangka acuan untuk memandang persoalan kompetensi pustakawan Indonesia, niscaya kita akan melihat bahwa keinginan untuk menerapkan pengukuran kinerja berdasarkan kompetensi harus dilakukan dengan bijaksana. Pandangan tentang kompetensi harus disertai pemahaman yang benar tentang peran pustakawan dan posisinya dalam bidang ini. Terutama jelaslah nampak bahwa sistem kerja berbasis kompetensi memerlukan demokratisasi di tempat kerja. Kompetensi bukanlah alat untuk memperkuat kedudukan pihak pelaksana evaluasi (pihak manajemen) terhadap pekerja profesional, melainkan seharusnya merupakan alat bersama untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dalam konteks Kepustakawanan Indonesia, maka penerapan pendekatan berbasis kompetensi juga harus segera dikaitkan dengan otonomi profesi pustakawan. Otonomi ini berkaitan dengan kemampuan sebuah profesi menetapkan sendiri batas kinerjanya. Sebagaimana yang jauh-jauh hari sudah disinyalir Handy (1989) dan Habermas (1977), kegiatan profesional di jaman moderen merupakan aktifitas rumit yang memerlukan kemampuan interpretasi dan kreativitas, selain kemampuan teoritis dan teknis. Pekerjaan-pekerjaan di jaman kini melibatkan dilema nilai, konteks sosial- ekonomi yang rumit, dan situasi yang hakikat teritorinya terus berubah, selain juga batas-batasnya selalu kabur. Aktivitas di bidang informasi saat ini jelas semakin rumit, dan pekerjaan di bidang informasi juga semakin mengandung dilema nilai yang rumit (misalnya yang berkaitan dengan hak intelektual versus hak akses masyarakat, kebebasan informasi versus ketertiban umum, dan sebagainya). Di Indonesia, jelaslah bahwa para pustakawan Indonesia menghadapi fenomena yang sama sebagai bagian
  • 9. 9 dari masyarakat informasi yang berkembang. Sebab itu, otonomi pustakawan Indonesia menjadi taruhan besar yang akan ikut menentukan perkembangan profesi ini selanjutnya. Sementara itu, seorang praktisi bekerja di sebuah sistem yang rumit dan dinamis. Ia memang menggunakan pengetahuannya, tetapi ia juga memerlukan kemampuan sintesis, pemahaman situasi, etika, dan kemampuan menginterpretasi makna dari sebuah situasi dari berbagai perspektif dan sisi pandang. Untuk ini ia terus perlu belajar dan tidak bisa berhenti belajar. Seorang pustakawan Indonesia harus terus mengembangkan diri, tetapi pendidikan dan sistem pelatihan untuk melakukan hal ini kurang memadai. Pendidikan profesional bagi pustakawan Indonesia, baik melalui jalur formal maupun informal, patut mendapat sorotan yang terus menerus. Kemampuan institusi pendidikan perpustakaan di Indonesia dalam mengikuti dan mengantisipasi perkembangan jaman menjadi faktor penting jika kita ingin menerapkan sistem berbasis kompetensi. Pada saat yang sama kita juga harus ingat bahwa persoalan kompetensi pustakawan bukan hanya persoalan pihak-pihak yang akan membuat standar dan mengukur kinerja pustakawan. Menurut Diamond dan Dragich (2001) seorang pustakawan di masa kini justru lebih memerlukan kepercayaan diri dan kemampuan berkembang secara mandiri. Basis profesionalisme pustakawan saat ini sedang diperiksa secara kritis. Untuk menjawab tantangan jaman, pustakawan dituntut mengembangkan sendiri kompetensi inti (core competency). Ketrampilan atau kompetensi merupakan penerapan pengetahuan dalam kegiatan praktis, dalam arti bahwa orang yang paling tahu tentang keperluan kompetensi ini justru adalah pekerja profesional itu sendiri. Asosiasi-asosiasi profesi seharusnya merupakan institusi yang paling aktif membentuk kompetensi inti, namun yang mereka bentuk biasanya lebih bersifat umum dan tidak memenuhi kebutuhan spesifik dari perpustakaan-perpustakaan sesungguhnya. Bahkan dalam asosiasi yang spesifik, seperti Special Libraries Association (SLA), kompetensi didefinisikan secara umum. Definisi yang terlalu umum ini kemudian masih harus diterjemahkan menjadi lebih spesifik di berbagai kegiatan spesifik dalam lingkungan kepustakawanan khusus. Di lingkungan inilah akhirnya diperlukan demokratisasi dan keterbukaan untuk dapat menghasilkan sistem pengukuran dan penerapan kompetensi yang benar-benar meningkatkan kinerja pustakawan dan organisasinya. Daftar bacaan Diamond, R. dan Martha Dragich (2001), “Professionalism in Librarianship: Shifting the Focus from Malpractice to Good Practice” dalam Library Trends, edisi Winter 2001. Berkas elektronik di www.findarticles.com/p/articles/ mi_m1387/is_3_49/ai_75278303.] Freidson, E. (1994), "Method and substance in the comparative study of professions", pidato pembukaan, Conference on Regulating Expertise - Paris April 14 1994. diturunkan dari http://itsa.ucsf.edu/~eliotf pada 10 Agustus 1998. Freidson, E. (2001), Professionalism : The Third Logic, Chicago : The Universty of Chicago Press. Habermas, J (1977) Knowledge and Human Interests, Boston Ma. : Beacon Press. Handy, C (1989) The Age of Unreason, London : Century Business Savolainen, R. (2002), “Network competence and information seeking on the Internet” dalam Journal of Documentation, v. 58 no 2, h. 211-226
  • 10. 10 Lampiran – 1 Contoh “peta karir” pustakawan dan guru-pustakawan di Australia.
  • 11. 11 Lampiran – 2 Contoh gradasi profesi di Australia Librarian grade 1 1. Penyedia jasa profesional; membantu pengembangan jasa dan sistem. Boleh ikut serta dalam proyek pengembangan jasa. 2. Lulusan sekolah perpustakaan, memahami konsep dasar tentang informasi dan perpustakaan. 3. Mengambil keputusan yang berkaitan dengan penerapan tugas operasional maupun konseptual sesuai pertimbangan standar, praktik, dan prosedur. Jika sudah berpengalaman, dapat pula menggunakan pertimbangan pengalaman dan konteks komunitas yang dilayani. 4. Secara umum bekerja di bawah bimbingan pustakawan senior, baik secara individu, maupun sebagai bagian dari tim. 5. Hasil kerja pada umumnya bersifat jangka pendek atau menengah; dapat pula membantu dalam pengembangan prosedur atau kebijakan. Librarian grade 2 1. Penyedia jasa yang kompleks dan spesifik; dapat memimpin proyek, unit, dan atau jasa tertentu. 2. Sama dengan grade 1. 3. Sama dengan grade 1. 4. Sama dengan grade 1. 5. Hasil kerja pada umumnya bersifat jangka panjang; dapat pula membantu dalam pengembangan prosedur atau kebijakan. Melakukan penelitian tentang pekerjaannya. Librarian grade 3 1. Sama dengan grade 2. 2. Sama dengan grade 2 ditambah dengan bukti penguasaan yang tinggi tentang sistem, koleksi, jasa, dan subjek spesifik. Memiliki kemampuan manajerial atau punya otoritas di bidang yang ditanganinya. 3. Mengambil keputusan dan inisiatif yang berkaitan dengan masalah operasional maupun konseptual yang komples, dan yang mungkin berkaitan dengan institusi lain. Diharapkan mampu mengembangkan dan menerapkan penyempurnaan sistem maupun prosedur. 4. Sama dengan grade 1 dan 2. 5. Sama dengan grade 2. Librarian grade 4 1. Memimpin dan mengelola jasa, proyek, program organisasinya; memberi masukan yang otoritatif dan spesifik ke pimpinan, ke organisasi, maupun ke institusi luar yang terkait. Berinisiatif dan memimpin pelaksanaan proyek-proyek khusus. 2. Sama dengan grade 3. 3. Sama dengan grade 3. 4. Dapat bekerja secara mandiri, atau bersama dengan pimpinan. 5. Sama dengan grade 3, ditambah dengan kemampuan memberikan kontribusi terhadap kebijakan, baik yang berkaitan dengan jasa, aspek legal, di tingkat negara bagian maupun di tingkat nasional.
  • 12. 12 Librarian grade 5 1. Memimpin dan mengendalikan perpustakaan. 2. Lulusan sekolah perpustakaan yang memiliki pemahaman sangat lengkap dan tinggi tentang konsep, pondasi, maupun teori yang menyangkut perpustakaan. Ditambah dengan kemampuan manajerial yang tinggi berdasarkan pengalaman dan keterlibatan dalam semua jenis operasi dan unit perpustakaan, serta memiliki otoritas di bidangnya dan di kalangan pustakawan. 3. Menjalankan penilaian manajerial penting dan strategis, mampu secara independen merancang dan menerapkan rencana kerja menyangkut strategi, pendekatan baru, dan pengembangan lainnya. 4. Bekerja sebagai pemimpin sesuai misi dan visi organisasi. 5. Pekerjaan dan keputusannya memiliki dampak strategis dan sangat memengaruhi kinerja organisasinya. Karyanya diakui di kalangan pustakawan dan mampu memberi kontribusi terhadap kebijakan, baik yang berkaitan dengan jasa, aspek legal, di tingkat negara bagian maupun di tingkat nasional. Library technician grade 1 1. Melaksanakan dan/atau membantu koordinasi kegiatan yang diperlukan dalam rangka operasi dan pelaksanaan jasa dan sistem perpustakaan. 2. Memiliki latarbelakang pendidikan yang cukup untuk mengembangkan keterampilan menjalankan butir 1 di atas. 3. Dapat mengambil keputusan dalam menghadapi persoalan teknis dengan merujuk pada standar dan praktik yang sudah ditetapkan. 4. Bekerja di bawah pengawasan teknisi senior atau di bawah pustakawan yang mengelola unit khusus. 5. Hasil kerja pada umumnya bersifat jangka pendek dan menengah. Dapat membantu dalam pengembangan prosedur dan kebijakan. Library technician grade 2 1. Sama dengan grade 1, tetapi dapat juga bertanggungjawab mengelola suatu kegiatan atau proyek khusus di satu unit atau di dalam tim tertentu. 2. Sama dengan grade 2. 3. Mengambil keputusan yang berkaitan dengan penerapan tugas operasional maupun konseptual sesuai pertimbangan standar, praktik, dan prosedur. Jika sudah berpengalaman; serupa dengan Librarian grade 1. 4. Bekerja di bawah pengawasan minimum. 5. Sama dengan Librarian grade 1 Library assistants 1. Melaksanakan kegiatan rutin agar terus dapat meningkatkan kertampilannya dalam menjalan sebuah sistem dan/atau melayani pengguna. 2. Memiliki latar belakang pengetahuan teknis perpustakaan; dapat juga didukung oleh pengalaman kerja/magang di perpustakaan. 3. Bekerja di bawah pengawasan teknisi senior atau pustakawan. 4. Hasil kerja biasanya bersifat langsung dan jangka pendek.