Makalah ini membahas pandangan Islam terhadap pencegahan kehamilan dengan berbagai cara dan alasan. Pandangan ulama dari berbagai mazhab bervariasi, namun sebagian besar mengizinkan azl dengan syarat ada persetujuan istri dan tidak bertujuan menghindari tanggung jawab.
1. PENDAHULUAN
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala
puji hanya bagi Allah Swt. Sang Maha pencipta bagi semesta jagat raya. Semoga rahmat dan
berkah selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. Beserta keluarga dan seluruh
sahabatnya. Kemudian dari itu penulis juga mengucapkan syukur kepada Allah Swt, atas
selesainya makalah ini.
Makalah ini mengemukakan tentang pandangan islam terhadap perbuatan mencegah
kehamilan dengan berbagai cara dan dengan alasan tertentu.
Pro kontra tentang penggunaan alat kontrasepsi dalam masyarakat islam telah menjadi
polemik yang tak kunjung selesai. Di mulai sejak pemerintah mencanangkan program KB (
Keluarga Berencana ) tahun 1968 hingga hari ini, ada pihak yang merasa di untungkan tetapi
tak sedikit pula yang merasa di rugikan.
Fenomena pencegahan kehamilan bukanlah masalah baru yang akhir-akhir ini muncul
di tengah – tengah masyarakat. Tetapi tindakan manusia untuk meminimalisasi dan
membatasi populasi, perkembangan umat manusia, atau yang lainnya, sudah di ketahui
sebelumnya di kalangan umat yahudi. Hal ini dapat kita ketahui dari adanya buku – buku
yang membahas tentang pencegahan kehamilan pada abad pertengahan. Dokumen medis
utama lainnya adalah kitab Al-Qanun fi Ath-Thibb karya Abu Ali Al-Husain Ibnu Sina ( 980
– 1037 ). Pembahasan Ibnu Sina mengenai upaya pencegahan kehamilan di muat dalam buku
ketiga Al-Qanun.
Salah satu alasan di lakukan pencegahan kehamilan karena takut ada pengaruh buruk
kalau mereka memiliki anak bayi saat masih menyusui selama dua tahun penuh. Untuk
mencapai penyusuan dua tahun penuh, upaya pencegahan kehamilan dilakukan sehingga
jarak kelahiran anak satu dengan yang lainnya minimal dua tahun Sembilan bulan. Dengan
jarak ideal inilah tumbuh kembang anak bisa di optimalkan dan kesehatan ibu juga terjaga.
Kewajiban menyusui selama dua tahun penuh dan upaya pencegahan kehamilan adalah
urusan dalam rumah tangga. Aturan – aturan hukum islam di perlukan untuk alasan
melakukan dan perlindungan kegiatan tersebut. Hukum ini seharusnya sudah melekat dalam
jiwa keluarga muslim.
“ Sekiranya air mani yang telah di tetapkan akan lahir darinya seorang anak kamu
tumpahkan di padang pasir yang tandus, niscaya akan lahir seorang anak darinya.
2. Sesungguhnya Allah akan menciptakan jiwa seseorang yang hendak dia ciptakan.” ( HR.
Ahmad dan Ibnu Abi Ashim )
Semoga makalah ini bisa membantu para pembaca dalam memahami dan mengetahui
pandangan hukum islam tentang pencegahan kehamilan atau keluarga berencana. Dan
bagaimana cara pencegahan kehamilan yang sesuai dengan ajaran islam.
Akhirnya jika ada terdapat kekurangan dan kekhilafan dalam penulisan makalah ini,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dalam rangka
perbaikan makalah ini untuk masa-masa yang akan datang.
II.
LATAR BELAKANG
Makalah ini kami susun bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah MASAIL
FIQH tentang Keluarga berencana dan kependudukan. Selain dari itu kemajuan teknologi
mendorong di ciptakannya berbagai cara dan alat untuk mencegah kehamilan ( kontrasepsi ).
Hal ini di dorong oleh hajat untuk mengatur jumlah dan jarak usia anak. Yang lebih ekstrim ,
bahkan membatasi jumlah keturunan.
Motivasi yang melatar belakangi pencegahan kehamilan cukup beragam. Sebagian
sekedar ingin meraih kepuasan seksual di luar nikah. Ada yang khawatir jatuh miskin dan
repot mempunyai banyak anak. Namun, ada juga yang sadar bahwa anak merupakan bagian
dari tanggung jawab besar yang memerlukan kepedulian tinggi. Atau terkadang karena alasan
bahwa kelahiran anak dapat membahayakan nyawa sang ibu maupun kualitas pertumbuhan
anak.
Tapi yang terpenting dari berbagai alasan yang telah kami kemukakan di atas tadi
adalah bagaimana pandangan islam terhadap tindakan pencegahan kehamilan atau KB (
Keluarga berencana ), yang sampai saat ini masih menjadi masalah yang tidak bisa di
pandang sebelah mata. Di samping itu sebagai seorang muslim, kita juga harus mengetahui
bagaimana menyikapi tindakan pencegahan kehamilan ini, agar apapun yang yang kita
lakukan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dalam agama islam.
3. KELUARGA BERENCANA
I.
Pengertian Keluarga Berencana
Dalam islam KB dikenal dengan Al – Azl yang mempunyai pengertian :
Menurut bahasa adalah At-tahniyah ( penyingkiran atau penjauhan ). Sedangkan
menurut istilah adalah :
Menurut An-Nawawi adalah melakukan hubungan seksual dan saat lelaki akan
mengeluarkan sperma. Dia mencabut kemaluannya, lalu mengeluarkannya di luar ( vagina ).
Menurut Ibnu Hajar adalah mencabut kemaluan setelah masuk ke dalam vagina
dengan tujuan mengeluarkan air maninya di luar ( vagina ).
Jadi Al-Azl adalah sang suami mengeluarkan kemaluannya dari vagina istrinya saat
melakukan hubungan seksual dengan tujuan mengeluarkan air maninya di luar vagina
istrinya.
II.
Beberapa Faktor yang Mendorong Seseorang Melakukan Al –Azl
1.
Faktor – Faktor yang Sejalan Dengan Syari‟at
v Tidak ingin hamba sahaya perempuannya melahirkan seorang anak.
§ Hal ini bisa di sebabkan karena dia ( si pemilik hamba sahaya ) menganggap hal itu sebagai
sesuatu yang rendah.
4. v Tidak ingin istrinya hamil ketika masih menyusui karena akan membahayakan anak yang
sedang ia susui.
v Keadaan darurat yang berkaitan dengan kondisi sang istri.
o Hal ini seperti kondisi istri yang sedang dalam keadaan sakit dan bisa menyebabkan terjadinya
bahaya yang menimpa. Bisa juga karena kondisi fisiknya yang terlalu lemah, penyakit yang
bersifat umum dan kemungkinan akan bertambah akut karena dia hamil atau saat akan
melahirkan.
v Kondisi istri yang menuntut untuk dilakukannya pencegahan kehamilan.
§ Kondisi terjadi jika sang istri adalah wanita yang sangat subur. Dalam hal ini pencegahan
kehamilan dilakukan dengan tujuan agar istri memiliki waktu yang cukup untuk merawat,
mengayomi, dan mendidik anak – anaknya.
2.
a.
Faktor – Faktor yang Bertentangan Dengan Syariat.
Kerena takut miskin
Hal ini terjadi kerena orang tua khawatir banyak pennderitaan karena anak – anak
yang terlalu banyak dan ingin menghindarkan diri dari kesusahan dalam mencari nafkah,
serta terhindar dari hal hal yang buruk.
Firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Isra‟ : 31
Artinya : dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. ( Q.S Al – Isra‟ : 31 )
b.
Karena ingin barsenang – senang dan ingin meraih kepuasan biologinya di luar
c.
Karena mempunyai anak akan menimbulkan aib yang besar bagi keluarga.
nikah.
Hal terjadi pada kalangan bangsawan arab jahiliyah yang beranggapan bahwa
melahirkan seorang anak ( khususnya anak perempuan ) akan menimbulkan kesusahan aib
yang besar.
5. PENCEGAHAN KEHAMILAN DI TINJAU DARI HUKUM FIQIH
I.
Hukum pencegahan kehamilan ( Azl ) menurut ulama Ahlussunnah Wal
Jama‟ah
Menurut Ulama Mazhab Syafi‟i
1.
Kebanyakan dari ahli fiqih mazhab syafi‟i berpendapat bahwa hukum pencegahan
kehamilan ( azl ) adalah boleh seecara mutlak, tanpa harus mendapatkan izin dari istri.
Sebagian dari para fuqaha mensyaratkan adanya izin istri seperti yang di nyatakan dalam
mazhab – mazhab yang lain.
Imam Al-Ghazali perpendapat bahwa hukum pencegahan kehamilan adalah mubah,
karena tidak ada nash atau Qiyas yang menyatakan ke haramannya.
Imam Al – Haramain mengatakan bahwa jika seorang suami melakukan pencegahan
kehamilan dengan tujuan karena enggan dan tidak mau memiliki anak, maka hukumnya
adalah haram. Namun jika melakukannya bukan dengan tujuan tersebut maka hukumnya
menjadi tidak haram.
Ibnu hajar mengatakan di dalam Fathul Bari bahwa hal itu boleh –boleh saja. Hal di
sebabkan karena tidak adanya larangan dari Rasulullah ketika ada beberapa orang sahabat
yang memberitahukan kepadanya.
Hadits Rasulullah SAW :
Ubadah bin Shamit berkata, Sesungguhnya, orang yang pertama melakukan Al-Azl
adalah sekelompok orang dari kalangan Anshar. Mereka mendatangi rasulullah dan berkata,
“sekelompok orang dari kalangan Anshar melakukan al-azl”. Lalu Rasulullah merasa kaket
dan berkata :
Artinya : sesungguhnya, jiwa yang sudah di tetapkan untuk hidup akan tetap terlahir,
maka aku tidak menyuruh dan tidak juga melarangnya. ( H.R Thabrani ).
2.
Menurut Ulama Mazhab Hanafi
Jumhur fuqaha dari mazhab Hanafi berpendapat bahwa melakukan pencegahan
kehamilan
( Al –Azl ) terhadap istri di perbolehkan. Namun imam hanafi terdahulu
mensyaratkan harus dengan istri. Pendapat yang memperbolehkan ( Al –Azl ) tersebut di
riwayatkan dari sepuluh orang sahabat terkemuka. Mereka ialah Ali bin Abu Thalib, Sa‟at bin
6. Abi Waqqash, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub Al-Anshari, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin
Abbas, Hasan bin Ali, Khattab bin art, Abu said Al-Khudri dan Abdullah bin Mas‟ud.
Imam Al-Kasani mengatakan.”Hukum melakukan ( Al –Azl ) tanpa izin istri adalah
makruh, karena memuntahkan air mani di dalam rahim adalah cara untuk mengandung dan
memperoleh anak. Seorang anak mempunyai hak untuk memperoleh anak. Sementara
denagn( Al –Azl ) anak tidak akan di peroleh.
3.
Menurut ulama Mazhab Malaiki
Jumhur ulama Mazhab Maliki berpendapat boleh melakukan ( Al –Azl ) untuk
mencegah kehamilan dengan syarat mendapatkan izin dari istri. Sebagian ulama mutaakhirin
dari mazhab maliki berpendapat boleh mengabaikan izin istri asal ada ganti ruginya (
kompensasi ). Di dalam kitab Al-Muwattha‟, imam Malik meriwayatkan enam hadits yang
menerangkan ( Al –Azl ). Seperti haidts Rasulullah :
Artinya : Tidak ada yang akan membahayakan kalian jika tidak melakukannya, karena
sesungguhnya terlahir atau tidaknya seorang bayi sudah merupakan takdir. ( H.R Abu Daud ).
Sehubungan dengan itu Imam Malik mengatakan, “Seorang lelaki tidak boleh
melakukan ( Al –Azl )terhadap perempuan yang merdeka, kecuali dengan se izinnya”.
Imam Ibnul Jauzi mengatakan.”adapun mengenai ( Al –Azl ), Ia boleh-boleh saja,
namun tergantung pada persetujuan istri, walaupun Imam Syafi‟I membolehkannya secara
mutlak.
Imam Al-Abdari yang masyhur denngan nama Al-Mawaq menukil dari Ibnu Arafah
bahwa ia membolehkan ( Al –Azl ) dan mensyaratkan adanya izin dari istri yang merdeka.
Sang istri boleh mengambil uang sebagai ganti rugi ( kompensasi ) dari izinnya. Ia juga
boleh membatalkan izinnya kapan saja ia kehendaki, dengan mengembalikan semua yang
pernah dia ambil.
Pembahasan tentang pendapat Ulama Malikiyah dengan perkataan Imam „Ulaisy, Ia
adalah salah seorang ulama mazhab dari kalangan Mutaakhirin. Di dalam kitabnya, “Fathul
„Aliyyil Malik Fil Fatwa „Ala Madzhabil Imam Malik”. Di sebutkan tanya jawab berikut ini.
Pertanyaan pertama : “Bagaimana pendapat tuan mengenai ( Al –Azl ) yang di
lakukan terhadap istri dan sahaya perempuan karena khawatir dia hamil, apakah hal itu di
perbolehkan”?
Jawaban : “seorang suami boleh melakukan ( Al –Azl ) terhadap istrinya jika snag
istri ridha”.
7. Pertanyaan kedua : “Bagaimana pendapat tuan kalau seorang istri meminta harta
sebagai kompensasi atas persetujuannya terhadap ( Al –Azl ), Apakah di bolehkan”?
Jawaban : “Hal tersebut di perbolehkan. Jika ia membatalkan persetujuannya, ada
yang mengatakan bahwa sang istri harus mengembalikan semua harta ( kompensasi ) yang ia
ambil”.
Pertanyaan ketiga : “bagaimana pendapat tuan tentang penggunaan obat-obatan
untuk mencegah kehamilan”?
Jawaban : “tidak boleh mengonsumsi obat untuk mencegah kehamilan”.
4.
Menurut Ulama Mazhab Hambali
Menurut jumhur fuqaha dari Mazhab hambali melakukan ( Al –Azl ) terhadap istri
adalah boleh, baik si istri masih kecil maupun telah dewasa. Dengan syarat, ia
mengizinkannya. Imam Ahmad mengatakan, sebagaimana yang di riwayatkan oleh Abu
Daud, “ Tidak boleh melakukan ( Al –Azl ) terdahap istri yang merdeka, kecuali ia
mengizinkannya.
Dari beberapa pendapat di atas keseluruhannya mengatakan bahwa hukum ( Al –Azl )
adalah boleh di lakukan, namun demikian terdapat beberapa pendapat lain yang mengatakan
bahwa ( Al –Azl ) adalah haram. Pendapat ini di anut oleh kalangan Zhahiriyah. Di dalam
kitab Al-Mahalli Ibnu Hazm mengatakan, “ Di larang ( haram ) melakukan ( Al –Azl )
terhadap istri yang merdeka dan juga terhadap sahaya perempuan”. Landasan dalilnya adalah
hadits yang di riwayatkan dari muslim dari ubadillah bin Said dari Abdullah bin Yazid AlMaqbari dari Said bin Abu Ayyub dari Abu Aswad, dia adalah anak yatimnya Urwah dari
Urwah bin Zubair. Dari Aisyah Ummul Mukminin dari Judamah binti Wahab, saudara
perempuan Ukasyah, bahwa Judamah mengatakan :
“ Saya berada di sekitar majelis Rasulullah yang sedang di hadiri banyak orang, lalu
mereka bertanya tentang ( Al –Azl ) kepada beliau, lalu beliau bersabda, “ Yang demikian itu
adalah penguburan hidup – hidup yang terselubung”. Lalu beliau membacakan Firman Allah
dalam Surat At-Takwir Ayat 8.
Artinya : Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, ( Q.S AtTakwir : 8 )
II.
Pendapat Di Luar Ahlussunnah Waljama’ah
8. 1.
Menurut Ulama Zaidiyah
Jumhar fuqaha di kalangan berpendapat bahwa ( Al –Azl ) di bolehkan secara mutlak
bagi istri yang sedang hamil. Mereka mensyaratkan izin dari istri yang merdeka, sementara
izin dari sahaya perempuan tidak di syaratkan.
Ahmad bin Yahya Al-Murtadha mengatakan.”boleh melakukan ( Al –Azl ) terhadap
hamba sahaya perempuan secara ijma”. Karena Rasulullah SAW mengizinkan hal itu kepada
seorang sahabat dari kalangan Anshar dan beliau tidak mensyaratkan izinnya. Haram
melakukannya terhadap istri yang merdeka, kecuali ia memperkenankannya, karena
Rasulullah melarang hal tersebut , kecuali atas izinnya.
2.
Menurut Ulama Ubaidiyah
Jumhur fuqaha di kalangan Ibadhiyah berpendapat bahwa ( Al –Azl ) adalah mubah (
boleh ) dengan izin istri. Seperti bolehnya melakukan ( Al –Azl ) karena enggan memiliki
anak dan takut menanggung beban hidupnya atau takut membahayakan bagi bayi yang
menyusui.
Imam Ithfiys mengatakan,”seorang suami tidak boleh melakukan ( Al –Azl ) terhadap
istrinya dan sang istri pun tidak boleh melakukannya kecuali dengan izin.
Diperbolehkan juga untuk melakukan ( Al –Azl ) karena takut menanggung beban
hidup sang anak, atau membahayakan perempuan sang sedang menyusui.
BERBAGAI METODE TRADISIONAL DALAM MENCEGAH KEHAMILAN
a.
Metode yang di gunakan oleh pasangan suami dan istri secara umum
Metode ini secara umum akrab di lakukan oleh pasangan suami istri, karena termasuk
metode tradisional, mudah, dan murah serta memerlukan kerjasama antara kedua belah pihak.
Metode tersebut adalah :
1.
Melakukan hubungan terputus
2.
Menahan keluarnya mani
3.
Pemisahan antara dua kali keluarnya mani
b.
Penggunaan Vaginal spermicid tradisional untuk perempuan.
Penggunaan ramuan atau obat yang berfungsi untuk meluruhkan sperma yang sudah
masuk, bisa di dapatkan dari sari pati lemak nabati. Misalnya, minyak buah delima, foam atau
busa Khusus, minyak kol atau kubis.
9. Cara pengunaannya, umumnya dengan mengoleskan cairan spermisid ke dalam alat
kelamin perempuan.
Penggunaan cairan pembunuh sperma bagi laki – laki
c.
Untuk mencegah kehamilan, kaum lelaki juga menggunakan metode khusus yaitu
melumasi alat kelaminnya dengan bahan-bahan yang dapat membunuh sperma.
d.
Obat-obatan yang di konsumsi perempuan
Secara tradisional, kaum perempuan menggunakan tumbuh-tumbuhan alami, sebagai
minuman untuk mecegah kehamilan. Di antara nya berupa campuran sari rempah dan madu,
kayu manis, pohon damar, menkonsumsi kacang buncis sebelum makan dan minum selama
40 hari dan meminum air rendaman biji wijen.
e.
Teknik sihir yang di warisi dari peradaban masa lampau.
Dalam banyak kasus, di temukan teknik mengontrol kehamilan dengan sihir.
Tentunya hal ini melibatkan campur tangan jin dan haram hukumnya. Cara seperti ini dapat
di temukan dalam kitab “TADZKIRATU DAWUD “ .
f.
Menggunakan cara-cara alami.
Cara alami untuk mencegah kehamilan adalah dengan teknik Ogino Knauss.
Maksudnya adalah melakukan hubungan suami istri hanya pada masa – masa tertentu dan
terhitung dari siklus bulanan seorang perempuan.
g.
Dengan alat yang dapat menghalangi terjadinya pembuahan.
Yaitu alat – alat yang dapat pertemuan antara sel telur dengan sperma laki-laki, di
antaranya adalah :
1.
Menggunakan kondom bagi laki – laki
2.
Penggunaan kondom wanita yang di letakkan pada mulut rahim yang bersamaan
dengan penggunaan salep spermisid.
3.
Pemotongan leher rahim ( tubektomi ).
4.
Pemotongan saluran vas deferens bagi laki –laki ( vasektomi )
h.
Dengan menanam alat kontrasepsi dalam rahim ( spiral / IUD )
Alat ini berupa bulatan kecil yang memiliki corak dan tipe bermacam – macam, ada
yang terbuat dari plastic, paku atau peniti yang terbuat dari platinum atau yang lainnya. Alat
ini di dorong kedalam rahim dengan bantuan dokter.
Bahaya menggunakan alat kontrasepsi Spiral / IUD
a.
setelah dua kali haid.
Pendarahan, terjadi secara terputus atau berkelanjutan dan akan berhenti
10. b.
Rasa sakit, terkadang ia timbul seperti serangan yang menyakitkan,
khususnya pada dua bulan pertama setelah penggunaan.
c.
Peradangan, ini terjadi setelah pemasangan spiral yang bisa jadi
mengaktifkan kuman atau bakteri yang berada dalam ranim.
d.
Sensitifitas khusus terhadap IUD berbahan tembaga atau kuningan.
e.
Kehamilan di luar rahim ( kehamilan Ektopik )
i.
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal
a.
Berupa tablet atau pil, diantaranya berupa jenis dan dosis yang beragam.
b.
Injeksi ( KB suntik ) yaitu dengan memasukkan cairan hormonal setiap berapa
bulan sekali
c.
Norplant, yaitu sekumpulan dari enam kapsul kosong silastic yang sangat tipis
dan di isi banyak hormon yang akan di alirkan secara perlahan selama bertahun (efektif
selama 5 tahun)
KESIMPULAN
Pada zaman Rasulullah SAW tidak ada seruan luas untuk ber-KB, atau membatasi
keturunan, atau mencegah kehamilan di tengah-tengah kaum muslimin. Tidak ada upaya dan
usaha yang serius untuk menjadikan Al-azl sebagai amalan yang meluas dan tindakan yang
popular di tengah-tengah masyarakat.
Sebagian sahabat Rasulullah yang melakukannyapun tidak lebih dari hanya dalam
keadaan yang darurat. Dan ketuka itu diperlukan oleh keadaan pribadi mereka. Oleh karena
itu, Nabi Muhammad SAW tidak menyuruh dan tidak pula melarangnya. Pada masa kita
sekarang ini, manusia banyak menciptakan alat untuk mencegah kehamilan.
Jika kita mengetahui dan memahami betul maksud dan hikmah islam di balik
pemberian keringanan atas pelaksanaan KB, maka sebaiknya kita melakukannya karena sadar
bahwa anak menjadi tanggung jawab yang besar dan wajib di pelihara dengan pemeliharaan
yang sempurna dan kepedulian yang tinggi. Atau karena alas an bahwa kelahiran seorang
anak akan membahayakan sang ibu bahkan ancaman kematian.
Di samping itu, pertumbuhan sang anak pada masa menyusui juga terancam bila sang
ibu hamil lagi. Dalam kondisi – kondisi seperti diatas, bila seseorang menggunakan salah satu
cara atau alat untuk mencegah kehamilan setelah mendapat petunjuk dari dokter yang
terpercaya. Hal ini boleh – boleh saja di Qiyaskan dengan Al-Azl tetapi dengan syarat di
sepakati oleh pasangan suami istri dan tidak membahayakan tubuh dan nyawa mereka serta
tidak bertentangan dan bertolak belakang dengan islam dan hokum-hukumnya.
11. Bukti pembolehan ini di nyatakan oelh Imam Ar-Ramli yang menukil perkataan
Imam Az-Zarkasyi setelah dia berbicara mengenai aborsi dengan menggunakan obat-oabatan.
“( larangan ) ini semua berhubungan dengan pengguanaan obat setelah air mani di
tumpahkan, sedangkan menggunakan sesuatu untuk mencegah kehamilan boleh – boleh saja.
Oleh karena itu, dapat di simpulkan bahwa penggunaan alat – alat pencegah
kehamilan modern yang aman dan terjamin dari berbagai bahaya dan akibat buruk serta
terhindar dari berbagai penyakit yang berkaitan dengan kehamilan itu sendiri adalah boleh –
boleh saja dari segi hokum islam. Bahkan, ia juga bisa dilakukan karena keadaan darurat
untuk menghindari berbagai bahaya dalam beberapa kondisi keadaan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dr. Thariq At – Thawari “ KB cara islam “.Aqwam Jembatan Ilmu.
2.
http/www.kbcaraislam.com.