SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang 
Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu 
kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban 
oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan 
kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta 
mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari masa ke masa. 
Para founding fathers sadar sepenuhnya bahwa untuk membebaskan bangsa Indonesia 
dari kungkungan kebodohan dan kemiskinan, jalan satu-satunya adalah dengan 
pendidikan. Kesadaran tersebut dituangkan dalam rumusan Pembukaan UUD 1945 yang 
menegaskan bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah “mencerdaskan 
kehidupan bangsa”. Selanjutnya, pada batang tubuh, pasal 31 UUD 1945 lebih tegas lagi 
menyatakan”(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dan ” (2) setiap 
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. 
Pada masa reformasi, dengan memperhatikan kondisi global, percepatan akselerasi 
pembangunan pendidikan menjadi prioritas utama pembangunan. 
Suatu pendidikan dipandang bermutu-diukur dari kedudukannya untuk ikut mencerdaskan 
kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional adalah pendidikan yang berhasil 
membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian. Untuk 
itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu menciptakan suasana dan proses 
pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan menantang peserta didik untuk 
mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya. 
Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai 
dengan bakat dan kemampuannya adalah salah satu prinsip pendidikan demokratis. 
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara 
lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia 
(Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, 
kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan 
manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati 
urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). 
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di 
Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di 
bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), 
Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 
negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama 
ii
Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 
negara di dunia 
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut 
bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak 
disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. 
Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar. Salah satunya adalah 
memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajuan 
teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak 
lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka 
sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.Yang kita rasakan 
sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal 
maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara 
lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya 
manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat 
meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber 
daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah 
yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu 
pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. 
Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat 
penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk 
memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Mengenai masalah pendidikan, 
pemerintah sebenarnya sudah sangat memberikan perhatian dalam rangka peningkatan 
kualitas pendidikan, hal ini terlihat dari anggaran pendidikan yang dialokasikan 20% dari 
anggaran pendapatan dan belanja negara setiap tahunnya (dalam UU RI No. 20 Tahun 
2003 Tentang SISDIKNAS). Dengan anggaran 20% tersebut, setidaknya permasalahan-permasalahan 
seperti mahalnya biaya pendidikan, banyak siswa yang putus sekolah, dan 
otonomi pendidikan dapat diminimalisir, namun ternyata yang menjadi pusat 
permasalahan sekarang adalah 20% dari anggaran pendidikan tersebut belum dapat 
terserap secara keseluruhan. 
ii 
B. Rumusan Masalah 
Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 
1. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kurangnya daya serap anggaran 
pendidikan di Indonesia? 
2. Bagaimana keadaan dunia pendidikan Indonesia dimasa yang akan datang, jika 
kurangnya daya serap anggaran pendidikan ini belum dapat diselesaikan? 
3. Bagaimana solusi untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan di 
Indonesia?
ii 
C. Tujuan 
1. untuk Mengatahui Besarnya Anggaran Pendidikan yang Dialokasikan pada 
APBN 
2. untuk mengetahui bagaimana keadaan pendidikan indonesia di masa yang akan 
datang 
3. memberikan solusi untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan 
di indonesia.
BAB II 
PEMBAHASAN 
ii 
A. Anggaran Pendidikan 
Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas 
dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa 
Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan 
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor 
pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 
(dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pasal 49 Ayat 1). 
Realisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD ternyata masih sangat 
sulit untuk dilakukan pemerintah, bahkan skenario yang diterapkan pun masih 
mengalokasikan dana pendidikan dari APBN/APBD dalam jumlah yang terbatas yaitu 
Total Belanja Pemerintah Pusat menurut APBN 2006 adalah sebesar Rp 427,6 triliun. 
Dari jumlah tersebut, jumlah yang dianggarkan untuk pendidikan adalah sebesar 
Rp36,7 triliun. Sedangkan asumsi kebutuhan budget anggaran pendidikan adalah 20% 
dari Rp. 427,6 triliun atau sebesar Rp. 85,5 triliun, maka masih terdapat defisit atau 
kekurangan kebutuhan dana pendidikan sebesar Rp 47,9 triliun. Skenario progresif 
pemenuhan anggaran pendidikan yang disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah 
pada tanggal 4 Juli 2005 yang lalu hanya menetapkan kenaikan bertahap 2,7 persen 
per tahun hingga 2009, dengan rincian kenaikan 6,6 % (2004), 9,29 % (2005), 12,01 
% (2006), 14,68 % (2007), 17,40 % (2008), dan 20,10 % (2009). Bandingkan dengan 
anggaran yang ternyata hanya dialokasikan sebesar 8,1 % pada tahun 2005 dan 9,1 % 
pada tahun 2006 Untuk tahun 2007 saja alokasi APBN untuk anggaran sektor 
pendidikan hanya mencapai 11,8 persen. Nilai ini setara dengan Rp 90,10 triliun dari 
total nilai anggaran Rp 763,6 triliun. Permasalahan lainnya yang timbul, bukan karena 
pemerintah tidak mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah dana yang 
telah dianggarkan. Namun, lebih dikarenakan anggaran pendidikan belum terserap 
secara keseluruhan. Hal ini disebabkan waktu pemakaian yang terbatas, dan karena 
program dinas pendidikan provinsi tidak jelas, serta kurangnya efektivitas birokrasi 
B. Daya Serap Anggaran Pendidikan 
Kompleksitas persoalan pendidikan secara nyata tidaklah selesai dengan penambahan 
jumlah anggaran. Faktanya, efektivitas mesin birokrasi bidang pendidikan juga amat 
menentukan capaian keberhasilan penyediaan akses pendidikan publik. Di tengah 
menganggurnya sejumlah anggaran (yang belum diserap) Kementerian Pendidikan 
Nasional, dan mencuatnya fakta keterbatasan infrastruktur pendidikan, menyebabkan 
ribuan hinggan jutaan anak didik tak bisa menikmati pendidikan adalah hal yang patut 
kita sesali. Semestinya anggaran pendidikan harus bisa digunakan secara efisien dan
efektif. Penggunaan anggaran disebut efektif jika anggaran yang digunakan sesuai 
atau lebih kecil daripada yang telah direncanakan dan menghasilkan layanan serta 
produksi pendidikan yang sama atau melebihirencana semula, sedangkan penggunaan 
anggaran disebut efektif bila dengan anggaran tersebut tujuan pendidikan yang telah 
direncanakan semula bisa dicapai dengan kuantitas dan kualitas yang sama atau 
melebihi dari yang direncanakan (dalam Pidarta, 2007:272) 
Andai 81.1 persen sisa anggaran pendidikan (dari Rp 55,6 triliun) bisa digunakan 
secara efektif dan efisien, maka persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat selama 
ini bisa diminimalisir, bahkan mungkin tidak akan terjadi 
C. Efektivitas Kerja Birokrasi Pendidikan 
Tidak dipungkiri, bahwa karena kurang cerdasnya manajemen anggaran pendidikan, 
jutaan anak bangsa hari ini harus terbengkalai hak akses pendidikannya. Fakta 
kecilnya daya serap anggaran pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional, juga 
membuktikan bahwa persoalan keterbatasan penyediaan akses pendidikan, utamanya 
bukan pada soal minimnya anggaran, tetapi lebih pada daya serap, serta efektivitas 
kinerja birokrasi dalam mengelola anggaran pembiayaan pendidikan kita. 
D. Dampak Kurangnya Daya Serap Anggaran Pendidikan 
Kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia ini menimbulkan dampak 
yang sangat terasa bagi dunia pendidikan sendiri ditinjau dari landasan ekonomi. 
Berikut paparan mengenai dampak kurangnya daya serap anggaran pendidikan 
ditinjau dari landasan ekonomi : 
1. Mahalnya Biaya Pendidikan 
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi 
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku 
pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak-kanak (TK) hingga 
perguruan tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali 
tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. 
Untuk masuk TK dan SD saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000 sampai Rp 
1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SMP/SMU bisa 
mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Ada beberapa daerah di Indonesia yang sudah 
menerapkan sekolah gratis bagi sekolah negeri, namun pada kenyataannya banyak 
pungutan liar di sekolah dengan alasan dan dalih uang komite sekolah, dsb. Di sisi 
lain sekolah gratis juga membawa dampak yang kurang baik bagi kualitas siswa, 
dengan istilah gratis bagi sekolah negeri kualitas pendidikan terasa kurang seimbang 
dengan sekolah swasta bermutu yang biaya pendidikannya lebih besar namun kualitas 
pendidikannya lebih diutamakan. 
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini juga tidak lepas dari kebijakan 
pemerintah yang menerapkan MBS (manajemen berbasis sekolah). MBS di indonesia 
ii
pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. 
Karena itu, komite sekolah/dewan pendidikan yang merupakan organ MBS selalu 
disyaratkan adanya unsur pengusaha. 
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah 
komite sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan 
komite sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena 
yang dipilih menjadi pengurus dan anggota komite sekolah adalah orang-orang dekat 
dengan kepala sekolah. Akibatnya, komite sekolah hanya menjadi legitimator 
kebijakan kepala sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan 
tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya. 
2. Banyaknya Siswa yang Putus Sekolah 
Kenyataan keterbatasan akses pendidikan publik bukanlah hal baru di negeri ini. 
Keterbatasan infrastruktur menyebabkan pendidikan (sekolah) menjadi barang 
mahal. Keterbatasan itu kian mencolok di tengah minat masyarakat untuk 
mengenyam pendidikan semakin meningkat. Sayangnya, alasan keterbatasan 
anggaran, alasan klasik, membuat negara tidak segera menyediakan akses 
pendidikan publik berkualitas secara merata. Jutaan anak didik harus rela 
membuang mimpi mengenyam pendidikan bermutu. 
Tahun ini (2011) 1,1 juta lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama) sederajat 
tidak tertampung di jenjang pendidikan SMA (Sekolah Menengah 
Atas/SMK/MA). Data Kementerian Pendidikan Nasional menunjukan, jumlah 
lulusan SMP sederajat tahun 2011 sebanyak 4,2 juta siswa. Padahal, daya 
tampung SMA/SMK/MA hanya sekitar 3,1 juta, jadi ada 1,1 juta siswa yang tidak 
mendapat kursi. Agar semua siswa lulusan SMP tertampung di SMA/SMK 
sederajat, menurut Mustaghfirin Amin, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan 
Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional, membutuhkan dana sekitar Rp 4 
triliun Demikian juga dengan Pendidikan Tinggi (PT). Dari total 540.953 peserta 
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2011, 
sebanyak 118.233 dinyatakan lolos ujian. Adapun sisanya, yakni 422.720 siswa 
harus menempuh studi di PT Swasta, dengan konsekuensi pembiayaan yang tentu 
tidaklah sedikit Bagi yang tidak berduit, terpaksa melupakan mimpi untuk studi. 
Jumlah Siswa SMA yang lulus tahun 2011 mencapai 1.450.498. Itu artinya, ada 
ratusan ribu siswa (rakyat) yang tidak dapat mengenyam Pendidikan Tinggi. 
Setiap tahun ada 51,7 persen lulusan SMA yang tidak melanjutkan studi. Ada 
yang jadi penganggur ada ada pula yang memutuskan cari kerja. Tahun 2010, 
Kementerian Pendidikan Nasional mendata, penduduk Indonesia yang berusia 
kuliah (19-23 tahun) yang terdaftar di perguruan tinggi ada sekitar 5,2 juta orang. 
Jumlah itu baru 24,67 persen dari total 21,18 juta pemuda yang mesti kuliah. Lalu 
ii
ke mana mereka-mereka ini? Padahal, pendidikan adalah eskalator perubahan 
sosial. 
3. Penyelenggaraan Otonomi Pendidikan 
Pemerintah telah menetapkan kebijakan otonomi pendidikan, sebagaimana 
mengacu pada UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 53 tentang Badan 
Hukum Pendidikan yang menyebutkan: (1) Penyelenggara dan/atau satuan 
pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk 
badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud 
dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. 
(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip 
nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan 
pendidikan. (4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan 
Undang-undang tersendiri. 
Berdasarkan pasal di atas maka penyelenggaraan pendidikan tidak lagi menjadi 
tanggung jawab negara melainkan diserahkan kepada lembaga pendidikan itu 
sendiri. Dalam penjelasan pasal 3 ayat 2 RUU Badan Hukum Pendidikan 
disebutkan bahwa Kemandirian dalam penyelengaraan pendidikan merupakan 
kondisi yang ingin dicapai melalui pendirian BHP, dengan menerapkan 
manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah, 
serta otonomi pada pendidikan tinggi. Hanya dengan kemandirian, pendidikan 
dapat menumbuhkembangkan kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan 
mobilitasnya. 
Artinya pemerintah menilai bahwa selama ini terhambatnya kemajuan pendidikan 
indonesia diantaranya karena pengelolaan pendidikan yang sentralistis, sehingga 
perlunya kebijakan desentralisasi kewenangan (MBS dan otonomi pendidikan) 
untuk memajukan pendidikan indonesia. Kenyataannya, kebijakan tersebut 
menuai berbagai sikap kontra dari masyarakat karena dinilai sarat dengan tekanan 
pihak asing (negara donor) yang menghendaki privatisasi lembaga –lembaga yang 
dikelola negara termasuk lembaga pendidikan, sehingga negara pun akan lepas 
tangan dari tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan secara penuh. 
Sebagaimana diungkapkan oleh komisi hukum nasional (KHN) bahwa dalam 
RUU BHP versi yang baru, semua bentuk pendidikan baik yang diselenggarakan 
oleh masyarakat, pemerintah daerah atau pemerintah harus berbentuk badan 
hukum yang sama yaitu badan hukum pendidikan. Oleh karenanya, jika RUU 
BHP disahkan – maka peraturan perundang-undangan yang terkait dengan 
peraturan pemerintah tentang BHMN tidak akan berlaku lagi. Perubahan yang 
terjadi antara konsep RUU lama dan yang baru, dapat diamati dari bunyi pasal 1 
ayat 7 (versi lama), yang mengatur bahwa ”Penyelenggara adalah satuan 
ii
pendidikan berstatus Badan Hukum Pendidikan (BHP)” dan “Semua satuan 
pendidikan tinggi harus berstatus Badan Hukum Pendidikan Tinggi (BHPT) 
(Pasal 2 ayat (1)”. Selain itu, disebutkan juga bahwa “Satuan pendidikan dasar dan 
menengah dapat berstatus Badan Hukum Pendidikan Dasar Menengah 
(BHPDM)”. 
Yang menjadi persoalan, apakah RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) 
merupakan jawaban yang tepat bagi pengembangan pendidikan tinggi kedepan? 
Bagaimana RUU ini meletakkan peran pemerintah dan masyarakat dalam 
menyelenggarakan pendidikan tinggi serta bagaimana mengkonstruksi hubungan 
antara penyelenggara pendidikan (yayasan, perkumpulan, badan wakaf, 
pemerintah, dll) dengan satuan pendidikan? Apakah RUU BHP memberikan 
jaminan bagi terwujudnya pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu 
serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan dalam rangka menghadapi 
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global ? Selain itu kebijakan 
otonomi pendidikan sendiri merupakan hal belum tentu dapat meningkatkan 
kualitas pendidikan, terutama bila makna otonomi itu sendiri ternyata bentuk lepas 
tangan pemerintah dengan menyerahkan penyelenggaraan pendidikan secara lebih 
besar porsinya kepada masyarakat. Padahal hakikatnya penyelenggaraan 
pendidikan merupakan tanggung jawab negara/ pemerintah sebagai pihak yang 
diamanahi rakyat untuk mengatur urusan mereka dengan sebaik mungkin. 
Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk badan hukum jelas 
memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status 
itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas 
pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. 
Perguruan tinggi negeri pun berubah menjadi badan hukum milik negara 
(BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan 
pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya 
biaya pendidikan di beberapa perguruan tinggi favorit. 
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi 
badan hukum milik negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa 
pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di 
indonesia. Di jerman, prancis, belanda, dan di beberapa negara berkembang 
lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya 
rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan. 
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus 
murah atau gratis. Tetapi persoalannya dengan anggaran 20% yang dianggarkan 
oleh pemerintah daya serap nya masih kurang. Di tengah persoalan 
ketidakmampuan menyerap anggaran ini, tahun 2012 Kementerian pimpinan Moh. 
ii
Nuh malah akan mendapat tambahan anggaran. Jika dana anggaran pendidikan 
tahun 2011 Rp 248,98 triliun, maka tahun 2012 akan naik menjadi Rp 265, 56 
triliun. Kementerian Pendidikan akan ketambahan anggaran sebesar Rp 16.6 
triliun. 
Jumlah ini sebenarnya lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan penyedian 
infrastruktur pendidikan bagi 1.1 juta siswa yang tidak tertampung hari ini, 
maupun sejumlah siswa lulusan 2012 yang bisa diperkirakan tak lebih sama. 
Namun, apakah penambahan anggaran ini kelak akan menjadi solusi bagi 
persoalan keterbatasan akses pendidikan kita seperti hari ini? Juga tidaklah tentu. 
Jika keadaan kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia ini tidak 
benar-benar diperhatikan oleh pemerintah, wakil rakyat dan segenap birokrasi 
pendidikan, akan dipastikan bahwa keadaan dunia pendidikan Indonesia akan 
semakin terpuruk dan tertinggal dengan negara lain. 
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan 
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan pembiayaan pendidikan sekolah hal ini 
dipengaruhi oleh: 
1. Kenaikan harga (rising prices) 
2. Perubahan relatif dalam gaji guru (teacher’s sallaries) 
3. Perubahann dalam populasi dan kenaikannya prosentasi anak disekolah negeri 
4. Meningkatnya standard pendidikan (educational standards) 
5. Meningkatnya usia anak yang meninggalkan sekolah 
6. Meningkatnya tuntutan terhadap pendidikan lebih tinggi (higher education) 
F. Solusi Masalah 
Untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan Indonesia agar 
problematika pendidikan di Indonesia dapat diselesaikan satu per satu, solusinya 
yaitu: Secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan 
dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai, sembari pemerintah 
membenahi sejumlah birokrasi pendidikan dalam upaya mengefektifkan kinerja 
birokrasi pendidikan. 
ii
BAB III 
PENUTUP 
A. KESIMPULAN 
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan ke sistem 
pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. 
Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan 
dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih 
dahulu. 
Pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam hal ini, sebenarnya sudah 
ikut memikirkan dan memberikan solusi dari setiap problematika pendidikan, hal ini terlihat 
dari anggaran pendidikan dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara sudah terjadi 
kenaikan anggaran dari tahun ke tahun, namun diharapkan pemerintah dan birokrasi 
pendidikan benar-benar optimal dalam menyalurkan dana yang sudah dianggarkan dan dana 
yang sudah diberikan pemerintah bisa benar-benar sampai pada masyarakat yang 
membutuhkan secara sepenuhnya. sembari kita tentu berharap 20 persen anggaran pendidikan 
terus mengalami kenaikan, masyarakat juga menanti agar birokrasi pendidikan segera 
membenahi diri. Kementerian Pendidikan Nasional harus secepatnya mengevaluasi kinerja 
dan manajemen anggarannya. 
Hal ini kita butuhkan segera demi peningkatkan efektivitas kinerja birokrasi pendidikan 
untuk menyerap anggaran, demi tersedianya akses pendidikan publik yang merata dan 
bermutu. Cukuplah kelalaian pengelolaan seperti ini, sebab sudah terlalu lama hak 
masyarakat atas pendidikan itu dikorbankan. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan 
berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu 
membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional. 
ii 
B. SARAN 
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu saran yang sifatnya 
membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA 
1. Dedi Supriadi.2004. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: 
ii 
Remaja Rosdakarya. 
2. Tim Pengelola BOS. 2009. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah. Depdiknas: 
Dirjen Dikdasmen. 
3. Anwar, M.I. 1991. Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan. 
Mimbar Pendidikan, No.1 Tahun x, 1991: 28-33. 
4. Fattah, N. 2000. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Remaja Rosdakarya: 
Bandung. 
5. Horngren, P. 1993. Pengantar Akutansi Manajemen Edisi 6. Jakarta: Erlangga.
KATA PENGANTAR 
Alhamdulillahirobbil ‘Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT 
yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat 
menyelesaikan makalah ini, Namun penulis menyadari makalah ini belum dapat dikatakan 
sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga 
selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW, 
kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku 
umatnya. 
Makalah ini penulis membahas mengenai “DANA PENDIDIKAN DIALOKASIKAN 
SEBESAR 20 % DARI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA”, dengan 
makalah ini penulis mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis 
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam 
menyelesaikan makalah ini. 
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya. 
ii 
Raha, Agustus 2013 
Penyusun
DAFTAR ISI 
Kata Pengantar......................................................................................................... i 
Daftar Isi................................................................................................................. ii 
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1 
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1 
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 3 
C. Tujuan............................................................................................................ 3 
BAB II PEMBAHASAN.... ................................................................................... 1 
A. Anggaran Pendidikan............................................................................. 4 
B. Daya Serap Anggaran Pendidikan .............................................................. 5 
C. Efektifitas Kerja Birokrasi Pendidikan......................................................... 5 
D. dampak kurang serapnya anggaran pendidikan .................................. 5 
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan...................... 10 
F. Solusi Masala........................................................................................ 10 
BAB II PENUTUP................................................................................................... 11 
A. Kesimpulan.................................................................................................. 11 
B. Saran............................................................................................................. 11 
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 12 
ii
MAKALAH 
DANA PENDIDIKAN DIALOKASIKAN 
SEBESAR 20 % DARI ANGGARAN 
PENDAPATAN BELANJA NEGARA 
DISUSUN OLEH : 
KELOMPOK I 
1. JAIS 
2. LISDAR 
3. ASTATI 
4. VERIDAYANTI 
5. LM. THEO WANDI 
SMA NEGERI 1 RAHA 
2013 
ii

More Related Content

What's hot

Artikel pendidikan
Artikel pendidikanArtikel pendidikan
Artikel pendidikanrizkynet
 
Politik pendidikan
Politik pendidikanPolitik pendidikan
Politik pendidikanAntho jie
 
dasar 60(sains) : 40(sastera)
dasar 60(sains) : 40(sastera)dasar 60(sains) : 40(sastera)
dasar 60(sains) : 40(sastera)Azima Rahim
 
Permasalahan pendidikan dan solusinya
Permasalahan pendidikan dan solusinyaPermasalahan pendidikan dan solusinya
Permasalahan pendidikan dan solusinyaSiti Sya'anah
 
2. ringkasan eksekutif pppm 2015 2025
2. ringkasan eksekutif pppm 2015 20252. ringkasan eksekutif pppm 2015 2025
2. ringkasan eksekutif pppm 2015 2025thanusha27
 
Artikel pendidikan
Artikel  pendidikan Artikel  pendidikan
Artikel pendidikan Bang Zaenal
 
Asement edu
Asement eduAsement edu
Asement edusihah
 
Naskah akademik-pentingnya-mapel-tik-di-masukan-dalam-kurikulum-2013-revisi
Naskah akademik-pentingnya-mapel-tik-di-masukan-dalam-kurikulum-2013-revisiNaskah akademik-pentingnya-mapel-tik-di-masukan-dalam-kurikulum-2013-revisi
Naskah akademik-pentingnya-mapel-tik-di-masukan-dalam-kurikulum-2013-revisiWijaya Kusumah
 
permasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikropermasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikromuhammadsucahyo
 
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKANISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKANDadang DjokoKaryanto
 
Peran mahasiswa untuk indonesia dalam asean economic community
Peran mahasiswa untuk indonesia dalam asean economic communityPeran mahasiswa untuk indonesia dalam asean economic community
Peran mahasiswa untuk indonesia dalam asean economic communitymustarinuralam
 
Nova nisa febrina (tugas eldarni)
Nova nisa febrina (tugas eldarni)Nova nisa febrina (tugas eldarni)
Nova nisa febrina (tugas eldarni)novanisa febrina
 

What's hot (14)

Artikel pendidikan
Artikel pendidikanArtikel pendidikan
Artikel pendidikan
 
Politik pendidikan
Politik pendidikanPolitik pendidikan
Politik pendidikan
 
dasar 60(sains) : 40(sastera)
dasar 60(sains) : 40(sastera)dasar 60(sains) : 40(sastera)
dasar 60(sains) : 40(sastera)
 
Permasalahan pendidikan dan solusinya
Permasalahan pendidikan dan solusinyaPermasalahan pendidikan dan solusinya
Permasalahan pendidikan dan solusinya
 
jajal
jajaljajal
jajal
 
2. ringkasan eksekutif pppm 2015 2025
2. ringkasan eksekutif pppm 2015 20252. ringkasan eksekutif pppm 2015 2025
2. ringkasan eksekutif pppm 2015 2025
 
Artikel pendidikan
Artikel  pendidikan Artikel  pendidikan
Artikel pendidikan
 
Asement edu
Asement eduAsement edu
Asement edu
 
BeliaTunasBangsa_G2Mon
BeliaTunasBangsa_G2MonBeliaTunasBangsa_G2Mon
BeliaTunasBangsa_G2Mon
 
Naskah akademik-pentingnya-mapel-tik-di-masukan-dalam-kurikulum-2013-revisi
Naskah akademik-pentingnya-mapel-tik-di-masukan-dalam-kurikulum-2013-revisiNaskah akademik-pentingnya-mapel-tik-di-masukan-dalam-kurikulum-2013-revisi
Naskah akademik-pentingnya-mapel-tik-di-masukan-dalam-kurikulum-2013-revisi
 
permasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikropermasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikro
 
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKANISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
 
Peran mahasiswa untuk indonesia dalam asean economic community
Peran mahasiswa untuk indonesia dalam asean economic communityPeran mahasiswa untuk indonesia dalam asean economic community
Peran mahasiswa untuk indonesia dalam asean economic community
 
Nova nisa febrina (tugas eldarni)
Nova nisa febrina (tugas eldarni)Nova nisa febrina (tugas eldarni)
Nova nisa febrina (tugas eldarni)
 

Viewers also liked

Makalah profesionalisme dunia pendidikan
Makalah profesionalisme dunia pendidikanMakalah profesionalisme dunia pendidikan
Makalah profesionalisme dunia pendidikanSeptian Muna Barakati
 
Makalah aplikasi listrik dalam medis
Makalah aplikasi listrik dalam medisMakalah aplikasi listrik dalam medis
Makalah aplikasi listrik dalam medisSeptian Muna Barakati
 
Makalah pola hidup sehat dan bersih asni
Makalah pola hidup sehat  dan bersih asniMakalah pola hidup sehat  dan bersih asni
Makalah pola hidup sehat dan bersih asniSeptian Muna Barakati
 
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsiMakalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsiSeptian Muna Barakati
 
Makalah perubahan fisiologis sistem reproduksi pada ibu nifas
Makalah perubahan fisiologis sistem reproduksi pada ibu nifasMakalah perubahan fisiologis sistem reproduksi pada ibu nifas
Makalah perubahan fisiologis sistem reproduksi pada ibu nifasSeptian Muna Barakati
 
Makalah pola hidup sehat dan bersih belum
Makalah pola hidup sehat  dan bersih belumMakalah pola hidup sehat  dan bersih belum
Makalah pola hidup sehat dan bersih belumSeptian Muna Barakati
 
Makalah pola hidup sehat dan bersih ilawati
Makalah pola hidup sehat  dan bersih ilawatiMakalah pola hidup sehat  dan bersih ilawati
Makalah pola hidup sehat dan bersih ilawatiSeptian Muna Barakati
 
Makalah pola hidup sehat dan bersih irmayani
Makalah pola hidup sehat  dan bersih irmayaniMakalah pola hidup sehat  dan bersih irmayani
Makalah pola hidup sehat dan bersih irmayaniSeptian Muna Barakati
 

Viewers also liked (20)

Makalah profesionalisme dunia pendidikan
Makalah profesionalisme dunia pendidikanMakalah profesionalisme dunia pendidikan
Makalah profesionalisme dunia pendidikan
 
Makalah anty pak sawal
Makalah anty pak sawalMakalah anty pak sawal
Makalah anty pak sawal
 
Makalah promkes p' ca2ng
Makalah promkes p' ca2ngMakalah promkes p' ca2ng
Makalah promkes p' ca2ng
 
Konsep medik
Konsep medikKonsep medik
Konsep medik
 
Makalah prasekolah
Makalah prasekolahMakalah prasekolah
Makalah prasekolah
 
Makalah pertumbuhan ekonimi
Makalah pertumbuhan ekonimiMakalah pertumbuhan ekonimi
Makalah pertumbuhan ekonimi
 
Makalah pertumbuhan ekonbomi
Makalah pertumbuhan ekonbomiMakalah pertumbuhan ekonbomi
Makalah pertumbuhan ekonbomi
 
Makalah pramuka
Makalah pramukaMakalah pramuka
Makalah pramuka
 
Makalah aplikasi listrik dalam medis
Makalah aplikasi listrik dalam medisMakalah aplikasi listrik dalam medis
Makalah aplikasi listrik dalam medis
 
Makalah analisa manajemen
Makalah analisa manajemenMakalah analisa manajemen
Makalah analisa manajemen
 
Makalah pola hidup sehat dan bersih asni
Makalah pola hidup sehat  dan bersih asniMakalah pola hidup sehat  dan bersih asni
Makalah pola hidup sehat dan bersih asni
 
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsiMakalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
 
Makalah perubahan fisiologis sistem reproduksi pada ibu nifas
Makalah perubahan fisiologis sistem reproduksi pada ibu nifasMakalah perubahan fisiologis sistem reproduksi pada ibu nifas
Makalah perubahan fisiologis sistem reproduksi pada ibu nifas
 
Makalah perubahan sosial di ambon
Makalah perubahan sosial di  ambonMakalah perubahan sosial di  ambon
Makalah perubahan sosial di ambon
 
Makalah proses keperawatan
Makalah proses keperawatanMakalah proses keperawatan
Makalah proses keperawatan
 
Makalah pola hidup sehat dan bersih belum
Makalah pola hidup sehat  dan bersih belumMakalah pola hidup sehat  dan bersih belum
Makalah pola hidup sehat dan bersih belum
 
Laporan pkp martia
Laporan  pkp martiaLaporan  pkp martia
Laporan pkp martia
 
Makalah pola hidup sehat dan bersih ilawati
Makalah pola hidup sehat  dan bersih ilawatiMakalah pola hidup sehat  dan bersih ilawati
Makalah pola hidup sehat dan bersih ilawati
 
Makalah pola hidup sehat dan bersih irmayani
Makalah pola hidup sehat  dan bersih irmayaniMakalah pola hidup sehat  dan bersih irmayani
Makalah pola hidup sehat dan bersih irmayani
 
Formation ArcGis
Formation ArcGisFormation ArcGis
Formation ArcGis
 

Similar to OPTIMALKANPENDIDIKAN

Makalah anggaran pendidikan
Makalah anggaran pendidikanMakalah anggaran pendidikan
Makalah anggaran pendidikanWarnet Raha
 
Makalah Mahalnya pendidikan
Makalah Mahalnya pendidikanMakalah Mahalnya pendidikan
Makalah Mahalnya pendidikanAli Rohman
 
Makalah mahalnya pendidikan di indonesia
Makalah mahalnya pendidikan di indonesiaMakalah mahalnya pendidikan di indonesia
Makalah mahalnya pendidikan di indonesiasuyono fis
 
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaikPendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaikLilis Holisah
 
Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2Warnet Raha
 
LANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANLANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANharjunode
 
Makalah masalah pendidikan
Makalah masalah pendidikanMakalah masalah pendidikan
Makalah masalah pendidikanMurnila_Wati
 
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI imam shofwan
 
Problematika pendidikan
Problematika pendidikanProblematika pendidikan
Problematika pendidikanDwi Halimasari
 
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KELOMPOK LIMA II.pptx
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KELOMPOK LIMA II.pptxPEMBANGUNAN PENDIDIKAN KELOMPOK LIMA II.pptx
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KELOMPOK LIMA II.pptxsujimantoro1
 

Similar to OPTIMALKANPENDIDIKAN (20)

Makalah anggaran pendidikan
Makalah anggaran pendidikanMakalah anggaran pendidikan
Makalah anggaran pendidikan
 
Makalah anggaran pendidikan
Makalah anggaran pendidikanMakalah anggaran pendidikan
Makalah anggaran pendidikan
 
Makalah anggaran pendidikan
Makalah anggaran pendidikanMakalah anggaran pendidikan
Makalah anggaran pendidikan
 
Makalah anggaran pendidikan (2)
Makalah anggaran pendidikan (2)Makalah anggaran pendidikan (2)
Makalah anggaran pendidikan (2)
 
Makalah Mahalnya pendidikan
Makalah Mahalnya pendidikanMakalah Mahalnya pendidikan
Makalah Mahalnya pendidikan
 
Makalah mahalnya pendidikan di indonesia
Makalah mahalnya pendidikan di indonesiaMakalah mahalnya pendidikan di indonesia
Makalah mahalnya pendidikan di indonesia
 
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaikPendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
Pendidikan terbaik melahirkan generasi terbaik
 
Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2
 
Tugas kus
Tugas kusTugas kus
Tugas kus
 
LANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKANLANDASAN PENDIDIKAN
LANDASAN PENDIDIKAN
 
Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2
 
Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2
 
Makalah masalah pendidikan
Makalah masalah pendidikanMakalah masalah pendidikan
Makalah masalah pendidikan
 
Education Journal
Education JournalEducation Journal
Education Journal
 
Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2Makalah pendidikan di indonesia2
Makalah pendidikan di indonesia2
 
Makalah landasan
Makalah landasanMakalah landasan
Makalah landasan
 
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
PENDIDIKAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI
 
Pengantar Pendidikan
Pengantar PendidikanPengantar Pendidikan
Pengantar Pendidikan
 
Problematika pendidikan
Problematika pendidikanProblematika pendidikan
Problematika pendidikan
 
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KELOMPOK LIMA II.pptx
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KELOMPOK LIMA II.pptxPEMBANGUNAN PENDIDIKAN KELOMPOK LIMA II.pptx
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KELOMPOK LIMA II.pptx
 

More from Septian Muna Barakati (20)

Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
 
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
 
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
 
Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA
 
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
 
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
 
Dokomen polisi
Dokomen polisiDokomen polisi
Dokomen polisi
 
Dokumen perusahaan
Dokumen perusahaanDokumen perusahaan
Dokumen perusahaan
 
Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3
 
Dosa besar
Dosa besarDosa besar
Dosa besar
 
Ekosistem padang lamun
Ekosistem padang lamunEkosistem padang lamun
Ekosistem padang lamun
 
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi pendudukFaktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
 
E
EE
E
 
Faktor
FaktorFaktor
Faktor
 
Fho...................
Fho...................Fho...................
Fho...................
 
555555555555555 (2)
555555555555555 (2)555555555555555 (2)
555555555555555 (2)
 
99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya
 
10 impact of global warming
10 impact of global warming10 impact of global warming
10 impact of global warming
 
10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global
 
5 w 1h penyakit hiv
5 w 1h  penyakit hiv5 w 1h  penyakit hiv
5 w 1h penyakit hiv
 

Recently uploaded

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 

Recently uploaded (20)

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 

OPTIMALKANPENDIDIKAN

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari masa ke masa. Para founding fathers sadar sepenuhnya bahwa untuk membebaskan bangsa Indonesia dari kungkungan kebodohan dan kemiskinan, jalan satu-satunya adalah dengan pendidikan. Kesadaran tersebut dituangkan dalam rumusan Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Selanjutnya, pada batang tubuh, pasal 31 UUD 1945 lebih tegas lagi menyatakan”(1) setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dan ” (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Pada masa reformasi, dengan memperhatikan kondisi global, percepatan akselerasi pembangunan pendidikan menjadi prioritas utama pembangunan. Suatu pendidikan dipandang bermutu-diukur dari kedudukannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional adalah pendidikan yang berhasil membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian. Untuk itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan menantang peserta didik untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya adalah salah satu prinsip pendidikan demokratis. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama ii
  • 2. Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar. Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Mengenai masalah pendidikan, pemerintah sebenarnya sudah sangat memberikan perhatian dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan, hal ini terlihat dari anggaran pendidikan yang dialokasikan 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara setiap tahunnya (dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS). Dengan anggaran 20% tersebut, setidaknya permasalahan-permasalahan seperti mahalnya biaya pendidikan, banyak siswa yang putus sekolah, dan otonomi pendidikan dapat diminimalisir, namun ternyata yang menjadi pusat permasalahan sekarang adalah 20% dari anggaran pendidikan tersebut belum dapat terserap secara keseluruhan. ii B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia? 2. Bagaimana keadaan dunia pendidikan Indonesia dimasa yang akan datang, jika kurangnya daya serap anggaran pendidikan ini belum dapat diselesaikan? 3. Bagaimana solusi untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia?
  • 3. ii C. Tujuan 1. untuk Mengatahui Besarnya Anggaran Pendidikan yang Dialokasikan pada APBN 2. untuk mengetahui bagaimana keadaan pendidikan indonesia di masa yang akan datang 3. memberikan solusi untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan di indonesia.
  • 4. BAB II PEMBAHASAN ii A. Anggaran Pendidikan Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS Pasal 49 Ayat 1). Realisasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD ternyata masih sangat sulit untuk dilakukan pemerintah, bahkan skenario yang diterapkan pun masih mengalokasikan dana pendidikan dari APBN/APBD dalam jumlah yang terbatas yaitu Total Belanja Pemerintah Pusat menurut APBN 2006 adalah sebesar Rp 427,6 triliun. Dari jumlah tersebut, jumlah yang dianggarkan untuk pendidikan adalah sebesar Rp36,7 triliun. Sedangkan asumsi kebutuhan budget anggaran pendidikan adalah 20% dari Rp. 427,6 triliun atau sebesar Rp. 85,5 triliun, maka masih terdapat defisit atau kekurangan kebutuhan dana pendidikan sebesar Rp 47,9 triliun. Skenario progresif pemenuhan anggaran pendidikan yang disepakati bersama oleh DPR dan Pemerintah pada tanggal 4 Juli 2005 yang lalu hanya menetapkan kenaikan bertahap 2,7 persen per tahun hingga 2009, dengan rincian kenaikan 6,6 % (2004), 9,29 % (2005), 12,01 % (2006), 14,68 % (2007), 17,40 % (2008), dan 20,10 % (2009). Bandingkan dengan anggaran yang ternyata hanya dialokasikan sebesar 8,1 % pada tahun 2005 dan 9,1 % pada tahun 2006 Untuk tahun 2007 saja alokasi APBN untuk anggaran sektor pendidikan hanya mencapai 11,8 persen. Nilai ini setara dengan Rp 90,10 triliun dari total nilai anggaran Rp 763,6 triliun. Permasalahan lainnya yang timbul, bukan karena pemerintah tidak mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan sejumlah dana yang telah dianggarkan. Namun, lebih dikarenakan anggaran pendidikan belum terserap secara keseluruhan. Hal ini disebabkan waktu pemakaian yang terbatas, dan karena program dinas pendidikan provinsi tidak jelas, serta kurangnya efektivitas birokrasi B. Daya Serap Anggaran Pendidikan Kompleksitas persoalan pendidikan secara nyata tidaklah selesai dengan penambahan jumlah anggaran. Faktanya, efektivitas mesin birokrasi bidang pendidikan juga amat menentukan capaian keberhasilan penyediaan akses pendidikan publik. Di tengah menganggurnya sejumlah anggaran (yang belum diserap) Kementerian Pendidikan Nasional, dan mencuatnya fakta keterbatasan infrastruktur pendidikan, menyebabkan ribuan hinggan jutaan anak didik tak bisa menikmati pendidikan adalah hal yang patut kita sesali. Semestinya anggaran pendidikan harus bisa digunakan secara efisien dan
  • 5. efektif. Penggunaan anggaran disebut efektif jika anggaran yang digunakan sesuai atau lebih kecil daripada yang telah direncanakan dan menghasilkan layanan serta produksi pendidikan yang sama atau melebihirencana semula, sedangkan penggunaan anggaran disebut efektif bila dengan anggaran tersebut tujuan pendidikan yang telah direncanakan semula bisa dicapai dengan kuantitas dan kualitas yang sama atau melebihi dari yang direncanakan (dalam Pidarta, 2007:272) Andai 81.1 persen sisa anggaran pendidikan (dari Rp 55,6 triliun) bisa digunakan secara efektif dan efisien, maka persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat selama ini bisa diminimalisir, bahkan mungkin tidak akan terjadi C. Efektivitas Kerja Birokrasi Pendidikan Tidak dipungkiri, bahwa karena kurang cerdasnya manajemen anggaran pendidikan, jutaan anak bangsa hari ini harus terbengkalai hak akses pendidikannya. Fakta kecilnya daya serap anggaran pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional, juga membuktikan bahwa persoalan keterbatasan penyediaan akses pendidikan, utamanya bukan pada soal minimnya anggaran, tetapi lebih pada daya serap, serta efektivitas kinerja birokrasi dalam mengelola anggaran pembiayaan pendidikan kita. D. Dampak Kurangnya Daya Serap Anggaran Pendidikan Kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia ini menimbulkan dampak yang sangat terasa bagi dunia pendidikan sendiri ditinjau dari landasan ekonomi. Berikut paparan mengenai dampak kurangnya daya serap anggaran pendidikan ditinjau dari landasan ekonomi : 1. Mahalnya Biaya Pendidikan Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SD saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SMP/SMU bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Ada beberapa daerah di Indonesia yang sudah menerapkan sekolah gratis bagi sekolah negeri, namun pada kenyataannya banyak pungutan liar di sekolah dengan alasan dan dalih uang komite sekolah, dsb. Di sisi lain sekolah gratis juga membawa dampak yang kurang baik bagi kualitas siswa, dengan istilah gratis bagi sekolah negeri kualitas pendidikan terasa kurang seimbang dengan sekolah swasta bermutu yang biaya pendidikannya lebih besar namun kualitas pendidikannya lebih diutamakan. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini juga tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (manajemen berbasis sekolah). MBS di indonesia ii
  • 6. pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah/dewan pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan komite sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota komite sekolah adalah orang-orang dekat dengan kepala sekolah. Akibatnya, komite sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan kepala sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya. 2. Banyaknya Siswa yang Putus Sekolah Kenyataan keterbatasan akses pendidikan publik bukanlah hal baru di negeri ini. Keterbatasan infrastruktur menyebabkan pendidikan (sekolah) menjadi barang mahal. Keterbatasan itu kian mencolok di tengah minat masyarakat untuk mengenyam pendidikan semakin meningkat. Sayangnya, alasan keterbatasan anggaran, alasan klasik, membuat negara tidak segera menyediakan akses pendidikan publik berkualitas secara merata. Jutaan anak didik harus rela membuang mimpi mengenyam pendidikan bermutu. Tahun ini (2011) 1,1 juta lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama) sederajat tidak tertampung di jenjang pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas/SMK/MA). Data Kementerian Pendidikan Nasional menunjukan, jumlah lulusan SMP sederajat tahun 2011 sebanyak 4,2 juta siswa. Padahal, daya tampung SMA/SMK/MA hanya sekitar 3,1 juta, jadi ada 1,1 juta siswa yang tidak mendapat kursi. Agar semua siswa lulusan SMP tertampung di SMA/SMK sederajat, menurut Mustaghfirin Amin, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan Nasional, membutuhkan dana sekitar Rp 4 triliun Demikian juga dengan Pendidikan Tinggi (PT). Dari total 540.953 peserta Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2011, sebanyak 118.233 dinyatakan lolos ujian. Adapun sisanya, yakni 422.720 siswa harus menempuh studi di PT Swasta, dengan konsekuensi pembiayaan yang tentu tidaklah sedikit Bagi yang tidak berduit, terpaksa melupakan mimpi untuk studi. Jumlah Siswa SMA yang lulus tahun 2011 mencapai 1.450.498. Itu artinya, ada ratusan ribu siswa (rakyat) yang tidak dapat mengenyam Pendidikan Tinggi. Setiap tahun ada 51,7 persen lulusan SMA yang tidak melanjutkan studi. Ada yang jadi penganggur ada ada pula yang memutuskan cari kerja. Tahun 2010, Kementerian Pendidikan Nasional mendata, penduduk Indonesia yang berusia kuliah (19-23 tahun) yang terdaftar di perguruan tinggi ada sekitar 5,2 juta orang. Jumlah itu baru 24,67 persen dari total 21,18 juta pemuda yang mesti kuliah. Lalu ii
  • 7. ke mana mereka-mereka ini? Padahal, pendidikan adalah eskalator perubahan sosial. 3. Penyelenggaraan Otonomi Pendidikan Pemerintah telah menetapkan kebijakan otonomi pendidikan, sebagaimana mengacu pada UU No.20/2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan yang menyebutkan: (1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. (3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. (4) Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan Undang-undang tersendiri. Berdasarkan pasal di atas maka penyelenggaraan pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab negara melainkan diserahkan kepada lembaga pendidikan itu sendiri. Dalam penjelasan pasal 3 ayat 2 RUU Badan Hukum Pendidikan disebutkan bahwa Kemandirian dalam penyelengaraan pendidikan merupakan kondisi yang ingin dicapai melalui pendirian BHP, dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada pendidikan dasar dan menengah, serta otonomi pada pendidikan tinggi. Hanya dengan kemandirian, pendidikan dapat menumbuhkembangkan kreativitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitasnya. Artinya pemerintah menilai bahwa selama ini terhambatnya kemajuan pendidikan indonesia diantaranya karena pengelolaan pendidikan yang sentralistis, sehingga perlunya kebijakan desentralisasi kewenangan (MBS dan otonomi pendidikan) untuk memajukan pendidikan indonesia. Kenyataannya, kebijakan tersebut menuai berbagai sikap kontra dari masyarakat karena dinilai sarat dengan tekanan pihak asing (negara donor) yang menghendaki privatisasi lembaga –lembaga yang dikelola negara termasuk lembaga pendidikan, sehingga negara pun akan lepas tangan dari tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan secara penuh. Sebagaimana diungkapkan oleh komisi hukum nasional (KHN) bahwa dalam RUU BHP versi yang baru, semua bentuk pendidikan baik yang diselenggarakan oleh masyarakat, pemerintah daerah atau pemerintah harus berbentuk badan hukum yang sama yaitu badan hukum pendidikan. Oleh karenanya, jika RUU BHP disahkan – maka peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan pemerintah tentang BHMN tidak akan berlaku lagi. Perubahan yang terjadi antara konsep RUU lama dan yang baru, dapat diamati dari bunyi pasal 1 ayat 7 (versi lama), yang mengatur bahwa ”Penyelenggara adalah satuan ii
  • 8. pendidikan berstatus Badan Hukum Pendidikan (BHP)” dan “Semua satuan pendidikan tinggi harus berstatus Badan Hukum Pendidikan Tinggi (BHPT) (Pasal 2 ayat (1)”. Selain itu, disebutkan juga bahwa “Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat berstatus Badan Hukum Pendidikan Dasar Menengah (BHPDM)”. Yang menjadi persoalan, apakah RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) merupakan jawaban yang tepat bagi pengembangan pendidikan tinggi kedepan? Bagaimana RUU ini meletakkan peran pemerintah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi serta bagaimana mengkonstruksi hubungan antara penyelenggara pendidikan (yayasan, perkumpulan, badan wakaf, pemerintah, dll) dengan satuan pendidikan? Apakah RUU BHP memberikan jaminan bagi terwujudnya pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan dalam rangka menghadapi tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global ? Selain itu kebijakan otonomi pendidikan sendiri merupakan hal belum tentu dapat meningkatkan kualitas pendidikan, terutama bila makna otonomi itu sendiri ternyata bentuk lepas tangan pemerintah dengan menyerahkan penyelenggaraan pendidikan secara lebih besar porsinya kepada masyarakat. Padahal hakikatnya penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab negara/ pemerintah sebagai pihak yang diamanahi rakyat untuk mengatur urusan mereka dengan sebaik mungkin. Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk badan hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan tinggi negeri pun berubah menjadi badan hukum milik negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa perguruan tinggi favorit. Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi badan hukum milik negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di indonesia. Di jerman, prancis, belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya dengan anggaran 20% yang dianggarkan oleh pemerintah daya serap nya masih kurang. Di tengah persoalan ketidakmampuan menyerap anggaran ini, tahun 2012 Kementerian pimpinan Moh. ii
  • 9. Nuh malah akan mendapat tambahan anggaran. Jika dana anggaran pendidikan tahun 2011 Rp 248,98 triliun, maka tahun 2012 akan naik menjadi Rp 265, 56 triliun. Kementerian Pendidikan akan ketambahan anggaran sebesar Rp 16.6 triliun. Jumlah ini sebenarnya lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan penyedian infrastruktur pendidikan bagi 1.1 juta siswa yang tidak tertampung hari ini, maupun sejumlah siswa lulusan 2012 yang bisa diperkirakan tak lebih sama. Namun, apakah penambahan anggaran ini kelak akan menjadi solusi bagi persoalan keterbatasan akses pendidikan kita seperti hari ini? Juga tidaklah tentu. Jika keadaan kurangnya daya serap anggaran pendidikan di Indonesia ini tidak benar-benar diperhatikan oleh pemerintah, wakil rakyat dan segenap birokrasi pendidikan, akan dipastikan bahwa keadaan dunia pendidikan Indonesia akan semakin terpuruk dan tertinggal dengan negara lain. E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan pembiayaan pendidikan sekolah hal ini dipengaruhi oleh: 1. Kenaikan harga (rising prices) 2. Perubahan relatif dalam gaji guru (teacher’s sallaries) 3. Perubahann dalam populasi dan kenaikannya prosentasi anak disekolah negeri 4. Meningkatnya standard pendidikan (educational standards) 5. Meningkatnya usia anak yang meninggalkan sekolah 6. Meningkatnya tuntutan terhadap pendidikan lebih tinggi (higher education) F. Solusi Masalah Untuk mengatasi kurangnya daya serap anggaran pendidikan Indonesia agar problematika pendidikan di Indonesia dapat diselesaikan satu per satu, solusinya yaitu: Secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai, sembari pemerintah membenahi sejumlah birokrasi pendidikan dalam upaya mengefektifkan kinerja birokrasi pendidikan. ii
  • 10. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan ke sistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu. Pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam hal ini, sebenarnya sudah ikut memikirkan dan memberikan solusi dari setiap problematika pendidikan, hal ini terlihat dari anggaran pendidikan dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara sudah terjadi kenaikan anggaran dari tahun ke tahun, namun diharapkan pemerintah dan birokrasi pendidikan benar-benar optimal dalam menyalurkan dana yang sudah dianggarkan dan dana yang sudah diberikan pemerintah bisa benar-benar sampai pada masyarakat yang membutuhkan secara sepenuhnya. sembari kita tentu berharap 20 persen anggaran pendidikan terus mengalami kenaikan, masyarakat juga menanti agar birokrasi pendidikan segera membenahi diri. Kementerian Pendidikan Nasional harus secepatnya mengevaluasi kinerja dan manajemen anggarannya. Hal ini kita butuhkan segera demi peningkatkan efektivitas kinerja birokrasi pendidikan untuk menyerap anggaran, demi tersedianya akses pendidikan publik yang merata dan bermutu. Cukuplah kelalaian pengelolaan seperti ini, sebab sudah terlalu lama hak masyarakat atas pendidikan itu dikorbankan. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional. ii B. SARAN Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
  • 11. DAFTAR PUSTAKA 1. Dedi Supriadi.2004. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: ii Remaja Rosdakarya. 2. Tim Pengelola BOS. 2009. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah. Depdiknas: Dirjen Dikdasmen. 3. Anwar, M.I. 1991. Biaya Pendidikan dan Metode Penetapan Biaya Pendidikan. Mimbar Pendidikan, No.1 Tahun x, 1991: 28-33. 4. Fattah, N. 2000. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung. 5. Horngren, P. 1993. Pengantar Akutansi Manajemen Edisi 6. Jakarta: Erlangga.
  • 12. KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil ‘Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, Namun penulis menyadari makalah ini belum dapat dikatakan sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Makalah ini penulis membahas mengenai “DANA PENDIDIKAN DIALOKASIKAN SEBESAR 20 % DARI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA”, dengan makalah ini penulis mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya. ii Raha, Agustus 2013 Penyusun
  • 13. DAFTAR ISI Kata Pengantar......................................................................................................... i Daftar Isi................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1 A. Latar Belakang.............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 3 C. Tujuan............................................................................................................ 3 BAB II PEMBAHASAN.... ................................................................................... 1 A. Anggaran Pendidikan............................................................................. 4 B. Daya Serap Anggaran Pendidikan .............................................................. 5 C. Efektifitas Kerja Birokrasi Pendidikan......................................................... 5 D. dampak kurang serapnya anggaran pendidikan .................................. 5 E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Pendidikan...................... 10 F. Solusi Masala........................................................................................ 10 BAB II PENUTUP................................................................................................... 11 A. Kesimpulan.................................................................................................. 11 B. Saran............................................................................................................. 11 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 12 ii
  • 14. MAKALAH DANA PENDIDIKAN DIALOKASIKAN SEBESAR 20 % DARI ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA DISUSUN OLEH : KELOMPOK I 1. JAIS 2. LISDAR 3. ASTATI 4. VERIDAYANTI 5. LM. THEO WANDI SMA NEGERI 1 RAHA 2013 ii