2. Pendahuluan Label
Saat ini dunia banyak mengenal sistem untuk klasifikasi dan komunikasi bahaya
kimia, antara lain yang paling banyak digunakan adalah sistem UNRTDG (United
Nation Transport Dangerous Goods), Sistem Masyarakat Ekonomi Eropa, sistem
Amerika dan Kanada dan masih banyak sistem lain yang berlaku di setiap Negara.
Kondisi seperti ini, membawa dampak pada aspek ekonomi dan tentunya
menimbulkan kesulitan dalam memaknai suatu bahan kimia.
Karena mungkin saja di satu negara di kategorikan sebagai bahan beracun
sedangkan di Negara lain tidak.
Oleh karenanya, pada KTT Bumi di Rio de Janeiro 1992, yang menghasilkan
Agenda 21 disepakati perlu adanya sistem global yang mengatur klasifikasi dan
komunikasi bahaya bahan kimia dengan nama Global Harmonize Systems (GHS).
Berdasarkan regulasi dalam Kepmenaker 187/Men/1999 dijelaskan mengenai
kewajiban pengurus perusahaan untuk menyediakan LDKB dan Label yaitu
kepada pengurus yang menggunakan, menyimpan, memakai, memproduksi,
mengangkut bahan kimia berbahaya, wajib melakukan pengendalian ( Pasal 2 )
dalam bentuk LDKB dan Label (Ps.3. Point a)
3.
4. Pemasangan Label
“LDKB dan Label di letakkan di tempat yang mudah diketahui oleh tenaga kerja dan
Pegawai Pengawas ketenagakerjaan” ( Pasal 6 Kepmenaker No. 187/Men/1999 )
Setiap bahan kimia di tempat kerja harus mempunyai label dan informasi yang cukup
untuk pemakaiannya yang aman.
Drum, Karung dan container yang berisi bahan kimia harus sering di periksa kebenaran
pemasangan labelnya. Tujuan dari pemasangan label adalah untuk mengingatkan pekerja
mengenai bahaya yang potensial dari bahan kimia, tindakan yang perlu dilakukan dan apa
yang harus di kerjakan bila dalam keadaan darurat.
Bila bahan kimia dipindahkan dari kontainer aslinya , container-kontainer selanjutnya
harus di pasang label yang sesuai.
Label harus selalu terpasang pada semua Modul 5 Lembar Data Keselamatan
Bahan/LDKB & LAbel 6 kontainer, mulai dari asal bahan kimia sampai kepada saat
netralisasi atau pembuangan.
Setiap bahan kimia yang tidak teridentifikasi harus di buang dengan cara yang benar.
5. Label Berdasarkan GHS
• PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA
• NOMOR: 87/M-IND/PER/9/2009
TENTANG : SISTEM HARMONISASI GLOBAL
KLASIFIKASI DAN LABEL PADA BAHAN KIMIA
• No 23/M-IND/PER/4/2013 Tentang Perubahan
Peraturan No 87/M-IND/PER/9/2009
6. Pedoman GHS
• Pedoman penerapan GHS pada bahan kimia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dan (2) berdasarkan Panduan :
• GHS (Purple Book) yang diterbitkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
• Meliputi : Identifikasi Potensi Bahaya Kimia
Penyusunan MSDS
Pembuatan Label
7. Point Pokok Pada Label
• Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas unsur:
• a. Penanda Produk; Nama kimia, Identitas
perusahaan
• b. Piktogram Bahaya;
• c. Kata Sinyal; (Bahaya, atau Awas)
• d. Pernyataan Bahaya; dan
• e. Identifikasi Produsen.
• F. Pernyataan Kehati-hatian (Prevention, Response,
Storage, Disposal)
8. Syarat Pemasangan Label :
• Label sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3)
• a. mudah terbaca;
• b. jelas terlihat;
• c. tidak mudah rusak;
• d. tidak mudah lepas dari kemasannya; dan
• e. tidak mudah luntur karena pengaruh sinar,
udara atau
• lainnya.
9. Pengecualian Pencantuman Penanda
Produk
• dimaksud pada ayat (1) meliputi:
• a. nama bahan kimia;
• b. konsentrasi/kadar; dan
• c. informasi lain yang dianggap perlu.
10. LDKB Menggunakan Bahasa Indonesia
• Pasal 10
• (1) Penulisan label dan LDKB sebagaimana
dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 9
wajib menggunakan bahasa Indonesia.
11. Larangan
• BAB IV
• LARANGAN
• Pasal 12
(1) Setiap pelaku usaha dilarang memberikan informasi yang tidak
sesuai/menyesatkan pada label dan LDKB bahan kimia yang
diproduksinya.
(2) Setiap pelaku usaha dilarang memproduksi bahan kimia tanpa
mencantumkan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(3) Setiap pelaku usaha dilarang memproduksi bahan kimia tanpa
disertai LDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.