Eksperimen ini bertujuan untuk mempelajari hukum Malus tentang polarisasi cahaya dengan mengukur intensitas cahaya yang melewati polarizer dan analizer pada sudut yang berbeda. Hasilnya menunjukkan bahwa intensitas cahaya berbanding terbalik dengan kuadrat sudut antara polarizer dan analizer, dan nol pada sudut 90 derajat. Penggunaan bidang penunda menghasilkan perbedaan intensitas karena perubahan polarisasi.
1. POLARISASI CAHAYA (HUKUM MALUS)
Retno Aprilina
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember
retnoaprilina@ gmail.com
15 Juni 2016
ABSTRA K
Polarisasi merupakan proses pembatasan gelombang vector yang membentuk suatu gelomang transversal
sehingga menjadi satu arah. Eksperimen polarisasi cahaya ini dilakukan dengan mengamati polarisasi pada
laser He-Ne dengan peralatan fotometer, polarizer dan analyzer. Eksperimen ini dilakukan dengan susunan
yang berbeda yaitu menggunakan retarder dan tanpa menggunakan retarder untuk membandingkan intensitas
yang dihasilkan pada sudut yang berbeda (0-90). Hubungan antara sudut yang dibentuk oleh polaroid pertama
dengan polaroid kedua yaitu berbanding terbalik dengan nilai intensitas cahaya terpolarisasi yang terbentuk,
dimana semakin besar sudut yang dibentuk oleh Polaroid pertama maka nilai intensitas yang dibentuk semakin
kecil dan pada sudut 90 intensitas cahaya menjadi nol.
Kata kunci : Cahaya,Hukum Malus,Intensitas, Sudut dan Bidang penunda.
I. Pendahuluan
Polarisasi merupakan proses
pembatasan getaran vektor yang
membentuk suatu gelombang transversal
sehingga menjadi satu arah. Polarisasi
hanya terjadi pada gelombang transversal
saja dan tidak dapat terjadi pada
gelombang longitudinal. Suatu gelombang
transversal mempunyai arah rambat yang
tegak lurus dengan bidang rambatnya.
Apabila suatu gelombang memiliki sifat
bahwa gerak medium dalam bidang tegak
lurus arah rambat pada suatu garis lurus,
dikatakan bahwa gelombang ini
terpolarisasi linear. Sebuah gelombang tali
mengalami polarisasi setelah dilewatkan
pada celah yang sempit. Arah bidang getar
gelombang tali terpolarisasi adalah searah
dengan celah (Krane, 1992).
Gelas merupakan bahan yang dapat ditembus
oleh cahaya tampak dan sinar infra merah, tetapi
tidak oleh sinar ultraviolet. Gelas yang
mengandung Pb tidak dapat dilewati oleh sinar
Rontgen. Pemanasan akan menyebabkan pemuaian
gelas yang besarnya sangat berbeda satu sama lain
(tergantung koefisien pemuaian). Bilapemanasan
atau pendinginan berlangsung terlalu atau
terkonsentrasi pada satu titik, akan terjadi
tegangan. Karena gelas bersifat rapuh, tegangan
tersebut dapat menimbulkan retakan. Bahan aditif
khusus seperti boron oksida dapat membuat gelas
kimia lebih tahan terhadap bahan kimia dan
perubahan temperatur. Kuarsa memiliki sifat tennis
yang lebih baik karena koefisien pemuaiannya
sangat kecil. Gelasmerupakan listrik yang baik
dan penghantar panas yang buruk (terutama glass
wool) (Soedojo, P. 1992). Jika ujung vektor medan
listrik berputar pada lingkaran, maka cahaya
dikatakan terpolarisasi lingkaran. Jika ujung
vektor medan listrik pada gelombang yang
menjalar ke arah berlawanan jarum jam, maka
dikatakan polarisasi lingkaran arah kanan. Untuk
lebih jelas dapat ditunjukkan pada gambar di bawah
ini: Cahaya juga dapat tidak terpolarisasi, hal itu
dapat terjadi jika hanya memandang satu atom
pada waktu memancarkan
Suatu cahaya dikatakan terpolarisasi linier jika
medan listriknya berasosilasi pada suatu garis
lurus. Jika ujung vektor medan listrik bergerak
pada suatu elips maka cahaya tersebut terpolarisasi
yang ditunjukkan pada gambar dibawah in
cahaya. Sebuah atom hanya memancarkan cahaya
selama 10-8
detik, dengan pancaran polarisasi yang
kedua terjadi pada arah polarisasi lain. Selain itu
cahaya yang berasal dari sumber tidak berasal dari
satu atom saja, tetapi dari atom banyak, dan
bergerak sendiri-sendiri. Dari peristiwa tersebut
cahaya yang keluar mempunyai polarisasi yang
acak, artinya medan listrik cahaya mempunyai
garis getar yang berubah dengan waktu secara
3. singkat dengan bermacam-macam arah. Dalam hal
ini cahaya yang keluar dikatakan tak terpolarisasi
(Hecht. E. 1992).
Gelombang transversal memiliki arah getaran
yang tegak lurus terhadap arah rambatnya. Dimana
arah tegak lurus yang dimaksud adalah tak
terhingga banyaknya, karena ruang berdimensi tiga.
Untuk setiap arah getar yang tegak lurus arah
rambatnya terletak pada satu bidhang yang disebut
bidhang polarisasi. Sinar alami memiliki arah getar
yang acak, sehingga disebut dengan sinat tak
terpolarisasi. Untuk sinar yang terpolarisasi hanya
memiliki satu arah getar saja pada suatu saat
tertentu, sehingga hanya memiliki satu bidhang
polarisasi pada sat tersebut. Jika seandainya arah
polarisasinya tetap setiap saat tersebut, sinar
dikatakan terpolarisasi linier. Dari penjelasan diatas
tidak dapat digunakan untuk gelombang
longitudinal tidak pernah mengalami peristiwa
polarisasi (Phywe, 2006).
Apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan
berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase
bergabung, maka gelombang yang dihasilkan
merupakan gelombang yang amplitudonya
tergantung pada perbedaan fasenya. Jika perbedaan
maka gelombang akan sefase dan berinterferensi
secara saling menguatkan (interferensi konstruktif).
Sedangkan amplitudonya sama dengan
penjumlahan amplitudo masing-masing
gelombang. Jika perbedaan fasenya 180o
atau
bilangan ganjil kali 180o
, maka gelombang yang
dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi
secara saling melemahkan (interferensi destruktif).
Amplitudo yang dihasilkan merupakan perbedaan
amplitudo masing-masing gelombang (Tipler,
1991).
II. METODE PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan
dalam Eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum
Malus), diantaranya:
1. Sumber cahaya (OS 9102 B)
Berfungsi sebagai sumber cahaya pengganti
laser setelah laser HeNe digunakan.
2. Meja Optik (OS 9103)
Berfungsi sebagai tempat meletakkan alat
optik.
3. Sumber Laser HeNe (OS 9171)
Berfungsi sebagai sumber cahaya
monokromatik.
4. Bangku Laser (OS 9172)
Berfungsi sebagai tempat meletakkan laser
dan merupakan salah satu set alat dengan
laser HeNe.
5. AngularTranslator (OS 9107)
Berfungsi untuk melihat perputaran pada
sudut di polaryzer.
6. 3 buah Holder (OS 9107)
Berfungsi sebagai tempat menempelkan
polarizer dan analyzer.
7. 3 buah Polarizer (OS 9109)
Berfungsi sebagai polarisasi sumber cahaya
datang.
8. Penunda / retarder 140nm (OS 9110)
Berfungsi sebagaibidhang penghambat.
9. Cermin Datar / flat front surface mirror (OS
9136)
Berfungsi sebagai pemantulan dan
penstransmisisumber cahaya.
10. Bidang Akrilik (OS 9129)
Berfungsi sebagai medium perubahan
berkas cahaya.
11. Photometer (OS 912B)
Berfungsi sebagai alat untuk mengukur
intensitas berkas cahaya.
12. Layar Pengamatan (OS 9138)
Berfungsi untuk mengganti berkas cahaya
yang dihasilkan dari polarisasi.
2.2 Desain Percobaan
Gambar 2.1 Susunan Eksperimen Polarisasi
(Sumber : Tim Penyusun, 2016)
Gambar 2.2 Fotometer dan Bangku putar
(Sumber : Tim Penyusun, 2016)
Gambar 2.3 Susunan Eksperimen Bidhang Penunda
(Sumber : Tim Penyusun, 2016)
2.3 Langkah Kerja
Adapun langkah–langkah yang dilakukan
dalam eksperimen tentang Hukum Malus,
diantaranya:
2.3.1 Hukum Malus
1. Peralatan eksperimen disusun seperti desain
percobaan diatas. Sumber laser HeNe di
4. I uk
ur
DI
1
I
2
I
3
I ukur D
I I I
posisikan pada bangku laser. Polaryzer
diletakkan di holder di depan laser berkas
dapat melewati polarizer tersebut, sudut 00
di arahkan vertikal ke atas.
2. Analizer di letakkan pada bangku putar dan
layar pengamatan pada holder bergerak dan
posisi lengan di atur sehingga berkas laser
mengenai permukaan layar. Sudut 00
diarahkan sejajar dengan polarizer.
3. Sudut analizer di ubah secara perlahan
dengan memutar dan di amati perubahan
intensitas bayangan pada layar tersebut
terjadi polarisasi.
4. Photometer di letakkan pada meja putar,
intensitas cahaya diamati yang di
transmisikan oleh analizer melalui
photometer.
5. Mengukur intensitas sebagai fungsi sudut
antara polarizer dan anlizer. Layar di
pindahkan dan probe fiber optik diletakkan
untuk photometer, sudut analizer di putar
pada angka 100
dan intensitas berkas yang
ditransimiskan oleh analizer di catat.
Dilakukan pemutaran sampai dengan sudut
900
dan intensitasnya di catat sebagai fungsi
sudut yang berbeda-beda.
6. Polarizer ke tiga di letakkan pada holder di
antara kedua polarizer pertama dan kedua
pada satu arah, dimana membentuk sudut
450
terhadap polarizer pertama dan diamati
cahaya yang di transmisikan.
2.3.2 Bidang Penunda (Retarder)
1. Polarizer diletakkan pada holder dan bidang
penunda 140nm diletakkan pada holder yang
sama, sehingga sumbu 00
bidang penunda
membentuk sudut 450
terhadap sudut 00
polarizer.
2. Pada susunan eksperimen bidang penunda
pada desain eksperimen di atas di letakkan
pada bangku laser, sehingga bagian depan
polarizer berhadapan dengan bangku lazer.
3. Analizer di letakkan, dan digunakan layar
pengamatan untuk menentukan berkas cahaya
yang di teruskan melalui kombinasi polaryzer
dan bidang penunda mengalami polarisasi
atau tidak.
4. Layar pengamatan di pindah dan photometer
di letakkan di depan analizer, intensitas
cahaya di ukur untuk beberapa variasi sudut
analizer.
5. Cermin datar di letakkan di sebelah kanan,
kombinasi polarizer penunda. Intensitas
bayangan pada bagian depan laser diamati
(cermin di letakkan membentuk sudut
sedemikian hingga, sehingga bayangan pada
bagian muka dapat di lihat, bersebelahan
dengan output laser yang melewati bidang
penunda).
6. Bidang penunda di putar dan intensitas
bayangan di amati, cahaya yang terpolarisasi
melingkar mempunyai arah melingkar ke
kanan, atau kekiri. Dalam eksperimen ini,
cermin akan merubah bentuk polarisasi
cahaya menjadi terpolarisasi melingkar.
2.4 Analisis Data
1. Tabel Pengamatan
Keterangan:
2. Tabel Hasil
a. Tanpa bidang Penunda
1 2 3
b. Dengan Bidang Penunda
I
ukur
I1 I2 I3
3. Ralat
a. Mencari nilai delta I
| |
√
b. Deskripansi
4. Grafik
a. Grafik hubungan terhadap
tanpa bidang penunda
𝐼 ��𝑜 �𝑔
𝜃 ��𝑎𝑑
5. HASIL DAN PEMBAHA
ϴ°
I Irata-
rata
I/I θ D (%)
I1 I2 I3
0 30.0 30.0 30.0 30.0 1.00 0 0.00
10 29.4 29.4 27.6 28.8 0.97 0.17 1.02
20 26.4 26.4 25.2 26.0 0.88 0.35 1.85
30 23.4 23.4 22.2 23.0 0.75 0.52 2.22
40 18.6 18.6 18.0 18.4 0.59 0.70 4.52
50 15.0 14.7 13.8 14.5 0.41 0.87 16.98
60 14.4 13.2 12.6 13.4 0.25 1.05 78.67
70 10.8 11.4 9.0 10.4 0.12 1.22 196.35
80 1.2 1.5 1.8 1.5 0.03 1.40 65.82
90 0.0 0.42 0.0 0.14 0.00 1.57 0.00
ϴ°
Intensitas Irata-
rata
ϴ rad
I/I0
ukurI1 I2 I3
0 22.20 26.40 27.00 25.20 0 1
10 20.40 24.60 25.80 23.60 0.1745 0.94
20 17.40 22.80 25.20 21.80 0.3491 0.87
30 16.80 21.60 23.40 20.60 0.5236 0.82
40 15.00 19.80 23.10 19.30 0.6981 0.77
50 14.40 18.00 22.40 18.27 0.8727 0.72
60 12.00 15.60 21.00 16.20 1.0472 0.64
70 11.40 13.20 20.40 15.00 1.2217 0.60
80 10.80 12.60 19.20 14.20 1.3963 0.56
90 9.00 11.40 18.00 12.80 1.5708 0.51
I/Io(hitung)
I/Io(ukur)
b. Grafik hubungan terhadap
dengan bidang penunda
𝐼 ��𝑜 �𝑘�𝑟
1.5
1
0.5
𝜃 ��𝑎𝑑
III. SAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1 Hasil pengamatan tanpa bidang penunda
0
0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000
ϴ(radian)
Gambar 3.2 Grafik regresi hubungan
terhadap dengan bidang penunda
3.2 Pembahasan
Dari eksperimen yang telah dilakukan bahwa
dalam proses pengambilan data pada saat
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 rad
percobaan ini terdapat dua perlakuan yaitu
perlakuan hukum malus dan perlakuan bidang
penunda. Pada proses percobaan ini posisi dari
analiser diposisikan pada sudut nol, hal ini
dikarenakan supaya cahaya yang melewati analyzer
tegak lurus sehingga cahaya tersebut maksimal
pada saat dibaca oleh fotometer. Pada saat hukum
malus dan bidang penunda posisi analizer diputar
sampai pada fotometer menunjukkan pada anggka
nol. Jika posisi pada fotometer telah menunjukkan
angka nol maka pada fotometer posisi pada
sensitivitasnya dirubah keposisi yang lain yang
tujuannya agar data yang didapat mempunyai nilai
selain dari nilai nol.
Cahaya yang digunakan dalam percobaan ini
yaitu laser He-Ne dimana laser tersebut merupakan
polikromatik atau cahaya yang tidak kontinyu,
sehingga pada jarum yang ditunjukkan oleh
fotometer tidak konstan. Pada percobaan ini
digunakan perbandingan intensitas dan sudut θ,
semakin besar sudut yang diputar pada analyzer
maka intensitas cahaya dari sinar laser He-Ne akan
semakin kecil atau berbanding terbalik. Pada sudut
0.00 0.50 1.00 1.50
ϴ(radian)
Gambar 3.1 Grafik regresi hubungan
terhadap tanpa bidang penunda
Tabel 3.2 Hasil pengamatan tanpa bidang penunda
analyzer sebesar 00
dan sensitivitasnya 30 maka
nilai intensitasnya 30.00, sedangkan pada sudut 900
dengan sensitivitas yang sama maka nilai
intensitasnya 0,00, hal tersebut disebabkan oleh
superposisi dua gelombang yang melewati analyzer
pada ampitudonya yang tidak sefase sehingga pada
intensitas yang terbaca oleh fotometer nilainya
kecil.
Sedangkan pada perlakuan bidang penunda
antara sudut yang disebabkan oleh analyzer
terhadap intensitas juga berbanding terbalik,
sensitifitas yang diberikan oleh fotometer 30 Lux
dengan sudut 00
maka intensitasnya 25,20,
sedangkan sudut 900
dengan sensitifitas yang sama
yaitu 30 Lux maka intensitasnya 12,80. Hal
tersebut disebabkan oleh polarizer yang
menghalangi masuknya cahaya ke analyzer
sehingga pada intensitas dari bidang penunda lebih
kecil dibandingkan dengan malus. Pada saat cahaya
4
6. sebelum melewati polarisator interferensinya saling
menguatkan sedangkan setelah melewati
polarisator gelombangnya saling melemahkan.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari eksperimen yang telah
dilakukan tentang Polarisasi Cahaya (Hukum
Malus) yaitu:
1. Grafik hubungan antara sudut analizer θ
dengan intensitas cahaya terpolarisasi untuk
laser He-Ne dan cahaya biasa menunjukkan
pola yang berbanding terbalik, yaitu semakin
besar sudut analizer maka nilai intensitas
cencedurng semakin mengecil.
2. Adanya bidang penunda (rhetarder) pada
susunan eksperimen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap nilai intensitas Cahaya,
dimana nilai maksimum intensitas cahaya
maupun nilai intensitas untuk masing-masing
sudut perlakuan pada eksperimen dengan
bidang penunda bernilai lebih kecil
dibandingkan dengan eksperimen tanpa bidang
penunda
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat dan
pola Polarisasi pada cahaya meliputi intensitas
cahaya awal, sudut analizer yang dibentuk, dan
ada tidak-nya bidang batas
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dalam
eksperimen polarisasi cahaya adalah diharapkan
praktikan lebih teliti dalam pengambilan data,
sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan teori
dan dalam penyinaran lampu pada saat melihat
besarnya intensitas yang terukur pada photometer
diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, A. 1992. Konsep Físika Modern. Penerbit
Jakarta: Erlangga.
Hecht. E. 1992, Optics, 2nd edition, Addison
Wesley.New York: Spinger.
Phywe, 2006. Fabry-Perot Interferometer. Phywe
Handbook. New York: Phywe Series of
Publication.
Soedojo, P. 1992. Asas-Asas Ilmu Fisika Jilid 4
Fisika Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Tim Penyusun. 2016. Buku Panduan Praaktikum
Eksperimen Fisika II.Jember: Universitas
Jember.
Tipler, P. A. 1991.Fisika Untuk Sains dan Tehnik
Jilid 2 (alih bahasa Dr.Bambang Soegijono).
Jakarta: Penerbit Erlangga.