SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
POLARISASI CAHAYA (HUKUM MALUS)
Retno Aprilina
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember
retnoaprilina@ gmail.com
15 Juni 2016
ABSTRA K
Polarisasi merupakan proses pembatasan gelombang vector yang membentuk suatu gelomang transversal
sehingga menjadi satu arah. Eksperimen polarisasi cahaya ini dilakukan dengan mengamati polarisasi pada
laser He-Ne dengan peralatan fotometer, polarizer dan analyzer. Eksperimen ini dilakukan dengan susunan
yang berbeda yaitu menggunakan retarder dan tanpa menggunakan retarder untuk membandingkan intensitas
yang dihasilkan pada sudut yang berbeda (0-90). Hubungan antara sudut yang dibentuk oleh polaroid pertama
dengan polaroid kedua yaitu berbanding terbalik dengan nilai intensitas cahaya terpolarisasi yang terbentuk,
dimana semakin besar sudut yang dibentuk oleh Polaroid pertama maka nilai intensitas yang dibentuk semakin
kecil dan pada sudut 90 intensitas cahaya menjadi nol.
Kata kunci : Cahaya,Hukum Malus,Intensitas, Sudut dan Bidang penunda.
I. Pendahuluan
Polarisasi merupakan proses
pembatasan getaran vektor yang
membentuk suatu gelombang transversal
sehingga menjadi satu arah. Polarisasi
hanya terjadi pada gelombang transversal
saja dan tidak dapat terjadi pada
gelombang longitudinal. Suatu gelombang
transversal mempunyai arah rambat yang
tegak lurus dengan bidang rambatnya.
Apabila suatu gelombang memiliki sifat
bahwa gerak medium dalam bidang tegak
lurus arah rambat pada suatu garis lurus,
dikatakan bahwa gelombang ini
terpolarisasi linear. Sebuah gelombang tali
mengalami polarisasi setelah dilewatkan
pada celah yang sempit. Arah bidang getar
gelombang tali terpolarisasi adalah searah
dengan celah (Krane, 1992).
Gelas merupakan bahan yang dapat ditembus
oleh cahaya tampak dan sinar infra merah, tetapi
tidak oleh sinar ultraviolet. Gelas yang
mengandung Pb tidak dapat dilewati oleh sinar
Rontgen. Pemanasan akan menyebabkan pemuaian
gelas yang besarnya sangat berbeda satu sama lain
(tergantung koefisien pemuaian). Bilapemanasan
atau pendinginan berlangsung terlalu atau
terkonsentrasi pada satu titik, akan terjadi
tegangan. Karena gelas bersifat rapuh, tegangan
tersebut dapat menimbulkan retakan. Bahan aditif
khusus seperti boron oksida dapat membuat gelas
kimia lebih tahan terhadap bahan kimia dan
perubahan temperatur. Kuarsa memiliki sifat tennis
yang lebih baik karena koefisien pemuaiannya
sangat kecil. Gelasmerupakan listrik yang baik
dan penghantar panas yang buruk (terutama glass
wool) (Soedojo, P. 1992). Jika ujung vektor medan
listrik berputar pada lingkaran, maka cahaya
dikatakan terpolarisasi lingkaran. Jika ujung
vektor medan listrik pada gelombang yang
menjalar ke arah berlawanan jarum jam, maka
dikatakan polarisasi lingkaran arah kanan. Untuk
lebih jelas dapat ditunjukkan pada gambar di bawah
ini: Cahaya juga dapat tidak terpolarisasi, hal itu
dapat terjadi jika hanya memandang satu atom
pada waktu memancarkan
Suatu cahaya dikatakan terpolarisasi linier jika
medan listriknya berasosilasi pada suatu garis
lurus. Jika ujung vektor medan listrik bergerak
pada suatu elips maka cahaya tersebut terpolarisasi
yang ditunjukkan pada gambar dibawah in
cahaya. Sebuah atom hanya memancarkan cahaya
selama 10-8
detik, dengan pancaran polarisasi yang
kedua terjadi pada arah polarisasi lain. Selain itu
cahaya yang berasal dari sumber tidak berasal dari
satu atom saja, tetapi dari atom banyak, dan
bergerak sendiri-sendiri. Dari peristiwa tersebut
cahaya yang keluar mempunyai polarisasi yang
acak, artinya medan listrik cahaya mempunyai
garis getar yang berubah dengan waktu secara
1
singkat dengan bermacam-macam arah. Dalam hal
ini cahaya yang keluar dikatakan tak terpolarisasi
(Hecht. E. 1992).
Gelombang transversal memiliki arah getaran
yang tegak lurus terhadap arah rambatnya. Dimana
arah tegak lurus yang dimaksud adalah tak
terhingga banyaknya, karena ruang berdimensi tiga.
Untuk setiap arah getar yang tegak lurus arah
rambatnya terletak pada satu bidhang yang disebut
bidhang polarisasi. Sinar alami memiliki arah getar
yang acak, sehingga disebut dengan sinat tak
terpolarisasi. Untuk sinar yang terpolarisasi hanya
memiliki satu arah getar saja pada suatu saat
tertentu, sehingga hanya memiliki satu bidhang
polarisasi pada sat tersebut. Jika seandainya arah
polarisasinya tetap setiap saat tersebut, sinar
dikatakan terpolarisasi linier. Dari penjelasan diatas
tidak dapat digunakan untuk gelombang
longitudinal tidak pernah mengalami peristiwa
polarisasi (Phywe, 2006).
Apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan
berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase
bergabung, maka gelombang yang dihasilkan
merupakan gelombang yang amplitudonya
tergantung pada perbedaan fasenya. Jika perbedaan
maka gelombang akan sefase dan berinterferensi
secara saling menguatkan (interferensi konstruktif).
Sedangkan amplitudonya sama dengan
penjumlahan amplitudo masing-masing
gelombang. Jika perbedaan fasenya 180o
atau
bilangan ganjil kali 180o
, maka gelombang yang
dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi
secara saling melemahkan (interferensi destruktif).
Amplitudo yang dihasilkan merupakan perbedaan
amplitudo masing-masing gelombang (Tipler,
1991).
II. METODE PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan
dalam Eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum
Malus), diantaranya:
1. Sumber cahaya (OS 9102 B)
Berfungsi sebagai sumber cahaya pengganti
laser setelah laser HeNe digunakan.
2. Meja Optik (OS 9103)
Berfungsi sebagai tempat meletakkan alat
optik.
3. Sumber Laser HeNe (OS 9171)
Berfungsi sebagai sumber cahaya
monokromatik.
4. Bangku Laser (OS 9172)
Berfungsi sebagai tempat meletakkan laser
dan merupakan salah satu set alat dengan
laser HeNe.
5. AngularTranslator (OS 9107)
Berfungsi untuk melihat perputaran pada
sudut di polaryzer.
6. 3 buah Holder (OS 9107)
Berfungsi sebagai tempat menempelkan
polarizer dan analyzer.
7. 3 buah Polarizer (OS 9109)
Berfungsi sebagai polarisasi sumber cahaya
datang.
8. Penunda / retarder 140nm (OS 9110)
Berfungsi sebagaibidhang penghambat.
9. Cermin Datar / flat front surface mirror (OS
9136)
Berfungsi sebagai pemantulan dan
penstransmisisumber cahaya.
10. Bidang Akrilik (OS 9129)
Berfungsi sebagai medium perubahan
berkas cahaya.
11. Photometer (OS 912B)
Berfungsi sebagai alat untuk mengukur
intensitas berkas cahaya.
12. Layar Pengamatan (OS 9138)
Berfungsi untuk mengganti berkas cahaya
yang dihasilkan dari polarisasi.
2.2 Desain Percobaan
Gambar 2.1 Susunan Eksperimen Polarisasi
(Sumber : Tim Penyusun, 2016)
Gambar 2.2 Fotometer dan Bangku putar
(Sumber : Tim Penyusun, 2016)
Gambar 2.3 Susunan Eksperimen Bidhang Penunda
(Sumber : Tim Penyusun, 2016)
2.3 Langkah Kerja
Adapun langkah–langkah yang dilakukan
dalam eksperimen tentang Hukum Malus,
diantaranya:
2.3.1 Hukum Malus
1. Peralatan eksperimen disusun seperti desain
percobaan diatas. Sumber laser HeNe di
I uk
ur
DI
1
I
2
I
3
I ukur D
I I I
posisikan pada bangku laser. Polaryzer
diletakkan di holder di depan laser berkas
dapat melewati polarizer tersebut, sudut 00
di arahkan vertikal ke atas.
2. Analizer di letakkan pada bangku putar dan
layar pengamatan pada holder bergerak dan
posisi lengan di atur sehingga berkas laser
mengenai permukaan layar. Sudut 00
diarahkan sejajar dengan polarizer.
3. Sudut analizer di ubah secara perlahan
dengan memutar dan di amati perubahan
intensitas bayangan pada layar tersebut
terjadi polarisasi.
4. Photometer di letakkan pada meja putar,
intensitas cahaya diamati yang di
transmisikan oleh analizer melalui
photometer.
5. Mengukur intensitas sebagai fungsi sudut
antara polarizer dan anlizer. Layar di
pindahkan dan probe fiber optik diletakkan
untuk photometer, sudut analizer di putar
pada angka 100
dan intensitas berkas yang
ditransimiskan oleh analizer di catat.
Dilakukan pemutaran sampai dengan sudut
900
dan intensitasnya di catat sebagai fungsi
sudut yang berbeda-beda.
6. Polarizer ke tiga di letakkan pada holder di
antara kedua polarizer pertama dan kedua
pada satu arah, dimana membentuk sudut
450
terhadap polarizer pertama dan diamati
cahaya yang di transmisikan.
2.3.2 Bidang Penunda (Retarder)
1. Polarizer diletakkan pada holder dan bidang
penunda 140nm diletakkan pada holder yang
sama, sehingga sumbu 00
bidang penunda
membentuk sudut 450
terhadap sudut 00
polarizer.
2. Pada susunan eksperimen bidang penunda
pada desain eksperimen di atas di letakkan
pada bangku laser, sehingga bagian depan
polarizer berhadapan dengan bangku lazer.
3. Analizer di letakkan, dan digunakan layar
pengamatan untuk menentukan berkas cahaya
yang di teruskan melalui kombinasi polaryzer
dan bidang penunda mengalami polarisasi
atau tidak.
4. Layar pengamatan di pindah dan photometer
di letakkan di depan analizer, intensitas
cahaya di ukur untuk beberapa variasi sudut
analizer.
5. Cermin datar di letakkan di sebelah kanan,
kombinasi polarizer penunda. Intensitas
bayangan pada bagian depan laser diamati
(cermin di letakkan membentuk sudut
sedemikian hingga, sehingga bayangan pada
bagian muka dapat di lihat, bersebelahan
dengan output laser yang melewati bidang
penunda).
6. Bidang penunda di putar dan intensitas
bayangan di amati, cahaya yang terpolarisasi
melingkar mempunyai arah melingkar ke
kanan, atau kekiri. Dalam eksperimen ini,
cermin akan merubah bentuk polarisasi
cahaya menjadi terpolarisasi melingkar.
2.4 Analisis Data
1. Tabel Pengamatan
Keterangan:
2. Tabel Hasil
a. Tanpa bidang Penunda
1 2 3
b. Dengan Bidang Penunda
I
ukur
I1 I2 I3
3. Ralat
a. Mencari nilai delta I
| |
√
b. Deskripansi
4. Grafik
a. Grafik hubungan terhadap
tanpa bidang penunda
𝐼 ��𝑜 �𝑔
𝜃 ��𝑎𝑑
HASIL DAN PEMBAHA
ϴ°
I Irata-
rata
I/I θ D (%)
I1 I2 I3
0 30.0 30.0 30.0 30.0 1.00 0 0.00
10 29.4 29.4 27.6 28.8 0.97 0.17 1.02
20 26.4 26.4 25.2 26.0 0.88 0.35 1.85
30 23.4 23.4 22.2 23.0 0.75 0.52 2.22
40 18.6 18.6 18.0 18.4 0.59 0.70 4.52
50 15.0 14.7 13.8 14.5 0.41 0.87 16.98
60 14.4 13.2 12.6 13.4 0.25 1.05 78.67
70 10.8 11.4 9.0 10.4 0.12 1.22 196.35
80 1.2 1.5 1.8 1.5 0.03 1.40 65.82
90 0.0 0.42 0.0 0.14 0.00 1.57 0.00
ϴ°
Intensitas Irata-
rata
ϴ rad
I/I0
ukurI1 I2 I3
0 22.20 26.40 27.00 25.20 0 1
10 20.40 24.60 25.80 23.60 0.1745 0.94
20 17.40 22.80 25.20 21.80 0.3491 0.87
30 16.80 21.60 23.40 20.60 0.5236 0.82
40 15.00 19.80 23.10 19.30 0.6981 0.77
50 14.40 18.00 22.40 18.27 0.8727 0.72
60 12.00 15.60 21.00 16.20 1.0472 0.64
70 11.40 13.20 20.40 15.00 1.2217 0.60
80 10.80 12.60 19.20 14.20 1.3963 0.56
90 9.00 11.40 18.00 12.80 1.5708 0.51
I/Io(hitung)
I/Io(ukur)
b. Grafik hubungan terhadap
dengan bidang penunda
𝐼 ��𝑜 �𝑘�𝑟
1.5
1
0.5
𝜃 ��𝑎𝑑
III. SAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1 Hasil pengamatan tanpa bidang penunda
0
0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000
ϴ(radian)
Gambar 3.2 Grafik regresi hubungan
terhadap dengan bidang penunda
3.2 Pembahasan
Dari eksperimen yang telah dilakukan bahwa
dalam proses pengambilan data pada saat
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 rad
percobaan ini terdapat dua perlakuan yaitu
perlakuan hukum malus dan perlakuan bidang
penunda. Pada proses percobaan ini posisi dari
analiser diposisikan pada sudut nol, hal ini
dikarenakan supaya cahaya yang melewati analyzer
tegak lurus sehingga cahaya tersebut maksimal
pada saat dibaca oleh fotometer. Pada saat hukum
malus dan bidang penunda posisi analizer diputar
sampai pada fotometer menunjukkan pada anggka
nol. Jika posisi pada fotometer telah menunjukkan
angka nol maka pada fotometer posisi pada
sensitivitasnya dirubah keposisi yang lain yang
tujuannya agar data yang didapat mempunyai nilai
selain dari nilai nol.
Cahaya yang digunakan dalam percobaan ini
yaitu laser He-Ne dimana laser tersebut merupakan
polikromatik atau cahaya yang tidak kontinyu,
sehingga pada jarum yang ditunjukkan oleh
fotometer tidak konstan. Pada percobaan ini
digunakan perbandingan intensitas dan sudut θ,
semakin besar sudut yang diputar pada analyzer
maka intensitas cahaya dari sinar laser He-Ne akan
semakin kecil atau berbanding terbalik. Pada sudut
0.00 0.50 1.00 1.50
ϴ(radian)
Gambar 3.1 Grafik regresi hubungan
terhadap tanpa bidang penunda
Tabel 3.2 Hasil pengamatan tanpa bidang penunda
analyzer sebesar 00
dan sensitivitasnya 30 maka
nilai intensitasnya 30.00, sedangkan pada sudut 900
dengan sensitivitas yang sama maka nilai
intensitasnya 0,00, hal tersebut disebabkan oleh
superposisi dua gelombang yang melewati analyzer
pada ampitudonya yang tidak sefase sehingga pada
intensitas yang terbaca oleh fotometer nilainya
kecil.
Sedangkan pada perlakuan bidang penunda
antara sudut yang disebabkan oleh analyzer
terhadap intensitas juga berbanding terbalik,
sensitifitas yang diberikan oleh fotometer 30 Lux
dengan sudut 00
maka intensitasnya 25,20,
sedangkan sudut 900
dengan sensitifitas yang sama
yaitu 30 Lux maka intensitasnya 12,80. Hal
tersebut disebabkan oleh polarizer yang
menghalangi masuknya cahaya ke analyzer
sehingga pada intensitas dari bidang penunda lebih
kecil dibandingkan dengan malus. Pada saat cahaya
4
sebelum melewati polarisator interferensinya saling
menguatkan sedangkan setelah melewati
polarisator gelombangnya saling melemahkan.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari eksperimen yang telah
dilakukan tentang Polarisasi Cahaya (Hukum
Malus) yaitu:
1. Grafik hubungan antara sudut analizer θ
dengan intensitas cahaya terpolarisasi untuk
laser He-Ne dan cahaya biasa menunjukkan
pola yang berbanding terbalik, yaitu semakin
besar sudut analizer maka nilai intensitas
cencedurng semakin mengecil.
2. Adanya bidang penunda (rhetarder) pada
susunan eksperimen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap nilai intensitas Cahaya,
dimana nilai maksimum intensitas cahaya
maupun nilai intensitas untuk masing-masing
sudut perlakuan pada eksperimen dengan
bidang penunda bernilai lebih kecil
dibandingkan dengan eksperimen tanpa bidang
penunda
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat dan
pola Polarisasi pada cahaya meliputi intensitas
cahaya awal, sudut analizer yang dibentuk, dan
ada tidak-nya bidang batas
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan dalam
eksperimen polarisasi cahaya adalah diharapkan
praktikan lebih teliti dalam pengambilan data,
sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan teori
dan dalam penyinaran lampu pada saat melihat
besarnya intensitas yang terukur pada photometer
diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, A. 1992. Konsep Físika Modern. Penerbit
Jakarta: Erlangga.
Hecht. E. 1992, Optics, 2nd edition, Addison
Wesley.New York: Spinger.
Phywe, 2006. Fabry-Perot Interferometer. Phywe
Handbook. New York: Phywe Series of
Publication.
Soedojo, P. 1992. Asas-Asas Ilmu Fisika Jilid 4
Fisika Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Tim Penyusun. 2016. Buku Panduan Praaktikum
Eksperimen Fisika II.Jember: Universitas
Jember.
Tipler, P. A. 1991.Fisika Untuk Sains dan Tehnik
Jilid 2 (alih bahasa Dr.Bambang Soegijono).
Jakarta: Penerbit Erlangga.
6
ϴ°
Intensitas
I±ΔI I/I ΔI
I1 I2 I3
0 30.00 30.00 30.00 30.00 30±0 1 0.00E+00 0.00
10 29.40 29.40 27.60 28.80 28,8±0,6 0.96 2.16E+00 0.60
20 26.40 26.40 25.20 26.00 26±0,4 0.866666667 9.60E-01 0.40
30 23.40 23.40 22.20 23.00 23±0,4 0.766666667 9.60E-01 0.40
40 18.60 18.60 18.00 18.40 18,4±0,2 0.613333333 2.40E-01 0.20
50 15.00 14.70 13.80 14.50 14,5±0,36 0.483333333 7.80E-01 0.36
60 14.40 13.20 12.60 13.40 13,4±0,53 0.446666667 1.68E+00 0.53
70 10.80 11.40 9.00 10.40 10,4±0.72 0.346666667 3.12E+00 0.72
80 1.20 1.50 1.80 1.50 1,5±0,17 0.05 1.80E-01 0.17
90 0.00 0.42 0.00 0.14 0.14±0.14 0.004666667 1.18E-01 0.14
θrad cos θ cos2
θ
0 1 1
0.174532925 0.98 0.97
0.34906585 0.94 0.88
0.523598776 0.87 0.75
0.698131701 0.77 0.59
0.872664626 0.64 0.41
1.047197551 0.50 0.25
1.221730476 0.34 0.12
1.396263402 0.17 0.03
1.570796327 0 0
ϴ°
I
ϴ (rad) I/I0 ukur
I I I
0 22.20 26.40 27.00 25.20 0 1
10 20.40 24.60 25.80 23.60 0.174532925 0.94
20 17.40 22.80 25.20 21.80 0.34906585 0.87
30 16.80 21.60 23.40 20.60 0.523598776 0.82
40 15.00 19.80 23.10 19.30 0.698131701 0.77
50 14.40 18.00 22.40 18.27 0.872664626 0.72
60 12.00 15.60 21.00 16.20 1.047197551 0.64
70 11.40 13.20 20.40 15.00 1.221730476 0.60
80 10.80 12.60 19.20 14.20 1.396263402 0.56
90 9.00 11.40 18.00 12.80 1.570796327 0.51
I/Io(hitung)
I/Io(ukur)
LAMPIRAN
1. Percobaan Hukum Malus
0 ukur
Nilai Deskripansi
θ
I/I0
(ukur)
I/I0
(hitung) D (%)
0 1.00 1.00 0.00
10 0.96 0.97 1.02
20 0.87 0.88 1.85
30 0.77 0.75 2.22
40 0.61 0.59 4.52
50 0.48 0.41 16.98
60 0.45 0.25 78.67
70 0.35 0.12 196.35
80 0.05 0.03 65.82
90 0.00 0.00 0.00
2. Percobaan dengan bidang penunda
1 2 3
2
1.5
1
0.5
0
0.00 0.50 1.00 1.50
ϴ(radian)
1.5
1
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2
ϴ(radian)
Gambar 1. Grafik regresi hubungan terhadap
tanpa bidang penunda
Gambar 2. Grafik regresi hubungan terhadap
dengan bidang penunda.
7

More Related Content

What's hot

Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2keynahkhun
 
Chapter 20 magnetic properties, William D. Callister
Chapter 20 magnetic properties, William D. CallisterChapter 20 magnetic properties, William D. Callister
Chapter 20 magnetic properties, William D. CallisterAgam Real
 
Eksperimen Fisika "Interferometer Michelson"
Eksperimen Fisika "Interferometer Michelson"Eksperimen Fisika "Interferometer Michelson"
Eksperimen Fisika "Interferometer Michelson"Nurfaizatul Jannah
 
Pp inti atom dan radioaktivitas
Pp inti atom dan radioaktivitasPp inti atom dan radioaktivitas
Pp inti atom dan radioaktivitasSri Wulan Hidayati
 
teori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom Hidrogenteori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom HidrogenKhotim U
 
BAB II GEJALA KUANTUM
BAB II GEJALA KUANTUMBAB II GEJALA KUANTUM
BAB II GEJALA KUANTUMmeisasa
 
Fisika Inti
Fisika IntiFisika Inti
Fisika IntiFKIP UHO
 
Penurunan rumus pemantulan
Penurunan rumus pemantulanPenurunan rumus pemantulan
Penurunan rumus pemantulannooraisy22
 
081211332010 eksperimen franck hertz
081211332010 eksperimen franck hertz081211332010 eksperimen franck hertz
081211332010 eksperimen franck hertzFakhrun Nisa
 
Hubungan energi dan momentum relativistik
Hubungan energi dan momentum relativistikHubungan energi dan momentum relativistik
Hubungan energi dan momentum relativistikSMA Negeri 9 KERINCI
 
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
TEORI RELATIVITAS KHUSUSTEORI RELATIVITAS KHUSUS
TEORI RELATIVITAS KHUSUSshofia ranti
 
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)FEmi1710
 

What's hot (20)

Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2
 
Chapter 20 magnetic properties, William D. Callister
Chapter 20 magnetic properties, William D. CallisterChapter 20 magnetic properties, William D. Callister
Chapter 20 magnetic properties, William D. Callister
 
Gerak parabola
Gerak parabolaGerak parabola
Gerak parabola
 
Fisika Inti
Fisika IntiFisika Inti
Fisika Inti
 
Eksperimen Fisika "Interferometer Michelson"
Eksperimen Fisika "Interferometer Michelson"Eksperimen Fisika "Interferometer Michelson"
Eksperimen Fisika "Interferometer Michelson"
 
Pp inti atom dan radioaktivitas
Pp inti atom dan radioaktivitasPp inti atom dan radioaktivitas
Pp inti atom dan radioaktivitas
 
Kuis1 elektrodinamika-2014-2015
Kuis1 elektrodinamika-2014-2015Kuis1 elektrodinamika-2014-2015
Kuis1 elektrodinamika-2014-2015
 
Ppt medan magnet
Ppt medan magnetPpt medan magnet
Ppt medan magnet
 
teori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom Hidrogenteori Bohr tentang Atom Hidrogen
teori Bohr tentang Atom Hidrogen
 
BAB II GEJALA KUANTUM
BAB II GEJALA KUANTUMBAB II GEJALA KUANTUM
BAB II GEJALA KUANTUM
 
Fisika inti diktat
Fisika inti diktatFisika inti diktat
Fisika inti diktat
 
Fisika Inti
Fisika IntiFisika Inti
Fisika Inti
 
Penurunan rumus pemantulan
Penurunan rumus pemantulanPenurunan rumus pemantulan
Penurunan rumus pemantulan
 
081211332010 eksperimen franck hertz
081211332010 eksperimen franck hertz081211332010 eksperimen franck hertz
081211332010 eksperimen franck hertz
 
Hubungan energi dan momentum relativistik
Hubungan energi dan momentum relativistikHubungan energi dan momentum relativistik
Hubungan energi dan momentum relativistik
 
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
TEORI RELATIVITAS KHUSUSTEORI RELATIVITAS KHUSUS
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
 
Efek zeeman
Efek zeemanEfek zeeman
Efek zeeman
 
Teori relativitas einstein
Teori relativitas einsteinTeori relativitas einstein
Teori relativitas einstein
 
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
Laporan modul 7 (rangkaian seri rlc)
 
Ketidakpastian Heisenberg
Ketidakpastian HeisenbergKetidakpastian Heisenberg
Ketidakpastian Heisenberg
 

Similar to POLARISASI CAHAYA

makalah Polarisasi
makalah Polarisasimakalah Polarisasi
makalah Polarisasiannisnuruli
 
Induksi Elektromagnetik & Cahaya dan Optika
Induksi Elektromagnetik & Cahaya dan OptikaInduksi Elektromagnetik & Cahaya dan Optika
Induksi Elektromagnetik & Cahaya dan OptikaRizka Aprilia
 
MAKALAH POLARISASI CAHAYA
MAKALAH POLARISASI CAHAYAMAKALAH POLARISASI CAHAYA
MAKALAH POLARISASI CAHAYAOndel Del
 
Polarisasi karena pembiasan ganda
Polarisasi karena pembiasan gandaPolarisasi karena pembiasan ganda
Polarisasi karena pembiasan ganda23398
 
PPT Tugas 3 fzp AziaRizkikaAwalia-20034002.pptx
PPT Tugas 3 fzp AziaRizkikaAwalia-20034002.pptxPPT Tugas 3 fzp AziaRizkikaAwalia-20034002.pptx
PPT Tugas 3 fzp AziaRizkikaAwalia-20034002.pptxritaayu559
 
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologi
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologiAlbum mineral praktikum mineral optik teknik geologi
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologiIndra S Syafaat
 
APLIKASI POLARISASI CITRA DARI HAMBURAN CAHAYA DI LANGIT BIRU SEBAGAI KOMPAS ...
APLIKASI POLARISASI CITRA DARI HAMBURAN CAHAYA DI LANGIT BIRU SEBAGAI KOMPAS ...APLIKASI POLARISASI CITRA DARI HAMBURAN CAHAYA DI LANGIT BIRU SEBAGAI KOMPAS ...
APLIKASI POLARISASI CITRA DARI HAMBURAN CAHAYA DI LANGIT BIRU SEBAGAI KOMPAS ...iqbalgoh
 
Polarimetri (physics chemistry)59
Polarimetri (physics chemistry)59Polarimetri (physics chemistry)59
Polarimetri (physics chemistry)59MaulidaP59
 
Hamburan dalam perspektif klasik dan kuantum
Hamburan dalam perspektif klasik dan kuantumHamburan dalam perspektif klasik dan kuantum
Hamburan dalam perspektif klasik dan kuantumPharu Aoi
 
Tugas presentasi fisika(kelompok)
Tugas presentasi fisika(kelompok)Tugas presentasi fisika(kelompok)
Tugas presentasi fisika(kelompok)Dika Wahyu Suryadi
 
14708251125_Vidya Putri_Instrumentasi dan pengukuran optik
14708251125_Vidya Putri_Instrumentasi dan pengukuran optik14708251125_Vidya Putri_Instrumentasi dan pengukuran optik
14708251125_Vidya Putri_Instrumentasi dan pengukuran optikIPA 2014
 

Similar to POLARISASI CAHAYA (20)

makalah Polarisasi
makalah Polarisasimakalah Polarisasi
makalah Polarisasi
 
Fisika gelombang
Fisika gelombangFisika gelombang
Fisika gelombang
 
Induksi Elektromagnetik & Cahaya dan Optika
Induksi Elektromagnetik & Cahaya dan OptikaInduksi Elektromagnetik & Cahaya dan Optika
Induksi Elektromagnetik & Cahaya dan Optika
 
Gelombang cahaya fisika sma
Gelombang cahaya fisika smaGelombang cahaya fisika sma
Gelombang cahaya fisika sma
 
MAKALAH POLARISASI CAHAYA
MAKALAH POLARISASI CAHAYAMAKALAH POLARISASI CAHAYA
MAKALAH POLARISASI CAHAYA
 
Polarisasi karena pembiasan ganda
Polarisasi karena pembiasan gandaPolarisasi karena pembiasan ganda
Polarisasi karena pembiasan ganda
 
Polarisasi (Fisika)
Polarisasi (Fisika)Polarisasi (Fisika)
Polarisasi (Fisika)
 
Pw point physic
Pw point physicPw point physic
Pw point physic
 
Presentation ok
Presentation okPresentation ok
Presentation ok
 
Sifat sifat cahaya
Sifat sifat cahayaSifat sifat cahaya
Sifat sifat cahaya
 
PPT Tugas 3 fzp AziaRizkikaAwalia-20034002.pptx
PPT Tugas 3 fzp AziaRizkikaAwalia-20034002.pptxPPT Tugas 3 fzp AziaRizkikaAwalia-20034002.pptx
PPT Tugas 3 fzp AziaRizkikaAwalia-20034002.pptx
 
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologi
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologiAlbum mineral praktikum mineral optik teknik geologi
Album mineral praktikum mineral optik teknik geologi
 
APLIKASI POLARISASI CITRA DARI HAMBURAN CAHAYA DI LANGIT BIRU SEBAGAI KOMPAS ...
APLIKASI POLARISASI CITRA DARI HAMBURAN CAHAYA DI LANGIT BIRU SEBAGAI KOMPAS ...APLIKASI POLARISASI CITRA DARI HAMBURAN CAHAYA DI LANGIT BIRU SEBAGAI KOMPAS ...
APLIKASI POLARISASI CITRA DARI HAMBURAN CAHAYA DI LANGIT BIRU SEBAGAI KOMPAS ...
 
Polarimetri (physics chemistry)59
Polarimetri (physics chemistry)59Polarimetri (physics chemistry)59
Polarimetri (physics chemistry)59
 
Hamburan dalam perspektif klasik dan kuantum
Hamburan dalam perspektif klasik dan kuantumHamburan dalam perspektif klasik dan kuantum
Hamburan dalam perspektif klasik dan kuantum
 
Gelombang cahaya fisika unnes
Gelombang cahaya fisika unnesGelombang cahaya fisika unnes
Gelombang cahaya fisika unnes
 
Gelombang cahaya UNNES
Gelombang cahaya UNNESGelombang cahaya UNNES
Gelombang cahaya UNNES
 
Tugas presentasi fisika(kelompok)
Tugas presentasi fisika(kelompok)Tugas presentasi fisika(kelompok)
Tugas presentasi fisika(kelompok)
 
Aurora
AuroraAurora
Aurora
 
14708251125_Vidya Putri_Instrumentasi dan pengukuran optik
14708251125_Vidya Putri_Instrumentasi dan pengukuran optik14708251125_Vidya Putri_Instrumentasi dan pengukuran optik
14708251125_Vidya Putri_Instrumentasi dan pengukuran optik
 

Recently uploaded

CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxresidentcardio13usk
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...laila16682
 
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxSitiRukmanah5
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaAnggrianiTulle
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxIKLASSENJAYA
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumfebrie2
 
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptxFisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptxPutriAriatna
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxSDN1Wayhalom
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)ratnawijayanti31
 

Recently uploaded (12)

CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
 
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptxPower Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
Power Point materi Mekanisme Seleksi Alam.pptx
 
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannyaModul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
Modul ajar IPAS Kls 4 materi wujud benda dan perubahannya
 
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptxMateri Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
Materi Makna alinea pembukaaan UUD .pptx
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
 
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptxFisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
Fisika Dasar Usaha dan Energi Fisika.pptx
 
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptxPPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
PPT Kelompok 7 Pembelajaran IPA Modul 7.pptx
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
 

POLARISASI CAHAYA

  • 1. POLARISASI CAHAYA (HUKUM MALUS) Retno Aprilina Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember retnoaprilina@ gmail.com 15 Juni 2016 ABSTRA K Polarisasi merupakan proses pembatasan gelombang vector yang membentuk suatu gelomang transversal sehingga menjadi satu arah. Eksperimen polarisasi cahaya ini dilakukan dengan mengamati polarisasi pada laser He-Ne dengan peralatan fotometer, polarizer dan analyzer. Eksperimen ini dilakukan dengan susunan yang berbeda yaitu menggunakan retarder dan tanpa menggunakan retarder untuk membandingkan intensitas yang dihasilkan pada sudut yang berbeda (0-90). Hubungan antara sudut yang dibentuk oleh polaroid pertama dengan polaroid kedua yaitu berbanding terbalik dengan nilai intensitas cahaya terpolarisasi yang terbentuk, dimana semakin besar sudut yang dibentuk oleh Polaroid pertama maka nilai intensitas yang dibentuk semakin kecil dan pada sudut 90 intensitas cahaya menjadi nol. Kata kunci : Cahaya,Hukum Malus,Intensitas, Sudut dan Bidang penunda. I. Pendahuluan Polarisasi merupakan proses pembatasan getaran vektor yang membentuk suatu gelombang transversal sehingga menjadi satu arah. Polarisasi hanya terjadi pada gelombang transversal saja dan tidak dapat terjadi pada gelombang longitudinal. Suatu gelombang transversal mempunyai arah rambat yang tegak lurus dengan bidang rambatnya. Apabila suatu gelombang memiliki sifat bahwa gerak medium dalam bidang tegak lurus arah rambat pada suatu garis lurus, dikatakan bahwa gelombang ini terpolarisasi linear. Sebuah gelombang tali mengalami polarisasi setelah dilewatkan pada celah yang sempit. Arah bidang getar gelombang tali terpolarisasi adalah searah dengan celah (Krane, 1992). Gelas merupakan bahan yang dapat ditembus oleh cahaya tampak dan sinar infra merah, tetapi tidak oleh sinar ultraviolet. Gelas yang mengandung Pb tidak dapat dilewati oleh sinar Rontgen. Pemanasan akan menyebabkan pemuaian gelas yang besarnya sangat berbeda satu sama lain (tergantung koefisien pemuaian). Bilapemanasan atau pendinginan berlangsung terlalu atau terkonsentrasi pada satu titik, akan terjadi tegangan. Karena gelas bersifat rapuh, tegangan tersebut dapat menimbulkan retakan. Bahan aditif khusus seperti boron oksida dapat membuat gelas kimia lebih tahan terhadap bahan kimia dan perubahan temperatur. Kuarsa memiliki sifat tennis yang lebih baik karena koefisien pemuaiannya sangat kecil. Gelasmerupakan listrik yang baik dan penghantar panas yang buruk (terutama glass wool) (Soedojo, P. 1992). Jika ujung vektor medan listrik berputar pada lingkaran, maka cahaya dikatakan terpolarisasi lingkaran. Jika ujung vektor medan listrik pada gelombang yang menjalar ke arah berlawanan jarum jam, maka dikatakan polarisasi lingkaran arah kanan. Untuk lebih jelas dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini: Cahaya juga dapat tidak terpolarisasi, hal itu dapat terjadi jika hanya memandang satu atom pada waktu memancarkan Suatu cahaya dikatakan terpolarisasi linier jika medan listriknya berasosilasi pada suatu garis lurus. Jika ujung vektor medan listrik bergerak pada suatu elips maka cahaya tersebut terpolarisasi yang ditunjukkan pada gambar dibawah in cahaya. Sebuah atom hanya memancarkan cahaya selama 10-8 detik, dengan pancaran polarisasi yang kedua terjadi pada arah polarisasi lain. Selain itu cahaya yang berasal dari sumber tidak berasal dari satu atom saja, tetapi dari atom banyak, dan bergerak sendiri-sendiri. Dari peristiwa tersebut cahaya yang keluar mempunyai polarisasi yang acak, artinya medan listrik cahaya mempunyai garis getar yang berubah dengan waktu secara
  • 2. 1
  • 3. singkat dengan bermacam-macam arah. Dalam hal ini cahaya yang keluar dikatakan tak terpolarisasi (Hecht. E. 1992). Gelombang transversal memiliki arah getaran yang tegak lurus terhadap arah rambatnya. Dimana arah tegak lurus yang dimaksud adalah tak terhingga banyaknya, karena ruang berdimensi tiga. Untuk setiap arah getar yang tegak lurus arah rambatnya terletak pada satu bidhang yang disebut bidhang polarisasi. Sinar alami memiliki arah getar yang acak, sehingga disebut dengan sinat tak terpolarisasi. Untuk sinar yang terpolarisasi hanya memiliki satu arah getar saja pada suatu saat tertentu, sehingga hanya memiliki satu bidhang polarisasi pada sat tersebut. Jika seandainya arah polarisasinya tetap setiap saat tersebut, sinar dikatakan terpolarisasi linier. Dari penjelasan diatas tidak dapat digunakan untuk gelombang longitudinal tidak pernah mengalami peristiwa polarisasi (Phywe, 2006). Apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fasenya. Jika perbedaan maka gelombang akan sefase dan berinterferensi secara saling menguatkan (interferensi konstruktif). Sedangkan amplitudonya sama dengan penjumlahan amplitudo masing-masing gelombang. Jika perbedaan fasenya 180o atau bilangan ganjil kali 180o , maka gelombang yang dihasilkan akan berbeda fase dan berinterferensi secara saling melemahkan (interferensi destruktif). Amplitudo yang dihasilkan merupakan perbedaan amplitudo masing-masing gelombang (Tipler, 1991). II. METODE PERCOBAAN 2.1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam Eksperimen Polarisasi Cahaya (Hukum Malus), diantaranya: 1. Sumber cahaya (OS 9102 B) Berfungsi sebagai sumber cahaya pengganti laser setelah laser HeNe digunakan. 2. Meja Optik (OS 9103) Berfungsi sebagai tempat meletakkan alat optik. 3. Sumber Laser HeNe (OS 9171) Berfungsi sebagai sumber cahaya monokromatik. 4. Bangku Laser (OS 9172) Berfungsi sebagai tempat meletakkan laser dan merupakan salah satu set alat dengan laser HeNe. 5. AngularTranslator (OS 9107) Berfungsi untuk melihat perputaran pada sudut di polaryzer. 6. 3 buah Holder (OS 9107) Berfungsi sebagai tempat menempelkan polarizer dan analyzer. 7. 3 buah Polarizer (OS 9109) Berfungsi sebagai polarisasi sumber cahaya datang. 8. Penunda / retarder 140nm (OS 9110) Berfungsi sebagaibidhang penghambat. 9. Cermin Datar / flat front surface mirror (OS 9136) Berfungsi sebagai pemantulan dan penstransmisisumber cahaya. 10. Bidang Akrilik (OS 9129) Berfungsi sebagai medium perubahan berkas cahaya. 11. Photometer (OS 912B) Berfungsi sebagai alat untuk mengukur intensitas berkas cahaya. 12. Layar Pengamatan (OS 9138) Berfungsi untuk mengganti berkas cahaya yang dihasilkan dari polarisasi. 2.2 Desain Percobaan Gambar 2.1 Susunan Eksperimen Polarisasi (Sumber : Tim Penyusun, 2016) Gambar 2.2 Fotometer dan Bangku putar (Sumber : Tim Penyusun, 2016) Gambar 2.3 Susunan Eksperimen Bidhang Penunda (Sumber : Tim Penyusun, 2016) 2.3 Langkah Kerja Adapun langkah–langkah yang dilakukan dalam eksperimen tentang Hukum Malus, diantaranya: 2.3.1 Hukum Malus 1. Peralatan eksperimen disusun seperti desain percobaan diatas. Sumber laser HeNe di
  • 4. I uk ur DI 1 I 2 I 3 I ukur D I I I posisikan pada bangku laser. Polaryzer diletakkan di holder di depan laser berkas dapat melewati polarizer tersebut, sudut 00 di arahkan vertikal ke atas. 2. Analizer di letakkan pada bangku putar dan layar pengamatan pada holder bergerak dan posisi lengan di atur sehingga berkas laser mengenai permukaan layar. Sudut 00 diarahkan sejajar dengan polarizer. 3. Sudut analizer di ubah secara perlahan dengan memutar dan di amati perubahan intensitas bayangan pada layar tersebut terjadi polarisasi. 4. Photometer di letakkan pada meja putar, intensitas cahaya diamati yang di transmisikan oleh analizer melalui photometer. 5. Mengukur intensitas sebagai fungsi sudut antara polarizer dan anlizer. Layar di pindahkan dan probe fiber optik diletakkan untuk photometer, sudut analizer di putar pada angka 100 dan intensitas berkas yang ditransimiskan oleh analizer di catat. Dilakukan pemutaran sampai dengan sudut 900 dan intensitasnya di catat sebagai fungsi sudut yang berbeda-beda. 6. Polarizer ke tiga di letakkan pada holder di antara kedua polarizer pertama dan kedua pada satu arah, dimana membentuk sudut 450 terhadap polarizer pertama dan diamati cahaya yang di transmisikan. 2.3.2 Bidang Penunda (Retarder) 1. Polarizer diletakkan pada holder dan bidang penunda 140nm diletakkan pada holder yang sama, sehingga sumbu 00 bidang penunda membentuk sudut 450 terhadap sudut 00 polarizer. 2. Pada susunan eksperimen bidang penunda pada desain eksperimen di atas di letakkan pada bangku laser, sehingga bagian depan polarizer berhadapan dengan bangku lazer. 3. Analizer di letakkan, dan digunakan layar pengamatan untuk menentukan berkas cahaya yang di teruskan melalui kombinasi polaryzer dan bidang penunda mengalami polarisasi atau tidak. 4. Layar pengamatan di pindah dan photometer di letakkan di depan analizer, intensitas cahaya di ukur untuk beberapa variasi sudut analizer. 5. Cermin datar di letakkan di sebelah kanan, kombinasi polarizer penunda. Intensitas bayangan pada bagian depan laser diamati (cermin di letakkan membentuk sudut sedemikian hingga, sehingga bayangan pada bagian muka dapat di lihat, bersebelahan dengan output laser yang melewati bidang penunda). 6. Bidang penunda di putar dan intensitas bayangan di amati, cahaya yang terpolarisasi melingkar mempunyai arah melingkar ke kanan, atau kekiri. Dalam eksperimen ini, cermin akan merubah bentuk polarisasi cahaya menjadi terpolarisasi melingkar. 2.4 Analisis Data 1. Tabel Pengamatan Keterangan: 2. Tabel Hasil a. Tanpa bidang Penunda 1 2 3 b. Dengan Bidang Penunda I ukur I1 I2 I3 3. Ralat a. Mencari nilai delta I | | √ b. Deskripansi 4. Grafik a. Grafik hubungan terhadap tanpa bidang penunda 𝐼 ��𝑜 �𝑔 𝜃 ��𝑎𝑑
  • 5. HASIL DAN PEMBAHA ϴ° I Irata- rata I/I θ D (%) I1 I2 I3 0 30.0 30.0 30.0 30.0 1.00 0 0.00 10 29.4 29.4 27.6 28.8 0.97 0.17 1.02 20 26.4 26.4 25.2 26.0 0.88 0.35 1.85 30 23.4 23.4 22.2 23.0 0.75 0.52 2.22 40 18.6 18.6 18.0 18.4 0.59 0.70 4.52 50 15.0 14.7 13.8 14.5 0.41 0.87 16.98 60 14.4 13.2 12.6 13.4 0.25 1.05 78.67 70 10.8 11.4 9.0 10.4 0.12 1.22 196.35 80 1.2 1.5 1.8 1.5 0.03 1.40 65.82 90 0.0 0.42 0.0 0.14 0.00 1.57 0.00 ϴ° Intensitas Irata- rata ϴ rad I/I0 ukurI1 I2 I3 0 22.20 26.40 27.00 25.20 0 1 10 20.40 24.60 25.80 23.60 0.1745 0.94 20 17.40 22.80 25.20 21.80 0.3491 0.87 30 16.80 21.60 23.40 20.60 0.5236 0.82 40 15.00 19.80 23.10 19.30 0.6981 0.77 50 14.40 18.00 22.40 18.27 0.8727 0.72 60 12.00 15.60 21.00 16.20 1.0472 0.64 70 11.40 13.20 20.40 15.00 1.2217 0.60 80 10.80 12.60 19.20 14.20 1.3963 0.56 90 9.00 11.40 18.00 12.80 1.5708 0.51 I/Io(hitung) I/Io(ukur) b. Grafik hubungan terhadap dengan bidang penunda 𝐼 ��𝑜 �𝑘�𝑟 1.5 1 0.5 𝜃 ��𝑎𝑑 III. SAN 3.1 Hasil Tabel 3.1 Hasil pengamatan tanpa bidang penunda 0 0.0000 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 ϴ(radian) Gambar 3.2 Grafik regresi hubungan terhadap dengan bidang penunda 3.2 Pembahasan Dari eksperimen yang telah dilakukan bahwa dalam proses pengambilan data pada saat 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 rad percobaan ini terdapat dua perlakuan yaitu perlakuan hukum malus dan perlakuan bidang penunda. Pada proses percobaan ini posisi dari analiser diposisikan pada sudut nol, hal ini dikarenakan supaya cahaya yang melewati analyzer tegak lurus sehingga cahaya tersebut maksimal pada saat dibaca oleh fotometer. Pada saat hukum malus dan bidang penunda posisi analizer diputar sampai pada fotometer menunjukkan pada anggka nol. Jika posisi pada fotometer telah menunjukkan angka nol maka pada fotometer posisi pada sensitivitasnya dirubah keposisi yang lain yang tujuannya agar data yang didapat mempunyai nilai selain dari nilai nol. Cahaya yang digunakan dalam percobaan ini yaitu laser He-Ne dimana laser tersebut merupakan polikromatik atau cahaya yang tidak kontinyu, sehingga pada jarum yang ditunjukkan oleh fotometer tidak konstan. Pada percobaan ini digunakan perbandingan intensitas dan sudut θ, semakin besar sudut yang diputar pada analyzer maka intensitas cahaya dari sinar laser He-Ne akan semakin kecil atau berbanding terbalik. Pada sudut 0.00 0.50 1.00 1.50 ϴ(radian) Gambar 3.1 Grafik regresi hubungan terhadap tanpa bidang penunda Tabel 3.2 Hasil pengamatan tanpa bidang penunda analyzer sebesar 00 dan sensitivitasnya 30 maka nilai intensitasnya 30.00, sedangkan pada sudut 900 dengan sensitivitas yang sama maka nilai intensitasnya 0,00, hal tersebut disebabkan oleh superposisi dua gelombang yang melewati analyzer pada ampitudonya yang tidak sefase sehingga pada intensitas yang terbaca oleh fotometer nilainya kecil. Sedangkan pada perlakuan bidang penunda antara sudut yang disebabkan oleh analyzer terhadap intensitas juga berbanding terbalik, sensitifitas yang diberikan oleh fotometer 30 Lux dengan sudut 00 maka intensitasnya 25,20, sedangkan sudut 900 dengan sensitifitas yang sama yaitu 30 Lux maka intensitasnya 12,80. Hal tersebut disebabkan oleh polarizer yang menghalangi masuknya cahaya ke analyzer sehingga pada intensitas dari bidang penunda lebih kecil dibandingkan dengan malus. Pada saat cahaya 4
  • 6. sebelum melewati polarisator interferensinya saling menguatkan sedangkan setelah melewati polarisator gelombangnya saling melemahkan. IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Kesimpulan dari eksperimen yang telah dilakukan tentang Polarisasi Cahaya (Hukum Malus) yaitu: 1. Grafik hubungan antara sudut analizer θ dengan intensitas cahaya terpolarisasi untuk laser He-Ne dan cahaya biasa menunjukkan pola yang berbanding terbalik, yaitu semakin besar sudut analizer maka nilai intensitas cencedurng semakin mengecil. 2. Adanya bidang penunda (rhetarder) pada susunan eksperimen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai intensitas Cahaya, dimana nilai maksimum intensitas cahaya maupun nilai intensitas untuk masing-masing sudut perlakuan pada eksperimen dengan bidang penunda bernilai lebih kecil dibandingkan dengan eksperimen tanpa bidang penunda 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat dan pola Polarisasi pada cahaya meliputi intensitas cahaya awal, sudut analizer yang dibentuk, dan ada tidak-nya bidang batas 4.2 Saran Adapun saran yang dapat disampaikan dalam eksperimen polarisasi cahaya adalah diharapkan praktikan lebih teliti dalam pengambilan data, sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan teori dan dalam penyinaran lampu pada saat melihat besarnya intensitas yang terukur pada photometer diminimalkan. DAFTAR PUSTAKA Beiser, A. 1992. Konsep Físika Modern. Penerbit Jakarta: Erlangga. Hecht. E. 1992, Optics, 2nd edition, Addison Wesley.New York: Spinger. Phywe, 2006. Fabry-Perot Interferometer. Phywe Handbook. New York: Phywe Series of Publication. Soedojo, P. 1992. Asas-Asas Ilmu Fisika Jilid 4 Fisika Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tim Penyusun. 2016. Buku Panduan Praaktikum Eksperimen Fisika II.Jember: Universitas Jember. Tipler, P. A. 1991.Fisika Untuk Sains dan Tehnik Jilid 2 (alih bahasa Dr.Bambang Soegijono). Jakarta: Penerbit Erlangga.
  • 7. 6 ϴ° Intensitas I±ΔI I/I ΔI I1 I2 I3 0 30.00 30.00 30.00 30.00 30±0 1 0.00E+00 0.00 10 29.40 29.40 27.60 28.80 28,8±0,6 0.96 2.16E+00 0.60 20 26.40 26.40 25.20 26.00 26±0,4 0.866666667 9.60E-01 0.40 30 23.40 23.40 22.20 23.00 23±0,4 0.766666667 9.60E-01 0.40 40 18.60 18.60 18.00 18.40 18,4±0,2 0.613333333 2.40E-01 0.20 50 15.00 14.70 13.80 14.50 14,5±0,36 0.483333333 7.80E-01 0.36 60 14.40 13.20 12.60 13.40 13,4±0,53 0.446666667 1.68E+00 0.53 70 10.80 11.40 9.00 10.40 10,4±0.72 0.346666667 3.12E+00 0.72 80 1.20 1.50 1.80 1.50 1,5±0,17 0.05 1.80E-01 0.17 90 0.00 0.42 0.00 0.14 0.14±0.14 0.004666667 1.18E-01 0.14 θrad cos θ cos2 θ 0 1 1 0.174532925 0.98 0.97 0.34906585 0.94 0.88 0.523598776 0.87 0.75 0.698131701 0.77 0.59 0.872664626 0.64 0.41 1.047197551 0.50 0.25 1.221730476 0.34 0.12 1.396263402 0.17 0.03 1.570796327 0 0 ϴ° I ϴ (rad) I/I0 ukur I I I 0 22.20 26.40 27.00 25.20 0 1 10 20.40 24.60 25.80 23.60 0.174532925 0.94 20 17.40 22.80 25.20 21.80 0.34906585 0.87 30 16.80 21.60 23.40 20.60 0.523598776 0.82 40 15.00 19.80 23.10 19.30 0.698131701 0.77 50 14.40 18.00 22.40 18.27 0.872664626 0.72 60 12.00 15.60 21.00 16.20 1.047197551 0.64 70 11.40 13.20 20.40 15.00 1.221730476 0.60 80 10.80 12.60 19.20 14.20 1.396263402 0.56 90 9.00 11.40 18.00 12.80 1.570796327 0.51 I/Io(hitung) I/Io(ukur) LAMPIRAN 1. Percobaan Hukum Malus 0 ukur Nilai Deskripansi θ I/I0 (ukur) I/I0 (hitung) D (%) 0 1.00 1.00 0.00 10 0.96 0.97 1.02 20 0.87 0.88 1.85 30 0.77 0.75 2.22 40 0.61 0.59 4.52 50 0.48 0.41 16.98 60 0.45 0.25 78.67 70 0.35 0.12 196.35 80 0.05 0.03 65.82 90 0.00 0.00 0.00 2. Percobaan dengan bidang penunda 1 2 3 2 1.5 1 0.5 0 0.00 0.50 1.00 1.50 ϴ(radian) 1.5 1 0.5 0 0 0.5 1 1.5 2 ϴ(radian) Gambar 1. Grafik regresi hubungan terhadap tanpa bidang penunda Gambar 2. Grafik regresi hubungan terhadap dengan bidang penunda.
  • 8. 7