tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
Mempelajari Ilmu Hadits
1. Rab’ bi ain ya Karim.
“Jagalah Ilmu Dengan Menuliskannya”
HR Al-Hakim, 1/106 dari hadist Umar Bin Khathab.ra, ad-Darimi,1/126, ath-
thabarani,1/62, al-Khatib dalam Taqyid Al-Ilm, hal 68 dari hadits Abdullah bin
amr.ra dan Ibnu Adi dalam Al-Kamil,2/793 dari hadits Ibnu Abbas.ra.
2. .. catatan mandiri kajian kitab. Rachardy Andriyanto (17/08/2016)
Kajian Kitab :
Ringkasan Ilmu Mustholah Hadits
(Nukhbatul Fikr)
Ditulis Oleh : Ibnu Hajar Asqolani
Dikaji oleh Ust. Abdullah Taslim
Tentang Ibnu Hajar Asqolani
Adalah imam ahli sunnah yang terkenal dalam keutamaan dalam masalah ilmu hadits
dan istinbath (memberikan kesimpulan) ilmu sunnah nabi saw.
Kitab Nukhbatul Fikr ini telah di syarah (diberikan penjelasan) oleh imam ibnu hajar
sendiri, karenanya sebaik – baik pensyarah ktabnya yaitu beliau sendiri karena tuan
rumah lebih mengetahui isi rumahnya sendiri daripadanya yang lainnya. Kitab syarah
itu berjudul Nukhbatul Nadhar Fi Taudzihi Fi Nukhbatul Fikr, yang di tahqiq juga
oleh syekh ali hasan. Dan ini merupakan buku yang sangat baik untuk dijadikan
sandaran dalam mempelajari ilmu hadits.
Maka sudah tidak asing lagi keutamaan pemahaman Ibnu hajar dalam permasalahan
ilmu hadits baik dalam masalah riwayat maupun dirayah (kandungan makna), yang
paling terkenal adalh kitab beliau, pembelaan terhadap shahih bukhari dalam kitab
fadhliku takhliq atau di muqodimmah kitab fathul baari, yang disitu beliau menjawab
semua bantahan dan semua sanggahan terhadap kitab shahih bukhari dengan jawaban
yang sangat istimewa sekali yang dapat mematahkan semua hujjah – hujjah (argument
– argument) orang – orang yang mengkritik shahih bukhari.
Kemudian kitab – kitab beliau yang sangat bermanfaat termasuk kitab Fathul Baari,
merupakan syarah shahih bukhari yang sangat agung meskipun terdapat kesalahan –
kesalahanya dalam masalah takwil terhadap sifat – sifat allah swt, akan tetapi
dikatakan oleh para ulama kitab ini tidak ada bandingannya, hingga dikatakan oleh
imam Syaukani : tidak ada Hijrah setelah ditulisnya faathul baari. Maksudnya kita
tidak mencari syarah bukhari yang lainnnya setelah ditulisnya kitab faathul baari.
Imam Ibnu hajar sangatlah ma’ruf (terkenal) dalam bidang ilmu hadits, sampai pada
tulisan tentang masalah perawi – perawi hadits, beliau meringkas dan menambah
kitab tahzibul kamal kitab tulisan imam almizi, beliau meringkas kitab tersebut
kemudian menambahnya dengan faedah – faedahnya yang sangat banyak sekali dalam
dalam kitabnya taghribul tahdzib (kitab yang berkaitan dengan perawi – perawi dalam
kutubus sittah – kitab hadits yang enam : bukhari,muslim,nasai, tardmizi, abu dawud,
ibnu majah) , maka para ulama mengatakan orang – orang yang datang setelah ibnu
hajar tidak akan mungkin lepas dari kitab – kitab beliau dalam masalah penjelasan
hadits nabi saw.
Kemudian karya beliau dalam masalah perawi – perawi yang di perselisihkan diluar
kitab hadits kutubus sittah (kitab hadits yang enam : bukhari,muslim,nasai, tardmizi,
3. abu dawud, ibnu majah) yaitu kitab lizanul mizan, beliau meringkas kitab dari imam
az zhahabi yaitu kitab mizanul I’tidal, dan hampir semua karya – karya yang ditulis
oleh imam az zhahabi semua dirangkum kembali oleh imam ibnu hajar, karena beliau
pernah berdoa kepada allah swt meminta agar di anugrahkan semua ilmu imam az
zhahabi, yang kemudian kata para ulama beliau mendapatkannya bahkan lebih dari
yang didapatkan oleh imam az zhahabi.
Beliau (ibnu hajar) juga merupakan imam yang dikatakan sebagai imam (hafidz)
penutup para penghafal hadist yang untuk setelah beliau sangat sulit untuk para ibu
untuk melahirkan seorang anak seperti beliau.
Keutamaan Ahli Hadits
Imam Ibnul Mubarak. mengatakan :
la a’lamul ba’da nubuwati darojatan afdhalan min bathil ilmi,
aku tidak mengetahui setelah tingkat kenabian, kedudukan yang lebih utama daripada
kedudukannya orang – orang yang memahami sunah nabi saw, kemudian menyebar
luaskannya dikalangan manusia.
Ibnu Qayyim mengatakan :
Menyampaikan sunnah kepada umat, menyebarkan sunnah nabi saw kepada umat,
lebih utama daripada melontarkan panah ketika berperang melawan musuh – musuh
islam, berperang melawan orang – orang kafir di medan perang, karena hal yang
demikian itu mampu dilakukan oleh semua orang, tidak perlu ada keistimewaan
khusus, yang penting dia kuat, dan sedikit mempunyai kemampuan dan keberanian,
maka dia mampu, adapun menyampaikan sunnah ke umat, maka tidak mampu
dilakukan kecuali oleh pewarisnya para nabi, dan pengganti – penganti tugas mereka
di umat ini, semoga allah swt memudahkan dan memasukkan dia kedalam golongan
mereka dengan rahmat dan karuniaNya.
Ketika para ulama salaf ditanya : sampai kapankah seseorang itu pantas untuk
menuntut ilmu sunnah, maka dijawab : selama dia masih pantas untuk hidup, masih
baik untuk hidup, maka selama itu pula ia pantas untuk menuntut ilmu snnah
rosulullah saw.
Terdapat ucapan seorang penyair yang terkenal : Orang – orang yang mempelajari
hadits nabi saw, mereka itulah keluarganya nabi saw yang sebenarnya (ahlul nabi
saw), meskipun mereka tidak menyertai diri beliau saw, tidak pernah bersama diri
beliau saw secara langsung, akan tetapi mereka menyertai nafas – nafas beliau saw,
karena mereka yang selalu mempelajari tingkah laku nabi saw, tentang masalah –
masalah ibadah beliau saw, maka merekalah orang yang paling dekat dengan nabi
saw.
Oleh karena itu wajar kalau mereka adalah orang yang paling berhak untuk
mendapatkan pembelaan nabis saw, sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Katsir
tentang makna firman allah swt :
Pada hari kiamat yang waktu itu kami akan memanggil semua manusia dengan imam
(pemimpin) mereka, imam yang memimpin mereka sewaktu di dunia,
Ibnu katsir mengatakan salah seorang ulama salaf ada yang mengomentari ayat ini
dengan mengatakan :
4. Ayat yang mulia ini menunjukkan kemuliaan yang sangat agung terhadap orang –
orang yang gemar mempelajari hadits nabi saw sewaktu didunia, karena
sesungguhnya imam yang akan memimpin mereka, membela mereka dihadapan allah
swt, yang akan membacawa mereka untuk menghadap allah swt adalah rosulullah
saw. Orang yang mereka jadikan panutan didunia, orang yang selalu mempelajari
akhlak dan tingkah lakunya sewaktu di dunia, maka beliau yang akan membela
mereka – mereka ini pada hari kiamat dihadapan allah swt.
Sabda rosulullah saw : akan membawa ilmu agama ini dari setiap generasi, adalah
orang – orang yang terpercaya di kalangan mereka. Mereka akan membersihkan dari
agama ini upaya – upaya untuk menyelewengkan makna dari ayat – ayat dari Al
Quran dan hadits- hadits nabi saw dari orang – orang yang melampaui batas,
Mereka akan membersihkan dari agama ini penjiplakan/pemalsuan yang dilakukan
oleh orang – orang yang ingin merusak agama, dan mereka akna membersihkan dari
agama ini petakwilannnya (kesalahpahaman dalam memaknai nash – nash al quran
dan hadits) dari orang – orang yang jahil (bodoh).
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim : Senantiasa ada sekelompok dari umatku orang
– orang yang selalu memenangkan kebenaran, tidak akan membahayakan
mereka/merugikan mereka orang – orang yang berpaling/meninggalkan mereka
sampai datangnya keputusan allah swt.
Para ulama salaf, Bukhari, al majidi dan imam ahmad menafsirkan orang yang
dimaksud pada hadits diatas adalah ahli hadits.
Bahkan diriwiyatkan shahih dari bukhari dan muslim bahwa orang yang beriman
(afdhalin mujahidin) datang pada dajjal di akhir jaman, yang mendustakan apa yang
diserukan dajjal, dan mengumumkan kepada umat bahwa apa yang dibawa dajjal
adalah kedustaan dan kesesatan, pengakuan dajjal yang menyatakan bahwa dia rabb
alam semesta ini adalah kedustaan, yang kemudian dajjal berusaha untuk
membunuhnya, akan tetapi orang itu menjadi semakin yakin dengan kedustaan dajjal
itu dengan mengatakan : engkau adalah dajjal, pendusta besar, yang telah sampai
berita kepada kami tentangmu dari nabi saw.
Para ulama mengambil istinbath (kesimpulan) dari hadits diatas bahwasanya orang
tersebut adalah pembela sunnah nabi saw, pembela aqidah yang benar, dengan
mendustakan fitnah besar dajjal didepannya, Allah kuatkan orang tersebut sehingga
mendapat predikat mujahid yang paling utama (afdhalin mujahid) adalah berkat dari
ilmu sunnah yang dipelajarinya. Buktinya dia menyampaikan dihadapan dajjal hadits
nabi saw yang pasti telah dipelajarinya.
Oleh karenanya mempelajari ilmu hadits/sunnah nabi saw, adalah jalan yang telah
dipilihkan allah swt untuk orang – orang yang utama dalam agamanya, untuk para
ulama salafus sholeh, untuk para pembawa hadits nabi saw, yang sekaligus allah swt
jadikan mereka sebagai sebab terjaganya syariat islam sehingga syariay islam ini terus
menerus dalam keadaan murni sampai di akhir jaman.
Dari zaid ibnu tsabit,ra. aku mendengar rosulullah saw bersabda :
Semoga allah meng-indahkan/memperelok/mencerahkan rupa orang yang
mendengarkan ucapanku kemudian dia memahami dan menghafalnya sehingga
5. kemudian dia menyampaikannya kepada orang lain, maka bisa jadi orang yang
membawa ilmu (fikih) dariku itu, dia akan menyampaikan kepada orang yang lebih
fakih (paham) darinya dan bisa jadi orang yang membawa ilmu (fikih) darimu dia
adalah orang yang tidak memahaminya (orang yang tidak bisa memahami
istinbath/kesimpulan dari makna dan hukum dari hadits tersebut).
Hadits Shahih dan mutawatir, diriwayatkan imam ahmad, abu daud, ath tarmizi, ibnu
hibban.dan lainya. Disebutkan oleh imam solahudin al alai, ibnu hajar , imam suyuthi
dan lainnya bahwa hadits ini diriwayatkan oleh sekitar 30 sahabat. Dishahihkan oleh
Abdurahman ibnu abu hatib dalam kitab jarh wa tahdlil, Imam Ibnu Hibban dalam
kitab shahih ibnu hibban, An mundiziri dalam kitab Targhib wa tarzhib, al alai, ibnu
qoyyim, al buzri, al bani dan para ulama yang lainnya.
Ibnu Qoyyim mengatakan tentang hadits diatas :
Seandainya tidak ada ayat alquran atau hadits nabi saw yang menunjukkan
keutamaan ilmu kecuali hadits ini (diatas) saja, maka cukuplah ini menjadi
keutamaan dan kemuliaan yang besar dari orang – orang yang mempelajari ilmu
sunnah nabi saw.
Sehubungan dengan hadits itu (diatas) yang terkait dengan penjelasan (syarah)
isi/kandunganya adalah :
Rosulullah saw menyebutkan banyak faedah – faedah dan keutamaan dalam
mempelajari sunnah nabi saw.
Dan manfaat – manfaat besar yang didapat dengan sekedar menyebarkan ilmu sunnah
tersebut yang dimana orang lain dapat mengambil istinbath (kesimpulan) tentang
hukum – hukum dalam islam yang mungkin tidak dipahami oleh yang
menyampaikannya dari awal, atau orang yang pertama kali mendengarnya.
Dalam hadits diatas rosulullah saw mendoakan bagi orang – orang yang mempelajari
dan menyebarkan sunnah saw, dengan doa yang khusus yang hanya ditujukan kepada
mereka saja dan tidak disertai kepada selain mereka. Doa khusus tersebut adalah doa
untuk mendapatkan (an nadrah) keelokan pada wajah, yang diterangkan oleh para
ulama bahwasanya hadits ini salah satu diantara dalil yang menunjukkan adanya
balasan dari jenis perbuatan, balasan dari akibat amal perbuatan, karena orang yang
menyampaikan ilmu sunnah, mempelajari ilmu sunnah, maka berarti dia akan
mengusahakan dalam dirinya kecerahan dan kebaikan lahir bathin, sebagimana dia
akan mencerahkan, mengusahakan cahaya pada diri manusia, orang – orang yang
mendengarkan ilmu sunnah darinya, yang dengan itu allah swt akan memutihkan
wajah – wajah mereka seperti yang allah sebutkan dalam Al Quran : pada hari kiamat
yang pada waktu itu akan menjadi cerah wajahnya sebagian manusia, yang oleh ibnu
abbas.ra, diterangkan : mereka adalah ahlul sunnah/ahlul hadits, disebabkan dengan
ilmu sunnah/hadits yang mereka pelajari maka wajah – wajah mereka menjadi cerah,
memutih di hari kiamat dihadapan allah swt. sementara yang lainnya, ahlul bidah,
dan orang – orang yang menyimpang dari sunnah, wajah – wajah mereka menjadi
hitam, wajah – wajah mereka menjadi hitam kelam. Adapun orang – orang yang
hitam wajahnya maka allah swt mengatakan kepada mereka : apakah kalian kufur
setelah beriman, maka rasakanlah azab allah ini akibat kekafiran kalian.
Dan adapun orang – orang yang memutih wajah – wajah mereka, mereka akan
ditempatkan pada rahmat allah dalam surgaNya yang mereka kekal didalamnya
selama – lamanya.
6. Dan ini yang diusahakan oleh orang – orang yang menyampaikan ilmu sunnah,
dengan menyebarkan petunjuk nabi saw kepada manusia, karena manfaat dari
petunjuk allah swt adalah untuk menerangi jalan manusia dan menerangi diri mereka
sendiri.
Ibnu Qayyim menyebutkan bahwasanya sifat utama yang ada pada petunjuk allah
adalah al hayyatu wan nur,cahaya kehidupan dan cahaya.
Allah swt berfirman : Apakah orang yang tadinya mati, tidak mendapatkan hidayah
kemudian kami hidupkan dia dengan petunjuk kami, kemudian kami berikan
kepadanya cahaya yang dengan cahaya itu dia berjalan diantara manusia, apakah
perumpaan orang ini sama dengan orang yang hidup dalam kegelapan yang tidak
bisa keluar daripadanya.
Jadi semua dunia ini gelap, termasuk diri manusia, hati manusia, wajah mereka
semuanya hitam, kecuali yang disinari dengan sinar cahaya petunjuk rosulullah saw.
Ucapan Ibnu Taimiyah yang mansyur dalam permasalah ini adalah : Sunnah
rosulullah saw adalah perkara yang paling pokok, yang paling dibutuhkan, yang
paling mendesak dibutuhkan oleh semua makluk yang hidup di alam semesta ini, yang
mereka tidak akan pernah lepas darinya. Dan kebutuhan mereka pada ilmu sunnah
pada hakikatnya adalah melebihi daripada kebutuhan mereka terhadap masalah -
masalah lainnya. Karena ilmu sunnah itu merupakan kehidupan, ruh sekaligus
cahaya bagi alam semesta, dimana alam semesta beserta isinya tidak akan mungkin
bisa baik, tidak akan mungkin bisa mendapatkan kemaslahatan jikalau tidak ada
kehidupan padanya, tidak ada ruh dan tidak ada cahaya.
Oleh karena itu dunia ini semuanya mal’una (dijauhkan dari rahmat allah), dunia ini
dalam keadaan gelap kecuali yang disinari dengan cahaya ar risalah (petunjuk dan
sunnah nabi saw).
Oleh karena itu orang yang menyebarkan ilmu sunnah berarti dia berusaha
menyebarkan cahaya kepada manusia, berusaha memberikan sebab yang
menghidupkan hati mereka untuk bisa menjalankan kebaikan dalam agama, ini jelas
merupakan pekerjaan yang besar, merupakan amalan yang agung, yang hanya allah
swt berikan atau yang hanya mampu dilakukan oleh orang – orang yang mendapatkan
petunjuk allah, dan orang – orang yang mempunyai hima (tekad) yang kuat dalam
dirinya, maka karena besarnya dan agungnya amal yang mereka kerjakan sehingga
rosulullah saw mendoakan kebaikan yang agung ini kepada diri mereka, sebagai Al
Jaza’u min zinthil amal, Balasan sebagai akibat perbuatan.
Bahkan para ulama menjelaskan bahwa doa yang diucapkan oleh nabi saw ini
terkabul, bahkan sebagian para ulama mengatakan bahwa pengkabulan atas doa nabi
saw ini ada yang bersifat dhahir (tampak fisik didunia), ada yang terdapat pada diri
para ulama hadits dijaman terdahulu, dinukil oleh para ulama dari perkataan sofyan at
tsauri.ra : Tidak ada seorangpun yang menuntut ilmu hadits, mempelajari ilmu
sunnah kecuali akan terlihat pada wajahnya keelokan, keindahan rupa pada wajah
dan penampilan dhahir dalam dirinya, akan terlihat dengan jelas keelokan yang
dijanjikan oleh nabi saw dalam hadits ini. Maka yang dimaksud adalah orang – orang
yang mempelajari ilmu hadist dan menyebarkan/menyampaikan dengan iklash semata
– mata hanya mencari ridha allah swt.
7. Allah swt ingin memuliakan kekasihnya, orang – orang terbaik di umat ini dengan
dijadikan keindahan yang demikian tinggi kepada penampilan lahir mereka dan
terlebih lagi pada bathin mereka.
Ini adalah keutamaan yang agung, keutamaan yang besar seperti dinukil dalam ucapan
mula’ al ulqari ketika menjelaskan makna hadits ini dalam kitabnya miqotul mafati
yang menunjukkan bahwasanya para ulama menyebutkan bahwa ini benar – benar
terbukti dan dan terlihat pada diri para ulama di jaman dulu.
Imam Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa arti dari kata nadrah (keelokan) pada rupa
yang di doakan oleh nabi saw, semoga allah menganugrahkan kepada orang – orang
yang mempelajari ilmu sunnah, maksudnya disini adalah menurut imam ibnu qayyim,
keindahan / keelokan lahir dan bathin yang pengaruhnya nampak pada wajah
mereka, jadi, keelokan rupa yang terpancar dari keindahan/kebersihan/keputihan yang
terdapat dalam hati dan jiwa mereka.
Dalam menjelaskan hal ini Ibnu Qayyim dalam kitabnya tazdhar saadah menjelaskan
dengan beberapa dalil dari firman allah swt. diantaranya ketika allah menjelaskan
tentang keadaannya para penduduk surga dalam Surat Al Insan (76) ayat 11 :
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada
mereka kejernihan (pada wajah) dan kegembiraan (dalam) hati.
Surat Al Mutaffifin (83) ayat 24 :
Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh
kenikmatan.
Semoga allah swt memudahkan dan menjadikan kita termasuk kedalam gologan
mereka. Dan inilah maksud dari doa yang diucapkan oleh rosulullah saw dalam hadits
ini.
Jadi, Ilmu sunnah yang dipelajari, dipahami dan disampaikan/disebarkan oleh
manusia, merupakan sebesar – besarnya sebab untuk memperbaiki keadaan manusia
lahir dan bathin, artinya orang yang tidak mengenal ilmu sunnah maka tidak akan
mungkin dia bisa memperbaiki jiwanya, tidak akan mungkin dia bisa melakukan
tazkiyatun nufus (pensucian jiwa) selama – lamanya. Ini adalah manfaat yang kita
dapatkan dari hadits ini.
Ilmu sunnah dalam hadits yang sahih seperti hujan yang baik, : sesungguhnya
perumpaan dari ilmu dan petunjuk yang aku bawa dari allah swt seperti perumpaan
hujan yang baik yang allah swt turunkan ke bumi ini,
maka tentu saja orang yang paling banyak mendapatkan bagian dari memahami ilmu
sunnah, berusaha mempelajarinya maka merekalah yang paling mendapatkan bagian
besar untuk mengobati hati mereka dengan sunnah rosulullah saw yang mereka
pelajari.
Oleh karena itu, ini menunjukkan kebaikan yang sangat utama dalam islam, yang
telah diketahui bahwasanya kebaikan hati berarti kebaikan seluruh yang ada pada diri
manusia, karena dengan mengusahakan kebaikan dalam hati, kebaikan dalam bathin
berarti kita mengusahakan taqwa yang hakiki,
seperti sabda nabi saw :
8. Taqwa itu terletak dalam hati manusia.
Maka ilmu sunnah nabi saw langsung memudahkan manusia untuk mencapai taqwa
yang hakiki ini dengan mempelajari petunjuk allah swt yang terdapat dalam sunnah
nabi saw.
Oleh karena itu tazkiyatun nufus (penyucian jiwa/hati) tidak akan mungkin dicapai
dan bisa dirumuskan oleh siapapun kalau dia tidak mengenal sunnah nabi saw,
tazkiyatun nufus merupakan perkara yang paling inti dalam islam, perkara yang
paling agung dalam islam, bahkan tauhid itu sendiri tidak akan dicapai kecuali dengan
tazkiyatun nufus dan ini tidak akan mungkin bisa dilakukan oleh orang – orang yang
tidak mempelajari sunnah nabi saw.
Oleh karena itu dalam mempelajari ilmu sunnah dalam masalah – masalah yang
berhubungan dengan aqidah, dengan ibadah utamanya, mencocokkan amal ibadah
kita sesuai dengan petunjuk nabi saw, disamping dapat menjadikan pahala yang
kita lakukan semakin besar di hadapan allah swt, ternyata di situ juga terkandung hal
yang sangat besar sekali dalam menyucikan jiwa – jiwa manusia (tazkiyatun nufus)
karena seseorang yang semakin banyak mengamalkan petunjuk allah swt dan
rosulNya maka semakin banyak pula pembersihan jiwa yang dilakukannya terhadap
dirinya.
Oleh karena itu ini merupakan faedah yang sangat besar sekali, dan allah swt
berfirman dalam Al Quran : wahai orang – orang yang beriman penuhilah seruan
allah, dan seruan rosulNya, yang mengajak kamu kepada apa – apa yang
memberikan kebaikan hidup bagimu.
Hadits tersebut juga memberikan tahapan – tahapan yang benar dalam tolabul ilmi
(menuntut ilmu). Sehingga dapat dijadikan sebagai metode bagi kita, bahwasanya
barangsiapa yang ingin mendapatkan ilmu yang benar maka hendaknya dia
menuntutnya dengan cara yang benar pula, tidak akan mendapatkan ilmu yang
bermanfaat apabila seseorang tidak menghiasi dirinya dengan adab – adab ilmu,
termasuk adab – adab yang benar dalam menuntut ilmu yang utama adalah menempuh
tahapan – tahapan dalam menuntut ilmu dan tidak tergesa – gesa.
Rosulullah saw menyebutkan dalam hadits ini (tersebut diatas) tahapan – tahapan
dalam menuntut ilmu, yakni :
1. As Sama’ : mendengarkan ilmu, mendengarkan langsung dari sumbernya,
sumber yang utama adalah Al Quran dan hadits nabi saw, termasuk
kesempurnaan dalam As Sama adalah Talaqi (mendatangi dan mendengarkan
penjelasan) dari para ulama yang muslimin, para ulama yang terpercaya dalam
ilmu dan taqwa mereka, ini ssangat mempengaruhi manfaat dari ilmu,
diperumpakan oleh para ulama seperti syekh abu bakar abu zaid dalam kitab
hilyatul tholibul ilmi bahwa orang yang menuntut ilmu itu tidak dikatakan dia
punya nasab, garis keturunan dalam ilmu kalau dia tidak talaki dari para
ulama.
Manfaat mendengar ilmu langsung dari guru adalah agar kita tidak salah
paham, dapat mencontoh praktek langsung dari guru tersebut, agar kebaikan
guru dapat sampai juga kepada kita, menurut Hasan Al basri,ra : dahulu para
ulama salaf ketika mendatangi seseorang untuk belajar darinya, yang pertama
kali dilihat dulu adalah bagaimana shalatnya, bagaimana tingkah lakunya,
9. bagaimana sikap – sikapnya dalam menjalankan sunnah, setelah itu diambil
ilmu darinya.
2. Al Faham : Memahami, memahami ilmu dan meresapi kandungannya dan
dengan ini ilmu itu akan menetap dalam hati manusia dan tidak akan hilang.
Dan kedudukan memahami ini lebih utama daripada sekedar menghafal yang
tanpa paham.
3. Menghafalnya, untuk memperkuat menetapnya ilmu dalam hati. Disebutkan
oleh para ulama bahwa menghafal terdapat dua bentuk yakni :
Menghafal dalam dada, banyak dilakukan oleh ulama hadits jaman dulu,
akan tetapi terdapat yang lebih baik daripada ini yakni
Menghafal kemudian di tulis dengan sebaik - baiknya, hal ini lebih dipuji
oleh para ulama, karena hal ini dapat lebih menjamin terjaganya ilmu yang
telah kita pelajari. Terdapat ungkapan dari para ulama salaf : hafalan yang
ada di dalam hati itu bisa mengkhianati kita. Apalagi kalau sudah usia
bertambah menua berubah hafalannya, atau disibukkan dengan kesibukan
menjadi hakim kemudian lupa hafalannya. Seperti Imam Ahmad Bin
Hambal dan para ulama yang lainnya lebih mengutamakan seseorang yang
menyampaikan hadits nabi saw dari tulisan daripada sekedar hafalan karena
dikuatirkan banyak yang tertambah dan terkurang.
4. Menyampaikannnya, menyampaikanny apada umat, yang ini merupakan
tujuan dari mempelajari ilmu hadits saw, karena menyebarkan petunjuk beliau
saw berarti menjadi sumber tersebarnya kebaikan dikalangan umat ini.
Menyampaikannya dalam artian menyampaikannya secara lisan dan
mengamalkannya dalam diri kita, sunnah – sunnah yang kita ketahui, apalagi
itu merupakan sunnah yang asing dalam masyarakat. Maka orang yang
menyebarkannya, semangat mengamalkannya maka akan mendapatkan dua
pahala sekaligus. menurut syekh utsaimin : sunnah itu semakin dilupakan,
semakin di lalaikan, maka mengamalkan dan menyebarkannya adalah
semakin besar keutamaannya, karena orang yang melakukannya akan
mendapatkan keutamaan mengamalkan dan menyebarkan sunnah yang telah
dilupakan di kalangan mereka.
Kemudian dalam hadits diatas juga di isyaratkan bisa jadi orang yang membawa fikih
(sunnah, dengan artian tidak adak fikih kalau tidak bersumber dari hadits yang shahih
dari nabi saw, oleh karena itu tidak perlu mempelajari istinbath (kesimpulan) dari
sebuah hadits kalau kita belum menetapkan hadits itu shahih apa tidak, ini akan
menjadi sebuah kesalahan fatal dimana seseorang berdalil dan membangun sebuah
hukum akan tetapi hadistnya lemah) dari sunnah nabi saw dia akan menyebarkan
kepada orang yang lebih paham darinya. Ini manfaat istinbath (mengambil
kesimpulan) hukum, dan ini manfaat dari menyebarkan ilmu sunnah, ketika mungkin
dia tidak bisa menjelaskan maknanya secara luas maka bisa jadi orang lain bisa
menjelaskan maknanya secara lebih luas, maka akan didapatkan maslahat yang
semakin besar.
Ilmu Mustholah Hadits
Dijelaskan oleh para ulama adalah Ilmu tentang keadaan – keadaan/kaedah –
kaedah/patokan - patokan sanad (dalam hal periwayatan, yang berhubungan dengan
perawinya) dan matan (pengetahuan tentang makna, isi dan kandungannya) yang
10. dengannya orang mengenali keadaan sanad dan matan dari segi apakah dia diterima
shahih) atau ditolak (dhaif).
Ilmu yang mempelajari tentang kaedah – kaedah dan patokan – patokan untuk
menghukumi hadits, sanad dan matan hadits dari segi shahih atau tidaknya.
Oleh karena itu jika terdapat orang yang menjelaskan tentang hadits secara panjang
lebar akan tetapi tidak ada kesimpulan hukumnya, shahih atau dhaif, maka ini
dikatakan tidak mencapai tujuannya, tidak ada gunanya jika berbicara panjang lebar
akan tetapi tidak ada kesimpulan hukum.
Demikian juga termasuk kesalahan jika orang hanya mencantumkan hadits ini riwayat
imam ahmad, riwayat abu dawud akan tetapi tidak dijelaskan siapa ulama yang
menshahihkannya. Hal ini banyak terdapat di kalangan para penuntut ilmu dimana
mereka mencantumkan sebuah hadits, menjelaskan panjang lebar akan tetapi hadits
tersebut belum dihukumi keadaanya, sanad dan matannya apakah dia shahih atau
tidak.
Oleh karena itulah diantara manfaat dalam mempelajari ilmu mustholah hadits adalah,
Sedikit banyak mudah memahami penjelasan para ulama waktu menerangkan
masalah sanad, sebagian dari kita menganggap hal ini sepele, hal ini berpengaruh
terhadap membentuk keyakinan, membangun keyakinan suatu amalan yang
bersumber dari sunnah, berbeda pengaruhnya, orang yang faham ilmu mustholah,
memahami ilmu tentang sanad, dengan itu dia mampu melihat keadaan dari masing –
masing perawi, kekuatan perawi yang meriwayatkan hadits, apalagi mengetahui
bahwa perawi ini sangat kuat hafalannya, ketika dia mengetahui, membaca keterangan
kekuatan perawi, keutamaan perawi dalam sebuah hadits dan kemudian hadits
tersebut juga dishahihkan oleh para ulama, maka dia akan mendapatkan keyakinan
yang lebih dibandingkan dari orang yang tidak paham yang hanya mengetahui
kesimpulannya saja.
Yang dengan keyakinannya ini, yang lebih kuat ini, jelas amal yang dilakukannya
akan semakin tinggi kedudukannya dihadapan allah swt. oleh karena itu dijelaskan
oleh para ulama, seperti Ibnu Taimiyah, bahwa para ulama ahlul hadits terkadang
mereka bisa merasa yakin dengan kebenaran suatu hadits, yang itu tidak dirasakan
oleh orang yang selain mereka. Karena mereka mengenal dan kecermatan dan
kekuatan hafalan para perawi hadits tersebut, mereka membaca biographynya bahwa
ulama ini tidak pernah salah dalam meriwayatkan hadits, kemudian mengetahui persis
bahwasanya ulama ini adalah ulama yang sangat suka mengkritik bahkan orang –
orang yang salah misalnya, sehingga pengaruhnya jika terdapat suatu hadits yang
diriwayatkan oleh ulama tersebut akan semakin besar keyakinannya karena ulama ini
telah terkenal ketelitiannya maka dia tidak akan mungkin salah dalam masalah ini.
Seperi imam yahya bin ma’in, Beliau ahlus sunnah yang terkenal dijamannya yang
disebut oleh imam ahmad bahwasanya seolah – olah allah menciptakan beliau untuk
ilmu hadits, Imam yahya bin ma’in ini terkenal apabila beliau menghadiri majlis,
maka guru yang membacakan hadits akan gemetaran bahkan sampai jatuh bukunya,
dikarenakan orang yang datang ini (imam yahya bin ma’in) bukan hanya ingin
11. mendengar tapi juga ingin meneliti dan mengkritik apabila terdapat kesalahan
riwayat.
Beliau (imam yahya bin ma’in) pernah ingin membuktikan satu kesalahan riwayat,
yang diriwayatkan oleh hamad ibnu salamah (dia adalah perawi yang terpercaya
meskipun terdapat beberapa kesalahannya), dalam membuktikan kesalahan
periwayatan hamad ibnu salamah ini imam yahya bin ma’in mendatangi sekitar 17
murid dari hamad ibnu salamah, mendatangi denga berjalan kaki di kota – kota yang
berbeda – beda hanya ingin membuktikan siapa yang salah dalam hadits ini, dengan
cara membandingkan riwayat dari setiap muridnya, jika ke 17 muridnya ini sepakat
dalam periwayatan hadits ini, karena seorang periwayat hadits tidak akan mungkin
menambah atau mengurangi periwayatan hadits, karena pastinya mereka mengatakan
apa yang telah mereka dengar dari gurunya, apabila ke 17 muridnya itu sepakat dalam
kesalahan tersebut berarti kesalahan ada pada gurunya yaitu pada hamad ibnu
salamah, karena muridnya meriwayatkan dalam satu bentuk. Apabila terdapat
perselihan antara muridnya, sebagian meriwayatkan begini dan sebagian
meriwayatkan begitu maka kesalahan terdapat dari muridnya. Hany auntuk
membuktikan ini saja imam yahya bin ma’in rela untuk berjalan berbulan – bulan,.
Oleh karenanya orang yang paham tentang ilmu mustholah hadits, dia akan semakin
yakin bagaimana ilmu sunnah ini dijaga, kalau melihat bagaimana biography atau
kisah para imam – imam hadits rela meluangkan waktu khusus dan tenaga untuk
benar – benar menjaga ilmu sunnah ini dari segala macam bentuk – bentuk kerusakan
– kerusakan yang bisa masuk padanya sesuatu yang tidak bersumber dari ucapan nabi
saw.
Oleh karena itu syarat – syarat dalam masalah ini sangat berat, sebagaimana diketahui
para ulama yang meniliti derajat/ tingkatan para perawi itu dia mengumpulkan semua
riwayat – riwayat perawi itu, ketika seorang ulama ahli jarh wal takhdil ingin
mengkritik kelayakan riwayat seorang perawi, dia mengumpulkan riwayat – riwayat
perawi ini semuanya dan jalur – jalur periwayatannya, kemudian riwayatnya ini akan
dibandingkan dengan imam – imam yang terkenal, teliti dalam meneliti hadits yang
sejaman dengannya, nanti dalam periwayatan ini dia akan simpulkan kalau yang
mayoritas adalah benarnya maka orang ini yang diterima periwayatannya, semakin
banyak kesalahan maka periwayatannya dari seseorang perawi itu akan semakin
lemah dan akan ditinggalkan.
Dan untuk meneliti satu perawi saja dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk
mengumpulkan segala unsur dari periwayatannya, baik dari biography, personal
perawi maupun dari benar salahnya isi yang diriwayatkan (haditsnya). Kalau bukan
dari taufik allah swt maka ilmu sunnah itu tidak akan terjaga. Dikarenakan adanya
taufik dari allah swt maka para ahli hadits diberikan kemudahan olehNya sehingga
sunnah dapat tetap terjaga dan murni sampai dengan jaman sekarang hingga akhir
jaman.
Oleh karena itulah mempelajari ilmu mustholah hadits sangatlah bermanfaat, agar kita
mudah memahami perkataan dari para ulama.
Muqodimah Kitab Nukhbatul Fikar
12. Ilmu mustholah hadits telah sudah banyak ditulis oleh para ulama hadits, dari dulu
hingga sekarang, yang pertama kali menulis kitab tentang ilmu mustholah (istilah)
hadits (tentu belum lengkap, belum disusun dengan baik, belum disampaikan dengan
baik) yaitu imam ashobi abu Muhammad aroma harmizi, dalam kitabnya a muhaditsul
fatih baina rowi wal waidh, dalam satu jilid (kitab pertama kali kaedah hadits).
Kemudian imam al hakim (abu Abdullah abu asyaburi) penulis kitab al mustadrak,
imam al hakim menulis kitab mustholah dengan contoh – contoh dengan sanad,
inipun beliau belum menyusun dengan baik. Kemudian datang imam abu nua’im al
ashohani dengan kitabnya mustahraj, kemudian imam al khotib al Baghdadi dengan
kitabnya al kifayah fil ma’rifatin ushulil ar riwayah, yang dijadikan sebagai kitab
rujukan dalam permasalahan periwayatan hadist, kemudian datang imam – imam
yang lain namun tidak tersusun dengan baik.
Sehingga kemudian datang imam al hafidz abu amar ustman ibnu sholah, iamam yang
terkenal yang tinggal di wilayah syam, damaskus, suriah. Ketika beliau menjadi
pengajar di madrasah hadits di jamannya, yakni madrasah al asrofiyah. Mulailah
beliau menyusun dengan baik ilmu mustholah berdasar kitab – kitab dari ulama –
ulama hadits sebelum beliau yang dirangkum dengan bahasa yang lebih sederhana,
dan beliau sampaikan dengan imlah (didiktekan) kepada murid – muridnya yang
dikenal dengan moqodimmah ibnu sholah. Oleh karena kitab ini disusun dengan baik
dengan penyampaian yang baik maka kitab ini menjadi kitab rujukan dalam ilmu
mustholah hadits. Oleh karenanya kitab – kitab tentang ilmu mustholah selanjutnya
tidak luput pasti ada atau berhubungan dengan kitab dari ibnu sholah ini. Dab ibnu
sholah menjadi orang mempunyai jasa besar dalam menghimpun ilmu mustholah
hadits ini.
Demikian keterangan Ibnu hajar tentang kitab – kitab ilmu mustholah yang
sebenarnya telah telah banyak itu, akan tetapi ibnu hajar menyusun kitab ilmu
mustholah ini didasari dengan adanya seorang ikhwan (sahabat) memintanya untuk
membuat ringkasan dan pembahasan – pembahasan penting dari ilmu yang agung ini,
maka kemudian ibnu memenuhi permintaan tersebut, karena beliau berharap agar bisa
masuk kedalam jalannya para ulama hadits yang mereka menulis / yang memberikan
perhatian kepada ilmu yang agung ini.
Dalam kitabnya (ibnu hajar) Nukhbatul Nadhar (kitab penjelasan nukhbatul fikar)
menyatakan, kemudian aku berusaha bersungguh – sungguh dalam menjelaskan dan
mengarahkan makna kandungan yang terdapat di dalam ringkasan ini dan aku
mengingatkan tentang faedah – faedahnya yang tersembunyi karena penghuni rumah
itu lebih mengetahui isi dari rumahnya. Oleh karena itu dianjurkan untuk membaca
kitab syarah (penjelasan) nakbatuhl nadhar untuk memperoleh penjelasan yang lebih
mendalam tentang kitab nukbatul fikar.
Maka inilah sebab Ibnu Hajar ikut serta berupaya untuk menghidupkan sunnah saw
dengan menulis kitab nukhbatul fikar ini.
Hadits Mutawattir
Maka ibnu hajar katakan, dengan memohon pertolongan dan taufik kepada allah swt,
al khabar (istilah lain/sinonim dari hadits, ada yang membedakan antara khabar
13. dengan hadits, kalau hadits adalah yang berasal dari nabi saw, sedangkan khabar dari
sahabat (atsar sahabat, tibiin, tabiut tabiin), ada pula yang menyatakan khabar
mencakup semua yakni hadist dan atsar sahabat), al khabar/hadits itu jika ditinjau dari
segi bagaimana hadits itu sampai pada kita/ dari jalan – jalan/periwayatan hingga
sampai kepada kita terbagi dari beberapa bagian yaitu :
Hadits yang mempunyai furu (cabang) yakni hadist yang mempunyai jalan –
jalan/ jalur periwayatan yang berbeda (sanad) tanpa bisa dihitung dalam
jumlah tertentu/jalur periwayatan dalam jumlah yang banyak dan ini disebut
sebagai hadits mutawattir, yang mustahil bersepakat dalam kesalahan sehingga
mempunyai faedah ilmu yang harus diterima
Hadits yang memiliki batasan jumlah tertentu dalam
sanadnya/periwayatannya, ada yang berjumlah lebih dari dua sanad atau dua
sanad saja atau satu saja.
Maka yang pertama (hadits yang tidak terbatas jumlah periwayatannya) maka ini
disebut sebagai hadits yang mutawattir, memberi faedah ilmu yang yakin dengan
syarat – syaratnya. Jenis hadits mutawatir menurut para ulama memiliki syarat –
syarat tertentu yaitu:
Jumlah yang meriwayatkan sangat banyak jumlahnya yang mustahil mereka
bersepakat dalam kedustaan.
Jumlah tersebut harus ditemukan di setiap tingkatan sanad (periwayatan).
Sandaran periwayatannya panca indera, harus berupa berita yang didengar dan
disaksikan. Tidak boleh berdasar akal/tidak didengar dari rosul saw.
Memberikan faedah ilmu bagi yang mendengarnya.
Maka jika terdapat hadist yang memenuhi syarat – syarat ini merupakan hadist yang
mutawatir, artinya hadist yang sudah tidak perlu diteliti lagi, dibahas lagi dan harus
serta merta diterima yang jelas – jelas memberikan pengertian yang yakin.
Contoh hadits mutawattir : “barang siapa yang berdusta atas namaku (nabi saw)
dengan sengaja, maka hendaknya ia mempersiapkan tempat duduknya di api neraka”
Akan tetapi dalam mengambil sebuah faedah ilmu tidak harus atau perlu hanya
bersandar pada hadist mutawattir, akan tetapi pada hadits yang ahadpun (hadits yang
diriwayatkan secara menyendiri) apabila telah diteliti (perawi telah terbukti terpercaya
dan diyakini dari nabi saw) dan telah dihukumi (dishahihkan/didhaifkan) oleh para
ulama hadits maka kitapun perlu dalam untuk yakin pula dan mengambil faedah ilmu
dari hadits tersebut.
Karena sunnah – sunnah yang telah terbukti benar maka hadits itu juga termasuk
dalam hadits yang dijamin dijaga oleh allah swt, mencakup dalam firman allah swt :
Inna nahnu najalna dzkiro wa inna lahu al afidun , sesungguhnya kamiLah yang
menrurunkan Al Quran dan kamiLah yang menjaganya.
Imam ibnu mubarak tentang hadits – hadits palsu yang beredar di masyarakat,
mengatakan : Para ulama kritikus hadist dihidupkan oleh allah swt untuk
membersihkan hadits – hadist dusta tersebut. (kemudian menyebutkan firman allah
diatas).
Al Quran terjaga sekaligus dalam lafaz dan makna, apabila hanya terjaga salah
satunya saja, lafaz atau maknaya saja maka penjagaan itu tidak lah sempurna dan akan
14. menjadi sulit dalam mengamalkannya (orang akan mengamalkan dengan
kemauannya), Allah swt menjaga Al Quran secara sempurna sampai akhir jaman lafaz
dan maknanya (isi kandungannya), oleh karena itu ketika makna – makna dari Al
Quran itu terjaga, maka sunnah – sunnah nabi saw menjadi terjaga dikarenakan
sunnah / hadits nabi saw diturunkan untuk menjelaskan makna isi kandungan dari Al
Quran yang agung, sebagaimana firman allah swt :
Dan kami turunkan peringatan a dzkir (al quran) (kepada rosulullah saw), supaya
kamu terangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.
Maka penjagaan terhadap Al Quran tidaklah sempurna jika sunnah/hadits yang
merupakan penjelas Al Quran tidak dijaga. karena penjagaan Al Quran berarti
penjagaan terhadap lafaz dan maknanya.
Oleh karena Imam Ahmad Bin Hambal dalam kitab Ushulu Sunnah, mengatakan:
(dalam menjelaskan ushulul sunnah) pokok – pokok atau landasan – landasan sunnah
menurut kami diantaranya adalah dan bahwasanya sunnah itu dialah yang
menafrsirkan menjelaskan makna – makna Al Quran dan sunnah nabi saw adalah
dalil – dalil atau argumentasi yang menunjukkan makna Al Quran.
Terdapat perkataan dari Ibnu taimiyah dalam kitab majmu fatawa : Oleh karena itu
kita dapati para ulama ahlul hadits, para kritikus hadits yang benar – benar
mendalami ilmu ini, mereka terkadang mendapatkan keyakinan yang sempurna dalam
hadits – hadits tertentu, meskipun ulama – ulama lainnya mungkin saja tidak
menyangka benarnya hadits tersebut apalagi mengetahui bahwa hadits tersebut pada
sebenarnya adalah hadits yang shahih dari nabi saw.
Dasar dari pemahaman ini dalam mengambil faedah ilmu dalam suatu hadits
terkadang timbul keyakinan dikarenakan dari banyaknya yang meriwayatkan (dari
periwayat – periwayat yang terpercaya) atau dari sifat orang yang
menceritakan/memberikan khabar/meriwayatkan, sifat seseorang yang sudah terkenal
dalam ketelitian/keterpercayaan.
Contoh hadits dalam menggerak – gerakkan jari dalam tahiyat , yang diriwayatkan
oleh imam zaidah ibnu kudamah, imam zaidah ibnu kudamah disebutkan dalam
biographynya bahwa beliau tidak akan menulis suatu hadits kecuali hadits itu sudah
diulang didengarnya setelah tiga kali.
Seperti dikatakan oleh imam ahmad bin hambal : ada empat orang yang sangat teliti
dalam menulis hadits yaitu sufyan at tsauri, su’bah ibnul hajaj, zaidah ibnu kudamah
dan zuhair ibnu muawiyah.
Oleh karena itu jika terdapat suatu hadits yang diriwayatkan oleh ulama diatas, yang
sudah dipahami (dalam biographynya) ketelitian dan keterpercayaannya, meskipun
dalam meriwayatkannya menyendiri, kita dapat meyakini keshahihan riwayatnya.
Kecuali jika terdapat perselisihan diantara keempat periwayat tsb seperti pada hadits
menggerakan jari diatas haruslah ada penilitian kembali.
Oleh karenanya terkadang manusia menjadi yakin akan suatu hadits karena dia
mengetahui persis(tentang biography, ketelitian,kepercayaan) siapa periwayat yang
menyampaikan hadits tersebut.
15. Keterpercayaan atas periwayat hadist terkadang juga di pengaruhi oleh faktor cara
menyampaikannya, ketika seseorang menyampaikan sebuah hadist dengan cara
berkata ‘demi allah, aku mendengarnya langsung dengan telingaku dan memahaminya
dengan hatiku’, dengan seseorang yang cara menyampaikannya mengunakan
perkataan,’aku mendengar sifulan mengatakan begini dan begitu’, hal ini akan
menjadi berbeda penekanannya.
Juga tergantung dari kemampuan seorang periwayat dalam menerima berita, cara
menyampaikan berita dan isi kandungan dari berita. Jika didukung oleh berita – berita
yang lain maka akan menambah unsur yakin bagi orang yang telah memahami sebuah
hadits.
Oleh karenanya kelebihan/manfaat dari orang yang mendalami ilmu hadits/sunnah
maka keyakinannya atas sebuah hadist menjadi lebih mantap dibandingkan dengan
yang selainnya.
Demikian halnya bagi orang yang memahami alquran, memahami asma wa sifat,
tauhid, akan menjadi lebih yakin dibandingkan orang yang tidak memahaminya.
Demikian Allah swt memberikan petunjuk kepada orang – orang yang
dikehendakiNya.
Dengan mengetahui syarat – syarat hadits mutawatir diatas maka dikatakan, adalah
hadist yang mutawatir yang memberi faedah ilmu yang yakin. Yang disebut Ilmu
dhoruri, ilmu yang orang itu dipaksa untuk menerimanya tidak perlu lagi dia untuk
berdalil. Ilmu tersebut telah memberikan ilmu yang yakin dengan syarat- syaratnya.
Khabar/hadist yang diriwayatkan dengan oleh perawi tertentu dengan jumlah
yang dapat dibatasi atau jumlah mereka lebih dari dua orang perawi (minimal
tiga perawi), yang jumlah tersebut ada di dalam setiap tingkatan (tobaqo) sanad
dan belum mencapai derajat mutawatir yang biasa disebut sebagai hadits yang
masyhur (popular/terkenal) atau disebutkan oleh ulama lain sebagai hadist yang
mustaqib.
Misalkan hadits ini pertama kali diriwayatkan oleh tiga orang sahabat, kemudian
dilanjutkan minimal oleh tiga tabiin, , kemudian dilanjutkan minimal oleh tiga tabiut
tabiin, dan seterusnya sampai pada akhir yang meriwayatkan hadits tersebut.
Demikianlah yang disebut sebagai hadits yang masyhur, kalo periwayatnya kurang
dari itu maka bukan disebut sebagi hadits yang masyhur, jika periwayatnya hanya satu
maka disebut hadits yang gharib.
Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi, yang disebut sebagai hadits al
azizu (kuat/izah:sedikit), kuat karena di riwayatkan dengan dua jalur, hadist
yang jarang ditemui/sedikit jumlahnya karena diriwayatkan hanya oleh dua
jalur.
Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi, kemudian naik keatas dari dua
orang perawi, sampai kepada dua orang sahabat nabi saw.
16. Akan tetapi oleh ibnu hajar dikatakan, bukanlah hadits yang diriwayatkan oleh dua
orang ini dijadikan sebagai syarat untuk menjadikan hadits menjadi shahih.
Karena meskipun diriwayatkan oleh seorang perawipun apabila dapat dipercaya
periwayatannya, maka ini juga dapat dikatakan sebagai hadits yang shahih.
Oleh karenanya pemberian istilah – istilah hadist tersebut bertujuan hanya untuk
membedakan hadist bukan untuk menentukan derajat keshahihan atau kedhaifan
hadist atau menghukumi derajat hadist. Jika setelah ada peneelitian,penggabungan
dan perbandingan akan sebuah hadist yang dapat mencerminkan derajat hadist maka
istilah penamaan hadist itu dapat berubah.
Al Gharibu, Hadist yang diriwayatkan oleh seorang perawi saja dimanapun
terjadi kesendiriannya, baik diawal, ditengah atau diakhir tingkatan sanad
periwayatannya.
Contoh hadits inamal a’malu bin niat, segala perbuatan itu berdasar kan niat,
diriwayatkan oleh umar bin khatab ra, secara menyendiri, kemudian diriwayatkan
oleh al qamah ra, menyendiri, kemudian dilanjutkan oleh perawi selanjutnya secara
menyendiri, sampai seterusnya sampai kemudian diriwayatkan oleh banyak oleh para
ulama hadits.
Oleh karena meskipun di akhir sanad hadist diatas diriwayatkan oleh banyak ulama
hadist akan tetapi sanad yang diatas diriwayatkan secara menyendiri maka inilah yang
disebut sebagai hadist yang gharib, terdapat perawi yang menyendiri pada tingkatan
sanadnya.
Selanjutnya,
Tiga istilah hadist diatas yakni masyhur (hadist yang diriwayatkan oleh banyak
orang/popular), aziz (hadist yang diriwayatkan oleh dua orang), dan gharib (hadist
yang diriwayatkan /pada sanadnya terdapat perawi yang menyendiri dalam
meriwayatkannya), inilah yang disebut sebagai hadist Ahad.
Maka dari uraian diatas, isitilah hadist dapat dibagi menjadi ;
Hadits Mutawattir
Hadist Ahad :
1.Masyhur
2.Aziz
3.Gharib
Catatan pada sesi Tanya jawab.
1.
Istilah – isitilah hadist tersebut hanya untuk mengindikasikan bahwa istilah – isitlah
tersebutlah yang banyak dipakai oleh para ulama dalam menyebutkan hadist,
sedangkan tujuan ilmu mustholah hadist sendiri adalah untuk menghukumi derajat
suatu hadist (shahih dan dhaifnya), oleh karena itu istilah – istilah tersebut bisa jadi
tidak berpengaruh atau bisa berubah ketika sudah terdapat penelitian pada suatu
hadist.
17. Hadist muttawatir terdiri dari hadits yang mutawatir lafaznya dan hadits yang
mutawatir maknanya.
Hadist mutawatir lafaznya hadist yang lafaznya banyak diriwayatkan oleh banyak
ulama yang sama persis lafaznya, sedangkan hadist yang mutawatir maknanya hadist
yang berbeda lafaznya tapi maknanya sama dan banyak hadits yang diriwayatkan oleh
banyak ulama, seperti pada hadist mengangkat tangan pada saat berdoa, berbeda lafaz
tapi secara makna para ulama banyak meriwayatkannya, sehingga dapat disimpulkan
di sunnahkan untuk mengangkat tangan pada saat berdoa.
2.
Hadits mutawatir yang dengan syaratnya tidak terbatas jumlah perawi yang
meriwayatkan, jika syarat mutawatir terpenuhi dan banyak perawi yang
meriwayatkannya maka menjadi mutawatir, apabila banyak perawi yang
meriwayatkan akan tetapi syarat mutawatir tidak terpenuhi bisa jadi hadist tersebut
turun menjadi hadist masyhur.
3.
Hadist masyhur hadist yang diriwayatkan oleh perawi dengan jumlah minimal tiga
orang akan tetapi padanya tidak terdapat adanya syarat – syarat hadist mutawatir.
Oleh karenanya para ulama mengatakan hadist mutawatir itu masyhur, akan tetapi
hadist masyhur tidak selalu hadist mutawattir.
4.
Sanad terdiri dari perawi – perawi (rangkaian perawi), perawi adalah orang yang
meriwayatkannya.
5.
Tahqiq : mengungkapkan kebenaran pada suatu kitab dengan cara membandingkan
dengan kitab/manuskrip dari kitab ulama yang lain, jika diperlukan penjelasan maka
dijelaskan dan diuraikan, jika terdapat permasalahan yang perlu diluruskan maka
diluruskannya. Bersifat Umum, dalam semua bidang ilmu.
Tahrij : Upaya untuk menghukumi atau memberikan derajat hadist pada sebuah kitab
hadist. Khusus pada ilmu hadist.
Ketahuilah Sesungguhnya barang dagangan allah swt itu mahal, dan ketahuilah
sesungguhnya barang dagangan allah swt itu adalah surga, kata nabi saw.
Dari Ibnu abi hatim.rh, yang semakna dengan ucapanya dari yahya ibu abi katsir.rh,
Ilmu tidak akan dicapai dengan bersantai – santai/menyenang – nyenangkan badan.
Maka dalam memahami, mempelajri sunnah haruslah dengan tekad dan semangat
yang tinggi. Dimana allah swt memberikan hidayah berdasar atas kesungguhan
seseorang untuk mendapatkan hidayah tersebut. Seperti dalam firmannya :
Dan orang – orang yang bersungguh – sungguh dijalan kami, mereka itulah yang
kami berikan hidayah kepada mereka untuk menempuh jalan – jalan kami.
18. Dijelaskan oleh ibnu qoyyim.rh, dalam ayat tersebut allah mengandengkan hidayah
dariNya dengan kesungguhan manusia, maka orang yang paling sempurna
mendapatkan hidayah dari allah swt adalah orang yang paling besar
kesungguhannya.
Seorang penyair menyatakan : Katakanlah kepada orang – orang yang menginginkan
perkara – perkara yang tinggi (selera tinggi/selera surga), tanpa kesungguhan
berarti kamu mengharapkan sesuatu yang mustahil untuk didapatkan.sesuai dengan
kesungguhan dengan itulah didapatkan perkara – perkara yang tinggi. Barangsiapa
yang menginginkan perkara – perkara yang tinggi maka dia akan begadang di malam
hari,untuk bersungguh – sungguh belajar dan menuntut ilmu.apakah kamu
mengingnkan kemuliaan sementara kamu tidur panjang dimalam hari?Sementara
orang yang menginginkan sebuah mutiara saja dia harus menyelam sampai kedasar
laut yang terdalam.
Imam Syafi’I rh, mengatakan tidaklah pantas orang yang menuntut ilmu kecuali
orang – orang yang telah siap untuk bangkrut. Siap mencurahkan waktunya untuk
menuntut ilmu dan resikonya adalah meninggalkan perkara – perkara yang lain.
Kata para ulama, ilmu itu kalau kamu memberikan semua yang ada pada dirimu
untuknya, maka dia tidak akan memberikan kepadamu kecuali setengah darinya.
Bagaimana kalau kita memberikan waktu atau yang ada pada diri kita hanya setengah,
maka tidak ada manfaat yang akan kita dapatkan dari ilmu tersebut.
Oleh karenanya ilmu sunnah itu mulia, untuk mempelajarinya dibutuhkan orang –
orang yang mulia.
Selanjutnya …
Muqolafah : Perselisihan antar para perawi.
Jika terdapat seorang perawi yang menambah, (baik tambahan dari segi sanad maupun
matan) dan kedudukan perawi tersebut terpercaya (bisa menyendiri dalam
meriwayatkan) maka tambahan tersebut bisa diterima dan dijadikan sebagai hadist
tersendiri, dengan syarat tidak bertentangan dengan riwayat atau orang yang lebih
tsiqah (terpercaya) darinya.
Jika terdapat ziadah (tambahan) dari seorang perawi yang terpercaya dan bertentangan
dengan riwayat lain dari periwayat yang tsiqah pula maka disinilah fungsi dari
seseorang yang mendalami ilmu hadist untuk menyelasaikan permasalahan tersebut,
karena dari pertentangan tersebut sudah ada bukti diketahui ada masalah dalam hadits
tersebut.
Jika terdapat ziadah (tambahan) dari perawi yang lemah (atau dibawah tsiqah) atau
dari perawi yang syaduq (perawi dari hadist hasan, yang terpenuhi syarat – syarat
sebagai perawi tsiqah akan tetapi terdapat sedikit kekurangan pada kecermatan
hafalannya) atau perawi yang tidak bisa menyendiri dalam meriwayatkan diperlukan
dukungan dari perawi – perawi lain dan bila dia memberikan tambahan maka
hadistnya tidak bisa diterima bahkan hadist asalanya saja tidak diterima apalagi kalau
dia memberikan tambahan dan yang lainnya tidak menyebutkan.
19. Jika ziadah (tambahan) dari perawi hadist yang tsiqah, maka tambahannya dibagi
menjadi tiga bagian :
1.Ziadah (tambahan) yang tidak bertentangan dengan tambahan riwayat yang lain,
tambahan itu hanya sebagai penjelas tidak ada pertentangan sama sekali. Jika dia
mengeluarkan lafaz yang umum kemudian dia menambahkan untuk menjelaskan
lafaz yang umum tadi, maka tambahan itu dijadikan sebagai riwayat tersendiri dan
tidak menjadi masalah. Dalam hal ini maka tambahan itu diterima.
2.Ziadah (tambahan) yang jelas – jelas bertentangan. Jika mengambil tambahan ini
maka kita akan mengugurkan riwayat – riwayat yang lain, dan ini tidak mungkin
diterima dari salah satu yang lainnya. Maka tambahan ini ditolak apabila telah jelas
– jelas bertentangan dengan riwayat yang lain yang lebih kuat ke tsiqahannya atau
yang lebih banyak jumlahnya.
3.Ziadah (tambahan) tambahan diantara kedua hal tersebut diatas, tambahan yang
dilihat terdapat bertentangan atau terkadang tidak bertentangan. Dalam hal inilah
yang banyak atau sering terjadi perselisihan.
Maka jika terjadi tambahan yang kemudian diselisihi atau di tentang dengan riwayat
yang lebih rojih (benar), Jika terdapat dua perawi yang bertentangan, akan tetapi salah
satunya lebih tinggi kedudukannya / kestiqahannya atau didukung oleh jumlah yang
lebih banyak oleh riwayat yang serupa, maka yang kedudukan dan jumlah yang lebih
banyak itulah yang lebih bisa dianggap lebih rojih, maka riwayat yang lebih rojih
inilah yang disebut sebagai al mahzfud (yang terpelihara), dan sebalinya riwayat yang
lemah (marju) itu dinamakan sebagai al syad (riwayat yang nyeleneh).
Hadits Syad artinya adalah riwayat dari seorang perawi yang riwayatnya diterima
tetapi menyelisih riwayat lain dari perawi lain yang lebih tinggi kedudukannya atau
riwayat yang lebih kuat darinya.
Contoh hadits syad, hadist Ibnu Abbas,ra :
Ada seorang sahabat yang meninggal di masa nabi.saw, dan beliau tidak
meninggalkan seorang pewaris selain kecuali seorang budak yang telah
dimerdekakannya, diriwayatkan dari imam sofyan ibnu uyainah.rh (seorang imam
besar), dari amr ibnu dinar,rh (seorang imam besar), dari auzajah.ra (tabiin yang
terkenal), dari ibnu abass ra. dari nabi.saw.
Kemudian hadits diatas diselisihi dengan hadits dengan sanad yang juga terpercaya
dan kuat, yakni dari hamad ibnu zaid.rh (seorang perawi yang terkenal) dan
dikeluarkan haditsnya oleh bukhari dan muslim, dia meriwayatkan hadits ini dari amr
ibnu dinar.rh, dari auzajah ra, tapi dia tidak menyebutkan ibnu abbas,ra. jadi ada
yang terputus sanadnya dia langsung menyebutkan langsung ke nabi.saw.
Bagaimana cara menghukumi kondisi dari kedua hadits tersebut diatas? Maka
disinilah peran seorang ahli hadits untuk menelusuri jalan – jalan yang benar dari
kedua hadits tersebut untuk memecahkan masalah dari kedua hadits tersebut.
Sehingga kemudian ditemukan jalan lain dalam sunan abu dawud dan sunan al
baihaqi riwayat dari perawi lain yang terpercaya yaitu abdul malik ibnu abdul azis
ibnu juraijh.rh, beliau meriwayatkan hadist diatas dengan sanad yang bersambung
seperti yang diriwayatkan oleh sofyan ibnu uyainah.rh, beliau menyebutkan ibnu
abbas.ra dari nabi,saw, maka dalam hal ini kita menguatkan riwayat dari Sofyan ibnu
iyainah.rh, dan riwayat dari hamad ibnu zaid.rh meskipun dia terpercaya dikatakan
sebagai hadits syad karena menyelisihi riwayat dari perawi yang lebih terpercaya dan
lebih banyak.
20. Sehingga Imam Ibnu Hatim Ar Rozi.rh, dalam kitabnya Ilalul hadits yang ditulis oleh
putranya abdurahman ibnu hatim ar rozi, beliau mengatakan, yang terpelihara, yang
terpercaya dalam hadits ini adalah riwayatnya imam ibnu uyainah.rh, dan riwayat
dari hamad ibnu zaid.rh adalah syad.
Contoh hadist menggerak – gerakkan jari pada tasyahud.
diriwayatkan oleh sahabat yakni wail ibnu khujar.ra, diterangkan secara umum dan
terperinci tentang tata cara sholat nabi saw, kemudian diriwayatkan oleh tabiin yang
syaduq, jadi tidak bermasalah, hasan,khulaiz ibnu shihab.ra, kemudian di lanjutkan
diriwayatkan oleh putra khulaiz yakni athim ibnu khulaiz.ra (syaduq/hasan derajat
haditsnya), setelah itu periwayatan hadits ini terpencar kepada lebih dari 10 perawi,
ada yang mengatakan 11, 12 perawi.
Perawi – perawi yang meriwayatkan hadits ini adalah perawi – perawi terkenal
diantaranya imam ahlul sunnah seperti sofyan ibnu uyainah.rh, sukbah ibnu hajah.rh,
sufyan at tsauri.rh, suhair ibnu muawiyah.rh, termasuk zaidah ibnu kudamah.rh, dan
lainnya yang tidak bermasalah.
Yang menjadi masalah kemudian adalah ketika nabi saw melakukan tasyahud, semua
perawi menyebutkan dengan lafaz yang mirip dan semua bisa diterima dan tidak
bermasalah, ada yang mengatakan rosulullah saw mengisyaratkan dengan jari telunjuk
beliau, ada yang mengatakan beliau saw mengangkat jari telunjuknya, ada yang
mengatakan menunjuk dan kurang lebih semuanya demikian dan kurang lebihnya
sama, tidak ada keterangan lebih dari pada itu.
Akan tetapi pada riwayat zaidah ibnu kudamah.rh, beliau menambah pada lafaznya,
bahwa terdapat tambahan pada riwayat wail ibnu khujar.ra mengatakan aku melihat
rosulullah saw mengerak – gerakkan jari beliau saw, berdoa dengannya. Dari sinilah
timbul masalah, tambahan ini akan dihukumi dengan tambahan jenis yang mana?
Apakah tambahan yang pertama yang tidak bertentangan sehingga harus diterima,
atau yang kedua yang bertentangan dengan riwayat asal sehingga harus ditolak, atau
dengan yang tambahan ketiga, kalau yang ketiga jelas ini harus dkuatkan dengan
pendukung yang ada dan secara dhahir, secara bahasa kata – kata menggerakkan dan
mengisyaratkan tidak bertentangan, jadi ini termasuk bentuk tambahan yang
diperselisihkan dalam bentuk yang ketiga. Tambahan yang ditinjau dari satu sisi tidak
bertentangan dan dari satu sisi yang lain terdapat pertentangan.
Artinya jika dipertanyakan kenapa perawi yang lain tidak menyebutkan sedangkan
zaidah ibnu kudamah,rh menyebutkan? Ini merupakan pertentangan. Jika dari segi
bahasa kata – kata mengisyaratkan dan menggerakan tidak masalah maka ini tidak
bertentangan, oleh karena itu ini termasuk ke dalam masalah tambahan yang ketiga,
tambahan yang dilihat terdapat bertentangan atau terkadang tidak bertentangan.
Maka oleh karena itu dibutuhkan penguat,qorinah atau indikasi yang dapat
menguatkan salah satu dari keduanya.
Oleh karenanya hadits ini oleh syekh muqbil.rh digolongkan sebagai hadits yang
syad, bahkan beliau mengatakan : kalau hadits ini bukan hadits yang nyeleneh, hadits
21. yang syad, maka aku tidak tahu mana lagi hadits yang syad. Artinya beliau benar –
benar yakin bahwa ini adalah hadits yang syad.
Akan tetapi permasalahannya, para ulama terdahulu, tidak ada yang menghukumi
secara tegas hadits ini sebagai hadits yang syad.
Terdapat sebagian dari ulama terdahulu, diantaranya yakni al baihaqi atau ibnu
kuzaimah.rh, yang mengisyaratkan lafaz yang dipahami ini mengandung perawi yang
menyendiri yaitu zaidah ibnu kudamah.rh. akan tetapi perkataan menyendiri tersebut
tidaklah menjadi masalah, akan tetapi masalahnya menyendiri ini harus diterima atau
ditolak?terjadi perselisihan yang kuat.
Adapun pendapat yang dipilih oleh syekh Muhammad nashirudin albani,rh, beliau
mengatakan bahwa tambahan ini termasuk tambahan yang diterima, dengan berbagai
qorinah (penguat).
Beliau membuktikan tambahan secara akal, secara bahasa/kata-kata tidak
bertentangan dengan riwayat asal, karena menggerakkan dengan mengisyaratkan
dengan mengangkat jari telunjuk tidak bertentangan sama sekali. Bahkan beliau
membawakan riwayat – riwayat hadits yang berkaitan dengan kata menggerakan yang
disitu nabi saw menyebutkan kata menggerakkan, dan juga dari segi bahasa beliau
membawakan perkataan – perkataan dari ulama ahli bahasa, dari kamus – kamus
bahasa yang terkenal yang menunnjukkan menggerakkan dan mengisyaratkan tidak
bertentangan sama sekali secara bahasa, bahkan keduanya bisa digabungkan.
Dari segi perawinya, beliau menjelaskan bahwa zaidah ibnu kudamah.rh, bukan
perawi tsiqah (terpercaya) yang biasa, beliau adalah seorang perawi yang terkenal
ketelitiannya, oleh karenanya perawi yang seperti ini sulit untuk disalahkan
riwayatnya. Ibnu hibban,rh, menyatakan dalam kitabnya bahwa ibnu kudamah.rh
tidak akan menulis hadits sebelum dia benar – benar mendengarnya sampai tiga kali.
Ditambah lagi dengan guru zaidah ibnu kudamah.rh, yakni aziq ibnu khulaiz.rh,
perawi ini disebutkan dalam biographynya bahwa beliau terkadang meriwayatkan
hadist dengan makna, dan beliau suka meringkas hadits dan meriwayatkan dengan
makna. Maka dapat dipahami dalam hal ini bahwa periwayatan yang disampaikan
kepada murid – muridnya disampaikan dengan makna, jadi sangat sedikit sekali untuk
terjadinya pertentangan dalam pemahaman, ada yang disampaikan dengan
mengisyaratkan, ada yang disampaikan dengan menggerakkan, disampaikan dengan
mengangkat tangan dan ini tidak bertentangan.
Demikian qorinah – qorinah yang menguatkan yang disampaikan oleh syekh albani,
yang menguatkan bahwa riwayat tambahan ini bisa diterima. Sehingga yang
dimaksud pada riwayat – riwayat lain seperti mengisyaratkan, mengangkat
telunjuk,menunjuk dengan telunjuk adalah menggerak – gerakannya. Untuk
riwayatnya wail ibnu hujar.ra (riwayat diatas)
Memang terdapat riwayat dari perawi – perawi lain seperti riwayat dari muhammad
ibnu ajlan.rh yang menyatakan rosulullah saw tidak menggerakan jarinya. Akan tetapi
untuk riwayat ini yang diriwayatkan dari sahabat zubair ibnu awwam.ra, dia
menyelisih perawi yang lebih tsiqah dan bermasalah dalam hafalannya, maka hal ini
22. seperti yang disepakati oleh para ulama sebagai tambahan hadits yang syad.(hadits
tambahan tidak menggerakan).
Akan tetapi banyak sahabat selain uwail in khujar.ra yang meriwayatkan tentang tata
cara shalat nabi saw, ada yang meriwayatkan dengan mengisyaratkan, mengangkat
telunjuk, tidak menggerakan, menggerakan, maka insya allah,
menggabungkan/mengkompromikan hadits – hadits tersebut lah yang insya allah
diterima.
Seperti pendapatnya al qurthubi.rh, syekh bin bazzrh, yang menyatakan bahwa
terkadang nabi saw menggerak – gerakkan dan terkadang tidak menggerak – gerakkan
karena semuanya telah diriwayatkan dari hadits yang shahih.
Selanjutnya ..
Hadits Ma’ruf (hadits yang dikenal) dan Hadits Mungkar.
Jika terjadi perselisihan bersama (perawi yang tsiqah/terpercaya) dengan perawi yang
lemah, perawi yang mempunyai derajat tidak diterima riwayatnya, maka riwayat yang
lebih kuat dikatakan sebagai hadits yang ma’ruf/hadits yang dikenal, dan riwayat yang
lainnya dikatakan sebagai riwayat yang mungkar (hadits mungkar).
Contoh hadits yang mungkar.
Dari nabi saw, dari ibnu abbas.ra : barangsiapa yang mendirikan shalat, menunaikan
zakat, melaksanakan haji di baitullah, berpuasa dan memuliakan tamu maka dia
masuk kedalam surga. Hadits ini diriwayatkan oleh ubaid ibnu hadits.rh, perawi yang
terdapat masalah dalam kedudukannya, dia adalah perawi yang lemah, diriwayatkan
dari abu ishaq,rh, dari al izar ibnu zuraiq,rh, dari ibnu abbas,ra, dari nabi saw secara
marfu (disandarkan pada nabi saw).
Sementara perawi yang lain yang lebih tsiqah dan banyak jumlahnya, meriwayatkan
hadits ini dari abu ishaq,rh, dari al izar ibnu zuraiq,rh, dari ibnu abbas,ra, secara
mauquf (hanya sampai pada sahabat/perkataan/ucapan dari ibnu abbas.ra.)
Sehingga imam ibnu hatim ar rozi.rh, mengatakan didukung oleh anaknya dalam kitab
illalu hadits, ini adalah riwayat yang mungkar, karena perawi – perawi lain yang
terpercaya meriwayatkannya dari abu ishaq.rh secara mauquf, yakni dari ucapannya
ibnu abbas.ra, dan inilah riwayat yang ma’ruf.
Maka tambahan memuliakan tamu dalam riwayat diatas, dimana perawi mengatakan
dari nabi saw, ini tidak dapat diterima karena diriwayatkan dan ditambahkan dari
perawi yang lemah.
Mungkarun hadits adalah perawi yang lemah tetapi suka meriwayatkan riwayat -
riwayat yang menyelisihi perawi yang lain, atau fihi manangkir/pada dirinya terdapat
riwayat – riwayat yang mungkar, artinya dia suka menyelisihi perawi - perawi yang
lain yang lebih terpercaya darinya.
Mutabi’ (Mutabaah)
23. Dan hadist yang gharib (riwayat yang diriwayatkan oleh satu perawi) yang kemudian
terdapat riwayat yang lain yang mendukungnya/atau diriwayatkan oleh perawi yang
lain denga jalur yang sama yang berujung pada satu sahabat maka disebut
mutabi’.(mutabaah/pendukung dari jalur yang sama/dari sahabat yang sama)
Mutabaah dibagi 2 yakni
1. Mutabaah tsamah (mutabaah yang sempurna), jika didukung oleh perawi yang
setingkat/seangkatan yang sama – sama di riwayatkan dari gurunya.
2. Mutabaah al kafiro (mutabaah yang kurang), jika diriwayatkan dengan perawi
diatasnya atau tidak setingkat.
Akan tetapi pembagian tersebut tidak berpengaruh karena keduanya sama – sama
riwayat yang dikuatkan oleh riwayat pendukung. Dengan syarat mutabaah dari perawi
yang terpercaya, jika dari perawi yang lemah maka dianggap eriwayatan itu tidak ada
nilainya.
Contoh riwayat mutabaah.
Imam syafii,rh meriwayatkan dalam kitabnya Al Umm, dengan sanadnya dari imam
malik,rh, dari Abdullah ibnu dinar,ra, dari ibnu umar.ra, bahwasanya nabi saw
bersabda : satu bulan itu adalah 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai
kalian melihat hilal (bulan sabit), dan janganlah kalian berbuka (idul fitri) sampai
kalian melihat hilal (bulan sabit), kalau ditutupi awan (mendung) maka
sempurnakanlah jumlah bulan tersebut menjadi 30 hari.
Pada awalnya hadits tersebut diatas dianggap sebagai hadits yang gharib (yang
menyendiri) karena imam syafi’I.rh meriwayatkan dari imam malik,rh. Dan karena
murid – murid imam malik.rh yang lainnya meriwayatkan dari imam mailik.rh dengan
lafaz : kalau kalian ditutupi dengan awan maka uqdhurullah.
Kata uqdurullah secara bahasa terdaapt dua pengertian, bisa diartikan hitunglah,
artinya genapkanlah menjadi 30, bisa juga semakna dengan firman allah swt,
barangsiapa yang dipersempit rezekinya, artinya dipersempit, jadi kata uqduru
diartikan persempitlah menjadi 29 hari.
Dari situlah maka lafaz hadits tersebut dianggap tidak sama dengan lafaz hadits yang
diriwayatkan dengan lafaz imam syafi’i.rh, oleh karenanya riwayat imam syafi’I rh
dianggap riwayat yang gharib, bertentangan dengan lafaz murid – murid imam
malik.ra yang lainnya.
Akan tetapi setelah di teliti lebih lanjut didapatkan bahwa imam syafi;I rh, tidak
menyendiri, baik dari segi sanad dan kemudian dengan adanya pendukung/penguat ini
maka didapati bahwasanya makna uqdurullah itu adalah menghitungnya dengan
menggenapkannya menjadi 30 hari sehingga berkesusaian dengan riwayat – riwayat
yang lain.
Imam syafi’I,rh didapati diikuti dalam meriwayatkan hadits diatas dari imam malik.rh
dengan lafaz yang sama yaitu oleh dari riwayatnya Abdullah ibnu maslamah al
qo’nabi.rh, seorang perawi yang sangat terpercaya dalam meriwayatkan hadits dari
nabi saw. Hadits beliau diriwayatkan dalam shahih bukhari, dari imam malik.rh
dengan lafaz yang sama seperti lafaz hadist dari imam syafi’i.rh. Inilah contoh
24. mutabaah yang sempurna (karena diriwayatkan dari perawi yang setingkat dan dari
guru yang sama yaitu dari mam malik.rh)
Sedangkan mutabaah tidak sempurna (diriwayatkan/diikuti oleh perawi yang
diatasnya) contohnya, dalam shahih ibnu khuzaimah.rh, dari riwayat atiq ibnu
Muhammad.rh, dari bapaknya Muhammad ibnu zaid,rh, dari kakeknya Abdullah ibnu
umar.ra. maka hitunglah menjad 30 hari. Mutabaahnya terdapat pada Abdullah ibnu
umar.ra.
Jika didapati ada matan hadist lain yang menyerupainya, dengan syarat dia
diriwayatkan dari sahabat yang lain, lafaz (matan) tersebut menyerupainya atau
makna atau hanya cukup maknanya saja, maka itu disebut ash syahid.
Contoh
Hadits diatas : hitunglah menjad 30 hari.
Juga Diriwayatkan dalam sunan an nasa’i, dengan makna yang sama, dengan jalur
(sanad) dari Muhammad ibnu hanain,rh, dari ibnu abbas,ra, dari nabi saw.
Sama dengan hadistnya dari ibnu umar,ra, jadi ditemukan juga diriwayatkan oleh ibnu
abbas.ra. jadi ada pendukung atau syahid dari ibnu abbas,ra.
Juga terdapat dalam shahih bukhari, dengan makna yang sama dengan hadits diatas,
diriwayatkan dari Muhammad ibnu ziad,rh, dari abu hurairah.ra. jadi terdapat syahid
yang kedua dari abu hurairah.ra, dari nabi saw, kalau kalian ditutupi dengan awan
maka sempurnakanlah jumlah bulan sya’ban menjadi 30 hari.
Selanjutnya ..
Dari uraian – urain diatas maka untuk menjdai seorang muhadist (ahli hadist)
dibutuhkan pemahaman dan kemampuan dalam mentahrij hadist atau cara – cara
untuk menghukumi hadist.
Seorang penuntut ilmu harus mengetahui jenis – jenis buku, dimana shahih bukhari
dan shahih muslim dikenal dengan kitab al jawami, kitab yang disusun berdasarkan
bab – bab, hampir sama dengan kitab sunan, akan tetapi kitab sunnan lebih kepada
bab – bab dalam masalah fikih (hukum) seperti bab kitab shalat, kitab thaharah, kitab
puasa, kitab haji dll, adapun kitab jawami terdapat tambahan – tambahan bab – bab
yang lebih umum seperti kitab adab, permulaan turunnya wahyu dll.
Jadi jika mencari hadist tentang puasa maka akan tahu dan mencarinya dalam kitabus
shaum.
Tapi untuk sekarang ini sudah ada maktabaah sarmilah dikomputer yang
memudahkan untuk melihat sanad.
Pekerjaan seorang muhadist ketika dia tassabuh (meneliti, mengikuti, mencari) jalan –
jalan untuk mendukung/menguatkan sebuah hadits baik muktabaah ataupun syahid,
maka itu yang disebut dengan al I’tibar.
Al I’tibar sangat penting dalam menguatkan hadist, jika hadist tersebut butuh
pendukung, dan mengenal illat (penyakit) hadist (seperti sanad yang terputus).
25. Oleh karenanya imam al bin maldini.rh mengatakan satu hadits bila belum
dikumpulkan jalan – jalannya, maka penyakitnya belum kelihatan.
Oleh karenanya ilmu tentang illat hadist (penyakit hadits yang tersembunyi) menjadi
ilmu yang paling sulit dan rumit dalam ilmu mustholah hadist, karena ilmu ini
membutuhkan pengetahuan yang luas, riwayat yang luas.
Kemudian riwayat yang maqbul (yang diterima) baik hasan atau shahih, kalau dia
selamat dari pertentangan dengan hadits yang lain secara dhahir, maka hadist ini di
istilahkan sebagai hadist yang muhkam (ihkam/kokoh/kuat/hadist yang tidak
bermasalah) seperti hadist – hadist shalat, puasa dll.
Akan tetapi apabila hadist muhkam diselisihi dengan yang serupa dengannya (hadist
muhkam juga), maka cara menyelesaikan masalah ini para ulama menyatakan apabila
mungkin untuk dikompromikan maknanya maka pengkompromian hadist – hadist
muhkam tersebut disebut sebagai mukhtalafal/mukhtaliful hadist (hadits yang secara
dhahir berbeda akan tetapi dapat dikompromikan maknanya).
Imam ibnu sholaf.rh, mencontohkan hadist – hadist yang seperti yang diambil dari
shahih bukhari yaitu: la adwa la ya tiyarotha, tidak ada penyakit menular tidak ada
tiyaroh, dengan hadist lain yang shahih yang terdapat dalam shahih bukhari, fi ro
minal majzumi, fi rothi minal asr, larilah kamu dari penyakit kusta (penyakit
menular) sebagaimana kamu lari dari singa. Bagaimana cara mengkompromikan dua
hadist ini ?
Maka para ulama menyatakan, dan ibnu hajar menyatakan, untuk menjamak
mengkompromikan dua hadist ini, jadi ucapan nabi saw tidak ada penyakit menular
dengan ucapan larilah dari penyakit kusta (penyakit menular) maksudnya tidak ada
penyakit menular yang menular dengan sendirinya, tetapi allah swt dialah yang
menjadikannya, dengan sebab orang yang berpenyakit itu berdekatan dengan orang
lain yang ini menjadi sebab tertularnya penyakit menular tersebut,
Termasuk dalam hal ini adalah terdapat pada hadist – hadist yang shahih tentang
dzikir – dzikir dalam sujud, maka para ulama, yang terkenal dari perkataan ibnu
taimiyah,rh, jika suatu ibadah diriwayatkan dari berbagai segi, maka yang paling
utama adalah mengamalkan kesemuanya. Dalam bentuk yang bermacam – macam,
kadang – kadang dengan riwayat bacaan dzikir yang pertama, kadang – kadang
dengan dzikir dari riwayat yang kedua, dan seterusnya. Ini termasuk segi
jamak/pengkompromian yang sangat baik, karena tidak ada pertentangan dari hadist-
hadist tersebut semuanya shahih, semuanya dari nabi saw, maka yang terbaik adalah
orang yang mengamalkan semuanya.
Jika mungkin untuk dikompromikan maka itu muhtalaful hadist, jika tidak mungkin
untuk dikompromikan dan diketahui dengan yakin mana hadist yang terakhir dari
hadist yang diselisihi, maka dipilih hadist yang datang lebih terakhir tersebut disebut
sebagai hadist yang nasikh (hadist yang menghapus) hadist yang lama (terdahulu),
dan hadist yang lama (terdahulu) tersebut disebut sebagai hadist yang mansukh
(hadist yang terhapus).
26. Contoh adalah hadist dari abu buraidah.ra, terdapat dari shahih muslim, dulunya aku
melarang kalian dari ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah kubur karena itu
mengingatkan pada pada hari akhir. Dalam hal ini nabi saw sendiri yang men- nasikh
(menghapus) hadist yang terdahulu.
Disamping ucapan langsung dari nabi saw, terdapat ucapan langsung yang ditegaskan
oleh sahabat, dalam sunan abu dawud, hadist shahih ,yakni ucapan dari jabir bin
Abdullah,ra, mengatakan perkara terakhir dari dua hal yang pernah disebutkan oleh
rosulullah saw adalah tidak perlu berwudhu setelah memakan makanan yang telah
disentuh api (telah dimasak/telah dibakar). Karena itu tidak membatalkan wudhu.
Selanjutnya…
Jika sudah tidak mampu lagi diketahui sebab – sebab dalam nasikh dan mansukh,
sebab – sebab yang menjadikan hadist yang lama ini terhapus dengan hadist yang
baru (akhir), maka cara terakhir yang dilakukan adalah at tarjih, yaitu memilih yang
paling kuat diantara keduanya. Jika tidak mampu juga dalam mentarjih maka dia
tawaquf, tidak memilih, tidak menguatkan salah satunya yang dalam mengamalkan
dia dapat mengamalkan keduanya, kadang – kadang ini, kadang yang itu, dalam masa
dia terus mencari hadist mana yang paling kuat. Karena mengamalkan hadist lebih
utama daripada meninggalkan.
Cukuplah allah swt sebagai penolong dan tempat kita bertawakal.
Alhamdulillah ..
Harapan Besar dan semata – mata hanya kepada Keridhaan ALLAH SWT.
Shalawat serta salam saya haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga dan para sahabatnya dan juga bagi orang – orang yang dengan setia
berdiri tegak dalam mengikutinya.
Saya Ridho ALLAH SWT sebagai tuhan saya, Islam sebagai Agama saya, dan
Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rosul UtusanNya. Ya Rabb,
Tambahkanlah ilmu yang bermanfaat untuk Hamba.
Sesungguhnya segala kebenaran dan segala sesuatu yang benar hanyalah milik
ALLAH SWT dan RosulNya semata, dan segala kesalahan adalah milik saya.
Semoga catatan ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi diri saya dan bagi orang
– orang yang dapat mengambil manfaatnya.
Sumber Audio:Kajian.Net
Rachardy Andriyanto (rachardyjbr@gmail.com) – 2508016.