SlideShare a Scribd company logo
1 of 55
Download to read offline
Rab’ bi ain ya Karim.
“Jagalah Ilmu Dengan Menuliskannya”
HR Al-Hakim, 1/106 dari hadist Umar Bin Khathab.ra, ad-Darimi,1/126, ath-
thabarani,1/62, al-Khatib dalam Taqyid Al-Ilm, hal 68 dari hadits Abdullah bin
amr.ra dan Ibnu Adi dalam Al-Kamil,2/793 dari hadits Ibnu Abbas.ra.
.. catatan mandiri kajian kitab. Rachardy Andriyanto (08/08/2016)
Kajian kitab :
Keutamaan Ilmu Salaf diatas Ilmu Khalaf
(Fadhlail ilma shalaf ala ilma khalaf)
Ditulis Oleh :
Imam Ibnu Rajab Al Hambali
Dikaji oleh Ust. Muhammad Nur Ihsan
Biography Singkat Imam Ibnu Rajab Al hambali
Abdurrahman bin ahmad bin rajab bin hasan bin Muhammad bin abdil barokat
mas’ud as salami al hambali al bagdadi tsuma dimasqyi
Kunyahnya : abu kharaj zainuddin dikenal dengan ibnu rajab al hambali.
Lahir dikota bagdad (sekarang irak) tahun 736 H bulan rabiul awal. Umur 8 tahun
dibawah orang tua ke damaskus (syam), besar dan tumbuh di keluarga yang
memperhatikan ilmu (berpendidikan).
Sering mengikuti majelis – majelis, diantaranya di majelis hafidz zianuddin al iraqi,
pada majelis al imam ibnu qayyim.
Ulama yang lebih banyak menyendiri karena lebih focus kepada ibadah dan ilmu.
Mempunyai sifat wara dan zahid.
Karya – karya Ilmiahnya diantaranya :
 Jami ulum wal hikam - Syarah nabawi al nawawia
 Latho’iful ma arif ( kitab rutinitas amalan sepanjang tahun)
 Fathul Bari (Syarah sahih bukhari) – belum sempurna (tidak lengkap) karena
wafat, sebelum ibnu hajar kemudian membuat fathul bari.
 Syarah ilal al tarrnidzi
 Risalah Kalimatul ikhlas
 Fahdlail ilma salaf ala ilma khalaf
 Majmu rasail ibnu rajab
Wafat tahun 795 H, di damaskus berumur 69 tahun.
Pengertian As shalaf
Asal kata dari kata shalaf berarti generasi yang mendahului kita, dan secara khusus
berarti generasi terbaik dari umat ini yang telah mendahului kaum muslimin dalam
seluruh kebaikan, dalam keilmuan, ibadah, ketakwaan, muamalah, akhlak dan segala
aspek agama.
Dari hadist bukhari dan muslimin, dari rosulullah saw
Sebaik – baik generasi adalah generasi yang hidup dijamanku, kemudian yang datang
setelah mereka (tabiin), kemudian yang dating setelah mereka (tabiut tabiin).
Ibnu Qayyim berkata bahwa salaf adalah generasi yang terbaik secara sempurna
bukan baik sebagian saja.
Salaf bukanlah sekte/golonganpemahaman, Manhaj (metoda/jalan/tuntunan) yang
harus diikuti dalam beragama sebab allah swt mensyaratkan untuk mendapatkan
keridhaan allah swt dan masuk surga adalah hanya dengan mengikuti mereka (metode
salaf),
Allah berfirman :
Wa sabiqunal awalun minal muhajirina wal anshar waladina tabauhum bi ihsan.
Radhiallahu anhu wa radhu’ an wa adalahum jannatin tajrin tahta al anhar khalidina
fihaa abada dzalikal khustun adzim
orang – orang terdahulu dari kalangan muhajirin dan anshar dan mengikuti mereka
dengan baik.
Allah ridha kepada mereka, dan mereka ridha kepada agama allah, allah siapkan
surga bagi mereka yang mengalir sungai2, maka mereka adalah orang yang
beruntung.
Salaful Sholeh bukan sekte,bukan golongan, bukan hizb, bukan pergerakan akan
tetapi sallaful sholeh adalah jalan, metode, pola, tuntunan, system,manhaj atau jalam
yang harus ditempuh untuk memahami sleuruh aspek agama.
Rosulullah memerintahkan kita untuk mengikuti mereka, Rosulullah saw berkata :
Alaikum bi sunnatin wal sunatin bi khulafaur rasyidin al madinan (ikutilah sunahku
dan sunah khulafaur rasyidin)
Bukan hanya khulafaur rasyidin tapi juga mencakup kepada seluruh sahabat (ijma
sahabat) yang dapat dijadikan sebagai hujjah. yang ditegaskan dalam hadits istiraqul
ummah takkala rosulullah saw ditanya ‘siapa golongan yang selamat itu, beliau
menjawab : ma anna alaihi wa ashabihi. (seluruh sahabat ku)
Allah Berfirman :
Barangsiapa yang menentang rosul setelah datang petunjuk dengan nyata padanya dan
mengikuti selain jalan orang – orang yang beriman, allah palingkan dia kemana dia
ingin mengarah (didunia) dan kami masukkan dia ke nerakan jahanam (akhirat).
Surat al fatihah : ihdinas sirothal mutaqim , mungkinkah jalan sirothol mustaqim
(jalan yang lurus) itu jalan orang – orang yang hidup pada jaman sekarang ?
Jalan sirothol mustaqim adalah jalan – jalan orang sholeh, jalan para nabi, jalan para
sidiqin, jalan para suhada dan seluruh jalan para sallafuh sholeh.
Hukum mengikuti jalan sallafuh sholeh adalah wajib.
Kata ibnu taimiyah dalam majmu fatawa : Tidak ada celaan bagi orang – orang yang
memperlihatkan manhaj sallaf dan menisbatkan diri padanya, sesungguhnya wajib itu
diterima pada orang yang memperlihatkan manhaj diri dan mengajak manusia pada
manhaj sallaf dan menisbatkan diri dan bukan untuk menyombongkan diri, karena
manhaj sallaf itu tiada lain selain kebenaran karena merukan taskiyah (rekomendasi)
dari rosulullah saw.
Al Khalaf
Orang yang datang (belakangan) setelah salaf (secara bahasa), secara khusus orang
yang datang belakangan yang menyelisihi kebenaran sunnah (manzhabun sallaf)
termasuk para ahli bidah yang melahirkan ilmu – ilmu yang menyelisihi sunnah
manzhabun sallaf seperti ilmu kalam,ilmu nujum, ilmu sihir dll yang diamalkan oleh
mereka.
Keutamaan Manzhabun Sallaf
Hakikat : manzhabun sallaf aslam wa a’lam wa ahkam : manzhabun sallaf yang paling
selamat, yang paling berilmu dan yang paling bijaksana.
Intisari Kitab
Pembagian ilmu / keutamaan ilmu
Counter Para Ulama bagi para pencari ilmu
Pertanda ilmu yang bermanfaat dan tidak bermanfaat.
Ilmu
Allah swt terkadang menyebutkan dalam alquran pujian terhadap ilmu dan celaan
terhadap ilmu.
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dipuji oleh allah swt. (segala yang dipuji oleh
allah swt pasti bermanfaat)
Ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang dicela oleh allah swt.
Ilmu Yang bermanfaat
Allah swt berfirman : apakah sama orang – orang yang berilmu dan yang tidak
berilmu?
Allah bersaksi bahwa tiada illah yang berhak di ibadahi selain allah. Para malaikat
pun bersaksi dan orang – orang yang berilmu bersaksi, kezaliman yang paling zalim
adalah sirik.
Allah mempersaksikan para penuntut ilmu dalam mempersaksikan at tauhid.
Allah bersaksi tentang tauhid dan mengikutkan para malaikat dan dari sekian banyak
manusia allah mengikutkan pula para penuntut ilmu.
Adanya kemuliaan para penuntut ilmu / orang – orang yang berilmu.
Orang berilmu adalah orang yang adil, orang yang terpercaya.
Yang akan mengemban ilmu ini dari setiap generasi adalah orang – orang yang
terpercaya, jujur dan adil.
Mereka akan membersihkan dari ilmu tersebut dari penyelewengan orang – orang
yang melampaui batas dan dari penafsiran orang – orang yang bathil/jahil.
Merekalah pengemban ilmu yang berlandaskan kepada alquran dan sunnah.
Dan katakanlah Muhammad : robbi zhidni ilma : ya allah tambahkanlah ilmu.
Hanya yang takut kepada allah dari para hambanya adalah para ulama
(pengemban/penuntut ilmu).
Kaffa bil khashyatin ilma, wa kaffa bil jhururi jahla : Cukuplah Sifat takut itu
merupakan ilmu, cukuplah sifat terlena/tertipu/kesombongan itu merupakan kejahilan.
Ilmu harus dicari (rislah). Ilmu Harus didatangi.
Ilmu pada dasarnya bermanfaat tapi bagi penuntutnya tidak bermanfaat (tidak
mendapatkan manfaatnya/tidak mendatangkan kebaikan) yaitu ilmu yang tidak
membawa dan tidak mewarnai perilaku seseorang.
Perumpaan orang – orang yang diberi taurat , tetapi mereka tidak mengamalkannya
seperti keledai memikul buku yang tidak tahu apa isi buku itu.
Seperti juga orang yang diberi ilmu tapi semakin rakus terhadap dunia (mencari
dunia, mencari popularitas, mencari sanjungan dll).
Bacakan pada mereka kabar tentang mereka yang diberi ilmu, mereka melepaskan diri
dari ilmu tersebut (ayat-ayat tsb), tak kala mereka meninggalkan ilmu maka setan
mengikuti mereka, merekalah orang yang sesat dan celaka, sekiranya kami
menginginkan kebaikan maka kami akan mengangkat mereka di sisi allah dengan
ilmu itu. tetapi mereka memilih menghinakan dirinya dengan mengikuti hawa nafsu.
Jika kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka maka akan binasa.
Mereka mewarisi kitab (ilmu) akan tetapi dengan ilmu itu mereka sangat berambisi
dalam mengambil materi / kemewahan dunia. Bukan untuk mencari kemuliaan. Jika
disuguhkan kepada mereka dunia, mereka akan mengambilnya.
Alimul Lisan (Bersilat Lidah)
Allah menyesatkan dia dengan ilmu, kenapa? Karena ilmu yang diberikan tidak
bermanfaat baginya.

Ilmu yang tidak bermanfaat (Ilmu yang dicela oleh allah swt)
Ilmu Sihir: Ilmu yang mencelakakan mereka, dan mereka mengetahui. Ilmu yang
membuat kufur kepada allah.
Ketika datang kepada mereka ilmu alquran dan sunnah, mereka sombong dengan ilmu
mereka sendiri bahkan mengolok – olok seolah mereka adalah orang – orang yang
lebih berilmu. (bangga dengan ilmu – ilmu dunia)
Apalah arti dunia ini apabila tidak bermanfaat bagi akhiratnya.
Tak kala ilmu – ilmu dunia tidak menambah keimanan, menambah keyakinan atas
adanya allah swt seseorang maka ilmu itu tidaklah bermanfaat. Dan mereka lalai.
Diwajibkan berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat dan memohon kepada allah
swt untuk ilmu yang bermanfaat.
Dari Hadist shahih muslim dari zaid bin arkham
Rosul Saw bersabda :
Allahuma inni audzu bika min ilmil layan fa’ , wa min khalbi layakh sa’, wa min
nafsin latas ba’, wa min da’watin layus tajabulaha,
Ya Allah sesungguhnya aku berlindung padamu dari ilmu yang tidak bermanfaat,
dari hati yang tidak pernah khusuk, dari jiwa yang tidak pernah kenyang/puas, dari
doa yang tidak pernah dikabulkan.
Hati tidak pernah khusuk adalah Khaswatun kulub (hati yang keras)
Dami khaswatin qolb – celaan pada hati yang keras (kitab risalah ibnu rajab)
Jiwa yang tidak pernah kenyang/puas, manusia tidak pernah puas dengan dunia
sampai mulut terpenuhi dengan tanah.
Kata rosul saw, jika manusia mempunyai mempunyai 2 gudang emas maka akan
mencari gudang yang ke tiga.
Jiwa qanaah, (merasa cukup), adalah jiwa yang tenang.
Barang siapa di waktu bangun pagi, sehat badannya, keadaannya aman, mendapatkan
sesuatu yang dapat dimakan bersama keluarganya, maka dia seolah – olah memilik
dunia dan seisinya.
Diriwayatkan oleh imam nasa’i dari jabir
Nabi saw bersabda :
allahuma inni as aluka ilman nafi’an wa audzubika min ilmin layan fa.
Ya allah, Aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, dan aku berlindung
kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat.
Diriwayatkan Abu daud dari abu buraidah.
Diantara penjelasan (bayan) itu terdapat sihir yang membuat terlena atau terpukau,
yang membuat tidak sadar dan diantaranya terdapat kebodohan artinya dantara
sebagian ilmu itu terdapat kebodohan. Diantaranya memaksakan diri untuk
mengetahui sebuah ilmu yang sebenarnya tidak dimampui, menuntut ilmu yang
mencelakakan (tidak mengetahui kemanfaatan atas ilmu yang sebaiknya lebih baik
untuk tidak mengetahuinya apalagi dapat mengakibatkan kemudharatan)
Seperti mempelajari ilmu sihir yang sangat banyak mudharatnya, maka lebih baik
untuk tidak mempelajarinya.
Diriwayatkan mursal/hadits murasil (riwayat dari tabiin menisbatkan dari nabi saw)
oleh Abu Daud dari zaid bin ashlam. (bukan dari perawi yang tsiqah)
Dari Nabi saw :
Alangkah berilmunya si fulan itu!,. nabi saw : tentang apa? Tentang nasab! (ilmu
tentang keturunan/silsilah), nabi saw : ilmu yang tidak bermanfaat tapi kejahilan yang
tidak merusak.
Dari hadits yang tidak shahih
Ilmu itu ada tiga macam selebihnya adalah suatu kelebihan yaitu (al ilmu tsalatsah)
diriwayatkan oleh abu daud, tarmidzi dll
 Ayat – ayat yang muhkam (ayat yang jelas/ yang nyata) – ayatul muhkamah
 Sunnah yang berdiri tegak dan diamalkan – wa sunnahtul qoimah
 Ibadah / Kewajiban yang adil. – wa faridatul fadhilah
Allah menciptakan manusia, laki – laki dan perempuan, berbangsa – bangsa untuk
saling mengenal (taarufu’u).
Diperbolehkan mempelajari ilmu nasab asal tidak berlebihan, diwajibkan
mendahulukan ilmu yang lebih penting yaitu ilmu tentang alquran dan sunnah.
Perintah mempelajari ilmu nasab (mengetahui keturunan) diwajibkan untuk
kepentingan silaturahmi yang wajib.
Dari sabda Nabi saw : ketahuilah nasab – nasab kalian untuk mempeerat /
menyambung silahturahmi dan pelajari bahasa arab untuk membantu mempelajari
alquran, dan pelajari ilmu perbintangan (nujum) untuk mengetahui arah (kiblat,angin,
perjalanan dll) dan kegelapan di laut dan pengetahuan – pengetahuan itu cukup
sekedar hanya untuk itu saja,
Nasab yang hanya untuk membangga – banggakan diri,/menyombongkan diri adalah
kebiasaan jahiliyah.
Umar Bin Khatab ra : memerintahkan mempelajari ilmu nujum (ilmu astronomi)
untuk mengetahui arah kiblat, arah perjalanan, arah angin dan kemudian cukup,
hanya untk itu saja.
Ilmu nasab untuk mengamalkan kewajiban menyambung silahturahmi, mengetahui
wanita – wanita yang halal untuk dinikahi.
Rahim akan berbicara di akhirat : saya akan memutuskanmu apabila kamu
memutuskannya, dan menyambungkanmu apabila kamu menyambungkannya.
Imam ahmad dan imam ishaq ruhawei memberi keringanan untuk mempelajari ilmu
perjalanan (manasil) bulan untuk mengetahui arah., sebagai alat Bantu
memperkirakan keadaan.
Dan mempelajari nama – nama bintang (astronomi( untuk mengetahui arah.
Imam qatadah tidak menyukai mempelajari ilmu perjalanan bulan.bintang dan tidak
memberi keringanan untuk mempelajari ilmu itu.
Terjadi Ikhtilaf (perselisihan) pada ulama dalam mempelajari ilmu-ilmu tsb akan
tetapi jumhur ulama (kebanyakan ulama) memperbolehkan mempelajari ilmu nujum
tsb.
Orang yang mempelajari huruf – huruf (ilmu abijad) untuk keperluan sihir maka
mereka tidak mendapat bagian di akhirat.
Ilmu astronomi tidak untuk Ilmu takhirat dimana percaya bahwa bintang
mempengaruhi keadaan cuaca (turunnya ujan dll) tetapi diperbolehkan untuk ilmu
takhsir mengetahui untuk menentukan arah jalan (kiblat)
Diriwayatkan dari abu daud
Sabda nabi saw : Barangsiapa mempelajari suatu bagian dari ilmu nujum/astronomi
maka sesungguhnya telah mempelajari sebagian dari ilmu sihir.
Ilmu tiyarah : ilmu untuk memperkirakan kebaikan dan keburukan (seperti
mempelajari ilmu membaca garis telapak tangan dll)
Mempercayai bahwa bintang dapat mempengaruhi kebaikan dan keburukan atau
memberikan korban untuk bintang adalah bathil, kufur, haram.
Ilmu perbintangan untuk mengetahui arah kiblat dan penunjuk jalan maka itu
diperbolehkan menrutu jumhur dan yang melebihi itu tidak diperbolehkan.
Sesuatu yang berlebihan/melebihi kadarnya tidak diperbolehkan oleh syariat.
Imam Ahmad mengingkari pendalilan penentuan arah kiblat dengan melihat bintang
tertentu, karena sudah terdapat keterangan tentang kiblat dalam hadits nabi saw yang
menyatakan bahwa kiblat terletak antara timur dan barat, antara utara dan selatan
untuk diindonesia.
Ibnu mas’ud mengingkari perkataan kaab yang mengatakan al falaq (bintang) itu
berputar dan juga diingkari oleh imam malik dan lainnya.
Hal – hal tersebut menyatakan bahwa ulama salaf tidak menyibukkan diri dengan
ilmu – ilmu tersebut selain hanya untuk sesuatu yang diperlukan saja.
Bahkan Imam Ahmad mengingkari pernyataan perbedaan Zawal (pergeseran
matahari) di setiap daerah atau Negara meskipun kenyataannya berbeda (zuhur
diindonesia berbeda dengan di India), maksud imam ahmad mengingkari karena rosul
tidak diutus untuk membicarakan hal – hal seperti itu. Faedahnya adalah pelajarilah
sesuatu yang lebih penting daripada itu.
Terlalu berlebihan mempelajari ilmu astronomi dapat mengakibatkan pengingkaran
(meragukan/mengkritisi) terhadap ilmu alquran dan hadist,
contoh hadistun nuzul - hadits mutawatir (bukhari, muslim dll) tentang turunnya allah
swt pada sepertiga malam, jika berdasar ilmu astronomi maka sepertiga malam di
setiap daerah akan berbeda atau sepertiga malam itu berbeda pada setiap tempat
dengan tempat yang lain sehingga menimbulkan pernyataan maka tidak akan
mungkin allat swt itu turun pada waktu tertentu. Hal ini timbul dikarenakan terlalu
berlebihan mempelajari ilmu nujum tsb.
Sesungguhnya kebesaran dan kekuasaan allah swt berada diluar persepsi kita, misal
bagaimana perbandingan antara kursy dan arsy, bagaikan uang logam dilemparkan di
padang pasir sahara yang luas.
Pahami ayat alquran dan hadist dengan apa adanya, tanpa penakwilan,
penyelewengan dan lain – lain yang dapat menyebabkna syubhat – syubhat. Jadi
wajib hanya sami’na wa atho’na (kami mendengar dan taat)
Maka sudah disepakati kejinya suatu Ikhtiraj (kritikan – kritikan atas ayat alquran dan
hadits yang seperti diatas).
Dilarang Tawashu (terlalu berlebihan mempelajari ilmu nasab,ilmu astronomi, ilmu
bahasa arab) selain yang hanya dibutuhkan saja, meninggalkan ilmu yang lebih
penting, menyibukan diri dari ilmu yang lebih penting fungsi ilmu – ilmu tersebut
boleh hanya sebagai ilmu Bantu (belajar bahasa arab untuk lebih bisa mentaddabur
(memikirkan/meneliti) ayat alquran)
Menurut (syeikhul islam) Ibnu Taimiyah dalam kitab iqtida sirathal mustaqim
menjelaskan :
tidak ada cara untuk menguasai dan mengetahui agama kecuali dengan mempelajari
bahasa arab.
Sesungguhnya bahasa arab itu sendiri adalah merupakan bagian dari agama dan
mempelajarinya merupakan suatu kewajiban.
Sesungguhnya Memahami alquran dan sunnah adalah kewajiban dan tidak akan
mungkin dipahami tanpa mempelajari memahami bahasa arab
Sesungguhnya apabila kewajiban itu tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu,
maka mempelajari sesuatu itu merupakan kewajiban.
Dikatakan bahwa bahasa arab itu dalam berbicara seperti garam dalam makanan.
Dalam bahasa itu dipelajari apa yang akan memperbaiki bahasa kita.
Tapi terlalu berlebihan mempelajari bahasa arab maka akan merusak.
Demikian juga dengan ilmu hisab (ilmu matematika) digunakan untuk menghitung
pembagian warisan (fawaidh), hisab zakat harta dll, hanya sekedar untuk itu saja.
Ilmu – Ilmu yang bid’ah
Adapun ilmu – ilmu yang muncul setelah jaman para sahabat rosulullah saw dimana
para penuntutnya terlalu berlebihan dalam mengkaji dalam ilmu tsb dan
menamakannya dengan keilmuan.
Konsep ilmu berbeda antara kaum filsafat dan kaum muslimin.
Menurut ahli filsafat segala yang masuk akal adalah ilmu (hanya berdasar analogi
dan rasional), keilmuan tentang ilmu allah swt atau ilmu yang diturunkan oleh allah
swt, mereka tidak menamakan ilmu.
Maka mereka menduga orang – orang yang tidak menguasai ilmu – ilmu tersebut
dianggap sebagai orang yang tidak berilmu/jahil/sesat.
Menurut Ibnu Rajab hal tersebutlah yang merupakan hal – hal bid’ah dan perkara –
perkara yang baru, yang terlarang.
Sehingga muncul ilmu kalam, filsafat, ilmu berdebat (jidal) yang mengingkari takdir,
mengingkari tauhid, mengingkari sifat allah.
Diantara ilmu yang tercela tsb terdapat pembahasan – pembahasan yang di ada –
adakan oleh orang mu’takzila, pengingkaran atas takdir, membuat permisalan bagi
allah swt (tentang permisalan asma wa sifat).
Hal ini bukan berarti kita tidak diperbolehkan untuk mempelajari takdir, tetapi
dilarang mempelajari takdir dengan metode para ahli filsafat/kalam.
Pelajarilah takdir dengan ijin allah berdasar metode salafus shaleh berdasar dengan
rukun iman dengan tidak berlebihan yang bertujuan untuk menyempurnakan
keimanan kita.
Bahkan para sahabat bertanya tentang takdir kepada rosulullah saw.
Apakah amalan – amalan kita ini adalah sesuatu yang akan datang yang belum kita
ketahui atau amalan – amalan yang sudah ditakdirkan yang telah ditulis dalam qalam
allah dan telah kering tinta pena untuk menuliskannya?
Rosul saw menjawab : sesuatu yang telah ditentukan oleh allah swt.
Lalu untuk apa kita beramal kalau semua sudah ditakdirkan, beramal baik sudah
ditakdirkan, atas amal buruk pun sudah dituliskan ?
Rosul saw menjawab : Beramallah, masing – masing akan diberi kemudahan
terhadap apa yang telah allah ciptakan / takdirkan apa – apa untuknya.
Barangsiapa menelusuri jalan – jalan kebaikan maka akan diberikan kemudahan, dan
barangsiapa menelusuri jalan keburukan maka juga akan dipermudahkan. Allah tidak
akan menzalimi hambanya, tidak akan terjadi apa yang diinginkan bila allah
menginginkannya.
Mempelajari takdir seperti pada hal – hal diatas tidaklah dilarang bahkan
diperintahkan.
Yang diinginkan oleh alquran dan sunnah dan juga dipahami oleh para sahabat
rosulullah saw adalah :
Bahwa mereka membahas takdir, qadar dan asma wa sifat untuk mengimani, diyakini
dan diamalkan tidak hanya berdasar metoda aqliyah (akal) semata seperti pembahasan
para ahli kalam dan filsafat.
Segala sesuatu yang baik dan yang buruk adalah takdir allah swt tanpa ada kecuali
yang tidak akan keluar dari kekuasaan allah swt dan dengan ijin allah swt. Segala
upaya unutk menimpakan sesuatu tanpa adanya ijin dari allah swt maka segala upaya
itu tidak akan terlaksana.
Seluruh amalan hamba, masing - masing bertanggung jawab terhadap amalannya,
dan allah memberi kekuatan pilihan pada hambanya, akan tetapi kemampuan,
kekuatan dan pilihan mereka dibawah pilihan dan kekuasaan dan kehendak allah swt.
Pemahaman berdasar metode aqliyah (akal) yang keliru yang dilakukan oleh ahli
kalam/mutazilah dalam masalah takdir dan qadar yang menjerumuskan pada
pengingkaran takdir dan qadar adalah :
Mengatakan bahwa manusia melakukan amalan dengan terpaksa tidak ada pilihan
(kata kaum jabariyah)
Segala sesuatu adalah ciptaan allah, kecuali perbuatan makluk (kata kaum qadariyah),
maksudnya manusia menciptakan sendiri perbuatannya, artinya mereka mengeluarkan
perbuatan manusia sebagai ciptaan allah. Dan meyakini adanya dua illah, yaitu illah
kebaikan yaitu cahaya dan illah keburukan yaitu kegelapan. Dan kaum qadariyah
disamakan oleh para sahabat sebagai golongan majusi.
Ibnu Rajab mencela pembahasan takdir dengan metode akal, dengan metode ahli
kalam, dan dengan berdebat.
Diriwayatkan dalam shahih Ibnu Hibban dan al hakim (mustadrak) dari Ibnu Abbas
secara marfu (dinisbatkan kepada rosul saw) :
Senantiasa keadaaan umat akan selalu dalam keadaan baik, cocok/selaras dengan
syariah/agama atau mendekati, selama mereka tidak berbicara tentang anak – anak
dan juga tentang takdir/qadar.
Berbicara tentang anak – anak orang musrikin apakah mereka berada pada neraka atau
dalam surga atau bersama dengan orang tua mereka.
Berbicara keadaan mereka dalam surga apabila mereka musrikin
* Allah lebih tahu dari apa yang mereka lakukan.
Berbicara qadar, mereka berbicara untuk mengingkari bukan untuk mengimani.
Berbicara qadar, Menisbatkan perbuatan hamba pada kekuasaan mereka, manusia itu
sendiri.
* Allah menciptakan segala sesuatu dan manusia merupakan sesuatu.
Diriwayatkan Imam Baihaqi dari ibnu mas’ud secara marfu
Jika disebut sahabatku maka tahan, jangan diteruskan, jika disebut ilmu perbintangan
maka tahan, jangan diteruskan.
Dalam Hadits shahih abu dzaar.
abu dzaar keluar menemui para sahabatnya yang sedang berbicara tentang masalah
qadar, dan terjadi sedikit perdebatan, seketika itu rosulullah datang dalam keadaan
marah, hingga muka beliau terliha memerah seperti warna buah delima dan berkata :
apakah dengan hal seperti ini kalian diperintahkan ? bukankah telah dilarang untuk
membicarakan hal – hal seperti ini, tiada lain yang mebinasakan umat – umat sebelum
kalian kecuali dalam perkara ini. Apabila disebut tentang permasalahan qadar maka
tahan, jangan teruskan. apabila disebut tentang sahabatku maka tahan, jangan
teruskan. apabila disebutkan tentang permasalahan nujum/astronomi/perbintangan
maka tahan, jangan teruskan.
Penjelasan para ulama tentang hadits diatas secara umum dan relatif.
Imam Ibnu bathah dalam kitab al ibanah terdapat dua sisi dalam :
Permasalahan Qadar :
- wajib mempelajari dan mengimani takdir/qadha terbatas atas segala sesuatu
bahwa segala sesuatu, baik dan buruknya sesuai dengan kekuasaan dan atas
ijin allah swt dan tikda akan keluar dari takdir dari allah swt dan manusia
mempunyai perbuatan dan kehendak dan bertanggung jawab atas segala
amalannya, wajib, karena qadha adalah keimanan dan termasuk dari makna
rukun iman.
- Haram mempelajari dengan tujuan mengingkari takdir yaitu mempelajari
takdir dan membicarakan takdir dengan metode ahli kalam yang menyatakan
bahwa manusia terpaksa, tidak mempunyai pilihan, tidak mempunyai kekuatan
dalam berkehendak, dan manusia yang menciptakan perbuatan maka dalam
konteks pembicaraan yang seperti ini maka tahan dan jangan diteruskan.
Permasalahan sahabat :
- Berbicara tentang keutamaan, kebaikan para sahabat, meminta ampunan untuk
para sahabat, dan mendidik agar mencintai mereka, menebarkan kebaikan
mereka dan membenci orang yang membenci mereka maka wajib untuk
mempelajari sejarah sahabat karena merupakan bagian dari keimanan dan
prinsip agama.
- Berbicara dengan tujuan mencela, mencari fitnah atas perbedaan ijtihad para
sahabat, menghina, melecehkan, menjadikan symbol salah satu sahabat untuk
mengkafirkan sahabat yang lain, mencari – cari kesalahan mereka, jelas ini
dikatakan bathil.
Sebab segala kebaikan apapun yang dilakukan oleh orang yang datang setelah
sahabat tidak akan dapat menyamai kebaikan dari orang yang sekalipun paling
rendah tingkatannya dari para sahabat, apalagi degan para sahabat secara
keseluruhan.
Maka dikatakan oleh rosulullah saw dalam hadits yang shahih
Sekiranya salah satu dari kamu menginfakkan emas sebesar bukit uhud maka
tidak akan sampai/menyamai timbangannya, bahkan tidak akan sampai separoh
dari keutamaan para sahabat.
Oleh karena itu orang yang mecela para sahabat dengan penuh kebencian dan
penuh kemunafikan adalah orang yang telah disesatkan hatinya oleh allah swt
yang tidak lain ingin menghancurkan alquran dan as sunnah dan membatalkan
agama yang mulia ini.
Menurut imam abu tsuro ar rozi : Apabila anda melihat salah seorang mencela
para sahabat maka ketahuilah bahwa orang itu adalah orang yang zindiq, munafik,
sebab alquran benar, dan rosul benar, dan sunnah – sunnah yang sampai kepada
kita tidak akan sampai kepada kita tanpa adanya mereka (rosul dan sahabat),
mereka para saksi kita, mereka orang – orang yang mencela para sahabat ingin
menghinakan para saksi kita untuk membantalkan alquran dan sunnah maka
mereka lebih pantas untuk dicela.
Permasalahan Ilmu Nujum (perbintangan) :
- Diperbolehkan untuk mengetahui arah kiblat, arah jalan, mengetahui bulan,
tahun dll
- Dilarang untuk kepentingan sihir.
Diriwayatkan dari (sahabat angkatan muda/sighar) ibnu abbas bahwasanya beliau
berkata kepada maimun bin mihran (tabiin) :
Tinggalkan olehmu berbicara/mempelajari masalah ilmu nujum
(melihat/memperhatikan/menganalisa), karena hal seperti itu akan membawa kepada
perdukunan/sihir. Dan tinggalkan olehmu berbicara mengunakan akal atau
menggunakan metode ilmu kalam tentang takdir/qadar. Dan tinggalkan olehmu
mencela para sahabat sebab jika kamu melakukan itu maka allah swt akan
melemparkanmu kedalam neraka dalam keadaan telungkup.
*Mencintai sahabat adalah kewajiban dan keimanan.
Dijelaskan dalam surat al hasyr oleh allah swt bahwa manusia ini tidak keluar dari 3
macam golongan yakni :
- Orang Muhajirin, orang yang hijrah dari makkah ke madinah
Orang yang meninggalkan harta dan negeri mereka karena allah dan rosulnya.
- Orang anshar, yang menerima orang muhajirin
Orang yang telah menempati kota madinah, mereka mengutamakan orang
muhajirin daripada diri mereka sendiri padahal mereka membutuhkan hal tersebut.
Inilah persaudaraan dalam islam yang lebih mengutamakan saudaranya daripada
dirinya sendiri.
- Dan orang yang datang setelah/sepeninggal mereka (dua golongan diatas)
Mereka berdoa : ya allah ampunilah kami ya allah, dan saudara – saudara kami
yang telah mendahului kami dalam keimanan, jangan dijadikan kedalam hati kami
jalan kebencian terhadap orang – orang yang telah mendahului kami.
Adakah orang yang keempat? Tidak ada.
Adakah orang yang telah menjadi muhajirin? menjadi orang anshar?. Tidak pernah
Kita adalah orang yang ketiga. Bagaimana sikap orang yang ketiga ? tidak ada/jangan
ada kebencian terhadap dua golongan sebelum kita (orang – orang muhajirin dan
anshar)
Bentuk larangan membicarakan/membahas masalah takdir terdapat beberapa sisi
yakni antara lain :
- mempertentangkan antara ayat – ayat alquran sebagian dengan sebagian yang
lain yang dianggap berlawanan sehingga terjadi perdebatan. Seperti kaum
jabariyah dan kaum qadariyah. (dari rosulullah saw : al biro fil quranin kufrun:
memperdebatkan dan mempertentangkan ayat yang satu dengan yang lain,
ayat – ayat alquran adalah kufur, hadits shahih, diriwayatkan dari abu hurairah
oleh adu daud, ahmad dll)
- Berbicara tentang qadar dengan menggunakan/menurut/dengan cara aqli (akal)
seperti metode ahli kalam. Manusia diberikan pilihan dalam memilih kebaikan
dan keburukan, tidak ada takdir pada hal – hal yang maksiat. Semua atas ijin
allah swt tetapi manusialah yang memilih jalan kesesatan / kebaikan.
- Berbicara tentang rahasia qadar, qadar adalah ilmu allah swt dan kekuasaan
allah swt.
Diriwayatkan : terdapat seseorang datang kepada ali bin abi thalib dan
mempertanyakan tentang qadar, ali menjawab : qadar itu rahasia allah, maka
jangan kamu berusaha untuk membuka rahasia itu, kamu tidak akan mampu.
Menurut imam ath thahawi dalam kitab aqidahnya (ath tahawiyah) :
qadar itu adalah rahasia allah kepada makluknya, dan tidak ada seorangpun
yang mengetahuinya bahkan malaikat yang dekat dengan allah maupun nabi
yang diutus oleh allah swt. dan mendalami, memperhatikan, mengkaji dalam
permasalahan seperti itu merupakan jalan menuju kehinaan, jalan yang
menghambat dari mendapatkan kebaikan dan jalan yang melampaui batas dari
kemampuan. Oleh sebab itu waspadalah dengan rahasia allah swt.
sesungguhnya allah telah menutup ilmu qadar itu dari makluknya dan
melarang mereka untuk berusaha mencapainya. Maka allah tidak ditanya
tentang perbuatannya tetapi manusialah yang akan ditanya tentang
perbuatannya.
Maka terdapat ungkapan yang masyhur dari ulama sallaf : dilarang
mempertanyakan mempertanyakan tentang perbuatan allah swt.
Menurut imam ath thahawi : barang siapa menolak hukum alquran (seperti
anda bertanya kenapa allah melakukan begini dan begitu, seperti kenapa allah
mendatangkan musibah, kenapa allah menciptakan iblis yang pekerjaannya
hanya meyesatkan dll), maka dia termasuk orang yang kafir. Sesungguhnya
manusia tidak mengetahui hakikat rahasia tersebut.
Diantara Ilmu – ilmu yang Bid’ah adalah ilmu yang diada – adakan oleh gologan
mu’tazila (orang – orang yang mengkultuskan (melebih-lebihkan) akal). Dan
Barangsiapa yang mengikuti metode mereka yakni membicarakan zat allah dengan
dalil – dalil akal sedangkan jelas para ahlu sunnah wal jamaah dan para salafus shaleh
ketika membicarakan perkara – perkara agama apalagi tentang masalah zat allah
berpegang pada wahyu atau dalil – dalil yang berasal dari alquran dan sunnah/hadits
bukan akal tapi wahyu.
Adapun ahli kalam landasan mereka dalam beragama adalah akal, prinsip mereka
dalam beragama, apabila terdapat pertentangan antara dalil dan akal maka yang
dikorbankan adalah dalil dan dikedepankan akal.
Dan apabila mereka menggunakan dalil sebagai hujjah (argumentasi) sebenarnya
mereka tidak meyakini kebenaran dalil tersebut, hanya terdapat kebetulan yang
mereka dapatkan atau terdapat kesamaan pemahaman dengan akal mereka, padahal
dalil itu tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya mereka inginkan, hanya untuk
digunakan untuk melemahkan dan menipu lawah hujjahnya. Sebab dalil mereka
adalah akal.
Menurut Ibnu Taimiyah : tidak satupun dalil yang digunakan oleh ahlul bid’ah dalam
berdalil, baik dalil yang berdasar naqli (dari nash aqluran maupun asunnah) atau
berdasar atas aqli (akal), jika diteliti dan dicermati maka dalil itu akan semakin
menjelaskan kebatilan dari apa yang mereka perbuat. Permasalahannya kita tidak
mengetahui dan mempelajari tentang dalil itu sehingga kita tidak tahu bagaimana cara
menepis dalil – dalil mereka, selanjutnya kata ibnu taimiyah : saya telah membaca,
mempelajari dan mengkaji semua dalil yang digunakan oleh ahli bidah, ahli kalam,
tentang masalah aqidah atau pemikiran mereka maka saya dapatkan kenyataannya
seperti itu, artinya semua dalil yang mereka gunakan untuk berdalil itu, pada dasarnya
menghujat dan menepis syubhat mereka sendiri.
Berbicara dengan akal tentang zat allah lebih berbahaya daripada berbicara tentang
masalah takdir.
Menurut Ibnu Rajab : karena berbicara tantang masalah takdir hanya berbicara
tentang perbuatan allah sedangkan berbicara tentang zat allah dan asma wa sifat
adalah membicarakan tentang zat allah. Perbuatan allah menunjukan pertanda atau
tanda – tanda adanya allah, sedangkan zat allah mempertanyakan tentang keberadaan
allah.
Zat allah dan sifat allah tidak dapat dipisahkan. Cukup hanya wajib untuk diimani
(istiwa/maklum dan maha tinggi)
Bahaya, apabila akal tidak dikontrol dengan wahyu.
Berbicara tentang pengingkaran – pengingkaran sifat allah swt itu terbagi menjadi dua
sekte :
- orang – orang yang menafikan sifat – sifat allah dan perkara yang ghaib yang
telah dijelaskan dalam alquran dan sunnah, karena mereka men
tasbih/menyerupakan ( salah satunya sekte mu’tazilah) allah dengan makluk.
Ada yang menafikan seluruh sifat (kaum jahmiyah) dan sebagian sifat. Dan
terdapat tingkatan – tingkatan kaum yang menafikan sifat – sifat allah swt
tersebut
 Tidak boleh menggunakan kalimat – kalimat dalam asma wa sifat yang
tidak ada ketentuannya dalam alquran dan sunnah, dan digunakan oleh
ahlih bidah dan ahli kalam dan maknanya menggunakan multi makna, ada
yang benar dan ada yang bathil, maka kalimat tersebut tidak boleh
diingkari secara mutlak dan tidak boleh di imani secara mutlak, tapi
ditanyakan, apa maksud anda mengucapkan kalimat ini? Apabila
maknanya benar maka maknanya diterima tapi kalimatnya ditolak, tapi
kalo bathil maka ditolak.
 Selain mengingkari sifat – sifat allah (mentasbihkan allah dengan
makluk) kaum mu’tazilah juga mengingkari sifat qalamullah, sedangkan
allah menjelaskan bahwa : wa kalamullahu mussakaklimah, wa kalamullah
wa robbuhu : dan allah berbicara dengan makluknya sesuai dengan orang
yang dikehendaki allah swt, oleh sebab itu nabi ibrahim adalah kalamullah,
dan nabi musa adalah kalamullah karena mereka adalah nabi yang diajak
berbicara oleh allah. Dan al quran juga kalamullah, al quran adalah
perkataan allah swt dan rosul saw yang menyampaikannya. Allah
berbicara dengan al quran. Dan kaum mu’tazilah menganalogikan
perbuatan berbicara itu dengan perbuatan makluk sehingga kaum
mu’tazilah meniadakan sifat kalamullah tersebut. Sabda nabi saw : tidak
ada makluk yang lebih tahu tentang allah swt daripada allah swt sendiri.
Sedangkan kaum jahmiyah juga mengingkari sifat kalamullah tersebut dan
menyebut alquran itu sebagai makluk sehingga para ulama sepakat untuk
menghukumi sesat para kaum jahmiyah (kaum jahmiyah adalah para
pengikut jahm bin sofyan: orang yang pertama sekali mengatakan bahwa
alquran itu makluk, murid dari syekh jaad bin dirham, yang disembelih
pada hari idul adha, oleh khalifah khalid bin abdul al khasri, khalifah
abbasiyah, yang mengatakan di mimbarnya setelah selesai berkotbah,
“berkorbanlah kalian semoga allah menerima korban kalian, dan aku
berkorban dengan menyembelih jaad bin dirham”. Dan disembelihlah jaad
bin dirham di mimbarnya)
- Orang – orang yang ingin menetapkan sifat – sifat Allah swt dengan dalil –
dalil (dengan metode) akal yang tidak ada landasannya dalam atsar (riwayat).
- Jadi tak kala terdapat/orang melihat adanya pengingkaran sifat allah
swt yang dilakukan oleh kaum jahmiyah diatas maka terdapat sebagian
kaum yang ingin membantah bid’ah – bidah jahmiyah itu dengan
menggunakan metode akal,
- melawan bidah dengan bidah. Yang benar bidah dibantah dengan
sunnah, jadi hasilnya sunnah, kebatilan dilawan dengan kebenaran. Jika
bidah di lawan dengan bidah maka hasilnya bidah. Kebatilan dilawan
dengan kebatilan maka akan timbul kebatilan yang ketiga. filsafat dengan
filsafat, menghasilkan filsafat yang ketiga.
- Jadi tidak diperbolehkan melawan syubhat/ahli bathil dengan akal,
kecuali akal yang tidak melenceng dari syarah/sunnah.
- Terkadang para ahli ilmu kalam/ahli filsafat yang mengedepankan akal
kalo dicermati terkadang terdapat saling kontradiksi terhadap pemikiran –
pemikiran mereka sendiri. Dan hal itu yang dilakukan oleh ibnu taimiyah
(syeikhul islam) untuk membuktikan kebathilan mereka dari sisi
pandangan mereka sendiri. Kitab rujukan kitab tarkhu wa taarif aql wal
naql oleh ibnu taimiyah, kitab a safaiul mursalah dari ibnu qoyyim
- Kaum yang menggunakan metode akal dalam memerangi bidah
mu’tazilah antara lain adalah :
metode mukhatil bin sulaiman dan yang mengikuti seperti Nuh Bin abi
maryam dan diikuti oleh sebagian ahli hadist dahulu dan sekarang.
Dan metode al karamiyah pengikut Muhammad bin karam as sijistani,
yang mengatakan pemikiran/ideologi at tahsimn, yang mengatakan bahwa
allah itu jisim. Dan menyampaikan iman itu cukup hanya sebatas apa yang
diucapkan dengan lisan, sekalipun tanpa adanya diperkuat atau diyakini
dengan hati dan amal perbuatan. Salah satu ulama yaitu al imam ad
dharimi yang mengkritisi ideologi itu serta memberikan
fatwa/mengusulkan kepada penguasa untuk mengusir keluar dari
daerahnya Muhammad bin karam dan sektenya. Dan dalam ideolog itu
terdapat pensifatan terhadap allah swt sifat – sifat yang tidak terdapat
dalam alquran dan sunnah, yaitu al harak : bergerak.
Disebutkan dalam kitab arisalah almuria dari imam ibnu taimiyah
pentingnya mempelajari nama dan sifat – sifat allah swt untuk
membentengi diri dari ungkapan – ungkapan pensifatan – pensifatan sesat
tersebut.
Kaedah ahlul sunnah ; dalam menetapkan asma wa sifat mereka hanya
mengunakan lafaz – lafaz dan nama – nama yang ada dalam alquran dan as
sunnah, tidak boleh keluar dari itu. Apabila terdapat lafaz – lafaz atau
nama – nama yang digunakan oleh ahli kalam/filsafat berkenaan dengan
asma wa sifat yang tidak ada ketentuannya dalam alquran dan as sunnah,
maka menurut ibnu taimiyah (syikhul islam ) dalam kitab arisalah almuria,
tidak boleh seorang pun untuk menyetujui atau mengingkari dengan
seseorang dalam menetapkan lafaz as ma sifat tersebut, bersikap netral.
Karena belum jelas maksudnya, sampai benar – benar diketahui
maksud/maknanya. Jika maksud/maknanya benar maka diterima akan
tetapi lafaznya ditolak, jika maksud dan maknanya bathil maka tidak bisa
diterima secara mutlak atau ditolak secara mutlak lafaz itu.
Contoh : kata al harakah : bergerak/berpindah, yang dikaitkan dengan
turunnya allah pada sepertiga malam terakhir, jelas tidak terdapat dalam
alquran dan as sunnah, maka sebagian ulama ada yang menerima dan
sebagian ulama yang lain mengingkari.
Menurut ibnu taimiyah : wal akhsan (yang terbaik) yaitu apa yang
ditetapkan oleh allah dan rosulnya dalam alquran dan sunnah adalah lafaz
yang telah ditetapkan oleh allah dan rosulnya, dan menafikan lafaz – lafaz
yang telah dinafikan oleh allah dan rosulnya dalam alquran dan sunnah
sebagaimana kita ketahui.
Metode yang harus diikuti dalam membantah kebathilan dan menghujat kesesatan
adalah dengan alquran dan as sunnah (dengan dalil) bukan dengan akal semata, sebab
di dalam alquran dan as sunnah sudah terdapat penjelasan tentang kebenaran dan juga
penjelasan tentang kebathilan serta terdapat kaedah atau prinsip – prinsip dasar
bantahan atas segala bentuk kesesatan.
Oleh karena itu sebagian para ulama salaf mengucapkan : tidak satupun bid’ah yang
dimunculkan oleh para ahli bid’ah atau ahli bathil, kecuali di dalam alquran terdapat
dalil yang menghujatnya.
Dilarang terlalu berlebihan dalam menggunakan akal dalam membicarakan agama
dan beragama.
Yang benar dalam permasalahan tentang asma wa sifat atau tentang dalil – dalil yang
menjelaskan tentang asma wa sifat (nama dan sifat – sifat) allah swt yaitu apa yang
diikuti oleh salafus sholeh yaitu :
Menyikapi atau membiarkan ayat – ayat yang menjelaskan asma wa sifat tersebut
sebagaimana apa adanya datang dari allah dan rosulnya tanpa ditafsir maknanya,
tanpa dibahas tentang kaifiyah (hakikatnya) dan tanpa diserupakan dengan sifat
makluk.
Hal itu bukan berarti kita dilarang untuk mengetahui makna dari asma wa sifat dengan
sebab/tujuan atau sebagai faktor untuk menambah keimanan, akan tetapi maksudnya
adalah dilarang men takwil asma wa sifat dengan metode ahli kalam/falsafah dengan
tujuan untuk mengingkari. Yakni tidak menafsirkannya dengan makna yang marju
(umum) dan menyelewengnkan maknanya dari yang rajih (benar) tanpa ada
alasannya.
Tidak boleh dipertanyakan tentang kaifiyahnya (hakikatnya), bukan berarti tidak ada
hakikatnya, akan tetapi hakekat itu cukuplah diketahui hanya oleh allah swt dan tanpa
diserupakan sifat tersebut dengan sifat makluk.
Seperti itulah yang disepakati oleh para ulama salaf, seperti oleh al kholaq dalam kita
as sunnah, dari imam al auza’I berkata : terimalah/biarkanlah sebagaimana adanya.
Dari al walid bin muslim, beliau bertanya tentang hadits – hadits yang berkenaan
dengan asma wa sifat kepada para ahli hadits terkemuka yakni imam malik bin anas,
sufyan at tsauri, laitz bin saad, uzaid dan mereka semua sepakat menjawab :
pahamilah hadits – hadits sebagaimana datangnya tanpa dipertanyakan tentang
makna/kaifiyahnya. Dan tidak ada satu riwayatpun dari para ulama salaf yang
menyelisihi hal itu.
Khususnya Imam ahmad bin hambal : melarang untuk memaksakan
diri/membicarakan asma wa sifat secara mendalam (menkaji) sehingga keluar dari
tujuan bahasan maknanya. Dan tidak boleh membuat permisalan atas ayat – ayat asma
wa sifat tersebut.
Hal tersebut diatas lah yang ingin dijelaskan oleh ibnu rajab sebagai prinsip dalam
beragama yang harus dipahami dan dijadikan landasan dalam kita beragama.
Dan ditegaskan oleh ibnu taimiyah dalam kitab a’lamul alijah : tidak ada satupun
perkataan manusia siapapun orangnya, kecuali kita harus mencari dalil yang
membenarkan perkataannya dan perkataan itu bukan dijadikan sebagai dalil, adapun
perkataan allah swt dan rosulNya itu adalah dalil.
kaedahnya, menurut Imam Malik : bahwa setiap orang bisa bersalah, bisa diterima
dan bisa ditolak.
Jadi ikutilah para ulama yang mengikuti kebenaran saja dan tidak menyelisihi
kebenaran.
Jadi siapapun orangnya, siapapun kyainya, siapapun habibnya, siapapun syeikhnya,
siapapun ustadznya, siapapun tuan gurunya (buyanya), itu perkataannya bisa diterima
bisa ditolak kecuali rosulullah saw.
Jika dia mengeluarkan suatu perkataan kita diwajibkan mencari dalil, mana yang
menguatkan dan membenarkan perkataanya. Jika tidak ada, berarti bukan dalil dan
tidak boleh diikuti sebab bukan dalil. Dan kata ibnu rajab : tidak boleh di ikuti dalam
perkara itu.
Dan dipertegas oleh imam syafi’I : apabila aku mengucapkan suatu perkataan dan
datang hadits yang shahih, maka ambil hadits yang shahih dan lemparkan
perkataanku ke dinding.
Tidak ada satupun dari perkataan para ulama salaf yang mencorakkan perkataan Ahli
kalam. Bahkan merekalah yang membenci, menepis dan menghujat para ahli kalam
dengan tegas.
Dan dipertegas oleh imam ahmad : barang siapa yang mencari agama dengan ilmu
kalam itu akan menjadi zindiq (keluar dari agama).
Dan sebagian ulama salaf berkata : mempelajari ilmu kalam itu suatu kebodohan,
dan tidak mengetahui ilmu kalam itu suatu keilmuan.
Dan diriwayatkan dari imam syafi’I : saya berhukum untuk ahli kalam adalah dipukul
dengan pelepah kurma dan diarak keliling kampung sembari di siarkan kepada
masyarakat inilah, perhatikanlah orang – orang yang meninggalkan quran dan
sunnah.
Demikian pula untuk ahlul al falasifah (ahli falsafah/filsafat)
Orang – orang yang perkataan dimasuki oleh perkataan – perkataan ahli kalam/ahli
filsafat itu adalah orang – orang yang tidak akan selamat dari celaan/cercaan/kritikan
para ulama.
Menurut imam abu zhuro ar rozi yang berbicara kepada murid – muridnya : setiap
orang yang mempunyai ilmu tapi tidak menjaga dan memelihara ilmunya dan
membutuhkan ilmu kalam/ilmu filsafat untuk menebarkan ilmunya dengan metode
ilmu kalam/filsafat maka kalian bukanlah dari golongan orang – orang yang seperti
itu.
Jadi ahli sunnah bukan dari golongan mereka dan mereka bukan ahli sunnah.
Sebab konsep bahkan istilah fuqaha dan istilah filsafat berbeda, tidak ada pemikiran
islam, tidak ada filsafat islam, islam bukan pemikiran islam adalah agama, islam
bukan filsafat islam itu wahyu.
Filsafat adalah hasil produk manusia, hasil pemahaman manusia, logika manusia
sedangkan agama adalah wahyu, agama juga bukan pemikiran akan tetapi agama
adalah wahyu syariat yang diturunkan oleh allah swt.
Oleh karena itu kita harus berpikir menggunakan akal dan memahami dalam konteks
yang dibenarkan dan diperbolehkan, sebab al quran diturunkan untuk orang – orang
yang berakal.
Kata Imam Syafi’I : saksikanlah setiap hadits/dalil yang shahih yang datang pada
rosulNya dan aku tidak menerimanya, maka ketahuilah sesungguhnya akalku telah
hilang.
Jadi orang yang berakal adalah orang yang menerima dan memahami dalil sesuai
dengan bimbingan wahyu bukan orang yang mengutak – atik dalil,
mempertentangkan dalil, menakwilkan dalil kemudian menyelewengkannya.
Kemudian,
Diantara ilmu – ilmu yang bid’ah itu adalah apa – apa yang diada – adakan oleh ahli –
ahli akal (ra’yu), yang lebih menitik beratkan dalam menggunakan akal,
yaitu berupa prinsip – prinsip keilmuan yang hanya sekedar berdasarkan akal, dan
mereka mengembalikan segala permasalahan – permasalahan kepada faedah – faedah
dan prinsip – prinsip ilmu akal tersebut,
baik perkara – perkara tersebut menyelisihi sunnah atau cocok dengan sunnah asalkan
sesuai dengan prinsip – prinsip yang telah mereka tetapkan tersebut,
jadi pendalilannya bukan dari wahyu, bukan dari nash – nash alquran dan hadits.
Sedangkan metoda ahlul sunnah dalam membuat kaedah prinsip adalah :
Mereka membaca dengan seksama, mempelajari, meneliti, dan memahami dalil
(alquran dan hadits) terlebih dahulu dan kemudian menarik dari dalil tersebut hujjah
(ketetapan/), khawaid (prinsip – prinsip) atau kaedah – kaedah prinsip dalam setiap
perkara/permasalahan.
Sedangkan metode para ahlul bid’ah :
Mereka membuat dan menetapkan kaedah – kaedah prinsip terlebih dahulu kemudian
setelah itu mencari dalil untuk melisensi atau melegalkan kaedah tersebut.
Dan para ulama, para imam, para fuqaha sesungguhnya mereka selalu mengikuti
hadits yang shahih kapan dan dimana saja dalam keadaan dan kondisi
sebagaimanapun.
Mereka selalu melihat hadits kemudian berdalil, jika hadits tersebut diamalkan oleh
para sahabat atau di sebagian kalangan mereka. Ini yang harus di ikuti.
Adapun suatu perkara/permasalahan ilmiah atau pendapat yang mereka sepakat untuk
meninggalkannya, tidak diamalkan, tidak diajarkan dan tidak dilakukan oleh para
sahabat dan para ulama salaf. Maka itu tidak boleh diamalkan sekalipun dari sebagian
ada yang mengamalkannya.
dan sekalipun mungkin jumhur (kebanyakan) para sahabat menyelisihi hal
pengamalan itu. Maka terdapat keringanan dalam mengamalkan dan mencela
pendapat dan amalan itu.
Oleh sebab itu, hendaknya yang terbaik kita mengkuti/mengkaji dan kembali pada apa
– apa yang diketahui, pendapat dan yang diamalkan oleh para jumhur sahabat.
Kemudian, kenapa (li anahum) suatu amalan yang ditinggalkan oleh para sahabat
tidak boleh kita amalkan ?
Hal ini dikenal dalam ilmu ushulil bid’ah, yang dikenal dengan sunnah tarkiyah
artinya sunnah yang tidak diamalkan, suatu amalan yang tidak di amalkan dan di
tinggalkan, sunnah yang bagi kita harus meninggalkannya bila diamalkan itu
merupakan suatu bid’ah.
Yang disebut Sunnah Tarkiyah diantaranya :
Jika ada amalan – amalan yang ditinggalkan oleh rosulullah saw dan para sahabatnya
akan tetapi terdapat sebab untuk melakukan, terdapat tuntutan untuk
melaksanakannya dan tidak ada hambatan untuk melaksanakannya. Hal ini
mengisyaratkan bahwa ini bukan merupakan amalan yang sunnah.
Contoh : Membaca Ushalli dalam shalat.
Pernahkah rosulullah melakukannya ? adakah tuntutan melakukannya ? ada, karena
ibadah, ushalli, mau shalat ini..adakah hambatan melakukannya ? tidak ada yang
menghambat, karena mudah sekali untuk dilakukan. Tapi mengapa rosulullah
meninggalkannya ?
Ini menjelaskan kepada kita bahwa meninggalkan ushali atau meninggalkan
pengucapan ushalli adalah sunnah, dan melakukannya adalah bid’ah.
Demikian juga para sahabat, Tidak terdapat satupun riwayat dari para sahabat yang
menjelaskan mereka mengucapkan ushalli dalam shalat. Akan tetapi mereka berniat.
Tidaklah mereka meninggalkan hal itu, kecuali mereka berdasarkan atas ilmu dimana
hal itu tidak boleh diamalkan.
Hal ini juga dijelaskan oleh al imam ibnu qayyim dalam kitab I,lamul muftin dan
kitab – kitab ulama yang lain.
selanjutnya,
Menurut Umar bin abdul aziz (khalifah muawiyah, cicit umar bin khatab, zaman
tabiin): ambillah pendapat yang sesuai dengan pendapat dari orang yang sebelummu
(para sahabat), sesungguhnya mereka (para sahabat) lebih berilmu dari kamu. Inilah
keutamaan umar bin abdul aziz, menisbatkan sesuatu kepada orang yang lebih mulia
darinya, yang lebih berhak untuk dimuliakan (para sahabat).
Abdullah bin mas’ud (sahabat) mengatakan : barangsiapa yang ingin mencontoh,
maka contohlah orang yang sudah meninggal, sesungguhnya orang yang masih hidup
itu belum aman dari fitnah, hatinya masih terbolak – balik.
Siapa orang yang sudah meninggal itu? Merekalah rosul dan para sahabat rosul saw.
Merekalah manusia yang paling bersih suci hatinya, yang paling dalam ilmunya,
yang paling sedikit taqalub (memaksakan) diri dalam beragama, apa yang datang
diamalkan sesuai dengan apa adanya.
Dan selanjutnya, dikatakan oleh Abdullah bin mas’ud : mereka adalah kaum,
manusia yang telah dipilih oleh allah swt untuk menemani rosulNya, dalam
memperjuangkan agamanNya, maka kenalilah keutamaan/kemuliaan mereka, dan
contohlah mereka dalam beramal, tuntunan mereka, manhaj (jalan/metode) mereka,
dan perjalanan hidup mereka.
Metoda yang benar dalam berilmu adalah seseorang kembali kepada dalil yaitu
alquran dan sunnah kemudian mengkaji dan membahas kemudian menyimpulkan
kaidah (fawaidh) dari nash/hadits tersebut.
Selain itu dalam kita beragama diwajibkan untuk meneladani orang - orang yang telah
medahului kita dalam keilmuan dan ketaqwaan yaitu para sahabat dan salafus sholeh
karena mereka lebih berilmu daripada kita.
Tentang amalan ahlul madinah (Penduduk Madinah)
Apakah amalan mereka hujjah atau bukan ?
Terjadi perselisihan (khilaf) di kalangan para ulama.
Adapun apabila terdapat amalan penduduk madinah yang menyelisihi hadits maka :
Imam Malik Berpendapat : mesti mengambil atau berpegang pada pendapat ahlul
madinah.
Sedangkan sebagian para ulama berpendapat mesti berpegang pada hadits.
Akan tetapi ini tidak mutlak.
Imam Syaukani dalam kitab Irsyadul Khuhul tentang amalan ahlul madinah.
Bahwa ijma (pendapat) ahlul madinah terbagi dari dua hal yakni :
 Ijma yang berdasar pada naqli (penukilan) dan
Mereka langsung menukil langsung dari rosulullah dari saw tentang amalan
atau tentang syari, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan atau (iqrar)
penetapan. Seperti timbangan, takaran, mud, zakat, cara adzan dll.
 Ijma yang berdasar pada istridlali (pendalilan)
Mereka meihat dalil kemudian menghasilkan kesepakatan (ijma) kemudian
menentukan hukumnya. Dalam hal ini terdapat khilaf (perselisihan) para
ulama. Ini yang dikatakan oleh ibnu rajab tidak boleh diikuti secara mutlak
akan tetapi harus melihat pada penjelasan – penjelasannya terlebih dahulu.
Selanjutnya tentang ilmu – ilmu yang bid’ah ….
Diantara perkara -perkara yang diingkari para ulama salaf yakni perdebatan (al jidal,
al mira’, al hisyom), memperdebatan masalah yang halal dan haram.
Dijelaskan dari rosulullah saw dari nu’man ibnu basyir : wal halal bayyin, al haram
bayyin (yang halal jelas, yang haram jelas) hukumnya tidak boleh diperdebatkan.
Akan tetapi perdebatan tentang halal dan haram muncul setelah mereka. Setelah
zaman sahabat, tabiin, tabiut tabiin.
Perdebatan muncul saat adanya sifat fanatisme mazhab – mazhab.
Terdapat pada hadits yang marfu (disandarkan pada rosul saw) : tidaklah sesat suatu
kaum, setelah datangnya petunjuk pada mereka kecuali apabila mereka suka
berdebat.
Kemudian allah swt mencela kaum yang suka berdebat dengan berfirman melalui
rosulullah saw : Tidaklah mereka membuat permisalan bagimu, kecuali hanya ingin
berdebat, bahkan merekalah kaum yang suka berdebat.
Maka para ulama salaf menjelaskan : Apabila allah swt menginginkan kebaikan pada
seorang hamba, maka allah akan membuka pintu amalannya (suka beramal), karena
ilmu dipelajari untuk beramal bukan untuk berdebat, dan dijauhkan serta menutup
pintu perdebatan, dan apabila allah mengingkan kejahatan maka akan dibuka pintu
perdebatan (suka berdebat) dan allah tutup pintu beramal untuknya.
Prinsip ahlul sunnah adalah mengikuti (ittiba) kebenaran bukan berdebat.
Imam Ahmad dalam kitab ushulul sunnah/syarhu sunnah, menjelaskan :
Landasan dan prinsip ahlul sunnah wal jamaah yakni Berpegang teguh dengan apa
yang diikuti oleh para sahabat serta meneladani mereka dan meninggalkan seluruh
perkara yang bid’ah, karena seluruh perkara yang bid’ah itu sesat. Dan meninggalkan
khusumat (perdebatan), dan kemudian duduk bermajlis dengan ahlil akhwa, kemudian
dan meninggalkan mira (perdebatan) dan permusuhan dalam agama.
Dan imam malik (darul hijrah : imam yang tidak pernah keluar dari madinah) berkata
setelah menjumpai penduduk negeri ini (madinah), mereka membenci /tidak
menyukai memperbanyak bicara, memperbanyak membahas permasalahan –
permasalahan yang tidak berlandaskan dengan dalil, tidak ada dalilnya, dan mereka
juga membenci/tidak menyukai terlalu banyak berfatwa.
Beliau juga membenci menjawab pertanyaan – pertanyaan yang tidak ada artinya atau
pertanyaan tentang sesuatu yang belum terjadi.
Bahkan allah swt berfirman : mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakan urusan
roh itu adalah urusanKu. Pertanyaan tidak dijawab oleh allah swt. Allah tidak
memberikan jawaban itu pada rosulNya.
Dan imam malik berkata : seseorang yang mengetahui tentang sunnah, apa dia akan
memperdebatkan tentang sunnah itu, jangan, tidak boleh. Akan tetapi sampaikan
sunnah dengan sunnah, katakan saja itu sunnah jangan dengan berdebat, apabila
diterima, Alhamdulillah, tidak diterima, cukup.
Jika alquran dan sunnah yang merupakan wahyu tidak cukup bagi seseorang, apalagi
yang cukup bagi mereka.
Perdebatan tentang masalah ilmu akan menghilangkan cahaya ilmu. Perdebatan
masalah ilmu itu akan membuat hati keras dan juga akan menimbulkan celaan.
Imam Malik banyak menjawab pertanyaan – pertanyaan dari permasalahan –
permasalahan yang ditanyakan kepadanya dengan jawaban : la hadri (saya tidak tahu).
Bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa ada seseorang yang datang dari
sebuah daerah membawa 40 pertanyaan dan membutuhkan jawaban untuk dibawa ke
daerahnya untuk menyelesaikan permasalahan – permasalahnnya kepada imam malik,
dan imam malik hanya menjawab 4 pertanyaan, dan selebihnya katakan “saya tidak
tahu”. Dan imam ahmad mengikuti metode imam malik, sangatlah berhati – hati
(wara) dalam menjawab pertanyaan. Tidak suka berbicara kecuali dengan dalil.
Telah ada larangan bertanya permasalahan – permasalahan yang tidak ada
manfaaatnya, yang akan menimbulkan kesusahan untuk dirinya dan orang lain.
Kecuali bertanya tentang ilmu yang bermanfaat, karena ini merupakan sarana untuk
menghafalkan ilmu. Menurut Ibnu abbas ketika ditanya : bagaimana wahai ibnu abbas
kamu mendapatkan ilmu ini?, ibnu abbas menjawab : lisan yang bertanya, hati dan
akal yang memahami.
Dilarang menanyakan perkara – perkara yang belum terjadi.
Sementara dalam perkataan para ulama salaf seperti Imam Malik, imam syafi’I, imam
ahmad, imam ishaq dan para imam yang lain bahwasanya dalam perkataan -
perkataan mereka telah terdapat peringatan atau isyarat, tentang landasan
pengambilan fikih dan hukum, yaitu dengan perkataan yang ringkas dan singkat yang
dengan perkataan tersebut telah dipahami maksud dari hokum – hokum tersebut tanpa
membutuhkan memperluas permasalahan atau panjang lebar dalam menjelaskan
(tidak bertele – tele).
Kemudian keutamaan ilmu salaf itu, dalam perkataan para ulama salaf itu, telah
terdapat bantahan terhadap perkataan – perkataan yang menyelisihi sunnah dengan
isyarat/ibarat-ibarat/ungkapan - ungkapan yang sangat singkat, tipis, ungkapan yang
halus dan bagus, jadi tersirat makna – makna yang halus, jelas, cermat dan teliti dan
cukup untuk dapat dipahami apabila kita cermat dalam membacanya.
Bahkan terkadang kebenaran – kebenaran yang diungkapkan oleh orang – orang
mutaakhirin dengan luas, panjang dan lebar itu, pada dasarnya telah ada, telah
terkandung, telah tercantum dan diungkapkan oleh para ulama salaf dengan ungkapan
– ungkapan yang ringkas,singkat , padat.
Dan tidaklah dari kalangan para ulama salaf itu diam (tidak berbicara) dari berdebat,
bukan dikarenakan tidak mampu melakukan hal itu / bodoh, akan tetapi mereka itu
diam berlandaskan ilmu dan karena takut karena allah swt.
Dan tidaklah orang – orang yang telah banyak berbicara itu mempunyai keistimewaan
tentang ilmu atau lebih berilmu dibandingkan dengan ulama salaf, akan tetapi
dikarenakan mereka ingin lebih banyak berbicara dan menyukai berdebat dan
sedikitnya sifat wara (rasa takut) kepada allah swt.
Menurut al imam Hasan al Basri menanggapi orang – orang yang banyak berdebat,
mereka adalah orang – orang yang telah bosan beribadah dan sifat ketaqwaan (wara)
mereka telah menipis oleh karena itulah mereka berani untuk lebih banyak berbicara.
Seorang datang kepada hasan al basri : saya telah tahu, telah menemukan dan telah
yakin dengan agamaku, kalo anda belum menemukan, belum tahu dan belum yakin
dengan agama anda, silahkan mencari, tidak perlu berdebat, tidak perlu
diperdebatkan.
Tidaklah orang – orang yang bertaqwa, yang mempunyai sifat wara, sifat takut kepada
allah swt itu mneyukai perdebatan
Dari Jakfar Bin Muhammad (salah satu imam 12 yang dikultuskan oleh kaum syiah,
dan beliau berlepas diri dari mereka) : tinggalka olehmu melakukan perdebatan dalam
agama, sesungguhnya berdebat itu menyibukkan hati dan menanamkan sifat
kemunafikan.
Menurut Umar bin abdul Aziz : apabila kamu mendengar perdebatan dalam agama,
stop, cukup, jangan diteruskan, jangan ikut. Barangsiapa yang menjadikan agamanya
sebagai alat untuk diperdebatkan, maka dia akan banya berpindah – pindah, warna
warni dalam agamanya.
Maksudnya apabila dia mendebat seseorang kemudian dia dikalahkan oleh seseorang
maka dia akan mengikuti orang tersebut, mendebat seseorang lagi dan dikalahkan lagi
maka dia akan ikut lagi, begitu seterusnya. Tidak istiqomah dan tidak komitmen
dalam agamanya.
Sesungguhnya orang – orang terdahulu (dari kalangan salaf/sahabat/tabiin), mereka
berhenti atau tidak meneruskan perdebatan itu karena ilmu bukan karena mereka tidak
mampu, karena adanya pemahaman mereka menahan, karena keilmuan mereka, dan
mereka lebih mampu untuk melakukan penelitian, jika mereka melakukan penelitian
itu. Dan mereka lebih mampu/lebih mengetahui kaedah – kaedah syariat.
Menurut Ibnu Rajab : Maka banyak orang – orang mutakhirin telah terfitnah,
sehingga mereka menduga dan mengira bahwa orang – orang yang banyak bicara,
banyak perkataannya, banyak berdebat, merekalah orang – orang yang paling berilmu.
Yang diberi ilmu bukanlah orang yang seperti itu. Inilah hakikat kebodohan. Inilah
kebodohan semata.
Maka perhatikanlah para sahabat khibar (senior) seperti abu bakar, umar, ali, abdulah
bin mas’ud, zaid bi tsabit, dll, lihat perihal keadaan mereka, bagaimana mereka
berilmu, bagaimana mereka beribadah, beramal, sifat wara mereka, sehingga dapat
menambah keyakinan kita. Inilah alasan mengapa allah swt memerintahkan untuk
mengikuti mereka.
Kata Imam Syafi’I : Mereka diatas kita, melebihi kita dari segala sesuatu, dari ilmu,
ketaqwaan, ibadah dan segalanya.
Dari Imam hasan al basri ketika berdialog dengan abu abdurahman : ya hasan, jangan
kamu memberikan fatwa kepada mereka dengan pendapatmu, kata imam hasan al
basri: pendapat kita untuk mereka itu lebih baik dari pada pendapat mereka untuk
mereka sendiri. Maksudnya pendapat salaf untuk kita itu lebih baik dari pada
pendapat kita untuk diri kita sendiri. Dan perkataan senada disampaikan oleh imam
syafi’i.
Bukanlah ilmu itu yang banyak riwayat, banyak perkataannya, banyak menghafal
hadits, banyak bicara, banyak mengumpulkan kitab, akan tetapi ilmu itu nur, cahaya
yang ada di dalam hati, yang dengan cahaya itu dia dapat memahami kebenaran dan
dapat membedakan antara yang haq (benar) dan yang bathil. Allah berikan ke dalam
hati seseorang seorang hamba dengan ilmu tersebut dia menilai/membedakan antara
yang haq dengan yang bathil, dan mengungkapkan tentang yang haq (benar) dengan
singkat dan telah menjelaskan/menunjukkan makna/sarat dengan makna.
Perhatikan perkataan/hadist – hadist nabi saw. Yang bersifat Jawami Al kalim
(perkataan yang singkat dan sarat dengan makna).
Dan rosulullah saw bersabda ; sesungguhnya, tidaklah allah swt mengutus nabinya
kecuali sebagai mubaligh (penyambung lidah/penyambung lisan).
Menyampaikan apa yang diturunkan kepadanya.
Rosulullah saw hanya berbicara dengan sesuatu yang mencukupkan saja. Cukup
dengan apa – apa yang diperintahkan.
Sementara khutbah nabi saw adalah khutbah singkat.
Dan Rosulullah saw menyampaikan hadits, sekiranya terdapat orang yang menghitung
hadits itu, mungkin orang itu mampu untuk menghitungnya.
Dan apa yang disampaikan oleh Nabi saw tidak ada yang tersembunyi dan utuh. Dan
itu telah disampaikan oleh para sahabat yang satu dengan yang lainnya saling
menyempurnakan. Dimana yang satu tidak mendengar hadits dan yang lain
mendengar dan saling menyempurnakan dan itu telah dikumpulkan dalam kitab –
kitab hadits yang terjaga.
Tentang perkataan adalah sihir
Dikatakan dari nabi saw dalam konteks celaan :
Sesungguhnya diantara penjelasan (bayan) itu adalah sihir.
Karena diantara perkataan itu ada yang menipu, terlena, dan terpesona dengan
perkataannya sehingga perasaannya larut dengan perkataan seseorang itu.
Oleh karena itu nabi saw sangat mengkhawatirkan umatnya terhadap para alimul lisan
(orang yang pandai berbicara) sebab perkataan itu dapat menyihir.
Dari imam at tarmizi dan abu daud, hadits shahih :
Bahwasanya allah swt membenci orang yang memfasih-fasihkan dalam berbicara,
yang memainkan lisannya, bersilat lidah, sebagaimana sapi (baqarah) memainkan
lidahnya.
Banyak terdapat hadist – hadits serupa baik yang marfu (hadits yang disandarkan
kepada nabi saw) maupun mauquf (hadits yang disandarkan kepasa sahabat) yang
mencela terlalu banyak berbicara, bersilat lidah sehingga menipu orang yang
mendengarnya.
Kesimpulannya menurut Ibnu Rajab :
Maka wajib diyakini, Bukanlah orang yang luwes pemaparannya, atau luwes
pembicaraannya dalam suatu permasalahan, luwes perkataanya tentang ilmu, itu lebih
berilmu daripada orang yang tidak seperti itu, bukan itu standart, ukuran atau
barometer untuk mengukur orang berilmu, standartnya adalah orang yang berilmu itu
yang wara dan taqwa. Kita telah diuji dengan manusia – manusia yang bodoh.
Dimana mereka meyakini orang – orang yang luwes perkataanya sebagai orang yang
lebih berilmu.
*(Ibnu rajab mengatakan perkataan seperti ini, Ibnu Rajab Hidup Di abad ke 8,
bagaimana dengan abad ini?)
Dan sebagian ada yang sampai meyakini terdapat orang yang lebih berilmu daripada
para sahabat dan para fuqaha – fuqaha, hanya karena keluwesan mereka dalam
perkataan dan pemaparan.
Dari umar bin Abdul Aziz : dan ulama salaf itu lebih berilmu daripada kalian.
Dan sungguh, telah benar perkataan Abdulah bin Mas’ud tentang para sahabat yaitu :
merekalah orang yang paling baik dan suci hatinya, dan yang paling banyak ilmunya,
dan yang paling sedikit taqalubnya (berlebihan) dalam beragama.
Dan Abdullah bin maksud berkata pada murid – muridnya/para tabiin (yang kala itu
menyebarkan ilmunya di kuffah-ibnu abbas di mekkah – kaab bin ubay di madinah) :
kalian sekarang hidup dijaman yang masih banyak ulamanya dan sedikit para
oratornya (khotib/khutoba) dimana akan datang jaman dimana akan sedikit ulama dan
banyak para orator (khutoba/khotib).
Barangsiapa yang banyak ilmunya dan sedikit perkataannya dialah orang yang terpuji,
dan barangsiapa yang banyak bicaranya tapi sedikit ilmunya dialah orang yang
tercela.
Dan rosulullah saw telah memberikan persaksian kepada ahlu yaman (penduduk
yaman) karena keimanan dan keilmuan mereka.
Sementara penduduk yaman mereka yang sedikit perkataannya dan tidak berlebihan
dalam pembahasan masalah keilmuan.
Bahkan Rosulullah saw berkata : Al iman yamani (iman itu di yaman)
Karena ilmu mereka ilmu yang bermanfaat dalam hati mereka.
Mereka mengungkapkan dengan lisan mereka apa yang dibutuhkan dalam perkara itu
saja. Inilah pemahaman/ilmu yang bermanfaat.
Tingkatan – tingkatan Ilmu yang harus dipelajari.
 Ilmu yang paling utama adalah ilmu dalam menafsirkan AlQuran,
 Ilmu tentang hadits rosulullah saw,
 Dan perkara – perkara yang halal dan haram yang terdapat atsarnya (riwayatnya)
atau yang dinukil dari para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin sampai pada jaman para
imam yang diikuti keilmuannya (al mubarak, imam malik, imam syafii dll).
Menguasai apa yang diriwayatkan dari mereka dalam keilmuan tersebut (ilmu
menafsirkan al quran, memahami makna hadits, tentang nukilan dari para sahabat
tentang halal dan haram) itulah ilmu yang paling utama, disertai dengan pemahaman
dan bersungguh – sungguh dalam mempelajari ilmu tersebut (tafakuh fihi).
Adapun yang menyelisihi perkataan mereka maka kebanyakannya adalah suatu
kebathilan dan tidak manfaatnya, dalam perkataan ulama salaf dalam perkaatan itu
telah cukup bahkan berlebih.
Hendaklah bersungguh – sungguh dan mengenal, memahami makna dan maksud
perkataan para ulama salaf. Sebab, perkataan mereka, sekalipun sedikit lafaznya akan
tetapi dalam maknanya. Adapun yang menyelisihi perkataan mereka kebanyakan
adalah kebathilan tidak ada manfaatnya. Didalam perkataan ulama salaf yang
menjelaskan tentang al quran dan sunnah telah cukup bagi kita, bahkan melebihi.
Tentang Kuatamaan Perkataan Ulama Salaf.
Tidaklah ada kebenaran dalam perkataan orang – orang yang datang sepeninggal
mereka (para ulama salaf), kecuali telah terdapat didalam perkataan ulama salaf
dengan ungkapan/lafaz yang singkat dan isyarat yang ringkas dan sarat dengan
makna, dan tidaklah terdapat kebathilan dalam perkataan orang – orang yang datang
sepeninggal mereka (para ulama salaf), kecuali telah terdapat didalam perkataan
ulama salaf apa yang menjelaskan kebathilannya bagi orang – orang yang memahami
dan mencermatinya.
Bahkan telah terdapat dalam perkataan para ulama salaf makna – makna yang sangat
indah dari sumber – sumber pengambilan yang sangat jeli dan teliti, dan tidaklah
perkara – perkara tersebut diketahui oleh orang – orang yang datang setelah mereka,
bahkan tidaklah mereka menguasainya/memahaminya.
Oleh karena itu, Barangsiapa yang tidak mengambil ilmu dari perkataan ulama salaf,
maka tentu dia telah kehilangan kebaikan itu seluruhnya dan bersamaan dengan itu
dia terjerumus dalam banyaknya kebathilan karena mengikuti orang – orang yang
datang setelah mereka.
Demikianlah metode yang benar dalam menuntut ilmu dan memahami agama yakni
kembali kepada ilmu para ulama salaf (dalam memahami ilmu alquran dan sunnah),
akan tetapi diperlukan keahlian untuk membedakan mana hadits (riwayat) yang
shahih (benar) mana yang dhaif (diragukan) maka hendaknya bagi para penuntut ilmu
untuk waspada dan hendaknya merujuk kepada para ulama – ulama yang lebih
mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Orang yang ingin mengumpulkan perkataan ulama salaf dibutuhkan pengetahuan
tentang yang shaih dan dhaif , yang demikian itu dengan mengetahui ilmu Jarh wal
ta’dlil dan illal, yaitu pengetahuan tentang hal - hal penyebab bagaimana riwayat itu
dikritisi, apa penyebabnya, baik berakitan dengan matan atau sanad (sumber)nya.
Barangsiapa yang tidak mengetahui hal itu maka dia tidak bisa dipercayai dalam
nukilannya. Dan tercampur (samar) padanya antara yang benar dan yang bathil,
karena dia tidak memisahkan antara yang shahih dan yang bathil, dan tidak bisa
diterima begitu saja darinya riwayat tersebut.
Dan bisa jadi karena tidak bisa memisahkan antara yang shahih dan yang dhaif maka
seluruh nukilannya adalah kebathilan.
Al imam al u’zai mengatakan : Ilmu itu adalah apa yang datang dari para sahabat dan
yang dibawa para sahabat rosulullah saw, adapun selain itu bukanlah ilmu. (inilah
hakikat ilmu yang bermanfaat) karena apa yang dibawa oleh sahabat adalah ilmu yagn
diwahyukan oleh allah swt kepada nabiNya (al quran & sunnah).
Dalam Perkataan imam as syafi’I : ilmu itu adalah al quran dan apa yang terdapat
dalam hadist dan apa yang dikatakan oleh para sahabat, adapun selainnya adalah
bisikan – bisikan syaiton.
Sedangkan tingkatan antar para ulama salaf berbeda, Para sahabat tentunya lebih
utama dan mulia daripada tabiin, tabiin lebih utama daripada tabut tabiin.
Oleh karnanya Imam Ahmad kepada muridnya berkata : kalian mendapatkan
keringanan untuk menuliskan dan meninggalkan.
* Sedangkan untuk kita, seperti perkataan imam hasan al basri : perkataan mereka
lebih baik daripada perkataan kita pada diri sendiri.
Oleh karena itu bagi kita untuk membiasakan diri dalam menulis fawaidh – fawaidh
(faedah-faedah) agar tidak menyesal dan kehilangan manfaat ilmu, hal seperti itu juga
yang dilakukan oleh imam ibnu qoyim yang mempunyai kitab catatan fawaidh –
fawaidh dengan judul bada’il fawaidh, Ibnu jauzy dengan kitab shaid al khatir.
Oleh karena itu Imam zuhri menulis perkataan tabiin akan tetapi sholeh bin kaysan
tidak menulisnya, akan tetapi kemudian sholeh bin kaysan menyesal kenapa dia
meninggalkan perkataan tabiin itu. Karena dia merasakan dan mendapatkan bahwa
perkataan mereka itu syarat dengan ilmu akan tetapi dia meninggalkannya.
Dan ini di jaman imam ahmad. Sedangkan menurut ibnu rajab yang hidup di abad ke
8 mengatakan : dan dijaman kita sekarang ini merupakan suatu keharusan untuk
menulis perkataan – perkataan para ulama salaf, para imam – imam salaf yang
menjadi panutan sampai pada jaman imam syafii, ahmad, ishak, ibnu ruhaiwe, dan
juga abi ubaid. Dan dijaman kita ini harus lebih dari itu, Karena telah jauhnya kita
dari pemahaman yang benar, telah jauhnya kita dari generasi terbaik, dan telah
jauhnya kita menyimpang dari metode yang benar dalam menuntut ilmu.
Oleh karena itu jangan pernah terlewatkan bila mendapatkan perkataan – perkataan
(fawaidh – fawaidh) ulama.
Dan hendaklah setiap insan waspada dari perkara – perkara yang muncul sepeninggal
mereka. Sesungguhnya telah muncul sepeninggal mereka, perkara – perkara yang
banyak sekali, perkara – perkara baru yang bid’ah yang banyak sekali, dan juga
muncul orang – orang yang menisbatkan diri mengikuti alquran dan hadits dari
kalangan dhahiriyah yang mengingkari qiyas, cukup tekstual dengan alquran dan
hadist. Oleh karena itu ketika terjadi permasalahan – permasalahan hukum yang tidak
ada secara nyata tekstual dalam alquran dan sunnah penetapan hukumnya maka akan
terjadi kebimbangan.
Para ulama mengingkari metode al dhahiriyah yang mengingkari al qiyas. Mereka
sungguh telah menyelisihi para imam dan juga menyendiri dengan pemahamannya
sendiri atau mengambil apa yang tidak diambil oleh para umat sebelumnya (para
sahabat),
Adapun pendapat – pendapat para al dhahiriyah yang tidak sepaham dengan ulama –
ulama sebelumnya telah dimasuki oleh perkataan – perkataan atau membahas perkara
– perkara menggunakan metode ahli kalam/ahli filsafat.
Menurut ibnu rajab : dan itu adalah kejahatan semata, tidak ada kebaikan dalam hal
itu. Dan tidaklah seorang yang masuk kedalam perkara tersebut akan ternodai, oleh
sebagian kerusakan – kerusakan mereka.
Jadi orang yang berusaha memaksakan diri mendalami ilmu – ilmu filsafat dengan
segala keterbatasannya dalam ilmu agama, maka dia tidak akan selamat dari bahaya
pemikiran tersebut, pemikirannya akan terkontaminasi, aqidahnya akan ternodai oleh
pemikiran – pemikiran tersebut.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad : tidaklah selamat orang yang
berbicara/menggali tentang ilmu kalam kecuali pengikut jahmiyah (Yaitu Orang –
orang yang mengingkari asma wa sifat).
Tidaklah selamat orang – orang yang berbicara tantang ilmu kalam kecuali dia akan
menjadi ahlul bid’ah.
Asal mula munculnya pemikiran Jahmiyah dalam mengingkari asma wa sifat,
mengatakan alquran bukan kalamullah, mengingkari allah swt berbicara dengan musa,
dan juga mengikari allah memilih seseorang sebagai khalilnya, dan mengatakan
manusia melakukan perbuatan dalam keadaan terpaksa (jabar), tak lain karena mereka
menggali dan menyibukkan diri dengan ilmu kalam/filsafat.
Dan imam ahmad dan para ulama salaf yang lain memperingatkan agar waspada
terhadap para ahlul kalam, sekalipun mereka (para ahlul kalam) sebagian dari sisi lain
ada membela sunnah juga, bahkan orang – orang as syairah atau sebagian ulama yang
terwarnai pemikirannya dengan teori – teori ahlul kalam mereka menghujat ahlul
kalam (mu’tazilah).
Akan tetapi imam ahmad tidak membiarkan mereka dan menjelaskan : man tholabul
ilma bil kalam ta zandaq, maaf laha shohibul kalam abada : tidak akan
beruntung/selamat orang yang mempelajari ilmu kalam.
Adapun pandangan/menurut ahlul kalam terhadap ahlul sunnah adalah bahwa para
ahlul sunnah yang tidak menyibukkan diri dengan perdebatan hanya
pandai/menyibukkan diri dalam mengumpulkan saja (hasyawiyah), mengumpulkan
hadist kesana kemari, tanpa mengetahui artinya/maknanya/kandungannya.
Menamakan ahlus sunnah dengan hasyawiyah : pekerjaannya hanya mengumpulkan
saja.
Maka orang – orang yang menyukai ilmu kalam kemudian mereka mencela kepada
orang – orang yang tidak menyukai perdebatan seperti kesukaan para ahlul kalam
dalam berdebat, dan menganggap bodoh terhadap orang yang tidak suka berdebat,
atau mengatakan orang yang tidak suka berdebat itu tidak kenal kepada allah, atau
orang yang tidak kenal kepada agamanya, maka menurut Ibnu Rajab : taqulu dzalika
min hutuwa ti syaitan, naudzubillah. Semuanya itu dari propaganda/langkah- langkah
syetan untuk menyesatkan manusia.
Diantara ilmu yang bid’ah/yang muncul setelah zaman para ulama salaf yaitu
berbicara tentang ilmu – ilmu kebathinan, berupa ma’rifat, amalan – amalan hati
(a’maln qulub) dan juga hal – hal yang mengikuti itu dengan sekedar mengikuti akal
(logika) atau perasaan, demi terbukanya khasy (terbukanya tabir) tentang hakikat
kebenaran, seperti anggapan pada orang – orang sufi, dimana mereka menilai suatu
kebenaran itu bukan dengan dalil akan tetapi dengan perasaan (bisikan hatinya)/ apa
yang terbesit dalam hatinya, dengan mimpi, dengan cara meditasi, dengan ilham,
dengan khasy, dengan hikayat – hikayat keramat – keramat kewalian, dan hal – hal itu
dijadikan sebagai dalil bagi mereka. Kita mengetahui bahwa dalil dalam beragama
adalah al quran dan sunnah.
Berkata abu sulaiman ad dharani, salah seorang ulama salaf yang zahid : dan
terkadang terbesit dalam benakku sebagian hikmah – hikmah/makna – makna atas
suatu kebenaran, akan tetapi tidak aku terima kecuali dengan dua saksi yang adil yaitu
al quran dan sunnah.
Begitu juga dengan imam al juned (yang sebagian orang – orang sufi mengagungkan
imam al juned, padahal beliau termasuk orang yang zahid) : Ilmu kami ini, ilmu
tentang kesucian jiwa, memperbaiki hati, tentang amalan – amalan hati untuk
membersihkan jiwa, menenangkan hati, dengan memperbanyak/focus dengan ibadah,
tidak menyibukkan diri, tidak tergiur, tidak tertipu dengan dunia, Ilmu kami ini, ilmu
yang seperti ini itu selalu terkait/dikekang dengan alquran dan sunnah. Dan
barangsiapa tidak pernah membaca, merenungi, memikirkan ayat – ayat alquran dan
tidak pernah menulis/mempelajari hadits, maka tidak boleh diikuti dalam keilmuan
kami ini.
Dan sungguh telah meluas kerusakan / kebathilan pada ilmu – ilmu kebatinan ini, dan
ilmu tentang perkara – perkara zuhud, dan telah masuk kedalamnya
sebagian/segolongan kaum dengan ilmu – ilmu tersebur terperosok dalam bentuk –
bentuk ke zindiq kan dan kemunafikan, dan mengatakan bahwa para wali itu lebih
utama dari pada para nabi, bahkan mereka mengatakan tidak membutuhkan apa
yang/syariat dibawa oleh para nabi, bahkan menghina/merendahkan, dan terjerumus
dalam pemahaman khulul, yaitu allah itu menempati/menyatu dengan hambanya,
berada dimana – dimana, wehdatul wujud jadi semua yang ada ini merupakan jelmaan
dari yang maha kuasa, dan menghalalkan segala laranagan – larangan syariat, ini jelas
keyakinan yang bathil dan pemahaman yang kufur dan fasik serta maksiat.
Dan kata Ibnu Rajab : Ini Jelas merupakan kebathilan yang telah terjerumus
kedalamnya orang – orang yang meninggalkan al quran dan sunnah dalam keilmuan
mereka. Mereka memasukkan metode – metode yang seperti itu perkara - perkara
yang tidak satupun merupakan bagian agama, dan mereka menyangka/menduga
bahwa dengan cara – cara seperti itu akan melembutkan hati yang keras, dengan
nyanyian dan menari. Sebagian menyatakan ingin melatih jiwa dengan melihat
foto/gambar – gambar yang haram, melatih rasa tawadhu dengan mengenakan
pakaian – pakaian yang popular pada orang – orang sufi dan lain – lainnya yang tidak
pernah didapatkan/dibawa oleh syariat yang itu menghambat untuk berzikir kepada
allah (dalam hal ini dari shalat) seperti nyanyian dan melihat gambar – gambar yang
haram, dan dengan hal yang seperti itu mereka telah menyerupai orang – orang yang
menjadikan agamanya sebagai permainan.
Oleh karena itu ini merupakan manhaj atau metode dalam hidup dimana tiada lain
jalan untuk selamat dalam berilmu, beramal dan dalam segala aspek agama kecuali
kembali kepada wahyu, kepada syariat yang diturunkan oleh allah swt, tidak akan
mungkin hati akan menjadi tenang, tidak akan mungkin jiwa akan menjadi suci, tidak
akan mungkin pemikiran – pemikiran akan menjadi bersih, keilmuan akan menjadi
benar kecuali kembali kepada wahyu, adapun hasil rekayasa manusia, hasil pemikiran
manusia, hasil renungan manusia, meditasi manusia dan seterusnya itu semuanya
adalah segala sesuatu yang seluruhnya tidak pernah diturunkan oleh allah swt, tiada
lain adalah campuran dari sekian banyak kebatilan yang telah di godok dalam suatu
disiplin ilmu yang mereka namakan ilmu kebhatinan atau ilmu tasawuf menurut
mereka.
Jika al quran dan sunnah tidak bisa mensucikan/menenangkan/menentramkan
diri/jiwa/hati seseorang, membersihkan pemikirannya, menanamkan keyakinannya
maka tidak satupun metode/cara atau perkataan dari manusia ini yang akan bisa
mensucikan/menenangkan/menentramkan diri/jiwa/hati mereka, membersihkan
pemikirannya, dan menanamkan keyakinannya.
Berpegang teguh kepada alquran dan sunnah itu jalan keselamatan dan kesuksesan.
Ilmu yang bermanfaat itu, dari seluruh keilmuan dan dari seluruh perkataan manusia
yang menisbatkan segala sesuatu sebagai ilmu, itu yang bermanfaat adalah menguasai
nash – nash alquran dan sunnah, menguasai dalil – dalilnya, memahami maksud dan
makna – maknanya.
Dan dalam memahami maksud dan makna nash alquran dan sunnah itu seseorang
harus menguasai apa yang dinukil/diriwayatkan/dipahami para sahabat, tabiin, tabiut
tabiin tentang maksud dan makna dari nash – nash alquran dan sunnah tersebut.
Dipertegas Oleh Ibnu Rajab bahwa ilmu memahami alquran dan as sunnah kita harus
kembali kepada pemahaman para salafus sholeh yaitu para sahabat, tabiin dan tabiut
tabiin.
Dan telah diriwayatkan juga dari para salafus sholeh hal – hal tentang permasalahan –
permasalahan halal dan haram, tentang masalah zuhud, tentang permasalahan raqaib
(amalan – amalan hati dan kesucian jiwa) dan permasalahan – permasalahan yang lain
yang telah dibukukan dalam kitab – kitab atau karya tulis ilmiah mereka, dan ini jelas
bermanfaat.
Seperti pada kitab al bukhari dalam kitab a zuhdu wal raqaib,
Perihal amalan – amalan hati, kesucian jiwa terkadang kita lalai, kita sering
mengupas, membahas masalah – masalah yang berkaitan dengan masalah – masalah
ilmiah yang berkaitan dengan ilmu, masalah pemikiran, masalah pemahaman akan
tetapi kita lalai, sehingga kita berilmu tapi hati jauh dari allah swt, berilmu tapi hati
masih keras, berilmu akan tetapi hati tidak pernah khusyu’, bahkan menisbatkan diri
pada sunnah pada salaf akan tetapi hatinya penuh dengan kedengkian, hasad,
kesombongan, takabur, ini adalah penyakit hati.
Sebagaimana kita ketahui dalam al quran dan as sunnah bahwa ilmu,amal dan akhlak
yang mulia adalah satu kesatuan yang tidak dipisahkan dari manhaj ahli sunnah wal
jammaah dalam berilmu dan berdakwah. Dan ini adalah Zuhud berdasar atas kitab al
bukhari.
Zuhud bukanlah memakai pakaian yang compang camping, penampilan yang kumuh
dan kotor, akan tetapi zuhud adalah seseorang yang hatinya tidak tergiur oleh dunia
sekalipun dia memilik dunia.
Maka dikatakan : anda memilik dunia tapi hati anda tidak tertipu, tidak ambisi, tidak
rakus akan dunia, akan tetapi apakah artinya apabila secara penampilan karena dia
tidak memiliki sesuatu, miskin, pakaian compang – camping, kumuh, akan tetapi
dunia lebih besar dihatinya daripada akhlak. Ini bukan zuhud.
Kemudian, setelah kita mengetahui riwayat – riwayat/pemahaman para salafus saleh
kita diwajibkan untuk bersugguh-sungguh dalam mengetahui dan membedakan
riwayat/hadits – hadits yang sahih dan dhaif. Dan bersungguh – sungguh untuk
mengetahui maksud dan maknanya.
Kata Ibnu Rajab : Jika hal itu telah dilakukan oleh tholibul Ilmi (para penuntut ilmu),
menghabiskan waktunya untuk menggali al quran dan sunnah, menguasai al quran
dan sunnah, mengetahui maksud dan maknanya, bersungguh – sungguh dalam
mengetahui dan membedakan mana yang shahih mana yang dhaif, maka hal itu telah
cukup bagi orang – orang yang mempunyai akal dan menginginkan kebaikan, inilah
hakikat ilmu.
Akan tetapi terdapat hal – hal yang perlu diperhatikan dalam menggali ilmu al quran
dan sunnah atau Barangsiapa yang telah mengetahui dan memahami tentang nash –
nash alquran dan sunnah maka setelah itu yang diperlukan adalah :
- Keikhlasan,
Ikhlas bahwa ini adalah sumber kesuksesan dan keberhasilan, keberkahan ilmu
itu karena ikhlash, mengiklaskan niatnya karena allah azza wa jala, kemudian,
- Meminta pertolongan kepada allah swt
Sekalipun irang itu iklas tapi tidak mendapatkan pertolongan dari allah maka
dia tidak akan mendapatkan ilmu itu,
Oleh karenanya rosulullah saw menggabungkan usaha dengan pertolongan
dalam haditsnya : bersungguh – sungguhlah kamu dalam memperoleh apa –
apa yang bermanfaat bagimu di dunia dan akhirat dan mintalah pertolongan
kepada allah swt.
Demikian juga terdapat dalam ayat surat al fatihah : iyya kana’ budu, wa iyya
kanas ta’in.
Maka pada saat itulah ilmu itu akan memberikan sebuah manfaat yang khusus bagi
penuntutnya, yaitu sifat takut kepada allah swt.
Maka Ilmu yang tidak menanamkan sifat takut, keagungan, kecintaan kepada allah
swt, pertanda itu ilmu yang tidak bermanfaat.
Dikatakan oleh Abdullah bin mas’ud : Cukup sifat takut kepada allah swt merupakan
sebagai ilmu, dan cukuplah sifat merasa telah aman/selamat dari segala bahaya itu
adalah orang yang tertipu.
Dan sebagian ulama salaf mengatakan : bukanlah ilmu dari banyaknya riwayat,
banyaknya maklumat, pemahaman/wawasan yang luas, akan tetapi hakikat ilmu itu
adalah sifat takut kepada allah swt atau menanamkan sifat takut kepada allah swt.
Barang siapa yang takut kepada allah swt, itulah orang yang alim (berilmu), dan
barang siapa yang mendurhakai allah swt itulah orang yang jahil.
Mengapa Ilmu yang menanamkan Sifat Takut kepada allah swt itu adalah ilmu
yang bermanfaat ?
Menurut ibnu rajab hal itu disebabkan, bahwa ilmu yang bermanfaat itu akan
menunjukan atau menjelaskan pada dua perkara, yakni :
- ilmu yang bermanfaat itu akan menjelaskan, akan menggembleng, akan
membawa seseorang untuk mengenal allah swt, mengenal nama – nama dan
sifat – sifat yang menjadi hak allah swt, mengenal perbuatan – perbuatan allah
yang penuh dengan hikmah, yang maha perkasa, yang maha mulia, dan maha
bijaksana. Dan yang demikian itu, melazimkan pengagungan kepada allah,
membesarkan allah, dan takut kepada allah, kecintaan kepada allah, berharap
kepada allah, bertawakal kepadaNya, dan ridho kepada qadar dan keputusan
allah, dan sabar terhadap bala’, ujian dan cobaan allah swt.
- Ilmu yang bermanfaat itu akan mengajarkan dan mengenalkan kepada
seseorang kepada apa yang diridhoi dan dicintai oleh allah swt dan apa yang
dibenci dan dicela oleh allah swt, berupa keyakinan – keyakinan atau aqidah –
aqidah, amalan – amalan yang lahir dan bathin. Jadi ilmu akan mengajarkan
kepada kita mana aqidah yang benar, mana aqidah yang bathil, begitu juga
ilmu akan mengajarkan kepada kita amalan – amalan yang benar, amalan yang
disyariatkan, amal sholeh yang diterima itu yang bagaimana, apa syarat –
syaratnya, apa rukun – rukunnya, hal itu hanya dapat diketahui dengan ilmu
yang bermanfaat. Oleh karenanya orang yang tidak memiliki ilmu, maka dia
tidak akan tahu cara beribadah yang benar kepada allah swt. dan dengan ilmu
kita bisa membedakan mana perkataan yang baik dan perkataan yang tidak
baik. Dan ini (ilmu ini) akan menimbulkan/menuntut pada diri seseorang yang
mengetahuinya untuk berkeinginan/bergegas/bersegera untuk melakukan atau
mendapatkan sesuatu yang didalamnya terdapat kecintaan dan keridhaan allah
swt.
Apabila Ilmu itu telah menghasilkan manfaat - manfaat yang seperti tersebut diatas,
maka itulah ilmu yang bermanfaat, ilmu yang mendatangkan kebaikan, menambah
ketaatan, dan dapat memotivasi seseorang untuk beramal atau bersegera mendapatkan
apa – apa yang dicintai allah swt.
Apabila ilmu itu bermanfaat, dan tertanam dalam hati, maka hati itu akan khusyu’ dan
luluh kepada allah swt, dan hati yang rendah karena pengagungan kepada allah,
kecintaan kepada allah, takut kepada allah swt. jadi hati yang dipenuhi dengan sifat –
sifat yang mulia ini.
Apabila hati telah khusyu’ dan luluh kepada allah maka jiwa akan menjadi qanaah,
merasa cukup dengan segala sesuatu yang halal dari dunia ini, menerima segala
sesuatu yang sedikit yang penting halal. Akan tetapi untuk hati yang tidak khusyu’,
hati yang tidak tertanam kecintaan kepada allah swt, pengagungan kepada allah, maka
sekalipun dia memiliki dunia dan segala isinya maka dia tidak akan ada sifat qanaah.
Oleh karena itu dijelaskan dalam sebuah hadits dari rosulullah swt : seorang yang
bangun pagi/berada di waktu pagi dalam keadaan aman dan sehat, serta mendapatkan
apa yang dia makan, dan yang akan merasa puas dengan sedikitnya yang halal, maka
seolah – olah dia telah memiliki dunia dengan segala isinya.
Adapun orang yang telah memiliki dunia dan seisinya, yang tidak memilik sifat
qanaah, tidak merasa cukup karena hati yagn rakus, jiwa yang sangat berambisi untuk
dunia, karena ilmu yang dia tuntut tidak mewarnai jiwa dan hatinya, maka sekalipun
dia memili dunia dan seisinya, orang yang terkaya di dunia, maka dia tidak merasa
cukup dengan pemberian allah swt, tidak akan merasa cukup dengan yang sedikit
yang halal, sehingga muncul perkataan – perkataan di jaman sekarang disebabkan
kerakusan manusia , ‘yang haram saja tidak kebagian apa lagi yang halal’.
Dan setiap segala sesuatu yang fana, yang akan sirna, tidaklah akan tersisa dari harta
dan kedudukan atau kelebihan rezki dan kehidupan, yang akan mengurangi bagian
pemiliknya di sisi allah swt, sekalipun hal itu sesuatu yang mulia di sisi allah swt
tetapi jika segala kenikmatan di dunia ini telah dimiliki dan dicicipi dan di dapatkan
oleh seseorang maka jelas akan mengurangi jatah/hak/bagian seseorang di
akhirat/nikmat akhirat yang diberikan allah swt. karena telah menghabiskan segala
kenikmatan yang telah diberikan allah swt di dunia.
Jadi, nikmatilah dunia dengan sekedarnya, tidak berlebihan, sebab semuanya akan
sirna, yang kekal dan abadi hanya kenikmatan akhirat.
Dijelaskan dalam hadits qursi : aku siapkan, aku sediakan (oleh allah swt) pahala dan
balasan dan kenikmatan untuk hamba – hambaku yang sholeh yaitu kenikmatan yang
tidak pernah dilihat oleh mata mereka, tidak pernah didengar oleh telinga mereka, dan
tidak pernah sekalipun terbesit dalam hatinya.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dan yang lain dari para ulama salaf, secara marfu : dan
yang demikian itu akan menanamkan/menumbuhkan ma’rifah (jalan dalam mengenal
allah swt) yang lebih khusus antara seorang hamba dengan rabb-Nya.
Apabila jiwa yang khusyu, hati yang luluh pada allah swt, dan juga yang qanaah,
merasa cukup dengan yang sedikit dengan yang halal di dunia ini, tidak rakus, maka
jelas hal itu akan menimbulkan ma’rifah yang khusus, pengenalan yang lebih khusus
antara seorang hamba dengan rabb-Nya.
Jika antara seorang hamba dengan allah telah terjadi ma’rifah yang khusus, maka
apabila seorang hamba meminta/memohon maka allah akan memberi, jika dia berdoa
maka allah akan mengabulkan.
Seperti terdapat dalam petikan hadits tentang wali, dengan derajat hadits qudsi :
Barangsiapa yang membenci para wali – waliku, maka telah AKU pukulkan
genderang perang dengannya. Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri
kepadaku dengan sesuatu yang aku cintai (amalan – amalan wajib), Dan senantiasa
hambaku mendekatkan diri kepadaku dengan mengerjakan amalan – amalan yang
nafilah (amalan – amalan sunnah) sehingga aku mencintai dia. Dan apabila aku telah
mencintanya maka akulah pendengarannya yang mendengar, dan akulah
penglihatannya yang melihat dan akulah kakinya yang berjalan. Dan jika dia meminta
kepada maka aka kuberi, dan jika berlindung kepadaku maka akan aku
lindungi/pelihara. Dan djika dia berdoa kepadaku maka akan aku kabulkan.
Maka pertanda dalam hadits tersebut adalah juga melaksanakan amalan – amalan
sunnah setelah amalan – amalan yan wajib.
Maksud dari kalimat : ‘maka akulah pendengarannya yang mendengar, dan akulah
penglihatannya yang melihat dan akulah kakinya yang berjalan’, bukan berate allah
menyatu dengan hamba, seperti pada paham wehdatul wujud, akan tetapi kalimat
tersebut mempunyai maksud bahwa allah akan membimbing pendengaran,
penglihatan dan kakinya/setiap langkah seorang hamba menuju kebaikan atau hal –
hal yang diridhai oleh allah swt.
Dan setelah bimbingan tauhid dari allah itu telah didapatkan maka segala doa seorang
hamba akan dikabulkan seperti yang dijelaskan pada kalimat selanjutnya : Dan jika
dia meminta kepada maka aka kuberi, dan jika berlindung kepadaku maka akan aku
lindungi/pelihara.
Hal tersebut akan didapatkan apabila hati menjadi hati yang khusyu, hati yang luluh
dan cinta kepada allah swt.
Diriwayatkan dari ibnu abbas : Peliharalah allah, maka allah akan memeliharamu.
Maksudnya kita menjaga rambu – rambu syariat, rambu – rambu agama dan kita tidak
keluar dari rel – rel yang telah ditentukan oleh allah swt, untuk menjaga allah swt,
menjaga agamanya, menjaga syariat, melaksanakan hukum – hukumnya,
menunaikannya. Maka balasannya allah akan memelihara kita, menyelamatkan kita.
Sebab balasan itu sesuai dengan jenis amalannya, bukankah kebaikan itu dibalas
dengan kebaikan. Inilah menurut keadilan allah swt.
Allah tidak menzalimi hambanya takkala hambanya memelihara hukum – hukumnya,
taat kepada allah swt maka allah akan memelihara dia.
Peliharalah allah, maka anda akan mendapatkan pemeliharaan allah, maksudnya maka
setiap seorang hamba jika mendapatkan problema dalam hidup, kendala, dilema
dalam hidup maka dia akan mendapatkan kemudahan, allah berikan kemudahan itu,
allah berikan bimbingan, jalan keluar dari apa yang dihadapi, kesulitan dengan
kemudahan.
Dia menolong kepada allah akan ditolong oleh allah, dia meminta kepada allah akan
diberi oleh allah, karena dia telah menjaga hukum – hukum allah, hukum syariat,
hukum – hukum agama, kemudian allah balas dengan kebaikan tersebut.
Kenallah/ingatlah kepada allah di waktu senang, diwaktu lapang, diwaktu
mendapatkan kenikmatan, maka allah akan kenal/ingat kepadamu dalam keadaan
susah. Akan tetapi kebanyakan manusia lupa daratan, lupa kacang pada kulitnya.
Tidak ada satupun kenikmatan itu melainkan dari allah, dan kenikmatan itu adalah
ujian/cobaan dari allah, dan sudah seharusnya kenikmatan itu dijadikan untuk
menambah ketaatan kepada allah swt, mendekatkan diri kepada allah, bukan semakin
jauh, semakin lalai.
Hai orang – orang yang beriman, janganlah Hartamu dan anak – anakmu membuat
kamu lalai dalam berzikir kepada allah swt.
Maka hendaknya antara seorang hamba dengan rabbNya selalu ada ma’rifah
(mengenal allah), dengan hatinya, hati yang kenal kepada allah adalah hati yang selalu
khusyu, hati yang kenal kepada allah adalah hati yang selalu dzikir, hati yang selalu
tekut kepada allah, hati yang selalu membesarkan allah, hati yang selalu
mengagungkan allah, bukan sekedar lisan.
Ma’rifah yang hanya dengan lisan yang tidak di aplikasikan dalam bentuk amalan,
dan tidak dilandasi oleh keimanan yang tertanam dalam hati, maka ma’rifah tidak ada
artinya.
Takkala ma’rifah itu telah ada dengan hatinya, maka dia akan selalu merasa deka
denganNya, DIA selalu menghibur dirinya takkala dalam keadaan kesunyian.
Oleh karenanya para auliyah allah, mereka tidak merasa kesepian dengan manusia
meninggalkan dirinya, manusia tidak kenal kepadanya atau mungkin tidak berbaur
dengan manusia.
Sebagaimana Abdullah bin mubarak yang beliau sangat memperhatikan waktu dan
umurnya, dimana beliau tidak membuagn waktu dengan bermain kesana – sini, atau
bergaul atau berbaur dengan manusia awam dalam arti kata habis waktunya tanpa ada
manfaat hanya beromong kosong, tidak. Beliau hanya dirumah kemasjid, kerumah ke
masjid, dan ketika beliau ditanya : ya imam, apakah anda tidak merasa kesepian
dengan keadaan yang seperti ini ?.
Beliau menjawab dengan sangat simple sekali : bagaimana saya akan merasakan
kesepian, sementara saya selalu men tadaburi (merenungi) alquran hidup bersama
rosul dan para sahabatnya.
Habis waktunya dalam membaca alquran, merenungi ayat – ayat allah, membaca
hadits, membaca sejarah para sahabat, bukankah seseorang takkala membaca alquran,
membaca hadits, seolah – olah dia hidup bersama rosulullah saw, mempelajari
perkataan – perkataan rosulullah saw dan para sahabatnya, kemudian dia berusaha
untuk mencontohnya. inilah sahabat yang menghibur seseorang dikala kesepian.
Oleh karenanya hendaknya bagi seorang penuntut ilmu yang bermanfaat ini janganlah
merasa kesepian.
Kemudian, dia telah mendapatkan kemanisan berzikir kepada allah, Berdoa
kepadaNya, bermunajat kepadaNya, dan itu tidak akan dirasakan oleh seseorang
kecuali oleh orang yang taat dalam keadaan tersembunyi maupun dalam keadaan
terang/nampak/terlihat.
Apakah seseorang yang durhaka dan penuh kerusakan merasakan kemanisan? Tidak
akan mungkin. Bahkan jangankan orang yang melakukan dosa, orang yang hanya
berniat melakukan dosa tidak akan merasakan kemanisan ketaatannya.
Inilah buah dari ilmu yang bermanfaat tersebut, yaitu menanamkan kecintaan,
pengagungan, tawakal kepada allah, dan membesarkan allah, menunjukan
keagungannya dalam hati seseorang sehingga dalam berperilaku, berbuat, bersikap,
berkata, melangkah, mengambil, memandang. mendengar semuanya dengan
menghadirkan keagungan allah swt. Dia tidak akan berkata kecuali dengan apa yang
baik, Dia tidak akan berbuat kecuali dengan apa yang baik, dia tidak akan menuntut
kecuali yang halal, dia tidak akan mengambil kecuali dari tempat yang baik, dan dia
tidak akan melangkahkan kakinya pada maksiat dan dosa sebab dengan begitu dia
tidak merasakan manisnya iman dan ketaatan kepada allah swt.
Ilmu itu pada hakikatnya adalah al khasyah, yang menanamkan sifat takut kepada
allah, dan pengagungan kepada allah swt. Hal itu dikarenakan, karena ilmu yang
bermanfaat akan memperkenalkan seorang hamba kepada allah atau memperkenalkan
rabb kepada hambanya, dengan nama – nama al husna dan sifat – sifatNya yang
agung. Dan itu akan menanamkan pengagungan dan akan menanamkan sifat takut,
kecintaan, sifat tawakal, sabar dan ridha terhadap takdir dan qadha allah swt.
Dan yang kedua, ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mengajarkan pada
penuntutnya tentang hukum – hukum syariat, baik yang berkaitan dengan perkara –
perkara I’tiqad, atau yang berkaitan dengan permasalahan – permasalahan amaliah,
atau seluruh yang berkaitan dengan perkara agama. Dan inilah yang akan
menanamkan kepada hati seseorang atau menjadikan hati seseorang menjadi hati yang
khusyu dan menjadikan hatinya luluh dihadapan allah swt.
Jika telah tertanam pada hati seorang hamba, pengetahuan atau kecintaan dan sifat
takut kepada allah swt, maka tentu akan terjalin hubungan yang baik, yang mulia,
yang istimewa antara seorang hamba dan allah swt. karena hatinya telah memiliki
ma’rifah khasyah, marifah yang khusus kepada allah swt.
Dan selanjutnya menurut ibnu rajab : jika seorang hamba telah merasakan dan
didapatkan hal ini (yaitu kecintaan, pengagungan, sifat takut kepada allah swt,
kemudian tawakal, berharap, kesabaran), telah tertanam dalam hatinya, maka sungguh
dia telah mengenal Rabbnya. Dengan demikian maka akan terjalin antara allah dan
hambanya marifah khasyah (pengenalan yang khusus) dan konsekuensinya apabila
dia meminta / memohon kepadaNya maka akan diberi. Apabila dia berdoa kepada
allah maka dia akan mengabulkan doanya.
Seperti yang dikatakan oleh sa’wanah (ulama salaf yang soleh) yang dikatakan
kepada qudail bin iyadh, takkala qudail meminta kepada sa’wanah untuk mendoakan
kebaikan kepadanya, sa’wanah berkata : bukankah telah ada antara kamu dengan
Rabbmu, dimana apabila kamu berdoa / memohon kepadaNya, Insya allah akan
mengabulkan permintaanmu. Maka tak kala qudail mendengar hal itu hilang
perasaanya/tak sadar mendengar perkataan seperti itu. Dan ini muncul kepada qudail
dikarenakan hatinya telah penuh dengan kecintaan dan pengagungan kepada allah swt
sehingga marifah yang ia rasakan yang ia dapatkan dalam hatinya telah benar – benar
mewarnai dan menguasai hatinya, sehingga ketika diingatkan, bahwasanya antara
kamu dan allah telah ada marifah, bukankah anda telah kenal kepada allah, jika anda
telah kenal kepada allah tentu allah akan mengabulkan doa anda, tidak perlu saya
yang berdoa, anda cukup berdoa, karena anda telah mempunyai marifah.
Inilah yang kita cari, ini yang harus kita selalu berusaha, untuk memiliki dan
mendapatkan marifah. Secara umum seorang pasti kenal dengan Rabbnya, tapi orang
– orang yang dimuliakan oleh allah, para auliyah, orang – orang yang sholeh, mereka
mendapatkan keistimewaan khusus, marifah yang spesifik yang lebih khusus, yang
hal ini tentu didapatkan dengan usaha. Dan dengan selalu menanamkan sifat
peagungan, tawakal, kecintaan dan sifat takut dalam diri seseorang kepada allah swt.
Seorang hamba senantiasa berada dalam keadaan susah, kesulitan, kesusahan, baik
didunia maupun di alam barzah. (dimana terdapat fitnah kubur. Azab kubur, dan
dimana allah membangkitkan dan mengumpulkan manusia di padang masyhar, tak
kala keadaan pada saat itu sangat dasyat, sehingga mereka datang kepada para rosul,
adam, nuh, ibrahim, musa, isa untuk meminta syafaat, agar mereka dibebaskan,
diselamatkan, dipercepat oleh allah untuk dipercepat hisab mereka, semua rosul
menolak, dan merekapun datang kepada rosul kita saw, kemudian rosul saw bersujud
dengan memuji dan memuja sifat dan nama – nama allah swt, kemudian allah swt
memberi ijin kepada rosul kita saw untuk memberikan syafaat).
Jika seorang hamba kenal kepada allah didunia, tak kala dia diberi kesempatan hidup,
karunia, kenikmatan, didunia dia mengenal allah, melaksanakan ibadah, mempunyai
aqidah yang benar, mengenal nama – nama dan sifat – sifat allah swt, dan ini yang
menanamkan sifat kecintaan, pengagungan, sifat takut, berharap, tawakal, ridha
kepada allah, itulah marifah khasya, maka diakhirat allah akan memberikan
kemudahan baginya, akan menyelamatkannya dari keadaan yang sangat genting,
keadaan yang sangat berbahaya, kondisi yang sangat dasyat yang tidak bisa
dibayangkan.
Sebagaimana wasiat rosulullah saw yang disampaikan kepada ibnu abbas : hendaklah
kamu selalu kenal dengan allah dalam keadaan senang, dalam keadaan mendapatkan
nikmat, maka allah akan kenal kepadamu dalam keadaan susah, dalam keadaan sulit,
dalam keadaan kondisi yang sangat genting, dalam keadaan kondisi yang sangat
dasyat yang membutuhkan pertolongan allah swt. dan ini mencakup dalam kehidupan
dunia, alam barzah (alam kubur) dan alam akhirat.
Dikatakan kepada ma’ruf al qarkhi (seangkatan imam qudail) yang terkenal dengan
kezuhudannya sehingga dipuji oleh imam ahmad : apa yang membuat kamu, yang
memotivasi kamu, yang menjadikan kamu menyendiri, lebih fokus beribadah, dan
tidak menyibukkan diri dengan berbaur dengan manusia kecuali dengan hal – hal
yang bermanfaat bagi dirinya, sibuk beribadah, tidak tergiur dengan dunia, apa yang
menyebabkan kamu melakukan hal itu wahai ma’ruf ?, kemudian ma’ruf
menyebutkan tentang kematian, tentang fitnah kubur, azab kubur, tentang
pengumpulan manusia di suatu padang yang luas (padang mashyar) dimana matahari
sangat dekat dengan mereka, manusia mandi keringat bercucuran sesuai dengan
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf
Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf

More Related Content

What's hot

Majalah Generasi 10 November 2013
Majalah Generasi 10 November 2013Majalah Generasi 10 November 2013
Majalah Generasi 10 November 2013Mizan Amanah
 
Makalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam MutasyabihMakalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam Mutasyabihazzaazza50746
 
Mabda Islam - Solusi Problematika Umat
Mabda Islam - Solusi Problematika UmatMabda Islam - Solusi Problematika Umat
Mabda Islam - Solusi Problematika UmatErwin Wahyu
 
Materi Kajian Umum - Konsekuensi Iman
Materi Kajian Umum - Konsekuensi ImanMateri Kajian Umum - Konsekuensi Iman
Materi Kajian Umum - Konsekuensi ImanErwin Wahyu
 
Mencintai Karena Allah by Ust. Felix Y Siauw
Mencintai Karena Allah by Ust. Felix Y SiauwMencintai Karena Allah by Ust. Felix Y Siauw
Mencintai Karena Allah by Ust. Felix Y SiauwAzka Napsiyana
 
Pengajian Motivasi Remaja Islam
Pengajian Motivasi Remaja IslamPengajian Motivasi Remaja Islam
Pengajian Motivasi Remaja IslamBhayu Sulistiawan
 
Materi aqidah tujuan hidup manusia
Materi aqidah tujuan hidup manusiaMateri aqidah tujuan hidup manusia
Materi aqidah tujuan hidup manusiaAnas Wibowo
 
Kisah hijrah nabi muhammad saw
Kisah hijrah nabi muhammad sawKisah hijrah nabi muhammad saw
Kisah hijrah nabi muhammad sawmakhluklangka
 
Tugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power pointTugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power pointLontongSayoer
 
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTMenutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTAnas Wibowo
 
Materi fiqih kelas vii
Materi fiqih kelas viiMateri fiqih kelas vii
Materi fiqih kelas viimas_mughni
 
Rasul Idolaku.pdf
Rasul Idolaku.pdfRasul Idolaku.pdf
Rasul Idolaku.pdfmisteraans
 
Aswaja an-nahdliyah
Aswaja an-nahdliyahAswaja an-nahdliyah
Aswaja an-nahdliyahAhmad Rouf
 
PPT - MAD THABI'I DAN MAD FAR'I
PPT - MAD THABI'I DAN MAD FAR'IPPT - MAD THABI'I DAN MAD FAR'I
PPT - MAD THABI'I DAN MAD FAR'Iaralailiyah
 

What's hot (20)

Majalah Generasi 10 November 2013
Majalah Generasi 10 November 2013Majalah Generasi 10 November 2013
Majalah Generasi 10 November 2013
 
Makalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam MutasyabihMakalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam Mutasyabih
 
Iman kepada hari akhir
Iman kepada hari akhirIman kepada hari akhir
Iman kepada hari akhir
 
Mabda Islam - Solusi Problematika Umat
Mabda Islam - Solusi Problematika UmatMabda Islam - Solusi Problematika Umat
Mabda Islam - Solusi Problematika Umat
 
Materi Kajian Umum - Konsekuensi Iman
Materi Kajian Umum - Konsekuensi ImanMateri Kajian Umum - Konsekuensi Iman
Materi Kajian Umum - Konsekuensi Iman
 
Mencintai Karena Allah by Ust. Felix Y Siauw
Mencintai Karena Allah by Ust. Felix Y SiauwMencintai Karena Allah by Ust. Felix Y Siauw
Mencintai Karena Allah by Ust. Felix Y Siauw
 
Pengajian Motivasi Remaja Islam
Pengajian Motivasi Remaja IslamPengajian Motivasi Remaja Islam
Pengajian Motivasi Remaja Islam
 
Materi aqidah tujuan hidup manusia
Materi aqidah tujuan hidup manusiaMateri aqidah tujuan hidup manusia
Materi aqidah tujuan hidup manusia
 
Kisah hijrah nabi muhammad saw
Kisah hijrah nabi muhammad sawKisah hijrah nabi muhammad saw
Kisah hijrah nabi muhammad saw
 
Tugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power pointTugas al quran hadist power point
Tugas al quran hadist power point
 
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPTMenutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
Menutup Aurat yang Benar - Sesuai Syariah .PPT
 
Materi fiqih kelas vii
Materi fiqih kelas viiMateri fiqih kelas vii
Materi fiqih kelas vii
 
Rasul Idolaku.pdf
Rasul Idolaku.pdfRasul Idolaku.pdf
Rasul Idolaku.pdf
 
Unsur – unsur hadits
Unsur – unsur hadits Unsur – unsur hadits
Unsur – unsur hadits
 
Aswaja an-nahdliyah
Aswaja an-nahdliyahAswaja an-nahdliyah
Aswaja an-nahdliyah
 
Cabang Iman
Cabang Iman Cabang Iman
Cabang Iman
 
Dakwah Khilafah (Materi Dauroh)
Dakwah Khilafah (Materi Dauroh)Dakwah Khilafah (Materi Dauroh)
Dakwah Khilafah (Materi Dauroh)
 
PPT - MAD THABI'I DAN MAD FAR'I
PPT - MAD THABI'I DAN MAD FAR'IPPT - MAD THABI'I DAN MAD FAR'I
PPT - MAD THABI'I DAN MAD FAR'I
 
Solat Khusyu
Solat KhusyuSolat Khusyu
Solat Khusyu
 
Makalah terbaru STUDI AL-HADIS
Makalah terbaru STUDI AL-HADISMakalah terbaru STUDI AL-HADIS
Makalah terbaru STUDI AL-HADIS
 

Similar to Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf

Ilmu tasawuf
Ilmu tasawufIlmu tasawuf
Ilmu tasawufLia Lia
 
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadistNukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadistRachardy Andriyanto
 
ilmu bermanfaat
ilmu bermanfaatilmu bermanfaat
ilmu bermanfaatfachrus
 
Nikmatnya menuntut ilmu dan berbagi ilmu pengetahuan
Nikmatnya menuntut ilmu dan berbagi ilmu pengetahuanNikmatnya menuntut ilmu dan berbagi ilmu pengetahuan
Nikmatnya menuntut ilmu dan berbagi ilmu pengetahuanFitriHastuti2
 
Keutamaan menuntut ilmu
Keutamaan menuntut ilmuKeutamaan menuntut ilmu
Keutamaan menuntut ilmuAzisMuslim12
 
! Ulama pewaris para nabi www.islamterbuktibenar.net
! Ulama pewaris para nabi   www.islamterbuktibenar.net! Ulama pewaris para nabi   www.islamterbuktibenar.net
! Ulama pewaris para nabi www.islamterbuktibenar.netNano Nani
 
Kritik & solusi syiah di indonesia
Kritik & solusi syiah di indonesiaKritik & solusi syiah di indonesia
Kritik & solusi syiah di indonesiaEdi Awaludin
 
Bagaimana Menuntut Ilmu?
Bagaimana Menuntut Ilmu?Bagaimana Menuntut Ilmu?
Bagaimana Menuntut Ilmu?Yulian Purnama
 
DAPAT AL-QURAN TAPI TAK DAPAT PETUNJUK.docx
DAPAT AL-QURAN TAPI TAK DAPAT PETUNJUK.docxDAPAT AL-QURAN TAPI TAK DAPAT PETUNJUK.docx
DAPAT AL-QURAN TAPI TAK DAPAT PETUNJUK.docxHashim Mohd Zin
 
Bab. 7 Mencari Ilmu.pptx
Bab. 7 Mencari Ilmu.pptxBab. 7 Mencari Ilmu.pptx
Bab. 7 Mencari Ilmu.pptxAgusJubaedi
 
Metafisika 3.b
Metafisika 3.bMetafisika 3.b
Metafisika 3.bSyafrizal
 
Aqidah islamiyah
Aqidah islamiyahAqidah islamiyah
Aqidah islamiyahnyongkoh
 
Aqidah Ahlus Sunnah Karya Hadratush Syaikh Hasyim Asyari
Aqidah Ahlus Sunnah Karya Hadratush Syaikh Hasyim AsyariAqidah Ahlus Sunnah Karya Hadratush Syaikh Hasyim Asyari
Aqidah Ahlus Sunnah Karya Hadratush Syaikh Hasyim AsyariMas Mito
 
Kitab 40 tanda akhir zaman
Kitab 40 tanda akhir zamanKitab 40 tanda akhir zaman
Kitab 40 tanda akhir zamanRiez Sullivan
 

Similar to Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf (20)

Ilmu tasawuf
Ilmu tasawufIlmu tasawuf
Ilmu tasawuf
 
Pengajian islam v. 1
Pengajian islam v. 1Pengajian islam v. 1
Pengajian islam v. 1
 
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadistNukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
Nukhbatul fikr ringkasan ilmu hadist
 
ilmu bermanfaat
ilmu bermanfaatilmu bermanfaat
ilmu bermanfaat
 
Quranik
QuranikQuranik
Quranik
 
Nikmatnya menuntut ilmu dan berbagi ilmu pengetahuan
Nikmatnya menuntut ilmu dan berbagi ilmu pengetahuanNikmatnya menuntut ilmu dan berbagi ilmu pengetahuan
Nikmatnya menuntut ilmu dan berbagi ilmu pengetahuan
 
Keutamaan menuntut ilmu
Keutamaan menuntut ilmuKeutamaan menuntut ilmu
Keutamaan menuntut ilmu
 
! Ulama pewaris para nabi www.islamterbuktibenar.net
! Ulama pewaris para nabi   www.islamterbuktibenar.net! Ulama pewaris para nabi   www.islamterbuktibenar.net
! Ulama pewaris para nabi www.islamterbuktibenar.net
 
Ebook syiah
Ebook syiahEbook syiah
Ebook syiah
 
Kritik & solusi syiah di indonesia
Kritik & solusi syiah di indonesiaKritik & solusi syiah di indonesia
Kritik & solusi syiah di indonesia
 
Bagaimana Menuntut Ilmu?
Bagaimana Menuntut Ilmu?Bagaimana Menuntut Ilmu?
Bagaimana Menuntut Ilmu?
 
DAPAT AL-QURAN TAPI TAK DAPAT PETUNJUK.docx
DAPAT AL-QURAN TAPI TAK DAPAT PETUNJUK.docxDAPAT AL-QURAN TAPI TAK DAPAT PETUNJUK.docx
DAPAT AL-QURAN TAPI TAK DAPAT PETUNJUK.docx
 
Agama
AgamaAgama
Agama
 
Bab. 7 Mencari Ilmu.pptx
Bab. 7 Mencari Ilmu.pptxBab. 7 Mencari Ilmu.pptx
Bab. 7 Mencari Ilmu.pptx
 
Metafisika 3.b
Metafisika 3.bMetafisika 3.b
Metafisika 3.b
 
Aqidah islamiyah
Aqidah islamiyahAqidah islamiyah
Aqidah islamiyah
 
Konsep ilmu
Konsep ilmuKonsep ilmu
Konsep ilmu
 
Kitab al ^aqidah-print3
Kitab al ^aqidah-print3Kitab al ^aqidah-print3
Kitab al ^aqidah-print3
 
Aqidah Ahlus Sunnah Karya Hadratush Syaikh Hasyim Asyari
Aqidah Ahlus Sunnah Karya Hadratush Syaikh Hasyim AsyariAqidah Ahlus Sunnah Karya Hadratush Syaikh Hasyim Asyari
Aqidah Ahlus Sunnah Karya Hadratush Syaikh Hasyim Asyari
 
Kitab 40 tanda akhir zaman
Kitab 40 tanda akhir zamanKitab 40 tanda akhir zaman
Kitab 40 tanda akhir zaman
 

More from Rachardy Andriyanto

Kalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdfKalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdfRachardy Andriyanto
 
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
 Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdfRachardy Andriyanto
 
Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064Rachardy Andriyanto
 
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdfRachardy Andriyanto
 
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbudPuebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbudRachardy Andriyanto
 
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUALSTANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUALRachardy Andriyanto
 
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOKTHE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOKRachardy Andriyanto
 
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_developmentWsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_developmentRachardy Andriyanto
 
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_artWsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_artRachardy Andriyanto
 

More from Rachardy Andriyanto (20)

Panduan MPLS 2022 Fix Final.pdf
Panduan MPLS 2022 Fix Final.pdfPanduan MPLS 2022 Fix Final.pdf
Panduan MPLS 2022 Fix Final.pdf
 
Kalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdfKalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdf
 
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
 Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
 
Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064
 
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
 
kalender 2022
kalender 2022kalender 2022
kalender 2022
 
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbudPuebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
 
Nikond5100 tombol
Nikond5100 tombolNikond5100 tombol
Nikond5100 tombol
 
Etude Matteo Carcassi
Etude Matteo CarcassiEtude Matteo Carcassi
Etude Matteo Carcassi
 
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUALSTANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
 
Kalender pendidikan 2021-2022
Kalender pendidikan 2021-2022Kalender pendidikan 2021-2022
Kalender pendidikan 2021-2022
 
Raspberry Pi IoT Projects
Raspberry Pi IoT ProjectsRaspberry Pi IoT Projects
Raspberry Pi IoT Projects
 
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOKTHE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
 
Spektrum kurikulum
Spektrum kurikulumSpektrum kurikulum
Spektrum kurikulum
 
Struktur kurikulum (1)
Struktur kurikulum (1)Struktur kurikulum (1)
Struktur kurikulum (1)
 
Mars SMK Kartini Jember
Mars SMK Kartini JemberMars SMK Kartini Jember
Mars SMK Kartini Jember
 
Mind mapping moodboard
Mind mapping moodboardMind mapping moodboard
Mind mapping moodboard
 
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_developmentWsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_development
 
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_artWsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
 
Wsc2022 wsos17 web_technologies
Wsc2022 wsos17 web_technologiesWsc2022 wsos17 web_technologies
Wsc2022 wsos17 web_technologies
 

Keutamaan ilmu salaf atas ilmu khalaf

  • 1. Rab’ bi ain ya Karim. “Jagalah Ilmu Dengan Menuliskannya” HR Al-Hakim, 1/106 dari hadist Umar Bin Khathab.ra, ad-Darimi,1/126, ath- thabarani,1/62, al-Khatib dalam Taqyid Al-Ilm, hal 68 dari hadits Abdullah bin amr.ra dan Ibnu Adi dalam Al-Kamil,2/793 dari hadits Ibnu Abbas.ra.
  • 2. .. catatan mandiri kajian kitab. Rachardy Andriyanto (08/08/2016) Kajian kitab : Keutamaan Ilmu Salaf diatas Ilmu Khalaf (Fadhlail ilma shalaf ala ilma khalaf) Ditulis Oleh : Imam Ibnu Rajab Al Hambali Dikaji oleh Ust. Muhammad Nur Ihsan Biography Singkat Imam Ibnu Rajab Al hambali Abdurrahman bin ahmad bin rajab bin hasan bin Muhammad bin abdil barokat mas’ud as salami al hambali al bagdadi tsuma dimasqyi Kunyahnya : abu kharaj zainuddin dikenal dengan ibnu rajab al hambali. Lahir dikota bagdad (sekarang irak) tahun 736 H bulan rabiul awal. Umur 8 tahun dibawah orang tua ke damaskus (syam), besar dan tumbuh di keluarga yang memperhatikan ilmu (berpendidikan). Sering mengikuti majelis – majelis, diantaranya di majelis hafidz zianuddin al iraqi, pada majelis al imam ibnu qayyim. Ulama yang lebih banyak menyendiri karena lebih focus kepada ibadah dan ilmu. Mempunyai sifat wara dan zahid. Karya – karya Ilmiahnya diantaranya :  Jami ulum wal hikam - Syarah nabawi al nawawia  Latho’iful ma arif ( kitab rutinitas amalan sepanjang tahun)  Fathul Bari (Syarah sahih bukhari) – belum sempurna (tidak lengkap) karena wafat, sebelum ibnu hajar kemudian membuat fathul bari.  Syarah ilal al tarrnidzi  Risalah Kalimatul ikhlas  Fahdlail ilma salaf ala ilma khalaf  Majmu rasail ibnu rajab Wafat tahun 795 H, di damaskus berumur 69 tahun. Pengertian As shalaf Asal kata dari kata shalaf berarti generasi yang mendahului kita, dan secara khusus berarti generasi terbaik dari umat ini yang telah mendahului kaum muslimin dalam seluruh kebaikan, dalam keilmuan, ibadah, ketakwaan, muamalah, akhlak dan segala aspek agama. Dari hadist bukhari dan muslimin, dari rosulullah saw
  • 3. Sebaik – baik generasi adalah generasi yang hidup dijamanku, kemudian yang datang setelah mereka (tabiin), kemudian yang dating setelah mereka (tabiut tabiin). Ibnu Qayyim berkata bahwa salaf adalah generasi yang terbaik secara sempurna bukan baik sebagian saja. Salaf bukanlah sekte/golonganpemahaman, Manhaj (metoda/jalan/tuntunan) yang harus diikuti dalam beragama sebab allah swt mensyaratkan untuk mendapatkan keridhaan allah swt dan masuk surga adalah hanya dengan mengikuti mereka (metode salaf), Allah berfirman : Wa sabiqunal awalun minal muhajirina wal anshar waladina tabauhum bi ihsan. Radhiallahu anhu wa radhu’ an wa adalahum jannatin tajrin tahta al anhar khalidina fihaa abada dzalikal khustun adzim orang – orang terdahulu dari kalangan muhajirin dan anshar dan mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka, dan mereka ridha kepada agama allah, allah siapkan surga bagi mereka yang mengalir sungai2, maka mereka adalah orang yang beruntung. Salaful Sholeh bukan sekte,bukan golongan, bukan hizb, bukan pergerakan akan tetapi sallaful sholeh adalah jalan, metode, pola, tuntunan, system,manhaj atau jalam yang harus ditempuh untuk memahami sleuruh aspek agama. Rosulullah memerintahkan kita untuk mengikuti mereka, Rosulullah saw berkata : Alaikum bi sunnatin wal sunatin bi khulafaur rasyidin al madinan (ikutilah sunahku dan sunah khulafaur rasyidin) Bukan hanya khulafaur rasyidin tapi juga mencakup kepada seluruh sahabat (ijma sahabat) yang dapat dijadikan sebagai hujjah. yang ditegaskan dalam hadits istiraqul ummah takkala rosulullah saw ditanya ‘siapa golongan yang selamat itu, beliau menjawab : ma anna alaihi wa ashabihi. (seluruh sahabat ku) Allah Berfirman : Barangsiapa yang menentang rosul setelah datang petunjuk dengan nyata padanya dan mengikuti selain jalan orang – orang yang beriman, allah palingkan dia kemana dia ingin mengarah (didunia) dan kami masukkan dia ke nerakan jahanam (akhirat). Surat al fatihah : ihdinas sirothal mutaqim , mungkinkah jalan sirothol mustaqim (jalan yang lurus) itu jalan orang – orang yang hidup pada jaman sekarang ? Jalan sirothol mustaqim adalah jalan – jalan orang sholeh, jalan para nabi, jalan para sidiqin, jalan para suhada dan seluruh jalan para sallafuh sholeh. Hukum mengikuti jalan sallafuh sholeh adalah wajib. Kata ibnu taimiyah dalam majmu fatawa : Tidak ada celaan bagi orang – orang yang memperlihatkan manhaj sallaf dan menisbatkan diri padanya, sesungguhnya wajib itu diterima pada orang yang memperlihatkan manhaj diri dan mengajak manusia pada
  • 4. manhaj sallaf dan menisbatkan diri dan bukan untuk menyombongkan diri, karena manhaj sallaf itu tiada lain selain kebenaran karena merukan taskiyah (rekomendasi) dari rosulullah saw. Al Khalaf Orang yang datang (belakangan) setelah salaf (secara bahasa), secara khusus orang yang datang belakangan yang menyelisihi kebenaran sunnah (manzhabun sallaf) termasuk para ahli bidah yang melahirkan ilmu – ilmu yang menyelisihi sunnah manzhabun sallaf seperti ilmu kalam,ilmu nujum, ilmu sihir dll yang diamalkan oleh mereka. Keutamaan Manzhabun Sallaf Hakikat : manzhabun sallaf aslam wa a’lam wa ahkam : manzhabun sallaf yang paling selamat, yang paling berilmu dan yang paling bijaksana. Intisari Kitab Pembagian ilmu / keutamaan ilmu Counter Para Ulama bagi para pencari ilmu Pertanda ilmu yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. Ilmu Allah swt terkadang menyebutkan dalam alquran pujian terhadap ilmu dan celaan terhadap ilmu. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dipuji oleh allah swt. (segala yang dipuji oleh allah swt pasti bermanfaat) Ilmu yang tidak bermanfaat adalah ilmu yang dicela oleh allah swt. Ilmu Yang bermanfaat Allah swt berfirman : apakah sama orang – orang yang berilmu dan yang tidak berilmu? Allah bersaksi bahwa tiada illah yang berhak di ibadahi selain allah. Para malaikat pun bersaksi dan orang – orang yang berilmu bersaksi, kezaliman yang paling zalim adalah sirik. Allah mempersaksikan para penuntut ilmu dalam mempersaksikan at tauhid. Allah bersaksi tentang tauhid dan mengikutkan para malaikat dan dari sekian banyak manusia allah mengikutkan pula para penuntut ilmu. Adanya kemuliaan para penuntut ilmu / orang – orang yang berilmu. Orang berilmu adalah orang yang adil, orang yang terpercaya. Yang akan mengemban ilmu ini dari setiap generasi adalah orang – orang yang terpercaya, jujur dan adil. Mereka akan membersihkan dari ilmu tersebut dari penyelewengan orang – orang yang melampaui batas dan dari penafsiran orang – orang yang bathil/jahil. Merekalah pengemban ilmu yang berlandaskan kepada alquran dan sunnah. Dan katakanlah Muhammad : robbi zhidni ilma : ya allah tambahkanlah ilmu. Hanya yang takut kepada allah dari para hambanya adalah para ulama (pengemban/penuntut ilmu).
  • 5. Kaffa bil khashyatin ilma, wa kaffa bil jhururi jahla : Cukuplah Sifat takut itu merupakan ilmu, cukuplah sifat terlena/tertipu/kesombongan itu merupakan kejahilan. Ilmu harus dicari (rislah). Ilmu Harus didatangi. Ilmu pada dasarnya bermanfaat tapi bagi penuntutnya tidak bermanfaat (tidak mendapatkan manfaatnya/tidak mendatangkan kebaikan) yaitu ilmu yang tidak membawa dan tidak mewarnai perilaku seseorang. Perumpaan orang – orang yang diberi taurat , tetapi mereka tidak mengamalkannya seperti keledai memikul buku yang tidak tahu apa isi buku itu. Seperti juga orang yang diberi ilmu tapi semakin rakus terhadap dunia (mencari dunia, mencari popularitas, mencari sanjungan dll). Bacakan pada mereka kabar tentang mereka yang diberi ilmu, mereka melepaskan diri dari ilmu tersebut (ayat-ayat tsb), tak kala mereka meninggalkan ilmu maka setan mengikuti mereka, merekalah orang yang sesat dan celaka, sekiranya kami menginginkan kebaikan maka kami akan mengangkat mereka di sisi allah dengan ilmu itu. tetapi mereka memilih menghinakan dirinya dengan mengikuti hawa nafsu. Jika kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka maka akan binasa. Mereka mewarisi kitab (ilmu) akan tetapi dengan ilmu itu mereka sangat berambisi dalam mengambil materi / kemewahan dunia. Bukan untuk mencari kemuliaan. Jika disuguhkan kepada mereka dunia, mereka akan mengambilnya. Alimul Lisan (Bersilat Lidah) Allah menyesatkan dia dengan ilmu, kenapa? Karena ilmu yang diberikan tidak bermanfaat baginya. Ilmu yang tidak bermanfaat (Ilmu yang dicela oleh allah swt) Ilmu Sihir: Ilmu yang mencelakakan mereka, dan mereka mengetahui. Ilmu yang membuat kufur kepada allah. Ketika datang kepada mereka ilmu alquran dan sunnah, mereka sombong dengan ilmu mereka sendiri bahkan mengolok – olok seolah mereka adalah orang – orang yang lebih berilmu. (bangga dengan ilmu – ilmu dunia) Apalah arti dunia ini apabila tidak bermanfaat bagi akhiratnya. Tak kala ilmu – ilmu dunia tidak menambah keimanan, menambah keyakinan atas adanya allah swt seseorang maka ilmu itu tidaklah bermanfaat. Dan mereka lalai. Diwajibkan berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat dan memohon kepada allah swt untuk ilmu yang bermanfaat. Dari Hadist shahih muslim dari zaid bin arkham
  • 6. Rosul Saw bersabda : Allahuma inni audzu bika min ilmil layan fa’ , wa min khalbi layakh sa’, wa min nafsin latas ba’, wa min da’watin layus tajabulaha, Ya Allah sesungguhnya aku berlindung padamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak pernah khusuk, dari jiwa yang tidak pernah kenyang/puas, dari doa yang tidak pernah dikabulkan. Hati tidak pernah khusuk adalah Khaswatun kulub (hati yang keras) Dami khaswatin qolb – celaan pada hati yang keras (kitab risalah ibnu rajab) Jiwa yang tidak pernah kenyang/puas, manusia tidak pernah puas dengan dunia sampai mulut terpenuhi dengan tanah. Kata rosul saw, jika manusia mempunyai mempunyai 2 gudang emas maka akan mencari gudang yang ke tiga. Jiwa qanaah, (merasa cukup), adalah jiwa yang tenang. Barang siapa di waktu bangun pagi, sehat badannya, keadaannya aman, mendapatkan sesuatu yang dapat dimakan bersama keluarganya, maka dia seolah – olah memilik dunia dan seisinya. Diriwayatkan oleh imam nasa’i dari jabir Nabi saw bersabda : allahuma inni as aluka ilman nafi’an wa audzubika min ilmin layan fa. Ya allah, Aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, dan aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat. Diriwayatkan Abu daud dari abu buraidah. Diantara penjelasan (bayan) itu terdapat sihir yang membuat terlena atau terpukau, yang membuat tidak sadar dan diantaranya terdapat kebodohan artinya dantara sebagian ilmu itu terdapat kebodohan. Diantaranya memaksakan diri untuk mengetahui sebuah ilmu yang sebenarnya tidak dimampui, menuntut ilmu yang mencelakakan (tidak mengetahui kemanfaatan atas ilmu yang sebaiknya lebih baik untuk tidak mengetahuinya apalagi dapat mengakibatkan kemudharatan) Seperti mempelajari ilmu sihir yang sangat banyak mudharatnya, maka lebih baik untuk tidak mempelajarinya. Diriwayatkan mursal/hadits murasil (riwayat dari tabiin menisbatkan dari nabi saw) oleh Abu Daud dari zaid bin ashlam. (bukan dari perawi yang tsiqah) Dari Nabi saw : Alangkah berilmunya si fulan itu!,. nabi saw : tentang apa? Tentang nasab! (ilmu tentang keturunan/silsilah), nabi saw : ilmu yang tidak bermanfaat tapi kejahilan yang tidak merusak. Dari hadits yang tidak shahih Ilmu itu ada tiga macam selebihnya adalah suatu kelebihan yaitu (al ilmu tsalatsah) diriwayatkan oleh abu daud, tarmidzi dll  Ayat – ayat yang muhkam (ayat yang jelas/ yang nyata) – ayatul muhkamah
  • 7.  Sunnah yang berdiri tegak dan diamalkan – wa sunnahtul qoimah  Ibadah / Kewajiban yang adil. – wa faridatul fadhilah Allah menciptakan manusia, laki – laki dan perempuan, berbangsa – bangsa untuk saling mengenal (taarufu’u). Diperbolehkan mempelajari ilmu nasab asal tidak berlebihan, diwajibkan mendahulukan ilmu yang lebih penting yaitu ilmu tentang alquran dan sunnah. Perintah mempelajari ilmu nasab (mengetahui keturunan) diwajibkan untuk kepentingan silaturahmi yang wajib. Dari sabda Nabi saw : ketahuilah nasab – nasab kalian untuk mempeerat / menyambung silahturahmi dan pelajari bahasa arab untuk membantu mempelajari alquran, dan pelajari ilmu perbintangan (nujum) untuk mengetahui arah (kiblat,angin, perjalanan dll) dan kegelapan di laut dan pengetahuan – pengetahuan itu cukup sekedar hanya untuk itu saja, Nasab yang hanya untuk membangga – banggakan diri,/menyombongkan diri adalah kebiasaan jahiliyah. Umar Bin Khatab ra : memerintahkan mempelajari ilmu nujum (ilmu astronomi) untuk mengetahui arah kiblat, arah perjalanan, arah angin dan kemudian cukup, hanya untk itu saja. Ilmu nasab untuk mengamalkan kewajiban menyambung silahturahmi, mengetahui wanita – wanita yang halal untuk dinikahi. Rahim akan berbicara di akhirat : saya akan memutuskanmu apabila kamu memutuskannya, dan menyambungkanmu apabila kamu menyambungkannya. Imam ahmad dan imam ishaq ruhawei memberi keringanan untuk mempelajari ilmu perjalanan (manasil) bulan untuk mengetahui arah., sebagai alat Bantu memperkirakan keadaan. Dan mempelajari nama – nama bintang (astronomi( untuk mengetahui arah. Imam qatadah tidak menyukai mempelajari ilmu perjalanan bulan.bintang dan tidak memberi keringanan untuk mempelajari ilmu itu. Terjadi Ikhtilaf (perselisihan) pada ulama dalam mempelajari ilmu-ilmu tsb akan tetapi jumhur ulama (kebanyakan ulama) memperbolehkan mempelajari ilmu nujum tsb. Orang yang mempelajari huruf – huruf (ilmu abijad) untuk keperluan sihir maka mereka tidak mendapat bagian di akhirat. Ilmu astronomi tidak untuk Ilmu takhirat dimana percaya bahwa bintang mempengaruhi keadaan cuaca (turunnya ujan dll) tetapi diperbolehkan untuk ilmu takhsir mengetahui untuk menentukan arah jalan (kiblat)
  • 8. Diriwayatkan dari abu daud Sabda nabi saw : Barangsiapa mempelajari suatu bagian dari ilmu nujum/astronomi maka sesungguhnya telah mempelajari sebagian dari ilmu sihir. Ilmu tiyarah : ilmu untuk memperkirakan kebaikan dan keburukan (seperti mempelajari ilmu membaca garis telapak tangan dll) Mempercayai bahwa bintang dapat mempengaruhi kebaikan dan keburukan atau memberikan korban untuk bintang adalah bathil, kufur, haram. Ilmu perbintangan untuk mengetahui arah kiblat dan penunjuk jalan maka itu diperbolehkan menrutu jumhur dan yang melebihi itu tidak diperbolehkan. Sesuatu yang berlebihan/melebihi kadarnya tidak diperbolehkan oleh syariat. Imam Ahmad mengingkari pendalilan penentuan arah kiblat dengan melihat bintang tertentu, karena sudah terdapat keterangan tentang kiblat dalam hadits nabi saw yang menyatakan bahwa kiblat terletak antara timur dan barat, antara utara dan selatan untuk diindonesia. Ibnu mas’ud mengingkari perkataan kaab yang mengatakan al falaq (bintang) itu berputar dan juga diingkari oleh imam malik dan lainnya. Hal – hal tersebut menyatakan bahwa ulama salaf tidak menyibukkan diri dengan ilmu – ilmu tersebut selain hanya untuk sesuatu yang diperlukan saja. Bahkan Imam Ahmad mengingkari pernyataan perbedaan Zawal (pergeseran matahari) di setiap daerah atau Negara meskipun kenyataannya berbeda (zuhur diindonesia berbeda dengan di India), maksud imam ahmad mengingkari karena rosul tidak diutus untuk membicarakan hal – hal seperti itu. Faedahnya adalah pelajarilah sesuatu yang lebih penting daripada itu. Terlalu berlebihan mempelajari ilmu astronomi dapat mengakibatkan pengingkaran (meragukan/mengkritisi) terhadap ilmu alquran dan hadist, contoh hadistun nuzul - hadits mutawatir (bukhari, muslim dll) tentang turunnya allah swt pada sepertiga malam, jika berdasar ilmu astronomi maka sepertiga malam di setiap daerah akan berbeda atau sepertiga malam itu berbeda pada setiap tempat dengan tempat yang lain sehingga menimbulkan pernyataan maka tidak akan mungkin allat swt itu turun pada waktu tertentu. Hal ini timbul dikarenakan terlalu berlebihan mempelajari ilmu nujum tsb. Sesungguhnya kebesaran dan kekuasaan allah swt berada diluar persepsi kita, misal bagaimana perbandingan antara kursy dan arsy, bagaikan uang logam dilemparkan di padang pasir sahara yang luas. Pahami ayat alquran dan hadist dengan apa adanya, tanpa penakwilan, penyelewengan dan lain – lain yang dapat menyebabkna syubhat – syubhat. Jadi wajib hanya sami’na wa atho’na (kami mendengar dan taat)
  • 9. Maka sudah disepakati kejinya suatu Ikhtiraj (kritikan – kritikan atas ayat alquran dan hadits yang seperti diatas). Dilarang Tawashu (terlalu berlebihan mempelajari ilmu nasab,ilmu astronomi, ilmu bahasa arab) selain yang hanya dibutuhkan saja, meninggalkan ilmu yang lebih penting, menyibukan diri dari ilmu yang lebih penting fungsi ilmu – ilmu tersebut boleh hanya sebagai ilmu Bantu (belajar bahasa arab untuk lebih bisa mentaddabur (memikirkan/meneliti) ayat alquran) Menurut (syeikhul islam) Ibnu Taimiyah dalam kitab iqtida sirathal mustaqim menjelaskan : tidak ada cara untuk menguasai dan mengetahui agama kecuali dengan mempelajari bahasa arab. Sesungguhnya bahasa arab itu sendiri adalah merupakan bagian dari agama dan mempelajarinya merupakan suatu kewajiban. Sesungguhnya Memahami alquran dan sunnah adalah kewajiban dan tidak akan mungkin dipahami tanpa mempelajari memahami bahasa arab Sesungguhnya apabila kewajiban itu tidak akan sempurna kecuali dengan sesuatu, maka mempelajari sesuatu itu merupakan kewajiban. Dikatakan bahwa bahasa arab itu dalam berbicara seperti garam dalam makanan. Dalam bahasa itu dipelajari apa yang akan memperbaiki bahasa kita. Tapi terlalu berlebihan mempelajari bahasa arab maka akan merusak. Demikian juga dengan ilmu hisab (ilmu matematika) digunakan untuk menghitung pembagian warisan (fawaidh), hisab zakat harta dll, hanya sekedar untuk itu saja. Ilmu – Ilmu yang bid’ah Adapun ilmu – ilmu yang muncul setelah jaman para sahabat rosulullah saw dimana para penuntutnya terlalu berlebihan dalam mengkaji dalam ilmu tsb dan menamakannya dengan keilmuan. Konsep ilmu berbeda antara kaum filsafat dan kaum muslimin. Menurut ahli filsafat segala yang masuk akal adalah ilmu (hanya berdasar analogi dan rasional), keilmuan tentang ilmu allah swt atau ilmu yang diturunkan oleh allah swt, mereka tidak menamakan ilmu. Maka mereka menduga orang – orang yang tidak menguasai ilmu – ilmu tersebut dianggap sebagai orang yang tidak berilmu/jahil/sesat. Menurut Ibnu Rajab hal tersebutlah yang merupakan hal – hal bid’ah dan perkara – perkara yang baru, yang terlarang. Sehingga muncul ilmu kalam, filsafat, ilmu berdebat (jidal) yang mengingkari takdir, mengingkari tauhid, mengingkari sifat allah. Diantara ilmu yang tercela tsb terdapat pembahasan – pembahasan yang di ada – adakan oleh orang mu’takzila, pengingkaran atas takdir, membuat permisalan bagi allah swt (tentang permisalan asma wa sifat). Hal ini bukan berarti kita tidak diperbolehkan untuk mempelajari takdir, tetapi dilarang mempelajari takdir dengan metode para ahli filsafat/kalam.
  • 10. Pelajarilah takdir dengan ijin allah berdasar metode salafus shaleh berdasar dengan rukun iman dengan tidak berlebihan yang bertujuan untuk menyempurnakan keimanan kita. Bahkan para sahabat bertanya tentang takdir kepada rosulullah saw. Apakah amalan – amalan kita ini adalah sesuatu yang akan datang yang belum kita ketahui atau amalan – amalan yang sudah ditakdirkan yang telah ditulis dalam qalam allah dan telah kering tinta pena untuk menuliskannya? Rosul saw menjawab : sesuatu yang telah ditentukan oleh allah swt. Lalu untuk apa kita beramal kalau semua sudah ditakdirkan, beramal baik sudah ditakdirkan, atas amal buruk pun sudah dituliskan ? Rosul saw menjawab : Beramallah, masing – masing akan diberi kemudahan terhadap apa yang telah allah ciptakan / takdirkan apa – apa untuknya. Barangsiapa menelusuri jalan – jalan kebaikan maka akan diberikan kemudahan, dan barangsiapa menelusuri jalan keburukan maka juga akan dipermudahkan. Allah tidak akan menzalimi hambanya, tidak akan terjadi apa yang diinginkan bila allah menginginkannya. Mempelajari takdir seperti pada hal – hal diatas tidaklah dilarang bahkan diperintahkan. Yang diinginkan oleh alquran dan sunnah dan juga dipahami oleh para sahabat rosulullah saw adalah : Bahwa mereka membahas takdir, qadar dan asma wa sifat untuk mengimani, diyakini dan diamalkan tidak hanya berdasar metoda aqliyah (akal) semata seperti pembahasan para ahli kalam dan filsafat. Segala sesuatu yang baik dan yang buruk adalah takdir allah swt tanpa ada kecuali yang tidak akan keluar dari kekuasaan allah swt dan dengan ijin allah swt. Segala upaya unutk menimpakan sesuatu tanpa adanya ijin dari allah swt maka segala upaya itu tidak akan terlaksana. Seluruh amalan hamba, masing - masing bertanggung jawab terhadap amalannya, dan allah memberi kekuatan pilihan pada hambanya, akan tetapi kemampuan, kekuatan dan pilihan mereka dibawah pilihan dan kekuasaan dan kehendak allah swt. Pemahaman berdasar metode aqliyah (akal) yang keliru yang dilakukan oleh ahli kalam/mutazilah dalam masalah takdir dan qadar yang menjerumuskan pada pengingkaran takdir dan qadar adalah : Mengatakan bahwa manusia melakukan amalan dengan terpaksa tidak ada pilihan (kata kaum jabariyah) Segala sesuatu adalah ciptaan allah, kecuali perbuatan makluk (kata kaum qadariyah), maksudnya manusia menciptakan sendiri perbuatannya, artinya mereka mengeluarkan perbuatan manusia sebagai ciptaan allah. Dan meyakini adanya dua illah, yaitu illah kebaikan yaitu cahaya dan illah keburukan yaitu kegelapan. Dan kaum qadariyah disamakan oleh para sahabat sebagai golongan majusi.
  • 11. Ibnu Rajab mencela pembahasan takdir dengan metode akal, dengan metode ahli kalam, dan dengan berdebat. Diriwayatkan dalam shahih Ibnu Hibban dan al hakim (mustadrak) dari Ibnu Abbas secara marfu (dinisbatkan kepada rosul saw) : Senantiasa keadaaan umat akan selalu dalam keadaan baik, cocok/selaras dengan syariah/agama atau mendekati, selama mereka tidak berbicara tentang anak – anak dan juga tentang takdir/qadar. Berbicara tentang anak – anak orang musrikin apakah mereka berada pada neraka atau dalam surga atau bersama dengan orang tua mereka. Berbicara keadaan mereka dalam surga apabila mereka musrikin * Allah lebih tahu dari apa yang mereka lakukan. Berbicara qadar, mereka berbicara untuk mengingkari bukan untuk mengimani. Berbicara qadar, Menisbatkan perbuatan hamba pada kekuasaan mereka, manusia itu sendiri. * Allah menciptakan segala sesuatu dan manusia merupakan sesuatu. Diriwayatkan Imam Baihaqi dari ibnu mas’ud secara marfu Jika disebut sahabatku maka tahan, jangan diteruskan, jika disebut ilmu perbintangan maka tahan, jangan diteruskan. Dalam Hadits shahih abu dzaar. abu dzaar keluar menemui para sahabatnya yang sedang berbicara tentang masalah qadar, dan terjadi sedikit perdebatan, seketika itu rosulullah datang dalam keadaan marah, hingga muka beliau terliha memerah seperti warna buah delima dan berkata : apakah dengan hal seperti ini kalian diperintahkan ? bukankah telah dilarang untuk membicarakan hal – hal seperti ini, tiada lain yang mebinasakan umat – umat sebelum kalian kecuali dalam perkara ini. Apabila disebut tentang permasalahan qadar maka tahan, jangan teruskan. apabila disebut tentang sahabatku maka tahan, jangan teruskan. apabila disebutkan tentang permasalahan nujum/astronomi/perbintangan maka tahan, jangan teruskan. Penjelasan para ulama tentang hadits diatas secara umum dan relatif. Imam Ibnu bathah dalam kitab al ibanah terdapat dua sisi dalam : Permasalahan Qadar : - wajib mempelajari dan mengimani takdir/qadha terbatas atas segala sesuatu bahwa segala sesuatu, baik dan buruknya sesuai dengan kekuasaan dan atas ijin allah swt dan tikda akan keluar dari takdir dari allah swt dan manusia mempunyai perbuatan dan kehendak dan bertanggung jawab atas segala amalannya, wajib, karena qadha adalah keimanan dan termasuk dari makna rukun iman. - Haram mempelajari dengan tujuan mengingkari takdir yaitu mempelajari takdir dan membicarakan takdir dengan metode ahli kalam yang menyatakan bahwa manusia terpaksa, tidak mempunyai pilihan, tidak mempunyai kekuatan dalam berkehendak, dan manusia yang menciptakan perbuatan maka dalam konteks pembicaraan yang seperti ini maka tahan dan jangan diteruskan. Permasalahan sahabat :
  • 12. - Berbicara tentang keutamaan, kebaikan para sahabat, meminta ampunan untuk para sahabat, dan mendidik agar mencintai mereka, menebarkan kebaikan mereka dan membenci orang yang membenci mereka maka wajib untuk mempelajari sejarah sahabat karena merupakan bagian dari keimanan dan prinsip agama. - Berbicara dengan tujuan mencela, mencari fitnah atas perbedaan ijtihad para sahabat, menghina, melecehkan, menjadikan symbol salah satu sahabat untuk mengkafirkan sahabat yang lain, mencari – cari kesalahan mereka, jelas ini dikatakan bathil. Sebab segala kebaikan apapun yang dilakukan oleh orang yang datang setelah sahabat tidak akan dapat menyamai kebaikan dari orang yang sekalipun paling rendah tingkatannya dari para sahabat, apalagi degan para sahabat secara keseluruhan. Maka dikatakan oleh rosulullah saw dalam hadits yang shahih Sekiranya salah satu dari kamu menginfakkan emas sebesar bukit uhud maka tidak akan sampai/menyamai timbangannya, bahkan tidak akan sampai separoh dari keutamaan para sahabat. Oleh karena itu orang yang mecela para sahabat dengan penuh kebencian dan penuh kemunafikan adalah orang yang telah disesatkan hatinya oleh allah swt yang tidak lain ingin menghancurkan alquran dan as sunnah dan membatalkan agama yang mulia ini. Menurut imam abu tsuro ar rozi : Apabila anda melihat salah seorang mencela para sahabat maka ketahuilah bahwa orang itu adalah orang yang zindiq, munafik, sebab alquran benar, dan rosul benar, dan sunnah – sunnah yang sampai kepada kita tidak akan sampai kepada kita tanpa adanya mereka (rosul dan sahabat), mereka para saksi kita, mereka orang – orang yang mencela para sahabat ingin menghinakan para saksi kita untuk membantalkan alquran dan sunnah maka mereka lebih pantas untuk dicela. Permasalahan Ilmu Nujum (perbintangan) : - Diperbolehkan untuk mengetahui arah kiblat, arah jalan, mengetahui bulan, tahun dll - Dilarang untuk kepentingan sihir. Diriwayatkan dari (sahabat angkatan muda/sighar) ibnu abbas bahwasanya beliau berkata kepada maimun bin mihran (tabiin) : Tinggalkan olehmu berbicara/mempelajari masalah ilmu nujum (melihat/memperhatikan/menganalisa), karena hal seperti itu akan membawa kepada perdukunan/sihir. Dan tinggalkan olehmu berbicara mengunakan akal atau menggunakan metode ilmu kalam tentang takdir/qadar. Dan tinggalkan olehmu mencela para sahabat sebab jika kamu melakukan itu maka allah swt akan melemparkanmu kedalam neraka dalam keadaan telungkup. *Mencintai sahabat adalah kewajiban dan keimanan. Dijelaskan dalam surat al hasyr oleh allah swt bahwa manusia ini tidak keluar dari 3 macam golongan yakni :
  • 13. - Orang Muhajirin, orang yang hijrah dari makkah ke madinah Orang yang meninggalkan harta dan negeri mereka karena allah dan rosulnya. - Orang anshar, yang menerima orang muhajirin Orang yang telah menempati kota madinah, mereka mengutamakan orang muhajirin daripada diri mereka sendiri padahal mereka membutuhkan hal tersebut. Inilah persaudaraan dalam islam yang lebih mengutamakan saudaranya daripada dirinya sendiri. - Dan orang yang datang setelah/sepeninggal mereka (dua golongan diatas) Mereka berdoa : ya allah ampunilah kami ya allah, dan saudara – saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, jangan dijadikan kedalam hati kami jalan kebencian terhadap orang – orang yang telah mendahului kami. Adakah orang yang keempat? Tidak ada. Adakah orang yang telah menjadi muhajirin? menjadi orang anshar?. Tidak pernah Kita adalah orang yang ketiga. Bagaimana sikap orang yang ketiga ? tidak ada/jangan ada kebencian terhadap dua golongan sebelum kita (orang – orang muhajirin dan anshar) Bentuk larangan membicarakan/membahas masalah takdir terdapat beberapa sisi yakni antara lain : - mempertentangkan antara ayat – ayat alquran sebagian dengan sebagian yang lain yang dianggap berlawanan sehingga terjadi perdebatan. Seperti kaum jabariyah dan kaum qadariyah. (dari rosulullah saw : al biro fil quranin kufrun: memperdebatkan dan mempertentangkan ayat yang satu dengan yang lain, ayat – ayat alquran adalah kufur, hadits shahih, diriwayatkan dari abu hurairah oleh adu daud, ahmad dll) - Berbicara tentang qadar dengan menggunakan/menurut/dengan cara aqli (akal) seperti metode ahli kalam. Manusia diberikan pilihan dalam memilih kebaikan dan keburukan, tidak ada takdir pada hal – hal yang maksiat. Semua atas ijin allah swt tetapi manusialah yang memilih jalan kesesatan / kebaikan. - Berbicara tentang rahasia qadar, qadar adalah ilmu allah swt dan kekuasaan allah swt. Diriwayatkan : terdapat seseorang datang kepada ali bin abi thalib dan mempertanyakan tentang qadar, ali menjawab : qadar itu rahasia allah, maka jangan kamu berusaha untuk membuka rahasia itu, kamu tidak akan mampu. Menurut imam ath thahawi dalam kitab aqidahnya (ath tahawiyah) : qadar itu adalah rahasia allah kepada makluknya, dan tidak ada seorangpun yang mengetahuinya bahkan malaikat yang dekat dengan allah maupun nabi yang diutus oleh allah swt. dan mendalami, memperhatikan, mengkaji dalam permasalahan seperti itu merupakan jalan menuju kehinaan, jalan yang menghambat dari mendapatkan kebaikan dan jalan yang melampaui batas dari kemampuan. Oleh sebab itu waspadalah dengan rahasia allah swt. sesungguhnya allah telah menutup ilmu qadar itu dari makluknya dan melarang mereka untuk berusaha mencapainya. Maka allah tidak ditanya tentang perbuatannya tetapi manusialah yang akan ditanya tentang perbuatannya. Maka terdapat ungkapan yang masyhur dari ulama sallaf : dilarang mempertanyakan mempertanyakan tentang perbuatan allah swt.
  • 14. Menurut imam ath thahawi : barang siapa menolak hukum alquran (seperti anda bertanya kenapa allah melakukan begini dan begitu, seperti kenapa allah mendatangkan musibah, kenapa allah menciptakan iblis yang pekerjaannya hanya meyesatkan dll), maka dia termasuk orang yang kafir. Sesungguhnya manusia tidak mengetahui hakikat rahasia tersebut. Diantara Ilmu – ilmu yang Bid’ah adalah ilmu yang diada – adakan oleh gologan mu’tazila (orang – orang yang mengkultuskan (melebih-lebihkan) akal). Dan Barangsiapa yang mengikuti metode mereka yakni membicarakan zat allah dengan dalil – dalil akal sedangkan jelas para ahlu sunnah wal jamaah dan para salafus shaleh ketika membicarakan perkara – perkara agama apalagi tentang masalah zat allah berpegang pada wahyu atau dalil – dalil yang berasal dari alquran dan sunnah/hadits bukan akal tapi wahyu. Adapun ahli kalam landasan mereka dalam beragama adalah akal, prinsip mereka dalam beragama, apabila terdapat pertentangan antara dalil dan akal maka yang dikorbankan adalah dalil dan dikedepankan akal. Dan apabila mereka menggunakan dalil sebagai hujjah (argumentasi) sebenarnya mereka tidak meyakini kebenaran dalil tersebut, hanya terdapat kebetulan yang mereka dapatkan atau terdapat kesamaan pemahaman dengan akal mereka, padahal dalil itu tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya mereka inginkan, hanya untuk digunakan untuk melemahkan dan menipu lawah hujjahnya. Sebab dalil mereka adalah akal. Menurut Ibnu Taimiyah : tidak satupun dalil yang digunakan oleh ahlul bid’ah dalam berdalil, baik dalil yang berdasar naqli (dari nash aqluran maupun asunnah) atau berdasar atas aqli (akal), jika diteliti dan dicermati maka dalil itu akan semakin menjelaskan kebatilan dari apa yang mereka perbuat. Permasalahannya kita tidak mengetahui dan mempelajari tentang dalil itu sehingga kita tidak tahu bagaimana cara menepis dalil – dalil mereka, selanjutnya kata ibnu taimiyah : saya telah membaca, mempelajari dan mengkaji semua dalil yang digunakan oleh ahli bidah, ahli kalam, tentang masalah aqidah atau pemikiran mereka maka saya dapatkan kenyataannya seperti itu, artinya semua dalil yang mereka gunakan untuk berdalil itu, pada dasarnya menghujat dan menepis syubhat mereka sendiri. Berbicara dengan akal tentang zat allah lebih berbahaya daripada berbicara tentang masalah takdir. Menurut Ibnu Rajab : karena berbicara tantang masalah takdir hanya berbicara tentang perbuatan allah sedangkan berbicara tentang zat allah dan asma wa sifat adalah membicarakan tentang zat allah. Perbuatan allah menunjukan pertanda atau tanda – tanda adanya allah, sedangkan zat allah mempertanyakan tentang keberadaan allah. Zat allah dan sifat allah tidak dapat dipisahkan. Cukup hanya wajib untuk diimani (istiwa/maklum dan maha tinggi) Bahaya, apabila akal tidak dikontrol dengan wahyu.
  • 15. Berbicara tentang pengingkaran – pengingkaran sifat allah swt itu terbagi menjadi dua sekte : - orang – orang yang menafikan sifat – sifat allah dan perkara yang ghaib yang telah dijelaskan dalam alquran dan sunnah, karena mereka men tasbih/menyerupakan ( salah satunya sekte mu’tazilah) allah dengan makluk. Ada yang menafikan seluruh sifat (kaum jahmiyah) dan sebagian sifat. Dan terdapat tingkatan – tingkatan kaum yang menafikan sifat – sifat allah swt tersebut  Tidak boleh menggunakan kalimat – kalimat dalam asma wa sifat yang tidak ada ketentuannya dalam alquran dan sunnah, dan digunakan oleh ahlih bidah dan ahli kalam dan maknanya menggunakan multi makna, ada yang benar dan ada yang bathil, maka kalimat tersebut tidak boleh diingkari secara mutlak dan tidak boleh di imani secara mutlak, tapi ditanyakan, apa maksud anda mengucapkan kalimat ini? Apabila maknanya benar maka maknanya diterima tapi kalimatnya ditolak, tapi kalo bathil maka ditolak.  Selain mengingkari sifat – sifat allah (mentasbihkan allah dengan makluk) kaum mu’tazilah juga mengingkari sifat qalamullah, sedangkan allah menjelaskan bahwa : wa kalamullahu mussakaklimah, wa kalamullah wa robbuhu : dan allah berbicara dengan makluknya sesuai dengan orang yang dikehendaki allah swt, oleh sebab itu nabi ibrahim adalah kalamullah, dan nabi musa adalah kalamullah karena mereka adalah nabi yang diajak berbicara oleh allah. Dan al quran juga kalamullah, al quran adalah perkataan allah swt dan rosul saw yang menyampaikannya. Allah berbicara dengan al quran. Dan kaum mu’tazilah menganalogikan perbuatan berbicara itu dengan perbuatan makluk sehingga kaum mu’tazilah meniadakan sifat kalamullah tersebut. Sabda nabi saw : tidak ada makluk yang lebih tahu tentang allah swt daripada allah swt sendiri. Sedangkan kaum jahmiyah juga mengingkari sifat kalamullah tersebut dan menyebut alquran itu sebagai makluk sehingga para ulama sepakat untuk menghukumi sesat para kaum jahmiyah (kaum jahmiyah adalah para pengikut jahm bin sofyan: orang yang pertama sekali mengatakan bahwa alquran itu makluk, murid dari syekh jaad bin dirham, yang disembelih pada hari idul adha, oleh khalifah khalid bin abdul al khasri, khalifah abbasiyah, yang mengatakan di mimbarnya setelah selesai berkotbah, “berkorbanlah kalian semoga allah menerima korban kalian, dan aku berkorban dengan menyembelih jaad bin dirham”. Dan disembelihlah jaad bin dirham di mimbarnya) - Orang – orang yang ingin menetapkan sifat – sifat Allah swt dengan dalil – dalil (dengan metode) akal yang tidak ada landasannya dalam atsar (riwayat). - Jadi tak kala terdapat/orang melihat adanya pengingkaran sifat allah swt yang dilakukan oleh kaum jahmiyah diatas maka terdapat sebagian kaum yang ingin membantah bid’ah – bidah jahmiyah itu dengan menggunakan metode akal, - melawan bidah dengan bidah. Yang benar bidah dibantah dengan sunnah, jadi hasilnya sunnah, kebatilan dilawan dengan kebenaran. Jika bidah di lawan dengan bidah maka hasilnya bidah. Kebatilan dilawan dengan kebatilan maka akan timbul kebatilan yang ketiga. filsafat dengan filsafat, menghasilkan filsafat yang ketiga.
  • 16. - Jadi tidak diperbolehkan melawan syubhat/ahli bathil dengan akal, kecuali akal yang tidak melenceng dari syarah/sunnah. - Terkadang para ahli ilmu kalam/ahli filsafat yang mengedepankan akal kalo dicermati terkadang terdapat saling kontradiksi terhadap pemikiran – pemikiran mereka sendiri. Dan hal itu yang dilakukan oleh ibnu taimiyah (syeikhul islam) untuk membuktikan kebathilan mereka dari sisi pandangan mereka sendiri. Kitab rujukan kitab tarkhu wa taarif aql wal naql oleh ibnu taimiyah, kitab a safaiul mursalah dari ibnu qoyyim - Kaum yang menggunakan metode akal dalam memerangi bidah mu’tazilah antara lain adalah : metode mukhatil bin sulaiman dan yang mengikuti seperti Nuh Bin abi maryam dan diikuti oleh sebagian ahli hadist dahulu dan sekarang. Dan metode al karamiyah pengikut Muhammad bin karam as sijistani, yang mengatakan pemikiran/ideologi at tahsimn, yang mengatakan bahwa allah itu jisim. Dan menyampaikan iman itu cukup hanya sebatas apa yang diucapkan dengan lisan, sekalipun tanpa adanya diperkuat atau diyakini dengan hati dan amal perbuatan. Salah satu ulama yaitu al imam ad dharimi yang mengkritisi ideologi itu serta memberikan fatwa/mengusulkan kepada penguasa untuk mengusir keluar dari daerahnya Muhammad bin karam dan sektenya. Dan dalam ideolog itu terdapat pensifatan terhadap allah swt sifat – sifat yang tidak terdapat dalam alquran dan sunnah, yaitu al harak : bergerak. Disebutkan dalam kitab arisalah almuria dari imam ibnu taimiyah pentingnya mempelajari nama dan sifat – sifat allah swt untuk membentengi diri dari ungkapan – ungkapan pensifatan – pensifatan sesat tersebut. Kaedah ahlul sunnah ; dalam menetapkan asma wa sifat mereka hanya mengunakan lafaz – lafaz dan nama – nama yang ada dalam alquran dan as sunnah, tidak boleh keluar dari itu. Apabila terdapat lafaz – lafaz atau nama – nama yang digunakan oleh ahli kalam/filsafat berkenaan dengan asma wa sifat yang tidak ada ketentuannya dalam alquran dan as sunnah, maka menurut ibnu taimiyah (syikhul islam ) dalam kitab arisalah almuria, tidak boleh seorang pun untuk menyetujui atau mengingkari dengan seseorang dalam menetapkan lafaz as ma sifat tersebut, bersikap netral. Karena belum jelas maksudnya, sampai benar – benar diketahui maksud/maknanya. Jika maksud/maknanya benar maka diterima akan tetapi lafaznya ditolak, jika maksud dan maknanya bathil maka tidak bisa diterima secara mutlak atau ditolak secara mutlak lafaz itu. Contoh : kata al harakah : bergerak/berpindah, yang dikaitkan dengan turunnya allah pada sepertiga malam terakhir, jelas tidak terdapat dalam alquran dan as sunnah, maka sebagian ulama ada yang menerima dan sebagian ulama yang lain mengingkari. Menurut ibnu taimiyah : wal akhsan (yang terbaik) yaitu apa yang ditetapkan oleh allah dan rosulnya dalam alquran dan sunnah adalah lafaz yang telah ditetapkan oleh allah dan rosulnya, dan menafikan lafaz – lafaz yang telah dinafikan oleh allah dan rosulnya dalam alquran dan sunnah sebagaimana kita ketahui.
  • 17. Metode yang harus diikuti dalam membantah kebathilan dan menghujat kesesatan adalah dengan alquran dan as sunnah (dengan dalil) bukan dengan akal semata, sebab di dalam alquran dan as sunnah sudah terdapat penjelasan tentang kebenaran dan juga penjelasan tentang kebathilan serta terdapat kaedah atau prinsip – prinsip dasar bantahan atas segala bentuk kesesatan. Oleh karena itu sebagian para ulama salaf mengucapkan : tidak satupun bid’ah yang dimunculkan oleh para ahli bid’ah atau ahli bathil, kecuali di dalam alquran terdapat dalil yang menghujatnya. Dilarang terlalu berlebihan dalam menggunakan akal dalam membicarakan agama dan beragama. Yang benar dalam permasalahan tentang asma wa sifat atau tentang dalil – dalil yang menjelaskan tentang asma wa sifat (nama dan sifat – sifat) allah swt yaitu apa yang diikuti oleh salafus sholeh yaitu : Menyikapi atau membiarkan ayat – ayat yang menjelaskan asma wa sifat tersebut sebagaimana apa adanya datang dari allah dan rosulnya tanpa ditafsir maknanya, tanpa dibahas tentang kaifiyah (hakikatnya) dan tanpa diserupakan dengan sifat makluk. Hal itu bukan berarti kita dilarang untuk mengetahui makna dari asma wa sifat dengan sebab/tujuan atau sebagai faktor untuk menambah keimanan, akan tetapi maksudnya adalah dilarang men takwil asma wa sifat dengan metode ahli kalam/falsafah dengan tujuan untuk mengingkari. Yakni tidak menafsirkannya dengan makna yang marju (umum) dan menyelewengnkan maknanya dari yang rajih (benar) tanpa ada alasannya. Tidak boleh dipertanyakan tentang kaifiyahnya (hakikatnya), bukan berarti tidak ada hakikatnya, akan tetapi hakekat itu cukuplah diketahui hanya oleh allah swt dan tanpa diserupakan sifat tersebut dengan sifat makluk. Seperti itulah yang disepakati oleh para ulama salaf, seperti oleh al kholaq dalam kita as sunnah, dari imam al auza’I berkata : terimalah/biarkanlah sebagaimana adanya. Dari al walid bin muslim, beliau bertanya tentang hadits – hadits yang berkenaan dengan asma wa sifat kepada para ahli hadits terkemuka yakni imam malik bin anas, sufyan at tsauri, laitz bin saad, uzaid dan mereka semua sepakat menjawab : pahamilah hadits – hadits sebagaimana datangnya tanpa dipertanyakan tentang makna/kaifiyahnya. Dan tidak ada satu riwayatpun dari para ulama salaf yang menyelisihi hal itu. Khususnya Imam ahmad bin hambal : melarang untuk memaksakan diri/membicarakan asma wa sifat secara mendalam (menkaji) sehingga keluar dari tujuan bahasan maknanya. Dan tidak boleh membuat permisalan atas ayat – ayat asma wa sifat tersebut. Hal tersebut diatas lah yang ingin dijelaskan oleh ibnu rajab sebagai prinsip dalam beragama yang harus dipahami dan dijadikan landasan dalam kita beragama.
  • 18. Dan ditegaskan oleh ibnu taimiyah dalam kitab a’lamul alijah : tidak ada satupun perkataan manusia siapapun orangnya, kecuali kita harus mencari dalil yang membenarkan perkataannya dan perkataan itu bukan dijadikan sebagai dalil, adapun perkataan allah swt dan rosulNya itu adalah dalil. kaedahnya, menurut Imam Malik : bahwa setiap orang bisa bersalah, bisa diterima dan bisa ditolak. Jadi ikutilah para ulama yang mengikuti kebenaran saja dan tidak menyelisihi kebenaran. Jadi siapapun orangnya, siapapun kyainya, siapapun habibnya, siapapun syeikhnya, siapapun ustadznya, siapapun tuan gurunya (buyanya), itu perkataannya bisa diterima bisa ditolak kecuali rosulullah saw. Jika dia mengeluarkan suatu perkataan kita diwajibkan mencari dalil, mana yang menguatkan dan membenarkan perkataanya. Jika tidak ada, berarti bukan dalil dan tidak boleh diikuti sebab bukan dalil. Dan kata ibnu rajab : tidak boleh di ikuti dalam perkara itu. Dan dipertegas oleh imam syafi’I : apabila aku mengucapkan suatu perkataan dan datang hadits yang shahih, maka ambil hadits yang shahih dan lemparkan perkataanku ke dinding. Tidak ada satupun dari perkataan para ulama salaf yang mencorakkan perkataan Ahli kalam. Bahkan merekalah yang membenci, menepis dan menghujat para ahli kalam dengan tegas. Dan dipertegas oleh imam ahmad : barang siapa yang mencari agama dengan ilmu kalam itu akan menjadi zindiq (keluar dari agama). Dan sebagian ulama salaf berkata : mempelajari ilmu kalam itu suatu kebodohan, dan tidak mengetahui ilmu kalam itu suatu keilmuan. Dan diriwayatkan dari imam syafi’I : saya berhukum untuk ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma dan diarak keliling kampung sembari di siarkan kepada masyarakat inilah, perhatikanlah orang – orang yang meninggalkan quran dan sunnah. Demikian pula untuk ahlul al falasifah (ahli falsafah/filsafat) Orang – orang yang perkataan dimasuki oleh perkataan – perkataan ahli kalam/ahli filsafat itu adalah orang – orang yang tidak akan selamat dari celaan/cercaan/kritikan para ulama. Menurut imam abu zhuro ar rozi yang berbicara kepada murid – muridnya : setiap orang yang mempunyai ilmu tapi tidak menjaga dan memelihara ilmunya dan membutuhkan ilmu kalam/ilmu filsafat untuk menebarkan ilmunya dengan metode ilmu kalam/filsafat maka kalian bukanlah dari golongan orang – orang yang seperti itu.
  • 19. Jadi ahli sunnah bukan dari golongan mereka dan mereka bukan ahli sunnah. Sebab konsep bahkan istilah fuqaha dan istilah filsafat berbeda, tidak ada pemikiran islam, tidak ada filsafat islam, islam bukan pemikiran islam adalah agama, islam bukan filsafat islam itu wahyu. Filsafat adalah hasil produk manusia, hasil pemahaman manusia, logika manusia sedangkan agama adalah wahyu, agama juga bukan pemikiran akan tetapi agama adalah wahyu syariat yang diturunkan oleh allah swt. Oleh karena itu kita harus berpikir menggunakan akal dan memahami dalam konteks yang dibenarkan dan diperbolehkan, sebab al quran diturunkan untuk orang – orang yang berakal. Kata Imam Syafi’I : saksikanlah setiap hadits/dalil yang shahih yang datang pada rosulNya dan aku tidak menerimanya, maka ketahuilah sesungguhnya akalku telah hilang. Jadi orang yang berakal adalah orang yang menerima dan memahami dalil sesuai dengan bimbingan wahyu bukan orang yang mengutak – atik dalil, mempertentangkan dalil, menakwilkan dalil kemudian menyelewengkannya. Kemudian, Diantara ilmu – ilmu yang bid’ah itu adalah apa – apa yang diada – adakan oleh ahli – ahli akal (ra’yu), yang lebih menitik beratkan dalam menggunakan akal, yaitu berupa prinsip – prinsip keilmuan yang hanya sekedar berdasarkan akal, dan mereka mengembalikan segala permasalahan – permasalahan kepada faedah – faedah dan prinsip – prinsip ilmu akal tersebut, baik perkara – perkara tersebut menyelisihi sunnah atau cocok dengan sunnah asalkan sesuai dengan prinsip – prinsip yang telah mereka tetapkan tersebut, jadi pendalilannya bukan dari wahyu, bukan dari nash – nash alquran dan hadits. Sedangkan metoda ahlul sunnah dalam membuat kaedah prinsip adalah : Mereka membaca dengan seksama, mempelajari, meneliti, dan memahami dalil (alquran dan hadits) terlebih dahulu dan kemudian menarik dari dalil tersebut hujjah (ketetapan/), khawaid (prinsip – prinsip) atau kaedah – kaedah prinsip dalam setiap perkara/permasalahan. Sedangkan metode para ahlul bid’ah : Mereka membuat dan menetapkan kaedah – kaedah prinsip terlebih dahulu kemudian setelah itu mencari dalil untuk melisensi atau melegalkan kaedah tersebut. Dan para ulama, para imam, para fuqaha sesungguhnya mereka selalu mengikuti hadits yang shahih kapan dan dimana saja dalam keadaan dan kondisi sebagaimanapun. Mereka selalu melihat hadits kemudian berdalil, jika hadits tersebut diamalkan oleh para sahabat atau di sebagian kalangan mereka. Ini yang harus di ikuti.
  • 20. Adapun suatu perkara/permasalahan ilmiah atau pendapat yang mereka sepakat untuk meninggalkannya, tidak diamalkan, tidak diajarkan dan tidak dilakukan oleh para sahabat dan para ulama salaf. Maka itu tidak boleh diamalkan sekalipun dari sebagian ada yang mengamalkannya. dan sekalipun mungkin jumhur (kebanyakan) para sahabat menyelisihi hal pengamalan itu. Maka terdapat keringanan dalam mengamalkan dan mencela pendapat dan amalan itu. Oleh sebab itu, hendaknya yang terbaik kita mengkuti/mengkaji dan kembali pada apa – apa yang diketahui, pendapat dan yang diamalkan oleh para jumhur sahabat. Kemudian, kenapa (li anahum) suatu amalan yang ditinggalkan oleh para sahabat tidak boleh kita amalkan ? Hal ini dikenal dalam ilmu ushulil bid’ah, yang dikenal dengan sunnah tarkiyah artinya sunnah yang tidak diamalkan, suatu amalan yang tidak di amalkan dan di tinggalkan, sunnah yang bagi kita harus meninggalkannya bila diamalkan itu merupakan suatu bid’ah. Yang disebut Sunnah Tarkiyah diantaranya : Jika ada amalan – amalan yang ditinggalkan oleh rosulullah saw dan para sahabatnya akan tetapi terdapat sebab untuk melakukan, terdapat tuntutan untuk melaksanakannya dan tidak ada hambatan untuk melaksanakannya. Hal ini mengisyaratkan bahwa ini bukan merupakan amalan yang sunnah. Contoh : Membaca Ushalli dalam shalat. Pernahkah rosulullah melakukannya ? adakah tuntutan melakukannya ? ada, karena ibadah, ushalli, mau shalat ini..adakah hambatan melakukannya ? tidak ada yang menghambat, karena mudah sekali untuk dilakukan. Tapi mengapa rosulullah meninggalkannya ? Ini menjelaskan kepada kita bahwa meninggalkan ushali atau meninggalkan pengucapan ushalli adalah sunnah, dan melakukannya adalah bid’ah. Demikian juga para sahabat, Tidak terdapat satupun riwayat dari para sahabat yang menjelaskan mereka mengucapkan ushalli dalam shalat. Akan tetapi mereka berniat. Tidaklah mereka meninggalkan hal itu, kecuali mereka berdasarkan atas ilmu dimana hal itu tidak boleh diamalkan. Hal ini juga dijelaskan oleh al imam ibnu qayyim dalam kitab I,lamul muftin dan kitab – kitab ulama yang lain. selanjutnya, Menurut Umar bin abdul aziz (khalifah muawiyah, cicit umar bin khatab, zaman tabiin): ambillah pendapat yang sesuai dengan pendapat dari orang yang sebelummu (para sahabat), sesungguhnya mereka (para sahabat) lebih berilmu dari kamu. Inilah keutamaan umar bin abdul aziz, menisbatkan sesuatu kepada orang yang lebih mulia darinya, yang lebih berhak untuk dimuliakan (para sahabat).
  • 21. Abdullah bin mas’ud (sahabat) mengatakan : barangsiapa yang ingin mencontoh, maka contohlah orang yang sudah meninggal, sesungguhnya orang yang masih hidup itu belum aman dari fitnah, hatinya masih terbolak – balik. Siapa orang yang sudah meninggal itu? Merekalah rosul dan para sahabat rosul saw. Merekalah manusia yang paling bersih suci hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang paling sedikit taqalub (memaksakan) diri dalam beragama, apa yang datang diamalkan sesuai dengan apa adanya. Dan selanjutnya, dikatakan oleh Abdullah bin mas’ud : mereka adalah kaum, manusia yang telah dipilih oleh allah swt untuk menemani rosulNya, dalam memperjuangkan agamanNya, maka kenalilah keutamaan/kemuliaan mereka, dan contohlah mereka dalam beramal, tuntunan mereka, manhaj (jalan/metode) mereka, dan perjalanan hidup mereka. Metoda yang benar dalam berilmu adalah seseorang kembali kepada dalil yaitu alquran dan sunnah kemudian mengkaji dan membahas kemudian menyimpulkan kaidah (fawaidh) dari nash/hadits tersebut. Selain itu dalam kita beragama diwajibkan untuk meneladani orang - orang yang telah medahului kita dalam keilmuan dan ketaqwaan yaitu para sahabat dan salafus sholeh karena mereka lebih berilmu daripada kita. Tentang amalan ahlul madinah (Penduduk Madinah) Apakah amalan mereka hujjah atau bukan ? Terjadi perselisihan (khilaf) di kalangan para ulama. Adapun apabila terdapat amalan penduduk madinah yang menyelisihi hadits maka : Imam Malik Berpendapat : mesti mengambil atau berpegang pada pendapat ahlul madinah. Sedangkan sebagian para ulama berpendapat mesti berpegang pada hadits. Akan tetapi ini tidak mutlak. Imam Syaukani dalam kitab Irsyadul Khuhul tentang amalan ahlul madinah. Bahwa ijma (pendapat) ahlul madinah terbagi dari dua hal yakni :  Ijma yang berdasar pada naqli (penukilan) dan Mereka langsung menukil langsung dari rosulullah dari saw tentang amalan atau tentang syari, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan atau (iqrar) penetapan. Seperti timbangan, takaran, mud, zakat, cara adzan dll.  Ijma yang berdasar pada istridlali (pendalilan) Mereka meihat dalil kemudian menghasilkan kesepakatan (ijma) kemudian menentukan hukumnya. Dalam hal ini terdapat khilaf (perselisihan) para ulama. Ini yang dikatakan oleh ibnu rajab tidak boleh diikuti secara mutlak akan tetapi harus melihat pada penjelasan – penjelasannya terlebih dahulu. Selanjutnya tentang ilmu – ilmu yang bid’ah …. Diantara perkara -perkara yang diingkari para ulama salaf yakni perdebatan (al jidal, al mira’, al hisyom), memperdebatan masalah yang halal dan haram.
  • 22. Dijelaskan dari rosulullah saw dari nu’man ibnu basyir : wal halal bayyin, al haram bayyin (yang halal jelas, yang haram jelas) hukumnya tidak boleh diperdebatkan. Akan tetapi perdebatan tentang halal dan haram muncul setelah mereka. Setelah zaman sahabat, tabiin, tabiut tabiin. Perdebatan muncul saat adanya sifat fanatisme mazhab – mazhab. Terdapat pada hadits yang marfu (disandarkan pada rosul saw) : tidaklah sesat suatu kaum, setelah datangnya petunjuk pada mereka kecuali apabila mereka suka berdebat. Kemudian allah swt mencela kaum yang suka berdebat dengan berfirman melalui rosulullah saw : Tidaklah mereka membuat permisalan bagimu, kecuali hanya ingin berdebat, bahkan merekalah kaum yang suka berdebat. Maka para ulama salaf menjelaskan : Apabila allah swt menginginkan kebaikan pada seorang hamba, maka allah akan membuka pintu amalannya (suka beramal), karena ilmu dipelajari untuk beramal bukan untuk berdebat, dan dijauhkan serta menutup pintu perdebatan, dan apabila allah mengingkan kejahatan maka akan dibuka pintu perdebatan (suka berdebat) dan allah tutup pintu beramal untuknya. Prinsip ahlul sunnah adalah mengikuti (ittiba) kebenaran bukan berdebat. Imam Ahmad dalam kitab ushulul sunnah/syarhu sunnah, menjelaskan : Landasan dan prinsip ahlul sunnah wal jamaah yakni Berpegang teguh dengan apa yang diikuti oleh para sahabat serta meneladani mereka dan meninggalkan seluruh perkara yang bid’ah, karena seluruh perkara yang bid’ah itu sesat. Dan meninggalkan khusumat (perdebatan), dan kemudian duduk bermajlis dengan ahlil akhwa, kemudian dan meninggalkan mira (perdebatan) dan permusuhan dalam agama. Dan imam malik (darul hijrah : imam yang tidak pernah keluar dari madinah) berkata setelah menjumpai penduduk negeri ini (madinah), mereka membenci /tidak menyukai memperbanyak bicara, memperbanyak membahas permasalahan – permasalahan yang tidak berlandaskan dengan dalil, tidak ada dalilnya, dan mereka juga membenci/tidak menyukai terlalu banyak berfatwa. Beliau juga membenci menjawab pertanyaan – pertanyaan yang tidak ada artinya atau pertanyaan tentang sesuatu yang belum terjadi. Bahkan allah swt berfirman : mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakan urusan roh itu adalah urusanKu. Pertanyaan tidak dijawab oleh allah swt. Allah tidak memberikan jawaban itu pada rosulNya. Dan imam malik berkata : seseorang yang mengetahui tentang sunnah, apa dia akan memperdebatkan tentang sunnah itu, jangan, tidak boleh. Akan tetapi sampaikan sunnah dengan sunnah, katakan saja itu sunnah jangan dengan berdebat, apabila diterima, Alhamdulillah, tidak diterima, cukup. Jika alquran dan sunnah yang merupakan wahyu tidak cukup bagi seseorang, apalagi yang cukup bagi mereka.
  • 23. Perdebatan tentang masalah ilmu akan menghilangkan cahaya ilmu. Perdebatan masalah ilmu itu akan membuat hati keras dan juga akan menimbulkan celaan. Imam Malik banyak menjawab pertanyaan – pertanyaan dari permasalahan – permasalahan yang ditanyakan kepadanya dengan jawaban : la hadri (saya tidak tahu). Bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa ada seseorang yang datang dari sebuah daerah membawa 40 pertanyaan dan membutuhkan jawaban untuk dibawa ke daerahnya untuk menyelesaikan permasalahan – permasalahnnya kepada imam malik, dan imam malik hanya menjawab 4 pertanyaan, dan selebihnya katakan “saya tidak tahu”. Dan imam ahmad mengikuti metode imam malik, sangatlah berhati – hati (wara) dalam menjawab pertanyaan. Tidak suka berbicara kecuali dengan dalil. Telah ada larangan bertanya permasalahan – permasalahan yang tidak ada manfaaatnya, yang akan menimbulkan kesusahan untuk dirinya dan orang lain. Kecuali bertanya tentang ilmu yang bermanfaat, karena ini merupakan sarana untuk menghafalkan ilmu. Menurut Ibnu abbas ketika ditanya : bagaimana wahai ibnu abbas kamu mendapatkan ilmu ini?, ibnu abbas menjawab : lisan yang bertanya, hati dan akal yang memahami. Dilarang menanyakan perkara – perkara yang belum terjadi. Sementara dalam perkataan para ulama salaf seperti Imam Malik, imam syafi’I, imam ahmad, imam ishaq dan para imam yang lain bahwasanya dalam perkataan - perkataan mereka telah terdapat peringatan atau isyarat, tentang landasan pengambilan fikih dan hukum, yaitu dengan perkataan yang ringkas dan singkat yang dengan perkataan tersebut telah dipahami maksud dari hokum – hokum tersebut tanpa membutuhkan memperluas permasalahan atau panjang lebar dalam menjelaskan (tidak bertele – tele). Kemudian keutamaan ilmu salaf itu, dalam perkataan para ulama salaf itu, telah terdapat bantahan terhadap perkataan – perkataan yang menyelisihi sunnah dengan isyarat/ibarat-ibarat/ungkapan - ungkapan yang sangat singkat, tipis, ungkapan yang halus dan bagus, jadi tersirat makna – makna yang halus, jelas, cermat dan teliti dan cukup untuk dapat dipahami apabila kita cermat dalam membacanya. Bahkan terkadang kebenaran – kebenaran yang diungkapkan oleh orang – orang mutaakhirin dengan luas, panjang dan lebar itu, pada dasarnya telah ada, telah terkandung, telah tercantum dan diungkapkan oleh para ulama salaf dengan ungkapan – ungkapan yang ringkas,singkat , padat. Dan tidaklah dari kalangan para ulama salaf itu diam (tidak berbicara) dari berdebat, bukan dikarenakan tidak mampu melakukan hal itu / bodoh, akan tetapi mereka itu diam berlandaskan ilmu dan karena takut karena allah swt. Dan tidaklah orang – orang yang telah banyak berbicara itu mempunyai keistimewaan tentang ilmu atau lebih berilmu dibandingkan dengan ulama salaf, akan tetapi dikarenakan mereka ingin lebih banyak berbicara dan menyukai berdebat dan sedikitnya sifat wara (rasa takut) kepada allah swt.
  • 24. Menurut al imam Hasan al Basri menanggapi orang – orang yang banyak berdebat, mereka adalah orang – orang yang telah bosan beribadah dan sifat ketaqwaan (wara) mereka telah menipis oleh karena itulah mereka berani untuk lebih banyak berbicara. Seorang datang kepada hasan al basri : saya telah tahu, telah menemukan dan telah yakin dengan agamaku, kalo anda belum menemukan, belum tahu dan belum yakin dengan agama anda, silahkan mencari, tidak perlu berdebat, tidak perlu diperdebatkan. Tidaklah orang – orang yang bertaqwa, yang mempunyai sifat wara, sifat takut kepada allah swt itu mneyukai perdebatan Dari Jakfar Bin Muhammad (salah satu imam 12 yang dikultuskan oleh kaum syiah, dan beliau berlepas diri dari mereka) : tinggalka olehmu melakukan perdebatan dalam agama, sesungguhnya berdebat itu menyibukkan hati dan menanamkan sifat kemunafikan. Menurut Umar bin abdul Aziz : apabila kamu mendengar perdebatan dalam agama, stop, cukup, jangan diteruskan, jangan ikut. Barangsiapa yang menjadikan agamanya sebagai alat untuk diperdebatkan, maka dia akan banya berpindah – pindah, warna warni dalam agamanya. Maksudnya apabila dia mendebat seseorang kemudian dia dikalahkan oleh seseorang maka dia akan mengikuti orang tersebut, mendebat seseorang lagi dan dikalahkan lagi maka dia akan ikut lagi, begitu seterusnya. Tidak istiqomah dan tidak komitmen dalam agamanya. Sesungguhnya orang – orang terdahulu (dari kalangan salaf/sahabat/tabiin), mereka berhenti atau tidak meneruskan perdebatan itu karena ilmu bukan karena mereka tidak mampu, karena adanya pemahaman mereka menahan, karena keilmuan mereka, dan mereka lebih mampu untuk melakukan penelitian, jika mereka melakukan penelitian itu. Dan mereka lebih mampu/lebih mengetahui kaedah – kaedah syariat. Menurut Ibnu Rajab : Maka banyak orang – orang mutakhirin telah terfitnah, sehingga mereka menduga dan mengira bahwa orang – orang yang banyak bicara, banyak perkataannya, banyak berdebat, merekalah orang – orang yang paling berilmu. Yang diberi ilmu bukanlah orang yang seperti itu. Inilah hakikat kebodohan. Inilah kebodohan semata. Maka perhatikanlah para sahabat khibar (senior) seperti abu bakar, umar, ali, abdulah bin mas’ud, zaid bi tsabit, dll, lihat perihal keadaan mereka, bagaimana mereka berilmu, bagaimana mereka beribadah, beramal, sifat wara mereka, sehingga dapat menambah keyakinan kita. Inilah alasan mengapa allah swt memerintahkan untuk mengikuti mereka. Kata Imam Syafi’I : Mereka diatas kita, melebihi kita dari segala sesuatu, dari ilmu, ketaqwaan, ibadah dan segalanya. Dari Imam hasan al basri ketika berdialog dengan abu abdurahman : ya hasan, jangan kamu memberikan fatwa kepada mereka dengan pendapatmu, kata imam hasan al basri: pendapat kita untuk mereka itu lebih baik dari pada pendapat mereka untuk
  • 25. mereka sendiri. Maksudnya pendapat salaf untuk kita itu lebih baik dari pada pendapat kita untuk diri kita sendiri. Dan perkataan senada disampaikan oleh imam syafi’i. Bukanlah ilmu itu yang banyak riwayat, banyak perkataannya, banyak menghafal hadits, banyak bicara, banyak mengumpulkan kitab, akan tetapi ilmu itu nur, cahaya yang ada di dalam hati, yang dengan cahaya itu dia dapat memahami kebenaran dan dapat membedakan antara yang haq (benar) dan yang bathil. Allah berikan ke dalam hati seseorang seorang hamba dengan ilmu tersebut dia menilai/membedakan antara yang haq dengan yang bathil, dan mengungkapkan tentang yang haq (benar) dengan singkat dan telah menjelaskan/menunjukkan makna/sarat dengan makna. Perhatikan perkataan/hadist – hadist nabi saw. Yang bersifat Jawami Al kalim (perkataan yang singkat dan sarat dengan makna). Dan rosulullah saw bersabda ; sesungguhnya, tidaklah allah swt mengutus nabinya kecuali sebagai mubaligh (penyambung lidah/penyambung lisan). Menyampaikan apa yang diturunkan kepadanya. Rosulullah saw hanya berbicara dengan sesuatu yang mencukupkan saja. Cukup dengan apa – apa yang diperintahkan. Sementara khutbah nabi saw adalah khutbah singkat. Dan Rosulullah saw menyampaikan hadits, sekiranya terdapat orang yang menghitung hadits itu, mungkin orang itu mampu untuk menghitungnya. Dan apa yang disampaikan oleh Nabi saw tidak ada yang tersembunyi dan utuh. Dan itu telah disampaikan oleh para sahabat yang satu dengan yang lainnya saling menyempurnakan. Dimana yang satu tidak mendengar hadits dan yang lain mendengar dan saling menyempurnakan dan itu telah dikumpulkan dalam kitab – kitab hadits yang terjaga. Tentang perkataan adalah sihir Dikatakan dari nabi saw dalam konteks celaan : Sesungguhnya diantara penjelasan (bayan) itu adalah sihir. Karena diantara perkataan itu ada yang menipu, terlena, dan terpesona dengan perkataannya sehingga perasaannya larut dengan perkataan seseorang itu. Oleh karena itu nabi saw sangat mengkhawatirkan umatnya terhadap para alimul lisan (orang yang pandai berbicara) sebab perkataan itu dapat menyihir. Dari imam at tarmizi dan abu daud, hadits shahih : Bahwasanya allah swt membenci orang yang memfasih-fasihkan dalam berbicara, yang memainkan lisannya, bersilat lidah, sebagaimana sapi (baqarah) memainkan lidahnya. Banyak terdapat hadist – hadits serupa baik yang marfu (hadits yang disandarkan kepada nabi saw) maupun mauquf (hadits yang disandarkan kepasa sahabat) yang mencela terlalu banyak berbicara, bersilat lidah sehingga menipu orang yang mendengarnya.
  • 26. Kesimpulannya menurut Ibnu Rajab : Maka wajib diyakini, Bukanlah orang yang luwes pemaparannya, atau luwes pembicaraannya dalam suatu permasalahan, luwes perkataanya tentang ilmu, itu lebih berilmu daripada orang yang tidak seperti itu, bukan itu standart, ukuran atau barometer untuk mengukur orang berilmu, standartnya adalah orang yang berilmu itu yang wara dan taqwa. Kita telah diuji dengan manusia – manusia yang bodoh. Dimana mereka meyakini orang – orang yang luwes perkataanya sebagai orang yang lebih berilmu. *(Ibnu rajab mengatakan perkataan seperti ini, Ibnu Rajab Hidup Di abad ke 8, bagaimana dengan abad ini?) Dan sebagian ada yang sampai meyakini terdapat orang yang lebih berilmu daripada para sahabat dan para fuqaha – fuqaha, hanya karena keluwesan mereka dalam perkataan dan pemaparan. Dari umar bin Abdul Aziz : dan ulama salaf itu lebih berilmu daripada kalian. Dan sungguh, telah benar perkataan Abdulah bin Mas’ud tentang para sahabat yaitu : merekalah orang yang paling baik dan suci hatinya, dan yang paling banyak ilmunya, dan yang paling sedikit taqalubnya (berlebihan) dalam beragama. Dan Abdullah bin maksud berkata pada murid – muridnya/para tabiin (yang kala itu menyebarkan ilmunya di kuffah-ibnu abbas di mekkah – kaab bin ubay di madinah) : kalian sekarang hidup dijaman yang masih banyak ulamanya dan sedikit para oratornya (khotib/khutoba) dimana akan datang jaman dimana akan sedikit ulama dan banyak para orator (khutoba/khotib). Barangsiapa yang banyak ilmunya dan sedikit perkataannya dialah orang yang terpuji, dan barangsiapa yang banyak bicaranya tapi sedikit ilmunya dialah orang yang tercela. Dan rosulullah saw telah memberikan persaksian kepada ahlu yaman (penduduk yaman) karena keimanan dan keilmuan mereka. Sementara penduduk yaman mereka yang sedikit perkataannya dan tidak berlebihan dalam pembahasan masalah keilmuan. Bahkan Rosulullah saw berkata : Al iman yamani (iman itu di yaman) Karena ilmu mereka ilmu yang bermanfaat dalam hati mereka. Mereka mengungkapkan dengan lisan mereka apa yang dibutuhkan dalam perkara itu saja. Inilah pemahaman/ilmu yang bermanfaat. Tingkatan – tingkatan Ilmu yang harus dipelajari.  Ilmu yang paling utama adalah ilmu dalam menafsirkan AlQuran,  Ilmu tentang hadits rosulullah saw,  Dan perkara – perkara yang halal dan haram yang terdapat atsarnya (riwayatnya) atau yang dinukil dari para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin sampai pada jaman para imam yang diikuti keilmuannya (al mubarak, imam malik, imam syafii dll).
  • 27. Menguasai apa yang diriwayatkan dari mereka dalam keilmuan tersebut (ilmu menafsirkan al quran, memahami makna hadits, tentang nukilan dari para sahabat tentang halal dan haram) itulah ilmu yang paling utama, disertai dengan pemahaman dan bersungguh – sungguh dalam mempelajari ilmu tersebut (tafakuh fihi). Adapun yang menyelisihi perkataan mereka maka kebanyakannya adalah suatu kebathilan dan tidak manfaatnya, dalam perkataan ulama salaf dalam perkaatan itu telah cukup bahkan berlebih. Hendaklah bersungguh – sungguh dan mengenal, memahami makna dan maksud perkataan para ulama salaf. Sebab, perkataan mereka, sekalipun sedikit lafaznya akan tetapi dalam maknanya. Adapun yang menyelisihi perkataan mereka kebanyakan adalah kebathilan tidak ada manfaatnya. Didalam perkataan ulama salaf yang menjelaskan tentang al quran dan sunnah telah cukup bagi kita, bahkan melebihi. Tentang Kuatamaan Perkataan Ulama Salaf. Tidaklah ada kebenaran dalam perkataan orang – orang yang datang sepeninggal mereka (para ulama salaf), kecuali telah terdapat didalam perkataan ulama salaf dengan ungkapan/lafaz yang singkat dan isyarat yang ringkas dan sarat dengan makna, dan tidaklah terdapat kebathilan dalam perkataan orang – orang yang datang sepeninggal mereka (para ulama salaf), kecuali telah terdapat didalam perkataan ulama salaf apa yang menjelaskan kebathilannya bagi orang – orang yang memahami dan mencermatinya. Bahkan telah terdapat dalam perkataan para ulama salaf makna – makna yang sangat indah dari sumber – sumber pengambilan yang sangat jeli dan teliti, dan tidaklah perkara – perkara tersebut diketahui oleh orang – orang yang datang setelah mereka, bahkan tidaklah mereka menguasainya/memahaminya. Oleh karena itu, Barangsiapa yang tidak mengambil ilmu dari perkataan ulama salaf, maka tentu dia telah kehilangan kebaikan itu seluruhnya dan bersamaan dengan itu dia terjerumus dalam banyaknya kebathilan karena mengikuti orang – orang yang datang setelah mereka. Demikianlah metode yang benar dalam menuntut ilmu dan memahami agama yakni kembali kepada ilmu para ulama salaf (dalam memahami ilmu alquran dan sunnah), akan tetapi diperlukan keahlian untuk membedakan mana hadits (riwayat) yang shahih (benar) mana yang dhaif (diragukan) maka hendaknya bagi para penuntut ilmu untuk waspada dan hendaknya merujuk kepada para ulama – ulama yang lebih mempunyai keahlian dalam bidangnya. Orang yang ingin mengumpulkan perkataan ulama salaf dibutuhkan pengetahuan tentang yang shaih dan dhaif , yang demikian itu dengan mengetahui ilmu Jarh wal ta’dlil dan illal, yaitu pengetahuan tentang hal - hal penyebab bagaimana riwayat itu dikritisi, apa penyebabnya, baik berakitan dengan matan atau sanad (sumber)nya. Barangsiapa yang tidak mengetahui hal itu maka dia tidak bisa dipercayai dalam nukilannya. Dan tercampur (samar) padanya antara yang benar dan yang bathil,
  • 28. karena dia tidak memisahkan antara yang shahih dan yang bathil, dan tidak bisa diterima begitu saja darinya riwayat tersebut. Dan bisa jadi karena tidak bisa memisahkan antara yang shahih dan yang dhaif maka seluruh nukilannya adalah kebathilan. Al imam al u’zai mengatakan : Ilmu itu adalah apa yang datang dari para sahabat dan yang dibawa para sahabat rosulullah saw, adapun selain itu bukanlah ilmu. (inilah hakikat ilmu yang bermanfaat) karena apa yang dibawa oleh sahabat adalah ilmu yagn diwahyukan oleh allah swt kepada nabiNya (al quran & sunnah). Dalam Perkataan imam as syafi’I : ilmu itu adalah al quran dan apa yang terdapat dalam hadist dan apa yang dikatakan oleh para sahabat, adapun selainnya adalah bisikan – bisikan syaiton. Sedangkan tingkatan antar para ulama salaf berbeda, Para sahabat tentunya lebih utama dan mulia daripada tabiin, tabiin lebih utama daripada tabut tabiin. Oleh karnanya Imam Ahmad kepada muridnya berkata : kalian mendapatkan keringanan untuk menuliskan dan meninggalkan. * Sedangkan untuk kita, seperti perkataan imam hasan al basri : perkataan mereka lebih baik daripada perkataan kita pada diri sendiri. Oleh karena itu bagi kita untuk membiasakan diri dalam menulis fawaidh – fawaidh (faedah-faedah) agar tidak menyesal dan kehilangan manfaat ilmu, hal seperti itu juga yang dilakukan oleh imam ibnu qoyim yang mempunyai kitab catatan fawaidh – fawaidh dengan judul bada’il fawaidh, Ibnu jauzy dengan kitab shaid al khatir. Oleh karena itu Imam zuhri menulis perkataan tabiin akan tetapi sholeh bin kaysan tidak menulisnya, akan tetapi kemudian sholeh bin kaysan menyesal kenapa dia meninggalkan perkataan tabiin itu. Karena dia merasakan dan mendapatkan bahwa perkataan mereka itu syarat dengan ilmu akan tetapi dia meninggalkannya. Dan ini di jaman imam ahmad. Sedangkan menurut ibnu rajab yang hidup di abad ke 8 mengatakan : dan dijaman kita sekarang ini merupakan suatu keharusan untuk menulis perkataan – perkataan para ulama salaf, para imam – imam salaf yang menjadi panutan sampai pada jaman imam syafii, ahmad, ishak, ibnu ruhaiwe, dan juga abi ubaid. Dan dijaman kita ini harus lebih dari itu, Karena telah jauhnya kita dari pemahaman yang benar, telah jauhnya kita dari generasi terbaik, dan telah jauhnya kita menyimpang dari metode yang benar dalam menuntut ilmu. Oleh karena itu jangan pernah terlewatkan bila mendapatkan perkataan – perkataan (fawaidh – fawaidh) ulama. Dan hendaklah setiap insan waspada dari perkara – perkara yang muncul sepeninggal mereka. Sesungguhnya telah muncul sepeninggal mereka, perkara – perkara yang banyak sekali, perkara – perkara baru yang bid’ah yang banyak sekali, dan juga muncul orang – orang yang menisbatkan diri mengikuti alquran dan hadits dari kalangan dhahiriyah yang mengingkari qiyas, cukup tekstual dengan alquran dan hadist. Oleh karena itu ketika terjadi permasalahan – permasalahan hukum yang tidak ada secara nyata tekstual dalam alquran dan sunnah penetapan hukumnya maka akan terjadi kebimbangan.
  • 29. Para ulama mengingkari metode al dhahiriyah yang mengingkari al qiyas. Mereka sungguh telah menyelisihi para imam dan juga menyendiri dengan pemahamannya sendiri atau mengambil apa yang tidak diambil oleh para umat sebelumnya (para sahabat), Adapun pendapat – pendapat para al dhahiriyah yang tidak sepaham dengan ulama – ulama sebelumnya telah dimasuki oleh perkataan – perkataan atau membahas perkara – perkara menggunakan metode ahli kalam/ahli filsafat. Menurut ibnu rajab : dan itu adalah kejahatan semata, tidak ada kebaikan dalam hal itu. Dan tidaklah seorang yang masuk kedalam perkara tersebut akan ternodai, oleh sebagian kerusakan – kerusakan mereka. Jadi orang yang berusaha memaksakan diri mendalami ilmu – ilmu filsafat dengan segala keterbatasannya dalam ilmu agama, maka dia tidak akan selamat dari bahaya pemikiran tersebut, pemikirannya akan terkontaminasi, aqidahnya akan ternodai oleh pemikiran – pemikiran tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad : tidaklah selamat orang yang berbicara/menggali tentang ilmu kalam kecuali pengikut jahmiyah (Yaitu Orang – orang yang mengingkari asma wa sifat). Tidaklah selamat orang – orang yang berbicara tantang ilmu kalam kecuali dia akan menjadi ahlul bid’ah. Asal mula munculnya pemikiran Jahmiyah dalam mengingkari asma wa sifat, mengatakan alquran bukan kalamullah, mengingkari allah swt berbicara dengan musa, dan juga mengikari allah memilih seseorang sebagai khalilnya, dan mengatakan manusia melakukan perbuatan dalam keadaan terpaksa (jabar), tak lain karena mereka menggali dan menyibukkan diri dengan ilmu kalam/filsafat. Dan imam ahmad dan para ulama salaf yang lain memperingatkan agar waspada terhadap para ahlul kalam, sekalipun mereka (para ahlul kalam) sebagian dari sisi lain ada membela sunnah juga, bahkan orang – orang as syairah atau sebagian ulama yang terwarnai pemikirannya dengan teori – teori ahlul kalam mereka menghujat ahlul kalam (mu’tazilah). Akan tetapi imam ahmad tidak membiarkan mereka dan menjelaskan : man tholabul ilma bil kalam ta zandaq, maaf laha shohibul kalam abada : tidak akan beruntung/selamat orang yang mempelajari ilmu kalam. Adapun pandangan/menurut ahlul kalam terhadap ahlul sunnah adalah bahwa para ahlul sunnah yang tidak menyibukkan diri dengan perdebatan hanya pandai/menyibukkan diri dalam mengumpulkan saja (hasyawiyah), mengumpulkan hadist kesana kemari, tanpa mengetahui artinya/maknanya/kandungannya. Menamakan ahlus sunnah dengan hasyawiyah : pekerjaannya hanya mengumpulkan saja. Maka orang – orang yang menyukai ilmu kalam kemudian mereka mencela kepada orang – orang yang tidak menyukai perdebatan seperti kesukaan para ahlul kalam
  • 30. dalam berdebat, dan menganggap bodoh terhadap orang yang tidak suka berdebat, atau mengatakan orang yang tidak suka berdebat itu tidak kenal kepada allah, atau orang yang tidak kenal kepada agamanya, maka menurut Ibnu Rajab : taqulu dzalika min hutuwa ti syaitan, naudzubillah. Semuanya itu dari propaganda/langkah- langkah syetan untuk menyesatkan manusia. Diantara ilmu yang bid’ah/yang muncul setelah zaman para ulama salaf yaitu berbicara tentang ilmu – ilmu kebathinan, berupa ma’rifat, amalan – amalan hati (a’maln qulub) dan juga hal – hal yang mengikuti itu dengan sekedar mengikuti akal (logika) atau perasaan, demi terbukanya khasy (terbukanya tabir) tentang hakikat kebenaran, seperti anggapan pada orang – orang sufi, dimana mereka menilai suatu kebenaran itu bukan dengan dalil akan tetapi dengan perasaan (bisikan hatinya)/ apa yang terbesit dalam hatinya, dengan mimpi, dengan cara meditasi, dengan ilham, dengan khasy, dengan hikayat – hikayat keramat – keramat kewalian, dan hal – hal itu dijadikan sebagai dalil bagi mereka. Kita mengetahui bahwa dalil dalam beragama adalah al quran dan sunnah. Berkata abu sulaiman ad dharani, salah seorang ulama salaf yang zahid : dan terkadang terbesit dalam benakku sebagian hikmah – hikmah/makna – makna atas suatu kebenaran, akan tetapi tidak aku terima kecuali dengan dua saksi yang adil yaitu al quran dan sunnah. Begitu juga dengan imam al juned (yang sebagian orang – orang sufi mengagungkan imam al juned, padahal beliau termasuk orang yang zahid) : Ilmu kami ini, ilmu tentang kesucian jiwa, memperbaiki hati, tentang amalan – amalan hati untuk membersihkan jiwa, menenangkan hati, dengan memperbanyak/focus dengan ibadah, tidak menyibukkan diri, tidak tergiur, tidak tertipu dengan dunia, Ilmu kami ini, ilmu yang seperti ini itu selalu terkait/dikekang dengan alquran dan sunnah. Dan barangsiapa tidak pernah membaca, merenungi, memikirkan ayat – ayat alquran dan tidak pernah menulis/mempelajari hadits, maka tidak boleh diikuti dalam keilmuan kami ini. Dan sungguh telah meluas kerusakan / kebathilan pada ilmu – ilmu kebatinan ini, dan ilmu tentang perkara – perkara zuhud, dan telah masuk kedalamnya sebagian/segolongan kaum dengan ilmu – ilmu tersebur terperosok dalam bentuk – bentuk ke zindiq kan dan kemunafikan, dan mengatakan bahwa para wali itu lebih utama dari pada para nabi, bahkan mereka mengatakan tidak membutuhkan apa yang/syariat dibawa oleh para nabi, bahkan menghina/merendahkan, dan terjerumus dalam pemahaman khulul, yaitu allah itu menempati/menyatu dengan hambanya, berada dimana – dimana, wehdatul wujud jadi semua yang ada ini merupakan jelmaan dari yang maha kuasa, dan menghalalkan segala laranagan – larangan syariat, ini jelas keyakinan yang bathil dan pemahaman yang kufur dan fasik serta maksiat. Dan kata Ibnu Rajab : Ini Jelas merupakan kebathilan yang telah terjerumus kedalamnya orang – orang yang meninggalkan al quran dan sunnah dalam keilmuan mereka. Mereka memasukkan metode – metode yang seperti itu perkara - perkara yang tidak satupun merupakan bagian agama, dan mereka menyangka/menduga bahwa dengan cara – cara seperti itu akan melembutkan hati yang keras, dengan nyanyian dan menari. Sebagian menyatakan ingin melatih jiwa dengan melihat foto/gambar – gambar yang haram, melatih rasa tawadhu dengan mengenakan
  • 31. pakaian – pakaian yang popular pada orang – orang sufi dan lain – lainnya yang tidak pernah didapatkan/dibawa oleh syariat yang itu menghambat untuk berzikir kepada allah (dalam hal ini dari shalat) seperti nyanyian dan melihat gambar – gambar yang haram, dan dengan hal yang seperti itu mereka telah menyerupai orang – orang yang menjadikan agamanya sebagai permainan. Oleh karena itu ini merupakan manhaj atau metode dalam hidup dimana tiada lain jalan untuk selamat dalam berilmu, beramal dan dalam segala aspek agama kecuali kembali kepada wahyu, kepada syariat yang diturunkan oleh allah swt, tidak akan mungkin hati akan menjadi tenang, tidak akan mungkin jiwa akan menjadi suci, tidak akan mungkin pemikiran – pemikiran akan menjadi bersih, keilmuan akan menjadi benar kecuali kembali kepada wahyu, adapun hasil rekayasa manusia, hasil pemikiran manusia, hasil renungan manusia, meditasi manusia dan seterusnya itu semuanya adalah segala sesuatu yang seluruhnya tidak pernah diturunkan oleh allah swt, tiada lain adalah campuran dari sekian banyak kebatilan yang telah di godok dalam suatu disiplin ilmu yang mereka namakan ilmu kebhatinan atau ilmu tasawuf menurut mereka. Jika al quran dan sunnah tidak bisa mensucikan/menenangkan/menentramkan diri/jiwa/hati seseorang, membersihkan pemikirannya, menanamkan keyakinannya maka tidak satupun metode/cara atau perkataan dari manusia ini yang akan bisa mensucikan/menenangkan/menentramkan diri/jiwa/hati mereka, membersihkan pemikirannya, dan menanamkan keyakinannya. Berpegang teguh kepada alquran dan sunnah itu jalan keselamatan dan kesuksesan. Ilmu yang bermanfaat itu, dari seluruh keilmuan dan dari seluruh perkataan manusia yang menisbatkan segala sesuatu sebagai ilmu, itu yang bermanfaat adalah menguasai nash – nash alquran dan sunnah, menguasai dalil – dalilnya, memahami maksud dan makna – maknanya. Dan dalam memahami maksud dan makna nash alquran dan sunnah itu seseorang harus menguasai apa yang dinukil/diriwayatkan/dipahami para sahabat, tabiin, tabiut tabiin tentang maksud dan makna dari nash – nash alquran dan sunnah tersebut. Dipertegas Oleh Ibnu Rajab bahwa ilmu memahami alquran dan as sunnah kita harus kembali kepada pemahaman para salafus sholeh yaitu para sahabat, tabiin dan tabiut tabiin. Dan telah diriwayatkan juga dari para salafus sholeh hal – hal tentang permasalahan – permasalahan halal dan haram, tentang masalah zuhud, tentang permasalahan raqaib (amalan – amalan hati dan kesucian jiwa) dan permasalahan – permasalahan yang lain yang telah dibukukan dalam kitab – kitab atau karya tulis ilmiah mereka, dan ini jelas bermanfaat. Seperti pada kitab al bukhari dalam kitab a zuhdu wal raqaib, Perihal amalan – amalan hati, kesucian jiwa terkadang kita lalai, kita sering mengupas, membahas masalah – masalah yang berkaitan dengan masalah – masalah ilmiah yang berkaitan dengan ilmu, masalah pemikiran, masalah pemahaman akan
  • 32. tetapi kita lalai, sehingga kita berilmu tapi hati jauh dari allah swt, berilmu tapi hati masih keras, berilmu akan tetapi hati tidak pernah khusyu’, bahkan menisbatkan diri pada sunnah pada salaf akan tetapi hatinya penuh dengan kedengkian, hasad, kesombongan, takabur, ini adalah penyakit hati. Sebagaimana kita ketahui dalam al quran dan as sunnah bahwa ilmu,amal dan akhlak yang mulia adalah satu kesatuan yang tidak dipisahkan dari manhaj ahli sunnah wal jammaah dalam berilmu dan berdakwah. Dan ini adalah Zuhud berdasar atas kitab al bukhari. Zuhud bukanlah memakai pakaian yang compang camping, penampilan yang kumuh dan kotor, akan tetapi zuhud adalah seseorang yang hatinya tidak tergiur oleh dunia sekalipun dia memilik dunia. Maka dikatakan : anda memilik dunia tapi hati anda tidak tertipu, tidak ambisi, tidak rakus akan dunia, akan tetapi apakah artinya apabila secara penampilan karena dia tidak memiliki sesuatu, miskin, pakaian compang – camping, kumuh, akan tetapi dunia lebih besar dihatinya daripada akhlak. Ini bukan zuhud. Kemudian, setelah kita mengetahui riwayat – riwayat/pemahaman para salafus saleh kita diwajibkan untuk bersugguh-sungguh dalam mengetahui dan membedakan riwayat/hadits – hadits yang sahih dan dhaif. Dan bersungguh – sungguh untuk mengetahui maksud dan maknanya. Kata Ibnu Rajab : Jika hal itu telah dilakukan oleh tholibul Ilmi (para penuntut ilmu), menghabiskan waktunya untuk menggali al quran dan sunnah, menguasai al quran dan sunnah, mengetahui maksud dan maknanya, bersungguh – sungguh dalam mengetahui dan membedakan mana yang shahih mana yang dhaif, maka hal itu telah cukup bagi orang – orang yang mempunyai akal dan menginginkan kebaikan, inilah hakikat ilmu. Akan tetapi terdapat hal – hal yang perlu diperhatikan dalam menggali ilmu al quran dan sunnah atau Barangsiapa yang telah mengetahui dan memahami tentang nash – nash alquran dan sunnah maka setelah itu yang diperlukan adalah : - Keikhlasan, Ikhlas bahwa ini adalah sumber kesuksesan dan keberhasilan, keberkahan ilmu itu karena ikhlash, mengiklaskan niatnya karena allah azza wa jala, kemudian, - Meminta pertolongan kepada allah swt Sekalipun irang itu iklas tapi tidak mendapatkan pertolongan dari allah maka dia tidak akan mendapatkan ilmu itu, Oleh karenanya rosulullah saw menggabungkan usaha dengan pertolongan dalam haditsnya : bersungguh – sungguhlah kamu dalam memperoleh apa – apa yang bermanfaat bagimu di dunia dan akhirat dan mintalah pertolongan kepada allah swt. Demikian juga terdapat dalam ayat surat al fatihah : iyya kana’ budu, wa iyya kanas ta’in. Maka pada saat itulah ilmu itu akan memberikan sebuah manfaat yang khusus bagi penuntutnya, yaitu sifat takut kepada allah swt.
  • 33. Maka Ilmu yang tidak menanamkan sifat takut, keagungan, kecintaan kepada allah swt, pertanda itu ilmu yang tidak bermanfaat. Dikatakan oleh Abdullah bin mas’ud : Cukup sifat takut kepada allah swt merupakan sebagai ilmu, dan cukuplah sifat merasa telah aman/selamat dari segala bahaya itu adalah orang yang tertipu. Dan sebagian ulama salaf mengatakan : bukanlah ilmu dari banyaknya riwayat, banyaknya maklumat, pemahaman/wawasan yang luas, akan tetapi hakikat ilmu itu adalah sifat takut kepada allah swt atau menanamkan sifat takut kepada allah swt. Barang siapa yang takut kepada allah swt, itulah orang yang alim (berilmu), dan barang siapa yang mendurhakai allah swt itulah orang yang jahil. Mengapa Ilmu yang menanamkan Sifat Takut kepada allah swt itu adalah ilmu yang bermanfaat ? Menurut ibnu rajab hal itu disebabkan, bahwa ilmu yang bermanfaat itu akan menunjukan atau menjelaskan pada dua perkara, yakni : - ilmu yang bermanfaat itu akan menjelaskan, akan menggembleng, akan membawa seseorang untuk mengenal allah swt, mengenal nama – nama dan sifat – sifat yang menjadi hak allah swt, mengenal perbuatan – perbuatan allah yang penuh dengan hikmah, yang maha perkasa, yang maha mulia, dan maha bijaksana. Dan yang demikian itu, melazimkan pengagungan kepada allah, membesarkan allah, dan takut kepada allah, kecintaan kepada allah, berharap kepada allah, bertawakal kepadaNya, dan ridho kepada qadar dan keputusan allah, dan sabar terhadap bala’, ujian dan cobaan allah swt. - Ilmu yang bermanfaat itu akan mengajarkan dan mengenalkan kepada seseorang kepada apa yang diridhoi dan dicintai oleh allah swt dan apa yang dibenci dan dicela oleh allah swt, berupa keyakinan – keyakinan atau aqidah – aqidah, amalan – amalan yang lahir dan bathin. Jadi ilmu akan mengajarkan kepada kita mana aqidah yang benar, mana aqidah yang bathil, begitu juga ilmu akan mengajarkan kepada kita amalan – amalan yang benar, amalan yang disyariatkan, amal sholeh yang diterima itu yang bagaimana, apa syarat – syaratnya, apa rukun – rukunnya, hal itu hanya dapat diketahui dengan ilmu yang bermanfaat. Oleh karenanya orang yang tidak memiliki ilmu, maka dia tidak akan tahu cara beribadah yang benar kepada allah swt. dan dengan ilmu kita bisa membedakan mana perkataan yang baik dan perkataan yang tidak baik. Dan ini (ilmu ini) akan menimbulkan/menuntut pada diri seseorang yang mengetahuinya untuk berkeinginan/bergegas/bersegera untuk melakukan atau mendapatkan sesuatu yang didalamnya terdapat kecintaan dan keridhaan allah swt. Apabila Ilmu itu telah menghasilkan manfaat - manfaat yang seperti tersebut diatas, maka itulah ilmu yang bermanfaat, ilmu yang mendatangkan kebaikan, menambah ketaatan, dan dapat memotivasi seseorang untuk beramal atau bersegera mendapatkan apa – apa yang dicintai allah swt. Apabila ilmu itu bermanfaat, dan tertanam dalam hati, maka hati itu akan khusyu’ dan luluh kepada allah swt, dan hati yang rendah karena pengagungan kepada allah,
  • 34. kecintaan kepada allah, takut kepada allah swt. jadi hati yang dipenuhi dengan sifat – sifat yang mulia ini. Apabila hati telah khusyu’ dan luluh kepada allah maka jiwa akan menjadi qanaah, merasa cukup dengan segala sesuatu yang halal dari dunia ini, menerima segala sesuatu yang sedikit yang penting halal. Akan tetapi untuk hati yang tidak khusyu’, hati yang tidak tertanam kecintaan kepada allah swt, pengagungan kepada allah, maka sekalipun dia memiliki dunia dan segala isinya maka dia tidak akan ada sifat qanaah. Oleh karena itu dijelaskan dalam sebuah hadits dari rosulullah swt : seorang yang bangun pagi/berada di waktu pagi dalam keadaan aman dan sehat, serta mendapatkan apa yang dia makan, dan yang akan merasa puas dengan sedikitnya yang halal, maka seolah – olah dia telah memiliki dunia dengan segala isinya. Adapun orang yang telah memiliki dunia dan seisinya, yang tidak memilik sifat qanaah, tidak merasa cukup karena hati yagn rakus, jiwa yang sangat berambisi untuk dunia, karena ilmu yang dia tuntut tidak mewarnai jiwa dan hatinya, maka sekalipun dia memili dunia dan seisinya, orang yang terkaya di dunia, maka dia tidak merasa cukup dengan pemberian allah swt, tidak akan merasa cukup dengan yang sedikit yang halal, sehingga muncul perkataan – perkataan di jaman sekarang disebabkan kerakusan manusia , ‘yang haram saja tidak kebagian apa lagi yang halal’. Dan setiap segala sesuatu yang fana, yang akan sirna, tidaklah akan tersisa dari harta dan kedudukan atau kelebihan rezki dan kehidupan, yang akan mengurangi bagian pemiliknya di sisi allah swt, sekalipun hal itu sesuatu yang mulia di sisi allah swt tetapi jika segala kenikmatan di dunia ini telah dimiliki dan dicicipi dan di dapatkan oleh seseorang maka jelas akan mengurangi jatah/hak/bagian seseorang di akhirat/nikmat akhirat yang diberikan allah swt. karena telah menghabiskan segala kenikmatan yang telah diberikan allah swt di dunia. Jadi, nikmatilah dunia dengan sekedarnya, tidak berlebihan, sebab semuanya akan sirna, yang kekal dan abadi hanya kenikmatan akhirat. Dijelaskan dalam hadits qursi : aku siapkan, aku sediakan (oleh allah swt) pahala dan balasan dan kenikmatan untuk hamba – hambaku yang sholeh yaitu kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata mereka, tidak pernah didengar oleh telinga mereka, dan tidak pernah sekalipun terbesit dalam hatinya. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, dan yang lain dari para ulama salaf, secara marfu : dan yang demikian itu akan menanamkan/menumbuhkan ma’rifah (jalan dalam mengenal allah swt) yang lebih khusus antara seorang hamba dengan rabb-Nya. Apabila jiwa yang khusyu, hati yang luluh pada allah swt, dan juga yang qanaah, merasa cukup dengan yang sedikit dengan yang halal di dunia ini, tidak rakus, maka jelas hal itu akan menimbulkan ma’rifah yang khusus, pengenalan yang lebih khusus antara seorang hamba dengan rabb-Nya. Jika antara seorang hamba dengan allah telah terjadi ma’rifah yang khusus, maka apabila seorang hamba meminta/memohon maka allah akan memberi, jika dia berdoa maka allah akan mengabulkan.
  • 35. Seperti terdapat dalam petikan hadits tentang wali, dengan derajat hadits qudsi : Barangsiapa yang membenci para wali – waliku, maka telah AKU pukulkan genderang perang dengannya. Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepadaku dengan sesuatu yang aku cintai (amalan – amalan wajib), Dan senantiasa hambaku mendekatkan diri kepadaku dengan mengerjakan amalan – amalan yang nafilah (amalan – amalan sunnah) sehingga aku mencintai dia. Dan apabila aku telah mencintanya maka akulah pendengarannya yang mendengar, dan akulah penglihatannya yang melihat dan akulah kakinya yang berjalan. Dan jika dia meminta kepada maka aka kuberi, dan jika berlindung kepadaku maka akan aku lindungi/pelihara. Dan djika dia berdoa kepadaku maka akan aku kabulkan. Maka pertanda dalam hadits tersebut adalah juga melaksanakan amalan – amalan sunnah setelah amalan – amalan yan wajib. Maksud dari kalimat : ‘maka akulah pendengarannya yang mendengar, dan akulah penglihatannya yang melihat dan akulah kakinya yang berjalan’, bukan berate allah menyatu dengan hamba, seperti pada paham wehdatul wujud, akan tetapi kalimat tersebut mempunyai maksud bahwa allah akan membimbing pendengaran, penglihatan dan kakinya/setiap langkah seorang hamba menuju kebaikan atau hal – hal yang diridhai oleh allah swt. Dan setelah bimbingan tauhid dari allah itu telah didapatkan maka segala doa seorang hamba akan dikabulkan seperti yang dijelaskan pada kalimat selanjutnya : Dan jika dia meminta kepada maka aka kuberi, dan jika berlindung kepadaku maka akan aku lindungi/pelihara. Hal tersebut akan didapatkan apabila hati menjadi hati yang khusyu, hati yang luluh dan cinta kepada allah swt. Diriwayatkan dari ibnu abbas : Peliharalah allah, maka allah akan memeliharamu. Maksudnya kita menjaga rambu – rambu syariat, rambu – rambu agama dan kita tidak keluar dari rel – rel yang telah ditentukan oleh allah swt, untuk menjaga allah swt, menjaga agamanya, menjaga syariat, melaksanakan hukum – hukumnya, menunaikannya. Maka balasannya allah akan memelihara kita, menyelamatkan kita. Sebab balasan itu sesuai dengan jenis amalannya, bukankah kebaikan itu dibalas dengan kebaikan. Inilah menurut keadilan allah swt. Allah tidak menzalimi hambanya takkala hambanya memelihara hukum – hukumnya, taat kepada allah swt maka allah akan memelihara dia. Peliharalah allah, maka anda akan mendapatkan pemeliharaan allah, maksudnya maka setiap seorang hamba jika mendapatkan problema dalam hidup, kendala, dilema dalam hidup maka dia akan mendapatkan kemudahan, allah berikan kemudahan itu, allah berikan bimbingan, jalan keluar dari apa yang dihadapi, kesulitan dengan kemudahan. Dia menolong kepada allah akan ditolong oleh allah, dia meminta kepada allah akan diberi oleh allah, karena dia telah menjaga hukum – hukum allah, hukum syariat, hukum – hukum agama, kemudian allah balas dengan kebaikan tersebut.
  • 36. Kenallah/ingatlah kepada allah di waktu senang, diwaktu lapang, diwaktu mendapatkan kenikmatan, maka allah akan kenal/ingat kepadamu dalam keadaan susah. Akan tetapi kebanyakan manusia lupa daratan, lupa kacang pada kulitnya. Tidak ada satupun kenikmatan itu melainkan dari allah, dan kenikmatan itu adalah ujian/cobaan dari allah, dan sudah seharusnya kenikmatan itu dijadikan untuk menambah ketaatan kepada allah swt, mendekatkan diri kepada allah, bukan semakin jauh, semakin lalai. Hai orang – orang yang beriman, janganlah Hartamu dan anak – anakmu membuat kamu lalai dalam berzikir kepada allah swt. Maka hendaknya antara seorang hamba dengan rabbNya selalu ada ma’rifah (mengenal allah), dengan hatinya, hati yang kenal kepada allah adalah hati yang selalu khusyu, hati yang kenal kepada allah adalah hati yang selalu dzikir, hati yang selalu tekut kepada allah, hati yang selalu membesarkan allah, hati yang selalu mengagungkan allah, bukan sekedar lisan. Ma’rifah yang hanya dengan lisan yang tidak di aplikasikan dalam bentuk amalan, dan tidak dilandasi oleh keimanan yang tertanam dalam hati, maka ma’rifah tidak ada artinya. Takkala ma’rifah itu telah ada dengan hatinya, maka dia akan selalu merasa deka denganNya, DIA selalu menghibur dirinya takkala dalam keadaan kesunyian. Oleh karenanya para auliyah allah, mereka tidak merasa kesepian dengan manusia meninggalkan dirinya, manusia tidak kenal kepadanya atau mungkin tidak berbaur dengan manusia. Sebagaimana Abdullah bin mubarak yang beliau sangat memperhatikan waktu dan umurnya, dimana beliau tidak membuagn waktu dengan bermain kesana – sini, atau bergaul atau berbaur dengan manusia awam dalam arti kata habis waktunya tanpa ada manfaat hanya beromong kosong, tidak. Beliau hanya dirumah kemasjid, kerumah ke masjid, dan ketika beliau ditanya : ya imam, apakah anda tidak merasa kesepian dengan keadaan yang seperti ini ?. Beliau menjawab dengan sangat simple sekali : bagaimana saya akan merasakan kesepian, sementara saya selalu men tadaburi (merenungi) alquran hidup bersama rosul dan para sahabatnya. Habis waktunya dalam membaca alquran, merenungi ayat – ayat allah, membaca hadits, membaca sejarah para sahabat, bukankah seseorang takkala membaca alquran, membaca hadits, seolah – olah dia hidup bersama rosulullah saw, mempelajari perkataan – perkataan rosulullah saw dan para sahabatnya, kemudian dia berusaha untuk mencontohnya. inilah sahabat yang menghibur seseorang dikala kesepian. Oleh karenanya hendaknya bagi seorang penuntut ilmu yang bermanfaat ini janganlah merasa kesepian. Kemudian, dia telah mendapatkan kemanisan berzikir kepada allah, Berdoa kepadaNya, bermunajat kepadaNya, dan itu tidak akan dirasakan oleh seseorang
  • 37. kecuali oleh orang yang taat dalam keadaan tersembunyi maupun dalam keadaan terang/nampak/terlihat. Apakah seseorang yang durhaka dan penuh kerusakan merasakan kemanisan? Tidak akan mungkin. Bahkan jangankan orang yang melakukan dosa, orang yang hanya berniat melakukan dosa tidak akan merasakan kemanisan ketaatannya. Inilah buah dari ilmu yang bermanfaat tersebut, yaitu menanamkan kecintaan, pengagungan, tawakal kepada allah, dan membesarkan allah, menunjukan keagungannya dalam hati seseorang sehingga dalam berperilaku, berbuat, bersikap, berkata, melangkah, mengambil, memandang. mendengar semuanya dengan menghadirkan keagungan allah swt. Dia tidak akan berkata kecuali dengan apa yang baik, Dia tidak akan berbuat kecuali dengan apa yang baik, dia tidak akan menuntut kecuali yang halal, dia tidak akan mengambil kecuali dari tempat yang baik, dan dia tidak akan melangkahkan kakinya pada maksiat dan dosa sebab dengan begitu dia tidak merasakan manisnya iman dan ketaatan kepada allah swt. Ilmu itu pada hakikatnya adalah al khasyah, yang menanamkan sifat takut kepada allah, dan pengagungan kepada allah swt. Hal itu dikarenakan, karena ilmu yang bermanfaat akan memperkenalkan seorang hamba kepada allah atau memperkenalkan rabb kepada hambanya, dengan nama – nama al husna dan sifat – sifatNya yang agung. Dan itu akan menanamkan pengagungan dan akan menanamkan sifat takut, kecintaan, sifat tawakal, sabar dan ridha terhadap takdir dan qadha allah swt. Dan yang kedua, ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mengajarkan pada penuntutnya tentang hukum – hukum syariat, baik yang berkaitan dengan perkara – perkara I’tiqad, atau yang berkaitan dengan permasalahan – permasalahan amaliah, atau seluruh yang berkaitan dengan perkara agama. Dan inilah yang akan menanamkan kepada hati seseorang atau menjadikan hati seseorang menjadi hati yang khusyu dan menjadikan hatinya luluh dihadapan allah swt. Jika telah tertanam pada hati seorang hamba, pengetahuan atau kecintaan dan sifat takut kepada allah swt, maka tentu akan terjalin hubungan yang baik, yang mulia, yang istimewa antara seorang hamba dan allah swt. karena hatinya telah memiliki ma’rifah khasyah, marifah yang khusus kepada allah swt. Dan selanjutnya menurut ibnu rajab : jika seorang hamba telah merasakan dan didapatkan hal ini (yaitu kecintaan, pengagungan, sifat takut kepada allah swt, kemudian tawakal, berharap, kesabaran), telah tertanam dalam hatinya, maka sungguh dia telah mengenal Rabbnya. Dengan demikian maka akan terjalin antara allah dan hambanya marifah khasyah (pengenalan yang khusus) dan konsekuensinya apabila dia meminta / memohon kepadaNya maka akan diberi. Apabila dia berdoa kepada allah maka dia akan mengabulkan doanya. Seperti yang dikatakan oleh sa’wanah (ulama salaf yang soleh) yang dikatakan kepada qudail bin iyadh, takkala qudail meminta kepada sa’wanah untuk mendoakan kebaikan kepadanya, sa’wanah berkata : bukankah telah ada antara kamu dengan Rabbmu, dimana apabila kamu berdoa / memohon kepadaNya, Insya allah akan mengabulkan permintaanmu. Maka tak kala qudail mendengar hal itu hilang
  • 38. perasaanya/tak sadar mendengar perkataan seperti itu. Dan ini muncul kepada qudail dikarenakan hatinya telah penuh dengan kecintaan dan pengagungan kepada allah swt sehingga marifah yang ia rasakan yang ia dapatkan dalam hatinya telah benar – benar mewarnai dan menguasai hatinya, sehingga ketika diingatkan, bahwasanya antara kamu dan allah telah ada marifah, bukankah anda telah kenal kepada allah, jika anda telah kenal kepada allah tentu allah akan mengabulkan doa anda, tidak perlu saya yang berdoa, anda cukup berdoa, karena anda telah mempunyai marifah. Inilah yang kita cari, ini yang harus kita selalu berusaha, untuk memiliki dan mendapatkan marifah. Secara umum seorang pasti kenal dengan Rabbnya, tapi orang – orang yang dimuliakan oleh allah, para auliyah, orang – orang yang sholeh, mereka mendapatkan keistimewaan khusus, marifah yang spesifik yang lebih khusus, yang hal ini tentu didapatkan dengan usaha. Dan dengan selalu menanamkan sifat peagungan, tawakal, kecintaan dan sifat takut dalam diri seseorang kepada allah swt. Seorang hamba senantiasa berada dalam keadaan susah, kesulitan, kesusahan, baik didunia maupun di alam barzah. (dimana terdapat fitnah kubur. Azab kubur, dan dimana allah membangkitkan dan mengumpulkan manusia di padang masyhar, tak kala keadaan pada saat itu sangat dasyat, sehingga mereka datang kepada para rosul, adam, nuh, ibrahim, musa, isa untuk meminta syafaat, agar mereka dibebaskan, diselamatkan, dipercepat oleh allah untuk dipercepat hisab mereka, semua rosul menolak, dan merekapun datang kepada rosul kita saw, kemudian rosul saw bersujud dengan memuji dan memuja sifat dan nama – nama allah swt, kemudian allah swt memberi ijin kepada rosul kita saw untuk memberikan syafaat). Jika seorang hamba kenal kepada allah didunia, tak kala dia diberi kesempatan hidup, karunia, kenikmatan, didunia dia mengenal allah, melaksanakan ibadah, mempunyai aqidah yang benar, mengenal nama – nama dan sifat – sifat allah swt, dan ini yang menanamkan sifat kecintaan, pengagungan, sifat takut, berharap, tawakal, ridha kepada allah, itulah marifah khasya, maka diakhirat allah akan memberikan kemudahan baginya, akan menyelamatkannya dari keadaan yang sangat genting, keadaan yang sangat berbahaya, kondisi yang sangat dasyat yang tidak bisa dibayangkan. Sebagaimana wasiat rosulullah saw yang disampaikan kepada ibnu abbas : hendaklah kamu selalu kenal dengan allah dalam keadaan senang, dalam keadaan mendapatkan nikmat, maka allah akan kenal kepadamu dalam keadaan susah, dalam keadaan sulit, dalam keadaan kondisi yang sangat genting, dalam keadaan kondisi yang sangat dasyat yang membutuhkan pertolongan allah swt. dan ini mencakup dalam kehidupan dunia, alam barzah (alam kubur) dan alam akhirat. Dikatakan kepada ma’ruf al qarkhi (seangkatan imam qudail) yang terkenal dengan kezuhudannya sehingga dipuji oleh imam ahmad : apa yang membuat kamu, yang memotivasi kamu, yang menjadikan kamu menyendiri, lebih fokus beribadah, dan tidak menyibukkan diri dengan berbaur dengan manusia kecuali dengan hal – hal yang bermanfaat bagi dirinya, sibuk beribadah, tidak tergiur dengan dunia, apa yang menyebabkan kamu melakukan hal itu wahai ma’ruf ?, kemudian ma’ruf menyebutkan tentang kematian, tentang fitnah kubur, azab kubur, tentang pengumpulan manusia di suatu padang yang luas (padang mashyar) dimana matahari sangat dekat dengan mereka, manusia mandi keringat bercucuran sesuai dengan