Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
Bagi_Makalah_biografi_4_Imam_Mazhab.docx
1. 1
MAKALAH
BIOGRAFI 4 IMAM MAZHAB
BESAR
Dosen Pengampu: Doni Sastrawan, M. Pd.
Disusun oleh:
Khoirul Ikhsan Nur Arif (22212037)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) DARUL FATTAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
T.A 2023/2024
2. 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kekuatan dan
kemampuan, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Biografi 4 Imam
Mazhab”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, serta para sahabatnya,tabii’n, dan tabiu’t tabiin
serta orang-orang yang mau mengikuti sunnah-sunnahnya, aamiin.
Makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, saya dengan
senang hati menerima saran dan kritik konstruktif dari pembaca guna penyempurnaan
penulisan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini menambah khasanah keilmuan dan
bermanfaat bagi mahasiswa.
Bandar Lampung, 02 November 2023
Penyusun
3. 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................................4
Latar Belakang.................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................................5
Imam Hanafi....................................................................................................................................5
Imam Malik .....................................................................................................................................5
Imam Syafi’i.....................................................................................................................................5
Imam Ahmad...................................................................................................................................6
Imam Hanafi (Abu Hanifah).............................................................................................................6
Imam Malik ...................................................................................................................................10
Imam Syafi’i...................................................................................................................................14
Imam Hambali...............................................................................................................................17
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................................20
KESIMPULAN.....................................................................................................................................20
4. 4
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada masa dinasti Abbasiyah tahun 750– 1258 M muncul mazhab– mazhab fiqh yang
diantaranya empat imam mazhab yang terkenal yaitu imam Hanafi dari kufah, imam
maliki dari madinah, imam Syafi’i dari gaza, dan Imam Hanbali dari baghdad. Mereka
merupakan ulama fiqh yang paling agung dan tiada tandingannya di dunia dengan kitab-
kitab yang terkenal yang sangat memberi andil dalam pengembangan ilmu fiqh yaitu al-
fiqhul Akbar karangan imam Abu hanifah, kitabAl-Muwattha karangan Imam Maliki,
kitab al- umm karangan Imam Syafi’i Dan Kitab Al- kharraj karangan Imam Hambali.
Pada Masa Ini Ulama juga Telah Menyusun Ilmu ushul Fiqh yaitu ilmu tentang kaidah –
kaidah dalam pengambilan hukum Islam. Ar-Risalah Karangan Imam Syafi’i Adalah
merupakan Kitab Ushul Fiqh yang paling pertama.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Imam Hanafi
2. Bagaimana Biografi Imam Maliki
3. Bagaimana Biografi Imam Syafi’i
4. Bagaimana Biografi maz Hambali
B. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui biografi Imam Hanafi
2. Untuk mengetahui Biografi Imam Maliki
3. Untuk Mengetahui Biografi Imam Syafi’i
4. Untuk Mengetahui Biografi Imam Hambali
5. 5
BAB II
PEMBAHASAN
Imam Hanafi
Nama Lengkap: Nu'man ibn Tsabit bin Zuthi at Taimi
Panggilan: Abu Hanifah
Gelar: Imamul A'dzam (pemimpin yang agung)
Tempat dan waktu kelahiran: Kuffah (Iraq), 80 H (ada yang menyebut 61 H dan 70 H)
Tempat dan tahun wafat : Baghdad (Iraq), 150 Hijriyah
Istri: -
Anak: Hammad
Karya terkenal: Kitab Fiqh Al-Akbar
Guru terkenal: Imam Atta' bin Abi Rabbah, Nafi', Hammad bin Abi Sulaiman, Sya'bi.
Murid terkenal: Abu Yusuf, Muhammad al-Hasan asy-Syaibaniy.
Imam Malik
Nama lengkap: Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin
Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Asbahi
Panggilan: Abu Abdillah
Gelar: Imam Darul Hijrah
Tempat dan waktu kelahiran: Madinah, 93 Hijriyah
Tempat dan tahun wafat: Madinah, 179 Hijriyah
Istri : ... (Ada tiga)
Anak: Muhmamad, Hammad, Yahya, Fatimah
Karya terkenal: Kitab Al-Muwattha'
Guru terkenal: Imam Nafi', az-Zuhri, Rabi'ah ar- Ra'yi
Murid terkenal: Imam Syafi'i, Yahya bin Yahya al-Laitsi, Abdurrahman ibn Qashim.
Imam Syafi’i
Nama Lengkap: Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi'i
Panggilan: Abu Abdillah
Gelar: Nashirussunnah (sang pembela sunnah)
Tempat dan tahun kelahiran: Gaza Palestina, 150 H
Tempat dan tahun wafat: Mesir, 204 H
Istri: Hamidah, Dananir, Ummu Fatimah/Zaenab
Anak: Abu Utsman, Hasan, Fatimah dan Zaenab
Karya terkenal: Ar-Risalah, Al-Umm
Guru terkenal: Imam Malik
Murid terkenal : Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Muzani, Rabi' bin Sulaiman, Al-
Buwaithi.
6. 6
Imam Ahmad
Nama: Ahmad bin Muhammad bin Hambal Asy-Syaibani
Panggilan: Abu Abdillah
Gelar: Imam Ahlussunnah wal Jama'ah
Tempat dan waktu kelahiran: Baghdad, 164 H
Tempat dan tahun wafat: Baghdad, 241 H
Istri: Aisyah binti Fadhl, Raihanah, Husinah
Anak: Abdullah, Shalih, Zainab, Hasan, Husain, Muhammad, Said.
Karya terkenal: Musnad Ahmad, az-Zuhud
Guru terkenal: Imam Syafi'i, Abu Yusuf, Abdurrazaq
Murid terkenal: Abdullah bin Ahmad, Ibrahim bin Ishaq, Harb bin Ismail al-Kirmani.
1. Imam Hanafi (Abu Hanifah)
Awal Kehidupan Imam Hanafi Nama lengkap Imam Hanafi ialah Abu Hanifah al-
Nu’man ibn Tsabit Ibn Zautha al-Taimy. Lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah. Ia
berasal dari keturunan Parsi, lahir di Kufah tahun 80 H/699 M. Ia menjalani hidup di dua
lingkungan hidup sosio-politik, yakni di masa akhir dinasti Umaiyyah dan masa awal
dinasti Abbasiyah.
Abu Hanifah dikenal sangat rajin belajar, taat ibadah dan sungguh sungguh dalam
mengerjakan kewajiban agama. Kata Hanif dalam bahsa Arab berarti condong atau
cenderung kepada yang benar.
Imam Nu’man ibn Tsabit Abu Hanifah termasuk orang shaleh dari masa
Tabiin,Sejarawan Baghdad terkenal, chatib, berkuasa bahwa Abu Hanifah di lahirkan
padatahun 80 H. ayahnya, Tsabit, pernah menghadap khalifah Ali agar berdoa baginya
dan keluarganya. Abu Hanifah merupakan salah seorang Tabi’in, karena dia cukup
beruntung dapat menyaksikan masa saat beberapa Sahabat masih hidup sampai usia
mudanya. Beberapa diantaranya mereka yang patut dicatat adalah Anasibn Malik (wafat
tahun 93 H) pembantu Nabi SAW, Sahal ibnSa’ad (wafat tahun 91 H), Sedangkan Abu
Thubail AmiribnWarsilah (wafat tahun 100H), ketika Abu Hanifah berusia 20 tahun. Aini,
penafsir “al Hidayah”berkata bahwa Abu Hanifah bahkan mendengar dan menerima
Hadist dari Sahabat.
Abu Hanifah pertama kali dididik sebagai pedagang seperti nenek moyangnya; namun
tak lama kemudian dia mulai berniat mendalami pendidikan.Selama ini, Sejarah Islam
tengah tersebar luas oleh para ulama dan imam. Tabiin yang besar seperti Al-amzai di
Syria, Hammad al- bashrah, Sufyan Al-Tsauri di kuffah, MalikibnAnas di Madinah, dan
laits di Mesir.
1. Keturunan Imam Hanafi
7. 7
Nama asli Abu Hanifah ialah An nu’man dan keturunan beliau selanjutnya adalah:
Tsabit, Zuta, Maah, Muli-Taimullah dan akhirnya Ta’labah, ahli sejarah adapula yang
berpendapat bahwa Abu Hanifah berasal dari bangsa Arab suku (Bani) Yahya bin Asad
dan ada pula yang mengatakan ia berasal dari keturunan Ibnu Rusyd Al-Ansari. Pendapat
tersebut diatas tidak benar dan yang benar ialah beliau adalah keturunan dari bangsa
Persia. Sebagai buktinya keturunan beliau adalah sebagai berikut:
An nu’man, Tsabit, Nu’man, Al-Marzuban ialah perkataan persi yang berarti ketua kaum
persi (merdeka). Sebagai bukti yang kedua pula ialah disebabkan perkataan Zuta ada di
antara susunan keturunan beliau. Perkataan Zuta ialah perkataan bangsa asing (Ajam).
2. Murid-murid Imam Hanafi
Adapun murid-murid Abu Hanifah yang berjasa di Madrasah Kuffah dan
membukukan fatwa-fatwanya sehingga dikenal di dunia Islam, adalah:
a) Abu Yusuf Ya’cub Ibn Ibrahim Al-Anshary (113-182 H)
b) Muhammad Ibn Hasan Al-Syaibany ( 132-182 H)
c) Zufar Ibn Huzailibn Al-Kufy (110-158)
d) Al-Hasan Ibn Ziyad Al-Lu’luiy (133-204)
3. Guru-guru Imam Hanafi
Abu Hanifah terkenal sebagai seorang alim dalam ilmu fiqih dan tauhid. Menurut
sebagian dari para ahli fiqih dari ibrahim, Umar, Ali ibnu Abi Talib, Abdullah bin Mas’ud
dan Abdullah bin Abbas.
4. Asal Usul Mazhab Imam Hanafi
Mazhab Abu Hanifah sebagai gambaran yang jelas dan nyata tentang samaan hukum-
hukum fiqih dalam Islam dengan pandangan-pandangan masyarakat (society) di semua
lapangan kehidupan, karena Abu Hanifah mendasarkan madzhabnya dengan dasar pada
Al-Qur‟an, Hadits, Ijma, Qiyas dan Al-Ihtisan. Karena itu sangat luas hukum menurut
kehendak atau kebutuhan masyarakat pada masa itu, tetapi dengan dasar tidak
menyimpan hal-hal pokok dan peradaban, atau peraturan undang-undang Islam.
5. Karya karya Imam Hanafi
Jamil Ahmad dalam bukunya Hundred Great Muslems mengemukakan, bahwa Abu
Hanifah meninggalkan tiga karya besar, yaitu: fiqh akbar, al-‘Alim wa al-Muta’lim dan
musnad fiqh akbar, sebuah majalah ringkasan yang sangat terkenal. Di samping itu Abu
Hanifah membentuk badan yang terdiri dari tokoh-tokoh cendekiawan dan ia sendiri
sebagai ketuanya. Badan ini berfungsi memusyawarahkan dan menetapkan ajaran Islam
dalam bentuk tulisan dan mengalihkan syari’at Islam ke dalam undang-undang.
6. Imam Hanafi meninggal dunia
8. 8
Abu Hanifah meninggal dunia pada tahun 150 Hijrah dan ada beberapa pendapat yang
berbeda tentang tarikh ini, di antara mereka ada yang mengatakan bahwa beliau
meninggal pada tahun 151 dan 153 Hijrah, pendapat yang lebih kuat ialah beliau
meninggal pada tahun 150 Hijrah. Imam An-Nawawi berpendapat: beliau meninggal
dunia ketika dalam tahanan. Diceritakan bahwa sebelum Abu Hanifah menghembuskan
nafas yang terakhir, ia berpesan (wasiat) supaya mayatnya dikebumikan di tanah
perkuburan yang baik beliau maksudkan dengan tanah yang baik, yaitu yang tidak di
rampas oleh seorang raja atau ketua negeri.
7. Pola fikir Imam Abu Hanifah
Melihat sejarah hidup Abu Hanifah, ketertarikannya terhadap ilmu merupakan kunci
kesuksesannya dalam memberi pengaruh terhadap pemikiran-pemikiran ilmu keislaman,
terutama mengenai ilmu hukum Islam. Sekalipun ia terkenal sebagai ahli hukum Islam
(faqih : mujtahid), ia juga ahli di bidang aqidah (ilmu kalam) dan ilmu tasawuf.
Bidang Ilmu kalam
Ilmu yang pertama kali dikuasai oleh Abu hanifah adalah ilmu kalam, akibat dari
kehidupannya yang diliputi masyarakat ahli ilmu kalam. Seiring dengan penggunaan
akal dalam wilayah ilmu kalam, keahlian ra’yu yang dimiliki Abu Hanifah menjadi
identik pada dirinya sampai dalam taraf ilmu fiqh sekalipun pun. Beberapa pandangan
Abu Hanifah dalam wilayah ilmu kalam:
1. Tentang Iman
Imam Abu Hanifah mengawali kehiduan intelektualnya dalam bidang ilmu kalam
(teologi), dengan mengembara ke Basrah, yang menjadi pusat aliran teologi pada saat
itu. Abu Hanifah mendefinisikan iman sebagai pengakuan (iqra>r) dengan lisan dan
pembenaran (tas}di>q) dengan hati. Dan ia memahami Islam sebagai penyerahan diri
dan tunduk terhadap perintah dan hukum Allah. Dari segi istilah, iman dan Islam
memang berbeda, tetapi keduanya ibarat dua sisi mata uang. Seseorang tidak bisa
disebut mukmin tan pa disertai dengan Islam, sebaliknya, tidak disebut seorang
muslim kalau tidak beriman. Dengan demikian, iman bukan sekedar pengakuan
dengan hati, ataupun dengan ucapan saja, namun harus disertai dengan penyerahan
diri sepenuhnya.
2. Tentang Pelaku Dosa
Statemen Abu Hanifah dalam menyikapi pelaku dosa besar termaktub dalam kitab
Fiqh al-Akbar, bahwa seorang muslim tidak akan menjadi kufur karena melakukan
dosa, sekalipun dosa besar, selama ia tidak menghalalkan hal tersebut. Dan tidak akan
menghilangkan iman seseorang. Perbedaan Pendapat Abu Hanifah dengan Murji’ah
adalah, jika Abu Hanifah menyatakan bahwa amal baik tidak yang tidak memiliki
cacat amal merupakan amal yang tidak akan dihapus dengan kekufuran dan
kemurtadan selama ia mati dalam keadaan mu’min karena Allah tidak akan menyia-
nyiakan amal manusia dan pasti akan dibalas kebaikannya. Sedangkan masalah ia
akan di siksa atau diberi pahala adalah urusan Allah. Adapun Murji’ah mengatakan
bahwa Seorang mukmin tidak akan dibahayakan oleh dosa, ia tidak akan masuk
9. 9
neraka walaupun ia hidupnya fasiq sampai mati dalam keadaan iman, dosanya pasti di
ampuni dan amalnya pasti diterima.
3. Tentang Qadar dan Perbuatan manusia
Abu Hanifah memahami qadr’ sebagai ketetapan Allah dengan wahyu-Nya dan
qadar adalah sesuatu peristiwa terjadi atas kekuasaan-Nya sebelum ciptaan itu terjadi.
Ia menolak pandangan Mu’tazilah dan Murji’ah yang meyakini bahwa manusia
mempunyai kebebasan dalam berbuat. Menurutnya, tidak ada perbuatan manusia yang
terjadi tanpa kehendak Allah. Akan tetapi, patuh dan tidaknya manusia kepada Allah,
tergantung kehendaknya sendiri. Artinya, apa yang terjadi pada diri manusia tidak
sepenuhnya ketentuan Allah secara mutlak, karena Dia memberi pilihan dan kehendak
kepada manusia. Abu Hanifah juga tidak sependapat dengan pandangan kaum
Jabariyah yang menganggap bahwa segala perbuatan manusia sudah ditentukan oleh
Allah, manusia tidak mempunyai andil sama sekali. Pandangan Abu Hanifah
mengenai permasalahan kebebasan berkehendak, tidak jauh berbeda dengan al-
Asy’ari, hanya saja Al-Asy’ari menggunakan istilah kasab dan ikhtiar untuk menyebut
tindakan manusia, sedangkan Abu Hanifah menggunakan istilah ikhtiar dan iradah.
4. Tentang Khalq Al-Qur’an
Menyangkut permasalahan al-Qur’an, pandangan Imam Abu Hanifah lebih dekat
dengan Imam Ahmad bin Hambal, yang menyatakan bahwa al-Quran adalah kalam
Allah, bukan makhluk. Hal ini bertentangan dengan pandangan kaum Mu’tazilah yang
menganggap al-Qur’an sebagai makhluk. Ia berusaha untuk mengukuhkan
superioritas al-Qur’an atas segala bentuk pemiiran dan pengetahuan manusia. Namun
ia juga mengemukakan nilai filosofi mengenai esensi dan eksistensi al-Qur’an,
dengan menyatakan bahwa setiap penyalinan al-Qur’an adalah makhluk. Jadi tidaklah
benar pendapat yang menyatakan bahwa Abu Hanifah adalah orang yang pertama kali
menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
10. 10
2. Imam Malik
1. Kelahiran Malik
Imam Malik ialah seorang Imam dari kota Madinah dan imam bagi penduduk Hijaz. Ia
seorang dari ahli fiqih yang terakhir bagi kota Madinah dan juga yang terakhir bagi
fuqaha Madinah . beliau berumur hampir 90 tahun. Dia meninggal dunia pada masa
pemerintahan Harun Al Rasyid di masa pemerintahan Abbasiyah. Zaman hidup Imam
Malik adalah sama dengan zaman hidup Abu Hanifah.
2. Perjalanan hidup Imam Malik
Imam Malik hafal Al-Qur‟an dan hadits-hadits Rasulullah SAW. Ingatannya sangat
kuat dan sudah menjadi adat kebiasaannya apabila beliau mendengar hadits-hadits dari
para gurunya terus dikumpulkan dengan bilangan hadits-hadits yang pernah beliau
pelajari.
3. Guru-guru Imam Malik
Adapun guru beliau yang pertama ialah Imam Abdur Rahman ibn Harmaz, seorang
alim besar di kota Madinah pada masa itu. Beliau berguru kepada Imam ini agak lama
dan bergaul dengan erat serta bertempat tinggal di rumahnya sampai beberapa tahun, dan
tidak ada guru beliau yang bergaul erat dan rapat sampai lama, selain daripada Imam
Abdur Rahman ibn Harmaz ini. Antara lain syekh-syekhnya ialah Rabi’ah ibn Abdul
Rahman Furukh. Beliau berguru padanya ketika masih kecil. Sebagai buktinya ialah
ucapannya terhadap ibunya: Aku pergi dan aku menulis pelajaran. Ibunya menyiapkan
pakaian yang lengkap dengan kain sorban serta menyuruh beliau hadir ke rumah Rabi’ah
untuk belajar menulis. Ibunya meminta ia belajar ilmu akhlak dari Rabi’ah sebelum
mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Malik mematuhi perintah ibunya.
Di antara gurunya lagi ialah, Nafi’i ‘Auli Abdullah, Ja’far ibn Muhammad al-Baqir,
Muhammad ibn Muslim az-Zuhri, Abdul Rahman ibn Zakuan, Yahya ibn Said al-Anshari,
Abu Hazim Salmah ibn Dinar, Muhammad ibn al-Munkadir dan Abdullah ibn Dinar, dan
masih banyak lagi dari golongan at-Tabi’in sebagaimana yang diterangkan oleh an-
Nawawi.
4. Murid-murid Imam Malik
Murid –murid dan penerus Imam Malik yang berasal dari mesir :
1) Abu Abdillah abd al-rahman ibn al-Qasim al-Utaqi (W.191 H).
2) Abu Muhammad Abdullah ibn Wahhab ibn Musllim (W.197 H).
3) Abdullah ibn Abdul Hakam (W.314 H).
11. 11
Penerus Mazhab Maliki di afrika utara dan spanyol :
1) Isa ibn Dinar al-Qurtubi (W.212 H).
2) Asad ibn Al-Furat (142-217 H).
Dan lain-lain.
Ulama fiqh Mazhab Maliki yang terkenal sesudahnya :
1) Abu al-Walid al-Bani (403-474 H).
2) Abu Hasan al-Lakhmi (498 H).
3) Ibn Rusyd al-Hafidz (520-595 H).
Ulama penulis Ushul Fiqh terkenal dalam madzhab ini adalah al-Syatibi, Abu Ishaq
Ibrahim al-lakhmi al-ghurnati (W.790 H). Buku ushul fiqhnya yng terkenal adalah al-
Muwafaqat fi ushul al-ahkam dan al-I’tisham.
5. Karya karya Imam Malik
Di antara karya-karya Imam Malik adalah kitab al-Muwaththa’. Kitab tersebut ditulis
tahun 144 H. Atas anjuran khalifah Ja’far al- Manshur. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan Abu Bakar al-Abhary, atsar Rasulullah SAW. sahabat dan tabi’in yang
tercantum dalam kitab al-Muwaththa’ sejumlah 1.720 buah. Pendapat Imam Malik ibn
Anas dapat sampai kepada kita melalui dua buah kitab, yaitu al-Muwaththa’ dan al-
Mudawwanah al-Kubra.
6. Imam Malik meninggal dunia
Imam Malik mengalami sakit selama dua puluh hari. Pada malam beliau
menghembuskan nafasnya yang terakhir, dengan secara kebetulan Bakar Sulaiman As-
Sawaf berada bersama mereka di rumahnya, mereka berkata: Wahai Abdullah
bagaimanakah keadaan mu sekarang? Beliau menjawab: Aku tidak tahu apa yang akan ku
katakana kepadamu, Cuma aku ingin juga berkata: Adakah kamu semua akan ditentukan
pada keesokan hari (hari kiamat) mendapat kemaafan yang tidak di perhitungkan. Tak
lama kemudian malik pun mengucapkan dua kalimat syahadat dan berkata: semua
perkara adalah bagi Allah, beliau pun menyerahkan rohnya kepada Allah Yang Maha Esa.
7. Pola pemikiran Imam Malik
Beliau adalah sosok yang awalnya cenderung menggunakan akal untuk mengeluarkan
fatwa, namun pada akhirnya beiau meniggalkan hal tersebut.beliau lebih memilih
menggunakan Quran, Hadis, dan Amal Ahli Madinah sebagai wujud kehatian beliau
untuk mengeluarkan fatwa.
12. 12
Beliau memberikan porsi yang besar terhadap riwayat daripada akal, sehingga beliau
dikenal pemikiran fiqih corak tradisional yang mana lebih menekakankan pada Quran dan
Sunnah Nabi. Karena itu, Malik menyakini bahwa al-Quran dan Sunnah merupakan
sebagai sumber dasar hukum Islam. Hal itu sebagaimana hadis yang diriwayatkannya
yang menyatakan bahwa nabi berkata “saya tinggalkan dua hal dan kamu tidak akan
tersesat selama kamu berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnah Nabinya”.
Hal itu tak lepas dari pengaruh guru Imam Malik, yakni Ibnu Hurmuz, Nafi’, dan
Syihab Az-zuhri. Tiga orang ini terkenal sebagai ahli fikuh riwayat. Sehingga tak heran
jika Abdurrahman bin Mahdi, seorang ahli fikih terkenal, menyatakan bahwa Imam Malik
adalah sosok yang pantas menyandang seorang yang ahli fikih dan hadis.
Di samping dengan pendekatan riwayat, Malik juga dalam menggali hukum memakai
pendekatan ra’yun. Malik mampu mengabungkan dua pendekatan tersebut secara
bersamaan. Pengaruh Rabi’ah dan Yahya bin said dalam diri Imam Malik sangat besar.
Tak heran kalau Malik awalnya condong dengan ra’yu dalam menggali hukum.
Dengan demikian, dalam perjalanan ilmiahnya yang panjang, Imam Malik pernah
mengalami fase tahapan. Dimana ia memerankan ahli fikih beraliran ra’yun, yaitu saat
menggantikan kekosongan yang ditinggalkan Rabi’ah. Kemudian dalam
perkembangannya, ia menggabungkan kedua kecenderungan dimaksud dan pada akhir
hidupnya, ia lebih memilih meninggalkan ra’yun dan tunduk pada kuasa hadist.
Dalam pemikiran Imam Malik, ada beberapa dasar yang menjadi landasan terciptanya
produk istinbatnya. Di antara sumber tersebut meliputi pertama, kitabullah. Al-quran
menjadi sumber paling mendasar bagi segala hal yang berkaitan dengan akidah, syariah,
tanda-tanda kebenaran risalah, dan cahaya segala pandangan. Malik menganggap bahwa
al-quran berada di atas semua dalil dan lebih utama dari sunnah dan dalil-dalil lainnya. Ia
mengambil nash-nash yang sharih dan Zahir (jelas dan tegas) yang tak bisa ditakwilkan
lagi selama tak ada dalil syariat yang meawjibkan penafsirannya.
Kedua, sunnah nabi. Ini dikarenakan sunah merupakan penerang hukum-hukum al-
Quran, penguarai teks-teksnya, dan penafsir atas permasalahn yang membutuhkan
penjelasan lebih lanjut. Di sini, sunnah atau hadis rasulallah diperlukan untuk
menyimpulkan sebagian hukum yang ditunjukan al-Quran atau untuk menyempurnakan
penjelasannya jika kandungan hukum al-Quran masih bersifat umum. Sebenarnya, sunnah
berperan sebagai penjelas syariat dan hukum-hukum yang dikandung al-Quran. Hukum
zakat, puasa, shalat, dan haji semuanya adalah syariat yang masih bersifat umum dan
global. Begitu pula penjelasan riba dalam al-Quran bersifat umum. Rinciannya dijelaskan
dalam sunnah rasulallah. Dengan demikian, fungsi sunnah sebagai landasan hukum
berada pada posisi kedua setelah al-Quran.
13. 13
Ketiga, Pendapat Sahabat (qaul sahabat). Bagi Imam Malik, terma “sahabat Nabi
Muhammad” mencakup semua sahabat, baik yang muhajirin maupun yang anshar.
Dijadikannya qaul shahabah sebagai sumber syariah dalam Mazhab Maliki dikarenakan
mereka, para sahabat, memiliki keterkaitan dan keterkaitan yang begitu akrab dengan
Rasulullah di dalam kehidupan dan perilaku kesehariannya. Mereka telah menyaksikan
perbuatan-perbuatan Rasulullah sepanjang hidup beliau, menyimak sabda-sabda Sang
Nabi yang mulia, berguru dan menimba pengetahuan kepadanya, sang Rasul penuntun,
dan senantiasa terkoreksi jika melakukan sebuah perilaku yang menyimpang dari ajaran
luhur agama Islam.
Keempat, ijma’ (konsesus), yaitu suatu yang disepakati oleh pakar fikih dan ahli ilmu.
Malik tergolong ulama yang banyak menyinggung masalah ijma’ dan menggunakannya
sebagai hujah. Dalam al-muwatha, banyak kita temukan bahwa Malik sering
menyebutkan hukum satu masalah dengan menyatakan hukum itu telah disepakati oleh
ulama. menurut Malik, jika para ulama telah sepakat dalam satu masalah, mereka tidak
akan sepakat dalam kesesatan dan kebatilan.
Kelima, tradisi penduduk Madinah (‘amal ahlil Madinah). Malik menimbang bahwa
panduduk Madinah adalah warisan langsung dari orang-orang yang telah menjalin
persahabatan erat dengan Rasulallah SAW. Di samping itu juga, dikarenakan hukum-
hukum yang berlaku di Madinah telah menjadi tradisi selama beberapa generasi.
Imam Malik menegaskan bahwa apa yang sudah diterapkan sekelompok ulama di
Madinah menjadi hujah yang harus diambil. Bahkan Malik enggan untuk menggunakan
khabar ahad jika bertentangan dengan tradisi Madinah. Ia menganggap bahwa amal
penduduk Madinah merupakan amal warisan nabi dan periwayatannya lebih kuat.
Selain lima sumber utama tersebut, Imam Malik juga menggunakan piranti cabang
(skunder) dalam meng. Sejumlah instrument cabang tersebut menjadikan warna tersendiri
bagi madzhab lainnya. Terkait maslahat mursalah, Imam Malik menetapkan sejumlah
syarat yang penting:
1) Maslahah tidak bertentangan dengan dasar Islam juga dalil qoth’i
2) Maslahah dapat diterima oleh mereka yang berpikiran jernih
3) Maslahah tersebut sungguh mengangkat kesukaran secara nyata
14. 14
3. Imam Syafi’i
1. Awal Kehidupan Imam Syafi'i
Imam Syafi’i dilahirkan di Gaza pada bulan Rajab tahun 150 H (767M). Menurut
suatu riwayat, pada tahun itu juga wafat Imam Hanafi. Imam Syafi’i wafat di Mesir pada
tahun 204 H (819 M). Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Abu Abdillah Muhammad ibn
Idris ibn Abbas ibn Syafi’i ibn Said ibn ‘Ubaid ibn Yazid ibn Hasyim ibn Abd al-
Muththalib ibn Abd al- Manaf ibn Qushay al-Quraysiy.
Adapun nasab Imam Syafi’i ibn Fathimah ibnti Abdullah ibn Hasan ibn Husen ibn Ali ibn
Abi Thalib. Dengan demikian, maka ibu Imam Syafi’i adalah cucu dari Sayyidina Ali ibn
Abi Thalib, menantu Nabi Muhammad SAW. dan khalifah keempat yang terkenal. Dalam
sejarah ditemukan, bahwa Said ibn Yazid, kakek Imam Syafi’i yang kelima adalah
sahabat Nabi Muhammad SAW.
2. Guru guru Imam Syafi’i
Imam Asy-Syafi`i belajar fikih dan hadis dari guru-guru yang tempat tinggalnya jauh
dan memiliki metode yang beragam. Bahkan, sebagian gurunya ada yang berasal dari
kelompok Mu’tazilah yang menggeluti ilmu kalam, ilmu yang dilarang Imam Asy-Syafi`i
untuk ditekuni.
Guru pertama yang didatangi imam Asy-Syafi`i saat ia ingin mempelajari fikih adalah
Muslim ibn Khalid Al-Zanji. Kemudian ia mengikuti majelis Sufyan ibn Uyainah.
Selanjutnya terdorong pergi ke Mdinah untuk menuntut ilmu pada Imam Malik ketika
mengalami cobaan terpaksa ia hijrah ke Irak. Di sana ia mulai menulis kitab-
kitabMuhammad ibn Al-Hasan dan memperdengarkan bacaannya kepadanya.
3. Karya karya Imam Syafi’i
Kitab-kitab karya Imam Syafi’i dibagi oleh ahli sejarah menjadi dua bagian:
a. Kitab yang ditulis Imam Syafi’i sendiri, seperti al-Umm dan al- Risalah (riwayat dari
muridnya yang bernama al-Buwaithy dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Rabi
ibn Sulaiman).
b. Kitab yang ditulis oleh murid-muridnya, seperti Mukhtashar oleh al- Muzany dan
Mukhtashar oleh al-Buwaithy (keduanya merupakan ikhtishar dari kitab Imam
Syafi’i: Al-Imla’ wa al-Amly).
Kitab-kitab Imam Syafi’i, baik yang ditulisnya sendiri, didiktekan kepada muridnya,
maupun dinisbahkan kepadanya, antara lain sebagai berikut:
Kitab al-Risalah, tentang ushul fikih (riwayat Rabi’).
Kitab al-Umm, sebuah kitab fikih yang didalamnya dihubungkan pula sejumlah
kitabnya.
Kitab Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila.
15. 15
Kitab Khilaf Ali wa Ibn Mas’ud, sebuah kitab yang menghimpun permasalahan
yang diperselisihkan antara Ali dan Ibn Mas’ud dan antara Imam Syafi’i dengan
Abi Hanifah.
Kitab Ikhtilaf Malik wa al-Syafi’i.
Kitab Jama’i al-‘Ilmi.
Kitab al-Radd ‘Ala Muhammad ibn al-Hasan.
Kitab Siyar al-Auza’iy.
Kitab Ikhtilaf al-Hadits.
Kitab Ibthalu al-Istihsan
Kitab al-Musnad, berisi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al- Umm yang
dilengkapi dengan sanad sanadnya.
Al-Imla’.
Al-Amaliy.
Harmalah (didiktekan kepada muridnya yang bernama Harmalah ibn Yahya).
Mukhtashar al-Muzaniy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).
Mukhtashar al-Buwaithiy (dinisbahkan kepada Imam Syafi’i).
4. Murid murid Imam Syafi’i
Mazhab Syafii tidak akan tersebar jika murid-muridnya tidak dipersiapkan untuk
mengemban ilmu itu, meriwayatkan dan menyebarkan ke seluruh penjuru negeri. Imam
Asy-Syafi`i meninggalkan banyak murid yang berkualitas dan terkenal. Imam Asy-Syafi`i
memiliki banyak sahabat dan murid di Hijaz, Irak dan Mesir.
5. Imam Syafi’i meninggal dunia
Pada tahun 159 H Imam Syafi‟i ke Baghdad dan menetap disana selama dua tahun.
Setelah itu kembali ke Makkah. Pada tahun 198 H ia pergi ke Mesir dan menetap di sana
sampai wafatnya beliau di Mesir pada tanggal 29 Rajab sesuah menunaikan shalat Isya‟.
Ia dimakamkan di Qal‟ah yang bernama Mish al-Qadimah. Dikatakan bahwa seorang
lelaki bernama Fityan, pengikut Imam Malik ke Mesir, dikalahkan beberapa perdebatan
dengan Imam Syafi‟i selama menyampaikan pelajaran dan pengajian, akibat dari itu para
pengikut Fityan menyerang Imam Syafi‟i, sampai terluka parah, beberapa hari kemudian
Imam Syafi‟i wafat.
Imam Syafi‟i meninggal dunia pada usia 54 tahun di Mesir pada malam kamis sesudah
Maghrib yaitu pada malam akhir bulan Rajab 204 H (819 M). beliau wafat di kediaman
Abdullah bin Abdul Hakam dan kepadanya lah beliau meninggalkan wasiat. Jenazahnya
dikebumikan pada hari jum‟at di tanah perkuburan mereka.
6. Pola pemikiran Imam Syafi’i
Pemikiran hukum Islam Imam Syafi’i dituangkan dalam kitab al-Risalah. Secara
ringkas, pemikiran Imam Syafi’i adalah sebagai berikut.
Pertama, al-Qur’an sebagai sumber hukum yang utama. Kedua, al-Sunnah merupakan
sumber hukum yang menyempurnakan dan menjelaskan al-Qur’an, serta menetapkan
16. 16
hukum yang tidak dikemukakan al-Qur’an. Imam Syafi’i berpendapat bahwa nilai dan
kedudukan al-Sunnah sejajar dengan al-Qur’an, karena banyak dari ayat-ayat al-Qur’an
yang tidak bisa dipraktikkan dengan benar tanpa disertai al-Sunnah.
Dalam pemakaian hadis Ahad, Imam Syafi’i berbeda dengan Imam Abu Hanifah dan I
mam Malik. Imam Abu Hanifah secara mutlak meninggalkannya, Imam Malik lebih
mengutamakan tradisi lokal masyarakat Madinah, sementara Imam Syafi’i memilih hadis
Ahad yang shahih. Ketiga, al-Ijma’ merupakan kesepakatan seluruh ulama yang ada di
negeri itu. Kalau ada satu orang saja dari mereka tidak terlibat dalam proses
kesepakatannya, maka Ijma’ tersebut tidak sah.
Karena itu, Imam Syafi’i menentang kehujahan Ijma’ masyarakat Madinah yang
dipegang Imam Malik, dan Ijma’ yang dipegang Imam Abu Hanifah. Keempat, perkataan
sahabat harus didahulukan dari kajian akal mujtahid, karena para sahabat itu lebih pintar,
lebih takwa, dan lebih saleh. Produk-produk ijtihad mereka yang dinyatakan lewat Ijma’
harus diterima secara mutlak. Sedang yang dikeluarkan melalui fatwa-fatwa individual
boleh diterima dan boleh pula tidak, dengan menganalisis dasar-dasar fatwanya itu.
Kedua, Qiyas untuk kasus-kasus hukum yang belum diputuskan hukumnya secara
eksplisit dalam al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’, serta belum pernah difatwakan oleh para
sahabat. Orang yang pertama kali berbicara tentang Qiyas dilengkapi dengan kaidah-
kaidah dan asas-asasnya adalah Imam Syafi’i. Qiyas, menurut Imam Syafi’i adalah
menyamakan hukum suatu kasus yang belum ada ketetapan nasnya dengan hukum suatu
kasus yang sudah ada ketetapan nasnya karena adanya persamaan ‘illah hukum.
Ketiga, Istishab, yakni memberlakukan hukum asal sebelum ada hukum baru yang
mengubahnya. Dalam kitab “al-Umm”, Imam Syafi’i menyatakan bahwa kalau seseorang
melakukan perjalanan dan ia membawa air, lalu ia menduga air itu telah tercampur najis,
namun tidak yakin akan terjadinya percampuran tersebut, maka menurutnya air itu tetap
suci, bisa dipakai untuk bersuci dan bisa juga untuk diminum.
Imam Syafi’i merasa berkewajiban untuk menyampaikan metode pemikiran
hukumnya kepada seluruh dunia Islam. Menurutnya, tempat yang cocok untuk
menyebarkan hasil pemikirannya adalah Baghdad yang merupakan ibukota kekhalifahan
Islam. Ia kemudian pergi ke Baghdad yang kedua kalinya pada tahun 195 H ketika
berumur 45 tahun. Di Baghdad, Imam Syafi’i menarik perhatian para ulama Iraq.
Tukar pikiran intensif terus dilakukan untuk mematangkan tawaran metode baru bagi
penggalian hukum yang belum ada sebelumnya. Salah seorang yang aktif dalam kajian
Imam Syafi’i adalah Imam Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawaih yang pernah
bertemu dengan Imam Syafi’i sewaktu di Masjid al-haram. Saat itu, Imam Syafi’i
mendiktekan kitabnya yang berjudul “al-Kutub al-Baghdadiyyah”.
17. 17
4. Imam Hambali
1. Awal kehidupan Imam Ahmad
Ahmad ibn Hambal adalah seorang anak yang cerdas dan bersifat ingin tahu, sangat
bersemangat untuk melanjutkan pelajaranya. Dimulai dengan belajar khazanah Hadits
pada tahun 179 H; ketika dia baru berusia 16 tahun. Dikatakan bahwa dia menjadi ulama
Hadist yang besar sedemikian rupa sehingga dia hafal hampir 1juta hadits. Oleh karna itu
di mendasarkan pendapat hukumnya atas Hadits semata, dan menjadi seorang ulama
terkemuka pada masanya dan sampai akhir zaman.
Imam Ahmad ibn Hanbal lahir di tengah-tengah keluarga yang terhormat, yang
memiliki kebesaran jiwa, kekuatan, kemauan, kesabaran dan ketegaran menghadapi
penderitaan. Ayahnya meninggal sebelum dia dilahirkan, oleh sebab itu, Imam Ahmad
Mengalami keadaan yang sangat sederhana dan tidak tamak
Imam Ahmad ibn Hanbal pernah mendapat mihnah berkenaan dengan kemakhlukan al-
Qur’an. Atas kesabaran dan ketabahannya dalam menghadapi mihnah ini, maka semakin
kuat kedudukannya sebagai Imam di hati ummat. Diriwayatkan bertalian dengan Mihnah
ini, bahwa al- Mu’tashim pernah memanggilnya untuk ditanya tentang apakah al-Quran
itu makhluk atau bukan, ia tidak menjawab bahwa al-Qur’an itu makhluk sebagaimana
yang dikehendaki oleh al-Mu’tashim. Karena jawabannya tidak seperti yang dikehendaki
oleh al-Mu’tashim, maka ia dipukul sampai pingsan dan dipenjara dalam keadaan diikat.
2. Guru guru Imam Hambali
Guru pertama Imam Ahmad ibn hanbal ialah Abi Yusuf Ya’kub ibn Ibrahim al-Qadhi,
seorang rekan Abu Hanifah. Beliau mempelajari daripadanya ilmu fiqh dan hadis, Abu
Yusuf adalah seorang yang dianggap gurunya yang pertama.
Di antara para guru yang mulia Imam Hanbali ialah Imam Ismail ibn ‘aliyah, Hasyim
ibn Basyir, Hammad ibn Khalid, Masyur ibn salamah, mudhaffar ibn Mudrik, Utsman ibn
Umar, Masyim ibn Qasyim, Abu Said Maula Banu Hasyim, Muhammad ibn Yazid,
Muhammad ibn Adi, Yazid ibn Harun, Muhammad ibn Ja’far, Ghundur, Yahya ibn Said
al-Qathan, Abdurrahman ibn Mahdi, Basyar ibn al-Fadhl, Muhammad ibn Bakar, Abu
Daud at-Tayalisi, Ruh ibn Ubaidah, Waki ibn al-Jarrah, Muawiyyah al-Aziz, Abdullah ibn
Nuwaimir, Abu Usamah, Sufyan ibn Uyainah, Yahya ibn Salim, Muhammad ibn Idris
Asy-Syafi’i, Ibrahim ibn Said, Abdurrazak ibn Humam, Musa ibn Tariq, Walid ibn
muslim, Abi Masyhar ad- Dimasiqy, Ibnu Yamani, Mutamar ibn Sulaiman, Yahya ibn
Zaidah dan Abu Yusuf al-Qadhi.
Inilah di antara guru-guru Imam Hanbali yang terdiri dari para ahli fiqh, ahli ushul, ahli
kalam, ahli tafsir, ahli hadis, ahli tarikh dan ahli lughat.
18. 18
3. Karya karya Imam Hambali
Imam Ahmad ibn Hanbal selain seorang ahli mengajar dan ahli mendidik, ia juga
seorang pengarang. Ia mempunyai beberapa kitab yang telah disusun dan telah
direncanakannya, yang isinya sangat berharga bagi masyarakat umat yang hidup
sesudahnya. Diantara kitab-kitabnya adalah sebagai berikut:
1) Kitab Al-Musnad
2) Kitab Tafsir al-Qur’an.
3) Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh.
4) Kitab al-Muqaddam wa al-Muakhkhar fi al-Qur’an.
5) Kitab Jawabu al-Qur’an.
6) Kitab al-Tarikh.
7) Kitab Manasiku al-Kabir.
8) Kitab Manasiku al-Shaghir.
9) Kitab Tha’atu al-Rasul.
10) Kitab al-‘Illah.
11) Kitab al-Shalah.
4. Murid murid Imam Hambali
Ulama-ulama besar yang pernah mengambil ilmu dari Imam Ahmad ibn Hanbal antara
lain adalah: Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Ibn Abi al-Dunya dan Ahmad ibn Abi
Hawarim. Diantara para ulama yang telah berjasa mengembangkan mazhabnya adalah:
1) Ibn ishaq al-Harbi (w. 285 H)
2) Abdul Aziz ibn Ja’far (w. 363 H).
3) Al-qasim, Umar ibn Ali al-Husein al- khiraqi (w. 334 H).
5. Imam Hambali meninggal dunia
Imam Ahmad bin Hanbal wafat di Baghdad Pada usia 77 tahun, atau tepatnya pada
tahun 241 H (855 M) pada masa Pemerintahan Khalifah Al-Wathiq. Menurut adz Dzahabi
dalam Siyar A’lam an Nubala’, ia dimakamkan setelah shalat Jumat, dihadiri tak kurang
dari 800 ribu orang dari banyak daerah.
6. Pola pemikiran Imam Hambali
Pada hakikatnya para ulama bersepakat bahwa Imam Ahmad Ibnu Hanbal adalah salah
seorang pemuka ahli al-Hadits dan tidak pernah menulis secara khusus kitab fiqh, sebab
semua masalah fiqh yang dikaitkan dengan diri beliau itu hanyalah berasal dari fatwa-
fatwanya yang menjadi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang pernah diajukan
kepadanya, sedang yang menjadi sebuah kitab fiqh adalah pengikutnya.
19. 19
Fiqh Ahmad Ibn Hanbal itu pada dasarnya lebih banyak didasarkan pada al-Hadits, dalam
artian jika terdapat al-Hadits al-Shahih, yang diambil hanyalah al-Hadits al-Shahih tanpa
mau memperhatikan adanya faktor lainnya. Dan jika ditemukan adanya fatwa sahabat,
maka fatwa sahabatlah yang diamalkan. Akan tetapi jika ditemukan adanya beberapa
fatwa para sahabat dan fatwa mereka tidak seragam, maka yang dipilih fatwa mereka
yang mendekati al-Qur'an dan al-Hadits.
Para ulama' berselisih pandangan tentang posisi Imam Ahmad Ibn Hanbal sebagai ulama'
yang ahli dalam bidang fiqh, sebab kenyataannya Imam Ahmad Ibn Hanbal tidak terlalu
mempertimbangkan adanya pendapat-pendapatnya pada saat menghadapi perbedaan
dalam masalah fiqh dikalangan para fuqaha', mangingat posisinya sebagai ahl al-Hadits,
sehingga beliau ini tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok ahl fiqh, sebab dasar
pijakan fiqhnya lebih banyak kepada al-Hadits.
Dengan melihat pola pemikiran Imam Ahmad Ibn Hanbal, maka metode istidlal yang
dipakai dalam menetapkan hukum Islam adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur'an dan al-Sunnah al-Sahih
Jika Imam Ahmad Ibn Hanbal sudah menemukan Nash, baik al-Qur'an maupun al-
Hadits al-Sahih, maka dalam menetapkan hukum Islam adalah dengan Nash tersebut
sekalipun ada faktor-faktor lain yang boleh jadi bisa dipakai bahan pertimbangan.[9]
Menurutnya bahwa nas adalah sumber hukum tertinggi.
2. Fatwa Para Sahabat Nabi saw
Jika tidak ditemukan dalam Nash yang jelas, maka beliau menggunakan fatwa-fatwa
dari para sahabat Nabi yang tidak ada perselisihan diantara mereka. Jika terjadi
perselisihan, maka yang diambil adalah fatwa-fatwa yang beliau pandang lebih dekat
kepada Nash, baik al-Qur'an maupun al-Hadits.
3. Al-Hadits al-Mursal dan al-Hadits Dlaif
Jika dari ketiganya tidak ditemukan, maka beliau menetapkannya dari dasar al-Hadits
al-Mursal atau al-Hadits al-Dlaif.[11] Alasan mendahulukan hadiys dlaif dari pada Qiyas
adalah pernyataan beliau “berpegang kepada hadis dlaif lebih saya sukai dari pada qiyas”.
4. Al-Qiyas
Jika dari semua sumber di atas tidak ditemukan, maka Imam Ahmad Ibn Hanbal
menetapkan hukuum islam dengan mempergunakan:
a. Al-Qiyas atau dengan
b. Maslahah Mursalah, terutama dalam bidang sosial politik. Contoh:
1) Menetapkan hukum ta'zir bagi mereka yang selalu berbuat kerusakan.
2) Menetapkan hukum had yang lebih berat terhadap mereka yang meminum minuman
keras di siang hari di bulan Ramadhan.
20. 20
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Mazhab Hanafi
Mazhab Abu Hanifah merupakan salah satu dari mazhab empat serangkai dalam
mazhab fiqh, beliau memang lebih dikenal sebagai faqih (ahli hukum) dari pada
muhaddits (ahli hadits). Keahliannya dalam bidang fiqh telah diakui oleh banyak pakar,
bahkan para imam sendiri seperti Imam Malik dan Imam Syafi’i. Namun, bukan berarti ia
kurang ahli dibidang hadits karena maha gurunya seperti Atha’, Nifi’, Ibnu Hurmuz,
Hammad bin Abi Sulaiman, Amr bin Dinar dan yang lainnya telah pula mengajarkan
hadits kepadanya selain fiqh.
Pada Abad ke-2 hijriyyah, Imam Abu Hanifah memulai belajar ilmu fiqh di Irak pada
Madrasah Kufah, yang dirintis oleh Abdullah bin Mas’ud ( (w. 63 H / 682 M) dan beliau
berguru selama 18 tahun kepada Hammad bin Abu Sulaiman al-Asy’ary, murid dari
‘Alqamah bin Qais dan Ibrahim al-Nukhaiy al-Tabi’iy (al-Qadli Syuriah), kemudian
kepemimpinan Madrasah diserahkan kepada Hammad bin Abi Sulaiman al-Asy’ary dan
disinilah Imam Abu Hanifah banyak belajar pada para fuqaha’ dari kalangan Tabi’in,
seperti Atha’ bin Rabah dan Nafi’ Maula bin Umar. Dari Guru Hammad inilah Imaam
Abu Hanifah banyak belajar Fiqh dan al-Hadits.
Dalam mengistinbath hukum, Abu Hanifah berpegang pada al-Qur’an dan sangat
berhati-hati dalam menggunakan Sunnah. Selain itu, ia banyak menggunakan qiyas,
istihsan dan urf. Menurut Manna’ al-Qatthan, Abu Hanifah juga sering menggunakan hilu
al-Syari’ah, yang digunakannya ketika kondisi dan keadaan mendesak. Belakangan
diketahui bahwa Imam Abu Hanifah juga mengumpulkan hadis dalam sebuah buku yang
disebut Musnad Abu Hanifah. Mazhab Hanafiyyah banyak dianut oleh umat Islam di
Pakistan, India, Afganistan, Turki, Asia Tengah, Mesir, Brazil dan Amerika Latin.
Mazhab Hanafi tercermin di Irak, negeri kelahirannya, dan di Syria. Pada awalnya
mazhab berkembang ke Afganistan, anak benua India (di mana minoritas kaum Syi’ah
berada), dan Turki Asia tengah. Mazhab ini menjadi favorit bagi para penguasa Turki
Seljuk dan Turki Usmani dan mazhab ini memperoleh pengakuan resmi di seluruh Dinasti
Usmani, sebuah status yang dipelihara di pengadilan-pengadilan para qadli, bahkan di
provinsi-provinsi Usmani terdahulu di mana mayoritas penduduk bumi putranya adalah
para pengikut mazhab lain, seperti Mesir.
2. Mazhab Imam Malik
Imam Malik adalah pewaris atsar dan penjaga tradisi ahli Madinah, dan digadang
sebagai perangkum segenap pengetahuan sahabat dan tabiin. Beliau memiliki sifat ramah
21. 21
kepada seluruh muridnya, serta pengagung yang besar kepada hadis Nabi, yang membuat
belia begitu disegani oleh berbagai kalangan, beliau begitu berwibawa dan berkharisma.
Seluruh hidup Imam Malik yang dijalaninya di Madinah, semenjak beliau lahir hingga
wafatnya tidak ada niatan untuk melakukan hijrah meninggalkan Madinah, kecuali untuk
melaksanakan ibadah Haji dan Umroh.
Imam Malik begitu jatuh hati dengan Madinah, yang kala itu menjadi pusat peradaban
bagi berbagai kajian ilmu. Beliau juga merasa nyaman dan berlapang dada, karena bebas
memhirup udara kenabian dan ilmu kenabian sehingga seolah beliau merasakan kehadiran
cahaya wahyu turun setiap hari, hari hari dimana perjuangan Nabi Muhammad masih
hidup.
Imam Maliki begitu berhati hati dalam memberi fatwa. Beliau tidak hendak
mengatakan haram dan halal tana ada dalil yang pasti dari al Quran dan Hadis Rasulallah.
Seperti ketika sebagian orang mengkritik Imam Maliki atas kehatian hatiannya dalam
memberi fatwa, sambil meeteskan air mata beliau mengatakan Aku takut pada suatu hari
ketika aku diminta pertanggungjawaban atas kebenaran fatwa yang aku katakan.
Beginilah sosok seorang imam yang agung yang tidak gampang menjual diri atau
menggampangkan agama demi sebuah fatwa apalagi untuk kepentingan duniawi.
3. Mazhab Imam Syafi’i
Imam Syafi’i merupakan salah satu dari keempat imam madzhab yang termasyhur.
Beliau adalah imam yang memiliki karakteristik akhlak yang mulia dan memiliki
kecerdasan yang luar biasa sehingga banyak gelar dari para ulama lain untuknya.
Kiprah Imam Syafi’i yang cemerlang berakhir dengan wafatnya tetapi ilmunya takkan
pernah habis dimakan waktu. Cinta manusia terhadanya, ilmu dan karya-karyanya masih
tetap memenuhi bumi sampai sekarang. Tidak satu pun dijumpai ulama besar kecuali
berhutang kepada Imam Syafi’i.
4. Imam Hambali
Madzhab fiqih besar yang menempati urutan keempat berdasarkan periodisasi
kemunculannya adalah Madzhab Hambali, yang didirikan oleh muhaddits besar Imam
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Madzhab ini muncul di kota kelahiran pendirinya.
Baghdad, pada akhir abad ketiga dan awal abad kedua, yang bertepatan dengan masa
pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah.
Sumber-sumber yang di ambil oleh imam anbali adalah Al-Qur’an. As-sunnah, fatwa
sahabat, qiyas, istiskhab, dan syad adz-dzara’i.
Metode yang dikembangkan oleh ahmad bin hambal adalah metode Dialektika. Awal
perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu
yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa
pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi. Mazhab ini dianut kebanyakan penduduk
Hejaz, di pedalaman Oman dan beberapa tempat sepanjang Teluk Persia dan di beberapa
22. 22
kota Asia Tengah. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi
Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan
Irak.
Dibandingkan dengan madzhab-madzhab fiqih lain, perkembangan pengikut Madzhab
Hambali bisa dibilang yang paling tersendat. Menurut sejarawan muslim, hal ini
disebabkan rata-rata ulama Madzhab Hambali enggan duduk dalam pemerintahan.,
seperti menjadi qadhi (hakim) atau mufti. Karena menolak menjadi pejahat pemerintah,
otomatis madzhabnya pun tidak pernah menjadi madzhab resmi negara. Padahal dengan
menjadi madzhab resmi negara, bisa dipastikan suatu madzhab akan berkembang pesat
diwilayah kekuasaan pemerintah tersebut.
Madzhab Hambali terkenal sangat ketat dan teguh dalam menggunakan dasar sunnah.
Tak mengherankan dalam berbagai literatur, madzhab ini juga sering disebut dengan
nama fiqh assunnah.
23. 23
DAFTAR PUSTAKA
Ameenah, Abu, Asal-Usul dan Perkembangan Fiqh: Analisis Historis atas Mazhab
Doktrin dan Kontribusi, Penerjemah: M. Fauzi Arifin, Bandung: Nusamedia dan Nuansa,
2000
Ma’shum Zein, Muhammad, Arus Pemikiran Empat Madzab: Studi Analisis Istinbath
Para Fuqoha’, Jombang: Darul Hikmah, 2008
Mansur, Laily, Ajaran dan Teladan Para Sufi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002M
Hanafi, muchlis, Biografi Lima Madzhab Imam Malik, (Tangerang: Lentera Hati, 2013)
Suwaidan, Tariq , Biografi Imam Malik Kisah Perjalanan dan Pelajaran Hidup Sang
Imam Madinah, (Jakarta: Zaman, 2012),
Abbas, Siradjuddin, Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah,
1972).
Al-Fayyumi, Ibrahim, Muhammad, Imam Syafi’i Pelopor fikih dan Sastra, (Jakarta:
Erlangga), 2009.
Khalil, Rasyad Hasan, Tarikh Tasyri’ (Sejarah Legislasi Hukum Islam), ( Jakarta:
AMZAH, 2009).
Khalil, Munawar, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1955).
Mubarok, Jaih, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam,(Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya, 2000).
Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal, oleh Ibnul Jawzy, diteliti oleh Dr.'Abdullah Bin
'Abdul Muhsin At Turky, Rektor Universitas Muhammad Bin Su'ud Al Islamiyyah di
Arab Saudi
Rasyad Hasan Khalil. Sejarah Legislasi Hukum Islam. (Jakarta: AMZAH, 2009)
Dr. Syarbasyi akhmad, al-aimatul al- arba’ah jz 1, al-azhar, darr al-jaill, Bairut
Dr. Musthofa as-saq’ah, imam akhmad bin hambal, jz 4 th 1998 , dar al-kitab, Bairut