pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
Tinjauan pustaka mooren's ulcer
1. ‘Tinjauan Pustaka
Ulkus Mooren
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin/RSUDZA Banda
Disusun oleh :
Prastika Tiara Santi
Pembimbing :
dr. Enny Nilawati, Sp.M
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2020
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dengan akal, budi, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul “Mooren’s
Ulcer”. Shalawat beriring salam kami sampaikan kepada nabi besar Muhammad
SAW, atas semangat perjuangan dan panutan bagi umatnya.
Adapun tinjauan pustaka ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam
menjalankan kepaniteraan klinik senior pada bagian/SMF Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, RSUDZA Banda Aceh. Kami mengucapkan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Enny
Nilawati, Sp.M yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan
bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari kesempurnaan.
Sarandan kritik dari dosen pembimbing dan teman-temanakan kami terima dengan
tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.
Banda Aceh, September 2020
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
Definisi .................................................................................................... 3
Epidemiologi ............................................................................................ 3
Klasifikasi ................................................................................................ 4
Faktor resiko ............................................................................................ 5
Patofisiologi ............................................................................................. 5
Manifestasi klinis ...................................................................................... 7
Diagnosis banding .................................................................................... 8
Diagnosis ................................................................................................. 9
Tatalaksana .............................................................................................. 11
Komplikasi ............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14
4. iv
Daftar Gambar
Gambar 1. Tampilan Klinis Ulkus Mooren …………………………………..… 3
Gambar 2. Infiltrasi limfositik dan neovaskularisasi kornea
di dekat area ulkus Mooren …………………………………………... 6
Gambar 3. Tidak adanya inti dan penebalan epitel perifer ……………………… 6
Gambar 4. Pemindaian elektron mikrograf dari tepi ulkus kornea ……………… 7
Gambar 5. Ulkus Mooren perifer parsial dan total ……………………...…….. 10
Gambar 6. Ulkus Mooren perforasi dengan herniasi Iris …………...…………. 13
5. 1
PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan suatu keadaan terdapatnya lesi pada lapisan
superfisial kornea yang biasanya timbul akibat adanya inflamasi. Berdasarkan
lokasinya, ulkus kornea dapat dibagi menjadi sentral apabila berada dalam radius 6
mm dari apeks kornea dan perifer apabila berada 6 mm diluar dari radius apeks
kornea. Ulkus yang berlokasi di perifer dapat terjadi karena infeksi atau non infeksi
yang disebabkan oleh gangguan okular maupun sistemik.1-3
Ulkus Mooren merupakan suatu peradangan pada kornea mata yang terjadi
secara kronik, idiopatik dan ditandai dengan terdapatnya ulkus di sekeliling pinggir
kornea, bersifat progresif menyebar dengan cepat ke arah sentral secara
sirkumferensial. Ulkus Mooren pertama kali ditemukan oleh Bowman pada tahun
1849 dan McKenzie pada tahun 1854 yang dikenal dengan chronic serpinginous
ulcer atau ulkus roden pada kornea. Ulkus pada kornea ini dapat terjadi pada semua
usia, namun paling sering terjadi pada laki-laki berusia 40-70 tahun. Ulkus dimulai
dengan adanya infiltrate berwarna abu-abu pada limbus, biasanya didaerah fissura
inter palpebra. Dalam beberapa minggu dapat terjadi kerusakan yang luas pada
epitel dan antero stromal. Sedangkan pada bagian posterior, kerusakan bisa sampai
ke membran descement. Destruksi stromal kornea perifer yang disebabkan ulkus
mooren juga dapat mengakibatkan perforasi.1-3
Angka kejadian ulkus moren, manifestasi klinis yang di tunjukkan, dan
tingkat keparahannya sangat bervariasi tergantung pada geografis dan ras tertentu.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit ini jarang terjadi di belahan bumi
bagian utara namun sering terjadi di Afrika bagian selatan dan tengah, Cina, dan
India. Di Indonesia sendiri belum terdapat studi epidemiologi terhadap ulkus
mooren. 4
Ulkus mooren harus menjadi perhatian khusus karena kasusnya yang masih
tergolong jarang di Indonesia. Dalam penegakan diagnosis dan penatalaksana
ulkus Mooren sampai saat ini masih menjadi tantangan. Penegakan diagnosis ulkus
Mooren dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pembagian ulkus moreen yang terbaru dikelompokkan menjadi 3
klasifikasi berdasarkan manifestasi klinis, angiografi fluoresens segmen anterior,
dan respons terhadap pengobatan. Pengobatan ulkus Mooren umumnya sulit karena
6. 2
etiologinya yang tidak pasti, presentasi yang bervariasi, dan distribusi geografis
yang tidak biasa. 5
7. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kelainan mata ini dinamai oleh Mooren yang pertama kali dengan jelas
menggambarkan kelainan kornea yang sifatnya berbahaya. Ulkus Mooren
merupakan penyakit autoimun yang terjadi pada kornea. Ulkus mooren bersifat
kronik dan sangat menyakitkan. Ulkus Mooren awalnya terjadi pada bagian perifer
kemudian melebar dengan tiga fase pelebaran yaitu diawali dengan melingkar pada
kornea, kemudian menuju sentral dengan tepi mengalami deepitelialisasi dan sering
dijumpai infiltrate berupa sel plasma dan limfosit. Pada pase akhir terdapat
perlambatan pada sklera. 4, 6
Gambar 1. Tampilan Klinis Ulkus Mooren5
Epidemiologi
Insiden, karakteristik klinis, dan tingkat keparahan ulkus Mooren sangat
bervariasi tergantung geografis dan ras. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa
penyakit ini jarang terjadi di belahan bumi utara tetapi umum di Afrika bagian
selatan dan tengah, Cina, dan India. 4
Ulserasi Mooren adalah penyakit langka. Satu penelitian memperkirakan
angka kejadiannya 0,03% di Cina. Penyakit ini lebih sering terjadi di belahan bumi
selatan termasuk Afrika Selatan dan Tengah dan India, yang menunjukkan
kecenderungan genetik dan atau geografis tertentu. Secara umum disepakati bahwa
ulkus mooren lebih sering terjadi pada pria, namun pada satu populasi geografis
dengan populasi lain angkanya dapat berbeda berdasarkan kategori usia.7
8. 4
Studi dari India Selatan dan Cina menunjukkan bahwa persentase ulkus
mooren cenderung meningkat antara dekade keenam dan kedelapan, pada pria lebih
banyak daripada wanita dengan rasio antara 1,6:1 hingga 5:1. Namun, gambaran
epidemiologi ini mungkin berbeda pada populasi Afrika, sebuah penelitian di
Nigeria di mana penyakit ini kebanyakan menyerang pria berusia 20-30 tahunan.
Studi lain dari Afrika Barat mendukung temuan epidemiologi ini, sehingga
berdasarkan epidemiologi ada dua populasi yang berbeda dari pasien dengan ulkus
Mooren. Populasi pertama lebih tua, lebih sering terjadi unilateral, dan merespon
pengobatan dengan baik sedangkan populasi kedua dengan usia lebih muda, lebih
sering terjadi bilateral, sering mengalami perforasi dan tidak merespon pengobatan
dengan baik. Hipotesis ini dudukung oleh penelitian yang dilakukan di Republik
Zaire, Togo, dan Sierra Leone. 7
Klasifikasi
Berdasarkan wood dan Kaufmann Ulkus Mooren dibagi menjadi 2 yaitu: 6
- Tipe Jinak yaitu terjadi pada satu mata, biasa terjadi pada usia muda dan
memberi respon positif terhadap terapi yang diberikan.
- Tipe Progresif yaitu 25% kasus terjadi pada kedua mata, biasa terjadi pada
orang tua dan tidak memberikan respon positif pada terapi yang diberikan.
Pembagian klasifikasi ini sudah di perbarui, Klasifikasi yang baru
mengelompokkan ulkus Mooren menjadi tiga jenis berdasarkan presentasi
klinisnya: 5
1. Unilateral Mooren’s ulceration (UM) Ini adalah ulkus kornea yang nyeri,
progresif, dengan tidak adanya perfusi pleksus vaskular superfisial, dan
mengenai individu lanjut usia.
2. Bilateral aggressive Mooren’s ulceration (BAM). Ulserasi Mooren agresif
bilateral ini terjadi pada pasien muda. Ulkus berkembang secara melingkar
kemudian terpusat di kornea. dengan kebocoran vaskular dan pembentukan
pembuluh darah baru di dasar ulkus.
9. 5
3. Bilateral indolent Mooren’s ulceration (BIM) Ulserasi jenis ini biasanya
terjadi pada pasien paruh baya dengan respon inflamasi minimal. Timbul
dengan ulserasi kornea perifer progresif di kedua mata.
Faktor Resiko
Penyebab dari ulkus mooren sendiri masih belum diketahui, akan tetapi
terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya ulkus
mooren genetik serta lingkungan yang dapat menyebabkan kelainan mata. Faktor
lingkungan yang mungkin termasuk seperti riwayat trauma atau pembedahan dan
paparan infeksi virus dan parasit. Human leukocyte antigens (HLAs) dapat
menimbulkan kerentanan terhadap beberapa gangguan autoimun pada pasien Asia
dan Afrika berkulit hitam dengan HLADR17 atau DQ2 (antigen
histokompatibilitas). Walaupun penyebab terjadinya ulkus mooren masih belum
diketahui, namun hipotesis utama dari adanya trauma atau infeksi sebelumya dapat
menyebabkan terjadinya proses autoimun dengan komponen humoral dan seluler
sehingga terjadi reaksi terhadap jaringan kornea yang terlibat. Pada pemeriksaaan
patologi konjungtiva disekitarnya ditemukan sel plasma, netrofil, mast cell, dan
eosinofil. Pada area yang terkena, enzim proteolitik dengan kadar yang tinggi dan
sejumlah netrofil aktif yang merupakan sumber protease dan kolagenase yang dapat
menghancurkan stromal kornea. 3,8
Patofisiologi
Keadaan histopatologi pasien ulkus mooren berhubungan dengan proses
imun. Keterlibatan limbus kornea yang di bagi menjadi tiga zona. Terjadi
vaskularisasi dan infiltrasi dari plasma sel dan limfosit pada stroma superficial.
Pada regio ini terjadi kerusakan matriks kolagen. Epitelium dan dan membran
bowman menghilang. Pada mid stroma didapatkan hiperaktifitas dari fibroblast
dengan adanya kerusakan dari kolagen lamella. Bagian dalam stroma menjadi intak,
tetapi mengandung banyak makrofag. Membrana desment biasanya masih bertahan.
Sampel spesimen konjungtiva dan kornea menunjukkan adanya infiltrasi
limfositik bersama dengan neutrofil, eosinofil, sel plasma, dan sel mast.
10. 6
Konjungtiva yang terkena menunjukkan tingkat enzim proteolitik yang tinggi.
Ketika kornea limbal diperiksa, terdapat kerusakan matriks kolagen dan
menunjukkan vaskularisasi serta infiltrasi sel plasma dan limfosit ke stroma
superfisial. Midstroma mungkin menunjukkan lamellae kolagen yang tidak teratur
dan fibroblas hiperaktif sedangkan stroma dalam berisi infiltrat makrofag. Tepi
terdepan dari ulkus menunjukkan infiltrasi neutrofilik dengan bukti degranulasi.
Konjungtiva yang berdekatan dapat menunjukkan epitel hiperplastik dan limfositik
subkonjungtiva dan infiltrasi sel plasma. 7
Gambar 2. Infiltrasi limfositik dan neovaskularisasi kornea di dekat area ulkus Mooren 7
Gambar 3. Tidak adanya inti dan penebalan epitel perifer 5
Terjadinya gangguan immunologi ditandai dengan dihasilkannya antibodi
sebagai reaksi terhadap jaringan konjungtiva dan kornea yang terlibat. Autoimun
selular dan humoral keduanya terbukti memegang peranan penting dalam
patofisiologi penyakit ini dengan ditemukannya pada pemeriksaan histologis
11. 7
adanya plasma sel, Polymorphonuclear leukosit (PMNs), eosinofil, mast sel,
immunoglobulin dan komplemen. Pada beberapa orang pasien level T-sel
suppressor menurun. Ig A meningkat, peningkatan konsentrasi plasma sel dan
lymphosit pada konjunctiva yang berbatasan dengan lokasi ulkus, dan terjadinya
ikatan immunoglobulin dengan komplemen pada epitel konjunctiva dan daerah tepi
kornea. 7
Martin dkk menerangkan mekanisme terjadinya proses ulserasi,adanya
penyakit sistemik, infeksi atau trauma dapat mengubah antigen pada kornea yang
menyebabkan terjadinya respon selular dan humoral. Plasma cell, neutrofil, mast
sel dan eosinophil banyak ditemukan di area-area yang terkena ulkus.
Ditemukannya neurofil yang aktif di sekitar ulkus, berfungsi sebagai sumber
protease dan kolagenase. Pada prosesnya aktivasi komplemen membawa neutrofil
kemotaksis dan terjadi degranulisasi dengan melepaskan matriks metaloproteinase
yang mengurangi kolagen dan proteglikan, siklus ini terus berlanjut sehingga terjadi
kerusakan pada kornea. 7
Gambar 4. Pemindaian elektron mikrograf dari tepi ulkus kornea 5
Manifestasi Klinis
Gejala klinis ulkus mooren biasanya dapat berupa mata merah, berair, dan
fotofobia, namun klinis yang menonjol biasanya nyeri. Penurunan tajam
penglihatan biasanya dapat dikeluhkan karena adanya keterlibatan kornea sentral,
terjadinya astigmatisma irregular akibat adanya penipisan pada daerah perifer
kornea atau iritis yang menyertai. Ulserasi biasanya ditandai dengan adanya ulkus
perifer stromal progresif sirkumferensial yang terus menyebar sehingga akhirnya
12. 8
akan mengenai bagian sentral sepertiga sampai setengah ketebalan stroma dengan
bentuk ulkus yang khas yaitu lebih curam dan terdapat overhanging edge. Pada
kebanyakan pasien prosesnya terjadi didaerah fisura inter palpebra, yaitu berupa
infiltrat keabu-abuan di sekitar limbus. Daerah medial dan lateral lebih sering
terlibat jika dibanding daerah superior dan inferior. Pada ulkus mooren dapat terjadi
perforasi pada kondisi trauma minor mata atau adanya infeksi sekunder.
Vaskularisasi yang luas dan fibrosis kornea dapat terjadi. 5,6,7,8, 9
Diagnosis Banding
Untuk menyingkirkan penyebab lain dari keratitis ulseratif perifer dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium termasuk CBC dengan diferensial, jumlah
trombosit, ESR, faktor rheumatoid, fiksasi komplemen, ANA, ANCA, kompleks
imun yang bersirkulasi, LFT, VDRL / FTA-ABS, BUN dan kreatinin, elektroforesis
protein serum, dan urinalisis. Selain itu, kultur harus dilakukan untuk
menyingkirkan keratitis mikroba. Diagnosis banding yang dapat di pilih yaitu: 7
- Degenerasi marginal Terrien berbeda dengan ulserasi Mooren karena
merupakan penyakit non-inflamasi yang tidak menimbulkan rasa sakit, yang
menyebabkan penipisan kornea perifer tanpa ulserasi. Degenerasi marginal
Terrien juga biasanya dimulai di kornea superior (bukan di daerah
interpalpebral) dan berlanjut secara melingkar tetapi tidak terpusat. Zona
bening dengan vaskularisasi superfisial tetap berada di antara limbus dan
infiltrat
- Degenerasi marginal pellucid menyebabkan penipisan kornea inferior dan
menyebabkan astigmatisme tetapi tidak memiliki peradangan dan nyeri yang
terlihat pada ulkus Mooren. Degenerasi menyebabkan penipisan antara limbus
dan arcus pada pasien usia lanjut Namun, tidak ada peradangan atau
vaskularisasi yang terjadi
- Artritis reumatoid dapat menyebabkan ulkus kornea perifer yang dimulai
sebagai area berwarna abu-abu dan bengkak dalam jarak 2 mm dari limbus.
Ketebalan kornea berkurang dengan cepat dan mungkin meninggalkan
descemetocele yang rapuh. Angiografi dapat menunjukkan non-perfusi vena
13. 9
dan gangguan arkade limbal dengan neovaskularisasi mencapai dasar talang.
Skleritis, sedangkan ulkus Mooren tidak terdapat sklera. Temuan lain pada
rheumatoid arthritis termasuk keratoconjunctivitis sicca, episcleritis, dan
sclerosing keratitis. Keratolisis adalah penyakit disintegrasi stroma kornea
sentral yang sering terlihat pada pasien dengan artritis reumatoid jangka
panjang. Pertama, kornea pusat membengkak dan epitel mulai terlepas. Proses
penyakit menyebar sampai stroma kornea benar-benar terserap kembali dan
membran Descemet yang rapuh tertinggal. Penyakit ini umumnya tidak
menimbulkan rasa sakit.
- Penyakit pembuluh darah kolagen lain di mana keratitis ulseratif perifer dapat
terjadi termasuk lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik, dan
polikondritis relaps. Keratitis ulseratif perifer juga telah dilaporkan terjadi
sehubungan dengan penyakit radang usus, arteritis sel raksasa, keratitis
marginal stafilokokus, HSV, dan keratitis acanthamoeba.
Diagnosis
Dalam mendiagnosis ulkus Mooren harus dipastikan tidak adanya infeksi
mata atau penyakit reumatologi sistemik yang diketahui menyebabkan ulserasi
kornea perifer. Srinivasan dan kawan-kawan menjelaskan tiga pola ulserasi yaitu
ulserasi parsial perifer, perifer lengkap, dan kornea total. Pada ulserasi perifer
komplit, proses penyakit telah sepenuhnya mengenai perifer kornea, meninggalkan
“sentral kornea” yang sering mengalami kekeruhan. Pada ulserasi kornea total,
stroma kornea telah sepenuhnya diganti dengan membran fibrovaskular. Ulserasi
parsial perifer dapat dibagi lagi menjadi ulserasi nasal, temporal, superior, dan
inferior, di mana keterlibatan temporal dan nasal (yang disebut kornea
intrapalpebral) lebih sering terjadi.
14. 10
Gambar 5. (A) Ulkus Mooren perifer parsial dengan descemetocele di dalamnya. Injeksi
konjungtiva dan episkleral. Karakteristik ulkus sentral yang menjorok juga terlihat.
(B) Total ulkus Mooren perifer dengan kornea sentral yang membengkak dan membesar.
(C) Ulkus Mooren komplit dimana membran fibrovaskular telah menggantikan stroma
kornea. 7
Watson mendiagnosis berdasarkan klasifikasi penyakit menjadi tiga jenis
berdasarkan temuan klinis, temuan angiografi fluoresens segmen anterior, dan
respons pengobatan. Jenis pertama, ulserasi Mooren unilateral, didapatkan gejala
sangat nyeri dan terjadi pada pasien berusia > 60 tahun. Mata terlihat merah dan
edem tetapi peradangan tidak melebihi 3 mm dari limbus. Vaskularisasi pada ulkus
terlihat dengan kebocoran di ujung pembuluh. Ulserasi meluas ke seluruh kornea
dan kornea sentral terlihat tebal dan buram. Anterior segment fluorescein
angiography menunjukkan oklusi venular dari pembuluh darah episkleral dan
konjungtiva lokal bersama dengan gangguan arkade limbal dan kebocoran vaskular
dari pembuluh dalam di limbus dan dasar ulkus. Selain itu, karakteristik ulserasi
Mooren unilateral terdapatnya vaso-obliterasi jaringan vaskular superfisial. 7
Jenis kedua, ulkus Mooren agresif bilateral, terjadi lebih banyak pada
pasien yang lebih muda (antara usia 14 dan 40) dan muncul dengan nyeri yang tidak
separah pada ulkus Mooren unilateral. Pada jenis kedua ini pasien ini mungkin
datang dengan ulkus di satu mata dan kongesti konjungtiva di mata sebelahnya,
yang akhirnya berkembang menjadi bercak abu-abu di dalam stroma kornea sekitar
2 mm dari tepi limbus. Bercak abu-abu ini kemudian berkumpul dan menyebabkan
ulkus Mooren khas yang berkembang pertama kali secara melingkar dan kemudian
secara terpusat. Angiografi fluoresens menunjukkan kebocoran vaskular dan
pembentukan pembuluh darah baru yang mencapai dasar ulkus. Angiografi juga
dapat menunjukkan perubahan pada arsitektur pembuluh episkleral dan
penyumbatan selain pecahnya arkade limbal. Pleksus vaskuler superfisial tetap
perfusi meskipun mungkin berdilatasi. 7
Jenis ketiga, ulkus Mooren lamban bilateral, terjadi pada pasien paruh
baya (pertengahan 50-an) yang menunjukkan talang kornea di kedua mata dengan
sedikit peradangan. Meskipun kedua mata terkena, penyakit ini seringkali lebih
parah pada satu mata dan pasien mengeluhkan ketidaknyamanan daripada nyeri.
Kebanyakan kasus progresif secara bertahap tetapi beberapa sembuh secara
15. 11
spontan.Arsitektur vaskular pada tipe ini normal dengan pengecualian bahwa
pembuluh darah baru dapat meluas ke dasar ulkus. 7,8
Agar lebih mudah dalam mendiagnosa ulkus mooren maka dapat dilihat
gejala seperti Gejala nyeri yang sangat dikeluhkan pasien, terdapat fotofobia dan
penglihatan kabur. Sedangkan tanda yang dapat terjadi: 10
- Ulserasi perifer yang melibatkan sepertiga superfisial dari stroma, dengan
epitel variabel hilang.
- Ciri khas tepi depan yang rusak dan berlubang
- Limbitis mungkin ada, tetapi tidak skleritis, yang membantu membedakan dari
PUK terkait penyakit sistemik.
- Penipisan stroma pusat dan melingkar yang progresif
- Vaskularisasi pada dasar ulkus
- Tahap penyembuhan ditandai dengan penipisan, vaskularisasi dan jaringan
parut.
- Iritis tidak jarang terjadi.
Tatalaksana
Penanganan dari ulkus mooren ini dapat dilakukan pada pemberian obat
topikal hingga ke tahap surgical seperti berikut ini: 10
Steroid topikal setiap jam dikombinasikan dengan antibiotik topikal
frekuensi rendah sebagai profilaksis. Jika efektif respons terlihat,
pengobatan dikurangi selama beberapa bulan.
Ciclosporin topikal (hingga 2%) mungkin efektif, tetapi bisa dipakai
berminggu-minggu untuk memberikan efek yang signifikan.
Salep Tacrolimus 0,1% efektif dalam mengendalikan kasus refrakter.
Terapi topikal tambahan termasuk robekan artifisial dan inhibitor
kolagenase seperti asetilsistein 10-20%.
Reseksi konjungtiva, yang dapat dikombinasikan dengan eksisi jaringan
nekrotik, dilakukan jika tidak ada respon untuk steroid topikal. Area yang
dipotong harus memiliki panjang 4 mm dari limbus dan 2 mm di luar lingkar
margin. Keratoepithelioplasty (menjahit kornea donor lenticule ke tempat
16. 12
scleral) dapat digabungkan untuk menghasilkan penghalang fisik melawan
pertumbuhan kembali konjungtiva dan selanjutnya pencairan. Steroid
dilanjutkan pasca operasi.
Imunosupresi sistemik mungkin diperlukan, termasuk steroid untuk efek
cepat dan harus diberikan lebih awal pada keadaan bilateral, atau jika
keterlibatannya meningkat pada pemeriksaan pertama.
Penghambat kolagenase sistemik seperti doksisiklin
Keratektomi lamelar yang melibatkan diseksi residu pada penyakit lanjut
dapat menghilangkan rangsangan untuk peradangan lebih lanjut.
Rehabilitasi visual. Keratoplasti (dengan imunosupresif penutup) dapat
dipertimbangkan setelah peradangan mereda.
Komplikasi
Komplikasi dari ulkus mooren dapat terjadi glaukoma, katarak, dan
perforasi. Uveitis anterior terjadi 6,8% dan dapat menyebabkan endapan keratik
halus yang berdebu dan sinekia posterior secara lokal. Katarak dapat terjadi pada
2,3%. Tingkat perforasi bervariasi dalam berbagai penelitian di berbagai lokasi
geografis. Perforasi paling sering terjadi di kornea limbal, diikuti oleh kornea
perifer dan kemudian sentral. 7
Gambar 6. Ulkus Mooren perforasi dengan herniasi Iris 7
Komplikasi lain yang sering terjadi adalah kekambuhan pasca operasi. Chen
dan rekan menjelaskan tingkat kekambuhan 25,6%, yang dapat terjadi antara 2
17. 13
minggu dan 15 tahun pasca operasi dengan 70,2% kekambuhan terjadi dalam 2-6
bulan. Dalam kasus yang berulang, kekambuhan pertama sering terjadi di lokasi
yang sama dengan ulkus awal dan antarmuka cangkok donor dan dasar lamelar. Di
sisi lain, beberapa kekambuhan, di sisi lain, dapat terjadi di area kornea yang
awalnya tidak terpengaruh, menunjukkan perbedaan antara mekanisme imunologis
dari kekambuhan awal dan multipel. 7
18. 14
DAFTAR PUSTAKA
1. Nguyen, Quan Dong M. D. (Dec 1997). "Mooren’s Ulcer: Diagnosis and
Management." Vol. II No. 12. diambil pada 6 September 2020, Dari
https://uveitis.org/wp-
content/uploads/2017/05/moorens_ulcer_diagnosis_management.pdf
2. Rush SW, Rush RB. 2016. Outcomes of Infectious versus Sterile Perforated
Corneal Ulcers after Therapeutic Penetrating Keratoplasty in the United
States.
3. American Academy of Ophthalmology. 2017-2019. Immune-Mediated
Disorders. Dalam: Practicing Ophthalmologists Curriculum
Cornea/External Disease. Bagian ke-8: Cornea/External Disease, Academy
MOC Essentials.
4. Yang, L., Xiao, J., Wang, J., & Zhang, H. 2017. Clinical Characteristics and
Risk Factors of Recurrent Mooren’s Ulcer. Journal of Ophthalmology,
2017, 1–7. doi:10.1155/2017/8978527
5. Fasina, O., Ogundipe, A., & Ezichi, E. 2013. Mooren'S ulcer in ibadan,
southwest Nigeria. Journal of the West African College of Surgeons, 3(3),
102–119.
6. Yanoff M, Sassani J.W. 2015. Ocular Pathology 7th Edition. London:
Saunders Elsevier
7. Frank S. Hwang, MD, Sirajeldin A. 2020. Mooren's Ulcer. EyeWiki
American Academi Of Ophtalmology.
8. Alhassan MB, Rabiu M, Agbabiaka IO. Interventions for Mooren's ulcer.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2014, Issue 1. Art. No.
CD006131. DOI: 10.1002/14651858.CD006131.pub3.
9. Bowling B. 2016. Cornea. Dalam: Kanski’s Clinical Opthalmology. Edisi
ke-8. Australia: Elsevier Inc; Hal 203-205
10. Salmon JF. Cornea. Dalam: Kanski’s Clinical Opthalmology 9th Edition.
2020. Australia: Elsevier Inc. Hal 238-239