SlideShare a Scribd company logo
1 of 102
Download to read offline
Cover dalam
LONGSOR
Bahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs
Penulis: Drs. Zulfikri, M.ED 
Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D. 
PUSAT KURIKULUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
JAKARTA, 2009
Modul Ajar
Pengintegrasian Pengurangan Risiko
Modul Ajar Pengintegrasian
Pengurangan Risiko LONGSOR
Bahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs
Penulis: Drs. Zulfikri, M.ED 
Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.   
Editor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian Afriyanie
Ilustrator Sampul : Sandhi Ari W (SDN 3 Bantul)
Ilustrator Isi:
Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.
Lay Out Isi:
Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.
ISBN : 978-979-725-232-8
Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA
Telp		: +62 21 390 5484 (hunting)
Fax		: +62 21 391 8604
E-mail		: secretariat@sc-drr.org
Website		: www.sc-drr.org
Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through
Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development
Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP,
DepartementforInternationalDevelopment(DFID)PemerintahInggrisdanAustralianAgencyForInternational
Development (AusAID)
SAMBUTAN
I
ndonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia
berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi
bencanaalamsepertitsunami,gempabumi,letusangunungapi,banjirdan
longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban
jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang
membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.
Kesiapsiagaanmerupakanhalyangpentingdanharusdibangunpadasetiaptingkat
kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat
bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi
bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita
ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan
terhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsungan
hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat
belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling
cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga
dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan
di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu
fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami
tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk
mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang
penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi
kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia
pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam
pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan
dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun
serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian
pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara
keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.
KEPALA
PUSAT KURIKULUM
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.
	Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,
SMP dan SMA.
Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat
Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS
dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP)
yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui
berbagai upaya pengurangan risiko bencana.
Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari
panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan
penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana,
pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum
satuan pendidikan.
Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan
bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.
Jakarta, Desember 2009
Kepala Pusat Kurikulum
Dra. Diah Harianti, M.Psi
SAMBUTAN
I
ndonesiasebagainegarakepulauandenganletakgeografisnyapadaposisi
pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana.
Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di
Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat
terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam
menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi
tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah
negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World
Disaster Reduction Campaign, UNESCO).
Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan
risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon
II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan
Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through
Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan
ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai
upaya pengurangan risiko bencana.
Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya
dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko
Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan
Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai
SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB
dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan
beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata
pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra
kurikuler.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka
untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana
danmensosialisasikanlangkah-langkahpreventifuntukmengurangirisikobencana
yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus
untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang
dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi
kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi
bencana.
Modulinidapatmenjadisalahsatusolusi yangmemungkinkanbagiparaguruuntuk
mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan,
sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami
KEPALA BADAN PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat
penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.
Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:
	Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan
pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di
sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari
bencana di sekolah.
	Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan
pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan
dengan konteks sekolah yang dibinanya
	Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara
pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana
ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di
Sekolah.
	Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan
pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di
sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.
Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi
bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan,
meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih
tanggap terhadap ancaman bencana.
Jakarta, Desember 2009
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional
Prof. Dr. H. Mansyur Ramly
SAMBUTAN
M
enyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah
tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia
telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah
air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam
mengarusutamakanpenguranganrisikobencanadalampembangunannasional,yang
merupakanpelengkapdariRencanaPembangunanJangkaMenengahNasional(RPJMN)
2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah
telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko
bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun
2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah
dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan
turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP)
melalui Peraturan Presiden Nomor 8Tahun 2008.
Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia
tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri
telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat
yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau
yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in
Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5
tahun(2007–2012)dandirancanguntuk mendorongagarpenguranganrisikobencana
menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk
mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan
melalui4pilarsasaranprogramSCDRR,yaitu:(1)Diberlakukannyakebijakan,peraturan
dankerangkakerjaregulasipenguranganrisikobencana;(2)Diperkuatnyakelembagaan
pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko
bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh
masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik;
(4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program
pembangunan.
Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran
publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah
bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di
tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan
kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal,
pelatihanuntukguru,kampanyedanadvokasi,hinggaschoolroadshowuntukkegiatan
simulationdrilldi sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum
terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat
DIREKTUR KAWASAN KHUSUS
DAN DAERAHTERTINGGAL, BAPPENAS
SELAKU NATIONAL PROJECT
DIRECTOR SCDRR
disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan
bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan
masihsangatminimdanterpusat,khususnyadiwilayahJawadanSumatera.Kajiankesiapsiagaan
masyarakatterhadapbencanayangtelahdilakukandiberbagaiwilayahmenunjukkanrendahnya
tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007).
Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan
kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan
dan keterampilannya.
Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana
kedalamsistempendidikanjugatelahbanyakdikaji,seperti:(1)Beratnyabebankurikulumsiswa;
(2)Kurangnyapemahamangurumengenaibencana;(3)Kurangnyakapasitasdankeahlianguru
dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang
terdistribusidandapatdiaksesolehguru;(5)Terbatasnyasumberdaya(tenaga,biayadansarana);
dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan,
tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.
Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko
bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga
bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun
Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional.
Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan
dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra
maupun ekstrakurikuler secara nasional.
Untukmendukungimplementasikebijakantesebut,makaSCDRRmendukungPusatKurikulum,
Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan
pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul
ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal
integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.
Diharapkanmodul-modulyangdisusunolehPusatKurikulumKementerianPendidikanNasional
inidapatmenjadiacuanstandardan/ataumemperkayabahan-bahanyangsudahadadansudah
disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi
pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan
sekolah terutama didaerah rawan bencana.Terima Kasih.
Jakarta, Desember 2009
Direktur Kawasan Khusus dan DaerahTertinggal, Bappenas
Selaku National Project Director SCDRR
Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP
DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM	 iii
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN,
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL	 v
SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL,
BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR	 vii
DAFTAR ISI	 ix
DAFTAR TABEL	 xi
DAFTAR GAMBAR	 xiii
DAFTAR KOTAK	 xv
BAB I PENDAHULUAN	 1
1.1	 Landasan dan Pedoman	 1
	1.1.1 	Landasan Filosofis	 3
	1.1.2 	Landasan Sosiologis	 4
	1.1.3 	Landasan Yuridis	 4
	1.1.4 	Pedoman Pengembangan Produk	 4
	1.1.5	 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam
		 Sistem Pendidikan Nasional	 5
	1.2 	 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana	 7
	1.2.1	 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana
		 dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan	 7
	1.2.2 	Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana	 8
BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR	 9
	2.1 	 Fenomena Longsor di Indonesia	 9
2.1.1.	Apa itu Longsor dan apa perbedaanya
		 dengan istilah Gerakan Tanah 	 10
2.1.2.	Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi 	 11
2.1.3.	Apa yang mengontrol kestabilan lereng	 12
2.1.4.	Bagaimana ciri lereng rentan bergerak 	 13
2.1.5.	Apa ciri zona rawan terkena gerakan tanah	 14
2.1.6.	Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor	 14
Daftar Isi
x
	2.1.7.	Bagaimanakah gejala awal/tanda-tanda
		 gerakan tanah atau longsor 	 15
2.1.8.	Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor 	 18
2.1.9.	Klasifikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor	 19
2.2 	 Peristiwa Longsor di Indonesia	 22
BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR	 24
3.1 	 Pengurangan Risiko Bencana	 24
	3.1.1	 Bencana	 25
	3.1.2	 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan 	
		 dan Kapasitas	 27
	3.1.3	 Pengurangan Risiko Bencana	 29
	3.1.4	 Upaya Pengurangan Risiko Bencana	 29
3.2	 Kesiapsiagaan Longsor	 33
	3.2.1 	Tindakan Sebelum Terjadi Longsor	 34
	3.2.2 	Tindakan Saat Terjadi Longsor	 34
	3.2.3 	Tindakan Sesudah Terjadi Longsor	 35
3.2.4 	Adaptasi Setelah Terjadi Longsor	 36
3.2.5 	Persiapan Penanganan Bencana Oleh Masyarakat	 37
BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO LONGSOR	 40
	4.1 	 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor	 40
	4.2 	 Pemetaan Indikator Siswa	 42
	4.3 	 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar	 43
4.3.1 Tahap Persiapan	 43
4.3.2 Tahap Pelaksanaan	 43
BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN
	 RISIKO LONGSOR KE DALAM KURIKULUM
	 TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH (SMP/MTs)	 45
5.1 	 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor
		 ke dalam Mata Pelajaran	 48
5.1.1 	Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan
		 Risiko Longsor	 49
5.1.2 	Analisis Kompetensi Dasar yang Memungkinkan Integrasi 		
	 Penanggulangan Risiko Bencana Longsor	 50
5.1.3 	Penyusunan Silabus Integrasi Pengurangan
		 Risiko Longsor	 55
5.1.4 	Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
		 Mata Pelajaran Terintegrasi	 58
5.1.5 	Model Bahan Ajar	 59
5.2 	Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor	 64
5.2.1 	Analisis Konteks Mata Pelajaran Mulok	 67
5.2.2 	Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
		 Muatan Lokal Pengurangan Risko Longsor	 69
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
xi
5.2.3 	Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan
		 Pembelajaran (RPP)	 70
5.3 	Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor Pada Pada Kegiatan 		
	 Pengembangan Diri dan Ekstrakurikuler	 77	
DAFTAR ISTILAH	 78
DAFTAR PUSTAKA	 82
Daftar Isi
xii
Tabel 4.1 	 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor	 41
Tabel 4.2 	 Indikator Prilaku Siswa untuk pembelajaran pengurangan
		 risiko longsor	 42
Tabel 5.1 	 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor	 49
Tabel 5.2 	 Analisis Standar kompetensi dan Kompetensi dasar
		 untuk mata pelajaran terintegrasi pengurangan
		 risiko longsor	 51
Tabel 5.3 	 Contoh Pengembangan Silabus Model Integrasi
		 Pengurangan Risiko Longsor	 56
Tabel 5.4 	 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal 		
	 Pengurangan Risiko Longsor untuk Jenjang
		 Sekolah Menengah Pertama	 70
Tabel 5.5 	 Contoh Pengembangan Silabus dan RPP	 72
DAFTAR TABEL
DaftarTabel
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 	 Gerakan Tanah Longsor	 10
Gambar 2.2 	 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng;
		 H = tinggi lereng	 11
Gambar 2.3 	 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng;
		 H = tinggi lereng 	 11
Gambar 2.4 	 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng	 12
Gambar 2.5 	 Batu yang berjatuhan akibat longsor yang terjadi	 23
Gambar 2.6 	 Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan
		 banjir di Bahorok Sumatera Utara yang memakan korban
		 sekitar 200 orang	 23
Gambar 2.7 	 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar dari
		 jalan raya akibat terjangan longsoran tanah	 23
Gambar 2.8 	 Tim evakuasi bencana longsor 	 23
Gambar 3.1 	 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan
		 bahaya	 25
Gambar 3.2 	 Gempa bumi	 26
Gambar 3.3 	 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan
		 Jenis Bencana	 27
Gambar 3.4 	 Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian
		 atas di dekat pemukiman mengakibatkan bahaya longsor	 36
Gambar 3.5 	 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila
		 membangun permukiman	 36
Gambar 3. 6 	 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal	 37
Gambar 3. 7 	 Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit	 37
Gambar 3. 8 	 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal 	 37
Gambar 3. 9 	 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit	 37
Gambar 3.10 	 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak	 37
Gambar 3.11	 Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi	 37
Gambar 5. 1 	 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor	 47
Daftar Gambar
xvi
DAFTAR KOTAK
Kotak 5.1.1 	 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi
		 Pengurangan Risiko Longsor pada Mata Pelajaran	 59
Kotak 5.2.1 	 Contoh Pengembangan Silabus dan RPP Pengurangan
		 Risiko Longsor pada Mata Pelajaran	 73
Daftar Kotak
xviii
1.1 Landasan dan Pedoman
Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (World
ConferenceonDisasterReduction) yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari
2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi
2005-2015 dengan tema‘Membangun Ketahanan Bangsa dan KomunitasTerhadap
Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan
yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap
bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara
untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.
Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-
pemerintah(NGO),institusiakademik,dansektorswastaberkumpuldiKobe,Jepang,
pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut
mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-
2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA).
Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas –
secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun
kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan
negara – dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya
pada tahun 2015.
HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan
pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan,
dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan
rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat
bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian
Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk membantu
pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima Prioritas Aksi yang
spesifik:(1)Membuatpenguranganrisikobencanasebagaiprioritas;(2)Memperbaiki
informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan
ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat
kesiapan untuk bereaksi.
BAB IPENDAHULUAN
Pendahuluan
2
HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang
strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya.
Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk
membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana
dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan
didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada
akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan
dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.
Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_
kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian
yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan
jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-
anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana
sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi
Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable
Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal
dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-
lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan
aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir
efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang
pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para
perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah
tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis
masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana
mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan
menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh
pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7)
menggalakkanpelatihantentangsensitivitasgenderdanbudayasebagaibagiantak
terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.
‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang
dikoordinirolehUN/ISDR(UnitedNations/InternationalStrategyforDisasterReduction)
hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-
anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama
yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana,
gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang
sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak
bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak
sebentar dan pastilah sangat mahal.
Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru,
pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain
itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas
isu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional,
pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan
antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan
membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
3
masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan
melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian
bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan
di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium.
Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda,
yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan
tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-
anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak
bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan
keselamatan dan keamanan sekolah.
Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana
alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu
bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi
generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-
mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah
membantuanak-anakmemainkanperananpentingdalampenyelamatanhidupdan
perlindunganaset/milikmasyarakatpadasaatkejadianbencana.Menyelenggarakan
pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu
dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.
Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal
ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun
individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan
disekolah,lembagaswadayamasyarakat,organisasikemasyarakatan,institusilokal/
regional/nasional/internasional,sektorswastadanpublikuntukdapatberpartisipasi
secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya
ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka
kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di
segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.
Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak
melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan.
Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa
dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan
risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3)
ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus mengembangkan dan
menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan
diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.
1.1.1 Landasan Filosofis
Bencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan
penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko
bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik
Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
Pendahuluan
4
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak
setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkanlingkunganhidupyangbaikdansehatsertaberhakmemperoleh
pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
1.1.2 Landasan Sosiologis
Ada tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama
secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara
rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti
kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada
terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana
itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan
dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan
bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan
yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan
tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu,
pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat
pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang
aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya
partisipasi publik dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana.
1.1.3 Landasan Yuridis
Pertimbanganyuridisadalahmenyangkutmasalah-masalahhukumsertaperan
hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum
dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen
untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau
peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan
keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban
atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan
bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-
usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.
1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk
Program pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untuk
meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam
melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan
peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara
mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam
kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan
pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
5
Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial
modul dan modul pelatihan adalah:
1.	 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.	 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3.	 Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
4.	 Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.
5.	 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009.
6.	 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
7.	 Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
8.	 Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN
(PersetujuanASEANmengenaiPenanggulanganBencanadanPenanganan
Darurat).
9.	 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
10.	Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
11.	Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan.
12.	Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan
Mendiknas No. 6 Tahun 2007.
13.	Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balitbang Depdiknas.
14.	Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi.
15.	Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK.
16.	Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.
1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana Ke Dalam Sistem
Pendidikan Nasional
UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan
provinsi untuk pendidikan menengah
Pendahuluan
6
Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan
kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah
dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan
kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat.
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17
menyebutkan:
1.	 Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/
MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah,
sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik
2.	 Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,
dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang
mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan
MAK
Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar
sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan,
potensidankarkateristiksatuanpendidikandanpesertadidik,yangselanjutnya
diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No.
24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan Pasal 1:
1.	 Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan
menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
2.	 Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan
kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar
kompetensi lulusan.
3.	 Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh
kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan
pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan
bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan
bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat
yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi”.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
7
1.2 Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko
Bencana
1.2.1 Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk
Pembangunan Berkelanjutan
Pada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254
untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan
(Decade of Education for Sustainable Development - DESD), mulai 2005-2014,
dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana
(alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah
DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana
didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, “Pendidikan sangat penting
untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai
dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan
berkelanjutan.Baikformaldanpendidikannon-formalsangatdiperlukanuntuk
pembangunan berkelanjutan “. Pendidikan dan pengetahuan berkontribusi
untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan
dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan
kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.
Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang
menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari
prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.
Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-
lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam
programpendidikan.Pendidikanpenguranganrisikobencanayangmencakup
semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang
bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan
melalui identifikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-
langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.
OlehkarenaituPendidikanuntukPenguranganRisikoBencana -sebagaibagian
dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan
untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development -
ESD), dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu:
1.	 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.
Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan
hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.
2. 	 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan
pemikirankritisdanpemecahanmasalah,danketrampilanhidupsosialdan
emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.
3 	 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan
Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko
Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan
termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik.
Pendahuluan
8
KerangkakerjaPendidikanuntukpenguranganrisikobencanaataupendidikan
pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR
sebagai berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah
proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat
dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko
bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas.
Termasukdidalamnyaadalahpengakuandanpenggunaankearifantradisional
dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.”
HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaksud rekomendasi
bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan
informal.
“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana
dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan
menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda
dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai
suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
(2005-2015) dari PBB“.
1.2.2 Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana
dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya
untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta
tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan
bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana.
Tetapi mengembangkan motivasi, ketrampilan, dan pengetahuan agar
dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko
bencana.
Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah:
1.	 Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan
2.	 Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana
3.	 Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang
kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan
prilaku dan motivasi,
4.	 Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan
pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana
5.	 Mengembangkanupayauntukpenguranganrisikobencanadiatas,baiksecara
individu maupun kolektif
6.	 Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana
7.	 Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana
8.	 Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali
komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan
karena terjadinya bencana
9.	 Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan
mendadak
2.1. Fenomena Longsor di Indonesia
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen
pemicu, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga
menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Bencana secara sederhana
didefinisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu
masyarakatsehinggamenyebabkankerugianyangmeluaspadakehidupanmanusia
dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan
masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya-
sumberdaya mereka sendiri Pemicu merupakan faktor-faktor luar yang menjadikan
potensi ancaman yang tersembunyi muncul ke bermukaan sebagai ancaman
nyata. Ancaman adalah kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia
yang berpotensi untuk menimbulkan kamatian, luka-luka, kerusakan harta benda,
gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan.
Para ahli tentang bumi menyimpulkan bahwa bentuk muka bumi selalu dalam
kondisi sementara. Artinya, alam senantiasa berproses dan proses tersebut
memunculkan berbagai peristiwa alam yang memicu terjadinya longsor. Peristiwa
alam sebagaimana halnya juga peristiwa yang menyebabkan longsor bukanlah
“pembunuh” yang selalu meminta korban jiwa dan materi. Munculnya korban jiwa
dalam suatu peristiwa alam sebagai akibat “ketidakmampuan” manusia untuk
menyikapi alam secara arif. Apabila manusia memiliki kearifan dalam berinteraksi
dengan alam, korban jiwa dalam berbagai peristiwa alam dapat diantisipasi
sehingga dapat terhindar dari bencana.
Gejala umum:
1.	 Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing
2.	 Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi baru
3.	 Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh
4.	 Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
Wilayah-wilayah yang rawan akan tanah longsor:
1.	 Pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut
2.	 Berada pada daerah yang terjal dan gundul
FENOMENA DAN PERISTIWA
LONGSOR BAB II
Fenomena dan Peristiwa Longsor
10
3.	 Merupakan daerah aliran air hujan
4.	 Tanah tebal atau sangat gembur pada lereng yangmenerima curah hujan
tinggi
Berkaitan dengan hal tersebut, modul ini di samping membahas materi pokok yang
perlu dipahami, juga membahas bagimana merancang pembelajaran agar siswa
memiliki kompetensi siaga bencana. Materi pokok terdiri dari pengertian longsor,
penyebab mengapa terjadi longsor, apa yang mengontrol, bagaimana ciri daerah
rawan longsor, tanda-tanda lonsor terjadi, apa yang harus dilakukan pada saat
longsor terjadi, dan apa upaya antisipasi untuk mengurangi risiko bencana, dan
tindakan preventif yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana.
2.1.1.	 Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah?
Umumnyamasyarakatmenyebutgerakantanahsamadenganlongsor.Gerakan
Tanah mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah
dan/atau batuan menuruni lereng, akibat kestabilan tanah atau batuan
penyusun lereng tersebut terganggu. Longsor adalah proses perpindahan
massa tanah/batuan pada lereng melalui bidang gelincir lengkung atau lurus.
Dengan demikian, longsor merupakan salah satu jenis Gerakan Tanah.
Gambar-Gambar Berikut menunjukkan contoh Gerakan Tanah/Longsor
(Gerakan tanah melalui bidang gelincir) :
Gerakan Tanah
Longsor
Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
11
2.1. 2.	 Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi?
Tanahlongsoradalahperpindahanmaterialpembentuklerengberupabatuan,
bahan rombakan, tanah, atau material campuran, bergerak ke bawah atau
keluar lereng. Hal ini merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan
pegunungan dan perbukitan yang curam. Luncuran tanah akan semakin cepat
sampai dengan kecepatan mencapai 30 meter per detik ketika (1) lapisan
bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit;
(2) lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil
momentum dalam luncuran tersebut.
Semakin curam kemiringan suatu kawasan, semakin rentan terhadap bahaya
longsor. Proses terjadinya longsor dapat berawal dari air yang meresap ke
dalam tanah menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai
tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi
licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan
keluar lereng.
Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari perubahan pada komposisi, struktur,
hidrologi, atau vegatasi pada suatu lereng atau kawasan. Perubahan tersebut
dapat berlangsung secara perlahan-lahan maupun tiba-tiba, peristiwanya
dapat berlangsung secara alami mau­pun sebagai ulah manusia.
Gerakan Tanah/Longsor terjadi akibat gangguan kestabilan lereng karena
gaya penahan terlampaui (lebih besar) oleh gara penggerak. Proses terjadinya
gerakan dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan
lereng; H = tinggi lereng
Gambar 2.3 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan
lereng; H = tinggi lereng
Fenomena dan Peristiwa Longsor
12
Gangguan kestabilan lereng dapat terjadi secara alami dan tindakan manusia.
Berikut faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya gangguan kestabilan
lereng. terjadinya perubahan komposisi, struktur, hidrologi, atau vegetasi
pada suatu kawasan:
1. 	 Meningkatnya sudut lereng sebagai akibat konstruksi baru atau karena
erosi
2.	 Meningkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau
naiknya air tanah
3. 	Hilangnya tumbuh-tumbuhan karena kebakaran, penebangan pohon atau
penggundulan hutan yang mengakibatkan melemahnya partikel-partikel
tanah;
4. 	Macetnya atau berubahnya materi-materi lereng karena kondisi cuaca dan
proses alam, pemasangan pipa bawah tanah, atau penggunaan lapisan
tanah sebagai tempat pembuangan sampah;
5. Getaran akibat gempa bumi, letusan, getaran mesin, atau lalu lintas;
6. 	Penambahan beban oleh hujan , materi vulkanis, bangunan atau rembesan
dari irigasi dan system-sistem pembuangan sampah.
2.1.3.	 Apa yang mengontrol kestabilan lereng?
Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung,
pegungungan, bukit, perbukitan, lereng, dan lembah. Kemiringan lereng,
pelapisan batuan (stratigrafi), patahan, kekar, retakan pada lereng yang
membentuk bidang atau zona lemah (struktur geologi), tata air (kondisi
hidrologi)padalereng.Faktor-faktor tersebutmengkondisikanlerengmenjadi
rentan(berpotensi/berbakat)longsor,namunlongsorbaruakanterjadiapabila
ada pemicu.
Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
13
2.1. 4.	 Bagaimana ciri lereng rentan bergerak?
Lereng bukanlah hal asing dalam kehidupan kita, tidak ada tempat yang tidak
ada lereng, walaupun di dataran rendah. Lalu bagimana kita tahu ada lereng
yang rentan bergerak? Berikut ciri lereng yang rentan bergerak:
1. Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalan
lebih 2 meter.
2. Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring kearah luar lereng.
3. Lereng tersusun dari batuan retak-retak.
4. Lembah sungai jalur patahan
5. Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkah-
bongkah batuan (rentan mengalami luncuan/gelindingan batuan).
6. Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas
Fenomena dan Peristiwa Longsor
14
7. Perbukitan gundul, curam tersusun oleh batuan/tanah yang mudah lepas.
2.1.5.	 Apa ciri Zona rawan terkena gerakan tanah?
Zona-zona rawan terkena gerakan tanah/longsor antara lain:
1. 	Daerah yang terletak di kaki bukit
2. 	 Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padat
pemukiman
2.1. 6.	 Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor?
Lereng rentan tidak akan longsor tanpa ada pemicu, berikut beberapa hal
yang dapat memicu gerakan tanah/longsor:
Infiltrasi (resapan) air, mis : air hujan dan kolam/saluran irigasi yang tdk kedap
air.
1. Getaran, misalnya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan berat
pada lereng.
2. Pemanfaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebanan
lereng yang berlebihan oleh rumah/ bangunan & pohon yang terlalu lebat
dan pemotongan lereng tanpa perhitungan.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
15
2.1.7.	 Bagaimanakah Gejala awal/Tanda-Tanda Gerakan Tanah atau
Longsor?
Pada prinsipnya peristiwa longsor dapat diprediksi karena tanda-tandanya
dapat/mudah diamati. Hak ini berarti, bahaya longsor dapat diantisipasi jika
kita mampu mengenali tanda-tandanya. Berikut tanda-tanda atau geja awal
longsor.
1. Muncul retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan.
2. Terjadi amblesan tanah.
3. Tiba-tiba muncul rembesan air lumpur pada lereng.
4. Tiba-tiba jendela dan pintu rumah pada lereng sulit dibuka, karena terjadi
perubahan bentuk konstruksi pada saat kondisi awal gerakan tanah.
5. Pohon-pohon/ tiang-tiang/ rumah-rumah miring.
6. Berubahnya bentuk bangunan rumah sehingga jendela/pintu sulit
dibuka.
7. Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai getaran.
8. Air sungai tiba-tiba keruh dan agak naik permukaannya (gejala banjir
bandang yang dipicu longsor).
9. Munculnya retakan -retakan di lereng yang sejajar, biasanya terjadi setelah
hujan
10. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
11. Keretakkan pada lantai dan tembok bangunan
12. Amblasnya sebagian lantai konstruksi bangunan ataupun tanah pada
lereng
13. Terjadinnya penggembungan pada tebing lereng atau dinding konstruksi
penguat lereng
14. Miringnya pohon-pohon dan tiang pada lereng
15. Munculnya mata air baru atau rembesan air pada lereng secara tiba-tiba
16. Mata air pada lereng berubah keruh secara tiba-tiba
17. Runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.
Fenomena dan Peristiwa Longsor
16
Tanda-tanda tesebut sebetulnya mudah dikenali, apalagi pada lereng-lereng
yang curam dengan tekstur tanah yang mudah longsor. Sesuai dengan
tekstur tanah, banyak wilayah kita yang termasuk rentan terhadap bahaya
longsor. Risiko terjadinya longsong makin meninggi ketika memasuki musim
penghujan.Padasaatintensitascurahhujantinggi(diatasnormal115-300mm)
-- biasanya sekitar bulan Februari--, potensi terjadinya tanah longsor sangat
besar. Tingkat kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada daerah rawan
banjir dan tanah longsor.
Jenis Gerakan Tanah/Longsor
Jenis gerakan tanah terbagi menjadi 2, yaitu gerakan cepat dan gerakan
lambat.
1. Gerakan Cepat:
Gerakan cepat terdiri dari jatuhan/runtuhan/robohan, luncuran dan
aliran. Jatuhan/runtuhan/robohan yaitu pergerakan tanpa melalui bidang
gelincir. Jenis material yang bergerak biasanya terdiri dari tanah, batuan,
bahan rombahakan tanah campur batuan. Jenis gerakan terdiri dari
jatuhan tanah, jatuhan batuan, dan jatuhan bahan rombakan tanah serta
batu.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
17
Luncuran yaitu pergerakan melalui bidang gelincir/bidang luncur, jenis
material yang bergerak terdiri dari tanah, batuan dan bahan rombakan.
Jenis gerakan disebut luncuran tanah, luncuran batuan, dan luncuan
bahan rombakan tanah dan batu.
Aliran adalah pergerakan massa jenuh air. Jenis material yang bergerak
adalah tanah, batuan, dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut aliran
tanah, aliran batuan, dan aliran rombakan.
Fenomena dan Peristiwa Longsor
18
2. Gerakan Lambat:
Gerakan lambat disebut rayapan, yaitu pergerakan massa yang lambat.
Jenis material yang bergerak adalah tanah.
Untuk lebih jelasnya, jenis gerakan dapat dilihat pada diagram berikut :
JENIS GERAKAN TANAH/LONGSOR
Jatuhan/ Runtuhan /
Robohan (pergerakan
tanpa melalui bidang
lincir/ bidang luncur)
Luncuran
(pergerakan melalui bidang
lincir/ bidang luncur)
Aliran (pergerakan
massa jenuh air)
Rayapan (pergerakan
massa yang Lambat)
Gerakan
Cepat
Gerakan
Lambat
GERAKAN
TANAH
Tanah
Batuan
Bahan rombakan
tanah campur
batuan
Tanah
Batuan
Bahan rombakan
tanah campur
batuan
Tanah
Bahan Rombakan
JatuhanTanah
Jatuhan Batuan
Jatuhan Bahan Rombakan
Tanah Dan Batu
LuncuranTanah
Luncuran Batuan
Luncuran Bahan Rombakan
Tanah Dan Batu
MEKANISME
GERAKAN
JENIS MATERIAL
YG BERGERAK
JENIS
GERAKAN TANAH
2.1. 8.	 Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor
Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan :
1. Dengan tingkat curah hujan rata-rata yang tinggi, atau
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
19
2. Kawasan rawan gempa, serta dicirikan dengan kondisi kemiringan lereng
lebih curam dari 20o
.
Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang pada umumnya
berada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti
di atas, pada umumnya merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak
dimanfaatkan untuk kawasan budidaya, terutama pertanian dan permukiman.
Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan tingkat
kerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat kurang
siap dalam mengantisipasi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan
apabila terjadi bencana longsor, akan menjadi lebih besar.
Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa kawasan
yang dikatagorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi:
1. Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusan
oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.
2. Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai,
yang ada permukimaannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi
hidrologi lereng, (Karnawati, 2000) menjelaskan bahwa daerah tekuk
lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian
lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif
mengalami peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan
ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsoran.
3. Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasan
permukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai dengan
lereng curam (> 40o) dan dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan
(retak-retak) secara intensif atau rapat, serta ditandai dengan munculnya
beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuan
tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya,
sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap
dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran pada lereng.
2.1.9.	 Klasifikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor
Tipologi kawasan rawan bencana longsor, diklasifikasikan menjadi:
Tipologi A
Daerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1.	 Faktor Kondisi Alam
	 Lereng
	 Lereng relatif cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20º
(40%). Kondisi tanah / batuan penyusun lereng : Lereng tersusun
oleh tanah penutup tebal (> 2 m), bersifat gembur dan mudah lolos
air, misalnya tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang di
atas batuan dasamya (misal andesit,‘breksi andesit, tur, napal, dan
batulempung) yang lebih kompak (padat) dan kedap air. Lereng
tersusun oleh tanah penutup tebal (> 2m), bersifat gembur dan
Fenomena dan Peristiwa Longsor
20
mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual atau tanah kolovial,
yang di dalamnya terdapat bidang kontras antara tanah dengan
kepadatan lebih rendah dan permeabilitas lebih tinggi yang
menumpang di atas tanah dengan kepadatan lebih tinggi dan
permeeabilitas lebih rendah. Lereng yang tersusun oleh batuan
dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan / kekar pada
batuan tersebut. Lereng yang tersusun pleh perlapisan batuan miring
ke arah luar lereng (perlapisan batuan miring searah kemiringan
lereng), misainya perlapisan batu lempung, batu lanau, serpih, napal
dan tuf.
	 Curah Hujan
	 Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm
per jam) dengan curah hujan tahunan lehih dari 2500 mm. Curah
hujan kurang dari 70 mm/ jam, tetapi berlangsung menerus selama
lebih dari dua jam, hingga beberapa hari.
	 Keairan lereng.
	 Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan
tanah yang lebih permeabel.
	 Kegempaan.
	 Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap
gerakan tanah.
2.	 Faktor Aktivitas Manusia
	 Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya
ditanami tanaman berakar serabut, dimanfaatkan sebagai sawah./
ladang dan hutan pinus.
	 Dilakukan penggalian/ pemotqngan lereng, misal untuk jalan atau
bangunan dan penambangan, tanpa memperhatikan struktur
perlapisan tanah / batuan pada lereng dan tanpa perhitungan analisis
kestabilan lereng.
	 Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan
merembesnya air kolam ke dalam lereng.
	 Sistem drainase tidak memadai.
	 Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar.
3.	 Jenis Gerakan Tanah (Longsor), yang dapat terjadi:
	 Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan.
	 Kuncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahan
rombakan dengan bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidak
beraturan.
	 Aliran misalnya aliran tanah, aliran batuan dan aliran bahan rombakan
batuan.
	 Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
21
	 Dengan gerakan relatif cepat (Iebih dari 2 m per hari hingga dapat
mencapai 25 m per menit).
Tipologi B
Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gunung/pegunungan.
Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut :
1.	 Faktor Kondisi Alam
	 Lereng relatif landai dengan kemiringan sekitar 10° (20%) hingga 20°
(40%).
	 Kondisi tanah / batuan penyusun Iereng : umumnya merupakan
lereng yang tersusun oteh tanah lempung yang mudah mengembang
apabila jenuh air (jenis montmorillonite).
	 Curah hujan mencapai 70 mrn/jam atau 100 mml hari. Curah hujan
tahunan mencapai lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa
	 Keairan lereng.
	 Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan
tanah yang lebih permeable.
2.	 Faktor Aktivitas Manusia
	 Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan
merembesnya air kolam ke dalam lereng.
	 Sistem drainase tidak memadai.
	 Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampaui
daya dukung tanah.
3.	 Jenis Gerakan Tanah (Longsor)
	 Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya berupa
rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.’
	 Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatannya kurang
dari 2 m per hari).
Tipologi C
Daerah tebing/lembah sungai.
Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristik
berikut :
1.	 Faktor Kondisi Alam
	 Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing
sungai lebih dari 10° (40%).
	 Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau
batuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan
lebih dari 2 m.
Fenomena dan Peristiwa Longsor
22
	 Curab hujan mencapai 70 mm/jam atau 100 mm/ hari Curah hujan
tahunan mencapai lebih dari 2500 mm. sehingga debit sungai dapat
meningkat dan mengerosi kaki tebing sungai.
	 Keairan lereng.
	 Sering muncul rembesan-rembesa air atau mata air pada lereng,
tertitama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan
tanah yang lebih permeable.
	 Kegempaan.
	 Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap
gerakan tanah.
2.	 Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor
Tingkat kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap :
	 kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan,
struktur geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng),
	 pemanfaatan lereng,
	 kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta
	 kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor.
Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor,
dibedakan menjadi:
	 Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi
	 Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah dan cukup padat pemukimannya, atau terdapat
konstruksi bangunan sangat mahal atau penting. Kawasan ini sering
mengalami gerakan tanah (longsoran), terutama pada musim hujan
atau saat gempa bumi terjadi.
	 Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Menengah
	 Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi
bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.
	 Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah
	 Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami
gerakan tanah, namun tidak ada risiko terjadinya korban jiwa terhadap
manusia ataupun risiko terhadap bangunan. Kawasan yang kurang
berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapat
permukiman atau konstruksi penting/mahal, juga dikatagorikan
sebagai kawasan dengan tingkat kerawanan rendah.
2.2. Peristiwa Longsor Di Indonesia
Bencana tanah longsor dapat terjadi jika gaya pendorong pada lereng lebih besar
dari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh besarnya sudut kemiringan
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
23
lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gaya
penahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah.
Ini semua dimulai saat musim kering yang panjang, pada saat itu terjadi penguapan
airdipermukaantanahdalamjumlahbesar.Akibatnyaterjadirongga-ronggadalam
tanah yang kemudian disusul adanya retakan dan rekahan di dalam tanah.
Di Indonesia biasanya bencana tanah longsor terjadi pada bulan November. Di
bulan itu intensitas curah hujan meningkat. Melalui tanah yang merekah pada
musim kering itu, air hujan akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng,
sehingga menimbulkan gerakan lateral. Ditambah sudut lereng yang terjal atau
mencapai sekitar 180o sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dan sudah
barang tentu akibat paling pahit akan dialami oleh orang yang tinggal di dekatnya.
Akibat dari tanah longsor sebenarnya bisa dihindari seperti membuat vegetasi atau
tidak tinggal di tempat penyebab bencana ini dapat terjadi.
Di wilayah Indonesia, menurut data Badan Geologi menyebutkan terdapat 918
lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Tengah
327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53
lokasi,Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT,
Riau, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, dan Papua.
Akhirakhirini,seringterjadibencanatanahlongsor,yangdikaitkandengandatangnya
musim hujan. Bencana tanah longsor (landslides) di saat musim penghujan, banyak
terjadi di Indonesia seperti di daerah Cilacap, Purworejo, Kulonprogo, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera dan lokasi lainnya di tanah
air, bahkan terjadi di tengah kota seperti di Jakarta, Semarang, Jogjakarta dan di
kota lainnya. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah,
batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan, dan
sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru
akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan
terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah.
Gambar 2. 5 Batu yang berjatuhan
akibat longsor .
Gambar 2. 6 Tumpukan kayu yang terbawa arus
longsor dan banjir di Bahorok Sumatera Utara yang
memakan korban
sekitar 200 orang.
Kontribusipengurangankuatgesertanahpadalerengalamyangmengalamilongsor
disebabkan oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri. Erat kaitannya
dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) daripada tanah
pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran. Misalnya, sensivitas
sifat-sifat tanah lempung, adanya lapisan tanah shale, loess, pasir lepas, dan bahan
organik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) berpengaruh terhadap
friksi yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorfologi
(kemiringan daerah), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau sedang,
dengan durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan,
menimbul¬kan perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangan
kuat gesernya.
Gambar 2. 8 Tim evakuasi
bencana longsor.
Gambar 2. 7 Masyarakat melihat bus
yang terperosok keluar dari jalan raya
akibat terjangan longsoran tanah
3.1.	 Pengurangan Risiko Bencana
Pengelolaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia
akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman
penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana
alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya
risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami
dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor,
kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia,
penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan
industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana
akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan
sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan
kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu
daerah.
BAB III PENGURANGAN RISIKO
LONGSOR
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
25
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang
berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir
tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran
kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor,
kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya.
Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan
menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi
karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman
bahaya.
Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun.
Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih
berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir dan
longsor. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal
yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang
melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa
faktor ketidaksiapan. Beberapa faktor tersebut adalah :
1.	 Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
2.	 Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya
alam
3.	 Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan
4.	 Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bahaya
3.1.1.	 Bencana
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen,
ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga
menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan
kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk
menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial
ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang
ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan
lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap
dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya
akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka,
kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencaharian
dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi
antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan.
Dalam Undang-undang No. 24Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. .
Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
Pengurangan Risiko Longsor
26
suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada
kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu
bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan
kapasitas.
Terjadinya Bencana
Bahaya
Kerentanan
Kejadian
RISIKO
BENCANA
BENCANA
Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan bahaya
Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana
alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam,
contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana
akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilafan manusia
seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencana
yang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia
sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan.
1. 	 Bahaya
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara
dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana
yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung
meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada
di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu
potensi bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya
utama ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di
Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan
zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta
potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta
potensi bencana banjir, dan lain-lain.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
27
Gambar 3.2 Gempa bumi
Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia
memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak
menguntungkan bagi negara Indonesia.
Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki
potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat
dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya.
Potensi bahaya ikutan ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan
yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di
daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya,
yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan
wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.
3.1.2.	 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas
Banjir, 38 %
Gempa bumi,
31 %
Kebakaran,
17 %
Epidemik,
4 %
Mass
movwet,
2 %
Letusan
Gunung merapi,
3 %
Kekeringan,
6 %
Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana
Pengurangan Risiko Longsor
28
Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan
jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 – 2008. Kejadian bencana
di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa
Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman
bencana.
Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat
besaranrisikoyangmengenapadasituasibencanajugaakanberbeda.Semakin
mampu untuk mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik,
makamanusiaakansemakindapatmensikapinyadenganlebihbaik.Sikapdan
tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan
dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat
gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta DI Yogyakarta dan Jawa
Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya;
hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa
Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang
melingkupi.
1. 	 Ancaman Bencana
Ancaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S.
Pribadi ancaman bencana merupakan:
	 Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam
atau lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau
kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan
bencana.
	 Suatu fenomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan
kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan
kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman,
kegiatan budi daya atau industri.
Ancaman bencana dapat bersifat membahayakan bagi suatu lingkungan
akibat kondisi lingkungan yang rentan.
2. Kerentanan
Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan,
pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu
oleh dampak suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis
konstruksi dan kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau
rawan bencana.
3. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah :
	 Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan
serta penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan
penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana,
termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum;
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
29
	 Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik
melalui penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan
dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana
	 Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat,
Kenyataan menunjukkan kerentaan cukup tinggi dari masyarakat,
infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko
bencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya,
maka masyarkat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunan
dibantaran sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahar
gunung berapi, bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan
tidak tahan gempa dan lain-lain merupakan contoh kerentaan suatu
lingkungan
4. Kapasitas
Kapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapi
bencana. Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah,
contohnya:
	 Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor
	 Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapat
menyebabkan banjir
	 Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat
menyebabkan longsor,
	 Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon
baru dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor
	 Tidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan
gempa
	 Tidak memiliki keterampilan bagaimana mengevakuasi ketika terjadi
gempa
	 Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri dan
orang lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain.
3.1.3.	 Pengurangan Risiko Bencana
Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko
bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-
faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan
terhadapancaman,penurunankerentananmanusiadanproperti,pengelolaan
lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan
terhadap kejadian yang merugikan.
3.1.4.	 Upaya Pengurangan Risiko Bencana
1. 	 Mitigasi Bencana
Tujuan dari mitigasi bencana longsor adalah untuk mengembangkan
strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam
Pengurangan Risiko Longsor
30
sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi
dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang
dihasilkan oleh bencana longsor. Mitigasi atau pengurangan adalah
upaya untuk mengurangi atau meredam risiko. Kegiatan mitigasi dapat
dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan nonfisik. Rencana mitigasi bencana
longsor dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi
terhadap sistem pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen-
elemen berikut :
	 Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencana
tersebut.
	 Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan
dimiliki oleh pemegang kebijakan.
	 Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang
menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi
antara berbagai organisasi dan institusi yang berbeda.
	 Mekanisme koordinasi institusi yang kuat.
	 Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan
code dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman.
	 Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yang
menggabungkan kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko.
	 Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibat
bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian.
	 Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahaman
risiko.
	 Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi.
Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yang
lebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian dari
longsor, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya longsor tersebut.
2. Contoh tindakan mitigasi atau peredaman :
	 Tindakan kesiapsiagaan
	 Tidak menebang atau merusak hutan
	 Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti
nimba, bambu, akar wangi, lamtoro, dsb., pada lereng-lereng yang
gundul
	 Membuat saluran air hujan
	 Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal
	 Memeriksa keadaan tanah secara berkala
	 Mengukur tingkat kederasan hujan
3. Dampak Longsor
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
31
	 Tanah dan material lainya yang berada di lereng dapat runtuh dan
mengubur manusia, binatang, rumah, kebun, jalan dan semua yang
berada di jalur longsornya tanah.
	 Kecepatan luncuran tanah longsor, terutama pada posisi yang terjal,
bisa mencapai 75 kilometer per jam.
	 Sulit untuk menyelamatkan diri dari tanah longsor tanpa pertolongan
dari luar.
	 Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir;
pembangunan tanggul sungai dan lainnya
	 Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian
penghargaan mengenai penggunaan lahan, tempat membangun
rumah, aturan bangunan
	 Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum
pendidikan penanggulangan bencana
4. Upaya Pengurangan Risiko Longsor
Penanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum,
saat dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah,
mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana.
Tanah longsor tidak membawa bencana sepanjang manusia yang ada di
sekitar peristiwa mampu mengantisipasinya. Korban jiwa dan material
dapat dihindari apabila setiap orang memiliki kompetensi dalam
mengantisipas. Berikut beberapa kemampuan yang perlu dimiliki untuk
menghindari adanya korban jiwa dan materi:
	 Mengenali tanda-tanda/ gejala lereng akan bergerak.
	 Pemetaan zona rentan & rawan gerakan tanah, serta Jalur Evakuasi
	 Pemetaan letak Instansi-instansi penting (Rumah Sakit, Kantor-kantor
penting) untuk penanganan korban & pertolongan saat kondisi
darurat.
	 Memasang tanda/memberi rambu pada lerenglereng yang rawan
gerakan tanah/ menetapkan sempadan lereng
	 Pemasangan alat pantau atau alat peringatan dini longsor
	 Melakukan tindakan pencegahan, misalnya pengaturan drainase
lereng (membuat saluran air permukaan & bawah permukaan),
malakukan rekayasa vegetasi, dan perbaikan/pelandaian lereng.
	 Koordinasi dengan satlak & aparat terkait
	 Sosialisasi serta latihan pencegahan gerakan tanah & pemeliharaan
lereng
	 Hindari gangguan pada lereng (penggalian, pemotongan,
pembebanan dan penggundulan lereng yang tidak terkontrol)
Penanggulangan Bencana
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 33-38, dinyatakan, bahwa:
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap
Pengurangan Risiko Longsor
32
meliputi:
	 prabencana;
	 saat tanggap darurat; dan
	 	pasca bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana
meliputi:
	 dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
	 dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi
bencana sebagaimana dimaksud meliputi:
	 perencanaan penanggulangan bencana;
	 pengurangan risiko bencana;
	 pencegahan;
	 pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
	 persyaratan analisis risiko bencana;
	 pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
	 pendidikan dan pelatihan; dan
	 persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
	 pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
	 pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
	 analisis kemungkinan dampak bencana;
	 pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
	 penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana; dan
	 alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak
buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang
tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:
	 pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
	 perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
	 pengembangan budaya sadar bencana;
	 peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana;
dan
	 penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan
bencana.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
33
Pencegahan meliputi:
	 identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau
ancaman bencana;
	 kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber
bahaya bencana;
	 pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/
atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya
bencana;
	 penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
	 penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Berdasarkan informasi dari Undang-undang tersebut, banyak hal yang
dapat diidentifikasi, dijadikan bahan pengayaan bagi guru, yang tidak
diajarkan ke siswa. Selain kompetensi yang harus dikuasai siswa tentu
harus dikuasai guru, sebaiknya kepala sekolah dan guru menambah
kompetensi lainnya seperti:
	 Menyusun Program untuk meningkatkan keamanan sekolah terhadap
Bencana.
	 	Menyusun rencana aksi sekolah, seperti.
	 perencanaan penanggulangan bencana;
	 pengurangan risiko bencana;
	 pencegahan;
	 pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
	 	persyaratan analisis risiko bencana;
	 	pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
	 Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
	 -	 pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
	 -	 pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
	 -	 analisis kemungkinan dampak bencana;
	 -	 pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
	 -	 penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak 		
		 bencana; dan
	 -	 alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
	 Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak
buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang
tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:
	 - 	 pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
Pengurangan Risiko Longsor
34
	 - 	 perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
	 - 	 pengembangan budaya sadar bencana;
	 - 	 peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan 		
		 bencana; dan
	 -	 penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan 	
		 bencana.
	 Pencegahan meliputi:
		-	 identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya 	
		 atau ancaman bencana;
	 -	 kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam 	
		 yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi 		
		 sumber bahaya bencana;
	 -	 pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/		
		 atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya 	
		 bencana;
	 -	 penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
	 -	 penguatan ketahanan sosial masyarakat.
3.2. Kesiapsiagaan Longsor
Kesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengan­
tisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. Sebagai contoh: membangun sistem peringatan dini,
penyiapan jalur evakuasi bila terjadi bencana, latihan simulasi bencana.
Kesiapsiagaan diri, keluarga dan sekolah akan sangat membantu dalam
mengurangi dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa,
Kesiapsiagaan dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.	 Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing
2.	 Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana
3.	 Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik
sebelum, pada saat dan sesudah bencana.
Di sekolah, guru dapat memberikan latihan kesiapsiagaan bencana longsor
kepada siswa.
3.2. 1.	 Tindakan Sebelum Terjadi Longsor
1. Sebelum terjadi bencana kita harus sudah bisa memilih dan menentukan
beberapa lokasi yang bisa kita jadikan sebagai tempat penampungan jika
terjadi bencana.
2. Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan apabila
terjadi bencana longsor.
3. Mendiskusikan dengan semua anggota keluarga tempat di mana anggota
keluarga akan berkumpul usai bencana terjadi.
4. Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang dibutuhkan
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
35
seperti: Makanan kering seperti biskuit, air minum, kotak kecil berisi obat-
obatan penting, lampu senter dan baterai cadangan, Lilin dan korek api,
kain sarung, satu pasang pakaian dan jas hujan, surat berharga, fotokopi
tanda pengenal yang dimasukkan kantong plastik, serta nomor-nomor
telepon penting.
5. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko longsor :
	 Pembuatan sistem peringatan dini
	 Membuat sistem pemantauan ancaman
	 Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman
	 Pembuatan rencana evakuasi
	 Membuat tempat dan sarana evakuasi
	 Penyusunan rencana darurat, rencana siaga
	 Pelatihan, gladi dan simulasi atau ujicoba
	 Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini
3.2. 2.	 Tindakan Saat Terjadi Longsor
Tanda-tanda yang muncul:
Muncul gerakan tanah, pengembungan lereng atau rembesan air
1. Segera keluar dari daerah longsoran atau aliran reruntuhan/puing ke area
yang lebih stabil
2. Bila melarikan diri tidak memungkinkan, lingkarkan tubuh anda seperti
bola dengan kuat dan lindungi kepala Anda. Posisi ini akan memberikan
perlindungan terbaik untuk badan Anda.
3. Segera menutup retakan tanah dengan material kedap (minimbun dengan
tanah lempung), agar air hujan tidak meresap masuk ke dalam lereng.
4. Segera membuat saluran air permukaan yang kedap air, untuk mengalirkan
air permuikaan (air hujan) menjauh dari lereng yang retak.
5. Segera membuat saluran bawah permukaan (dengan pipa/ bambu) untuk
menguras air yang telah meresap ke dalam lereng.
6. Menjauh dari lereng rentan pada saat hujan.
7. Jangan melakukan penggalian tanah di bawah lereng terjal. Hal ini akan
menyebabkan daya dukung tanah melemah dan berpotensi terjadi
longsor
8. Seluruh langkah di atas JANGAN DILAKUKAN apabila hujan masih
berlangsung, harus menunggu hujan reda selama beberapa jam
3.2. 3.	 Tindakan Sesudah Terjadi Longsor
1.Tanggap darurat
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi
untuk mengurangi dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta
benda.
Contoh tindakan tanggap darurat:
Pengurangan Risiko Longsor
36
	 Evakuasi
	 Pencarian dan penyelamatan
	 Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
	 Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan
	 Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan,
sandang, papan, kesehatan, konseling
	 Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi,
listrik, pasokan air untuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap
darurat
	 Hindari daerah longsoran, dimana longsor susulan dapat terjadi
	 Periksa korban luka dan korban yang terjebak longsor tanpa langsung
memasuki daerah longsoran
	 Bantu arahkan SAR ke lokasi longsor
	 Bantu tetangga yang memerlukan bantuan khususnya anak-anak,
orang tua dan orang cacat
	 Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan
terkini
	 Waspada akan adanya banjir atau aliran reruntuhan setelah longsor
	 Laporkan kerusakan fasilitas umum yang terjadi kepada pihak yang
berwenang
	 Periksa kerusakan pondasi rumah dan tanah disekitar terjadinya
longsor
	 Tanami kembali daerah bekas longsor atau daerah di sekitarnya untuk
menghindari erosi yang telah merusak lapisan atas tanah yang dapat
menyebabkan banjir bandang
	 Mintalah nasihat untuk mengevaluasi ancaman dan teknik untuk
mengurangi risiko tanah longsor
3.2. 4.	 Adaptasi Setelah Terjadi Longsor
Bagaimana pencegahan terhadap tanah longsor? Pencegahan terhadap tanah
longsor dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, vegetasi LOKAL atau
melakukan penanaman pohon yang mempunyai sifat berakar dalam, bertajuk
ringan, cabang-cabangnya mudah tumbuh setelah dipangkas misalnya
lamtoro (leucaena eucocephala) dan pete (parkia sp) dan membatasi lahan
sawah dan kolam. Kedua, lakukan penanaman pohon pada tebing, seperti
misalnya pohon sonokeling, sono sisoo, dan sono brit. Ketiga, di kaki lereng
dilakukan penanaman swietenia macrophylla atau swietenia microphylla
(mahony with large leaves Albisia (albisia) dan bambu. Keempat, pada alur
sungai ditanam bambu (bambu apus) ditanam pada alur-alur erosi mengikuti
kontur dengan jarak 0.3 m x 0.3 m.
Di samping itu jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng
bagian atas di dekat pemukiman. Hal ini akan mengakibatkan beban tanah
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
37
meningkat dan mengakibatkan tanah longsor. Buatlah terasering (sengkedan)
pada lereng yang terjal bila membangun permukiman.
Gambar 3. 4 Mencetak sawah
dan membuat kolam pada lereng
bagian atas di dekat pemukiman
mengakibatkan bahaya longsor.
Gambar 3. 5 Buatlah terasering
(sengkedan) pada lereng yang terjal
bila membangun permukiman.
Dihimbau tidak mendirikan rumah atau membuat pemukiman di tepi lereng
yang terjal. Pembangunan rumah atau pemukiman yang benar adalah di
lereng bukit. Bukankah korban akibat tanah longsor yang banyak terjadi
diakibatkan oleh pembangunan rumah atau pemukiman di bawah lereng
yang terjal atau rawan longsor? Selanjutnya yang termasuk larangan adalah
jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. Dan pembangunan
rumah yang salah dilakukan di lereng bukit.
Gambar 3. 6 Jangan mendirikan
bangunan di bawah tebing
yang terjal.
Gambar 3. 7 Pembangunan rumah
yang salah di lereng bukit.
Pengurangan Risiko Longsor
38
Gambar 3. 8 Jangan mendirikan
permukiman di tepi lereng yang terjal.
Gambar 3. 9 Pembangunan rumah
yang benar di lereng bukit
Larangan lain untuk mengurangi bahaya tanah longsor adalah jangan
memotong tebing jalan menjadi tegak. Di samping itu jangan mendirikan
rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
Gambar 3. 10 Jangan memotong tebing jalan
menjadi tegak.
Gambar 3.11Jangan mendirikan rumah
di tepi sungai yang rawan erosi
3.2. 5.	 Persiapan Penanganan Bencana oleh Masyarakat
1.	 Mengurangi Kemungkinan/Dampak
Dalam upaya mengurangi dampak bencana di suatu wilayah, tindakan
pencegahan perlu dilakukan oleh masyarakatnya. Pada saat bencana
terjadi, korban jiwa dan kerusakan yang timbul umumnya disebabkan
oleh kurangnya persiapan dan sistem peringatan dini. Persiapan yang
baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang
tepat guna dan tepat waktu.
Bencana bisa menyebabkan kerusakan fasilitas umum, harta benda dan
korban jiwa. Dengan mengetahui cara pencegahannya masyarakat bisa
mengurangi risiko ini.
2.	 Menjalin Kerjasama
Penanggulangan bencana hendaknya menjadi tanggung jawab bersama
antara masyarakat dan pemerintah serta pihakpihak terkait. Kerjasama ini
sangat penting untuk memperlancar proses penanggulangan bencana.
Dalam setiap kejadian bencana di Indonesia ada beberapa pihak yang
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs
39
bekerja sama dalam melakukan usaha-usaha penanganannya. Adalah hak
masyarakat untuk menghubungi instansi terkait ini karena keberadaan
pihak-pihak tersebut adalah untuk mendampingi masyarakat dalam
usaha penanggulangan bencana. Hubungan dengan pihak-pihak
tersebut sebaiknya dijalin dalam tahap sebelum bencana, saat bencana
dan setelah bencana. Untuk memperkuat kesiapsiagaan, masyarakat
bisa mendapatkan pelatihan dan bantuan dari instansi/organisasi seperti
Dinas Sosial, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG), Search and Rescue (SAR), Rumah Sakit (Unit Gawat
Darurat), Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), Polisi Daerah, Hansip
/ Linmas, Palang Merah Indonesia (PMI), Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), Media Massa, dan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana
(KMPB).
3.	 Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial,
ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan
tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak
berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah
longsor sulit dikendalikan.
4.	 Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor
tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang
disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-
bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%.
Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah
untuk tempat-tempat hunian, antara lain: (1) perbaikan drainase tanah
(menambah materi-materi yang bisa menyerap), (2) modifikasi lereng
(pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan), (3) vegetasi kembali
lereng-lereng, dan (4) beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa
menstabilkan lokasi hunian.
4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor
P
otretkeadaangeografiswilayahIndonesiayangsangatrentanterjadibencana
tanah longsor mengharuskan para siswa di Indonesia memiliki pengetahuan
tentang bencana tersebut dan bagaimana upaya pencegahannya melalui
berbagai kegiatan yang dapat dilakukan sesuai keadaan dan potensi peserta
didik. Pada jenjang sekolah dasar, para siswa sudah dapat diberikan pengetahuan
dasar tentang bencana tanah longsor dan upaya pencegahan secara sederhana
sehingga ketika bencana itu benar-benar terjadi, mereka dapat melakukan upaya
penyelamatan diri. Selain itu, dalam upaya mencegah tanah longsor, para siswa
dapat diajak untuk berperan serta dalam pelestarian lingkungan di sekitar mereka.
Muatan Pendidikan PRB untuk siswa SMP disusun dengan mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut :
1. 	 Kepentingan dan kemampuan peserta didik dan lingkungannya
Muatan pendidikan PRB dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik memiliki peluang atau kesempatan untuk selamat dan membantu orang
lain agar selamat ketika banjir terjadi. Untuk mendukung pencapaian tujuan
tersebut perlu peningkatan kompetensi/kapasitas peserta didik disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
serta tuntutan lingkungan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat
dalam lingkungan tersebut. Kegiatan pembelajaran PRB berpusat pada
peserta didik.
2. 	 Keragaman risiko bahaya dan karakteristik daerah dan lingkungan
Setiap daerah memiliki risiko, kebutuhan, tantangan, dan keragaman
karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan PRB
sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh
karena itu, kurikulum harus mengakomodir keragaman tersebut yang relevan
dengan kebutuhan pendidikan PRB.
3. 	 Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Pengembangan muatan pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan
karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian
keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat
diperlukan, termasuk kearifan lokal yang ada.
BAB IV
MATERI PEMBELAJARAN
PENGURANGAN RISIKO LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR
MODUL LONGSOR

More Related Content

What's hot

Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...Ninil Jannah
 
Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010Ninil Jannah
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...Ninil Jannah
 
Modul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskurModul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskurNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 

What's hot (7)

Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
 
Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
 
Modul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskurModul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskur
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 

Similar to MODUL LONGSOR

Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...HermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...HermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...HermawanWahyuNugroho1
 
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan MenengahModul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan MenengahHermawanWahyuNugroho1
 
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdfMANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdfSitiMaesaroh69255
 
Bimbingan Teknis Penerapan Model PAUD
Bimbingan Teknis Penerapan Model PAUD Bimbingan Teknis Penerapan Model PAUD
Bimbingan Teknis Penerapan Model PAUD Rahma Rahmawinasa
 

Similar to MODUL LONGSOR (20)

Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
 
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan MenengahModul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
 
LINGKAR Sekolah aman dan siaga bencana v0
LINGKAR Sekolah aman dan siaga bencana v0LINGKAR Sekolah aman dan siaga bencana v0
LINGKAR Sekolah aman dan siaga bencana v0
 
Teknis_Penerapan_SMAB.pptx
Teknis_Penerapan_SMAB.pptxTeknis_Penerapan_SMAB.pptx
Teknis_Penerapan_SMAB.pptx
 
Position paper kpb draft0
Position paper kpb draft0Position paper kpb draft0
Position paper kpb draft0
 
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdfMANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
 
Bimbingan Teknis Penerapan Model PAUD
Bimbingan Teknis Penerapan Model PAUD Bimbingan Teknis Penerapan Model PAUD
Bimbingan Teknis Penerapan Model PAUD
 

More from Ninil Jannah

Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdfDisaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdfNinil Jannah
 
Bagaimana Bumi Bekerja
Bagaimana Bumi BekerjaBagaimana Bumi Bekerja
Bagaimana Bumi BekerjaNinil Jannah
 
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...Ninil Jannah
 
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...Ninil Jannah
 
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19Ninil Jannah
 
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19Ninil Jannah
 
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19Ninil Jannah
 
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat SubiyaktoSeri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat SubiyaktoNinil Jannah
 
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti FaridSeri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti FaridNinil Jannah
 
P 180530 fprb_berkelanjutan
P 180530 fprb_berkelanjutanP 180530 fprb_berkelanjutan
P 180530 fprb_berkelanjutanNinil Jannah
 
Approaching participation for HCV identification through monitoring
Approaching participation for HCV identification through monitoring Approaching participation for HCV identification through monitoring
Approaching participation for HCV identification through monitoring Ninil Jannah
 
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Ninil Jannah
 
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh LingkarPanduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh LingkarNinil Jannah
 
Final draft konsep api prb 21-sep2016
Final draft konsep api prb 21-sep2016Final draft konsep api prb 21-sep2016
Final draft konsep api prb 21-sep2016Ninil Jannah
 
Laporan review rpb dki 2016
Laporan review rpb dki 2016Laporan review rpb dki 2016
Laporan review rpb dki 2016Ninil Jannah
 
Toolkit nkt revisi
Toolkit nkt revisiToolkit nkt revisi
Toolkit nkt revisiNinil Jannah
 

More from Ninil Jannah (16)

Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdfDisaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
 
Bagaimana Bumi Bekerja
Bagaimana Bumi BekerjaBagaimana Bumi Bekerja
Bagaimana Bumi Bekerja
 
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
 
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
 
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
 
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
 
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
 
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat SubiyaktoSeri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
 
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti FaridSeri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
 
P 180530 fprb_berkelanjutan
P 180530 fprb_berkelanjutanP 180530 fprb_berkelanjutan
P 180530 fprb_berkelanjutan
 
Approaching participation for HCV identification through monitoring
Approaching participation for HCV identification through monitoring Approaching participation for HCV identification through monitoring
Approaching participation for HCV identification through monitoring
 
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
 
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh LingkarPanduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
 
Final draft konsep api prb 21-sep2016
Final draft konsep api prb 21-sep2016Final draft konsep api prb 21-sep2016
Final draft konsep api prb 21-sep2016
 
Laporan review rpb dki 2016
Laporan review rpb dki 2016Laporan review rpb dki 2016
Laporan review rpb dki 2016
 
Toolkit nkt revisi
Toolkit nkt revisiToolkit nkt revisi
Toolkit nkt revisi
 

Recently uploaded

Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 

MODUL LONGSOR

  • 1.
  • 2.
  • 3. Cover dalam LONGSOR Bahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs Penulis: Drs. Zulfikri, M.ED  Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.  PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA, 2009 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko
  • 4. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko LONGSOR Bahan Pengayaan Bagi Guru SMP/MTs Penulis: Drs. Zulfikri, M.ED  Nara Sumber: Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc.,Ph.D.    Editor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian Afriyanie Ilustrator Sampul : Sandhi Ari W (SDN 3 Bantul) Ilustrator Isi: Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T. Lay Out Isi: Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos. ISBN : 978-979-725-232-8 Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR) Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA Telp : +62 21 390 5484 (hunting) Fax : +62 21 391 8604 E-mail : secretariat@sc-drr.org Website : www.sc-drr.org Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP, DepartementforInternationalDevelopment(DFID)PemerintahInggrisdanAustralianAgencyForInternational Development (AusAID)
  • 5. SAMBUTAN I ndonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi bencanaalamsepertitsunami,gempabumi,letusangunungapi,banjirdan longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya. Kesiapsiagaanmerupakanhalyangpentingdanharusdibangunpadasetiaptingkat kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan bagian dari ketrampilan untuk kelangsungan hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA. KEPALA PUSAT KURIKULUM
  • 6.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.  Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD, SMP dan SMA. Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP) yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana. Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana, pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan. Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Kurikulum Dra. Diah Harianti, M.Psi
  • 7. SAMBUTAN I ndonesiasebagainegarakepulauandenganletakgeografisnyapadaposisi pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana. Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO). Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana. Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra kurikuler. Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana danmensosialisasikanlangkah-langkahpreventifuntukmengurangirisikobencana yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi bencana. Modulinidapatmenjadisalahsatusolusi yangmemungkinkanbagiparaguruuntuk mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan, sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
  • 8. dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana. Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:  Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari bencana di sekolah.  Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan dengan konteks sekolah yang dibinanya  Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di Sekolah.  Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar. Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih tanggap terhadap ancaman bencana. Jakarta, Desember 2009 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional Prof. Dr. H. Mansyur Ramly
  • 9. SAMBUTAN M enyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam mengarusutamakanpenguranganrisikobencanadalampembangunannasional,yang merupakanpelengkapdariRencanaPembangunanJangkaMenengahNasional(RPJMN) 2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun 2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) melalui Peraturan Presiden Nomor 8Tahun 2008. Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5 tahun(2007–2012)dandirancanguntuk mendorongagarpenguranganrisikobencana menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui4pilarsasaranprogramSCDRR,yaitu:(1)Diberlakukannyakebijakan,peraturan dankerangkakerjaregulasipenguranganrisikobencana;(2)Diperkuatnyakelembagaan pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik; (4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program pembangunan. Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal, pelatihanuntukguru,kampanyedanadvokasi,hinggaschoolroadshowuntukkegiatan simulationdrilldi sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAHTERTINGGAL, BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR
  • 10. disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan masihsangatminimdanterpusat,khususnyadiwilayahJawadanSumatera.Kajiankesiapsiagaan masyarakatterhadapbencanayangtelahdilakukandiberbagaiwilayahmenunjukkanrendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007). Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana kedalamsistempendidikanjugatelahbanyakdikaji,seperti:(1)Beratnyabebankurikulumsiswa; (2)Kurangnyapemahamangurumengenaibencana;(3)Kurangnyakapasitasdankeahlianguru dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang terdistribusidandapatdiaksesolehguru;(5)Terbatasnyasumberdaya(tenaga,biayadansarana); dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan, tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa. Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional. Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra maupun ekstrakurikuler secara nasional. Untukmendukungimplementasikebijakantesebut,makaSCDRRmendukungPusatKurikulum, Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler. Diharapkanmodul-modulyangdisusunolehPusatKurikulumKementerianPendidikanNasional inidapatmenjadiacuanstandardan/ataumemperkayabahan-bahanyangsudahadadansudah disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan sekolah terutama didaerah rawan bencana.Terima Kasih. Jakarta, Desember 2009 Direktur Kawasan Khusus dan DaerahTertinggal, Bappenas Selaku National Project Director SCDRR Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP
  • 11. DAFTAR ISI SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM iii SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL v SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR KOTAK xv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Landasan dan Pedoman 1 1.1.1 Landasan Filosofis 3 1.1.2 Landasan Sosiologis 4 1.1.3 Landasan Yuridis 4 1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 4 1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam Sistem Pendidikan Nasional 5 1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 7 1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 7 1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8 BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR 9 2.1 Fenomena Longsor di Indonesia 9 2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah 10 2.1.2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi 11 2.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng 12 2.1.4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak 13 2.1.5. Apa ciri zona rawan terkena gerakan tanah 14 2.1.6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor 14
  • 12. Daftar Isi x 2.1.7. Bagaimanakah gejala awal/tanda-tanda gerakan tanah atau longsor 15 2.1.8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor 18 2.1.9. Klasifikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor 19 2.2 Peristiwa Longsor di Indonesia 22 BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 24 3.1 Pengurangan Risiko Bencana 24 3.1.1 Bencana 25 3.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas 27 3.1.3 Pengurangan Risiko Bencana 29 3.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana 29 3.2 Kesiapsiagaan Longsor 33 3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Longsor 34 3.2.2 Tindakan Saat Terjadi Longsor 34 3.2.3 Tindakan Sesudah Terjadi Longsor 35 3.2.4 Adaptasi Setelah Terjadi Longsor 36 3.2.5 Persiapan Penanganan Bencana Oleh Masyarakat 37 BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO LONGSOR 40 4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 40 4.2 Pemetaan Indikator Siswa 42 4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 43 4.3.1 Tahap Persiapan 43 4.3.2 Tahap Pelaksanaan 43 BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN RISIKO LONGSOR KE DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MENENGAH (SMP/MTs) 45 5.1 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor ke dalam Mata Pelajaran 48 5.1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 49 5.1.2 Analisis Kompetensi Dasar yang Memungkinkan Integrasi Penanggulangan Risiko Bencana Longsor 50 5.1.3 Penyusunan Silabus Integrasi Pengurangan Risiko Longsor 55 5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Terintegrasi 58 5.1.5 Model Bahan Ajar 59 5.2 Pengembangan Model Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor 64 5.2.1 Analisis Konteks Mata Pelajaran Mulok 67 5.2.2 Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risko Longsor 69
  • 13. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs xi 5.2.3 Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 70 5.3 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor Pada Pada Kegiatan Pengembangan Diri dan Ekstrakurikuler 77 DAFTAR ISTILAH 78 DAFTAR PUSTAKA 82
  • 15. Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 41 Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa untuk pembelajaran pengurangan risiko longsor 42 Tabel 5.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 49 Tabel 5.2 Analisis Standar kompetensi dan Kompetensi dasar untuk mata pelajaran terintegrasi pengurangan risiko longsor 51 Tabel 5.3 Contoh Pengembangan Silabus Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor 56 Tabel 5.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risiko Longsor untuk Jenjang Sekolah Menengah Pertama 70 Tabel 5.5 Contoh Pengembangan Silabus dan RPP 72 DAFTAR TABEL
  • 17. DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor 10 Gambar 2.2 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng 11 Gambar 2.3 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng 11 Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng 12 Gambar 2.5 Batu yang berjatuhan akibat longsor yang terjadi 23 Gambar 2.6 Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan banjir di Bahorok Sumatera Utara yang memakan korban sekitar 200 orang 23 Gambar 2.7 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar dari jalan raya akibat terjangan longsoran tanah 23 Gambar 2.8 Tim evakuasi bencana longsor 23 Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan bahaya 25 Gambar 3.2 Gempa bumi 26 Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana 27 Gambar 3.4 Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman mengakibatkan bahaya longsor 36 Gambar 3.5 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman 36 Gambar 3. 6 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal 37 Gambar 3. 7 Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit 37 Gambar 3. 8 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal 37 Gambar 3. 9 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit 37 Gambar 3.10 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak 37 Gambar 3.11 Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi 37 Gambar 5. 1 Proses Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor 47
  • 19. DAFTAR KOTAK Kotak 5.1.1 Contoh Pengembangan RPP Model Integrasi Pengurangan Risiko Longsor pada Mata Pelajaran 59 Kotak 5.2.1 Contoh Pengembangan Silabus dan RPP Pengurangan Risiko Longsor pada Mata Pelajaran 73
  • 21. 1.1 Landasan dan Pedoman Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (World ConferenceonDisasterReduction) yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema‘Membangun Ketahanan Bangsa dan KomunitasTerhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non- pemerintah(NGO),institusiakademik,dansektorswastaberkumpuldiKobe,Jepang, pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005- 2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA). Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas – secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan negara – dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya pada tahun 2015. HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan, dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk membantu pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima Prioritas Aksi yang spesifik:(1)Membuatpenguranganrisikobencanasebagaiprioritas;(2)Memperbaiki informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat kesiapan untuk bereaksi. BAB IPENDAHULUAN
  • 22. Pendahuluan 2 HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_ kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak- anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga- lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7) menggalakkanpelatihantentangsensitivitasgenderdanbudayasebagaibagiantak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana. ‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang dikoordinirolehUN/ISDR(UnitedNations/InternationalStrategyforDisasterReduction) hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak- anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana, gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak sebentar dan pastilah sangat mahal. Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas isu manajemen bencana, mendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional, pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam
  • 23. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 3 masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium. Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak- anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan dan keamanan sekolah. Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar- mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah membantuanak-anakmemainkanperananpentingdalampenyelamatanhidupdan perlindunganaset/milikmasyarakatpadasaatkejadianbencana.Menyelenggarakan pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat. Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan disekolah,lembagaswadayamasyarakat,organisasikemasyarakatan,institusilokal/ regional/nasional/internasional,sektorswastadanpublikuntukdapatberpartisipasi secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat. Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan. Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3) ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus mengembangkan dan menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana. 1.1.1 Landasan Filosofis Bencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
  • 24. Pendahuluan 4 kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkanlingkunganhidupyangbaikdansehatsertaberhakmemperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945. 1.1.2 Landasan Sosiologis Ada tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu, pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya partisipasi publik dan pemangku kepentingan dalam penanganan bencana. 1.1.3 Landasan Yuridis Pertimbanganyuridisadalahmenyangkutmasalah-masalahhukumsertaperan hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha- usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia. 1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk Program pendidikan pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.
  • 25. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 5 Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial modul dan modul pelatihan adalah: 1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025. 5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009. 6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN (PersetujuanASEANmengenaiPenanggulanganBencanadanPenanganan Darurat). 9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. 10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. 11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. 12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan Mendiknas No. 6 Tahun 2007. 13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balitbang Depdiknas. 14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi. 15. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK. 16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP. 1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana Ke Dalam Sistem Pendidikan Nasional UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2): Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah
  • 26. Pendahuluan 6 Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 menyebutkan: 1. Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/ MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik 2. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan, potensidankarkateristiksatuanpendidikandanpesertadidik,yangselanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pasal 1: 1. Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan. 2. Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan. 3. Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”.
  • 27. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 7 1.2 Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana 1.2.1 Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan Pada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan (Decade of Education for Sustainable Development - DESD), mulai 2005-2014, dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21, “Pendidikan sangat penting untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan.Baikformaldanpendidikannon-formalsangatdiperlukanuntuk pembangunan berkelanjutan “. Pendidikan dan pengetahuan berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup. Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga- lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam programpendidikan.Pendidikanpenguranganrisikobencanayangmencakup semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan melalui identifikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah- langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana. OlehkarenaituPendidikanuntukPenguranganRisikoBencana -sebagaibagian dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development - ESD), dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu: 1. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner. Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya. 2. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan pemikirankritisdanpemecahanmasalah,danketrampilanhidupsosialdan emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana. 3 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan Pengurangan Risiko Bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik.
  • 28. Pendahuluan 8 KerangkakerjaPendidikanuntukpenguranganrisikobencanaataupendidikan pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR sebagai berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasukdidalamnyaadalahpengakuandanpenggunaankearifantradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.” HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaksud rekomendasi bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal. “Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (2005-2015) dari PBB“. 1.2.2 Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana. Tetapi mengembangkan motivasi, ketrampilan, dan pengetahuan agar dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko bencana. Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah: 1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan 2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana 3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan prilaku dan motivasi, 4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana 5. Mengembangkanupayauntukpenguranganrisikobencanadiatas,baiksecara individu maupun kolektif 6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana 7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana 8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana 9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak
  • 29. 2.1. Fenomena Longsor di Indonesia Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen pemicu, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Bencana secara sederhana didefinisikan sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakatsehinggamenyebabkankerugianyangmeluaspadakehidupanmanusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya- sumberdaya mereka sendiri Pemicu merupakan faktor-faktor luar yang menjadikan potensi ancaman yang tersembunyi muncul ke bermukaan sebagai ancaman nyata. Ancaman adalah kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kamatian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan. Para ahli tentang bumi menyimpulkan bahwa bentuk muka bumi selalu dalam kondisi sementara. Artinya, alam senantiasa berproses dan proses tersebut memunculkan berbagai peristiwa alam yang memicu terjadinya longsor. Peristiwa alam sebagaimana halnya juga peristiwa yang menyebabkan longsor bukanlah “pembunuh” yang selalu meminta korban jiwa dan materi. Munculnya korban jiwa dalam suatu peristiwa alam sebagai akibat “ketidakmampuan” manusia untuk menyikapi alam secara arif. Apabila manusia memiliki kearifan dalam berinteraksi dengan alam, korban jiwa dalam berbagai peristiwa alam dapat diantisipasi sehingga dapat terhindar dari bencana. Gejala umum: 1. Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing 2. Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi baru 3. Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh 4. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan Wilayah-wilayah yang rawan akan tanah longsor: 1. Pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut 2. Berada pada daerah yang terjal dan gundul FENOMENA DAN PERISTIWA LONGSOR BAB II
  • 30. Fenomena dan Peristiwa Longsor 10 3. Merupakan daerah aliran air hujan 4. Tanah tebal atau sangat gembur pada lereng yangmenerima curah hujan tinggi Berkaitan dengan hal tersebut, modul ini di samping membahas materi pokok yang perlu dipahami, juga membahas bagimana merancang pembelajaran agar siswa memiliki kompetensi siaga bencana. Materi pokok terdiri dari pengertian longsor, penyebab mengapa terjadi longsor, apa yang mengontrol, bagaimana ciri daerah rawan longsor, tanda-tanda lonsor terjadi, apa yang harus dilakukan pada saat longsor terjadi, dan apa upaya antisipasi untuk mengurangi risiko bencana, dan tindakan preventif yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana. 2.1.1. Apa itu Longsor dan apa perbedaanya dengan istilah Gerakan Tanah? Umumnyamasyarakatmenyebutgerakantanahsamadenganlongsor.Gerakan Tanah mencakup semua jenis/proses perpindahan (pergerakan) massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng, akibat kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut terganggu. Longsor adalah proses perpindahan massa tanah/batuan pada lereng melalui bidang gelincir lengkung atau lurus. Dengan demikian, longsor merupakan salah satu jenis Gerakan Tanah. Gambar-Gambar Berikut menunjukkan contoh Gerakan Tanah/Longsor (Gerakan tanah melalui bidang gelincir) : Gerakan Tanah Longsor Gambar 2.1 Gerakan Tanah Longsor
  • 31. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 11 2.1. 2. Mengapa gerakan tanah/longsor terjadi? Tanahlongsoradalahperpindahanmaterialpembentuklerengberupabatuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Hal ini merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan pegunungan dan perbukitan yang curam. Luncuran tanah akan semakin cepat sampai dengan kecepatan mencapai 30 meter per detik ketika (1) lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung atau bukit; (2) lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil momentum dalam luncuran tersebut. Semakin curam kemiringan suatu kawasan, semakin rentan terhadap bahaya longsor. Proses terjadinya longsor dapat berawal dari air yang meresap ke dalam tanah menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari perubahan pada komposisi, struktur, hidrologi, atau vegatasi pada suatu lereng atau kawasan. Perubahan tersebut dapat berlangsung secara perlahan-lahan maupun tiba-tiba, peristiwanya dapat berlangsung secara alami mau­pun sebagai ulah manusia. Gerakan Tanah/Longsor terjadi akibat gangguan kestabilan lereng karena gaya penahan terlampaui (lebih besar) oleh gara penggerak. Proses terjadinya gerakan dapat dijelaskan pada gambar berikut: Gambar 2.2 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng Gambar 2.3 Arah gerakan ; α = sudut kemiringan lereng; H = tinggi lereng
  • 32. Fenomena dan Peristiwa Longsor 12 Gangguan kestabilan lereng dapat terjadi secara alami dan tindakan manusia. Berikut faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya gangguan kestabilan lereng. terjadinya perubahan komposisi, struktur, hidrologi, atau vegetasi pada suatu kawasan: 1. Meningkatnya sudut lereng sebagai akibat konstruksi baru atau karena erosi 2. Meningkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau naiknya air tanah 3. Hilangnya tumbuh-tumbuhan karena kebakaran, penebangan pohon atau penggundulan hutan yang mengakibatkan melemahnya partikel-partikel tanah; 4. Macetnya atau berubahnya materi-materi lereng karena kondisi cuaca dan proses alam, pemasangan pipa bawah tanah, atau penggunaan lapisan tanah sebagai tempat pembuangan sampah; 5. Getaran akibat gempa bumi, letusan, getaran mesin, atau lalu lintas; 6. Penambahan beban oleh hujan , materi vulkanis, bangunan atau rembesan dari irigasi dan system-sistem pembuangan sampah. 2.1.3. Apa yang mengontrol kestabilan lereng? Kestabilan lereng dikontrol oleh kondisi bentang alam, seperti: gunung, pegungungan, bukit, perbukitan, lereng, dan lembah. Kemiringan lereng, pelapisan batuan (stratigrafi), patahan, kekar, retakan pada lereng yang membentuk bidang atau zona lemah (struktur geologi), tata air (kondisi hidrologi)padalereng.Faktor-faktor tersebutmengkondisikanlerengmenjadi rentan(berpotensi/berbakat)longsor,namunlongsorbaruakanterjadiapabila ada pemicu. Gambar 2.4 Bentang alam sebagai alat kontrol kestabilan lereng
  • 33. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 13 2.1. 4. Bagaimana ciri lereng rentan bergerak? Lereng bukanlah hal asing dalam kehidupan kita, tidak ada tempat yang tidak ada lereng, walaupun di dataran rendah. Lalu bagimana kita tahu ada lereng yang rentan bergerak? Berikut ciri lereng yang rentan bergerak: 1. Lereng yang tersusun dari tumpukkan tanah gembur dengan ketebalan lebih 2 meter. 2. Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring kearah luar lereng. 3. Lereng tersusun dari batuan retak-retak. 4. Lembah sungai jalur patahan 5. Tebing curam tersusun oleh batuan terpotong-potong atau bongkah- bongkah batuan (rentan mengalami luncuan/gelindingan batuan). 6. Lereng tersusun oleh massa tanah dan batuan yang mudah lepas
  • 34. Fenomena dan Peristiwa Longsor 14 7. Perbukitan gundul, curam tersusun oleh batuan/tanah yang mudah lepas. 2.1.5. Apa ciri Zona rawan terkena gerakan tanah? Zona-zona rawan terkena gerakan tanah/longsor antara lain: 1. Daerah yang terletak di kaki bukit 2. Daerah dengan lereng tersusun oleh tanah mudah lepas dan padat pemukiman 2.1. 6. Apa yang menjadi pemicu gerakan tanah/longsor? Lereng rentan tidak akan longsor tanpa ada pemicu, berikut beberapa hal yang dapat memicu gerakan tanah/longsor: Infiltrasi (resapan) air, mis : air hujan dan kolam/saluran irigasi yang tdk kedap air. 1. Getaran, misalnya gempa bumi, ledakan atau getaran kendaraan berat pada lereng. 2. Pemanfaatan lahan pada lereng yang tidak tepat seperti pembebanan lereng yang berlebihan oleh rumah/ bangunan & pohon yang terlalu lebat dan pemotongan lereng tanpa perhitungan.
  • 35. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 15 2.1.7. Bagaimanakah Gejala awal/Tanda-Tanda Gerakan Tanah atau Longsor? Pada prinsipnya peristiwa longsor dapat diprediksi karena tanda-tandanya dapat/mudah diamati. Hak ini berarti, bahaya longsor dapat diantisipasi jika kita mampu mengenali tanda-tandanya. Berikut tanda-tanda atau geja awal longsor. 1. Muncul retakan lengkung memanjang pada lereng/bangunan. 2. Terjadi amblesan tanah. 3. Tiba-tiba muncul rembesan air lumpur pada lereng. 4. Tiba-tiba jendela dan pintu rumah pada lereng sulit dibuka, karena terjadi perubahan bentuk konstruksi pada saat kondisi awal gerakan tanah. 5. Pohon-pohon/ tiang-tiang/ rumah-rumah miring. 6. Berubahnya bentuk bangunan rumah sehingga jendela/pintu sulit dibuka. 7. Terdengar suara gemuruh dari atas lereng, disertai getaran. 8. Air sungai tiba-tiba keruh dan agak naik permukaannya (gejala banjir bandang yang dipicu longsor). 9. Munculnya retakan -retakan di lereng yang sejajar, biasanya terjadi setelah hujan 10. Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan 11. Keretakkan pada lantai dan tembok bangunan 12. Amblasnya sebagian lantai konstruksi bangunan ataupun tanah pada lereng 13. Terjadinnya penggembungan pada tebing lereng atau dinding konstruksi penguat lereng 14. Miringnya pohon-pohon dan tiang pada lereng 15. Munculnya mata air baru atau rembesan air pada lereng secara tiba-tiba 16. Mata air pada lereng berubah keruh secara tiba-tiba 17. Runtuhnya bagian-bagian tanah dalam jumlah besar.
  • 36. Fenomena dan Peristiwa Longsor 16 Tanda-tanda tesebut sebetulnya mudah dikenali, apalagi pada lereng-lereng yang curam dengan tekstur tanah yang mudah longsor. Sesuai dengan tekstur tanah, banyak wilayah kita yang termasuk rentan terhadap bahaya longsor. Risiko terjadinya longsong makin meninggi ketika memasuki musim penghujan.Padasaatintensitascurahhujantinggi(diatasnormal115-300mm) -- biasanya sekitar bulan Februari--, potensi terjadinya tanah longsor sangat besar. Tingkat kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada daerah rawan banjir dan tanah longsor. Jenis Gerakan Tanah/Longsor Jenis gerakan tanah terbagi menjadi 2, yaitu gerakan cepat dan gerakan lambat. 1. Gerakan Cepat: Gerakan cepat terdiri dari jatuhan/runtuhan/robohan, luncuran dan aliran. Jatuhan/runtuhan/robohan yaitu pergerakan tanpa melalui bidang gelincir. Jenis material yang bergerak biasanya terdiri dari tanah, batuan, bahan rombahakan tanah campur batuan. Jenis gerakan terdiri dari jatuhan tanah, jatuhan batuan, dan jatuhan bahan rombakan tanah serta batu.
  • 37. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 17 Luncuran yaitu pergerakan melalui bidang gelincir/bidang luncur, jenis material yang bergerak terdiri dari tanah, batuan dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut luncuran tanah, luncuran batuan, dan luncuan bahan rombakan tanah dan batu. Aliran adalah pergerakan massa jenuh air. Jenis material yang bergerak adalah tanah, batuan, dan bahan rombakan. Jenis gerakan disebut aliran tanah, aliran batuan, dan aliran rombakan.
  • 38. Fenomena dan Peristiwa Longsor 18 2. Gerakan Lambat: Gerakan lambat disebut rayapan, yaitu pergerakan massa yang lambat. Jenis material yang bergerak adalah tanah. Untuk lebih jelasnya, jenis gerakan dapat dilihat pada diagram berikut : JENIS GERAKAN TANAH/LONGSOR Jatuhan/ Runtuhan / Robohan (pergerakan tanpa melalui bidang lincir/ bidang luncur) Luncuran (pergerakan melalui bidang lincir/ bidang luncur) Aliran (pergerakan massa jenuh air) Rayapan (pergerakan massa yang Lambat) Gerakan Cepat Gerakan Lambat GERAKAN TANAH Tanah Batuan Bahan rombakan tanah campur batuan Tanah Batuan Bahan rombakan tanah campur batuan Tanah Bahan Rombakan JatuhanTanah Jatuhan Batuan Jatuhan Bahan Rombakan Tanah Dan Batu LuncuranTanah Luncuran Batuan Luncuran Bahan Rombakan Tanah Dan Batu MEKANISME GERAKAN JENIS MATERIAL YG BERGERAK JENIS GERAKAN TANAH 2.1. 8. Karakteristik Kawasan Rawan Bencana Longsor Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan : 1. Dengan tingkat curah hujan rata-rata yang tinggi, atau
  • 39. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 19 2. Kawasan rawan gempa, serta dicirikan dengan kondisi kemiringan lereng lebih curam dari 20o . Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang pada umumnya berada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti di atas, pada umumnya merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak dimanfaatkan untuk kawasan budidaya, terutama pertanian dan permukiman. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan tingkat kerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat kurang siap dalam mengantisipasi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan apabila terjadi bencana longsor, akan menjadi lebih besar. Disamping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas, beberapa kawasan yang dikatagorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi: 1. Lereng-lereng pada Kelokan Sungai, akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng. 2. Daerah Tekuk Lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai, yang ada permukimaannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi hidrologi lereng, (Karnawati, 2000) menjelaskan bahwa daerah tekuk lereng cenderung menjadi zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah dan memicu terjadinya longsoran. 3. Daerah yang dilalui Struktur Patahan (Sesar), yang menjadi kawasan permukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai dengan lereng curam (> 40o) dan dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan (retak-retak) secara intensif atau rapat, serta ditandai dengan munculnya beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan batuan tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap dalam retakan saat hujan, atau apabila terjadi getaran pada lereng. 2.1.9. Klasifikasi dan Faktor Penyebab Bencana Longsor Tipologi kawasan rawan bencana longsor, diklasifikasikan menjadi: Tipologi A Daerah lereng bukit/perbukitan, atau lereng gunung/pegunungan. Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut : 1. Faktor Kondisi Alam  Lereng Lereng relatif cembung dengan kemiringan lebih curam dari 20º (40%). Kondisi tanah / batuan penyusun lereng : Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (> 2 m), bersifat gembur dan mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual, yang umumnya menumpang di atas batuan dasamya (misal andesit,‘breksi andesit, tur, napal, dan batulempung) yang lebih kompak (padat) dan kedap air. Lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (> 2m), bersifat gembur dan
  • 40. Fenomena dan Peristiwa Longsor 20 mudah lolos air, misalnya tanah-tanah residual atau tanah kolovial, yang di dalamnya terdapat bidang kontras antara tanah dengan kepadatan lebih rendah dan permeabilitas lebih tinggi yang menumpang di atas tanah dengan kepadatan lebih tinggi dan permeeabilitas lebih rendah. Lereng yang tersusun oleh batuan dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan / kekar pada batuan tersebut. Lereng yang tersusun pleh perlapisan batuan miring ke arah luar lereng (perlapisan batuan miring searah kemiringan lereng), misainya perlapisan batu lempung, batu lanau, serpih, napal dan tuf.  Curah Hujan Curah hujan yang tinggi (dapat mencapai 100 mm/hari atau 70 mm per jam) dengan curah hujan tahunan lehih dari 2500 mm. Curah hujan kurang dari 70 mm/ jam, tetapi berlangsung menerus selama lebih dari dua jam, hingga beberapa hari.  Keairan lereng. Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeabel.  Kegempaan. Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah. 2. Faktor Aktivitas Manusia  Lereng ditanami dengan pola tanam yang tidak tepat, misalnya ditanami tanaman berakar serabut, dimanfaatkan sebagai sawah./ ladang dan hutan pinus.  Dilakukan penggalian/ pemotqngan lereng, misal untuk jalan atau bangunan dan penambangan, tanpa memperhatikan struktur perlapisan tanah / batuan pada lereng dan tanpa perhitungan analisis kestabilan lereng.  Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke dalam lereng.  Sistem drainase tidak memadai.  Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu besar. 3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor), yang dapat terjadi:  Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan rebahan batuan.  Kuncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, dan bahan rombakan dengan bidang gelincir untuk lurus, melengkung atau tidak beraturan.  Aliran misalnya aliran tanah, aliran batuan dan aliran bahan rombakan batuan.  Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah.
  • 41. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 21  Dengan gerakan relatif cepat (Iebih dari 2 m per hari hingga dapat mencapai 25 m per menit). Tipologi B Daerah kaki bukit/perbukitan, atau kaki gunung/pegunungan. Kawasan rawan di daerah ini dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut : 1. Faktor Kondisi Alam  Lereng relatif landai dengan kemiringan sekitar 10° (20%) hingga 20° (40%).  Kondisi tanah / batuan penyusun Iereng : umumnya merupakan lereng yang tersusun oteh tanah lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis montmorillonite).  Curah hujan mencapai 70 mrn/jam atau 100 mml hari. Curah hujan tahunan mencapai lebih dari 2500 mm, atau kawasan rawan gempa  Keairan lereng.  Sering muncul rembesan-rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable. 2. Faktor Aktivitas Manusia  Dilakukan pencetakan kolam yang dapat mengakibatkan merembesnya air kolam ke dalam lereng.  Sistem drainase tidak memadai.  Dilakukan pembangunan konstruksi dengan beban yang melampaui daya dukung tanah. 3. Jenis Gerakan Tanah (Longsor)  Jenis gerakan tanah yang terjadi pada kawasan ini umumnya berupa rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.’  Kecepatan gerakan lambat hingga menengah (kecepatannya kurang dari 2 m per hari). Tipologi C Daerah tebing/lembah sungai. Kawasan rawan di daerah tebing sungai, dicirikan oleh beberapa karakteristik berikut : 1. Faktor Kondisi Alam  Daerah belokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing sungai lebih dari 10° (40%).  Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau batuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2 m.
  • 42. Fenomena dan Peristiwa Longsor 22  Curab hujan mencapai 70 mm/jam atau 100 mm/ hari Curah hujan tahunan mencapai lebih dari 2500 mm. sehingga debit sungai dapat meningkat dan mengerosi kaki tebing sungai.  Keairan lereng.  Sering muncul rembesan-rembesa air atau mata air pada lereng, tertitama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable.  Kegempaan.  Lereng pada daerah rawan gempa sering pula rawan terhadap gerakan tanah. 2. Tingkat Kerawanan Kawasan Rawan Bencana Longsor Tingkat kerawanan ditetapkan berdasarkan kajian atau evaluasi terhadap :  kondisi alam (dalam hal ini kemiringan lereng, lapisan tanah/batuan, struktur geologi, curah hujan, dan geohidrologi lereng),  pemanfaatan lereng,  kepadatan penduduk dalam suatu kawasan, serta  kesiapan penduduk dalam mengantisipasi bencana longsor. Variasi tingkat kerawanan suatu kawasan rawan bencana longsor, dibedakan menjadi:  Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Tinggi Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah dan cukup padat pemukimannya, atau terdapat konstruksi bangunan sangat mahal atau penting. Kawasan ini sering mengalami gerakan tanah (longsoran), terutama pada musim hujan atau saat gempa bumi terjadi.  Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Menengah Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.  Kawasan dengan Tingkat Kerawanan Rendah Merupakan kawasan dengan potensi yang tinggi untuk mengalami gerakan tanah, namun tidak ada risiko terjadinya korban jiwa terhadap manusia ataupun risiko terhadap bangunan. Kawasan yang kurang berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapat permukiman atau konstruksi penting/mahal, juga dikatagorikan sebagai kawasan dengan tingkat kerawanan rendah. 2.2. Peristiwa Longsor Di Indonesia Bencana tanah longsor dapat terjadi jika gaya pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh besarnya sudut kemiringan
  • 43. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 23 lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gaya penahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Ini semua dimulai saat musim kering yang panjang, pada saat itu terjadi penguapan airdipermukaantanahdalamjumlahbesar.Akibatnyaterjadirongga-ronggadalam tanah yang kemudian disusul adanya retakan dan rekahan di dalam tanah. Di Indonesia biasanya bencana tanah longsor terjadi pada bulan November. Di bulan itu intensitas curah hujan meningkat. Melalui tanah yang merekah pada musim kering itu, air hujan akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Ditambah sudut lereng yang terjal atau mencapai sekitar 180o sehingga dapat menyebabkan tanah longsor. Dan sudah barang tentu akibat paling pahit akan dialami oleh orang yang tinggal di dekatnya. Akibat dari tanah longsor sebenarnya bisa dihindari seperti membuat vegetasi atau tidak tinggal di tempat penyebab bencana ini dapat terjadi. Di wilayah Indonesia, menurut data Badan Geologi menyebutkan terdapat 918 lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Tengah 327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53 lokasi,Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, Jawa Timur, dan Papua. Akhirakhirini,seringterjadibencanatanahlongsor,yangdikaitkandengandatangnya musim hujan. Bencana tanah longsor (landslides) di saat musim penghujan, banyak terjadi di Indonesia seperti di daerah Cilacap, Purworejo, Kulonprogo, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera dan lokasi lainnya di tanah air, bahkan terjadi di tengah kota seperti di Jakarta, Semarang, Jogjakarta dan di kota lainnya. Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan, dan sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah. Gambar 2. 5 Batu yang berjatuhan akibat longsor . Gambar 2. 6 Tumpukan kayu yang terbawa arus longsor dan banjir di Bahorok Sumatera Utara yang memakan korban sekitar 200 orang. Kontribusipengurangankuatgesertanahpadalerengalamyangmengalamilongsor disebabkan oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri. Erat kaitannya dengan kondisi geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) daripada tanah pembentuk lereng sangat berpengaruh terjadinya longsoran. Misalnya, sensivitas
  • 44. sifat-sifat tanah lempung, adanya lapisan tanah shale, loess, pasir lepas, dan bahan organik. Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) berpengaruh terhadap friksi yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorfologi (kemiringan daerah), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau sedang, dengan durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan, menimbul¬kan perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangan kuat gesernya. Gambar 2. 8 Tim evakuasi bencana longsor. Gambar 2. 7 Masyarakat melihat bus yang terperosok keluar dari jalan raya akibat terjangan longsoran tanah 3.1. Pengurangan Risiko Bencana Pengelolaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah. BAB III PENGURANGAN RISIKO LONGSOR
  • 45. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 25 Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya. Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun. Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir dan longsor. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa faktor ketidaksiapan. Beberapa faktor tersebut adalah : 1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya 2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya alam 3. Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan 4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya 3.1.1. Bencana Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencaharian dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan. Dalam Undang-undang No. 24Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. . Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
  • 46. Pengurangan Risiko Longsor 26 suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan kapasitas. Terjadinya Bencana Bahaya Kerentanan Kejadian RISIKO BENCANA BENCANA Gambar 3.1 Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan dan bahaya Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam, contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilafan manusia seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencana yang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan. 1. Bahaya Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya utama ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.
  • 47. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 27 Gambar 3.2 Gempa bumi Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia. Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi. 3.1.2. Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas Banjir, 38 % Gempa bumi, 31 % Kebakaran, 17 % Epidemik, 4 % Mass movwet, 2 % Letusan Gunung merapi, 3 % Kekeringan, 6 % Gambar 3.3 Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana
  • 48. Pengurangan Risiko Longsor 28 Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 – 2008. Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman bencana. Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat besaranrisikoyangmengenapadasituasibencanajugaakanberbeda.Semakin mampu untuk mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, makamanusiaakansemakindapatmensikapinyadenganlebihbaik.Sikapdan tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta DI Yogyakarta dan Jawa Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya; hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang melingkupi. 1. Ancaman Bencana Ancaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S. Pribadi ancaman bencana merupakan:  Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam atau lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan bencana.  Suatu fenomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman, kegiatan budi daya atau industri. Ancaman bencana dapat bersifat membahayakan bagi suatu lingkungan akibat kondisi lingkungan yang rentan. 2. Kerentanan Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana. 3. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah :  Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan serta penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana, termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum;
  • 49. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 29  Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik melalui penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana  Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, Kenyataan menunjukkan kerentaan cukup tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya, maka masyarkat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunan dibantaran sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahar gunung berapi, bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan tidak tahan gempa dan lain-lain merupakan contoh kerentaan suatu lingkungan 4. Kapasitas Kapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapi bencana. Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah, contohnya:  Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor  Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapat menyebabkan banjir  Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat menyebabkan longsor,  Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon baru dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor  Tidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan gempa  Tidak memiliki keterampilan bagaimana mengevakuasi ketika terjadi gempa  Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri dan orang lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain. 3.1.3. Pengurangan Risiko Bencana Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor- faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadapancaman,penurunankerentananmanusiadanproperti,pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan. 3.1.4. Upaya Pengurangan Risiko Bencana 1. Mitigasi Bencana Tujuan dari mitigasi bencana longsor adalah untuk mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam
  • 50. Pengurangan Risiko Longsor 30 sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bencana longsor. Mitigasi atau pengurangan adalah upaya untuk mengurangi atau meredam risiko. Kegiatan mitigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu fisik dan nonfisik. Rencana mitigasi bencana longsor dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen- elemen berikut :  Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencana tersebut.  Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki oleh pemegang kebijakan.  Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi dan institusi yang berbeda.  Mekanisme koordinasi institusi yang kuat.  Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan code dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman.  Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yang menggabungkan kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko.  Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibat bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian.  Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahaman risiko.  Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi. Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yang lebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian dari longsor, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harus diperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya longsor tersebut. 2. Contoh tindakan mitigasi atau peredaman :  Tindakan kesiapsiagaan  Tidak menebang atau merusak hutan  Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba, bambu, akar wangi, lamtoro, dsb., pada lereng-lereng yang gundul  Membuat saluran air hujan  Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal  Memeriksa keadaan tanah secara berkala  Mengukur tingkat kederasan hujan 3. Dampak Longsor
  • 51. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 31  Tanah dan material lainya yang berada di lereng dapat runtuh dan mengubur manusia, binatang, rumah, kebun, jalan dan semua yang berada di jalur longsornya tanah.  Kecepatan luncuran tanah longsor, terutama pada posisi yang terjal, bisa mencapai 75 kilometer per jam.  Sulit untuk menyelamatkan diri dari tanah longsor tanpa pertolongan dari luar.  Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir; pembangunan tanggul sungai dan lainnya  Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian penghargaan mengenai penggunaan lahan, tempat membangun rumah, aturan bangunan  Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum pendidikan penanggulangan bencana 4. Upaya Pengurangan Risiko Longsor Penanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana. Tanah longsor tidak membawa bencana sepanjang manusia yang ada di sekitar peristiwa mampu mengantisipasinya. Korban jiwa dan material dapat dihindari apabila setiap orang memiliki kompetensi dalam mengantisipas. Berikut beberapa kemampuan yang perlu dimiliki untuk menghindari adanya korban jiwa dan materi:  Mengenali tanda-tanda/ gejala lereng akan bergerak.  Pemetaan zona rentan & rawan gerakan tanah, serta Jalur Evakuasi  Pemetaan letak Instansi-instansi penting (Rumah Sakit, Kantor-kantor penting) untuk penanganan korban & pertolongan saat kondisi darurat.  Memasang tanda/memberi rambu pada lerenglereng yang rawan gerakan tanah/ menetapkan sempadan lereng  Pemasangan alat pantau atau alat peringatan dini longsor  Melakukan tindakan pencegahan, misalnya pengaturan drainase lereng (membuat saluran air permukaan & bawah permukaan), malakukan rekayasa vegetasi, dan perbaikan/pelandaian lereng.  Koordinasi dengan satlak & aparat terkait  Sosialisasi serta latihan pencegahan gerakan tanah & pemeliharaan lereng  Hindari gangguan pada lereng (penggalian, pemotongan, pembebanan dan penggundulan lereng yang tidak terkontrol) Penanggulangan Bencana Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 33-38, dinyatakan, bahwa: Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap
  • 52. Pengurangan Risiko Longsor 32 meliputi:  prabencana;  saat tanggap darurat; dan  pasca bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi:  dalam situasi tidak terjadi bencana; dan  dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud meliputi:  perencanaan penanggulangan bencana;  pengurangan risiko bencana;  pencegahan;  pemaduan dalam perencanaan pembangunan;  persyaratan analisis risiko bencana;  pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;  pendidikan dan pelatihan; dan  persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:  pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;  pemahaman tentang kerentanan masyarakat;  analisis kemungkinan dampak bencana;  pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;  penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan  alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:  pengenalan dan pemantauan risiko bencana;  perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;  pengembangan budaya sadar bencana;  peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan  penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
  • 53. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 33 Pencegahan meliputi:  identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;  kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;  pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/ atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;  penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan  penguatan ketahanan sosial masyarakat. Berdasarkan informasi dari Undang-undang tersebut, banyak hal yang dapat diidentifikasi, dijadikan bahan pengayaan bagi guru, yang tidak diajarkan ke siswa. Selain kompetensi yang harus dikuasai siswa tentu harus dikuasai guru, sebaiknya kepala sekolah dan guru menambah kompetensi lainnya seperti:  Menyusun Program untuk meningkatkan keamanan sekolah terhadap Bencana.  Menyusun rencana aksi sekolah, seperti.  perencanaan penanggulangan bencana;  pengurangan risiko bencana;  pencegahan;  pemaduan dalam perencanaan pembangunan;  persyaratan analisis risiko bencana;  pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;  Perencanaan penanggulangan bencana meliputi: - pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; - pemahaman tentang kerentanan masyarakat; - analisis kemungkinan dampak bencana; - pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; - penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan - alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.  Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi: - pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
  • 54. Pengurangan Risiko Longsor 34 - perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; - pengembangan budaya sadar bencana; - peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan - penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.  Pencegahan meliputi: - identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana; - kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana; - pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/ atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana; - penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan - penguatan ketahanan sosial masyarakat. 3.2. Kesiapsiagaan Longsor Kesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengan­ tisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Sebagai contoh: membangun sistem peringatan dini, penyiapan jalur evakuasi bila terjadi bencana, latihan simulasi bencana. Kesiapsiagaan diri, keluarga dan sekolah akan sangat membantu dalam mengurangi dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa, Kesiapsiagaan dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing 2. Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana 3. Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik sebelum, pada saat dan sesudah bencana. Di sekolah, guru dapat memberikan latihan kesiapsiagaan bencana longsor kepada siswa. 3.2. 1. Tindakan Sebelum Terjadi Longsor 1. Sebelum terjadi bencana kita harus sudah bisa memilih dan menentukan beberapa lokasi yang bisa kita jadikan sebagai tempat penampungan jika terjadi bencana. 2. Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi bencana longsor. 3. Mendiskusikan dengan semua anggota keluarga tempat di mana anggota keluarga akan berkumpul usai bencana terjadi. 4. Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang dibutuhkan
  • 55. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 35 seperti: Makanan kering seperti biskuit, air minum, kotak kecil berisi obat- obatan penting, lampu senter dan baterai cadangan, Lilin dan korek api, kain sarung, satu pasang pakaian dan jas hujan, surat berharga, fotokopi tanda pengenal yang dimasukkan kantong plastik, serta nomor-nomor telepon penting. 5. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko longsor :  Pembuatan sistem peringatan dini  Membuat sistem pemantauan ancaman  Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman  Pembuatan rencana evakuasi  Membuat tempat dan sarana evakuasi  Penyusunan rencana darurat, rencana siaga  Pelatihan, gladi dan simulasi atau ujicoba  Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini 3.2. 2. Tindakan Saat Terjadi Longsor Tanda-tanda yang muncul: Muncul gerakan tanah, pengembungan lereng atau rembesan air 1. Segera keluar dari daerah longsoran atau aliran reruntuhan/puing ke area yang lebih stabil 2. Bila melarikan diri tidak memungkinkan, lingkarkan tubuh anda seperti bola dengan kuat dan lindungi kepala Anda. Posisi ini akan memberikan perlindungan terbaik untuk badan Anda. 3. Segera menutup retakan tanah dengan material kedap (minimbun dengan tanah lempung), agar air hujan tidak meresap masuk ke dalam lereng. 4. Segera membuat saluran air permukaan yang kedap air, untuk mengalirkan air permuikaan (air hujan) menjauh dari lereng yang retak. 5. Segera membuat saluran bawah permukaan (dengan pipa/ bambu) untuk menguras air yang telah meresap ke dalam lereng. 6. Menjauh dari lereng rentan pada saat hujan. 7. Jangan melakukan penggalian tanah di bawah lereng terjal. Hal ini akan menyebabkan daya dukung tanah melemah dan berpotensi terjadi longsor 8. Seluruh langkah di atas JANGAN DILAKUKAN apabila hujan masih berlangsung, harus menunggu hujan reda selama beberapa jam 3.2. 3. Tindakan Sesudah Terjadi Longsor 1.Tanggap darurat Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana terjadi untuk mengurangi dampak bencana, seperti penyelamatan jiwa dan harta benda. Contoh tindakan tanggap darurat:
  • 56. Pengurangan Risiko Longsor 36  Evakuasi  Pencarian dan penyelamatan  Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD)  Pengkajian cepat kerusakan dan kebutuhan  Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan, sandang, papan, kesehatan, konseling  Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi, listrik, pasokan air untuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap darurat  Hindari daerah longsoran, dimana longsor susulan dapat terjadi  Periksa korban luka dan korban yang terjebak longsor tanpa langsung memasuki daerah longsoran  Bantu arahkan SAR ke lokasi longsor  Bantu tetangga yang memerlukan bantuan khususnya anak-anak, orang tua dan orang cacat  Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan terkini  Waspada akan adanya banjir atau aliran reruntuhan setelah longsor  Laporkan kerusakan fasilitas umum yang terjadi kepada pihak yang berwenang  Periksa kerusakan pondasi rumah dan tanah disekitar terjadinya longsor  Tanami kembali daerah bekas longsor atau daerah di sekitarnya untuk menghindari erosi yang telah merusak lapisan atas tanah yang dapat menyebabkan banjir bandang  Mintalah nasihat untuk mengevaluasi ancaman dan teknik untuk mengurangi risiko tanah longsor 3.2. 4. Adaptasi Setelah Terjadi Longsor Bagaimana pencegahan terhadap tanah longsor? Pencegahan terhadap tanah longsor dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, vegetasi LOKAL atau melakukan penanaman pohon yang mempunyai sifat berakar dalam, bertajuk ringan, cabang-cabangnya mudah tumbuh setelah dipangkas misalnya lamtoro (leucaena eucocephala) dan pete (parkia sp) dan membatasi lahan sawah dan kolam. Kedua, lakukan penanaman pohon pada tebing, seperti misalnya pohon sonokeling, sono sisoo, dan sono brit. Ketiga, di kaki lereng dilakukan penanaman swietenia macrophylla atau swietenia microphylla (mahony with large leaves Albisia (albisia) dan bambu. Keempat, pada alur sungai ditanam bambu (bambu apus) ditanam pada alur-alur erosi mengikuti kontur dengan jarak 0.3 m x 0.3 m. Di samping itu jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman. Hal ini akan mengakibatkan beban tanah
  • 57. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 37 meningkat dan mengakibatkan tanah longsor. Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman. Gambar 3. 4 Mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman mengakibatkan bahaya longsor. Gambar 3. 5 Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman. Dihimbau tidak mendirikan rumah atau membuat pemukiman di tepi lereng yang terjal. Pembangunan rumah atau pemukiman yang benar adalah di lereng bukit. Bukankah korban akibat tanah longsor yang banyak terjadi diakibatkan oleh pembangunan rumah atau pemukiman di bawah lereng yang terjal atau rawan longsor? Selanjutnya yang termasuk larangan adalah jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. Dan pembangunan rumah yang salah dilakukan di lereng bukit. Gambar 3. 6 Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. Gambar 3. 7 Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit.
  • 58. Pengurangan Risiko Longsor 38 Gambar 3. 8 Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal. Gambar 3. 9 Pembangunan rumah yang benar di lereng bukit Larangan lain untuk mengurangi bahaya tanah longsor adalah jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. Di samping itu jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi. Gambar 3. 10 Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. Gambar 3.11Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi 3.2. 5. Persiapan Penanganan Bencana oleh Masyarakat 1. Mengurangi Kemungkinan/Dampak Dalam upaya mengurangi dampak bencana di suatu wilayah, tindakan pencegahan perlu dilakukan oleh masyarakatnya. Pada saat bencana terjadi, korban jiwa dan kerusakan yang timbul umumnya disebabkan oleh kurangnya persiapan dan sistem peringatan dini. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Bencana bisa menyebabkan kerusakan fasilitas umum, harta benda dan korban jiwa. Dengan mengetahui cara pencegahannya masyarakat bisa mengurangi risiko ini. 2. Menjalin Kerjasama Penanggulangan bencana hendaknya menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah serta pihakpihak terkait. Kerjasama ini sangat penting untuk memperlancar proses penanggulangan bencana. Dalam setiap kejadian bencana di Indonesia ada beberapa pihak yang
  • 59. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP/MTs 39 bekerja sama dalam melakukan usaha-usaha penanganannya. Adalah hak masyarakat untuk menghubungi instansi terkait ini karena keberadaan pihak-pihak tersebut adalah untuk mendampingi masyarakat dalam usaha penanggulangan bencana. Hubungan dengan pihak-pihak tersebut sebaiknya dijalin dalam tahap sebelum bencana, saat bencana dan setelah bencana. Untuk memperkuat kesiapsiagaan, masyarakat bisa mendapatkan pelatihan dan bantuan dari instansi/organisasi seperti Dinas Sosial, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Search and Rescue (SAR), Rumah Sakit (Unit Gawat Darurat), Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat), Polisi Daerah, Hansip / Linmas, Palang Merah Indonesia (PMI), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Media Massa, dan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB). 3. Rehabilitasi Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit dikendalikan. 4. Rekonstruksi Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan- bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100%. Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain: (1) perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap), (2) modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan), (3) vegetasi kembali lereng-lereng, dan (4) beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.
  • 60. 4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Longsor P otretkeadaangeografiswilayahIndonesiayangsangatrentanterjadibencana tanah longsor mengharuskan para siswa di Indonesia memiliki pengetahuan tentang bencana tersebut dan bagaimana upaya pencegahannya melalui berbagai kegiatan yang dapat dilakukan sesuai keadaan dan potensi peserta didik. Pada jenjang sekolah dasar, para siswa sudah dapat diberikan pengetahuan dasar tentang bencana tanah longsor dan upaya pencegahan secara sederhana sehingga ketika bencana itu benar-benar terjadi, mereka dapat melakukan upaya penyelamatan diri. Selain itu, dalam upaya mencegah tanah longsor, para siswa dapat diajak untuk berperan serta dalam pelestarian lingkungan di sekitar mereka. Muatan Pendidikan PRB untuk siswa SMP disusun dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kepentingan dan kemampuan peserta didik dan lingkungannya Muatan pendidikan PRB dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki peluang atau kesempatan untuk selamat dan membantu orang lain agar selamat ketika banjir terjadi. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut perlu peningkatan kompetensi/kapasitas peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dalam lingkungan tersebut. Kegiatan pembelajaran PRB berpusat pada peserta didik. 2. Keragaman risiko bahaya dan karakteristik daerah dan lingkungan Setiap daerah memiliki risiko, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan PRB sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus mengakomodir keragaman tersebut yang relevan dengan kebutuhan pendidikan PRB. 3. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat Pengembangan muatan pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat diperlukan, termasuk kearifan lokal yang ada. BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO LONGSOR