SlideShare a Scribd company logo
1 of 108
Download to read offline
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 1
keuangan negara | no. 005 vol. ii 20162
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 3
6EDISI BERLANGGANAN
jabodetabek
luar jabodetabek
Rp300.000, -
Rp350.000, -
12EDISI BERLANGGANAN
jabodetabek
luar jabodetabek
Rp600.000, -
Rp650.000, -
Ya! saya mau berlangganan
Nama: ________________________________________________________________________
________________________________________________________________________________
Alamat Pengiriman: Kantor Rumah:
________________________________________________________________________________
________________________________________________________________________________
________________________________________________________________________________
________________________________________________________________________________
________________________________________________________________________________
Kode Pos: ____________________________________________________________________
Telp/Fax: ____________________________________________________________________
________________________________________________________________________________
E-Mail: ________________________________________________________________________
Data Pelanggan
Beri tanda pada paket yang dipilih
6 EDISI 12 EDISI
Jumlah Eksemplar: ____________________________________________
Ingin berlangganan mulai:
Bulan: _________________________________ Tahun _________________
Pilih Paket Berlangganan
P
Kirim Formulir Berlangganan melalui Fax: 021-29922743
atau E-Mail: keuangan.negara@gmail.com
dengan subject BERLANGGANAN.
Info lebih lanjut hubungi EDY PURWANTO 081348489334
Berlangganan
&
KINI HADIR DI TOKO BUKU GRAMEDIA TERDEKAT DI KOTA ANDA
FORMULIR BERLANGGANAN
keuangan negara | no. 005 vol. ii 20164
M
ajalah Keuangan Negara adalah majalah kajian dengan
frekuensi terbitan triwulanan. Kami berupaya menyajikan
kajian-kajian faktual berupa informasi dan gagasan terkait
tata kelola keuangan negara. Dengan harapan, sajian di majalah ini
dapat membantu para pengambil kebijakan dalam mengakselerasi
program dan kebijakan.
Dalam edisi 5 kali ini, redaksi menyajikan Laporan Utama tentang
Jejak Nawacita Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Melalui riset yang mendalam, kami berusaha menghadirkan jejak dan
pencapaian agenda prioritas pemerintah selama dua tahun ini.
Dalam lingkup perencanaan, kita melihat adanya “kesenjangan”
antara idealitas yang dicita-citakan di dalam Nawacita dengan
RPJMN 2015-2019. Meskipun pemerintah berupaya menyelaraskan
visi, misi, dan agenda prioritasnya ke dalam perencanaan nasional,
namun faktanya kurang didukung oleh politik anggaran (APBN)
yang mumpuni. Fenomena tersebut menjelaskan alasan Presiden
Jokowi melakukan 2 (dua) kali perombakan kabinet—khususnya tim
ekonomi—yang notabene dinilai kurang memahami cita rasa Nawacita
yang diramu oleh sang Presiden.
Apalagi, RPJMN 2015-2019 yang diterbitkan pemerintah pada 15
Januari 2015, disusun dengan kerangka makro ekonomi yang sangat
ambisius. Misalnya tingkat kemiskinan dicanangkan dapat ditekan
sampai 7,0-8,0 persen pada 2019, pengangguran terbuka dikurangi
menjadi 4,0-5,0 persen di tahun 2019 serta pertumbuhan ekonomi
dipatok 8% pada 2019. Di tengah kondisi perekonomian yang masih
kurang menguntungkan, sudah barang tentu target dan sasaran
tersebut perlu disokong dengan kerja ekstra keras dan gotong royong.
Beralih ke rubrik lain, di rubrik Success Strory, kami menayangkan
rekam jejak beberapa Bupati yang kaya akan prestasi, antara lain;
Bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah, Bupati Kutai Kartanegara, Rita
Widyasari, Bupati Tabanan, Ni Eka Wiryastuti, dan Bupati Minahasa
Selatan, Tety Paruntu.
Redaksi juga menyajikan kajian yang tak kalah menarik antara lain
kajian mengenai Efisiensi Anggaran, kajian tentang Reposisi Auditor
Internal dalam Audit Barang dan Jasa, kajian tentang Hubungan
Kelembagaan Antara BPK RI, DPR RI dan DPD RI, kajian mengenai
Tata Kelola Dana Partai Politik, serta kajian mengenai pengelolaan
keuangan daerah.
Redaksi terus berupaya memperbaiki kualitas majalah baik dari
segi tampilan maupun konten. Karena itulah partisipasi pembaca
diperlukan bagi perbaikan Majalah Keuangan Negara yang baru
berusia seumur jagung. Selamat membaca.[]
SOKONG DENGAN
GOTONG ROYONG
EDITORIAL
PEMBINA
Achmad Djazuli
Amin Adab Bangun
Jariyatna
Krishna Hamzah
PENASEHAT HUKUM
Haryo Budi Wibowo, SH, MH
PIMPINAN REDAKSI
Prasetyo
SEKRETARIS REDAKSI
Abdulloh Hilmi
SIDANG REDAKSI
Achmad Djazuli
Jariyatna
Krishna Hamzah
Megel Jekson
Prasetyo
REDAKTUR PELAKSANA
Megel Jekson
REPORTER
Ahmad Sutrisno
Afuan Abdul Halim
Aprilia Hariani
Manta Supriyatna
Taufik Adi Rismawan
FOTOGRAFER
Aprilia Hariani
LAYOUT
Boedy S. Pasoepati
MARKETING/IKLAN
Edi Purwanto
SIRKULASI/PENJUALAN
Rojaul Huda
Syahroni
ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA/IKLAN:
Kantor Pusat Kajian Keuangan Negara
Jl. Kartini Raya No. 17B, Jakarta Pusat
Telepon: (021) 29922743
Fax: (021) 29922743
PERSON CONTACT: 081348489334
WEB: www.keuangan.co
www.keuangan.or.id
E-MAIL: keuangan.negara@gmail.com,
marketing@keuangan.or.id
TWITTER: @keuangannegara
FB: Majalah Keuangan Negara
REKENING BANK: Giro Bank Rakyat
Indonesia KCP BPKP
No Acc: 1148.01.000117.307
a/n Pusat Kajian Keuangan Negara
PENERBIT: Pusat Kajian Keuangan Negara
ISSN: 24607304
SK No. 0005.24607304/JI.3.2/
SK.ISSN/2015.08 - 20 Agustus 2015 Redaksi menerima kontribusi tulisan yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak
mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi.
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 5
keuangan negara | no. 005 vol. ii 20166
daftarisi
LAPORAN UTAMA
10 |
Nawacita Dalam Bingkai Perencanaan Nasional
Selama Dua Tahun Memimpin Indonesia, Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla Terlihat Masih Mencari
Formula Yang Tepat Untuk Menjejakkan Nawacita Ke Dalam Politik Anggaran Serta Kebijakan
Pembangunan.
16 |
Utak-Atik Politik
Anggaran
Pemerintah Nampak Masih Meramu Politik
Anggarannya Agar Serasi Dengan Visi Dan
Misi.
22 |
Kerja Keras Kejar Target
Pembangunan
Pemerintah Pontang-Panting Kerja Keras
Mengejar Target RPJMN 2015-2019.
Belakangan, Bappenas Mengkaji Kemungkinan
Revisi RPJMN Yang Dinilai Sudah Tidak
Realistis.
28 |
Arah Otonomi Daerah Di
Era Nawacita
Esensi Otonomi Daerah Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah Adalah
Pemberian Pemberian Kewenangan Kepada
Pemerintah Daerah Dalam Menyelenggarakan
Pemerintahan Secara Mandiri. Sejauh Mana
Implementasi Otonomi Daerah Selama Ini?
34 |
Nawacita Dan Problem Kemiskinan
Desa
Kemiskinan Masih Berpusat Di Desa. Fenomena Ini Patut
Menjadi Perhatian Utama Pemerintah. Upaya Sistematis Untuk
Mengentaskan Kemiskinan Desa Ini Sesuai Dengan Nawacita
Ketiga Yaitu Membangun Indonesia Dari Pinggiran Dengan
Memperkuat Daerah-Daerah Dan Desa Dalam Kerangka
Negara Kesatuan. Persoalannya, Bagaimana Efektivitas Program
Pembangunan Desa Selama Ini?
37 |
Di Tengah Tantangan Kemiskinan
Dan Ketimpangan
Sejak Presiden Jokowi Dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Dilantik
Pada 20 Oktober 2014 Silam, Pemerintah Berusaha Mendesain
Politik Anggaran Di Dalam APBN Agar Sesuai Dengan Platform,
Visi, Dan Misi Yang Tertuang Di Dalam Nawacita Dan Trisakti.
Hampir 2 Tahun Memimpin Indonesia, Nawacita Yang Dulu
Bergelora Nampak Sayup Di Tengah Gelombang Kemiskinan Dan
Ketimpangan.
foto:tempo
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 7
PERSPEKTIF
25 |
Mimpi (Bersama) Presiden Jokowi
---------------------------------------
SUCCESS STORY
42 |
Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah
Bupati Penuh Inovasi Dan Prestasi
---------------------------------------
AUDIT
62 |
Inilah Penyebab Pengecualian
WTP Atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat Tahun
Anggaran 2015
66 |
Reposisi Peran Auditor Internal
Dalam Audit Pengadaan Barang
Dan Jasa Pemerintah
---------------------------------------
AKUNTABILITAS
68 |
17 Pemerintah Daerah Konsisten
Mendapatkan Opini WTP
70 |
Akuntansi Berbasis Akrual:
Pembinaan Kemendagri
Terkendala Di Regulasi
48 |
Menata Belanja Negara
--------------------------------------------------------
50 |
Pemerintah Kencangkan Ikat Pinggang
--------------------------------------------------------
56 |
Menata Ulang Dana Politik Di Indonesia
ANGGARAN
76 |
Asas-Asas Umum Dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah
---------------------------------------
ANTARLEMBAGA
78 |
Mensinergikan Fungsi
Pengawasan Keuangan Negara
Antara BPK, DPR Dan DPD
84 |
Peran Badan Akuntabilitas Publik
DPD Dalam Menindaklanjuti
Temuan BPK
---------------------------------------
PESONA INDONESIA
92 |
Strategi Kemenpar Genjot
Pariwisata Indonesia
97 |
Pariwisata Mendorong Ekonomi
Masyarakat
98 |
Pengembangan Tanah Lot
Lestarikan Nilai Luhur Budaya
100 |
Sinergitas Pengelolaan Tanah Lot
101 |
Kontribusi Pengelolaan Objek
Wisata Tanah Lot
---------------------------------------
RESENSI
102 |
Perusahaan Negara, Masa Depan
Bangsa
102 |
Tata Kelola Aset, Untuk
Kesejahteraan Rakyat
---------------------------------------
TOKOH
104 |
Bupati Dedi Mulyadi Bicara
Efisiensi
105 |
Tito Karnavian, Papua Tak Bisa
Lepas Dari Hati
105 |
Lukas Enembe, Papua: Antara
Uang dan Kewenangan
---------------------------------------
KOLOM HUKUM
106 |
Mencegah Kriminalisasi Terhadap
Penyelenggara Negara
-------------------------------------
keuangan negara | no. 005 vol. ii 20168
negara yang diderita. Korban lain
dari korupsi adalah masyarakat
yang menderita akibat perilaku
korup.
Misalnya korupsi berupa
mark up anggaran dalam proyek
tertentu telah menyebabkan hasil
proyek memiliki kualitas buruk
yang merugikan atau bahkan
membahayakan masyarakat.
Dalam ilmu viktimologi,
terdapat victim precipitation
theory yaitu teori dimana korban
ikut serta berperan terhadap
terjadinya kejahatan. Menurut
Von Hentig, korban melakukan
perilaku-perilaku yang mendorong
munculnya kejahatan terhadap
diri mereka. Dalam hal ini
korban memberikan peluang
terhadap terjadinya kejahatan atau
melakukan provokasi-provokasi
yang dapat menjadikan kejahatan
terjadi.
Dalam kasus korupsi, victim
precipitation tersebut dapat
berupa tata kelola maupun budaya
kerja yang dikembangkan dalam
instansi pemerintah sangatlah
buruk sehingga rentan terhadap
terjadinya korupsi. Sebagai
gambaran, tidak adanya contoh
dan keteladanan akan perilaku
yang baik dalam organisasi
pemerintah maupun tidak adanya
kode etik dan aturan perilaku
yang harus dipatuhi tentu akan
menumbuhkan peluang terhadap
terjadinya korupsi.
Korupsi juga dapat terjadi
ketika sistem pengendalian dan
pengawasan dalam instansi
pemerintah tidak dapat berjalan
dengan efektif sehingga
memudahkan terjadinya korupsi.
Misalnya saja sistem akuntabilitas
kinerja dalam instansi pemerintah
yang dilaksanakan dengan asal-
asalan, pengawasan transaksi yang
lemah hingga sistem informasi
yang mudah diakses siapa saja
tentu memberikan kesempatan
terhadap terjadinya korupsi.
FEED BACK
penjualan pinang, noken, dan
memberikan bantuan yang nyata
untuk usaha kecil masyarakat yang
ada di Papua. Cegah Pemerintah
Daerah Papua untuk melakukan
utang kepada luar negeri dengan
alasan pemerintah pusat tidak
membantu pembangunan Papua.
Jangan biarkan negeri kita terlalu
banyak utang. Semua masalah di
daerah bisa diselesaikan dengan
cara musyawarah mufakat dan
gotong royong.
Bapak Presiden, mohon juga
pertegas status freeport. Jadikan
milik negara atau lepaskan saja
karena keadaan Timika semakin
memburuk dengan adanya freeport.
Dan, yang terakhir berikan
kepercayaan kepada pejabat yang
memang gerakannya tidak ada
unsur menghianati negara.
Semoga Majalah Keuangan
Negara menjadi salah satu media
yang menjadi kepercayaan
rakyat karena selama ini telah
memberikan berita yang seimbang.
Ratih Amalia Lestari
Aktifis Muda NU, tinggal di Papua
VIKTIMOLOGI DALAM
KASUS KORUPSI
Sebagaimana kita semua
ketahui, korupsi yang terjadi di
Indonesia saat ini telah menjadi
sangat masif dan dilakukan pada
berbagai level dan tingkatan.
Dalam kasus korupsi, sering kali
kita hanya melihat kasus korupsi
dari sisi pelaku, bukan dari sisi
korban. Padahal sebenarnya selain
ilmu kriminologi, ada pula ilmu
viktimologi.
Viktimologi adalah ilmu yang
mempelajari perilaku kriminal dari
sisi korban (victim), bukan dari
sudut si pelaku. Dengan demikian,
inti dari ilmu viktimologi adalah
pada korban kejahatan itu sendiri.
Dalam kasus korupsi, korban
perilaku korup meliputi negara
berupa kerugian keuangan negara
atau kerugian perekonomian
SURAT PENDEK
UNTUK BAPAK
PRESIDEN
Assalamualaikum Wr.Wb,
Yth Bapak Presiden dan
pengemban amanah di seluruh
Indonesia,
Melalui surat pembaca ini
saya ingin menyampaikan yang
sebenarnya terjadi di Papua, agar
tidak ada lagi kesalahpahaman
antara Papua dan Jakarta
(Pemerintah Pusat). Program yang
perlu Bapak Presiden fokuskan di
Papua adalah pengelolaan Dana
Otsus harus merata agar kemajuan
Papua bisa mengikuti daerah
lainnya. Selama ini Otsus dirasa
masih belum terlalu memberikan
dampak yang efektif dan efisien
untuk pembangunan Papua.
Berikutnya, Bapak perlu
mencermati kelompok radikal di
Papua yang memecah persatuan
di Papua. Mohon berikanlah
peringatan yang tegas agar kami
sebagai masyarakat Papua tidak
menjadi korban konflik. Bapak
Presiden mesti menelusuri
daerah-daerah tertinggal di
Papua yang sama sekali tidak
tersentuh bantuan pemerintah
baik dalam bentuk pendidikan,
sarana ibadah maupun kesehatan.
Jalinlah komunikasi yang baik dan
satu tujuan untuk membangun
Indonesia antara pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah
Papua.
Lestarikanlah kekayaan Papua
dan lindungi ciri khas Papua
seperti burung cenderawasih,
keuangan negara | no. 005 vol. ii 20168
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 9
sosial ini melalui satu media untuk
menjamin kevalidan data. Untuk
merealisasikan ide ini memang
kita menghadapi tantangan, yaitu
masih amburadulnya tata kelola
pembuatan e-KTP di seluruh
daerah di Indonesia, dan juga ruang
memori e-KTP yang tergolong
masih terbatas.
Informasi dari kementerian
Dalam Negeri, KTP El generasi
pertama telah tertanam chip
dengan kapasitas 8 kilobyte berisi
data kependudukan dan disimpan
di server pusat dengan kapasitas
total 724 terabyte. Memori ini
tergolong kecil mengingat KTP El
di Malaysia telah tertanam chip
dengan kapasitas memori sebesar
32 kilobyte. Semakin besar ruang
kapasitas memori tersebut maka
semakin banyak informasi yang
bisa dimasukkan di dalamnya,
termasuk informasi pemegang
KTP El tersebut apakah masuk
dalam penerima bantuan sosial atau
subsidi langsung.
Selanjutnya, para penerima
akan mencairkan dana bantuan
sosial atau dana subsidi langsung
melalui agen LKD yang tersebar
di seluruh Indonesia. Masalah
agen bank ini sangat penting dan
pemerintah perlu untuk melakukan
upaya perekrutan agen bank secara
masif namun tetap memperhatikan
faktor kehati-hatian sesuai dengan
peraturan di bidang perbankan yang
berlaku.
Ike Kurniati
Programer & Web Developer, tinggal di
Jakarta Selatan
BUKAN NAWACITA
YANG DIHARAPKAN
Nawacita adalah agenda
politik yang menjadi prioritas
kerja Jokowi serta pasangannya
jika memenangkan pemilu. Bagi
masyarakat, Nawacita adalah janji
suci Jokowi untuk mengembalikan
kehidupan masyarakat ke
arah yang lebih baik. Dengan
Melalui implementasi
ilmu viktimologi dalam kasus
korupsi maka kita akan dapat
memahami kasus korupsi dengan
lebih komprehensif sehingga
memudahkan dalam memberantas
korupsi di Nusantara.
Adreno Kurniawan
Auditor Inspektorat Kabupaten Sleman,
Yogyakarta
INTEGRASI BANTUAN
SOSIAL MELALUI
E-KTP
Di zaman modern seperti
sekarang ini, kecanggihan teknologi
informasi perlu dimanfaatkan
dengan maksimal, khususnya
dalam meningkatkan pelayanan
publik. Di sektor perpajakan kita
sudah mulai menggunakan e-Billing
pajak guna mempermudah wajib
pajak membayar kewajiban pajak.
Pemerintah membuat berbagai
kartu, misalnya Kartu Indonesia
Pintar, dan rencana pembuatan
Kartu Indonesia Sejahtera.
Guna meningkatkan pelayanan
publik, khususnya di bidang
sosial, saya kira perlu dipikirkan
bagaimana membuat sistem
informasi yang terintegrasi sebagai
identifikasi resmi bagi penduduk
miskin penerima bantuan sosial
dalam bentuk apapun. Masyarakat
miskin sangat berpeluang untuk
mendapatkan lebih dari satu macam
bantuan sosial dan subsidi, misalnya
ketika seseorang memenuhi kriteria
sebagai rumah tangga sasaran
program PKH, dan di saat yang
bersamaan akan memenuhi pula
kriteria untuk program PSKS dan
bantuan subsidi beras miskin.
Dan tidak menutup kemungkinan
apabila dia merupakan petani
kecil maka dia berhak untuk
mendapatkan subsidi benih dan
subsidi pupuk.
Nah, pemerintah,
khususnya Kementerian Sosial
perlu memikirkan bagaimana
mengintegrasikan dana bantuan
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 9
mengedepankan sembilan landasan
kerja pemerintah ini, masyarakat
sekali lagi bisa berharap akan
hidup yang lebih baik.
Sayangnya, baru dua tahun
menjabat mebel yang dibeli
masyarakat sudah mulai lapuk.
Angin segar yang sempat terasa
kini hilang entah kemana. Janji
untuk mengedepankan dialog
dalam penyelesaian tak bakal
terlaksana selama menterinya
melulu mengancam ‘libas’ pada
tiap pendapat yang beda.
Realita yang terjadi saat ini
sungguh berbeda dengan harapan
yang dulu sempat terlihat dari
sang tukang mebel. Mengharapkan
pemerintah dari sipil yang
memiliki karakter kuat untuk
menyelesaikan persoalan bangsa
sungguh tidak terlaksana. Bolehlah
Jokowi mengejar pembangunan
ekonomi dengan membuka ruang
investasi selebar-lebarnya. Tapi
membangun ekonomi tentu tidak
berarti mengorbankan hidup
masyarakat demi masuknya
investasi. Bukannya memberikan
rasa aman pada seluruh warga
negara sebagaimana tercantum
dalam Nawacita?
Kriminalisasi 26 aktivis
yang melakukan aksi penolakan
terhadap Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2015 tentang
Pengupahan. Pembubaran begitu
banyak acara diskusi tentang
pelanggaran HAM di berbagai
kota. Serta paket kebijakan
ekonomi yang begitu menyiksa
tanpa bisa ditolak apalagi
ditimbang usul kita. Semua yang
terjadi justru berkebalikan dengan
janji suci nawacita. Janji untuk
mengedepankan dialog serta
kemandirian ekonomi seperti
khayalan belaka. Sungguh bukan
seperti Nawacita yang diharapkan.
Aditia Purnomo
Mahasiswa Ilmu Dakwah dan ilmu
Komunikasi UIN Jakarta
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201610
Selama dua tahun memimpin Indonesia,
pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla terlihat masih
mencari formula yang tepat untuk menjejakkan
Nawacita ke dalam politik anggaran serta
kebijakan pembangunan.
NAWACITA
DALAM BINGKAI
PERENCANAAN NASIONAL
LAPORAN UTAMA
Divisi Riset Pusat Kajian Keuangan Negara
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 11
S
ejarah mencatat, setiap presiden membawa ideologi
(belief on goodness) ekonominya masing-masing.
Presiden Sukarno mengusung Ekonomi Gotong
Royong. Presiden pertama Indonesia tersebut juga
mencetuskan ajaran Trisakti. Kemudian saat Presiden
Suharto memimpin, pemerintah mempopulerkan
jargon Ekonomi Pembangunan yang bertumpu pada
trilogi pembangunan, yaitu stabilitas, pertumbuhan, dan
pemerataan.
Selanjutnya di era reformasi, ideologi ekonomi
Presiden Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid
dan Presiden Megawati nampak masih samar, karena
konsentrasi era pemerintahan ini lebih condong pada
konsolidasi kebangsaan. Kemudian, ketika Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi orang nomor
satu di negeri ini, dia memperkenalkan apa yang disebut
SBYnomics yang terdiri atas 3 (tiga) pilar yaitu pro growth,
pro job, dan pro poor.
Sementara itu, Presiden Jokowi tampil di panggung
kekuasaan hasil Pemilu Presiden tahun 2014 dan
mengusung ideologi Jokowinomics. Adapun, Jokowinomics
tersebut dapat dibaca melalui Nawacita atau sembilan
program yang menjadi agenda prioritas pemerintah
periode 2014-2019.
Bagaimana strategi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla
dalam menerjemahkan Nawacita ke dalam kebijakan
pembangunan?
PROBLEM PERENCANAAN NASIONAL
Sebelum menilai pencapaian Nawacita selama dua
tahun ini, ada baiknya kita mendiskusikan kembali
perencanaan nasional sebagai legitimasi formal
kenegaraan. Secara teoritis, menurut Conyers dan Hills
(1984), perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri
dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk
menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201612
Gambar 1. Tahapan Pembangunan dan Arah Kebijakan RPJPN 2005-2025
untuk mencapai tujuan tertentu di
masa mendatang.
Dari definisi tersebut, diketahui
perencanaan nasional sangat penting
sebagai indikator pencapaian tujuan
dalam rentang waktu tertentu. Dalam
konteks pembangunan nasional,
Indonesia memiliki jejak sejarah pola
perencanaan nasional yang terpadu
dan menyeluruh. Sebagai contoh, di
era Presiden Soekarno pemerintah
menerapkan Pola Pembangunan
Nasional Semesta dan Berencana
(PNSB). Kemudian di era Orde Baru,
Presiden Soeharto menggunakan
Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) sebagai dasar perencanaan
nasional.
Pada aspek Pola PNSB tahap
pertama (1961-1969) sebagaimana
diatur dalam TAP MPRS No II/
MPRS/1960, aspek pembangunan
yang diatur juga berkaitan
dengan aspek-aspek fundamental.
Pembangunan tidak hanya
dititikberatkan pada pembangunan
fisik, tetapi juga termasuk
pembangunan revolusi mental dalam
membangun karakter kebangsaan
manusia Indonesia seutuhnya.
Sementara, GBHN era Presiden
Soeharto—meskipun sama-sama
ditetapkan oleh MPR seperti PNSB—
ruang lingkupnya hanya berisi
haluan pembangunan pemerintahan
pusat yang dilaksanakan oleh
eksekutif saja. Sedangkan orientasi
aspek pembangunan GBHN terlalu
menitikberatkan kepada aspek
pembangunan fisik. Sementara itu,
aspek pembangunan karakter nasional
bangsa banyak diabaikan.
Selanjutnya pada era reformasi,
pemerintah menerbitkan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN). Pola
perencanaan ini terbagi dibreakdown
ke dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM).
Bila dibandingkan dengan
kedua sistem perencanaan di era
sebelumnya, SPPN dibuat oleh
masing-masing Presiden terpilih,
dan cenderung lebih eksklusif. Selain
hanya mengatur haluan pemerintahan
selama lima tahun—yang merupakan
visi dan misi capres/cawapres—SPNN
juga disusun dan diputuskan sendiri
oleh pemerintah.
Berpangkal pada hal tersebut,
banyak kalangan memberikan kritik
terhadap SPNN yang terasa parsial
dan belum mencerminkan pola
pembangunan yang berkelanjutan.
Saat dikukuhkan menjadi Guru
Besar Ilmu Pemerintahan Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (2015),
Bahrullah Akbar menyinggung
beberapa permasalahan terkait
perencanaan nasional.
Pertama, jargon perencanaan
pembangunan masih bersifat
seremonial, business as usual tanpa
arah yang komprehensif. Artinya,
perencanaan masih mengedepankan
pekerjaan administratif dan
seremonial, dibandingkan bagaimana
membahas kualitas perencanaan
dan hubungan perencanaan pusat
dan daerah, yang terkorelasi dengan
tujuan berbangsa bernegara.
Menyedihkan untuk mengatakan 71
Tahun Indonesia belum ada blue print
jangka panjang sebagai acuan tujuan
berbangsa dan bernegara.
Kedua, kita tidak mempunyai
dashboard Keuangan Negara
berupa perhitungan sumber potensi
keuangan negara atau penggalian
revenue centre yang komprehensif
dan integratif bagi negara. Sebagai
contoh antara lain berupa potensi
pajak dan cukai yang belum tergali,
timpangnya kemampuan pendapatan
LAPORAN UTAMA
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 13
asli daerah (retribusi) dengan dana
transfer, optimalisasi sumber daya
alam, seperti antara lain; leverage
asset perhitungan cadangan minyak,
gas bumi, minerba serta potensi
kemaritiman dan hasil laut.
Ketiga, tidak adanya koordinasi
dan arah yang jelas dalam penyusunan
perencanaan strategis pemerintah
pusat dan pemerintah daerah
untuk mencapai tujuan bernegara,
antara lain tidak meet and match
kepentingan pusat dan daerah dalam
belanja tugas pembantuan dan
dekonsentrasi.
Keempat, bahwa kekayaan
negara yang dipisahkan yang berada
di BUMN, BUMD dan BLU masih
belum terjangkau dalam penyusunan
perencanaan pembangunan
komprehensif dan integratif.
Kelima, perencanaan strategis
yang disusun selama ini masih
belum mempola secara khusus
pembangunan manusia Indonesia
secara utuh (nation and character
building). Permasalahan di atas
menandakan bahwa sumber daya
manusia kita belum mendapat
perhatian secara khusus. Sasaran
pembangunan hanya terfokus kepada
pencapaian indikator pertumbuhan
ekonomi. Dengan kata lain, kita
belum sepenuhnya membangun
jiwa dan raga secara utuh dan
fundamental.
Lalu, bagaimana upaya
pemerintahan Presiden Jokowi dan
Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam
memperbaiki perencanaan nasional,
dan sekaligus menerjemahkan visi,
misi dan janjinya ke dalam kebijakan
pembangunan?
NAWACITA DAN RPJMN
Sekalipun perencanaan nasional
kita dewasa ini dihadapkan pada
problema seperti diutarakan di atas,
kita melihat upaya pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla untuk melakukan
perubahan-perubahan pada RPJMN
2015-2019. Sekadar mengingat, proses
penyusunan RPJMN 2015-2019 telah
dimulai pada Januari 2014, seiring
diterbitkannya Peraturan Menteri
PPN/Kepala Bappenas Nomor
1 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional 2015-
2019 yang ditandatangani Armida S.
Alijahbana pada 3 Januari 2014.
Di sinilah letak tantangannya.
Pemerintahan baru di bawah Presiden
Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
dikejar “deadline” untuk merumuskan
kembali RPJMN dan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) sesuai dengan visi,
misi, dan program prioritas presiden
dan wakil presiden terpilih.
Walhasil, dalam waktu kurang
dari 3 (tiga) bulan, yaitu tertanggal 15
Januari 2015 secara resmi pemerintah
Nawacita Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201614
menerbitkan RPJMN 2015-2019
melalui Peraturan Presiden Nomor 2
Tahun 2015. Begitupula dengan RKP
2015, yang disusun pada tahun 2014
oleh Pemerintahan SBY-Boediono,
kemudian direvisi seiring dengan
penyusunan RAPBN Perubahan
2015 yang disahkan pada tanggal 14
Februari 2015.
Banyak kritik dialamatkan pada
dokumen resmi perencanaan nasional
jangka menengah tersebut. Setidaknya
terdapat empat model masalah yang
dapat kita telisik, antara lain; pertama,
indikator Nawacita dan RPJMN tidak
sama. Kedua, Nawacita memiliki
indikator, sedangkan RPJMN
tidak punya. Ketiga, RPJMN punya
indikator, sedangkan Nawa Nawacita
tidak punya. Keempat, Nawacita
memiliki indikator global, sedangkan
RPJMN penuh dengan indikator
detail tanpa ada yang global.
Sebagai contoh, Nawacita
memiliki sebuah indikator untuk
menjadikan sektor UMKM dan
ekonomi kreatif sebagai penyumbang
60 persen PDB. Sementara itu,
RPJMN tidak memiliki indikator
itu, hanya terdapat indikator-
indikator kecil seperti UMKM
mencapai 7,5 persen dari
PDB, keanggotaan koperasi
mencapai jumlah tertentu, dan
lain-lain. Selanjutnya, problem
paradigmatik yang penting
disorot adalah jargon Revolusi
Mental yang tidak “bunyi”
dalam RPJMN.
Pada mulanya, politikus PDI
Perjuangan Eva Kusuma Sundari,
juga melayangkan kritik terhadap
RPJMN 2015-2019. Dia mengatakan,
target Nawacita seperti penurunan
gini rasio dan mal nutrisi tidak bunyi
di RPJMN Teknokratis.
“Justru program MP3EI yang
dominan karena rancangan RPJMN
sudah disusun Februari 2014, saat
era pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY),” terang dia dalam
Diskusi RPJMN di Jakarta, Minggu
(11/1/2015).
Eva menyebut, beberapa contoh
kesenjangan RPJMN dan Nawacita
yakni; pertama, Nawacita memberi
tekanan pada misi mengurangi
kesenjangan ekonomi dengan target
0,30 persen pada 2019, sedangkan
RPJMN tidak memberikan perhatian
pada target ini.
Kedua, Nawacita memberikan
perhatian besar pada pengurangan
barang impor bahan baku dan
barang modal 5 persen per tahun.
RPJMN tidak memberi perhatian
pada target tersebut. Ketiga, Nawacita
mencanangkan target rasio pajak
16 persen terhadap GDP hingga
2019, sementara RPJMN hanya
menargetkan optimalisasi penerimaan
negara.
Kesenjangan keempat, beberapa
target bidang kesehatan RPJMN
cenderung konservatif. Angka
kematian ibu dan anak dalam RPJMN
ditargetkan 306 per 100 ribu pada
2019. Sementara Nawacita memasang
target 102.
Kelima, Nawacita
memproyeksikan prevelensi bayi
gizi buruk nol persen sampai lima
tahun mendatang dan RPJMN hanya
turun sampai 17 persen di 2019.
Sementara itu, indikator dalam bidang
pendidikan pun masih dalam rangka
implementasi kurikulum 2013, karena
hampir pasti tidak akan terlaksana
oleh Kementerian Kebudayaan,
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Namun belakangan, ketika
dihubungi redaksi, Eva mengatakan
kritiknya telah dijawab pemerintah.
“Kritik itu sudah direspon, gini ratio
turun sedikit. Dengan pemotongan
APBN-P kita harus hati-hati. Yang
krusial justru concentration of wealth
yang trend-nya lebih kuat,” katanya,
Senin (5/9/2016).
AMBISIUS ATAU UTOPIS?
Apabila mendalami isi RPJMN
dan dokumen Nawacita, memang
masih terdapat beberapa kesenjangan
antara sasaran, target dan indikator
yang ditetapkan dari masing-masing
dokumen.
Sebagai contoh misalnya,
indikator indeks pembangunan
manusia (IPM) di Nawacita
ditetapkan 76.60, tetapi sasaran
RPJMN menetapkan 76.30.
Sedangkan realitas tahun 2015 sebesar
69.55. Selain itu, indeks gini ratio di
Nawacita memproyeksikan 0.30, tetapi
di dalam RPJMN dipatok 0.36. Dan,
realitas tahun 2016 indeks gini
ratio sebesar 69.55.
Kesenjangan yang juga
mencolok misalnya sasaran
pertumbuhan ekonomi, yang
disasar Nawacita sebesar 6.0%-
7.5%, namun di RPJMN malah
dipatok lebih tinggi yaitu
sebesar 8%.
Sementara itu, penurunan
tingkat kemiskinan dipatok realtif
moderat, Nawacita mencanangkan
kurang dari 8%, sedangkan RPJMN
mematok kisaran 7-8%. Begitupula
dengan tingkat pengangguran
terbuka, Nawacita menargetkan 4%
dan RPJMN mematok 4-5%.
Bersandar pada acuan indikator
Nawacita dan RPJMN tersebut, dapat
disimpulkan bahwa Nawacita belum
sepenuhnya diterjemahkan ke dalam
perencanaan nasional. Padahal,
indikator-indikator tersebut menjadi
basis acuan penilai masyarakat
LAPORAN UTAMA
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 15
Sasaran dan Indikator Nawacita dan RPJMN 2015-2019
terhadap pencapaian, serta janji dan
visi misi Presiden Jokowi.
Karena itu, untuk mewujudkan
sasaran pembangunan nasional,
pemerintah perlu bekerja keras
mengejar target-target yang ambisius
tersebut, dan sekaligus mewaspadai
realitas yang terjadi saat ini. Ambil
contoh misalnya untuk mewujudkan
IPM sebesar 76.30 tahun 2019.
Berbekal pencapaian IPM tahun 2015
sebesar 69.55, maka pemerintah perlu
bekerja keras menambah sekitar 1.69
point setiap tahunnya.
Adapun, pembentuk IPM
terdiri atas 3 (tiga) dimensi yaitu
umur panjang dan hidup sehat
(kesehatan), pengetahuan (kualitas
pendidikan), dan standar hidup layak
(perekonomian). Dari ketiga dimensi
tersebut, kita masih dihadapkan pada
sejumlah kekhawatiran.
Dari dimensi kesehatan, kita
menghadapi kekhawatiran sebagai
berikut; pertama infrastruktur
kesehatan belum merata dan
kurang memadai. Dari sekitar 9.599
Puskesmas dan 2.184 rumah sakit
yang ada di Indonesia, sebagian besar
masih berpusat di kota-kota besar. Hal
ini juga berkelindan dengan tingkat
ketersediaan kamar, khususnya
rawat inap di rumah sakit untuk
memberikan pelayanan terhadap
peserta BPJS Kesehatan yang kini
jumlahnya telah mencapai 142 juta.
Kedua, distribusi tenaga
kesehatan yang belum merata. Data
terakhir Kementerian Kesehatan
RI memang mencatat, sebanyak
52,8 persen dokter spesialis berada
di Jakarta, sementara di NTT dan
provinsi di bagian Timur Indonesia
lainnya hanya sekitar 1%-3%.
Kemudian dimensi pendidikan,
kita juga dibayangi oleh berbagai
permasalahan. Menurut data dari
UNESCO (2015) pendidikan di
Indonesia menempati peringkat ke-
10 dari 14 negara berkembang. Hal
tersebut disebabkan karena kualitas
pendidikan di Indonesia yang masih
kurang baik, yang ditandai dengan
rendahnya sarana dan prasarana
pendidikan, kualitas guru, prestasi
siswa, serta pemerataan kesempatan
pendidikan.
Sementara itu dari dimensi
standar hidup layak, fenomena
ketimpangan pendapatan masih
menjadi momok yang mewarnai 71
kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan
data BPS (2016), tingkat ketimpangan
pendapatan Indonesia yang diukur
dengan menggunakan gini ratio pada
Maret 2016 mengalami perbaikan
menjadi sebesar 0,397. Pencapaian
tersebut mendekati batas berbahaya
level ketimpangan sebesar 0,40.
Diketahui, belakangan Badan
Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) akan mengkaji
kemungkinan adanya revisi atas
RPJMN 2015-2019 yang dinilai sudah
tidak realistis. Kepala Bappenas
Bambang Brodjonegoro berkilah
rencana tersebut dilakukan karena
perencanannya waktu itu kurang
menggambarkan kondisi yang
sebenarnya.
“Rencana itu kan selalu awal di
depan, begitu sudah berjalan kita
harus review apakah yang dilakukan
selama ini sudah sesuai sasaran atau
belum, atau mungkin perencanannya
waktu itu kurang menggambarkan
kondisi yang sebenarnya,” kata
Bambang di Jakarta, Kamis
(28/7/2016).[tim]
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201616
S
ejak dilantik pada 20 Oktober
2014 silam, pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla dihadapkan
pada awan mendung perekonomian
nasional. Pertumbuhan ekonomi lesu.
Berdasarkan data Bank Indonesia,
pada tahun 2010 ekonomi Indonesia
mampu tumbuh sebesar 6,4 persen,
kemudian terus merosot menjadi 6,2
persen (2011),6,0 persen (2012),5,6
persen (2013),5,0 persen (2014), dan
menukik sampai titik terendah di
tahun 2015, hanya tumbuh melambat
sebesar 4,8 persen.
Kita juga mencatat pada akhir
tahun 2014 diwarnai oleh fenomena
depresiasi rupiah terhadap dollar
yang menembus level 12.900 per dolar
AS. Nilai ini lebih rendah dibanding
saat krisis ekonomi global 2008 yaitu
Rp12.650 per dolar AS. Pelemahan
rupiah tersebut dipicu terutama
karena pemulihan ekonomi Amerika
Serikat dan rencana Bank Sentral
AS atau the Fed untuk menaikkan
suku bunga. Apalagi, di akhir tahun
2014, kebutuhan dolar di Indonesia
meningkat untuk pembayaran utang
korporasi, negara, dan keperluan
liburan.
Selain itu, dari sisi domestik,
makro ekonomi Indonesia pada
tahun 2014 sedang mendapat
tantangan terutama bersumber dari
risiko meningkatnya defisit ganda
(twin deficits), yaitu defisit transaksi
berjalan dan defisit fiskal.
Berdasarkan Laporan
Perekonomian Indonesia (LPI) 2014
yang dikeluarkan Bank Indonesia,
sumber permasalahan struktural
tersebut berasal dari: pertama,
struktur ekspor nasional sampai
tahun 2014 masih didominasi oleh
komoditas primer seperti batubara,
Crude Palm Oil (CPO) dan tembaga.
Ekspor komoditas primer tersebut
memiliki nilai tambah yang rendah,
rentan terhadap pergerakan harga
komoditas global, dan cenderung
terkonsentrasi pada negara
berkembang seperti Tiongkok dan
India.
Kedua, besarnya subsidi energi
menyebabkan meningkatnya risiko
fiskal terutama ketika penerimaan
fiskal turun sejalan dengan
menurunnya harga komoditas.
Di samping itu, besarnya subsidi
semakin membatasi kemampuan
sumber pembiayaan pemerintah
untuk pembangunan berbagai proyek
infrastruktur yang sangat diperlukan
dalam meningkatkan kapasitas
ekonomi dan daya saing dalam negeri.
Ketiga, rendahnya ketahanan
energi di dalam negeri semakin
mengemuka dalam tiga tahun
terakhir. Defisit neraca perdagangan
migas tercatat terus tinggi. Di tengah
produksi minyak Indonesia yang terus
menurun dan kemajuan program
diversifikasi energi yang belum
signifikan, kebutuhan energi tidak
dapat dipenuhi dari dalam negeri,
yang pada akhirnya terus membebani
transaksi berjalan.
Kombinasi dinamika ekonomi
global yang kurang kondusif dan
sejumlah permasalahan domestik
tersebut menyebabkan peningkatan
risiko kestabilan makroekonomi pada
tahun 2014. Pertama, penyesuaian
defisit neraca transaksi berjalan masih
berjalan lambat akibat tetap tingginya
defisit perdagangan migas di tengah
mulai membaiknya defisit neraca
pedagangan non migas.
Kedua, meningkatnya risiko
fiskal akibat rendahnya penerimaan
dan masih tingginya beban subsidi
mengharuskan pemerintah untuk
melakukan penghematan yang
UTAK-ATIKPOLITIKANGGARAN
Pemerintah nampak masih meramu politik
anggarannya agar serasi dengan visi dan misi.
LAPORAN UTAMA
Betapapun beratnya
beban permasalahan
perekonomian
yang dipanggul
pemerintahan baru,
sesungguhnya kita
melihat upaya
pemerintah untuk
menyelaraskan
visi dan misi
dengan kebijakan
pembangunan dan
politik anggaran
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 17
memperlambat pertumbuhan
permintaan domestik di tengah
permintaan global yang juga masih
terbatas.
Ketiga, tingginya kepemilikan
asing pada pasar keuangan
nasional yang masih dangkal dan
meningkatnya ULN swasta di tengah
kondisi keuangan global yang masih
penuh ketidakpastian menimbulkan
risiko terhadap keberlangsungan
pembiayaan eksternal. Tingginya
kepemilikan asing pada pasar
keuangan nasional yang masih
dangkal dapat meningkatkan risiko
tekanan nilai tukar ketika terjadi
pembalikan arus modal, terutama
terkait rencana normalisasi kebijakan
moneter the Fed.
Keempat, tahun 2014 sebagai
tahun transisi pemerintahan juga
menambah ketidakpastian dan
terhambatnya pengambilan keputusan
yang strategis seperti reformasi subsidi
yang seyogyanya dapat dilakukan
lebih cepat, yang berdampak pada
masih tingginya ekspektasi inflasi. Hal
ini menyebabkan bauran kebijakan
moneter dan fiskal serta reformasi
struktural tidak dapat secara
optimal dilakukan dalam merespon
tantangan global dan mencapai tujuan
pembangunan ekonomi nasional.
SANDARAN ANGGARAN
Betapapun beratnya beban
permasalahan perekonomian yang
dipanggul pemerintahan baru,
sesungguhnya kita melihat upaya
pemerintah untuk menyelaraskan
visi dan misi dengan kebijakan
pembangunan dan politik anggaran.
Tetapi kita juga melihat bahwa
upaya tersebut masih terkesan
“serampangan” atau dengan kata lain
terlalu dipaksakan.
Dari sisi kebijakan fiskal,
pemerintah mengajukan percepatan
perubahan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) Tahun
2015 pada Februari 2015. Pemerintah
menilai APBN warisan pemerintahan
sebelumnya belum cukup mampu
memberikan ruang gerak fiskal untuk
mengakomodir agenda-agenda prioritas.
Walhasil, utak atik politik
anggaran di dalam APBNP 2015
mengerucut pada 2 (dua) hal
pokok. Pertama, di sisi pendapatan,
pemerintah merevisi target
penerimaan pajak, yang dalam APBN
2015 versi pemerintahan sebelumnya
sudah tinggi dengan kenaikan 20
persen, kemudian dilakukan revisi
menjadi 30 persen.
Banyak kalangan menilai revisi
target penerimaan pendapatan
pajak ini terlalu ambisius, di tengah
kemunduran perekonomian global
maupun nasional. Ekonom senior
INDEF, Faisal Basri misalnya,
memperingatkan agar pemerintah
tidak terlalu ambisius mengejar target
yang tidak realistik itu.
“Kementerian Keuangan pontang
panting dan menggunakan jurus-
jurus akrobat. Ternyata realisasi
penerimaan pajak tahun 2015 jauh
di bawah target, hanya meningkat
8 persen. Boleh jadi pemerintah
sudah memperhitungkan tambahan
penerimaan dari pengampunan pajak
atau tax amnesty yang ternyata tidak
kesampaian. Tentu saja memasukkan
unsur yang belum ada dan belum
pasti di dalam APBN tergolong
tindakan yang gegabah,” ujar Faisal
dalam tulisannya Tax Amnesty dan
Kredibilitas Anggaran.
Faisal menilai, komplikasi
permasalahan anggaran berawal dari
target penerimaan pajak tahun 2015
yang “selangit” dengan kenaikan 30
persen dibandingkan dengan realisasi
tahun 2014. Padahal, pertumbuhan
ekonomi Indonesia sedang
mengalami tekanan. Bukan baru
terjadi pada tahun 2015, melainkan
sudah berlangsung lima tahun sejak
2015. Pemerintah mematok target
pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi,
yatu 5,7 persen untuk tahun 2015.
Realisasinya jauh meleset, hanya 4,8
persen.
APBN-P 2015 sepenuhnya
disusun oleh pemerintahan Jokowi-
Jusuf Kalla. Target pertumbuhan
ekonomi memang diturunkan dari 5,8
persen pada APBN 2015. “Namun,
anehnya target pajak dinaikkan dari
Rp1.380 triliun (APBN 2015) menjadi
Rp1.489 triliun (APBN-P 2015) atau
meningkat sebesar 7,9 persen. Target
APBN 2015 saja sudah naik 20,3
persen dibandingkan dengan realisasi
APBN 2014,” jelas mantan Ketua Tim
Reformasi Tata Kelola Migas ini.
Kedua, dari sisi belanja,
pemerintah melakukan efisiensi
belanja subsidi melalui penghematan
subsidi BBM yang dilakukan pada
November 2014 dan penerapan
subsidi tetap (fixed subsidy) untuk
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201618
minyak solar serta penghapusan
subsidi untuk premium mulai awal
tahun 2015. Dalam postur APBN-P
2015, belanja subsidi BBM ditekan
sampai 73 persen dari Rp240 triliun
menjadi Rp65 triliun.
Upaya yang dilakukan
pemerintah untuk mencari ruang
gerak fiskal tersebut dinilai sebagai
langkah untuk mengakomodir
belanja negara prioritas yang telah
direncanakan Jokowi-Jusuf Kalla.
Belanja negara prioritas yang
dimaksud ialah belanja pembangunan
infrastruktur, yang notabene menjadi
andalan pemerintahan saat ini. Di
dalam APBN-P 2015, alokasi belanja
infrastruktur dikerek naik sebesar 41
persen, dari Rp206 triliun menjadi
Rp290 triliun.
Sementara itu, belanja transfer ke
daerah juga mengalami kenaikan, dari
semula Rp647 triliun di APBN 2015
menjadi Rp664,6 triliun. Di samping
itu, dana desa juga mengalami
peningkatan dari Rp9 triliun menjadi
Rp20,7 triliun.
Seperti diketahui, pembangunan
infrastruktur memang jadi jurus
andalan pemerintah, menyusul
kondisi infrastruktur Indonesia
yang jauh tertinggal dari negara-
negara tetangga di kawasan ASEAN.
Pemerintah menilai buruknya
infrastruktur menjadi hambatan
utama untuk membuat growth engine
baru agar ekonomi Indonesia bisa
bangkit.
“Perbaikan infrastruktur penting
untuk menekan biaya produksi,
menekan biaya transportasi, menekan
ongkos distribusi, menekan biaya
distribusi,” ungkap Jokowi di hadapan
para pengusaha dan ekonom pada
forum “Paparan Presiden Menjawab
Tantangan Ekonomi”, di Jakarta
Convention Center (JCC), Jakarta,
Kamis (9/7/2015).
Adapun target infrastruktur
yang akan dibangun pemerintah
sampai tahun 2019 nanti di antaranya
meliputi 225 proyek strategis nasional
dan 30 proyek infrastruktur prioritas
senilai Rp851 triliun. Proyek tersebut
mendapat fasilitas jaminan politik,
perizinan, dan finansial yang tertuang
dalam Peraturan Presiden (Perpres)
No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional.
TRAGEDI BERULANG
Tata kelola kebijakan fiskal
dalam APBN 2016 pada dasarnya
tidak banyak berbeda dengan
tahun anggaran sebelumnya.Target
penerimaan pajak dalam APBN
2016 kembali dipatok kelewat tinggi,
Rp1.547 triliun atau naik 25 persen
dari realisasi “semu” APBN 2015
sebesar Rp1.240 triliun. Kesempatan
untuk melakukan koreksi dalam
pajak yang diterima baru 26,8 persen
dari target Rp1.360,2 triliun dalam
APBN 2016. “Dibanding tahun lalu,
ini masih minus,” kata Kepala Pusat
Harmonisasi dan Analisis Kebijakan
Kementerian Keuangan Luky
Alfirman di Direktorat Jenderal Pajak,
Jakarta, (10/7/2016).
Tercatat pada Mei 2015, realisasi
penerimaan pajak mencapai
Rp377,028 triliun dari target
penerimaan pajak pada APBN-P
2015 sebesar Rp1.294,258 triliun,
realisasinya sebesar 29,13 persen.
Sementara itu, penerimaan pajak lain
juga negatif, seperti pajak penghasilan
migas dan pajak pertambahan
nilai (PPN). Secara keseluruhan,
pemerintah menargetkan penerimaan
perpajakan (pajak ditambah bea
dan cukai) pada APBN 2016 sebesar
Rp1.546,7 triliun dan baru tercapai
sebesar Rp406,9 triliun pada Mei
2016. Sedangkan target penerimaan
negara bukan pajak baru tercapai
Rp89,1 triliun dari target Rp273,8
triliun.
Secara implisit, tampak Menteri
Keuangan sebelumnya, Bambang
Brodjonegoro, ragu atas target
penerimaan di APBN 2016. Keraguan
itu terlihat dari mempercepat dan
memperbesar penerbitan surat
utang negara (SUN). Ditambah
oleh beberapa ketentuan baru yang
mewajibkan lembaga keuangan
membeli SUN dan konversi dana
daerah ke SUN. Sejak awal 2015
pertumbuhan deposito terjun bebas,
dari sekitar 25 persen menjadi hanya
1,9 persen pada April 2016.
Pertumbuhan kredit pun turun
mengiringi penurunan deposito.
Kredit yang biasanya tumbuh dua
digit, bahkan sempat di atas 20 persen,
turun ke titik terendah 8 persen pada
April 2016. Lalu, sempat naik sedikit
menjadi 8,3 persen pada Mei 2016.
Dampak makroekonomi dari
tekanan terhadap perbankan tersebut
adalah penurunan pertumbuhan
investasi (pembentukan modal tetap
bruto), yakni dari pertumbuhan 5,57
persen pada triwulan I-2016 menjadi
5,06 pada triwulan II-2016. Padahal,
pada triwulan II-2016 investasi
LAPORAN UTAMA
APBN-P 2016 tidak dimanfaatkan.
Sebab, target penerimaan pajak dalam
APBN-P 2016 hanya diturunkan Rp8
triliun menjadi Rp1.539 triliun.
Bayang-bayang pesimisme
gagal target penerimaan pajak pun
menyeruak, bersamaan dengan
pengumuman Direktorat Jenderal
Pajak bahwa penerimaan pajak hingga
akhir Mei 2016 hanya mencapai
Rp364,1 triliun. Artinya, setoran
Perbaikan
infrastruktur
penting untuk
menekan biaya
produksi,
menekan biaya
transportasi,
menekan
ongkos
distribusi.
Presiden Jokowi
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 19
menyumbang 32 persen, sedangkan
belanja konsumsi pemerintah hanya
9 persen.
GEBRAKAN SRI MULYANI
Kehadiran ekonom terkemuka
Sri Mulyani dalam jajaran Kabinet
Kerja pemerintahan Jokowi-Jusuf
Kalla dinilai tepat. Mantan Direktur
Pelaksana Bank Dunia tersebut
dipandang mampu memberikan terapi
agar APBN semakin kredibel
dan realistis. Dan benar,
di hari pertamanya
sebagai menteri
keuangan,
Sri Mulyani
melakukan
gebrakan
ulang yaitu
penghematan
anggaran.
Sri
Mulyani
menegaskan
bahwa APBN
Perubahan (APBNP)
2016 terlalu ambisius.
Karena itulah, penghematan anggaran
dan belanja negara diambil sebagai
langkah untuk mengembalikan neraca
keuangan negara yang lebih realistis.
Menurutnya, saat ini sedang
terjadi kondisi stagnasi sekuler pada
perekonomian global. Bahkan, di
beberapa tahun terakhir, lembaga-
lembaga dunia selalu merevisi
pertumbuhan ekonomi dunia ke
bawah, akibat kondisi itu. Secara riil,
kata dia, terjadi ekses suplai barang
dan jasa, sementara permintaan tetap
tak bisa terangkat. “Pergulatan ini
terjadi di seluruh dunia, di mana
harus ada adjustment,” ujar Sri
Mulyani, di Jakarta (25/8/2016).
Kebijakan penghematan
anggaran nampaknya ditujukan untuk
mengantisipasi melesetnya target
realisasi penerimaan perpajakan 2016.
Melalui Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 4 Tahun 2016, Presiden
memerintahkan penghematan di 87
instansi dan Kementerian/Lembaga
(K/L) sebesar Rp50,02 triliun.
Namun tampaknya, penghematan
tersebut masih belum mencukupi
sehingga pemerintah berencana
untuk terus menambah penghematan
hingga mencapai Rp70 triliun.
Dengan demikian, pemerintah
memiliki sedikit nafas jika nantinya
kebijakan tax amnesty tidak berjalan
sebagaimana yang diharapkan.
Penghematan juga menunjukkan
keseriusan pemerintah setelah
sebelumnya Presiden mewajibkan
seluruh Kementerian/Lembaga
(K/L) mempercepat proses
tender pengadaan belanja
khususnya belanja
infrastruktur. Hasilnya,
sepanjang Januari
2016 saja realisasi
belanja pemerintah
sudah menyentuh
angka 7,6 persen
atau setara Rp160
triliun dari pagu
APBN 2016. Jumlah
tersebut sangat
signifikan dibandingkan
periode yang sama di
tahun 2015 sebesar Rp106
triliun atau 5,3 persen total belanja
negara. Jauh lebih besar lagi jika
dibandingkan realisasi Januari 2014
yang hanya mencapai Rp96,84 triliun
atau 5,3 persen dari pagu APBN 2014.
Belanja transfer ke daerah juga
mengalami perubahan kebijakan,
seiring dengan dikeluarkannya
Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 125/PMK.07/2016 tentang
Penundaan Penyaluran Sebagian Dana
Alokasi Umum Tahun Anggaran
2016 yang ditandatangani Menteri
Keuangan Sri Mulyani pada 16
Agustus 2016. Penundaan penyaluran
DAU tersebut ditujukan kepada 169
daerah dengan nilai total sebesar
Rp19,4 triliun.
Di dalam Pasal 1 ayat (2)
PMK tersebut diterangkan bahwa
“Penentuan daerah dan besaran
penundaan penyaluran sebagian dana
alokasi umum sebagaimana dimaksud
didasarkan pada perkiraan kapasitas
fiskal, kebutuhan belanja, dan posisi
kas di daerah pada akhir tahun 2016,
yang dikategorikan sangat tinggi,
tinggi, cukup tinggi, dan sedang.”
Selain beberapa langkah
penghematan di atas, upaya
pemerintah untuk menata kebijakan
fiskal juga nampak di dalam RAPBN
2017, sebagaimana disampaikan
Presiden Jokowi dalam Pidato
Kenegaraan pada tanggal 16 Agustus
2016 di Gedung DPR/MPR.
Presiden Jokowi mengungkapkan
RAPBN 2017 disusun dengan
strategi fiskal yang diarahkan untuk
memperkuat stimulus, memantapkan
daya tahan, dan kesinambungan
fiskal dalam jangka menengah.
Secara keseluruhan, baik target
penerimaan negara maupun pagu
belanja mengalami penurunan.
Namun, dengan arah yang ekspansif,
defisit dalam RAPBN 2017 diusulkan
senilai Rp332,8 triliun, naik 12,2%
dibandingkan patokan dalam APBNP
2016 senilai Rp296,7 triliun.
Anggota Badan Anggaran DPR,
Dony Ahmad Munir menilai RAPBN
2017 yang disusun pemerintah cukup
optimis. Setidaknya dari sisi asumsi
makro, terlihat bahwa ada kenaikan
dari sisi pertumbuhan ekonomi dan
inflasi juga tetap rendah.
“Kalau target seperti inflasi
dan pertumbuhan ekonomi itu bisa
dicapai, tentu sebuah perkembangan
yang menggembirakan bagi ekonomi
kita. Sebab ekonomi global masih
melemah, tetapi ekonomi kita justru
masih meningkat. Meski demikian,
kita tidak boleh berpuas diri, karena
gejolak eksternal masih berpotensi
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201620
mengganggu kinerja ekonomi kita,”
katanya saat ditemui di Gedung
DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 23
Agustus 2016.
Meski demikian, kondisi makro
ekonomi yang kian membaik,
ternyata belum mampu mendorong
perkembangan sektor riil dan
penurunan angka kemiskinan dan
pengangguran secara signifikan.
“Seharusnya dengan inflasi yang
menurun dan pertumbuhan yang
cukup tinggi bisa menekan angka
kemiskinan dan pengangguran secara
lebih cepat. Untuk itulah kualitas
pertumbuhan ekonomi harus terus
ditingkatkan sehingga kemampuan
menekan angka kemiskinan dan
pengangguran menjadi lebih baik,”
kata Dony.
PERGESERAN
PARADIGMA
Dari ulasan di atas, kita melihat
pemerintah tengah berupaya mencari
titik pijak yang kuat sembari menata
kebijakan fiskal dan makro ekonomi.
Pemerintah juga terlihat berupaya
mengharmonisasikan Nawacita
sebagai penerjemahan visi dan misi
Presiden ke dalam politik anggaran
dan kebijakan pembangunan.
Anggota Komisi XI DPR RI
Eva Kusuma Sundari berpendapat,
saat ini sedang terjadi fase peralihan
paradigma pembangunan (shift
paradigm). “Peralihan paradigma
sedang berlangsung, dan orientasinya
adalah Nawacita. Misalnya dari Jawa
Centris ke Indonesia Centris, dari
konsumsi ke produksi (pembangunan
infrastruktur), dari land ke maritim,”
ujarnya saat dihubungi redaksi di
Jakarta, Selasa (23/8/2016). Reformasi
fiskal dengan demikian merupakan
jawaban agar pembangunan nasional
dapat seiring dan sejalan dengan nafas
dan semangat Nawacita.
Pendapat yang bernada moderat
muncul dari pengamat ekonomi
dari Universitas Atmajaya, A
Prasetyantoko, yang melihat bahwa
program Nawacita dengan 9 agenda
prioritas yang dijalankan oleh
pemerintah sangat berat untuk dicapai
dalam waktu dekat ini. Alasannya,
visi misi tersebut sangat
jauh berbeda dengan
kondisi dan situasi
perekonomian saat ini.
“Nawacita sangat
berat, di mana dinamika
situasi politik dan
ekonomi dulu saat dirancang dengan
sekarang berbeda sekali,” ucapnya
saat menggelar dialog dengan
International Monetery Fund (IMF) di
Ruang Rektorat Universitas Atmajaya,
Jakarta, Senin (21/3/2016).
Prasetyantoko menilai
pemerintah Jokowi cukup ambisius
mematok pertumbuhan ekonomi
7 persen pada 2019. Sementara
situasi perekonomian global
maupun Indonesia sekarang ini
tengah mengalami perlambatan.
Bahkan untuk menembus kembali
pertumbuhan ekonomi 5 persen harus
kerja keras.
Dari uraian di atas, dapat ditarik
benang merah bahwa jalan perubahan
yang ditawarkan pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla sebagaimana
dirumuskan di dalam Nawacita dan
Trisakti, sesungguhnya merupakan
paradigma yang dirindukan oleh
bangsa Indonesia sejak 71 tahun
silam. Tantangan mewujudkan
Nawacita—baik yang berasal dari
internal maupun eksternal—perlu
dipikul bersama sesuai dengan
semangat gotong-royong.
Mengenai hal ini, bahkan
Presiden Jokowi menyadari bahwa
upaya merevolusi paradigma
pembangunan yang didasarkan atas
idealitas bukanlah perkara mudah. “…
Untuk menjadi bangsa pemenang kita
harus berani keluar dari zona nyaman.
Kita harus kreatif, harus optimis,
harus bahu membahu, dan melakukan
terobosan-terobosan. Semua itu
demi mempercepat pembangunan
nasional, demi meningkatkan daya
saing kita sebagai bangsa,” kata
Presiden Jokowi dalam Pidato
Kenegaraan di MPR,16
Agustus 2016.[tim]
LAPORAN UTAMA
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201620
Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Tahun 2016 di Istana Negara, Jakarta pada Selasa (20/09)
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 21
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201622
LAPORAN UTAMA
T
ingkat kepuasan publik
terhadap kinerja pemerintahan
Jokowi-Jusuf Kalla mengalami
peningkatan dari 50,6% pada Oktober
2015 menjadi 60,5% pada Agustus
2016. Demikian kesimpulan survei
yang dirilis Centre for Strategic and
International Studies (CSIS) pada 13
September kemarin.
Akan tetapi, dari empat bidang
utama kinerja pemerintah yang
disurvei, terlihat kinerja bidang
perekonomian menempati posisi
paling buncit dengan skor 46,8%.
Sementara, kinerja bidang hukum
(62,1%), bidang politik (53,0%), dan
bidang maritim (63,9%).
Berkelindan dengan itu,
keyakinan publik terhadap program
pemerintah dalam bidang ekonomi
rata-rata sebesar 63,5% dari lima
sub bidang yang disurvei. Sebagai
contoh, keyakinan publik akan
komitmen meningkatkan ketahanan
pangan sebesar 68,2%, komitmen
meningkatkan industri dalam negeri
(66,9%), komitmen melindungi
Usaha Kecil dan Menengah (64,9%),
komitmen meningkatkan daya beli
masyarakat (62.9%), komitmen
menaikkan pertumbuhan ekonomi
6-7% (59,1%) dan komitmen
menumbuhkan iklim investasi
(58,8%).
Survei 2 tahun kepemimpinan
Jokowi-Jusuf Kalla tersebut
setidaknya dapat menjadi potret,
khususnya kinerja pemerintah di
bidang perekonomian yang masih
memerlukan berbagai pembenahan.
Apalagi, jika disandingkan dengan
target-target yang tercantum di dalam
RPJMN 2015-2019, pemerintah perlu
kerja ekstra keras agar sasaran yang
ditetapkan dapat dicapai dengan baik.
KERJA KERAS
Perencanaan nasional jangka
menengah yang ditetapkan tanggal
8 Januari 2015 melalui Peraturan
Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015-2019,
pada mulanya menjadi perdebatan
hangat di ruang publik. Perdebatan
yang muncul tersebut pada umumnya
KERJA KERAS
KEJAR TARGET PEMBANGUNAN
Pemerintah pontang-panting kerja keras
mengejar target RPJMN 2015-2019. Belakangan,
Bappenas mengkaji kemungkinan revisi RPJMN
yang dinilai sudah tidak realistis.
Divisi Riset Pusat Kajian Keuangan Negara
ilustrasi:bspasoepati
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 23
menanggapi target dan sasaran
RPJMN yang sangat ambisius, bahkan
dinilai kurang realistis dengan kondisi
perekonomian dewasa ini.
Mari cermati lima variabel utama
yang menjadi sasaran pembangunan
di dalam RPJMN 2015-2019.
Pertama, RPJMN mematok tingkat
pertumbuhan ekonomi 8% di tahun
2019. Diketahui pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2015 4,79%
dan naik menjadi 5,18% di triwulan
II tahun 2016. Jika angka 5,18%
kita jadikan basis line, maka untuk
mengejar target pertumbuhan 8% di
tahun 2019, pemerintah perlu bekerja
keras menambah paling tidak 0,94%
di setiap tahunnya.
Mengejar target penambahan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,94
basis point per tahun tentu bukan
perkara mudah di tengah kondisi
perekonomian yang belum kondusif.
Di sisi lain, pemerintah tengah
merombak kebijakan fiskal dan makro
ekonomi di bawah Menteri Keuangan
Sri Mulyani. Bahkan, pemerintah dan
DPR mematok pertumbuhan ekonomi
tahun 2017 hanya 5,1%. Kendati
dinilai realistis, namun target tersebut
masih jauh di bawah ekspektasi untuk
mencapai target 8% di tahun 2019.
Selama ini, penyebab utama
melemahnya pertumbuhan ekonomi
adalah kemerosotan pembentukan
modal tetap domestik bruto
(PMTDB), karena pertumbuhan
investasi swasta melemah. Padahal,
investasi swasta merupakan
komponen sangat dominan dalam
PMTDB, yaitu lebih dari 90 persen.
Sedangkan sisanya yang tidak sampai
10 persen disumbang oleh investasi
(belanja modal) pemerintah.
Berdasarkan analisis World Bank
(2016), perluasan fiskal saja—seperti
yang sedang dijalani pemerintah—
tidak bisa menaikkan pertumbuhan
menjadi di atas 5%. Hal ini akan
bergantung pada perbaikan aktivitas
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201624
sektor swasta, khususnya investasi.
Pertumbuhan konsumsi masyarakat
tetap moderat pada kuartal terakhir
tahun 2015, sementara pendapatan
dari manufaktur dan ekspor
komoditas terus turun. Menurut
World Bank, pulihnya ekonomi
Indonesia akan bergantung pada
kebijakan untuk memperbaiki iklim
usaha, menarik investasi swasta
yang lebih banyak, serta diversifikasi
ekonomi.
Kedua, indeks pembangunan
manusia (IPM). Di era pemerintah
sebelumnya, tahun 2010-2014,
penambahan IPM rata-rata per tahun
sebesar 0.64 point, dengan pencapaian
IPM tahun 2014 sebesar 68.90.
Sementara itu, RPJMN mematok
target pencapaian IPM di tahun
2019 sebesar 76.30. Dengan bekal
pencapaian IPM tahun 2015 sebesar
69.55 maka pemerintah perlu bekerja
keras menambah sekitar 1.69 point
setiap tahunnya. Itu artinya, upaya
yang harus dilakukan pemerintah
untuk mengejar target di tahun 2019
mesti dua kali lipat dibandingkan era
pemerintahan sebelumnya.
Seperti diketahui, faktor
pembentuk IPM terdiri atas 3 (tiga)
dimensi yaitu umur panjang dan
hidup sehat (kesehatan), pengetahuan
(kualitas pendidikan), dan standar
hidup layak (perekonomian).
Tragisnya, ketiga dimensi tersebut
masih mengalami sejumlah
masalah yang mengkhawatirkan.
Di sektor kesehatan, pemerintah
perlu mewaspadai perbandingan
lonjakan peserta BPJS Kesehatan—
yang kini jumlah mencapai 142 juta
penduduk—dengan infrastruktur
(fasilitas) kesehatan seperti jumlah
hunian rumah sakit dan tenaga
kesehatan.
Di sektor pendidikan, meskipun
jumlah angka buta huruf dan angka
putus sekolah mengalami penurunan,
namun belum terlihat peta jalan yang
jelas untuk meningkatkan kualitas
pendidikan kita. Selain itu, belum
terdapat benang merah yang tegas
untuk menjadikan ranah pendidikan
sebagai cikal bakal Revolusi Mental.
Dalam bidang pendidikan, kurikulum
yang dipakai saat ini juga dirasakan
belum mampu menjawab berbagai
tantangan zaman serta kebutuhan
pendidikan masa kini.
Sementara itu, di sektor
peningkatan standar hidup layak,
pemerintah perlu mewaspadai
jurang ketimpangan yang semakin
melebar antara penduduk kaya dan
penduduk miskin, serta ketimpangan
antarwilayah di Indonesia, seperti
tercermin dalam indeks gini.
Ketiga, gini rasio (indeks gini)
ditetapkan di dalam RPJMN sebesar
0.36. Berpaling pada pencapaian
era pemerintahan sebelumnya,
penurunan gini rasio tahun 2010-
2014 cenderung stagnan, dan justru
mengalami kenaikan dari 0.380 di
tahun 2010 menjadi 0.41 di tahun
2014. Pada tahun 2016, indeks gini
berhasil diturunkan sebesar 0.003
poin dari 0.40 di tahun 2015 menjadi
0.397. Untuk mencapai target di
tahun 2019, berarti pemerintah
perlu menurunkan setidaknya 0.012
point setiap tahunnya. Itu artinya,
pemerintah perlu kerja empat kali
lebih keras dibandingkan pencapaian
tahun 2016 ini.
Keempat, tingkat kemiskinan.
Pada periode pemerintahan
sebelumnya, rata-rata penurunan
tingkat kemiskinan per tahun adalah
sebesar 0.006%. Di dalam RPJMN
dipatok target penurunan tingkat
kemiskinan sebesar 7%-8%. Di
tahun 2015 dan 2016, pemerintah
baru berhasil mengurangi tingkat
kemiskinan sebesar 0.003% dari
11.13% di tahun 2015 menjadi 10.86%
di tahun 2016. Untuk mencapai target
RPJMN, misalnya diambil angka
tengah tingkat kemiskinan 7.5%, maka
selama 3 tahun ke depan pemerintah
perlu kerja keras menurunkan
angka kemiskinan minimal 0.012%
setiap tahun. Artinya, pemerintah
perlu kerja keras dua kali lipat dari
pemerintahan sebelumnya, dan empat
kali lipat ekstra keras dari pencapaian
tahun 2015-2016.
Kelima, tingkat pengangguran.
Pengurangan pengangguran pada
periode 2010-2014 rata-rata per tahun
sebesar 0.003%. Kemudian pada
tahun 2015-2016 pemerintah telah
bekerja keras mengurangi tingkat
pengangguran sebesar 0.005% dari
6.18% di tahun 2015 menjadi 5.70% di
tahun 2016. Namun, untuk mencapai
target tahun 2019 sebesar 4% maka
pemerintah perlu 3 kali lipat kerja
keras dari pencapaian selama ini. Jika
tidak, dengan asumsi pengurangan
tingkat pengangguran sama seperti
periode 2015-2016 maka tingkat
pengangguran tahun 2019 masih
berkisar 4.26%.
Pada akhirnya, berbekal
keyakinan publik yang masih relatif
tinggi terhadap kinerja pemerintahan,
Presiden Jokowi dan Wakil Presiden
Jusuf Kalla perlu melipatgandakan
kinerjanya lebih keras, sembari
meyakinkan bahwa hanya dengan
gotong royong semua akan tertolong.
Berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing.[tim]
LAPORAN UTAMA
Sasaran dan Pencapaian RPJM dari waktu ke waktu
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 25
K
ita patut mengapresiasi mimpi pemerintahan Jokowi-
Jusuf Kalla dalam lima tahun kepemimpinannya.
Mimpi tersebut bisa kita baca melalui Nawacita dan
RPJMN 2015-2019 sebagai dokumen formal perencanaan
nasional.
Dalam konteks perencanaan nasional yang berlaku di
Indonesia, RPJMN pada umumnya mencerminkan aspirasi
dua arah: visi presiden dan pendekatan praktis-teknokratik.
Di situlah Presiden Jokowi dan timnya berupaya menyusun
sasaran dan indikator makro ekonomi yang tertuang di
dalam Nawacita ke dalam kebijakan pembangunan nasional.
Adapun secara garis besar, sasaran makro ekonomi
RPJMN era Jokowi lebih ambisius dibandingkan pada era
pemerintahan sebelumnya.
Pertama, tingkat pertumbuhan ekonomi dipatok 8%
di tahun 2019. Jika menggunakan base line pertumbuhan
ekonomi tahun 2015 sebesar 4,79%, itu artinya setiap tahun
pemerintah mesti menaikkan pertumbuhan ekonominya
paling tidak 80 basis point (0,80%) untuk memenuhi
target. Padahal, pencapaian pertumbuhan ekonomi di era
pemerintahan sebelumnya (2010-2014) justru mengalami
kontraksi sebesar 1,79%.
Kedua, target defisit APBN sebesar 1% dari PDB. Kerja
keras apa saja yang akan dilakukan pemerintahan Jokowi jika
menilik prestasi pemerintahan SBY defisit justru merangkak
naik dari -1,44% (2004) menjadi -2,40% (2014)?
Ketiga, penurunan gini rasio sebesar 0,30 pada tahun
2019. Jika menggunakan basis line tahun 2016 indeks
gini 0.397, maka untuk mencapai target pemerintah perlu
menurunkan setidaknya 0,012 basis point setiap tahunnya.
Pemerintah perlu kerja empat kali lipat dibandingkan
MIMPI (BERSAMA)
PRESIDEN JOKOWI
Oleh: Prasetyo
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara
pencapaian tahun 2016 ini.
Keempat, tingkat kemiskinan dipatok turun sampai
7%-8%. Per Maret 2016, tingkat kemiskinan dapat ditekan
menjadi 10.86%. Untuk mencapai target—misalnya diambil
angkatengahtingkatkemiskinan7.5%—makaselama3tahun
ke depan pemerintah perlu menurunkan tingkat kemiskinan
minimal 0.012% setiap tahun. Artinya, pemerintah perlu
kerja keras dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya,
dan empat kali lipat ekstra keras dari pencapaian tahun ini.
Kelima, tingkat pengangguran ditarget turun sampai
4% di tahun 2019. Pengurangan tingkat pengangguran
pada 2010-2014 rata-rata per tahun sebesar 0,003%. Pada
2015-2016, pemerintah berhasil mengurangi tingkat
pengangguran sebesar 0,005% dari 6,18% di tahun 2015
menjadi 5,70% di tahun 2016. Jadi, untuk mencapai target
pemerintah perlu tiga kali lipat kerja keras dari pencapaian
tahun ini. Jika tidak, maka tingkat pengangguran tahun 2019
masih akan berkisar di angka 4,26%.
Bersandar pada realitas saat itu, di saat perekonomian
kurang menggeliat serta kondisi fiskal yang kurang sehat,
maka upaya mewujudkan mimpi bersama tersebut bukanlah
perkara mudah. Karena itu, Presiden perlu memastikan
bahwa mimpi tersebut juga menjadi mimpi para menteri,
pejabat setingkat menteri, serta dipahami oleh para
pemangku pemerintah daerah. Presiden perlu menegaskan
bahwa agenda prioritas yang telah dicanangkan mampu
diterjemahkan dengan cepat, cekat, tepat, dan akuntabel
untuk mengakselerasi pencapaian Nawacita.
Meski banyak tantangan menghadang, sepatutnya kita
semua menyokong pemerintah dengan kerja nyata dan
gotong royong, agar mimpi tidak berubah menjadi utopi.[]
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201626
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 27
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201628
ARAH OTONOMI DAERAH
DI ERA NAWACITA
Esensi otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah pemberian
pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan secara mandiri. Sejauh mana
implementasi otonomi daerah selama ini?
LAPORAN UTAMA
M
enteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
mengatakan Presiden Jokowi dengan Nawacita
itu membangun komitmen bersama untuk
mempercepat pembagunan di berbagai bidang. Karena
itulah, penguatan otonomi daerah harus terprogram,
terutama bertujuan untuk menguntungkan dan
memperkuat daerah dan pusat.
Adapun pembangunan penguatan sistem tata kelola
hubungan pemerintah pusat dan daerah yang efektif,
efisien, taat pada hukum, dan mempercepat reformasi
birokrasi. Ia menambahkan, bahwa sejak tahun 2000
sd 2005, Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, dan Instruksi
Menteri sebanyak 2.933 buah. Dari jumlah tersebut
telah dicabut sebanyak 175, diubah sebanyak 57, dan
akan dicabut/diubah sebanyak 157 untuk memperlancar
Birokrasi dan investasi yang sesuai dengan Peraturan
Perundang-Undangan yang lebih tinggi.
Secara terperinci Direktur Jenderal Otonomi Daerah
Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono, mengatakan,
UU tentang kebijakan otonomi daerah pada prinsipnya
diarahkan dalam tiga hal. Pertama, yang paling
prinsip, adalah untuk meningkatkan pelayanan publik
untuk masyarakat dengan mudah, murah, dan efisien.
Ilustrasi Otonomi Daerah
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 29
2004 menjadi UU No. 23 tahun 2014. Perubahan ini
cukup signifikan karena dapat mengisi kekosongan dan
kekurangan dari apa yang dilakukan pada UU No. 32 tahun
2004. Termasuk di dalamnya proses pemberian sanksi
apabila daerah bawahan tidak mentaati kebijakan yang di
atasnya.
Kedua, ditandai dengan pengalihan. Urusan-urusan
pemerintahan yang semula ditangani oleh Pemerintah
Kabupaten, saat ini ditangani Pemerintah Provinsi.
Misalnya pendidikan tingkat SMA atau pertambangan
yang tadinya ditangani oleh kabupaten sekarang menjadi
kewenangan provinsi. Jadi, regulasi ini mengubah struktur
otonomi daerah menjadi signifikan dari sisi regulasi dan
kebijakan otonomi daerah, yaitu ke arah kebijakan yang
sesuai dengan Nawacita Presiden Jokowi. Perubahan yang
mengarahkan untuk membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat desa dan daerah.
Ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran.
Pemerintah memperkuat pembangunan dari bawah (desa
dan daerah) seperti dengan mengalokasikan dana desa
dengan anggaran yang luar biasa. Hampir rata-rata setiap
desa mendapatkan dana desa kurang lebih sampai Rp500
juta dengan anggaran di APBN hampir Rp47 triliun dan
akan terus meningkat.
Sumarsono menilai hal tersebut adalah sebuah
paradigma baru untuk memperkuat desa-desa. UU No. 6
Tahun 2014 tentang Desa dengan eksplisit menempatkan
desa sebagai subjek pembangunan, tidak lagi menjadi
objek seperti sebelum UU Desa dikeluarkan. Kementerian
Dalam Negeri pun berharap dengan transfer dari pusat ke
daerah yang lebih lebih besar dapat menjadi stimulus bagi
kemajuan daerah.
“Artinya, bahwa pemerintah pusat makin percaya ke
daerah. Sehingga dapat diharapkan terjadi kapitalisasi,
sirkulasi uang itu ada di daerah,” jelas Sumarsono yang juga
Doktor Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.
Menurutnya, melalui pelayanan
publik seperti, kesehatan,
pendidikan, dan perumahan
rakyat, maka standar minimum
masyarakat akan terpenuhi.
“Partisipasi masyarakat
dalam berbagai bidang akan
menciptakan masyarakat yang
peduli terhadap pembangunan
di daerahnya. Pemerintah
bertugas untuk menyiapkan
kebutuhan tersebut,” kata Sumarsono
kepada Majalah Keuangan Negara akhir
Juni 2016.
Dengan demikian, arah otonomi daerah sesungguhnya
adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
“Dengan regulasi yang mendukung, maka iklim investasi
akan sehat dan menjadi daya saing kuat bagi daerah dalam
membangun daerahnya,” tambah pejabat yang akrab
dipanggil Pak Soni ini.
Kedua, arah otonomi daerah untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat. Memang demikian, di era
demokratisasi sekarang ini partisipasi masyarakat sangat
penting dalam mendukung pembangunan daerah.
Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam kebijakan
pemerintah diwujudkan melalui forum seperti Musyarawah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dengan
pemikiran bahwa pola pembangunan saat ini dilandasi oleh
prinsip bottom up dan berbasis kebutuhan masyarakat. Di
dalam Musrenbang itulah, unsur-unsur masyarakat dapat
mengusulkan perencanaan pembangunan yang berkualitas
dan tepat sasaran.
Ketiga, peningkatan daya saing daerah. Sumarsono
menegaskan bahwa otonomi daerah juga menjadi
peluang atau kesempatan bagi pemerintah daerah untuk
berkompetisi dalam membangun daerahnya. Sumarsono
berharap, otonomi daerah dapat dimanfaatkan untuk
mendongkrak kinerja dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Baik itu
melalui pelayanan publik, partisipasi
dan daya saing.
Di situlah muncul kreasi dan
inovasi dalam rangka meningkatkan
daya saing. Baik antardaerah, mau
pun dengan daerah lain di luar negeri.
“Hal ini menunjukkan gejala positif
kebijakan otonomi dareah,” tukas Pria
kelahiran Tulungagung,22 Februari
1959 ini.
IMPLEMENTASI
Dalam lima terakhir, implementasi
otonomi daerah ditandai dengan
tiga ciri. Pertama, adanya perubahan
regulasi dari UU No. 32 tahun
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201630
PARADIGMA BARU OTONOMI DAERAH
Kebijakan otonomi daerah yang didukung oleh alokasi
anggaran transfer ke daerah yang terus meningkat ini
diharapkan dapat menjangkau seluruh pojok daerah yang
selama ini kurang tersentuh. Sebab, selama ini banyak
daerah perbatasan atau kepulauan terpinggir menghadapi
persoalan pelik berupa buruknya infrastruktur, kondisi
geografis, dan kesulitan transportasi.
Dewasa ini, upaya mewujudkan otonomi daerah yang
berkualitas ditandai dengan perubahan paradigma yang
meliputi perubahan kelembagaan dan personil di daerah.
Sumarsono mengakui, paradigma lama yang bertumpu
pada “Besar Struktur, Miskin Fungsi” menjadi penghambat
bagi terwujudnya otonomi daerah yang sehat. Maka,
paradigma tersebut kemudian diubah menjadi “Tepat
Struktur, Tepat Fungsi” yang diyakini akan membawa
implikasi efisiensi.
Sumarsono menyontohkan misalnya adanya
penyesuaian yang lebih ramping dan proposional
antara belanja modal dibandingkan belanja
operasional. Seperti diketahui, bahwa
perbandingan antara belanja operasi dan
belanja modal pada struktur APBD
dewasa ini terlihat timpang dan belum
proposional. Berdasarkan analisis Pusat
Kajian Keuangan Negara, rata-rata
alokasi belanja operasional di dalam
APBD tahun 2014 adalah sebesar 70
persen, lebih besar dibandingkan alokasi
belanja modal dengan rata-rata 30 persen.
Karena itulah, Kementerian Dalam
Negeri mendorong agar pemerintah daerah
untuk memperbesar alokasi belanja investasi atau
belanja modal. “Dengan alokasi belanja modal yang lebih
besar yang tidak terserap birokrasi, rakyat lebih bisa
menikmat hasilnya. Itu prinsipnya,” tegas Sumarsono.
Maka, birokrasi harus ditampilkan dengan perubahan
“Tepat Struktur, Tepat Fungsi” dengan diikuti kompetensi
SDM, ada standar kompetensi aparat sipil kerakyatan yang
menduduki jabatan tersebut. Sumarsono optimis dengan
menata ulang organisasi pemerintah daerah dan struktur
estetika sebagai pendekatan paradigma akan membawa
kinerja pemerintah daerah yang lebih baik dalam
membangun daerahnya.
Perubahan paradigma tata kelola pemerintahan daerah
juga didukung oleh regulasi yang tepat. Saat ini, pemerintah
menyiapkan standar aturan sekitar 22 Peraturan
Pemerintah,2 Peraturan Presiden dan 6 Peraturan Menteri
Dalam Negeri sebagai acuan implementasi turunan dan
penjabaran dari UU No. 23 tahun 2014.
Ada beberapa poin di dalam PP tersebut, pertama
di dalam PP ada dua PP lain, yaitu PP mengenai PP
Penataan Struktur Organisasi. Kedua, perubahan struktur
mengenai standardisasi SDM yang mengisi struktur. Ini
sangat signifikan terhadap perubahan-perubahan yang
akan terjadi. Ketiga adalah kebijakan, dari sisi kelembagaan
juga ada kebijakan pendekatan pengelolaan anggaran.
Jadi, perubahan paradigmanya setiap fungsi itu yang dulu
mengikuti “money follow function” menjadi “money follow
program.” Karena itulah mulai tahun 2017 pemerintah
daerah harus fokuskan pada program khusus, sementara
yang lainnya mengikuti program utama.
“Money follow program lebih bisa menjamin program-
program dan lebih punya daya dongkrak,” Sumarsono
menjelaskan.
INOVASI DAERAH
Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN),
Ermaya Suradinata menyatakan perlunya inovasi dalam
pembangunan daerah. Hal itu ia ungkapkan pada seminar
nasional dengan tema “Inovasi Pemerintahan Daerah Pada
Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” di Griya Agung,
Palembang, Selasa (19/7/2016).
“Inovasi sangat diperlukan dalam membangun
termasuk di daerah supaya tepat sasaran dan
efisiensi. Inovasi memang sebagai modal dalam
membangun agar dana yang ada dapat
dimanfaatkan semaksimal mungkin,” kata
Ermaya.
Menurut mantan Gubernur
Lemhannas RI itu, dengan inovasi
atau terobosan maka semua
pembangunan yang dilaksanakan akan
semakin berkembang sekaligus dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat.
Dengan adanya inovasi maka tanpa
modal daerah yang besar pembangunan bisa
dilaksanakan secara berkelanjutan.
Kebijakan tonomi daerah memang dapat menjadi
stimulus bagi munculnya kreatifitas dan inovasi daerah.
Otonomi daerah juga memberikan landasan bagi
penguatan kemandirian daerah. Implikasinya, pemerintah
daerah mesti berjuang dan bekerja keras agar rasio
ketergantungan kepada pemerintah pusat lamban laun
menjadi berkurang.
Esensi inovasi itu sendiri adalah sebuah proses
pembaruan atau perbaikan kebijakan pemerintah daerah
yang dapat mempercepat pembangunan daerahnya,
termasuk dalam hal pelayanan publik. Lebih lanjut, inovasi
daerah juga dapat mendukung kemajuan-kemajuan daerah
dan menjadi jawaban atas permasalahan khusus di daerah.
Lahirnya UU No. 23 tahun 2014 menjamin pemerintah
daerah dalam melakukan inovasi, selama hal tersebut
dilaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri. “Dalam
waktu dekat kita akan terbitkan PP mengenai inovasi
daerah yang bisa menjadi dan mendorong untuk kreaktif
dan mencari terobosan percepatan-percepatannya,” terang
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Sumarsono.
Meski demikian, implementasi inovasi memiliki
tantangan tersendiri terutama munculnya kekhawatiran
banyak daerah untuk mencairkan anggaran dalam APBD
LAPORAN UTAMA
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 31
guna pembiayaan program dan kegiatan daerah, yang
memicu kelambanan penyerapan anggaran. Menurut
Pengajar Hukum Administrasi dan Keuangan Negara
Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Riawan
Tjandra, kekhawatiran tersebut semestinya tidak terjadi
apabila pemerintah daerah memahami dengan tepat UU
No. 23 tahun 2014.
Pasalnya, dengan telah berlakunya UU No 23/2014 jis
UU No 2/2015 dan UU No 9/2015 tentang Pemerintahan
Daerah (UU Pemda) dan UU No 30/2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (UU AP), di satu sisi telah
terjadi perluasan wilayah administrasi dalam kebijakan
penganggaran dan di sisi lain terjadi penyempitan wilayah
pidana korupsi.
Adapun pengaturan perihal inovasi daerah pada Bab
XXI Pasal 386-390 UU Pemda dan diskresi pada Bab
VI Pasal 22-32 UU AP telah mengontrol secara ketat
kriminalisasi kebijakan pemerintah daerah, termasuk
dalam pencairan anggaran daerah. Kelahiran ketentuan-
ketentuan tersebut sejatinya ingin mengonstruksi garis
demarkasi baru wilayah administrasi kebijakan dengan
wilayah pidana korupsi yang selama ini dianggap kabur.
Lebih lanjut, di dalam Pasal 386 UU Pemda dengan
tegas menyatakan, dalam rangka peningkatan kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah
dapat melakukan inovasi. Inovasi merupakan semua bentuk
pembaruan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
harus berpedoman pada sejumlah prinsip penting, seperti
peningkatan efisiensi, perbaikan efektivitas, perbaikan
kualitas pelayanan, dan sejenisnya.
“Bahkan, Pasal 389 UU Pemda menegaskan, dalam
hal pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan
pemda dan inovasi tersebut tak mencapai sasaran
yang telah ditetapkan, aparatur sipil negara tak dapat
dipidana. Namun, pelaksanaan inovasi itu mengharuskan
dipenuhinya persyaratan prosedur dan substansi yang
cukup ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang
dalam pelaksanaan inovasi daerah,” Riawan Tjandra
dalam artikelnya berjudul Inovasi, Diskresi dan Korupsi
(Kompas,22 September 2015).
UU Administrasi Pemerintahan juga mengatur bahwa
pejabat pemerintah diberi kewenangan menggunakan
diskresi dalam pelaksanaan kebijakan. Namun, penggunaan
wewenang diskresi tersebut harus didasarkan atas tujuan
yang bersifat limitatif, sebagaimana diatur pada Pasal 22
Ayat (2) UU AP, antara lain, melancarkan penyelenggaraan
pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, dan mengatasi
stagnasi pemerintahan.
Berdasarkan asas tersebut, sejauh norma hukum
inovasi daerah dan diskresi diterapkan dalam koridor
tujuan pembentukan norma hukum tersebut untuk
memperlancar penyelenggaraan pemerintahan di daerah
dalam rangka memberikan pelayanan publik kepada rakyat,
dapat digunakan sebagai rujukan bagi pemda untuk tak
perlu khawatir kebijakan-kebijakannya dikriminalisasi.
Senada dengan itu, Kementerian Dalam Negeri
menyatakan dalam membuat diskresi harus melaporkan
kepada Kemendagri. Memang ada batasan-batasan dalam
mengembangkan inovasi daerah, yaitu mana yang bisa
dilaksanakan dan yang tidak boleh dilaksanakan. “Secara
umum, inovasi itu diperbolehkan untuk satu pelayanan
publik yang lebih cepat dan murah. Dengan otonomi
daerah, daerah bisa improvisasi untuk memberikan
pelayanan terbaik untuk daerah secara kreatif dan inovatif,”
jelas Sumarsono. [tim]
BUPATI KUTAI KARTANEGARA
RITA WIDYASARI
IMPLEMENTASI NAWACITA
MELALUI PROGRAM
GERBANG RAJA
antarwilayah dengan membangun
jalan darat sepanjang 1.000 Km,
Pengembangan teknologi informasi
melalui Smart City dan Tower
Pintar. Keenam, membangun
“Sistem Siklikal”, dalam
pengelolaan limbah. Ketujuh,
membangun Shelter Rehabilitasi
Narkoba dan Traumatik Kekerasan
terhadap perempuan dan anak di
Kecamatan Tenggarong.
Lalu bagaimana strategi dalam
membangun hubungan dengan
SKPD yang notabene merupakan
pelaksana teknis program yang
telah ditetapkan? Apakah ada
strategi khusus agar SKPD di
Kutai Kartanegara benar-benar
melaksanakan program sesuai
dengan ketetapan?
Ya, selain terus melakukan
evaluasi dan monitoring pekerjaan
SKPD, saya juga melakukan
K
abupaten Kutai Kartanegara konsisten menjalankan program
Gerakan Pembangunan Rakyat Sejahtera, atau disebut Gerbang
Raja. Secara filosofi, Gerbang Raja diartikan sebagai pintu depan
atau pintu pengantar menuju kesejahteraan rakyat. Gerbang Raja juga
diilhami dari jejak masa lalu, yang merupakan aset historis sejarah
dan budaya bangsa yang dahulu dikenal dengan kerajaan tertua di
Indonesia, Kerajaan Mulawarman.
Bagaimana Rita Widyasari—yang juga menjabat sebagai Wakil
Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia
(Apkasi), mengelola pemerintahannya sehingga mampu memberikan
pelayanan publik yang terbaik? Berikut ini petikan wawancaranya.
Bagaimana pemerintah Kabupaten
Kutai Kartanegara menerjemahkan
Nawacita yang menjadi visi
Presiden Jokowi?
Dalam kegiatan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi
Kalimantan Timur tahun 2016 lalu,
terdapat 5 isu strategis yaitu: (a)
Pendayagunaan dan Pembangunan
Infrastruktur Dalam Rangka
Menuju Daya Saing Daerah; (b)
Perwujudan Pemerintah Yang
Bersih, Tata Kelola Pemerintahan
Yang Baik dan Kondusifitas
Daerah; (c) Kualitas SDM dan
Kesejahteraan Masyarakat; (d)
Ekonomi dan Pertanian Dalam
Arti Luas (Ketahanan Pangan); (e)
Pengelolaan SDA & Lingkungan
Menuju Tata Kelola Yang Lebih
Baik.
Secara lebih spesifik,
Kabupaten Kutai Kartenegara telah
menyusun misi yang tertuang di
dalam program Gerbang Raja II,
yang terdiri dari 7 poin. Pertama,
penguatan peran dan fungsi
kecamatan dalam pembangunan
wilayah “Membangun Kutai
Kartanegara dari Kecamatan”
(Desentralisasi Kecamatan). Kedua,
meningkatkan kualitas SDM dan
transformasi mental melalui
Gerakan Etam Mengaji “Gema”
serta pengentasan kemiskinan
melalui model Album Kemiskinan
“Nebas Tapak Kemiskinan”.
Ketiga, PAD Cerdas dan
integrasi CSR melalui penyediaan
sistem informasi integrasi
CSR. Keempat, penguatan
pembangunan pertanian melalui
keterpaduan urusan pemerintahan
daerah dengan alikasi anggaran
10% dari Belanja Daerah. Kelima,
konektivitas dan aksesibilitas
Indeks Pembangunan
Manusia Kabupaten
Kukar tahun 2012
berada pada angka
69,12 kemudian naik
menjadi 70,71 di
tahun 2013 dan pada
tahun 2014 melejit
ke angka 71,20.
assesmen bagi semua PNS
di Kukar, membacakan pakta
intergritas, juga beberapa
poin dari masalah-masalah di
Kukar wajib di bacakan saat
mutasi dan berkomitmen untuk
menyelesaikannya. Jadi kuncinya
memang ada di komitmen. Dan
saya berusaha semaksimal
mungkin untuk membangun
komitmen.
Dalam hal tata kelola keuangan
daerah, Kabupaten Kutai
Kartanegara kembali mendapat
Opini WTP pada LKPD tahun
anggaran 2015. Adakah pesan
yang ingin Ibu katakan terkait
perolehan opini ini?
Iya, Alhamdulillah ini keempat
kali kami meraih WTP dan murni
tanpa catatan. Saya bangga.
Artinya kami menyajikan laporan
keuangan sesuai standar, ada
pengendalian internal dan sesui
dengan sistem akuntasi dan peran
BPK harus lebih ditegaskan lagi
karena kami merasa sudah di
awasi dengan BPK saat sampling
dan harus ada perbaikan paska itu.
Sehingga peran BPK sangat baik
bagi tertibnya administrasi serta
fisik di Kukar.
Terkait dengan tata kelola APBD,
bagaimana Ibu dan stakeholder’s
mendesain politik anggaran (APBD)
Kabupaten Kutai Kartanegara agar
benar-benar mencerminkan Visi
Nawacita?
Saya membuat skala prioritas.
Di dalam Nawacita terdapat (1)
Rasa aman, dengan bekerjasama
dengan Forkompinda dan
tokoh masyarakat agar dapat
menciptakan suasana yang
kondusif, aman, dan tentram. (2)
Tata kelola pemerintahan bersih,
efektif, demokratis terpercaya,
yaitu dengan mereformasi
tata kelola pemerintahan dan
melaksanakannya dengan e-data.
Saat ini Kukar memiliki 64 e-data
online. (3) Membangun dari
daerah pinggiran, kami
melaksanakannya
dengan desentralisasi
ke kecamatan.
(4) Penegakan
hukum. (5) Wajib
belajar 12 tahun
bebas pungutan.
(6) Meningkatkan
produktifitas di
pasar internasional,
kami membuat
festival bertaraf
internasional.
(7) Kemandirian
ekonomi, kami
konsisten
meningkatkan sektor pertanian
dan pariwisata. (8) Revolusi
karakter, melalui gemar mengaji
dan Nebas Tapak Kemiskinian. (9)
Memperteguh kebhinekaan, akan
membangun tempat ibadah di
semua agama di satu tempat.
Apa harapan Ibu ke depan dalam
pembangunan di Kutai Kartanegara
agar input dan proses pelaksanaan
program dapat menghasilkan
output atau bahkan outcome yang
maksimal?
Sesuai misi, menjadikan Kukar
Maju, Profesional, Sejahtera dan
Berkeadilan. Adapun goal ingin
yang ingin dicapai Kabupaten
Kutai Kartanegara adalah (1)
Meningkatkan lanju pertumbuhan
ekonomi daerah (2-3% pertahun);
(2) Mengendalikan tingkat inflasi
daerah (4-5%); (3) Meningkatkan
Indeks Pembangunan Manusia
(76,8); (4) Menurunkan Gini Rasio
(<2,9); (5) Menurunkan tingkat
kemiskinan (<7%); (6) Menurunkan
tingkat pengangguran terbuka
(<8%); dan (7) Menurunkan Indeks
Ketimpangan Wilayah/Indeks
Williamson (<0,45).[tim]
GERBANG RAJA
(Gerakan Pembangunan Rakyat Sejahtera):
- PemantapanTata Kelola
Kepemerintahan
- Peningkatan SDM yang Berkualitas dan
Berdaya Saing
- Pengembangan Sentra Perekonomian
Berbasis Usaha Kerakyatan Melalui
Pembangunan Investasi
- Pengembangan Potensi dan Daya Saing
Agribisnis, Industri, dan Pariwisata
- Peningkatan Pembangunan
Infrastruktur dalam Rangka
Pemerataan Fasilitas Pelayanan Publik
- Pelestarian SDA dan Lingkungan
- Pengarusutamaan Gender dan
Perlindungan Anak
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201634
Provinsi yang berhasil mengurangi
jumlah penduduk miskin. Provinsi
Sulawesi Tenggara tercatat mampu
mengurangi jumlah penduduk miskin
paling tinggi yaitu sebesar 54,79% dari
total penduduk miskin di wilayahnya.
Disusul kemudian Provinsi Bali
sebesar 12,23%, Provinsi Sulawesi
Utara sebesar 8,35% dan Provinsi Riau
sebesar 6,83%. Sisanya, 17 Provinsi
hanya mampu mengurangi jumlah
penduduk miskin di masing-masing
wilayahnya kurang dari 5%.
Selanjutnya, Divisi Riset Pusat
Kajian Keuangan Negara juga
menemukan bahwa, pada medio
September 2015 sampai dengan Maret
2016, tercatat 22 Provinsi mampu
mengurangi jumlah penduduk
miskin di perdesaan. Provinsi yang
paling tinggi persentase penurunan
kemiskinan desa adalah Sulawesi
Tenggara, yaitu dari 288.250 jiwa
menjadi 109.144 jiwa atau sebesar
54,79% dari total penduduk miskin
di wilayahnya. Disusul kemudian
Provinsi Bali berhasil menurunkan
jumlah penduduk miskin desa
sampai 12,23%, Provinsi Sulawesi
Utara (8,35%), dan Provinsi Riau
(6,83%). Adapun 18 Provinsi lainnya
persentase pengurangan penduduk
miskin desa di bawah 4%.
Sementara itu, terdapat 11
Provinsi yang bertambah jumlah
penduduk miskin di perdesaan pada
medio September 2015 s/d Maret
2016. Penambahan terbesar terjadi di
Provinsi Kalimantan Tengah (9,29%),
Kepulauan Bangka Belitung (7,34%),
Bengkulu (4,39%), serta Sulawesi
Tengah (4,28%).
Nawacita dan Problem
Kemiskinan Desa
Kemiskinan masih berpusat di desa. Fenomena ini patut menjadi perhatian utama pemerintah.
Upaya sistematis untuk mengentaskan kemiskinan desa ini sesuai dengan Nawacita Ketiga
yaitu Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka negara kesatuan. Persoalannya, bagaimana efektivitas program
pembangunan desa selama ini?
LAPORAN UTAMA
B
erdasarkan analisis Divisi Riset
Pusat Kajian Keuangan Negara,
dengan didasarkan atas data
BPS, diketahui jumlah penduduk
miskin di perdesaan pada medio
Maret 2016 mencapai 17,55 juta.
Adapun jumlah penduduk miskin
di Indonesia pada medio yang sama
berjumlah sekitar 27,9 juta jiwa. Dari
jumlah tersebut, penduduk miskin
desa terbanyak terdapat di Pulau
Jawa (53,48%) dan Pulau Sumatera
(22,41%).
Sedangkan tingkat kemiskinan
di perdesaan tergolong fluktuatif.
Misalnya pada Maret 2014 persentase
penduduk miskin di perdesaan
mencapai 62,82% dari total penduduk
miskin, kemudian naik menjadi
63,18% dari total penduduk miskin
per September 2014. Pada tahun
2015, persentase penduduk miskin
perdesaan tercatat turun menjadi
62,75% (Maret) dari total penduduk
miskin lalu naik tipis menjadi 62,76%
(September) dari total penduduk
miskin.
Adapun persentase penduduk
miskin di perdesaan dengan
jumlah penduduk miskin paling
tinggi terdapat di Provinsi Papua
(96,61%), Provinsi Nusa Tenggara
Timur (91,05%), Provinsi Papua
Barat (90,72%), Provinsi Gorontalo
(88,15%), dan Provinsi Sulawesi
Selatan (87,65%).
Kemudian jika dilihat dari
persentase penurunan penduduk
miskin di perdesaan, terdapat 21
Ilustrasi penduduk miskin perdesaan
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 35
Direktur Eksekutif Pusat
Kajian Keuangan Negara Prasetyo
mengatakan, penurunan jumlah
penduduk miskin di perdesaan
selama medio 2015 sampai dengan
Maret 2016 sangatlah kecil, belum
berimbang dengan semangat Nawacita
Ketiga Presiden Joko Widodo.
“Penduduk miskin desa hanya turun
1,20% saja atau sekitar 336 ribu jiwa
per Maret 2016. Ini tak sebanding
dengan semangat membangun
Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah dan desa,”
katanya di Jakarta, Senin (15/8/2016).
Prasetyo pesimis pemerintah
mampu menurunkan tingkat
kemiskinan sampai 7%-8% sesuai
dengan RPJMN 2015-2019, jika
pemerintah tidak mengubah strategi
dan pola penanggulangan kemiskinan
desa selama ini yang cenderung tidak
tepat sasaran, tidak efektif, dan belum
menjadi agenda prioritas semua
pemangku kepentingan.
“Politik anggaran pemerintah
memang berusaha didesain agar
sesuai dengan Nawacita. Dari segi
anggarannya juga sangat besar, dengan
estimasi Kemenkeu total dana yang
akan masuk ke desa sampai tahun
2019 sebesar Rp175.494,9 milyar atau
rata-rata perdesa senilai Rp2.368,6
juta. Dana ini akan mubazir apabila
tidak didukung oleh stakaholder’s
yang lain yaitu Pemerintah Daerah
dan perbankan,” urainya.
Diketahui, berdasarkan data
Kemenkeu pada tahun 2015, Dana
Desa (DD) yang dialokasikan di
APBNP sebesar Rp20.766,2 milyar
sehingga rata-rata DD per Desa
Rp280,3 juta. Selain DD dana lain
yang masuk ke desa adalah Alokasi
Dana Desa sebesar Rp32.666,4 milyar,
bagi hasil Pajak Daerah dan Retribusi
milyar sehingga rata-rata DD perdesa
sebesar Rp1.509,5 juta. Sedangkan
tambahan dana lain yang masuk
ke desa berupa ADD Rp60.278,0
milyar, bagi hasil PDRD Rp3.376,7
milyar. Sehingga total dana yang akan
masuk ke desa diperkirakan sebesar
Rp175.494,9 milyar atau rata-rata
perdesa senilai Rp2.368,6 juta.
Atas fenomena tersebut,
Pusat Kajian Keuangan Negara
merekomendasikan agar pemerintah
dapat mereformulasi strategi
penanggulangan kemiskinan,
khususnya di desa agar sejalan dengan
visi Nawacita. Lebih lanjut Prasetyo
mengatakan, penduduk miskin yang
paling besar jumlahnya adalah yang
bekerja pada subsektor tanaman
pangan yakni 62.97 persen dari total
penduduk miskin sektor pertanian.
Karena itulah pembangunan
pertanian perlu menjadi perhatian
semua kalangan.
“Dana desa itu dampaknya jangka
panjang. Karena itu pemerintah
perlu memberikan stimulus lain
salah satunya seperti menugaskan
BUMN dan BUMD agar fokus
menyalurkan kredit usaha rakyat
(KUR) ke sektor pertanian dan
perkebunan. Kelompok-kelompok
tani dikonsolidasikan kembali agar
dapat meningkatkan gairah penduduk
desa,” pungkas Pras.[]
Daerah (PDRD) sebesar Rp2.091
milyar. Sehingga total dana yang
masuk ke desa tahun 2015 adalah
sebesar Rp55.523,6 milyar atau rata-
rata per desa sebesar Rp749,4 juta.
Tahun 2016, DD diperkirakan
sebesar Rp47.684,7 milyar sehingga
rata-rata DD perdesa sebesar Rp643,6
juta. ADD senilai Rp37.564,4 milyar,
bagi hasil PDRD Rp2.412,4 milyar.
Sehingga diperoleh total sebesar
Rp87.661,5 milyar dan rata-rata
perdesa Rp1.183,1 juta.
Tahun 2017, DD diperikaran
senilai Rp81.184,3 milyar sehingga
rata-rata DD per Desa Rp1.095,7
juta. Tambahan dari ADD sebesar
Rp42.285,9 milyar, bagi hasil PDRD
Rp2.733,8 milyar sehingga total
dana yang ditransfer ke desa sebesar
Rp126.204,2 milyar sehingga rata-rata
per desa didapat Rp1.703,3 juta.
Tahun 2018, DD yang
dialokasikan dari APBN diperkirakan
naik menjadi Rp103.791,1 milyar
dengan rata-rata DD per desa
Rp1.400,8 juta. Tambahan dana dari
ADD sebesar Rp55.939,8 milyar,
bagi hasil PDRD Rp3.055,3 milyar.
Sehingga total dana yang didapat oleh
Desa sebesar Rp162.786,3 milyar atau
rata-rata per Desa senilai Rp2.197,1
juta.
Tahun 2019, DD diperkirakan
meningkat lagi menjadi Rp111.840,2
Pada medio
September 2015 s/d
Maret 2016, tercatat
22 Provinsi mampu
mengurangi jumlah
penduduk miskin di
perdesaan
Ilustrasi penduduk miskin perdesaan
keuangan negara | no. 005 vol. ii 201636
Jakarta—Kesehatan merupakan investasi
dalam mendukung pembangunan Nasional.
AmandemenUndang-UndangDasarNegaraRepublik
Indonesia Tahun 1945 pasal 28 H menyatakan
bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
Fokus kebijakan Kementerian Kesehatan RI
untuk periode 2015-2019 adalah salah satunya
adalah penguatan pelayanan kesehatan primer.
Penguatan pelayanan primer mencakup 3 hal
yaitu fisik (pembenahan infrastruktur), sarana
(pembenahan fasilitas) dan sumber daya manusia
(penguatan tenaga kesehatan selain dokter).
Tidak bisa dipungkiri, pelayanan kesehatan
belum dapat dinikmati secara adil dan merata
oleh seluruh masyarakat, khususnya masyarakat
yang tinggal di Daerah Tertinggal, Perbatasan,
dan Kepulauan (DTPK) dan Daerah Bermasalah
Kesehatan (DBK). Masyarakat yang tinggal di
DTPK dan DBK masih mengalami kesulitan untuk
mengakses pelayanan kesehatan dasar yang
berkualitas. Oleh karena itu perlu perhatian dan
pendekatan secara khusus.
Demikian pernyataan Menteri kesehatan
RI, Nila Farid Moeloek, dalam sambutannya pada
acara penandatanganan Nota Kesepahaman
(MOU) antara kementerian Kesehatan dengan 41
Pemerintah Kabupaten/Kota tentang penempatan
Tim Nusantara Sehat (NS) Batch 4 dan Batch 5
tahun 2016 di Jakarta, (26/9).
Untuk membantu meningkatkan kesehatan
di wilayah DTPK dan PDB, hari ini sebanyak 41
Bupati menandatangani Nota Kesepahaman dengan
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dr.
Untung Suseno Sutarjo, M.Kes, yang disaksikan
langsung oleh 22 Kadinkes Provinsi dan 41 Kadinkes
Kabupaten. Penandatanganan nota kesepahaman
ini dilakukan untuk mendukung penugasan khusus
tenaga kesehatan Berbasis Tim (Team Based) dalam
Mendukung Pelaksanaan Program NS.
Menkes menjelaskan pembentukan dari tim
Nusantara Sehat (NS) merupakan implementasi
dari program Indonesia sehat, yang terdiri dari 3
komponen, yaitu: 1). Mewujudukan paradigm sehat;
2). Penguatan Pelayanan Kesehatan; 3). Jaminan
Kesehatan Nasional. Oleh karena itu, dalam rangka
penguatan pelayanan kesehatan di DTPK dan
di DBK, Kementerian Kesehatan menempatkan
penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim
(team based) untuk mendukung Program Nusantara
Sehat.
Melalui program tersebut diharapkan
Kementerian Kesehatan bersama pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/
kota mampu meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan yang berkualitas secara
terintegrasi, terpadu dan komprehensif di DTPK dan
DBK sebagai wujud tanggung jawab Negara hadir
ditengah-tengah masyarakat, ujar Menkes dalam
sambutannya.
Tim Nusantara Sehat merupakan
pendayagunaan secara khusus Tenaga Kesehatan
berbasis tim dalam kurun waktu tertentu dengan
jumlah dan jenis tertentu guna meningkatkan akses
dan mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas
pelayanan kesehatan primer di DTPK dan DBK.
Tujuan pendayagunaan secara khusus
Tenaga Kesehatan berbasis tim (Tim Nusantara
Sehat) adalah terwujudnya pelayanan kesehatan
primer yang dapat dijangkau oleh setiap anggota
masyarakat, terutama oleh mereka yang tingal di
DTPK dan DBK yang memiliki sarana pelayanan
kesehatan dasar (puskesmas) denga kriteria
terpencil dan sangat terpencil di berbagai pelosok
Indonesia.
Tim Nusantara Sehat merupakan tenaga
profesional kesehatan dengan berbabgai latar
belakang kesehatan seperti dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, Tenaga Kesehatan Masyarakat,
Tenaga Kesehatan Lingkungan, Ahli Teknologi
Laboratorium Medik, tenaga gizi, dan kefarmasian,
yang bersedia ditempat selama 2 (dua) tahun
untuk terjun langsung memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dan memiliki
semangat untuk mendukung pemerintah dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Tahapan implementasi Penugasan Khusus Tenaga
Kesehatan Berbasis Tim (Team Based) dalam
mendukung Program Nusantara Sehat diawali
dengan Survey dan Penentuan Lokasi penugasan,
Seleksi (administrasi dan Psikologi), pembekalan
tim, Penempatan tim, serta monitoring dan Evaluasi.
Lokasi penugasan Tenaga Kesehatan
Nusantara Sehat adalah puskesmas dengan kriteria
sangatterpencildanterpencildiDTPKdanDBK.Pada
tahun 2015, Kemenkes telah menempatkan 694
Tenaga Kesehatan Nusantara Sehat. Sementara itu
pada bulan Juni Tahun 2016 Kementerian Kesehatan
kembali menempatkan tenaga kesehatan Nusantara
Sehat Periode I (Batch 3) tahun 2016 berjumlah 194
Tenaga Kesehatan yang tersebar di 38 Puskesmas
25 Kabupaten, dan 16 Provinsi, serta Pada periode
II (Batch 4) tahun 2016 Kementerian Kesehatan
telah merekrut tenaga kesehatan Nusantara Sehat
dimana saat ini sedang mengikuti pembekalan di
Pusat Pendidikan Kesehatan TNI Angkatan Darat,
tanggal 02 September sd 10 Oktober 2016 yang
berjumlah 297 orang, yang nantinya direncanakan
penempatan di 46 Puskesmas yang tersebar di 25
kabupaten dan 16 Provinsi.
Menkes juga menambahkan bahwa
pembekalan tenaga kesehatan Nusantara Sehat
bertujuan memaksimalkan kinerja Team Based
melalui Program Nusantara Sehat, oleh karena
itu Kementerian Kesehatan melakukan upaya
peningkatan kompetensi dan profesionalisme Tenaga
Kesehatan melalui pembekalan yang berkualitas.
Dalam proses pelaksanaan pembekalan
diharapkan anggota Tim NS memiliki kemampuan
untuk mengembangkan peran sebagai tim
pendukung pelaksana layanan kesehatan primer
di Puskesmas dengan menjalankan fungsi
penguatan program kesehatan, mendukung
pelaksanaan layanan kesehatan primer, melakukan
motivasi dan pemberdayaan kepada masyarakat,
mengembangkan manajemen puskesmas,
melakukan penguatan program kesehatan serta
tetap menjunjung tinggi jiwa bela Negara, tambah
Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline
1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021)
5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at]
kemkes[dot]go[dot]id.
Sekjen Kemenkes dan 41 BupatiTandatangani
MoU PenempatanTim Nusantara Sehat
keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 37
LAPORAN UTAMA
D
alam Pidato Kenegaraan di
Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) tanggal 16
Agustus 2016, Presiden Jokowi
mengatakan bahwa kemiskinan
dapat ditekan menjadi 10,8 persen
dan pengangguran 5,5 persen.
Presiden Jokowi menambahkan,
sementara Indeks Pembangunan
Manusia yang menunjukkan akses
masyarakat terhadap sumber
ekonomi, pendidikan, dan kesehatan
terus mengalami kemajuan hingga
mencapai angka 69,55 pada tahun
2015.
Tak berselang lama, pada 19
Agustus 2016, Badan Pusat Statistik
(BPS) merilis data terbaru tentang
ketimpangan. Indeks ketimpangan
yang diukur dengan gini ratio pada
Maret 2016 turun menjadi 0,397.
Penurunan gini ratio menjadi
di bawah 0,4 membuat tingkat
ketimpangan di Indonesia kembali
dalam kategori rendah (<0,4).
Kategori sedang 0,4-0.5 dan ketegori
ketimpangan tinggi atau parah
>0,5. Rentang gini ratio adalah nol
(timpang sempurna) hingga 1 (merata
sempurna). Gini ratio tertinggi
sepanjang sejarah terjadi pada
September 2014. Setelah itu terus
mengalami penurunan hingga Maret
2016. Berarti selama pemerintahan
Presiden Joko Widodo mengalami
perbaikan hingga kembali ke kategori
rendah.
Data tersebut dapat menjadi
sandaran kendati terjadi perbaikan,
namun penurunan kemiskinan
masih relatif belum sebanding
dengan semangat Nawacita dan
Trisakti. Demikian pula untuk
indeks ketimpangan, walaupun terus
mengalami penurunan namun juga
belum seimbang dengan fakta bahwa
crony capitalism index Indonesia
menduduki peringkat ketujuh.
Artinya, sebagian besar kekayaan
Indonesia masih dikuasai oleh
segilintir orang saja.
Di Tengah Tantangan
Kemiskinan Dan Ketimpangan
Sejak Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dilantik pada 20 Oktober
2014 silam, pemerintah berusaha mendesain politik anggaran di dalam APBN
agar sesuai dengan platform, visi, dan misi yang tertuang di dalam Nawacita
dan Trisakti. Hampir 2 tahun memimpin Indonesia, Nawacita yang dulu
bergelora nampak sayup di tengah gelombang kemiskinan dan ketimpangan.
Ilustrasi Penduduk Miskin di Desa
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita

More Related Content

What's hot

Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019Dameuli Silalahi
 
Lampiran permendagri-no.-37-tahun-2012 137-2
Lampiran permendagri-no.-37-tahun-2012 137-2Lampiran permendagri-no.-37-tahun-2012 137-2
Lampiran permendagri-no.-37-tahun-2012 137-2Nandang Sukmara
 
Penerapan akrual basis pada osp di wilayah bogor (7)
Penerapan akrual basis pada osp di wilayah bogor (7)Penerapan akrual basis pada osp di wilayah bogor (7)
Penerapan akrual basis pada osp di wilayah bogor (7)Taufiq Arrahman
 
Menuju puskesmas blud
Menuju puskesmas bludMenuju puskesmas blud
Menuju puskesmas bludBhelhenkJhe
 
Final informasi apbn 2018
Final informasi apbn 2018 Final informasi apbn 2018
Final informasi apbn 2018 Dr. Zar Rdj
 
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Di Pemerintah Kota Bogor
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Di Pemerintah Kota BogorAnalisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Di Pemerintah Kota Bogor
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Di Pemerintah Kota Bogoragung aryawiguna
 
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogorPenerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogorNurAlliviaShalsaOcta
 
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...
Analisis Penerapan Standar  Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...Analisis Penerapan Standar  Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...ShellaDwiSeptiani
 
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009Ade Suerani
 
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di Bogor
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di BogorAnalisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di Bogor
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di BogorDesti Agung Pratiwi
 
Paparan ruu cipta kerja
Paparan ruu cipta kerjaPaparan ruu cipta kerja
Paparan ruu cipta kerjahenra saragih
 
Akuntansi Sektor Publik Kelompok 5 kelas 4B - Akuntansi
Akuntansi Sektor Publik Kelompok 5 kelas 4B - AkuntansiAkuntansi Sektor Publik Kelompok 5 kelas 4B - Akuntansi
Akuntansi Sektor Publik Kelompok 5 kelas 4B - AkuntansiDicky Maulana Hadi Tamma
 
Sambutan Kemenkeu pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017
Sambutan Kemenkeu  pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017Sambutan Kemenkeu  pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017
Sambutan Kemenkeu pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017Panembahan Senopati Sudarmanto
 
Kelompok(1) 4B-Akuntansi_TugasASP2. pdf
Kelompok(1) 4B-Akuntansi_TugasASP2. pdfKelompok(1) 4B-Akuntansi_TugasASP2. pdf
Kelompok(1) 4B-Akuntansi_TugasASP2. pdfAdindaMaharani14
 
Materi global value financing final
Materi global value financing finalMateri global value financing final
Materi global value financing finalTV Desa
 
Profil Ekonomi 2013 Kota Palangka Raya
Profil Ekonomi 2013 Kota Palangka RayaProfil Ekonomi 2013 Kota Palangka Raya
Profil Ekonomi 2013 Kota Palangka RayaMellianae Merkusi
 

What's hot (20)

Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
 
Tugas asp 4 c akt (1)
Tugas asp 4 c akt (1)Tugas asp 4 c akt (1)
Tugas asp 4 c akt (1)
 
Lampiran permendagri-no.-37-tahun-2012 137-2
Lampiran permendagri-no.-37-tahun-2012 137-2Lampiran permendagri-no.-37-tahun-2012 137-2
Lampiran permendagri-no.-37-tahun-2012 137-2
 
Penerapan akrual basis pada osp di wilayah bogor (7)
Penerapan akrual basis pada osp di wilayah bogor (7)Penerapan akrual basis pada osp di wilayah bogor (7)
Penerapan akrual basis pada osp di wilayah bogor (7)
 
Apbn 2016- presiden joko widodo indonesia raya
Apbn 2016- presiden joko widodo indonesia raya Apbn 2016- presiden joko widodo indonesia raya
Apbn 2016- presiden joko widodo indonesia raya
 
RPJP Kota Palangka Raya
RPJP Kota Palangka RayaRPJP Kota Palangka Raya
RPJP Kota Palangka Raya
 
Menuju puskesmas blud
Menuju puskesmas bludMenuju puskesmas blud
Menuju puskesmas blud
 
Final informasi apbn 2018
Final informasi apbn 2018 Final informasi apbn 2018
Final informasi apbn 2018
 
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Di Pemerintah Kota Bogor
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Di Pemerintah Kota BogorAnalisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Di Pemerintah Kota Bogor
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Di Pemerintah Kota Bogor
 
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogorPenerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor
Penerapan akuntansi berbasis akrual pada osp di kota bogor
 
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...
Analisis Penerapan Standar  Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...Analisis Penerapan Standar  Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Terhadap Kinerja Keu...
 
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
FINAL REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
 
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di Bogor
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di BogorAnalisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di Bogor
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di Bogor
 
Paparan ruu cipta kerja
Paparan ruu cipta kerjaPaparan ruu cipta kerja
Paparan ruu cipta kerja
 
Paper apem (kelompok)
Paper apem (kelompok)Paper apem (kelompok)
Paper apem (kelompok)
 
Akuntansi Sektor Publik Kelompok 5 kelas 4B - Akuntansi
Akuntansi Sektor Publik Kelompok 5 kelas 4B - AkuntansiAkuntansi Sektor Publik Kelompok 5 kelas 4B - Akuntansi
Akuntansi Sektor Publik Kelompok 5 kelas 4B - Akuntansi
 
Sambutan Kemenkeu pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017
Sambutan Kemenkeu  pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017Sambutan Kemenkeu  pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017
Sambutan Kemenkeu pada Musrenbag Prov Jambi Tahun 2017
 
Kelompok(1) 4B-Akuntansi_TugasASP2. pdf
Kelompok(1) 4B-Akuntansi_TugasASP2. pdfKelompok(1) 4B-Akuntansi_TugasASP2. pdf
Kelompok(1) 4B-Akuntansi_TugasASP2. pdf
 
Materi global value financing final
Materi global value financing finalMateri global value financing final
Materi global value financing final
 
Profil Ekonomi 2013 Kota Palangka Raya
Profil Ekonomi 2013 Kota Palangka RayaProfil Ekonomi 2013 Kota Palangka Raya
Profil Ekonomi 2013 Kota Palangka Raya
 

Similar to Jejak-Jejak Nawacita

Lakip bappeda 2014
Lakip bappeda 2014Lakip bappeda 2014
Lakip bappeda 2014fionarazqa
 
CALK 2022 DI UPLOAD.pdf
CALK 2022 DI UPLOAD.pdfCALK 2022 DI UPLOAD.pdf
CALK 2022 DI UPLOAD.pdfdiskominfopb1
 
Bahan Paparan Bimtek LKPD 30 Oktober 2023
Bahan Paparan Bimtek LKPD 30 Oktober 2023Bahan Paparan Bimtek LKPD 30 Oktober 2023
Bahan Paparan Bimtek LKPD 30 Oktober 2023ssuser8f1e591
 
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesaPerlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesariyanto apri
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...MutiaRevelianti
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...MutiaRevelianti
 
PT. Sarana 2020.pdf
PT. Sarana 2020.pdfPT. Sarana 2020.pdf
PT. Sarana 2020.pdfrivanasri
 
Paparan Ka.Bappeda pd Fasilitasi P-RKPD Tapteng 2019.ppt
Paparan Ka.Bappeda pd Fasilitasi P-RKPD Tapteng 2019.pptPaparan Ka.Bappeda pd Fasilitasi P-RKPD Tapteng 2019.ppt
Paparan Ka.Bappeda pd Fasilitasi P-RKPD Tapteng 2019.pptssuser56b4b1
 
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amjBab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amjCahyo Wiryanto
 
Lusiarti-LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2015 (Audited).pdf
Lusiarti-LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2015 (Audited).pdfLusiarti-LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2015 (Audited).pdf
Lusiarti-LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2015 (Audited).pdfilusiDigulSelatan
 
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...CaeCaew
 
Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntans...
Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntans...Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntans...
Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntans...Adi Jauhari
 
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014Mellianae Merkusi
 

Similar to Jejak-Jejak Nawacita (20)

Lakip bappeda 2014
Lakip bappeda 2014Lakip bappeda 2014
Lakip bappeda 2014
 
CALK 2022 DI UPLOAD.pdf
CALK 2022 DI UPLOAD.pdfCALK 2022 DI UPLOAD.pdf
CALK 2022 DI UPLOAD.pdf
 
Bahan Paparan Bimtek LKPD 30 Oktober 2023
Bahan Paparan Bimtek LKPD 30 Oktober 2023Bahan Paparan Bimtek LKPD 30 Oktober 2023
Bahan Paparan Bimtek LKPD 30 Oktober 2023
 
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesaPerlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
Perlakuan akuntansi sektor publik desa di indonesa
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
 
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...
 
PT. Sarana 2020.pdf
PT. Sarana 2020.pdfPT. Sarana 2020.pdf
PT. Sarana 2020.pdf
 
Paparan Ka.Bappeda pd Fasilitasi P-RKPD Tapteng 2019.ppt
Paparan Ka.Bappeda pd Fasilitasi P-RKPD Tapteng 2019.pptPaparan Ka.Bappeda pd Fasilitasi P-RKPD Tapteng 2019.ppt
Paparan Ka.Bappeda pd Fasilitasi P-RKPD Tapteng 2019.ppt
 
PPAS Tahun 2017
PPAS Tahun 2017PPAS Tahun 2017
PPAS Tahun 2017
 
KUA PPAS Kota Singkawang Tahun 2016
KUA PPAS Kota Singkawang Tahun 2016KUA PPAS Kota Singkawang Tahun 2016
KUA PPAS Kota Singkawang Tahun 2016
 
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amjBab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
 
Lusiarti-LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2015 (Audited).pdf
Lusiarti-LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2015 (Audited).pdfLusiarti-LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2015 (Audited).pdf
Lusiarti-LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2015 (Audited).pdf
 
lkjip 2020
lkjip 2020lkjip 2020
lkjip 2020
 
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
PENGARUH PENERAPAN SAP DAN SPIP TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH...
 
3287547.pdf
3287547.pdf3287547.pdf
3287547.pdf
 
Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntans...
Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntans...Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntans...
Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntans...
 
Bab iii fix
Bab iii fixBab iii fix
Bab iii fix
 
Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi Sektor PublikAkuntansi Sektor Publik
Akuntansi Sektor Publik
 
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
 
Dppkad lakip
Dppkad lakipDppkad lakip
Dppkad lakip
 

Recently uploaded

Presentasi Akad Wadiah#';/'..';'[]//'../
Presentasi Akad Wadiah#';/'..';'[]//'../Presentasi Akad Wadiah#';/'..';'[]//'../
Presentasi Akad Wadiah#';/'..';'[]//'../stfatimah131
 
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5SubhiMunir3
 
analisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaat
analisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaat
analisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatlangkahgontay88
 
Asam karboksilat dan esternya serta senyawa .pptx
Asam karboksilat dan esternya serta senyawa .pptxAsam karboksilat dan esternya serta senyawa .pptx
Asam karboksilat dan esternya serta senyawa .pptxRizkiMuhammad58
 
Konsep Dasar One Way Anova dalam Ilmu Statistik.pptx
Konsep Dasar One Way Anova dalam Ilmu Statistik.pptxKonsep Dasar One Way Anova dalam Ilmu Statistik.pptx
Konsep Dasar One Way Anova dalam Ilmu Statistik.pptxULFAHASNAAZIZAH
 
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptxSosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptxgulieglue
 
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 202420NurKhusnaFahrani
 
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi MikroPenentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikrokhei4
 
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdfMATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdfIndahPuspitaMaharani1
 
Kemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdf
Kemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdfKemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdf
Kemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdfsoftraxindo
 
Nilai saat ini dalam studi kelayakan.ppt
Nilai saat ini dalam studi kelayakan.pptNilai saat ini dalam studi kelayakan.ppt
Nilai saat ini dalam studi kelayakan.pptlangkahgontay88
 
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...BagaimanaCaraMenggug
 

Recently uploaded (20)

Presentasi Akad Wadiah#';/'..';'[]//'../
Presentasi Akad Wadiah#';/'..';'[]//'../Presentasi Akad Wadiah#';/'..';'[]//'../
Presentasi Akad Wadiah#';/'..';'[]//'../
 
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
 
analisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaat
analisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaat
analisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaatanalisis biaya dan manfaat
 
Asam karboksilat dan esternya serta senyawa .pptx
Asam karboksilat dan esternya serta senyawa .pptxAsam karboksilat dan esternya serta senyawa .pptx
Asam karboksilat dan esternya serta senyawa .pptx
 
Konsep Dasar One Way Anova dalam Ilmu Statistik.pptx
Konsep Dasar One Way Anova dalam Ilmu Statistik.pptxKonsep Dasar One Way Anova dalam Ilmu Statistik.pptx
Konsep Dasar One Way Anova dalam Ilmu Statistik.pptx
 
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptxSosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
Sosialisasi Permendag 7 Tahun 2024 Rev 02052024.pptx
 
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
Sosialisasi Pelaporan Proyeksi Target dan Realiasi Capaian Output TA 2024
 
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
 
MODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptxMODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptx
 
METODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptx
METODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptxMETODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptx
METODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptx
 
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi MikroPenentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
Penentuan Harga Faktor Produksi Ekonomi Mikro
 
Klinik Obat Aborsi Di Palembang Wa 0822/2310/9953 Klinik Aborsi Di Palembang
Klinik Obat Aborsi Di Palembang Wa 0822/2310/9953  Klinik Aborsi Di PalembangKlinik Obat Aborsi Di Palembang Wa 0822/2310/9953  Klinik Aborsi Di Palembang
Klinik Obat Aborsi Di Palembang Wa 0822/2310/9953 Klinik Aborsi Di Palembang
 
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdfMATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
MATERI EKONOMI MANAJERIAL: TEORI DAN ESTIMASI BIAYA.pdf
 
Kemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdf
Kemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdfKemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdf
Kemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdf
 
Nilai saat ini dalam studi kelayakan.ppt
Nilai saat ini dalam studi kelayakan.pptNilai saat ini dalam studi kelayakan.ppt
Nilai saat ini dalam studi kelayakan.ppt
 
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
 
Jual Obat Aborsi Sorong, Wa : 0822/2310/9953 Apotik Jual Obat Cytotec Di Sorong
Jual Obat Aborsi Sorong, Wa : 0822/2310/9953 Apotik Jual Obat Cytotec Di SorongJual Obat Aborsi Sorong, Wa : 0822/2310/9953 Apotik Jual Obat Cytotec Di Sorong
Jual Obat Aborsi Sorong, Wa : 0822/2310/9953 Apotik Jual Obat Cytotec Di Sorong
 
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptxMODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
 
PEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptx
PEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptxPEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptx
PEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptx
 
TEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptx
TEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptxTEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptx
TEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptx
 

Jejak-Jejak Nawacita

  • 1. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 1
  • 2. keuangan negara | no. 005 vol. ii 20162
  • 3. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 3 6EDISI BERLANGGANAN jabodetabek luar jabodetabek Rp300.000, - Rp350.000, - 12EDISI BERLANGGANAN jabodetabek luar jabodetabek Rp600.000, - Rp650.000, - Ya! saya mau berlangganan Nama: ________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ Alamat Pengiriman: Kantor Rumah: ________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ Kode Pos: ____________________________________________________________________ Telp/Fax: ____________________________________________________________________ ________________________________________________________________________________ E-Mail: ________________________________________________________________________ Data Pelanggan Beri tanda pada paket yang dipilih 6 EDISI 12 EDISI Jumlah Eksemplar: ____________________________________________ Ingin berlangganan mulai: Bulan: _________________________________ Tahun _________________ Pilih Paket Berlangganan P Kirim Formulir Berlangganan melalui Fax: 021-29922743 atau E-Mail: keuangan.negara@gmail.com dengan subject BERLANGGANAN. Info lebih lanjut hubungi EDY PURWANTO 081348489334 Berlangganan & KINI HADIR DI TOKO BUKU GRAMEDIA TERDEKAT DI KOTA ANDA FORMULIR BERLANGGANAN
  • 4. keuangan negara | no. 005 vol. ii 20164 M ajalah Keuangan Negara adalah majalah kajian dengan frekuensi terbitan triwulanan. Kami berupaya menyajikan kajian-kajian faktual berupa informasi dan gagasan terkait tata kelola keuangan negara. Dengan harapan, sajian di majalah ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam mengakselerasi program dan kebijakan. Dalam edisi 5 kali ini, redaksi menyajikan Laporan Utama tentang Jejak Nawacita Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Melalui riset yang mendalam, kami berusaha menghadirkan jejak dan pencapaian agenda prioritas pemerintah selama dua tahun ini. Dalam lingkup perencanaan, kita melihat adanya “kesenjangan” antara idealitas yang dicita-citakan di dalam Nawacita dengan RPJMN 2015-2019. Meskipun pemerintah berupaya menyelaraskan visi, misi, dan agenda prioritasnya ke dalam perencanaan nasional, namun faktanya kurang didukung oleh politik anggaran (APBN) yang mumpuni. Fenomena tersebut menjelaskan alasan Presiden Jokowi melakukan 2 (dua) kali perombakan kabinet—khususnya tim ekonomi—yang notabene dinilai kurang memahami cita rasa Nawacita yang diramu oleh sang Presiden. Apalagi, RPJMN 2015-2019 yang diterbitkan pemerintah pada 15 Januari 2015, disusun dengan kerangka makro ekonomi yang sangat ambisius. Misalnya tingkat kemiskinan dicanangkan dapat ditekan sampai 7,0-8,0 persen pada 2019, pengangguran terbuka dikurangi menjadi 4,0-5,0 persen di tahun 2019 serta pertumbuhan ekonomi dipatok 8% pada 2019. Di tengah kondisi perekonomian yang masih kurang menguntungkan, sudah barang tentu target dan sasaran tersebut perlu disokong dengan kerja ekstra keras dan gotong royong. Beralih ke rubrik lain, di rubrik Success Strory, kami menayangkan rekam jejak beberapa Bupati yang kaya akan prestasi, antara lain; Bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah, Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, Bupati Tabanan, Ni Eka Wiryastuti, dan Bupati Minahasa Selatan, Tety Paruntu. Redaksi juga menyajikan kajian yang tak kalah menarik antara lain kajian mengenai Efisiensi Anggaran, kajian tentang Reposisi Auditor Internal dalam Audit Barang dan Jasa, kajian tentang Hubungan Kelembagaan Antara BPK RI, DPR RI dan DPD RI, kajian mengenai Tata Kelola Dana Partai Politik, serta kajian mengenai pengelolaan keuangan daerah. Redaksi terus berupaya memperbaiki kualitas majalah baik dari segi tampilan maupun konten. Karena itulah partisipasi pembaca diperlukan bagi perbaikan Majalah Keuangan Negara yang baru berusia seumur jagung. Selamat membaca.[] SOKONG DENGAN GOTONG ROYONG EDITORIAL PEMBINA Achmad Djazuli Amin Adab Bangun Jariyatna Krishna Hamzah PENASEHAT HUKUM Haryo Budi Wibowo, SH, MH PIMPINAN REDAKSI Prasetyo SEKRETARIS REDAKSI Abdulloh Hilmi SIDANG REDAKSI Achmad Djazuli Jariyatna Krishna Hamzah Megel Jekson Prasetyo REDAKTUR PELAKSANA Megel Jekson REPORTER Ahmad Sutrisno Afuan Abdul Halim Aprilia Hariani Manta Supriyatna Taufik Adi Rismawan FOTOGRAFER Aprilia Hariani LAYOUT Boedy S. Pasoepati MARKETING/IKLAN Edi Purwanto SIRKULASI/PENJUALAN Rojaul Huda Syahroni ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA/IKLAN: Kantor Pusat Kajian Keuangan Negara Jl. Kartini Raya No. 17B, Jakarta Pusat Telepon: (021) 29922743 Fax: (021) 29922743 PERSON CONTACT: 081348489334 WEB: www.keuangan.co www.keuangan.or.id E-MAIL: keuangan.negara@gmail.com, marketing@keuangan.or.id TWITTER: @keuangannegara FB: Majalah Keuangan Negara REKENING BANK: Giro Bank Rakyat Indonesia KCP BPKP No Acc: 1148.01.000117.307 a/n Pusat Kajian Keuangan Negara PENERBIT: Pusat Kajian Keuangan Negara ISSN: 24607304 SK No. 0005.24607304/JI.3.2/ SK.ISSN/2015.08 - 20 Agustus 2015 Redaksi menerima kontribusi tulisan yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi.
  • 5. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 5
  • 6. keuangan negara | no. 005 vol. ii 20166 daftarisi LAPORAN UTAMA 10 | Nawacita Dalam Bingkai Perencanaan Nasional Selama Dua Tahun Memimpin Indonesia, Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla Terlihat Masih Mencari Formula Yang Tepat Untuk Menjejakkan Nawacita Ke Dalam Politik Anggaran Serta Kebijakan Pembangunan. 16 | Utak-Atik Politik Anggaran Pemerintah Nampak Masih Meramu Politik Anggarannya Agar Serasi Dengan Visi Dan Misi. 22 | Kerja Keras Kejar Target Pembangunan Pemerintah Pontang-Panting Kerja Keras Mengejar Target RPJMN 2015-2019. Belakangan, Bappenas Mengkaji Kemungkinan Revisi RPJMN Yang Dinilai Sudah Tidak Realistis. 28 | Arah Otonomi Daerah Di Era Nawacita Esensi Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Adalah Pemberian Pemberian Kewenangan Kepada Pemerintah Daerah Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Secara Mandiri. Sejauh Mana Implementasi Otonomi Daerah Selama Ini? 34 | Nawacita Dan Problem Kemiskinan Desa Kemiskinan Masih Berpusat Di Desa. Fenomena Ini Patut Menjadi Perhatian Utama Pemerintah. Upaya Sistematis Untuk Mengentaskan Kemiskinan Desa Ini Sesuai Dengan Nawacita Ketiga Yaitu Membangun Indonesia Dari Pinggiran Dengan Memperkuat Daerah-Daerah Dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan. Persoalannya, Bagaimana Efektivitas Program Pembangunan Desa Selama Ini? 37 | Di Tengah Tantangan Kemiskinan Dan Ketimpangan Sejak Presiden Jokowi Dan Wakil Presiden Jusuf Kalla Dilantik Pada 20 Oktober 2014 Silam, Pemerintah Berusaha Mendesain Politik Anggaran Di Dalam APBN Agar Sesuai Dengan Platform, Visi, Dan Misi Yang Tertuang Di Dalam Nawacita Dan Trisakti. Hampir 2 Tahun Memimpin Indonesia, Nawacita Yang Dulu Bergelora Nampak Sayup Di Tengah Gelombang Kemiskinan Dan Ketimpangan. foto:tempo
  • 7. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 7 PERSPEKTIF 25 | Mimpi (Bersama) Presiden Jokowi --------------------------------------- SUCCESS STORY 42 | Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah Bupati Penuh Inovasi Dan Prestasi --------------------------------------- AUDIT 62 | Inilah Penyebab Pengecualian WTP Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2015 66 | Reposisi Peran Auditor Internal Dalam Audit Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah --------------------------------------- AKUNTABILITAS 68 | 17 Pemerintah Daerah Konsisten Mendapatkan Opini WTP 70 | Akuntansi Berbasis Akrual: Pembinaan Kemendagri Terkendala Di Regulasi 48 | Menata Belanja Negara -------------------------------------------------------- 50 | Pemerintah Kencangkan Ikat Pinggang -------------------------------------------------------- 56 | Menata Ulang Dana Politik Di Indonesia ANGGARAN 76 | Asas-Asas Umum Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah --------------------------------------- ANTARLEMBAGA 78 | Mensinergikan Fungsi Pengawasan Keuangan Negara Antara BPK, DPR Dan DPD 84 | Peran Badan Akuntabilitas Publik DPD Dalam Menindaklanjuti Temuan BPK --------------------------------------- PESONA INDONESIA 92 | Strategi Kemenpar Genjot Pariwisata Indonesia 97 | Pariwisata Mendorong Ekonomi Masyarakat 98 | Pengembangan Tanah Lot Lestarikan Nilai Luhur Budaya 100 | Sinergitas Pengelolaan Tanah Lot 101 | Kontribusi Pengelolaan Objek Wisata Tanah Lot --------------------------------------- RESENSI 102 | Perusahaan Negara, Masa Depan Bangsa 102 | Tata Kelola Aset, Untuk Kesejahteraan Rakyat --------------------------------------- TOKOH 104 | Bupati Dedi Mulyadi Bicara Efisiensi 105 | Tito Karnavian, Papua Tak Bisa Lepas Dari Hati 105 | Lukas Enembe, Papua: Antara Uang dan Kewenangan --------------------------------------- KOLOM HUKUM 106 | Mencegah Kriminalisasi Terhadap Penyelenggara Negara -------------------------------------
  • 8. keuangan negara | no. 005 vol. ii 20168 negara yang diderita. Korban lain dari korupsi adalah masyarakat yang menderita akibat perilaku korup. Misalnya korupsi berupa mark up anggaran dalam proyek tertentu telah menyebabkan hasil proyek memiliki kualitas buruk yang merugikan atau bahkan membahayakan masyarakat. Dalam ilmu viktimologi, terdapat victim precipitation theory yaitu teori dimana korban ikut serta berperan terhadap terjadinya kejahatan. Menurut Von Hentig, korban melakukan perilaku-perilaku yang mendorong munculnya kejahatan terhadap diri mereka. Dalam hal ini korban memberikan peluang terhadap terjadinya kejahatan atau melakukan provokasi-provokasi yang dapat menjadikan kejahatan terjadi. Dalam kasus korupsi, victim precipitation tersebut dapat berupa tata kelola maupun budaya kerja yang dikembangkan dalam instansi pemerintah sangatlah buruk sehingga rentan terhadap terjadinya korupsi. Sebagai gambaran, tidak adanya contoh dan keteladanan akan perilaku yang baik dalam organisasi pemerintah maupun tidak adanya kode etik dan aturan perilaku yang harus dipatuhi tentu akan menumbuhkan peluang terhadap terjadinya korupsi. Korupsi juga dapat terjadi ketika sistem pengendalian dan pengawasan dalam instansi pemerintah tidak dapat berjalan dengan efektif sehingga memudahkan terjadinya korupsi. Misalnya saja sistem akuntabilitas kinerja dalam instansi pemerintah yang dilaksanakan dengan asal- asalan, pengawasan transaksi yang lemah hingga sistem informasi yang mudah diakses siapa saja tentu memberikan kesempatan terhadap terjadinya korupsi. FEED BACK penjualan pinang, noken, dan memberikan bantuan yang nyata untuk usaha kecil masyarakat yang ada di Papua. Cegah Pemerintah Daerah Papua untuk melakukan utang kepada luar negeri dengan alasan pemerintah pusat tidak membantu pembangunan Papua. Jangan biarkan negeri kita terlalu banyak utang. Semua masalah di daerah bisa diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat dan gotong royong. Bapak Presiden, mohon juga pertegas status freeport. Jadikan milik negara atau lepaskan saja karena keadaan Timika semakin memburuk dengan adanya freeport. Dan, yang terakhir berikan kepercayaan kepada pejabat yang memang gerakannya tidak ada unsur menghianati negara. Semoga Majalah Keuangan Negara menjadi salah satu media yang menjadi kepercayaan rakyat karena selama ini telah memberikan berita yang seimbang. Ratih Amalia Lestari Aktifis Muda NU, tinggal di Papua VIKTIMOLOGI DALAM KASUS KORUPSI Sebagaimana kita semua ketahui, korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini telah menjadi sangat masif dan dilakukan pada berbagai level dan tingkatan. Dalam kasus korupsi, sering kali kita hanya melihat kasus korupsi dari sisi pelaku, bukan dari sisi korban. Padahal sebenarnya selain ilmu kriminologi, ada pula ilmu viktimologi. Viktimologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku kriminal dari sisi korban (victim), bukan dari sudut si pelaku. Dengan demikian, inti dari ilmu viktimologi adalah pada korban kejahatan itu sendiri. Dalam kasus korupsi, korban perilaku korup meliputi negara berupa kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian SURAT PENDEK UNTUK BAPAK PRESIDEN Assalamualaikum Wr.Wb, Yth Bapak Presiden dan pengemban amanah di seluruh Indonesia, Melalui surat pembaca ini saya ingin menyampaikan yang sebenarnya terjadi di Papua, agar tidak ada lagi kesalahpahaman antara Papua dan Jakarta (Pemerintah Pusat). Program yang perlu Bapak Presiden fokuskan di Papua adalah pengelolaan Dana Otsus harus merata agar kemajuan Papua bisa mengikuti daerah lainnya. Selama ini Otsus dirasa masih belum terlalu memberikan dampak yang efektif dan efisien untuk pembangunan Papua. Berikutnya, Bapak perlu mencermati kelompok radikal di Papua yang memecah persatuan di Papua. Mohon berikanlah peringatan yang tegas agar kami sebagai masyarakat Papua tidak menjadi korban konflik. Bapak Presiden mesti menelusuri daerah-daerah tertinggal di Papua yang sama sekali tidak tersentuh bantuan pemerintah baik dalam bentuk pendidikan, sarana ibadah maupun kesehatan. Jalinlah komunikasi yang baik dan satu tujuan untuk membangun Indonesia antara pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Papua. Lestarikanlah kekayaan Papua dan lindungi ciri khas Papua seperti burung cenderawasih, keuangan negara | no. 005 vol. ii 20168
  • 9. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 9 sosial ini melalui satu media untuk menjamin kevalidan data. Untuk merealisasikan ide ini memang kita menghadapi tantangan, yaitu masih amburadulnya tata kelola pembuatan e-KTP di seluruh daerah di Indonesia, dan juga ruang memori e-KTP yang tergolong masih terbatas. Informasi dari kementerian Dalam Negeri, KTP El generasi pertama telah tertanam chip dengan kapasitas 8 kilobyte berisi data kependudukan dan disimpan di server pusat dengan kapasitas total 724 terabyte. Memori ini tergolong kecil mengingat KTP El di Malaysia telah tertanam chip dengan kapasitas memori sebesar 32 kilobyte. Semakin besar ruang kapasitas memori tersebut maka semakin banyak informasi yang bisa dimasukkan di dalamnya, termasuk informasi pemegang KTP El tersebut apakah masuk dalam penerima bantuan sosial atau subsidi langsung. Selanjutnya, para penerima akan mencairkan dana bantuan sosial atau dana subsidi langsung melalui agen LKD yang tersebar di seluruh Indonesia. Masalah agen bank ini sangat penting dan pemerintah perlu untuk melakukan upaya perekrutan agen bank secara masif namun tetap memperhatikan faktor kehati-hatian sesuai dengan peraturan di bidang perbankan yang berlaku. Ike Kurniati Programer & Web Developer, tinggal di Jakarta Selatan BUKAN NAWACITA YANG DIHARAPKAN Nawacita adalah agenda politik yang menjadi prioritas kerja Jokowi serta pasangannya jika memenangkan pemilu. Bagi masyarakat, Nawacita adalah janji suci Jokowi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik. Dengan Melalui implementasi ilmu viktimologi dalam kasus korupsi maka kita akan dapat memahami kasus korupsi dengan lebih komprehensif sehingga memudahkan dalam memberantas korupsi di Nusantara. Adreno Kurniawan Auditor Inspektorat Kabupaten Sleman, Yogyakarta INTEGRASI BANTUAN SOSIAL MELALUI E-KTP Di zaman modern seperti sekarang ini, kecanggihan teknologi informasi perlu dimanfaatkan dengan maksimal, khususnya dalam meningkatkan pelayanan publik. Di sektor perpajakan kita sudah mulai menggunakan e-Billing pajak guna mempermudah wajib pajak membayar kewajiban pajak. Pemerintah membuat berbagai kartu, misalnya Kartu Indonesia Pintar, dan rencana pembuatan Kartu Indonesia Sejahtera. Guna meningkatkan pelayanan publik, khususnya di bidang sosial, saya kira perlu dipikirkan bagaimana membuat sistem informasi yang terintegrasi sebagai identifikasi resmi bagi penduduk miskin penerima bantuan sosial dalam bentuk apapun. Masyarakat miskin sangat berpeluang untuk mendapatkan lebih dari satu macam bantuan sosial dan subsidi, misalnya ketika seseorang memenuhi kriteria sebagai rumah tangga sasaran program PKH, dan di saat yang bersamaan akan memenuhi pula kriteria untuk program PSKS dan bantuan subsidi beras miskin. Dan tidak menutup kemungkinan apabila dia merupakan petani kecil maka dia berhak untuk mendapatkan subsidi benih dan subsidi pupuk. Nah, pemerintah, khususnya Kementerian Sosial perlu memikirkan bagaimana mengintegrasikan dana bantuan keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 9 mengedepankan sembilan landasan kerja pemerintah ini, masyarakat sekali lagi bisa berharap akan hidup yang lebih baik. Sayangnya, baru dua tahun menjabat mebel yang dibeli masyarakat sudah mulai lapuk. Angin segar yang sempat terasa kini hilang entah kemana. Janji untuk mengedepankan dialog dalam penyelesaian tak bakal terlaksana selama menterinya melulu mengancam ‘libas’ pada tiap pendapat yang beda. Realita yang terjadi saat ini sungguh berbeda dengan harapan yang dulu sempat terlihat dari sang tukang mebel. Mengharapkan pemerintah dari sipil yang memiliki karakter kuat untuk menyelesaikan persoalan bangsa sungguh tidak terlaksana. Bolehlah Jokowi mengejar pembangunan ekonomi dengan membuka ruang investasi selebar-lebarnya. Tapi membangun ekonomi tentu tidak berarti mengorbankan hidup masyarakat demi masuknya investasi. Bukannya memberikan rasa aman pada seluruh warga negara sebagaimana tercantum dalam Nawacita? Kriminalisasi 26 aktivis yang melakukan aksi penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Pembubaran begitu banyak acara diskusi tentang pelanggaran HAM di berbagai kota. Serta paket kebijakan ekonomi yang begitu menyiksa tanpa bisa ditolak apalagi ditimbang usul kita. Semua yang terjadi justru berkebalikan dengan janji suci nawacita. Janji untuk mengedepankan dialog serta kemandirian ekonomi seperti khayalan belaka. Sungguh bukan seperti Nawacita yang diharapkan. Aditia Purnomo Mahasiswa Ilmu Dakwah dan ilmu Komunikasi UIN Jakarta
  • 10. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201610 Selama dua tahun memimpin Indonesia, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla terlihat masih mencari formula yang tepat untuk menjejakkan Nawacita ke dalam politik anggaran serta kebijakan pembangunan. NAWACITA DALAM BINGKAI PERENCANAAN NASIONAL LAPORAN UTAMA Divisi Riset Pusat Kajian Keuangan Negara
  • 11. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 11 S ejarah mencatat, setiap presiden membawa ideologi (belief on goodness) ekonominya masing-masing. Presiden Sukarno mengusung Ekonomi Gotong Royong. Presiden pertama Indonesia tersebut juga mencetuskan ajaran Trisakti. Kemudian saat Presiden Suharto memimpin, pemerintah mempopulerkan jargon Ekonomi Pembangunan yang bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan. Selanjutnya di era reformasi, ideologi ekonomi Presiden Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati nampak masih samar, karena konsentrasi era pemerintahan ini lebih condong pada konsolidasi kebangsaan. Kemudian, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi orang nomor satu di negeri ini, dia memperkenalkan apa yang disebut SBYnomics yang terdiri atas 3 (tiga) pilar yaitu pro growth, pro job, dan pro poor. Sementara itu, Presiden Jokowi tampil di panggung kekuasaan hasil Pemilu Presiden tahun 2014 dan mengusung ideologi Jokowinomics. Adapun, Jokowinomics tersebut dapat dibaca melalui Nawacita atau sembilan program yang menjadi agenda prioritas pemerintah periode 2014-2019. Bagaimana strategi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dalam menerjemahkan Nawacita ke dalam kebijakan pembangunan? PROBLEM PERENCANAAN NASIONAL Sebelum menilai pencapaian Nawacita selama dua tahun ini, ada baiknya kita mendiskusikan kembali perencanaan nasional sebagai legitimasi formal kenegaraan. Secara teoritis, menurut Conyers dan Hills (1984), perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran
  • 12. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201612 Gambar 1. Tahapan Pembangunan dan Arah Kebijakan RPJPN 2005-2025 untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Dari definisi tersebut, diketahui perencanaan nasional sangat penting sebagai indikator pencapaian tujuan dalam rentang waktu tertentu. Dalam konteks pembangunan nasional, Indonesia memiliki jejak sejarah pola perencanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh. Sebagai contoh, di era Presiden Soekarno pemerintah menerapkan Pola Pembangunan Nasional Semesta dan Berencana (PNSB). Kemudian di era Orde Baru, Presiden Soeharto menggunakan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai dasar perencanaan nasional. Pada aspek Pola PNSB tahap pertama (1961-1969) sebagaimana diatur dalam TAP MPRS No II/ MPRS/1960, aspek pembangunan yang diatur juga berkaitan dengan aspek-aspek fundamental. Pembangunan tidak hanya dititikberatkan pada pembangunan fisik, tetapi juga termasuk pembangunan revolusi mental dalam membangun karakter kebangsaan manusia Indonesia seutuhnya. Sementara, GBHN era Presiden Soeharto—meskipun sama-sama ditetapkan oleh MPR seperti PNSB— ruang lingkupnya hanya berisi haluan pembangunan pemerintahan pusat yang dilaksanakan oleh eksekutif saja. Sedangkan orientasi aspek pembangunan GBHN terlalu menitikberatkan kepada aspek pembangunan fisik. Sementara itu, aspek pembangunan karakter nasional bangsa banyak diabaikan. Selanjutnya pada era reformasi, pemerintah menerbitkan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Pola perencanaan ini terbagi dibreakdown ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Bila dibandingkan dengan kedua sistem perencanaan di era sebelumnya, SPPN dibuat oleh masing-masing Presiden terpilih, dan cenderung lebih eksklusif. Selain hanya mengatur haluan pemerintahan selama lima tahun—yang merupakan visi dan misi capres/cawapres—SPNN juga disusun dan diputuskan sendiri oleh pemerintah. Berpangkal pada hal tersebut, banyak kalangan memberikan kritik terhadap SPNN yang terasa parsial dan belum mencerminkan pola pembangunan yang berkelanjutan. Saat dikukuhkan menjadi Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (2015), Bahrullah Akbar menyinggung beberapa permasalahan terkait perencanaan nasional. Pertama, jargon perencanaan pembangunan masih bersifat seremonial, business as usual tanpa arah yang komprehensif. Artinya, perencanaan masih mengedepankan pekerjaan administratif dan seremonial, dibandingkan bagaimana membahas kualitas perencanaan dan hubungan perencanaan pusat dan daerah, yang terkorelasi dengan tujuan berbangsa bernegara. Menyedihkan untuk mengatakan 71 Tahun Indonesia belum ada blue print jangka panjang sebagai acuan tujuan berbangsa dan bernegara. Kedua, kita tidak mempunyai dashboard Keuangan Negara berupa perhitungan sumber potensi keuangan negara atau penggalian revenue centre yang komprehensif dan integratif bagi negara. Sebagai contoh antara lain berupa potensi pajak dan cukai yang belum tergali, timpangnya kemampuan pendapatan LAPORAN UTAMA
  • 13. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 13 asli daerah (retribusi) dengan dana transfer, optimalisasi sumber daya alam, seperti antara lain; leverage asset perhitungan cadangan minyak, gas bumi, minerba serta potensi kemaritiman dan hasil laut. Ketiga, tidak adanya koordinasi dan arah yang jelas dalam penyusunan perencanaan strategis pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mencapai tujuan bernegara, antara lain tidak meet and match kepentingan pusat dan daerah dalam belanja tugas pembantuan dan dekonsentrasi. Keempat, bahwa kekayaan negara yang dipisahkan yang berada di BUMN, BUMD dan BLU masih belum terjangkau dalam penyusunan perencanaan pembangunan komprehensif dan integratif. Kelima, perencanaan strategis yang disusun selama ini masih belum mempola secara khusus pembangunan manusia Indonesia secara utuh (nation and character building). Permasalahan di atas menandakan bahwa sumber daya manusia kita belum mendapat perhatian secara khusus. Sasaran pembangunan hanya terfokus kepada pencapaian indikator pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, kita belum sepenuhnya membangun jiwa dan raga secara utuh dan fundamental. Lalu, bagaimana upaya pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam memperbaiki perencanaan nasional, dan sekaligus menerjemahkan visi, misi dan janjinya ke dalam kebijakan pembangunan? NAWACITA DAN RPJMN Sekalipun perencanaan nasional kita dewasa ini dihadapkan pada problema seperti diutarakan di atas, kita melihat upaya pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla untuk melakukan perubahan-perubahan pada RPJMN 2015-2019. Sekadar mengingat, proses penyusunan RPJMN 2015-2019 telah dimulai pada Januari 2014, seiring diterbitkannya Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015- 2019 yang ditandatangani Armida S. Alijahbana pada 3 Januari 2014. Di sinilah letak tantangannya. Pemerintahan baru di bawah Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dikejar “deadline” untuk merumuskan kembali RPJMN dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sesuai dengan visi, misi, dan program prioritas presiden dan wakil presiden terpilih. Walhasil, dalam waktu kurang dari 3 (tiga) bulan, yaitu tertanggal 15 Januari 2015 secara resmi pemerintah Nawacita Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
  • 14. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201614 menerbitkan RPJMN 2015-2019 melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015. Begitupula dengan RKP 2015, yang disusun pada tahun 2014 oleh Pemerintahan SBY-Boediono, kemudian direvisi seiring dengan penyusunan RAPBN Perubahan 2015 yang disahkan pada tanggal 14 Februari 2015. Banyak kritik dialamatkan pada dokumen resmi perencanaan nasional jangka menengah tersebut. Setidaknya terdapat empat model masalah yang dapat kita telisik, antara lain; pertama, indikator Nawacita dan RPJMN tidak sama. Kedua, Nawacita memiliki indikator, sedangkan RPJMN tidak punya. Ketiga, RPJMN punya indikator, sedangkan Nawa Nawacita tidak punya. Keempat, Nawacita memiliki indikator global, sedangkan RPJMN penuh dengan indikator detail tanpa ada yang global. Sebagai contoh, Nawacita memiliki sebuah indikator untuk menjadikan sektor UMKM dan ekonomi kreatif sebagai penyumbang 60 persen PDB. Sementara itu, RPJMN tidak memiliki indikator itu, hanya terdapat indikator- indikator kecil seperti UMKM mencapai 7,5 persen dari PDB, keanggotaan koperasi mencapai jumlah tertentu, dan lain-lain. Selanjutnya, problem paradigmatik yang penting disorot adalah jargon Revolusi Mental yang tidak “bunyi” dalam RPJMN. Pada mulanya, politikus PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari, juga melayangkan kritik terhadap RPJMN 2015-2019. Dia mengatakan, target Nawacita seperti penurunan gini rasio dan mal nutrisi tidak bunyi di RPJMN Teknokratis. “Justru program MP3EI yang dominan karena rancangan RPJMN sudah disusun Februari 2014, saat era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),” terang dia dalam Diskusi RPJMN di Jakarta, Minggu (11/1/2015). Eva menyebut, beberapa contoh kesenjangan RPJMN dan Nawacita yakni; pertama, Nawacita memberi tekanan pada misi mengurangi kesenjangan ekonomi dengan target 0,30 persen pada 2019, sedangkan RPJMN tidak memberikan perhatian pada target ini. Kedua, Nawacita memberikan perhatian besar pada pengurangan barang impor bahan baku dan barang modal 5 persen per tahun. RPJMN tidak memberi perhatian pada target tersebut. Ketiga, Nawacita mencanangkan target rasio pajak 16 persen terhadap GDP hingga 2019, sementara RPJMN hanya menargetkan optimalisasi penerimaan negara. Kesenjangan keempat, beberapa target bidang kesehatan RPJMN cenderung konservatif. Angka kematian ibu dan anak dalam RPJMN ditargetkan 306 per 100 ribu pada 2019. Sementara Nawacita memasang target 102. Kelima, Nawacita memproyeksikan prevelensi bayi gizi buruk nol persen sampai lima tahun mendatang dan RPJMN hanya turun sampai 17 persen di 2019. Sementara itu, indikator dalam bidang pendidikan pun masih dalam rangka implementasi kurikulum 2013, karena hampir pasti tidak akan terlaksana oleh Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah. Namun belakangan, ketika dihubungi redaksi, Eva mengatakan kritiknya telah dijawab pemerintah. “Kritik itu sudah direspon, gini ratio turun sedikit. Dengan pemotongan APBN-P kita harus hati-hati. Yang krusial justru concentration of wealth yang trend-nya lebih kuat,” katanya, Senin (5/9/2016). AMBISIUS ATAU UTOPIS? Apabila mendalami isi RPJMN dan dokumen Nawacita, memang masih terdapat beberapa kesenjangan antara sasaran, target dan indikator yang ditetapkan dari masing-masing dokumen. Sebagai contoh misalnya, indikator indeks pembangunan manusia (IPM) di Nawacita ditetapkan 76.60, tetapi sasaran RPJMN menetapkan 76.30. Sedangkan realitas tahun 2015 sebesar 69.55. Selain itu, indeks gini ratio di Nawacita memproyeksikan 0.30, tetapi di dalam RPJMN dipatok 0.36. Dan, realitas tahun 2016 indeks gini ratio sebesar 69.55. Kesenjangan yang juga mencolok misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, yang disasar Nawacita sebesar 6.0%- 7.5%, namun di RPJMN malah dipatok lebih tinggi yaitu sebesar 8%. Sementara itu, penurunan tingkat kemiskinan dipatok realtif moderat, Nawacita mencanangkan kurang dari 8%, sedangkan RPJMN mematok kisaran 7-8%. Begitupula dengan tingkat pengangguran terbuka, Nawacita menargetkan 4% dan RPJMN mematok 4-5%. Bersandar pada acuan indikator Nawacita dan RPJMN tersebut, dapat disimpulkan bahwa Nawacita belum sepenuhnya diterjemahkan ke dalam perencanaan nasional. Padahal, indikator-indikator tersebut menjadi basis acuan penilai masyarakat LAPORAN UTAMA
  • 15. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 15 Sasaran dan Indikator Nawacita dan RPJMN 2015-2019 terhadap pencapaian, serta janji dan visi misi Presiden Jokowi. Karena itu, untuk mewujudkan sasaran pembangunan nasional, pemerintah perlu bekerja keras mengejar target-target yang ambisius tersebut, dan sekaligus mewaspadai realitas yang terjadi saat ini. Ambil contoh misalnya untuk mewujudkan IPM sebesar 76.30 tahun 2019. Berbekal pencapaian IPM tahun 2015 sebesar 69.55, maka pemerintah perlu bekerja keras menambah sekitar 1.69 point setiap tahunnya. Adapun, pembentuk IPM terdiri atas 3 (tiga) dimensi yaitu umur panjang dan hidup sehat (kesehatan), pengetahuan (kualitas pendidikan), dan standar hidup layak (perekonomian). Dari ketiga dimensi tersebut, kita masih dihadapkan pada sejumlah kekhawatiran. Dari dimensi kesehatan, kita menghadapi kekhawatiran sebagai berikut; pertama infrastruktur kesehatan belum merata dan kurang memadai. Dari sekitar 9.599 Puskesmas dan 2.184 rumah sakit yang ada di Indonesia, sebagian besar masih berpusat di kota-kota besar. Hal ini juga berkelindan dengan tingkat ketersediaan kamar, khususnya rawat inap di rumah sakit untuk memberikan pelayanan terhadap peserta BPJS Kesehatan yang kini jumlahnya telah mencapai 142 juta. Kedua, distribusi tenaga kesehatan yang belum merata. Data terakhir Kementerian Kesehatan RI memang mencatat, sebanyak 52,8 persen dokter spesialis berada di Jakarta, sementara di NTT dan provinsi di bagian Timur Indonesia lainnya hanya sekitar 1%-3%. Kemudian dimensi pendidikan, kita juga dibayangi oleh berbagai permasalahan. Menurut data dari UNESCO (2015) pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke- 10 dari 14 negara berkembang. Hal tersebut disebabkan karena kualitas pendidikan di Indonesia yang masih kurang baik, yang ditandai dengan rendahnya sarana dan prasarana pendidikan, kualitas guru, prestasi siswa, serta pemerataan kesempatan pendidikan. Sementara itu dari dimensi standar hidup layak, fenomena ketimpangan pendapatan masih menjadi momok yang mewarnai 71 kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan data BPS (2016), tingkat ketimpangan pendapatan Indonesia yang diukur dengan menggunakan gini ratio pada Maret 2016 mengalami perbaikan menjadi sebesar 0,397. Pencapaian tersebut mendekati batas berbahaya level ketimpangan sebesar 0,40. Diketahui, belakangan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) akan mengkaji kemungkinan adanya revisi atas RPJMN 2015-2019 yang dinilai sudah tidak realistis. Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro berkilah rencana tersebut dilakukan karena perencanannya waktu itu kurang menggambarkan kondisi yang sebenarnya. “Rencana itu kan selalu awal di depan, begitu sudah berjalan kita harus review apakah yang dilakukan selama ini sudah sesuai sasaran atau belum, atau mungkin perencanannya waktu itu kurang menggambarkan kondisi yang sebenarnya,” kata Bambang di Jakarta, Kamis (28/7/2016).[tim]
  • 16. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201616 S ejak dilantik pada 20 Oktober 2014 silam, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dihadapkan pada awan mendung perekonomian nasional. Pertumbuhan ekonomi lesu. Berdasarkan data Bank Indonesia, pada tahun 2010 ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 6,4 persen, kemudian terus merosot menjadi 6,2 persen (2011),6,0 persen (2012),5,6 persen (2013),5,0 persen (2014), dan menukik sampai titik terendah di tahun 2015, hanya tumbuh melambat sebesar 4,8 persen. Kita juga mencatat pada akhir tahun 2014 diwarnai oleh fenomena depresiasi rupiah terhadap dollar yang menembus level 12.900 per dolar AS. Nilai ini lebih rendah dibanding saat krisis ekonomi global 2008 yaitu Rp12.650 per dolar AS. Pelemahan rupiah tersebut dipicu terutama karena pemulihan ekonomi Amerika Serikat dan rencana Bank Sentral AS atau the Fed untuk menaikkan suku bunga. Apalagi, di akhir tahun 2014, kebutuhan dolar di Indonesia meningkat untuk pembayaran utang korporasi, negara, dan keperluan liburan. Selain itu, dari sisi domestik, makro ekonomi Indonesia pada tahun 2014 sedang mendapat tantangan terutama bersumber dari risiko meningkatnya defisit ganda (twin deficits), yaitu defisit transaksi berjalan dan defisit fiskal. Berdasarkan Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2014 yang dikeluarkan Bank Indonesia, sumber permasalahan struktural tersebut berasal dari: pertama, struktur ekspor nasional sampai tahun 2014 masih didominasi oleh komoditas primer seperti batubara, Crude Palm Oil (CPO) dan tembaga. Ekspor komoditas primer tersebut memiliki nilai tambah yang rendah, rentan terhadap pergerakan harga komoditas global, dan cenderung terkonsentrasi pada negara berkembang seperti Tiongkok dan India. Kedua, besarnya subsidi energi menyebabkan meningkatnya risiko fiskal terutama ketika penerimaan fiskal turun sejalan dengan menurunnya harga komoditas. Di samping itu, besarnya subsidi semakin membatasi kemampuan sumber pembiayaan pemerintah untuk pembangunan berbagai proyek infrastruktur yang sangat diperlukan dalam meningkatkan kapasitas ekonomi dan daya saing dalam negeri. Ketiga, rendahnya ketahanan energi di dalam negeri semakin mengemuka dalam tiga tahun terakhir. Defisit neraca perdagangan migas tercatat terus tinggi. Di tengah produksi minyak Indonesia yang terus menurun dan kemajuan program diversifikasi energi yang belum signifikan, kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri, yang pada akhirnya terus membebani transaksi berjalan. Kombinasi dinamika ekonomi global yang kurang kondusif dan sejumlah permasalahan domestik tersebut menyebabkan peningkatan risiko kestabilan makroekonomi pada tahun 2014. Pertama, penyesuaian defisit neraca transaksi berjalan masih berjalan lambat akibat tetap tingginya defisit perdagangan migas di tengah mulai membaiknya defisit neraca pedagangan non migas. Kedua, meningkatnya risiko fiskal akibat rendahnya penerimaan dan masih tingginya beban subsidi mengharuskan pemerintah untuk melakukan penghematan yang UTAK-ATIKPOLITIKANGGARAN Pemerintah nampak masih meramu politik anggarannya agar serasi dengan visi dan misi. LAPORAN UTAMA Betapapun beratnya beban permasalahan perekonomian yang dipanggul pemerintahan baru, sesungguhnya kita melihat upaya pemerintah untuk menyelaraskan visi dan misi dengan kebijakan pembangunan dan politik anggaran
  • 17. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 17 memperlambat pertumbuhan permintaan domestik di tengah permintaan global yang juga masih terbatas. Ketiga, tingginya kepemilikan asing pada pasar keuangan nasional yang masih dangkal dan meningkatnya ULN swasta di tengah kondisi keuangan global yang masih penuh ketidakpastian menimbulkan risiko terhadap keberlangsungan pembiayaan eksternal. Tingginya kepemilikan asing pada pasar keuangan nasional yang masih dangkal dapat meningkatkan risiko tekanan nilai tukar ketika terjadi pembalikan arus modal, terutama terkait rencana normalisasi kebijakan moneter the Fed. Keempat, tahun 2014 sebagai tahun transisi pemerintahan juga menambah ketidakpastian dan terhambatnya pengambilan keputusan yang strategis seperti reformasi subsidi yang seyogyanya dapat dilakukan lebih cepat, yang berdampak pada masih tingginya ekspektasi inflasi. Hal ini menyebabkan bauran kebijakan moneter dan fiskal serta reformasi struktural tidak dapat secara optimal dilakukan dalam merespon tantangan global dan mencapai tujuan pembangunan ekonomi nasional. SANDARAN ANGGARAN Betapapun beratnya beban permasalahan perekonomian yang dipanggul pemerintahan baru, sesungguhnya kita melihat upaya pemerintah untuk menyelaraskan visi dan misi dengan kebijakan pembangunan dan politik anggaran. Tetapi kita juga melihat bahwa upaya tersebut masih terkesan “serampangan” atau dengan kata lain terlalu dipaksakan. Dari sisi kebijakan fiskal, pemerintah mengajukan percepatan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2015 pada Februari 2015. Pemerintah menilai APBN warisan pemerintahan sebelumnya belum cukup mampu memberikan ruang gerak fiskal untuk mengakomodir agenda-agenda prioritas. Walhasil, utak atik politik anggaran di dalam APBNP 2015 mengerucut pada 2 (dua) hal pokok. Pertama, di sisi pendapatan, pemerintah merevisi target penerimaan pajak, yang dalam APBN 2015 versi pemerintahan sebelumnya sudah tinggi dengan kenaikan 20 persen, kemudian dilakukan revisi menjadi 30 persen. Banyak kalangan menilai revisi target penerimaan pendapatan pajak ini terlalu ambisius, di tengah kemunduran perekonomian global maupun nasional. Ekonom senior INDEF, Faisal Basri misalnya, memperingatkan agar pemerintah tidak terlalu ambisius mengejar target yang tidak realistik itu. “Kementerian Keuangan pontang panting dan menggunakan jurus- jurus akrobat. Ternyata realisasi penerimaan pajak tahun 2015 jauh di bawah target, hanya meningkat 8 persen. Boleh jadi pemerintah sudah memperhitungkan tambahan penerimaan dari pengampunan pajak atau tax amnesty yang ternyata tidak kesampaian. Tentu saja memasukkan unsur yang belum ada dan belum pasti di dalam APBN tergolong tindakan yang gegabah,” ujar Faisal dalam tulisannya Tax Amnesty dan Kredibilitas Anggaran. Faisal menilai, komplikasi permasalahan anggaran berawal dari target penerimaan pajak tahun 2015 yang “selangit” dengan kenaikan 30 persen dibandingkan dengan realisasi tahun 2014. Padahal, pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang mengalami tekanan. Bukan baru terjadi pada tahun 2015, melainkan sudah berlangsung lima tahun sejak 2015. Pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi, yatu 5,7 persen untuk tahun 2015. Realisasinya jauh meleset, hanya 4,8 persen. APBN-P 2015 sepenuhnya disusun oleh pemerintahan Jokowi- Jusuf Kalla. Target pertumbuhan ekonomi memang diturunkan dari 5,8 persen pada APBN 2015. “Namun, anehnya target pajak dinaikkan dari Rp1.380 triliun (APBN 2015) menjadi Rp1.489 triliun (APBN-P 2015) atau meningkat sebesar 7,9 persen. Target APBN 2015 saja sudah naik 20,3 persen dibandingkan dengan realisasi APBN 2014,” jelas mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini. Kedua, dari sisi belanja, pemerintah melakukan efisiensi belanja subsidi melalui penghematan subsidi BBM yang dilakukan pada November 2014 dan penerapan subsidi tetap (fixed subsidy) untuk
  • 18. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201618 minyak solar serta penghapusan subsidi untuk premium mulai awal tahun 2015. Dalam postur APBN-P 2015, belanja subsidi BBM ditekan sampai 73 persen dari Rp240 triliun menjadi Rp65 triliun. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencari ruang gerak fiskal tersebut dinilai sebagai langkah untuk mengakomodir belanja negara prioritas yang telah direncanakan Jokowi-Jusuf Kalla. Belanja negara prioritas yang dimaksud ialah belanja pembangunan infrastruktur, yang notabene menjadi andalan pemerintahan saat ini. Di dalam APBN-P 2015, alokasi belanja infrastruktur dikerek naik sebesar 41 persen, dari Rp206 triliun menjadi Rp290 triliun. Sementara itu, belanja transfer ke daerah juga mengalami kenaikan, dari semula Rp647 triliun di APBN 2015 menjadi Rp664,6 triliun. Di samping itu, dana desa juga mengalami peningkatan dari Rp9 triliun menjadi Rp20,7 triliun. Seperti diketahui, pembangunan infrastruktur memang jadi jurus andalan pemerintah, menyusul kondisi infrastruktur Indonesia yang jauh tertinggal dari negara- negara tetangga di kawasan ASEAN. Pemerintah menilai buruknya infrastruktur menjadi hambatan utama untuk membuat growth engine baru agar ekonomi Indonesia bisa bangkit. “Perbaikan infrastruktur penting untuk menekan biaya produksi, menekan biaya transportasi, menekan ongkos distribusi, menekan biaya distribusi,” ungkap Jokowi di hadapan para pengusaha dan ekonom pada forum “Paparan Presiden Menjawab Tantangan Ekonomi”, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (9/7/2015). Adapun target infrastruktur yang akan dibangun pemerintah sampai tahun 2019 nanti di antaranya meliputi 225 proyek strategis nasional dan 30 proyek infrastruktur prioritas senilai Rp851 triliun. Proyek tersebut mendapat fasilitas jaminan politik, perizinan, dan finansial yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. TRAGEDI BERULANG Tata kelola kebijakan fiskal dalam APBN 2016 pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan tahun anggaran sebelumnya.Target penerimaan pajak dalam APBN 2016 kembali dipatok kelewat tinggi, Rp1.547 triliun atau naik 25 persen dari realisasi “semu” APBN 2015 sebesar Rp1.240 triliun. Kesempatan untuk melakukan koreksi dalam pajak yang diterima baru 26,8 persen dari target Rp1.360,2 triliun dalam APBN 2016. “Dibanding tahun lalu, ini masih minus,” kata Kepala Pusat Harmonisasi dan Analisis Kebijakan Kementerian Keuangan Luky Alfirman di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, (10/7/2016). Tercatat pada Mei 2015, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp377,028 triliun dari target penerimaan pajak pada APBN-P 2015 sebesar Rp1.294,258 triliun, realisasinya sebesar 29,13 persen. Sementara itu, penerimaan pajak lain juga negatif, seperti pajak penghasilan migas dan pajak pertambahan nilai (PPN). Secara keseluruhan, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan (pajak ditambah bea dan cukai) pada APBN 2016 sebesar Rp1.546,7 triliun dan baru tercapai sebesar Rp406,9 triliun pada Mei 2016. Sedangkan target penerimaan negara bukan pajak baru tercapai Rp89,1 triliun dari target Rp273,8 triliun. Secara implisit, tampak Menteri Keuangan sebelumnya, Bambang Brodjonegoro, ragu atas target penerimaan di APBN 2016. Keraguan itu terlihat dari mempercepat dan memperbesar penerbitan surat utang negara (SUN). Ditambah oleh beberapa ketentuan baru yang mewajibkan lembaga keuangan membeli SUN dan konversi dana daerah ke SUN. Sejak awal 2015 pertumbuhan deposito terjun bebas, dari sekitar 25 persen menjadi hanya 1,9 persen pada April 2016. Pertumbuhan kredit pun turun mengiringi penurunan deposito. Kredit yang biasanya tumbuh dua digit, bahkan sempat di atas 20 persen, turun ke titik terendah 8 persen pada April 2016. Lalu, sempat naik sedikit menjadi 8,3 persen pada Mei 2016. Dampak makroekonomi dari tekanan terhadap perbankan tersebut adalah penurunan pertumbuhan investasi (pembentukan modal tetap bruto), yakni dari pertumbuhan 5,57 persen pada triwulan I-2016 menjadi 5,06 pada triwulan II-2016. Padahal, pada triwulan II-2016 investasi LAPORAN UTAMA APBN-P 2016 tidak dimanfaatkan. Sebab, target penerimaan pajak dalam APBN-P 2016 hanya diturunkan Rp8 triliun menjadi Rp1.539 triliun. Bayang-bayang pesimisme gagal target penerimaan pajak pun menyeruak, bersamaan dengan pengumuman Direktorat Jenderal Pajak bahwa penerimaan pajak hingga akhir Mei 2016 hanya mencapai Rp364,1 triliun. Artinya, setoran Perbaikan infrastruktur penting untuk menekan biaya produksi, menekan biaya transportasi, menekan ongkos distribusi. Presiden Jokowi
  • 19. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 19 menyumbang 32 persen, sedangkan belanja konsumsi pemerintah hanya 9 persen. GEBRAKAN SRI MULYANI Kehadiran ekonom terkemuka Sri Mulyani dalam jajaran Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dinilai tepat. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut dipandang mampu memberikan terapi agar APBN semakin kredibel dan realistis. Dan benar, di hari pertamanya sebagai menteri keuangan, Sri Mulyani melakukan gebrakan ulang yaitu penghematan anggaran. Sri Mulyani menegaskan bahwa APBN Perubahan (APBNP) 2016 terlalu ambisius. Karena itulah, penghematan anggaran dan belanja negara diambil sebagai langkah untuk mengembalikan neraca keuangan negara yang lebih realistis. Menurutnya, saat ini sedang terjadi kondisi stagnasi sekuler pada perekonomian global. Bahkan, di beberapa tahun terakhir, lembaga- lembaga dunia selalu merevisi pertumbuhan ekonomi dunia ke bawah, akibat kondisi itu. Secara riil, kata dia, terjadi ekses suplai barang dan jasa, sementara permintaan tetap tak bisa terangkat. “Pergulatan ini terjadi di seluruh dunia, di mana harus ada adjustment,” ujar Sri Mulyani, di Jakarta (25/8/2016). Kebijakan penghematan anggaran nampaknya ditujukan untuk mengantisipasi melesetnya target realisasi penerimaan perpajakan 2016. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2016, Presiden memerintahkan penghematan di 87 instansi dan Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp50,02 triliun. Namun tampaknya, penghematan tersebut masih belum mencukupi sehingga pemerintah berencana untuk terus menambah penghematan hingga mencapai Rp70 triliun. Dengan demikian, pemerintah memiliki sedikit nafas jika nantinya kebijakan tax amnesty tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Penghematan juga menunjukkan keseriusan pemerintah setelah sebelumnya Presiden mewajibkan seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) mempercepat proses tender pengadaan belanja khususnya belanja infrastruktur. Hasilnya, sepanjang Januari 2016 saja realisasi belanja pemerintah sudah menyentuh angka 7,6 persen atau setara Rp160 triliun dari pagu APBN 2016. Jumlah tersebut sangat signifikan dibandingkan periode yang sama di tahun 2015 sebesar Rp106 triliun atau 5,3 persen total belanja negara. Jauh lebih besar lagi jika dibandingkan realisasi Januari 2014 yang hanya mencapai Rp96,84 triliun atau 5,3 persen dari pagu APBN 2014. Belanja transfer ke daerah juga mengalami perubahan kebijakan, seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2016 tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016 yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 16 Agustus 2016. Penundaan penyaluran DAU tersebut ditujukan kepada 169 daerah dengan nilai total sebesar Rp19,4 triliun. Di dalam Pasal 1 ayat (2) PMK tersebut diterangkan bahwa “Penentuan daerah dan besaran penundaan penyaluran sebagian dana alokasi umum sebagaimana dimaksud didasarkan pada perkiraan kapasitas fiskal, kebutuhan belanja, dan posisi kas di daerah pada akhir tahun 2016, yang dikategorikan sangat tinggi, tinggi, cukup tinggi, dan sedang.” Selain beberapa langkah penghematan di atas, upaya pemerintah untuk menata kebijakan fiskal juga nampak di dalam RAPBN 2017, sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraan pada tanggal 16 Agustus 2016 di Gedung DPR/MPR. Presiden Jokowi mengungkapkan RAPBN 2017 disusun dengan strategi fiskal yang diarahkan untuk memperkuat stimulus, memantapkan daya tahan, dan kesinambungan fiskal dalam jangka menengah. Secara keseluruhan, baik target penerimaan negara maupun pagu belanja mengalami penurunan. Namun, dengan arah yang ekspansif, defisit dalam RAPBN 2017 diusulkan senilai Rp332,8 triliun, naik 12,2% dibandingkan patokan dalam APBNP 2016 senilai Rp296,7 triliun. Anggota Badan Anggaran DPR, Dony Ahmad Munir menilai RAPBN 2017 yang disusun pemerintah cukup optimis. Setidaknya dari sisi asumsi makro, terlihat bahwa ada kenaikan dari sisi pertumbuhan ekonomi dan inflasi juga tetap rendah. “Kalau target seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi itu bisa dicapai, tentu sebuah perkembangan yang menggembirakan bagi ekonomi kita. Sebab ekonomi global masih melemah, tetapi ekonomi kita justru masih meningkat. Meski demikian, kita tidak boleh berpuas diri, karena gejolak eksternal masih berpotensi
  • 20. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201620 mengganggu kinerja ekonomi kita,” katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa 23 Agustus 2016. Meski demikian, kondisi makro ekonomi yang kian membaik, ternyata belum mampu mendorong perkembangan sektor riil dan penurunan angka kemiskinan dan pengangguran secara signifikan. “Seharusnya dengan inflasi yang menurun dan pertumbuhan yang cukup tinggi bisa menekan angka kemiskinan dan pengangguran secara lebih cepat. Untuk itulah kualitas pertumbuhan ekonomi harus terus ditingkatkan sehingga kemampuan menekan angka kemiskinan dan pengangguran menjadi lebih baik,” kata Dony. PERGESERAN PARADIGMA Dari ulasan di atas, kita melihat pemerintah tengah berupaya mencari titik pijak yang kuat sembari menata kebijakan fiskal dan makro ekonomi. Pemerintah juga terlihat berupaya mengharmonisasikan Nawacita sebagai penerjemahan visi dan misi Presiden ke dalam politik anggaran dan kebijakan pembangunan. Anggota Komisi XI DPR RI Eva Kusuma Sundari berpendapat, saat ini sedang terjadi fase peralihan paradigma pembangunan (shift paradigm). “Peralihan paradigma sedang berlangsung, dan orientasinya adalah Nawacita. Misalnya dari Jawa Centris ke Indonesia Centris, dari konsumsi ke produksi (pembangunan infrastruktur), dari land ke maritim,” ujarnya saat dihubungi redaksi di Jakarta, Selasa (23/8/2016). Reformasi fiskal dengan demikian merupakan jawaban agar pembangunan nasional dapat seiring dan sejalan dengan nafas dan semangat Nawacita. Pendapat yang bernada moderat muncul dari pengamat ekonomi dari Universitas Atmajaya, A Prasetyantoko, yang melihat bahwa program Nawacita dengan 9 agenda prioritas yang dijalankan oleh pemerintah sangat berat untuk dicapai dalam waktu dekat ini. Alasannya, visi misi tersebut sangat jauh berbeda dengan kondisi dan situasi perekonomian saat ini. “Nawacita sangat berat, di mana dinamika situasi politik dan ekonomi dulu saat dirancang dengan sekarang berbeda sekali,” ucapnya saat menggelar dialog dengan International Monetery Fund (IMF) di Ruang Rektorat Universitas Atmajaya, Jakarta, Senin (21/3/2016). Prasetyantoko menilai pemerintah Jokowi cukup ambisius mematok pertumbuhan ekonomi 7 persen pada 2019. Sementara situasi perekonomian global maupun Indonesia sekarang ini tengah mengalami perlambatan. Bahkan untuk menembus kembali pertumbuhan ekonomi 5 persen harus kerja keras. Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa jalan perubahan yang ditawarkan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sebagaimana dirumuskan di dalam Nawacita dan Trisakti, sesungguhnya merupakan paradigma yang dirindukan oleh bangsa Indonesia sejak 71 tahun silam. Tantangan mewujudkan Nawacita—baik yang berasal dari internal maupun eksternal—perlu dipikul bersama sesuai dengan semangat gotong-royong. Mengenai hal ini, bahkan Presiden Jokowi menyadari bahwa upaya merevolusi paradigma pembangunan yang didasarkan atas idealitas bukanlah perkara mudah. “… Untuk menjadi bangsa pemenang kita harus berani keluar dari zona nyaman. Kita harus kreatif, harus optimis, harus bahu membahu, dan melakukan terobosan-terobosan. Semua itu demi mempercepat pembangunan nasional, demi meningkatkan daya saing kita sebagai bangsa,” kata Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraan di MPR,16 Agustus 2016.[tim] LAPORAN UTAMA keuangan negara | no. 005 vol. ii 201620 Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016 di Istana Negara, Jakarta pada Selasa (20/09)
  • 21. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 21
  • 22. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201622 LAPORAN UTAMA T ingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla mengalami peningkatan dari 50,6% pada Oktober 2015 menjadi 60,5% pada Agustus 2016. Demikian kesimpulan survei yang dirilis Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada 13 September kemarin. Akan tetapi, dari empat bidang utama kinerja pemerintah yang disurvei, terlihat kinerja bidang perekonomian menempati posisi paling buncit dengan skor 46,8%. Sementara, kinerja bidang hukum (62,1%), bidang politik (53,0%), dan bidang maritim (63,9%). Berkelindan dengan itu, keyakinan publik terhadap program pemerintah dalam bidang ekonomi rata-rata sebesar 63,5% dari lima sub bidang yang disurvei. Sebagai contoh, keyakinan publik akan komitmen meningkatkan ketahanan pangan sebesar 68,2%, komitmen meningkatkan industri dalam negeri (66,9%), komitmen melindungi Usaha Kecil dan Menengah (64,9%), komitmen meningkatkan daya beli masyarakat (62.9%), komitmen menaikkan pertumbuhan ekonomi 6-7% (59,1%) dan komitmen menumbuhkan iklim investasi (58,8%). Survei 2 tahun kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla tersebut setidaknya dapat menjadi potret, khususnya kinerja pemerintah di bidang perekonomian yang masih memerlukan berbagai pembenahan. Apalagi, jika disandingkan dengan target-target yang tercantum di dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah perlu kerja ekstra keras agar sasaran yang ditetapkan dapat dicapai dengan baik. KERJA KERAS Perencanaan nasional jangka menengah yang ditetapkan tanggal 8 Januari 2015 melalui Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, pada mulanya menjadi perdebatan hangat di ruang publik. Perdebatan yang muncul tersebut pada umumnya KERJA KERAS KEJAR TARGET PEMBANGUNAN Pemerintah pontang-panting kerja keras mengejar target RPJMN 2015-2019. Belakangan, Bappenas mengkaji kemungkinan revisi RPJMN yang dinilai sudah tidak realistis. Divisi Riset Pusat Kajian Keuangan Negara ilustrasi:bspasoepati
  • 23. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 23 menanggapi target dan sasaran RPJMN yang sangat ambisius, bahkan dinilai kurang realistis dengan kondisi perekonomian dewasa ini. Mari cermati lima variabel utama yang menjadi sasaran pembangunan di dalam RPJMN 2015-2019. Pertama, RPJMN mematok tingkat pertumbuhan ekonomi 8% di tahun 2019. Diketahui pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 4,79% dan naik menjadi 5,18% di triwulan II tahun 2016. Jika angka 5,18% kita jadikan basis line, maka untuk mengejar target pertumbuhan 8% di tahun 2019, pemerintah perlu bekerja keras menambah paling tidak 0,94% di setiap tahunnya. Mengejar target penambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,94 basis point per tahun tentu bukan perkara mudah di tengah kondisi perekonomian yang belum kondusif. Di sisi lain, pemerintah tengah merombak kebijakan fiskal dan makro ekonomi di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bahkan, pemerintah dan DPR mematok pertumbuhan ekonomi tahun 2017 hanya 5,1%. Kendati dinilai realistis, namun target tersebut masih jauh di bawah ekspektasi untuk mencapai target 8% di tahun 2019. Selama ini, penyebab utama melemahnya pertumbuhan ekonomi adalah kemerosotan pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB), karena pertumbuhan investasi swasta melemah. Padahal, investasi swasta merupakan komponen sangat dominan dalam PMTDB, yaitu lebih dari 90 persen. Sedangkan sisanya yang tidak sampai 10 persen disumbang oleh investasi (belanja modal) pemerintah. Berdasarkan analisis World Bank (2016), perluasan fiskal saja—seperti yang sedang dijalani pemerintah— tidak bisa menaikkan pertumbuhan menjadi di atas 5%. Hal ini akan bergantung pada perbaikan aktivitas
  • 24. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201624 sektor swasta, khususnya investasi. Pertumbuhan konsumsi masyarakat tetap moderat pada kuartal terakhir tahun 2015, sementara pendapatan dari manufaktur dan ekspor komoditas terus turun. Menurut World Bank, pulihnya ekonomi Indonesia akan bergantung pada kebijakan untuk memperbaiki iklim usaha, menarik investasi swasta yang lebih banyak, serta diversifikasi ekonomi. Kedua, indeks pembangunan manusia (IPM). Di era pemerintah sebelumnya, tahun 2010-2014, penambahan IPM rata-rata per tahun sebesar 0.64 point, dengan pencapaian IPM tahun 2014 sebesar 68.90. Sementara itu, RPJMN mematok target pencapaian IPM di tahun 2019 sebesar 76.30. Dengan bekal pencapaian IPM tahun 2015 sebesar 69.55 maka pemerintah perlu bekerja keras menambah sekitar 1.69 point setiap tahunnya. Itu artinya, upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk mengejar target di tahun 2019 mesti dua kali lipat dibandingkan era pemerintahan sebelumnya. Seperti diketahui, faktor pembentuk IPM terdiri atas 3 (tiga) dimensi yaitu umur panjang dan hidup sehat (kesehatan), pengetahuan (kualitas pendidikan), dan standar hidup layak (perekonomian). Tragisnya, ketiga dimensi tersebut masih mengalami sejumlah masalah yang mengkhawatirkan. Di sektor kesehatan, pemerintah perlu mewaspadai perbandingan lonjakan peserta BPJS Kesehatan— yang kini jumlah mencapai 142 juta penduduk—dengan infrastruktur (fasilitas) kesehatan seperti jumlah hunian rumah sakit dan tenaga kesehatan. Di sektor pendidikan, meskipun jumlah angka buta huruf dan angka putus sekolah mengalami penurunan, namun belum terlihat peta jalan yang jelas untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. Selain itu, belum terdapat benang merah yang tegas untuk menjadikan ranah pendidikan sebagai cikal bakal Revolusi Mental. Dalam bidang pendidikan, kurikulum yang dipakai saat ini juga dirasakan belum mampu menjawab berbagai tantangan zaman serta kebutuhan pendidikan masa kini. Sementara itu, di sektor peningkatan standar hidup layak, pemerintah perlu mewaspadai jurang ketimpangan yang semakin melebar antara penduduk kaya dan penduduk miskin, serta ketimpangan antarwilayah di Indonesia, seperti tercermin dalam indeks gini. Ketiga, gini rasio (indeks gini) ditetapkan di dalam RPJMN sebesar 0.36. Berpaling pada pencapaian era pemerintahan sebelumnya, penurunan gini rasio tahun 2010- 2014 cenderung stagnan, dan justru mengalami kenaikan dari 0.380 di tahun 2010 menjadi 0.41 di tahun 2014. Pada tahun 2016, indeks gini berhasil diturunkan sebesar 0.003 poin dari 0.40 di tahun 2015 menjadi 0.397. Untuk mencapai target di tahun 2019, berarti pemerintah perlu menurunkan setidaknya 0.012 point setiap tahunnya. Itu artinya, pemerintah perlu kerja empat kali lebih keras dibandingkan pencapaian tahun 2016 ini. Keempat, tingkat kemiskinan. Pada periode pemerintahan sebelumnya, rata-rata penurunan tingkat kemiskinan per tahun adalah sebesar 0.006%. Di dalam RPJMN dipatok target penurunan tingkat kemiskinan sebesar 7%-8%. Di tahun 2015 dan 2016, pemerintah baru berhasil mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 0.003% dari 11.13% di tahun 2015 menjadi 10.86% di tahun 2016. Untuk mencapai target RPJMN, misalnya diambil angka tengah tingkat kemiskinan 7.5%, maka selama 3 tahun ke depan pemerintah perlu kerja keras menurunkan angka kemiskinan minimal 0.012% setiap tahun. Artinya, pemerintah perlu kerja keras dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya, dan empat kali lipat ekstra keras dari pencapaian tahun 2015-2016. Kelima, tingkat pengangguran. Pengurangan pengangguran pada periode 2010-2014 rata-rata per tahun sebesar 0.003%. Kemudian pada tahun 2015-2016 pemerintah telah bekerja keras mengurangi tingkat pengangguran sebesar 0.005% dari 6.18% di tahun 2015 menjadi 5.70% di tahun 2016. Namun, untuk mencapai target tahun 2019 sebesar 4% maka pemerintah perlu 3 kali lipat kerja keras dari pencapaian selama ini. Jika tidak, dengan asumsi pengurangan tingkat pengangguran sama seperti periode 2015-2016 maka tingkat pengangguran tahun 2019 masih berkisar 4.26%. Pada akhirnya, berbekal keyakinan publik yang masih relatif tinggi terhadap kinerja pemerintahan, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla perlu melipatgandakan kinerjanya lebih keras, sembari meyakinkan bahwa hanya dengan gotong royong semua akan tertolong. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.[tim] LAPORAN UTAMA Sasaran dan Pencapaian RPJM dari waktu ke waktu
  • 25. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 25 K ita patut mengapresiasi mimpi pemerintahan Jokowi- Jusuf Kalla dalam lima tahun kepemimpinannya. Mimpi tersebut bisa kita baca melalui Nawacita dan RPJMN 2015-2019 sebagai dokumen formal perencanaan nasional. Dalam konteks perencanaan nasional yang berlaku di Indonesia, RPJMN pada umumnya mencerminkan aspirasi dua arah: visi presiden dan pendekatan praktis-teknokratik. Di situlah Presiden Jokowi dan timnya berupaya menyusun sasaran dan indikator makro ekonomi yang tertuang di dalam Nawacita ke dalam kebijakan pembangunan nasional. Adapun secara garis besar, sasaran makro ekonomi RPJMN era Jokowi lebih ambisius dibandingkan pada era pemerintahan sebelumnya. Pertama, tingkat pertumbuhan ekonomi dipatok 8% di tahun 2019. Jika menggunakan base line pertumbuhan ekonomi tahun 2015 sebesar 4,79%, itu artinya setiap tahun pemerintah mesti menaikkan pertumbuhan ekonominya paling tidak 80 basis point (0,80%) untuk memenuhi target. Padahal, pencapaian pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan sebelumnya (2010-2014) justru mengalami kontraksi sebesar 1,79%. Kedua, target defisit APBN sebesar 1% dari PDB. Kerja keras apa saja yang akan dilakukan pemerintahan Jokowi jika menilik prestasi pemerintahan SBY defisit justru merangkak naik dari -1,44% (2004) menjadi -2,40% (2014)? Ketiga, penurunan gini rasio sebesar 0,30 pada tahun 2019. Jika menggunakan basis line tahun 2016 indeks gini 0.397, maka untuk mencapai target pemerintah perlu menurunkan setidaknya 0,012 basis point setiap tahunnya. Pemerintah perlu kerja empat kali lipat dibandingkan MIMPI (BERSAMA) PRESIDEN JOKOWI Oleh: Prasetyo Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara pencapaian tahun 2016 ini. Keempat, tingkat kemiskinan dipatok turun sampai 7%-8%. Per Maret 2016, tingkat kemiskinan dapat ditekan menjadi 10.86%. Untuk mencapai target—misalnya diambil angkatengahtingkatkemiskinan7.5%—makaselama3tahun ke depan pemerintah perlu menurunkan tingkat kemiskinan minimal 0.012% setiap tahun. Artinya, pemerintah perlu kerja keras dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya, dan empat kali lipat ekstra keras dari pencapaian tahun ini. Kelima, tingkat pengangguran ditarget turun sampai 4% di tahun 2019. Pengurangan tingkat pengangguran pada 2010-2014 rata-rata per tahun sebesar 0,003%. Pada 2015-2016, pemerintah berhasil mengurangi tingkat pengangguran sebesar 0,005% dari 6,18% di tahun 2015 menjadi 5,70% di tahun 2016. Jadi, untuk mencapai target pemerintah perlu tiga kali lipat kerja keras dari pencapaian tahun ini. Jika tidak, maka tingkat pengangguran tahun 2019 masih akan berkisar di angka 4,26%. Bersandar pada realitas saat itu, di saat perekonomian kurang menggeliat serta kondisi fiskal yang kurang sehat, maka upaya mewujudkan mimpi bersama tersebut bukanlah perkara mudah. Karena itu, Presiden perlu memastikan bahwa mimpi tersebut juga menjadi mimpi para menteri, pejabat setingkat menteri, serta dipahami oleh para pemangku pemerintah daerah. Presiden perlu menegaskan bahwa agenda prioritas yang telah dicanangkan mampu diterjemahkan dengan cepat, cekat, tepat, dan akuntabel untuk mengakselerasi pencapaian Nawacita. Meski banyak tantangan menghadang, sepatutnya kita semua menyokong pemerintah dengan kerja nyata dan gotong royong, agar mimpi tidak berubah menjadi utopi.[]
  • 26. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201626
  • 27. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 27
  • 28. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201628 ARAH OTONOMI DAERAH DI ERA NAWACITA Esensi otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah pemberian pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan secara mandiri. Sejauh mana implementasi otonomi daerah selama ini? LAPORAN UTAMA M enteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Presiden Jokowi dengan Nawacita itu membangun komitmen bersama untuk mempercepat pembagunan di berbagai bidang. Karena itulah, penguatan otonomi daerah harus terprogram, terutama bertujuan untuk menguntungkan dan memperkuat daerah dan pusat. Adapun pembangunan penguatan sistem tata kelola hubungan pemerintah pusat dan daerah yang efektif, efisien, taat pada hukum, dan mempercepat reformasi birokrasi. Ia menambahkan, bahwa sejak tahun 2000 sd 2005, Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, dan Instruksi Menteri sebanyak 2.933 buah. Dari jumlah tersebut telah dicabut sebanyak 175, diubah sebanyak 57, dan akan dicabut/diubah sebanyak 157 untuk memperlancar Birokrasi dan investasi yang sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi. Secara terperinci Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono, mengatakan, UU tentang kebijakan otonomi daerah pada prinsipnya diarahkan dalam tiga hal. Pertama, yang paling prinsip, adalah untuk meningkatkan pelayanan publik untuk masyarakat dengan mudah, murah, dan efisien. Ilustrasi Otonomi Daerah
  • 29. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 29 2004 menjadi UU No. 23 tahun 2014. Perubahan ini cukup signifikan karena dapat mengisi kekosongan dan kekurangan dari apa yang dilakukan pada UU No. 32 tahun 2004. Termasuk di dalamnya proses pemberian sanksi apabila daerah bawahan tidak mentaati kebijakan yang di atasnya. Kedua, ditandai dengan pengalihan. Urusan-urusan pemerintahan yang semula ditangani oleh Pemerintah Kabupaten, saat ini ditangani Pemerintah Provinsi. Misalnya pendidikan tingkat SMA atau pertambangan yang tadinya ditangani oleh kabupaten sekarang menjadi kewenangan provinsi. Jadi, regulasi ini mengubah struktur otonomi daerah menjadi signifikan dari sisi regulasi dan kebijakan otonomi daerah, yaitu ke arah kebijakan yang sesuai dengan Nawacita Presiden Jokowi. Perubahan yang mengarahkan untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat desa dan daerah. Ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran. Pemerintah memperkuat pembangunan dari bawah (desa dan daerah) seperti dengan mengalokasikan dana desa dengan anggaran yang luar biasa. Hampir rata-rata setiap desa mendapatkan dana desa kurang lebih sampai Rp500 juta dengan anggaran di APBN hampir Rp47 triliun dan akan terus meningkat. Sumarsono menilai hal tersebut adalah sebuah paradigma baru untuk memperkuat desa-desa. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan eksplisit menempatkan desa sebagai subjek pembangunan, tidak lagi menjadi objek seperti sebelum UU Desa dikeluarkan. Kementerian Dalam Negeri pun berharap dengan transfer dari pusat ke daerah yang lebih lebih besar dapat menjadi stimulus bagi kemajuan daerah. “Artinya, bahwa pemerintah pusat makin percaya ke daerah. Sehingga dapat diharapkan terjadi kapitalisasi, sirkulasi uang itu ada di daerah,” jelas Sumarsono yang juga Doktor Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Menurutnya, melalui pelayanan publik seperti, kesehatan, pendidikan, dan perumahan rakyat, maka standar minimum masyarakat akan terpenuhi. “Partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang akan menciptakan masyarakat yang peduli terhadap pembangunan di daerahnya. Pemerintah bertugas untuk menyiapkan kebutuhan tersebut,” kata Sumarsono kepada Majalah Keuangan Negara akhir Juni 2016. Dengan demikian, arah otonomi daerah sesungguhnya adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. “Dengan regulasi yang mendukung, maka iklim investasi akan sehat dan menjadi daya saing kuat bagi daerah dalam membangun daerahnya,” tambah pejabat yang akrab dipanggil Pak Soni ini. Kedua, arah otonomi daerah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Memang demikian, di era demokratisasi sekarang ini partisipasi masyarakat sangat penting dalam mendukung pembangunan daerah. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam kebijakan pemerintah diwujudkan melalui forum seperti Musyarawah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dengan pemikiran bahwa pola pembangunan saat ini dilandasi oleh prinsip bottom up dan berbasis kebutuhan masyarakat. Di dalam Musrenbang itulah, unsur-unsur masyarakat dapat mengusulkan perencanaan pembangunan yang berkualitas dan tepat sasaran. Ketiga, peningkatan daya saing daerah. Sumarsono menegaskan bahwa otonomi daerah juga menjadi peluang atau kesempatan bagi pemerintah daerah untuk berkompetisi dalam membangun daerahnya. Sumarsono berharap, otonomi daerah dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak kinerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Baik itu melalui pelayanan publik, partisipasi dan daya saing. Di situlah muncul kreasi dan inovasi dalam rangka meningkatkan daya saing. Baik antardaerah, mau pun dengan daerah lain di luar negeri. “Hal ini menunjukkan gejala positif kebijakan otonomi dareah,” tukas Pria kelahiran Tulungagung,22 Februari 1959 ini. IMPLEMENTASI Dalam lima terakhir, implementasi otonomi daerah ditandai dengan tiga ciri. Pertama, adanya perubahan regulasi dari UU No. 32 tahun
  • 30. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201630 PARADIGMA BARU OTONOMI DAERAH Kebijakan otonomi daerah yang didukung oleh alokasi anggaran transfer ke daerah yang terus meningkat ini diharapkan dapat menjangkau seluruh pojok daerah yang selama ini kurang tersentuh. Sebab, selama ini banyak daerah perbatasan atau kepulauan terpinggir menghadapi persoalan pelik berupa buruknya infrastruktur, kondisi geografis, dan kesulitan transportasi. Dewasa ini, upaya mewujudkan otonomi daerah yang berkualitas ditandai dengan perubahan paradigma yang meliputi perubahan kelembagaan dan personil di daerah. Sumarsono mengakui, paradigma lama yang bertumpu pada “Besar Struktur, Miskin Fungsi” menjadi penghambat bagi terwujudnya otonomi daerah yang sehat. Maka, paradigma tersebut kemudian diubah menjadi “Tepat Struktur, Tepat Fungsi” yang diyakini akan membawa implikasi efisiensi. Sumarsono menyontohkan misalnya adanya penyesuaian yang lebih ramping dan proposional antara belanja modal dibandingkan belanja operasional. Seperti diketahui, bahwa perbandingan antara belanja operasi dan belanja modal pada struktur APBD dewasa ini terlihat timpang dan belum proposional. Berdasarkan analisis Pusat Kajian Keuangan Negara, rata-rata alokasi belanja operasional di dalam APBD tahun 2014 adalah sebesar 70 persen, lebih besar dibandingkan alokasi belanja modal dengan rata-rata 30 persen. Karena itulah, Kementerian Dalam Negeri mendorong agar pemerintah daerah untuk memperbesar alokasi belanja investasi atau belanja modal. “Dengan alokasi belanja modal yang lebih besar yang tidak terserap birokrasi, rakyat lebih bisa menikmat hasilnya. Itu prinsipnya,” tegas Sumarsono. Maka, birokrasi harus ditampilkan dengan perubahan “Tepat Struktur, Tepat Fungsi” dengan diikuti kompetensi SDM, ada standar kompetensi aparat sipil kerakyatan yang menduduki jabatan tersebut. Sumarsono optimis dengan menata ulang organisasi pemerintah daerah dan struktur estetika sebagai pendekatan paradigma akan membawa kinerja pemerintah daerah yang lebih baik dalam membangun daerahnya. Perubahan paradigma tata kelola pemerintahan daerah juga didukung oleh regulasi yang tepat. Saat ini, pemerintah menyiapkan standar aturan sekitar 22 Peraturan Pemerintah,2 Peraturan Presiden dan 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri sebagai acuan implementasi turunan dan penjabaran dari UU No. 23 tahun 2014. Ada beberapa poin di dalam PP tersebut, pertama di dalam PP ada dua PP lain, yaitu PP mengenai PP Penataan Struktur Organisasi. Kedua, perubahan struktur mengenai standardisasi SDM yang mengisi struktur. Ini sangat signifikan terhadap perubahan-perubahan yang akan terjadi. Ketiga adalah kebijakan, dari sisi kelembagaan juga ada kebijakan pendekatan pengelolaan anggaran. Jadi, perubahan paradigmanya setiap fungsi itu yang dulu mengikuti “money follow function” menjadi “money follow program.” Karena itulah mulai tahun 2017 pemerintah daerah harus fokuskan pada program khusus, sementara yang lainnya mengikuti program utama. “Money follow program lebih bisa menjamin program- program dan lebih punya daya dongkrak,” Sumarsono menjelaskan. INOVASI DAERAH Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Ermaya Suradinata menyatakan perlunya inovasi dalam pembangunan daerah. Hal itu ia ungkapkan pada seminar nasional dengan tema “Inovasi Pemerintahan Daerah Pada Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” di Griya Agung, Palembang, Selasa (19/7/2016). “Inovasi sangat diperlukan dalam membangun termasuk di daerah supaya tepat sasaran dan efisiensi. Inovasi memang sebagai modal dalam membangun agar dana yang ada dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin,” kata Ermaya. Menurut mantan Gubernur Lemhannas RI itu, dengan inovasi atau terobosan maka semua pembangunan yang dilaksanakan akan semakin berkembang sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Dengan adanya inovasi maka tanpa modal daerah yang besar pembangunan bisa dilaksanakan secara berkelanjutan. Kebijakan tonomi daerah memang dapat menjadi stimulus bagi munculnya kreatifitas dan inovasi daerah. Otonomi daerah juga memberikan landasan bagi penguatan kemandirian daerah. Implikasinya, pemerintah daerah mesti berjuang dan bekerja keras agar rasio ketergantungan kepada pemerintah pusat lamban laun menjadi berkurang. Esensi inovasi itu sendiri adalah sebuah proses pembaruan atau perbaikan kebijakan pemerintah daerah yang dapat mempercepat pembangunan daerahnya, termasuk dalam hal pelayanan publik. Lebih lanjut, inovasi daerah juga dapat mendukung kemajuan-kemajuan daerah dan menjadi jawaban atas permasalahan khusus di daerah. Lahirnya UU No. 23 tahun 2014 menjamin pemerintah daerah dalam melakukan inovasi, selama hal tersebut dilaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri. “Dalam waktu dekat kita akan terbitkan PP mengenai inovasi daerah yang bisa menjadi dan mendorong untuk kreaktif dan mencari terobosan percepatan-percepatannya,” terang Direktur Jenderal Otonomi Daerah Sumarsono. Meski demikian, implementasi inovasi memiliki tantangan tersendiri terutama munculnya kekhawatiran banyak daerah untuk mencairkan anggaran dalam APBD LAPORAN UTAMA
  • 31. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 31 guna pembiayaan program dan kegiatan daerah, yang memicu kelambanan penyerapan anggaran. Menurut Pengajar Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta Riawan Tjandra, kekhawatiran tersebut semestinya tidak terjadi apabila pemerintah daerah memahami dengan tepat UU No. 23 tahun 2014. Pasalnya, dengan telah berlakunya UU No 23/2014 jis UU No 2/2015 dan UU No 9/2015 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP), di satu sisi telah terjadi perluasan wilayah administrasi dalam kebijakan penganggaran dan di sisi lain terjadi penyempitan wilayah pidana korupsi. Adapun pengaturan perihal inovasi daerah pada Bab XXI Pasal 386-390 UU Pemda dan diskresi pada Bab VI Pasal 22-32 UU AP telah mengontrol secara ketat kriminalisasi kebijakan pemerintah daerah, termasuk dalam pencairan anggaran daerah. Kelahiran ketentuan- ketentuan tersebut sejatinya ingin mengonstruksi garis demarkasi baru wilayah administrasi kebijakan dengan wilayah pidana korupsi yang selama ini dianggap kabur. Lebih lanjut, di dalam Pasal 386 UU Pemda dengan tegas menyatakan, dalam rangka peningkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan inovasi. Inovasi merupakan semua bentuk pembaruan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang harus berpedoman pada sejumlah prinsip penting, seperti peningkatan efisiensi, perbaikan efektivitas, perbaikan kualitas pelayanan, dan sejenisnya. “Bahkan, Pasal 389 UU Pemda menegaskan, dalam hal pelaksanaan inovasi yang telah menjadi kebijakan pemda dan inovasi tersebut tak mencapai sasaran yang telah ditetapkan, aparatur sipil negara tak dapat dipidana. Namun, pelaksanaan inovasi itu mengharuskan dipenuhinya persyaratan prosedur dan substansi yang cukup ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan inovasi daerah,” Riawan Tjandra dalam artikelnya berjudul Inovasi, Diskresi dan Korupsi (Kompas,22 September 2015). UU Administrasi Pemerintahan juga mengatur bahwa pejabat pemerintah diberi kewenangan menggunakan diskresi dalam pelaksanaan kebijakan. Namun, penggunaan wewenang diskresi tersebut harus didasarkan atas tujuan yang bersifat limitatif, sebagaimana diatur pada Pasal 22 Ayat (2) UU AP, antara lain, melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, dan mengatasi stagnasi pemerintahan. Berdasarkan asas tersebut, sejauh norma hukum inovasi daerah dan diskresi diterapkan dalam koridor tujuan pembentukan norma hukum tersebut untuk memperlancar penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik kepada rakyat, dapat digunakan sebagai rujukan bagi pemda untuk tak perlu khawatir kebijakan-kebijakannya dikriminalisasi. Senada dengan itu, Kementerian Dalam Negeri menyatakan dalam membuat diskresi harus melaporkan kepada Kemendagri. Memang ada batasan-batasan dalam mengembangkan inovasi daerah, yaitu mana yang bisa dilaksanakan dan yang tidak boleh dilaksanakan. “Secara umum, inovasi itu diperbolehkan untuk satu pelayanan publik yang lebih cepat dan murah. Dengan otonomi daerah, daerah bisa improvisasi untuk memberikan pelayanan terbaik untuk daerah secara kreatif dan inovatif,” jelas Sumarsono. [tim]
  • 32. BUPATI KUTAI KARTANEGARA RITA WIDYASARI IMPLEMENTASI NAWACITA MELALUI PROGRAM GERBANG RAJA antarwilayah dengan membangun jalan darat sepanjang 1.000 Km, Pengembangan teknologi informasi melalui Smart City dan Tower Pintar. Keenam, membangun “Sistem Siklikal”, dalam pengelolaan limbah. Ketujuh, membangun Shelter Rehabilitasi Narkoba dan Traumatik Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kecamatan Tenggarong. Lalu bagaimana strategi dalam membangun hubungan dengan SKPD yang notabene merupakan pelaksana teknis program yang telah ditetapkan? Apakah ada strategi khusus agar SKPD di Kutai Kartanegara benar-benar melaksanakan program sesuai dengan ketetapan? Ya, selain terus melakukan evaluasi dan monitoring pekerjaan SKPD, saya juga melakukan K abupaten Kutai Kartanegara konsisten menjalankan program Gerakan Pembangunan Rakyat Sejahtera, atau disebut Gerbang Raja. Secara filosofi, Gerbang Raja diartikan sebagai pintu depan atau pintu pengantar menuju kesejahteraan rakyat. Gerbang Raja juga diilhami dari jejak masa lalu, yang merupakan aset historis sejarah dan budaya bangsa yang dahulu dikenal dengan kerajaan tertua di Indonesia, Kerajaan Mulawarman. Bagaimana Rita Widyasari—yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), mengelola pemerintahannya sehingga mampu memberikan pelayanan publik yang terbaik? Berikut ini petikan wawancaranya. Bagaimana pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menerjemahkan Nawacita yang menjadi visi Presiden Jokowi? Dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Kalimantan Timur tahun 2016 lalu, terdapat 5 isu strategis yaitu: (a) Pendayagunaan dan Pembangunan Infrastruktur Dalam Rangka Menuju Daya Saing Daerah; (b) Perwujudan Pemerintah Yang Bersih, Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik dan Kondusifitas Daerah; (c) Kualitas SDM dan Kesejahteraan Masyarakat; (d) Ekonomi dan Pertanian Dalam Arti Luas (Ketahanan Pangan); (e) Pengelolaan SDA & Lingkungan Menuju Tata Kelola Yang Lebih Baik. Secara lebih spesifik, Kabupaten Kutai Kartenegara telah menyusun misi yang tertuang di dalam program Gerbang Raja II, yang terdiri dari 7 poin. Pertama, penguatan peran dan fungsi kecamatan dalam pembangunan wilayah “Membangun Kutai Kartanegara dari Kecamatan” (Desentralisasi Kecamatan). Kedua, meningkatkan kualitas SDM dan transformasi mental melalui Gerakan Etam Mengaji “Gema” serta pengentasan kemiskinan melalui model Album Kemiskinan “Nebas Tapak Kemiskinan”. Ketiga, PAD Cerdas dan integrasi CSR melalui penyediaan sistem informasi integrasi CSR. Keempat, penguatan pembangunan pertanian melalui keterpaduan urusan pemerintahan daerah dengan alikasi anggaran 10% dari Belanja Daerah. Kelima, konektivitas dan aksesibilitas Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kukar tahun 2012 berada pada angka 69,12 kemudian naik menjadi 70,71 di tahun 2013 dan pada tahun 2014 melejit ke angka 71,20.
  • 33. assesmen bagi semua PNS di Kukar, membacakan pakta intergritas, juga beberapa poin dari masalah-masalah di Kukar wajib di bacakan saat mutasi dan berkomitmen untuk menyelesaikannya. Jadi kuncinya memang ada di komitmen. Dan saya berusaha semaksimal mungkin untuk membangun komitmen. Dalam hal tata kelola keuangan daerah, Kabupaten Kutai Kartanegara kembali mendapat Opini WTP pada LKPD tahun anggaran 2015. Adakah pesan yang ingin Ibu katakan terkait perolehan opini ini? Iya, Alhamdulillah ini keempat kali kami meraih WTP dan murni tanpa catatan. Saya bangga. Artinya kami menyajikan laporan keuangan sesuai standar, ada pengendalian internal dan sesui dengan sistem akuntasi dan peran BPK harus lebih ditegaskan lagi karena kami merasa sudah di awasi dengan BPK saat sampling dan harus ada perbaikan paska itu. Sehingga peran BPK sangat baik bagi tertibnya administrasi serta fisik di Kukar. Terkait dengan tata kelola APBD, bagaimana Ibu dan stakeholder’s mendesain politik anggaran (APBD) Kabupaten Kutai Kartanegara agar benar-benar mencerminkan Visi Nawacita? Saya membuat skala prioritas. Di dalam Nawacita terdapat (1) Rasa aman, dengan bekerjasama dengan Forkompinda dan tokoh masyarakat agar dapat menciptakan suasana yang kondusif, aman, dan tentram. (2) Tata kelola pemerintahan bersih, efektif, demokratis terpercaya, yaitu dengan mereformasi tata kelola pemerintahan dan melaksanakannya dengan e-data. Saat ini Kukar memiliki 64 e-data online. (3) Membangun dari daerah pinggiran, kami melaksanakannya dengan desentralisasi ke kecamatan. (4) Penegakan hukum. (5) Wajib belajar 12 tahun bebas pungutan. (6) Meningkatkan produktifitas di pasar internasional, kami membuat festival bertaraf internasional. (7) Kemandirian ekonomi, kami konsisten meningkatkan sektor pertanian dan pariwisata. (8) Revolusi karakter, melalui gemar mengaji dan Nebas Tapak Kemiskinian. (9) Memperteguh kebhinekaan, akan membangun tempat ibadah di semua agama di satu tempat. Apa harapan Ibu ke depan dalam pembangunan di Kutai Kartanegara agar input dan proses pelaksanaan program dapat menghasilkan output atau bahkan outcome yang maksimal? Sesuai misi, menjadikan Kukar Maju, Profesional, Sejahtera dan Berkeadilan. Adapun goal ingin yang ingin dicapai Kabupaten Kutai Kartanegara adalah (1) Meningkatkan lanju pertumbuhan ekonomi daerah (2-3% pertahun); (2) Mengendalikan tingkat inflasi daerah (4-5%); (3) Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (76,8); (4) Menurunkan Gini Rasio (<2,9); (5) Menurunkan tingkat kemiskinan (<7%); (6) Menurunkan tingkat pengangguran terbuka (<8%); dan (7) Menurunkan Indeks Ketimpangan Wilayah/Indeks Williamson (<0,45).[tim] GERBANG RAJA (Gerakan Pembangunan Rakyat Sejahtera): - PemantapanTata Kelola Kepemerintahan - Peningkatan SDM yang Berkualitas dan Berdaya Saing - Pengembangan Sentra Perekonomian Berbasis Usaha Kerakyatan Melalui Pembangunan Investasi - Pengembangan Potensi dan Daya Saing Agribisnis, Industri, dan Pariwisata - Peningkatan Pembangunan Infrastruktur dalam Rangka Pemerataan Fasilitas Pelayanan Publik - Pelestarian SDA dan Lingkungan - Pengarusutamaan Gender dan Perlindungan Anak
  • 34. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201634 Provinsi yang berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin. Provinsi Sulawesi Tenggara tercatat mampu mengurangi jumlah penduduk miskin paling tinggi yaitu sebesar 54,79% dari total penduduk miskin di wilayahnya. Disusul kemudian Provinsi Bali sebesar 12,23%, Provinsi Sulawesi Utara sebesar 8,35% dan Provinsi Riau sebesar 6,83%. Sisanya, 17 Provinsi hanya mampu mengurangi jumlah penduduk miskin di masing-masing wilayahnya kurang dari 5%. Selanjutnya, Divisi Riset Pusat Kajian Keuangan Negara juga menemukan bahwa, pada medio September 2015 sampai dengan Maret 2016, tercatat 22 Provinsi mampu mengurangi jumlah penduduk miskin di perdesaan. Provinsi yang paling tinggi persentase penurunan kemiskinan desa adalah Sulawesi Tenggara, yaitu dari 288.250 jiwa menjadi 109.144 jiwa atau sebesar 54,79% dari total penduduk miskin di wilayahnya. Disusul kemudian Provinsi Bali berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin desa sampai 12,23%, Provinsi Sulawesi Utara (8,35%), dan Provinsi Riau (6,83%). Adapun 18 Provinsi lainnya persentase pengurangan penduduk miskin desa di bawah 4%. Sementara itu, terdapat 11 Provinsi yang bertambah jumlah penduduk miskin di perdesaan pada medio September 2015 s/d Maret 2016. Penambahan terbesar terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah (9,29%), Kepulauan Bangka Belitung (7,34%), Bengkulu (4,39%), serta Sulawesi Tengah (4,28%). Nawacita dan Problem Kemiskinan Desa Kemiskinan masih berpusat di desa. Fenomena ini patut menjadi perhatian utama pemerintah. Upaya sistematis untuk mengentaskan kemiskinan desa ini sesuai dengan Nawacita Ketiga yaitu Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Persoalannya, bagaimana efektivitas program pembangunan desa selama ini? LAPORAN UTAMA B erdasarkan analisis Divisi Riset Pusat Kajian Keuangan Negara, dengan didasarkan atas data BPS, diketahui jumlah penduduk miskin di perdesaan pada medio Maret 2016 mencapai 17,55 juta. Adapun jumlah penduduk miskin di Indonesia pada medio yang sama berjumlah sekitar 27,9 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk miskin desa terbanyak terdapat di Pulau Jawa (53,48%) dan Pulau Sumatera (22,41%). Sedangkan tingkat kemiskinan di perdesaan tergolong fluktuatif. Misalnya pada Maret 2014 persentase penduduk miskin di perdesaan mencapai 62,82% dari total penduduk miskin, kemudian naik menjadi 63,18% dari total penduduk miskin per September 2014. Pada tahun 2015, persentase penduduk miskin perdesaan tercatat turun menjadi 62,75% (Maret) dari total penduduk miskin lalu naik tipis menjadi 62,76% (September) dari total penduduk miskin. Adapun persentase penduduk miskin di perdesaan dengan jumlah penduduk miskin paling tinggi terdapat di Provinsi Papua (96,61%), Provinsi Nusa Tenggara Timur (91,05%), Provinsi Papua Barat (90,72%), Provinsi Gorontalo (88,15%), dan Provinsi Sulawesi Selatan (87,65%). Kemudian jika dilihat dari persentase penurunan penduduk miskin di perdesaan, terdapat 21 Ilustrasi penduduk miskin perdesaan
  • 35. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 35 Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara Prasetyo mengatakan, penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan selama medio 2015 sampai dengan Maret 2016 sangatlah kecil, belum berimbang dengan semangat Nawacita Ketiga Presiden Joko Widodo. “Penduduk miskin desa hanya turun 1,20% saja atau sekitar 336 ribu jiwa per Maret 2016. Ini tak sebanding dengan semangat membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa,” katanya di Jakarta, Senin (15/8/2016). Prasetyo pesimis pemerintah mampu menurunkan tingkat kemiskinan sampai 7%-8% sesuai dengan RPJMN 2015-2019, jika pemerintah tidak mengubah strategi dan pola penanggulangan kemiskinan desa selama ini yang cenderung tidak tepat sasaran, tidak efektif, dan belum menjadi agenda prioritas semua pemangku kepentingan. “Politik anggaran pemerintah memang berusaha didesain agar sesuai dengan Nawacita. Dari segi anggarannya juga sangat besar, dengan estimasi Kemenkeu total dana yang akan masuk ke desa sampai tahun 2019 sebesar Rp175.494,9 milyar atau rata-rata perdesa senilai Rp2.368,6 juta. Dana ini akan mubazir apabila tidak didukung oleh stakaholder’s yang lain yaitu Pemerintah Daerah dan perbankan,” urainya. Diketahui, berdasarkan data Kemenkeu pada tahun 2015, Dana Desa (DD) yang dialokasikan di APBNP sebesar Rp20.766,2 milyar sehingga rata-rata DD per Desa Rp280,3 juta. Selain DD dana lain yang masuk ke desa adalah Alokasi Dana Desa sebesar Rp32.666,4 milyar, bagi hasil Pajak Daerah dan Retribusi milyar sehingga rata-rata DD perdesa sebesar Rp1.509,5 juta. Sedangkan tambahan dana lain yang masuk ke desa berupa ADD Rp60.278,0 milyar, bagi hasil PDRD Rp3.376,7 milyar. Sehingga total dana yang akan masuk ke desa diperkirakan sebesar Rp175.494,9 milyar atau rata-rata perdesa senilai Rp2.368,6 juta. Atas fenomena tersebut, Pusat Kajian Keuangan Negara merekomendasikan agar pemerintah dapat mereformulasi strategi penanggulangan kemiskinan, khususnya di desa agar sejalan dengan visi Nawacita. Lebih lanjut Prasetyo mengatakan, penduduk miskin yang paling besar jumlahnya adalah yang bekerja pada subsektor tanaman pangan yakni 62.97 persen dari total penduduk miskin sektor pertanian. Karena itulah pembangunan pertanian perlu menjadi perhatian semua kalangan. “Dana desa itu dampaknya jangka panjang. Karena itu pemerintah perlu memberikan stimulus lain salah satunya seperti menugaskan BUMN dan BUMD agar fokus menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) ke sektor pertanian dan perkebunan. Kelompok-kelompok tani dikonsolidasikan kembali agar dapat meningkatkan gairah penduduk desa,” pungkas Pras.[] Daerah (PDRD) sebesar Rp2.091 milyar. Sehingga total dana yang masuk ke desa tahun 2015 adalah sebesar Rp55.523,6 milyar atau rata- rata per desa sebesar Rp749,4 juta. Tahun 2016, DD diperkirakan sebesar Rp47.684,7 milyar sehingga rata-rata DD perdesa sebesar Rp643,6 juta. ADD senilai Rp37.564,4 milyar, bagi hasil PDRD Rp2.412,4 milyar. Sehingga diperoleh total sebesar Rp87.661,5 milyar dan rata-rata perdesa Rp1.183,1 juta. Tahun 2017, DD diperikaran senilai Rp81.184,3 milyar sehingga rata-rata DD per Desa Rp1.095,7 juta. Tambahan dari ADD sebesar Rp42.285,9 milyar, bagi hasil PDRD Rp2.733,8 milyar sehingga total dana yang ditransfer ke desa sebesar Rp126.204,2 milyar sehingga rata-rata per desa didapat Rp1.703,3 juta. Tahun 2018, DD yang dialokasikan dari APBN diperkirakan naik menjadi Rp103.791,1 milyar dengan rata-rata DD per desa Rp1.400,8 juta. Tambahan dana dari ADD sebesar Rp55.939,8 milyar, bagi hasil PDRD Rp3.055,3 milyar. Sehingga total dana yang didapat oleh Desa sebesar Rp162.786,3 milyar atau rata-rata per Desa senilai Rp2.197,1 juta. Tahun 2019, DD diperkirakan meningkat lagi menjadi Rp111.840,2 Pada medio September 2015 s/d Maret 2016, tercatat 22 Provinsi mampu mengurangi jumlah penduduk miskin di perdesaan Ilustrasi penduduk miskin perdesaan
  • 36. keuangan negara | no. 005 vol. ii 201636 Jakarta—Kesehatan merupakan investasi dalam mendukung pembangunan Nasional. AmandemenUndang-UndangDasarNegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 H menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Fokus kebijakan Kementerian Kesehatan RI untuk periode 2015-2019 adalah salah satunya adalah penguatan pelayanan kesehatan primer. Penguatan pelayanan primer mencakup 3 hal yaitu fisik (pembenahan infrastruktur), sarana (pembenahan fasilitas) dan sumber daya manusia (penguatan tenaga kesehatan selain dokter). Tidak bisa dipungkiri, pelayanan kesehatan belum dapat dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK) dan Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). Masyarakat yang tinggal di DTPK dan DBK masih mengalami kesulitan untuk mengakses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas. Oleh karena itu perlu perhatian dan pendekatan secara khusus. Demikian pernyataan Menteri kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, dalam sambutannya pada acara penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) antara kementerian Kesehatan dengan 41 Pemerintah Kabupaten/Kota tentang penempatan Tim Nusantara Sehat (NS) Batch 4 dan Batch 5 tahun 2016 di Jakarta, (26/9). Untuk membantu meningkatkan kesehatan di wilayah DTPK dan PDB, hari ini sebanyak 41 Bupati menandatangani Nota Kesepahaman dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes, yang disaksikan langsung oleh 22 Kadinkes Provinsi dan 41 Kadinkes Kabupaten. Penandatanganan nota kesepahaman ini dilakukan untuk mendukung penugasan khusus tenaga kesehatan Berbasis Tim (Team Based) dalam Mendukung Pelaksanaan Program NS. Menkes menjelaskan pembentukan dari tim Nusantara Sehat (NS) merupakan implementasi dari program Indonesia sehat, yang terdiri dari 3 komponen, yaitu: 1). Mewujudukan paradigm sehat; 2). Penguatan Pelayanan Kesehatan; 3). Jaminan Kesehatan Nasional. Oleh karena itu, dalam rangka penguatan pelayanan kesehatan di DTPK dan di DBK, Kementerian Kesehatan menempatkan penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim (team based) untuk mendukung Program Nusantara Sehat. Melalui program tersebut diharapkan Kementerian Kesehatan bersama pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/ kota mampu meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas secara terintegrasi, terpadu dan komprehensif di DTPK dan DBK sebagai wujud tanggung jawab Negara hadir ditengah-tengah masyarakat, ujar Menkes dalam sambutannya. Tim Nusantara Sehat merupakan pendayagunaan secara khusus Tenaga Kesehatan berbasis tim dalam kurun waktu tertentu dengan jumlah dan jenis tertentu guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan primer di DTPK dan DBK. Tujuan pendayagunaan secara khusus Tenaga Kesehatan berbasis tim (Tim Nusantara Sehat) adalah terwujudnya pelayanan kesehatan primer yang dapat dijangkau oleh setiap anggota masyarakat, terutama oleh mereka yang tingal di DTPK dan DBK yang memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (puskesmas) denga kriteria terpencil dan sangat terpencil di berbagai pelosok Indonesia. Tim Nusantara Sehat merupakan tenaga profesional kesehatan dengan berbabgai latar belakang kesehatan seperti dokter, dokter gigi, perawat, bidan, Tenaga Kesehatan Masyarakat, Tenaga Kesehatan Lingkungan, Ahli Teknologi Laboratorium Medik, tenaga gizi, dan kefarmasian, yang bersedia ditempat selama 2 (dua) tahun untuk terjun langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki semangat untuk mendukung pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Tahapan implementasi Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Berbasis Tim (Team Based) dalam mendukung Program Nusantara Sehat diawali dengan Survey dan Penentuan Lokasi penugasan, Seleksi (administrasi dan Psikologi), pembekalan tim, Penempatan tim, serta monitoring dan Evaluasi. Lokasi penugasan Tenaga Kesehatan Nusantara Sehat adalah puskesmas dengan kriteria sangatterpencildanterpencildiDTPKdanDBK.Pada tahun 2015, Kemenkes telah menempatkan 694 Tenaga Kesehatan Nusantara Sehat. Sementara itu pada bulan Juni Tahun 2016 Kementerian Kesehatan kembali menempatkan tenaga kesehatan Nusantara Sehat Periode I (Batch 3) tahun 2016 berjumlah 194 Tenaga Kesehatan yang tersebar di 38 Puskesmas 25 Kabupaten, dan 16 Provinsi, serta Pada periode II (Batch 4) tahun 2016 Kementerian Kesehatan telah merekrut tenaga kesehatan Nusantara Sehat dimana saat ini sedang mengikuti pembekalan di Pusat Pendidikan Kesehatan TNI Angkatan Darat, tanggal 02 September sd 10 Oktober 2016 yang berjumlah 297 orang, yang nantinya direncanakan penempatan di 46 Puskesmas yang tersebar di 25 kabupaten dan 16 Provinsi. Menkes juga menambahkan bahwa pembekalan tenaga kesehatan Nusantara Sehat bertujuan memaksimalkan kinerja Team Based melalui Program Nusantara Sehat, oleh karena itu Kementerian Kesehatan melakukan upaya peningkatan kompetensi dan profesionalisme Tenaga Kesehatan melalui pembekalan yang berkualitas. Dalam proses pelaksanaan pembekalan diharapkan anggota Tim NS memiliki kemampuan untuk mengembangkan peran sebagai tim pendukung pelaksana layanan kesehatan primer di Puskesmas dengan menjalankan fungsi penguatan program kesehatan, mendukung pelaksanaan layanan kesehatan primer, melakukan motivasi dan pemberdayaan kepada masyarakat, mengembangkan manajemen puskesmas, melakukan penguatan program kesehatan serta tetap menjunjung tinggi jiwa bela Negara, tambah Menkes. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at] kemkes[dot]go[dot]id. Sekjen Kemenkes dan 41 BupatiTandatangani MoU PenempatanTim Nusantara Sehat
  • 37. keuangan negara | no. 005 vol. ii 2016 37 LAPORAN UTAMA D alam Pidato Kenegaraan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tanggal 16 Agustus 2016, Presiden Jokowi mengatakan bahwa kemiskinan dapat ditekan menjadi 10,8 persen dan pengangguran 5,5 persen. Presiden Jokowi menambahkan, sementara Indeks Pembangunan Manusia yang menunjukkan akses masyarakat terhadap sumber ekonomi, pendidikan, dan kesehatan terus mengalami kemajuan hingga mencapai angka 69,55 pada tahun 2015. Tak berselang lama, pada 19 Agustus 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru tentang ketimpangan. Indeks ketimpangan yang diukur dengan gini ratio pada Maret 2016 turun menjadi 0,397. Penurunan gini ratio menjadi di bawah 0,4 membuat tingkat ketimpangan di Indonesia kembali dalam kategori rendah (<0,4). Kategori sedang 0,4-0.5 dan ketegori ketimpangan tinggi atau parah >0,5. Rentang gini ratio adalah nol (timpang sempurna) hingga 1 (merata sempurna). Gini ratio tertinggi sepanjang sejarah terjadi pada September 2014. Setelah itu terus mengalami penurunan hingga Maret 2016. Berarti selama pemerintahan Presiden Joko Widodo mengalami perbaikan hingga kembali ke kategori rendah. Data tersebut dapat menjadi sandaran kendati terjadi perbaikan, namun penurunan kemiskinan masih relatif belum sebanding dengan semangat Nawacita dan Trisakti. Demikian pula untuk indeks ketimpangan, walaupun terus mengalami penurunan namun juga belum seimbang dengan fakta bahwa crony capitalism index Indonesia menduduki peringkat ketujuh. Artinya, sebagian besar kekayaan Indonesia masih dikuasai oleh segilintir orang saja. Di Tengah Tantangan Kemiskinan Dan Ketimpangan Sejak Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dilantik pada 20 Oktober 2014 silam, pemerintah berusaha mendesain politik anggaran di dalam APBN agar sesuai dengan platform, visi, dan misi yang tertuang di dalam Nawacita dan Trisakti. Hampir 2 tahun memimpin Indonesia, Nawacita yang dulu bergelora nampak sayup di tengah gelombang kemiskinan dan ketimpangan. Ilustrasi Penduduk Miskin di Desa