1. Dokumen ini membahas kerangka konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagai alat untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan.
2. Empat building block utama dibahas yaitu kerangka ekosistem layanan, ekorwilayah, kapasitas penyediaan terhadap permintaan, dan intervensi kebijakan.
3. Arahan kebijakan nasional menekankan penerapan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang
PP No 46 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan KLHS
KEBIJAKAN NASIONAL DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP
1. KEBIJAKAN NASIONAL
DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP
Laksmi Wijayanti
Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jakarta, 21 Juni 2017
3. KERANGKA HUKUM : UU NO. 32/2009
• DAYA DUKUNG LINGKUNGAN HIDUP :
– “Kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk
hidup lainnya dan keseimbangan antar keduanya”
– Mengandung unsur makna :
• Kapasitas penyediaan (supply) sistem & sumber alam
• Jumlah kebutuhan manusia dan makhluk hidup lainnya (demand)
• Cukup, harmonis dan minim dampak negatif
• DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP :
– “Kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain
yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya”
– Mengandung unsur makna :
• Kapasitas ambien (supply)
• Hasil produk dan ekses dari suatu kegiatan (demand)
• Menampung dan menetralisir
4. Makna Operasional DDDTLH
1. Menjelaskan modal dan aset
– Inventori jumlah, lokasi, dan/atau karakteristik ketersediaan :
• sumber daya alam
• layanan alam
• Infrastruktur pendukung pelayanan alam
2. Memberikan batas
– Memberikan konteks ukuran :
• Batas yang dapat diterima
• Ketersediaan
• Intensitas penggunaan
3. Menjelaskan sifat dan bentuk interaksi supply-demand yang terjadi,
termasuk :
– Faktor-faktor yang mempengaruhinya : sosekbud, kebijakan, teknologi, dan
infrastruktur
4. Mengukur kinerja
5. KERANGKA KONSEP
Gambar 1.1 Konsepsi keterkaitan antara pemanfaatan sumberdaya alam
dan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
6. “BUILDING BLOCKS” PENERAPAN DDDTLH
Ecosystem
Services
Supply ><
Demand
Ecoregional Unit
GOVERN-
ANCE
Kerangka pikir
Kerangka ukur
kapasitas
Kerangka spasial
Tata kelola
7. BUILDING BLOCKS 1 :
KERANGKA ECOSYSTEM SERVICES
Dalam bahasa peraturan
hukum akan disebut sebagai :
JASA LINGKUNGAN
8. BUILDING BLOCKS 2 :
EKOREGION
Kesamaan
ciri :
• Iklim
• Tanah
• Air
• Flora
• Fauna
• Interaksi
manusia
9. BUILDING BLOCKS 3 :
KAPASITAS PENYEDIAAN TERHADAP PERMINTAAN
Prinsip :
• Seberapa besar
dan berlanjutnya
supply Jasa
Lingkungan
terhadap
permintaan
Gambar 1.1 Konsepsi keterkaitan antara pemanfaatan sumberdaya alam
dan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
10. INDIKASI KINERJA JASA LINGKUNGAN HIDUP JAWA :
PENDEKATAN PERKIRAAN DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP
Jasa
Regulator Air
Jasa
Penyimpan Air
Tinggi
Sedan
gRenda
h
Tinggi
Sedan
gRenda
h
11. Tren daya dukung lingkungan hidup terus turun
Baseline layanan pengatur tata air Daya dukung pengatur tata air sekarang
Baseline layanan penyimpan air Daya dukung penyimpan air sekarang
ILUSTRASI :
JAWA BARAT
SEBAGAI
LUMBUNG
PANGAN
NASIONAL
12. PETA INDIKASI JASA LINGKUNGAN TINGGI DAN RENCANA
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 2015-2016 (PULAU JAWA)
Jasa Regulator Air
Jasa Penyimpan Air
Pengembangan Wilayah
Metropolitan Jabar
Pembangunan Jalan Tol
Kilang Minyak 300 ribu barel
KSN Gerbangkertasusila
WKP I
Prov.
Banten
Bandara Kertajati
Bandara Kulon Progo
KEK Tanjung
Lesung
KEK Jawa Barat
Waduk Karian dan
Sindangheula (Banten)
Waduk Ciawi, Sukamahi,
Cipanas, Leuwikeris,
Sadawarna, Santosa, Sukahurip
(Jabar)
Waduk Logung, Jlantah,
Matenggeng (Jateng)
Waduk Semantok, Bagong,
Lesti, Wonodadi (Jatim)
Krisis ekologi terjadi bila :
2. Tidak ada kebijakan
mengenai upaya
peningkatan daya dukung
Krisis ekologi terjadi bila :
3. Tidak punya visi
apakah jasa ekosistem
akan disubstitusi atau
direkayasa teknologi
agar supplynya tetap
memadai
Krisis ekologi terjadi bila :
1. Pembangunan di daerah-
daerah penyedia jasa tinggi
tidak dimitigasi dampaknya
13. BUILDING BLOCKS 4 :
INTERVENSI KEBIJAKAN DAN GOVERNANCE
• Intervensi kebijakan dan tata kelola dibutuhkan
untuk kondisi :
– Permintaan melampaui penyediaan
– Penyediaan tidak berkelanjutan
– Manfaat tidak merata
– Dampak dan resiko tidak merata
– Jasa lingkungan undervalued atau overvalued
14. KERANGKA KEBIJAKAN NASIONAL
MENGATUR
TATA KELOLA
(Governance)
Menstandarkan Kerangka Pikir
(Ecosystem Services Framework)
Menstandarkan ukuran
(Supply – Demand Indicator)
Mengkonsolidasikan ruang dan
kewenangan
(Ecoregions/Ecosystem Units)
Dimandatkan diatur
dalam Peraturan
Pemerintah
15. ARAHAN KEBIJAKAN NASIONAL 1 :
OUTPUT DDDTLH UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN
• Menetapkan cara pemakaian :
1. DDDTLH Wilayah :
• Gambaran umum kapasitas suatu wilayah dalam mendukung
kehidupannya
• Alat ukur umum : populasi maksimum yang dapat didukung lingkungan
untuk kebutuhan jasa lingkungan dasar
• Status : terlampaui/tidak terlampaui
• Kinerja : sebaran spasial DDDTLH tinggi, sedang, rendah
2. DDDTLH Kegiatan
• Gambaran perkiraan kapasitas jasa lingkungan untuk menopang suatu
kegiatan tertentu (mis. Perkotaan, pertanian, industri, dll.)
• Alat ukur umum : populasi kegiatan atau baku mutu maksimum
• Status : terlampaui/tidak terlampaui
16. ARAHAN KEBIJAKAN NASIONAL 2 :
MEKANISME PENENTUAN DDDTLH
• Memilih metoda pengukuran :
– Ketersediaan dan efisiensi pemanfaatan jasa lingkungan
– Ketersediaan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam
– Kapasitas biologi dan jejak ekologi
• Informasi disusun secara “bottom up”
• Menetapkan mekanisme penetapan status :
– Menteri dan Kepala daerah menentukan keputusan
terlampaui/tidak terlampaui DDDTLH wilayah
– Kepala lembaga menentukan keputusan terlampaui/tidak
terlampaui DDDTLH kegiatan sektoral
– DDDTLH dijadikan dasar untuk perijinan
17. ARAHAN KEBIJAKAN NASIONAL 3 :
PENGGUNAAN DDDTLH HARUS DI “CUSTOMIZED”
• DDDTLH harus digunakan dengan relevan :
– Disesuaikan dengan kebutuhan informasi dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan
– Distandarkan indikator dan metoda ukurnya untuk
kepentingan pembandingan dan keutuhan penyusunan
kebijakan skala nasional
– Dapat menggunakan indikator dan metoda ukur berbeda
asalkan informasi dasarnya tetap menggunakan ukuran yang
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
18. ARAHAN KEBIJAKAN NASIONAL 4 :
PENGEMBANGAN KE DEPAN
• Metodologi DDDTLH wajib dikembangkan dan
disesuaikan dengan perkembangan IPTEK global,
agar :
– Dapat membuat kebijakan nasional yang relevan dengan
kebijakan global (contoh : ukuran perubahan iklim)
– Dapat membuat ukuran perbandingan dengan negara lain
atau melihat posisi kita terhadap negara lain (contoh : global
ecological footprint)
– Dapat menjembatani alat ukur monetasi dan dapat
diterjemahkan dalam nilai ekonomi untuk memperbaiki
kebijakan dan mekanisme pasar