SlideShare a Scribd company logo
1 of 35
Download to read offline
CATATAN AKADEMIS PEMBAHASAN
LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN
ANGGARAN 2014 DAN AKHIR MASA JABATAN
TAHUN 2010 - 2015
Oleh :
SUMARDI
PPEP FEB UNS SURAKARTA
SURAKARTA
2015
1
CATATAN AKADEMIS PEMBAHASAN
LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN ANGGARAN 2014
DAN AKHIR MASA JABATAN 2010 - 2015
A. UMUM DAN PERISTILAHAN
1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
kepada DPRD atau disingkat LKPJ adalah laporan yang berupa
informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1
(satu) tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang
disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD.
2. Jadi terdapat dua jenis LKPJ yaitu LKPJ Akhir Tahun Anggaran
(LKPJ-ATA) yang melaporkan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan sepanjang satu tahun anggaran tertentu, dan
LKPJ Akhir Masa Jabatan (LKPJ-AMJ) yang merupakan ringkasan
laporan tahun-tahun sebelumnya ditambah dengan LKPJ sisa
masa jabatan yang belum dilaporkan.
3. LKPJ-ATA disampaikan kepada DPRD paling lambat 3 bulan
setelah tahun anggaran berakhir untuk setiap tahunnya,
sementara LKPJ-AMJ disampaikan kepada DPRD paling lambat
30 hari setelah pemberitahuan DPRD perihal berakhir masa
jabatan Kepala Daerah. Pada tahun anggaran terakhir masa
jabatan Kepala Daerah, apabila waktu penyampairan LKPJ-ATA
dan LKPJ AMJ bersamaan atau berjarak 1 bulan, maka LKPJ-ATA
disampaikan bersama dengan LKPJ-AMJ. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang, dalam
2
Pasal 4, ayat (2) dijelaskan bahwa : DPRD Kabupaten/ Kota
memberitahukan secara tertulis kepada Bupati/ Walikota dan
KPU Kabupaten/ Kota mengenai berakhirnya masa jabatan
Bulati/ Walikota dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan
sebelum masa jabatan Bupati/ Walikota Berakhir.
4. LKPJ dapat dipandang sebagai “public responsibility” dalam
menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Kepala Daerah
melalui DPRD dalam rangka membentuk dan mewujudkan
pemerintahan daerah yang transparan dan demokratis.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
kepada DPRD dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat, dalam Pasal 16,
menyebutkan bahwa LKPJ disusun berdasarkan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran
tahunan dokumen perencanaan jangka menengah Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan
berpedoman pada dokumen rencana pembangunan jangka
panjang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD), dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah
ini.
6. Penyusunan LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran
2014 dan Akhir Masa Jabatan 2010 – 2015 ini mengacu pada
dokumen perencanaan tahunan yaitu Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Semarang Tahun 2014
(Peraturan Walikota Semarang Nomor 17 Tahun 2013) dan RKPD-
RKPD tahun-tahun sebelumnya yaitu Tahun 2010, 2011, 2012, dan
2013 serta dokumen perencanaan jangka menengah berupa
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
3
Kota Semarang Tahun 2010 – 2015.
7. Tujuan penyusunan LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun
Anggaran 2014 dan Akhir Masa Jabatan 2010 – 2015 ini adalah
memberikan laporan kinerja pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan daerah Tahun Anggaran 2014 dan ringkasan
kinerja pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah
sepanjang Tahun Anggaran 2010 – 2014 yang masing-masing
mencakup gambaran umum daerah, arah kebijakan umum
pemerintahan daerah, pengelolaan keuangan daerah secara
makro, termasuk pendapatan dan belanja daerah,
penyelenggaraan urusan desentralisasi yang diklasifikasi menjadi
urusan wajib dan urusan pilihan, tugas pembantuan dan
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan.
B. PEMBAHASAN LKPJ
1. Hubungan LKPJ dengan PP Nomor 6 Tahun 2008
Ada keterkaitan antara laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD (PP Nomor 58 Tahun 2005), dan
rekomendasi/ tanggapan DPRD terhadap LKPJ Kepala Daerah,
LPPD dan masukan masyarakat terhadap Informasi LPPD (PP
Nomor 3 Tahun 2007) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (EPPD). Hubungan keterkaitan itu dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Bahan utama Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (EPPD) yang dilaksanakan Pemerintah adalah
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)
yang disampaikan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah.
b. Selain LPPD, bahan-bahan yang ikut dinilai dalam EPPD
4
adalah rekomendasi DPRD atas LKPJ Kepala Daerah,
masukan-masukan masyarakat terhadap Informasi LPPD
yang disampaikan Pemerintah Daerah kepada masyarakat
dan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
2. Gambaran Umum Daerah
Gambaran umum daerah dalam LKPJ Walikota
Semarang Akhir Tahun Anggaran 2014 dan Akhir Masa Jabatan
2010 – 2015 ini dimaksudkan untuk memberikan informasi
tentang kondisi geografis daerah, gambaran umum demografis/
kependudukan, dan kondisi ekonomi Kota Semarang. Ketiga
aspek kondisi daerah itu secara filosofis mengarah pada
identifikasi terhadap core competence (unggulan) daerah,
dimana untuk mengidentifikasi core competence itu dapat
digunakan variable: (a) Distribusi penggunaan lahan, (b)
Distribusi lapangan pekerjaan penduduk, dan (c) Distribusi
sektoral Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
a. Penyajian gambaran umum dalam dokumen LKPJ Walikota
Semarang ATA 2014 dan AMJ 2010 – 2014 ini perlu diberikan
catatan kritis sebagai berikut:
1) Aspek Geografis dalam dokumen LKPJ Walikota
Semarang ATA 2014 dan AMJ 2010 – 2015 hanya
menjelaskan sebatas letak geografis wilayah, batas
administrasi daerah, luas wilayah per kecamatan, kondisi
topografis, ketinggian wilayah, iklim dan musim, curah
hujan serta suhu udara. Dalam aspek geografis ini belum
dikemukakan tata guna lahan / pemanfaatan lahan di
wilayah Kota Semarang, sehingga tidak dapat dianalisis
core competence (unggulan) daerah berdasarkan
distribusi penggunaan lahan. Pada masa yang akan
5
datang disarankan kepada Pemerintah Kota Semarang
untuk menyajikan gambaran umum geografis ini lebih
komprehensif terutama dengan menambahkan data
distribusi pemanfaatan lahan.
2) Gambaran umum demografis/ kependudukan juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi core
competence (unggulan) daerah yang didasarkan pada
data tentang distribusi penduduk menurut mata
pencaharian atau lapangan pekerjaan.
Gambar 1.
Mata Pencaharian Penduduk Kota Semarang
Tahun 2010 dan 2014 (Persen)
Penduduk Kota Semarang pada tahun 2010 sebagian
besar memiliki mata pencaharian sebagai buruh yaitu
sebesar 40,34 persen, terdiri dari buruh industry sebesar
25,67 persen, buruh bangunan sebesar 12,02 persen dan
buruh tani sebesar 2,65 persen. Pada tahun 2014 proporsi
penduduk Kota Semang yang memiliki mata
6
pencaharian buruh itu masih mendominasi dengan
proporsi meningkat menjadi sebesar 40,44 persen, terdiri
dari buruh industry sebesar 25,77 persen, buruh bangunan
sebesar 12,04 persen dan buruh tani sebesar 2,63 persen.
Dominasi kedua mata pencaharian penduduk
Kota Semarang adalah sebagai PNS/ TNI/ POLRI yaitu
mencapai proporsi sebesar 13,79 persen pada tahun 2010
dan mengalami peningkatan menjadi sebesar 13,80
persen pada tahun 2014. Kemudian penduduk dengan
mata pencaharian sebagai Pedagang memiliki proporsi
sebesar 12,58 persen pada tahun 2010 dan pada tahun
2014 menurun proporsinya menjadi 12,56 persen.
Mata pencaharian penduduk Kota Semarang
yang proporsinya mengalami penurunan antara lain
petani/ nelayan, angkutan, pengusaha dan pensiunan.
Seangkan mata pencaharian penduduk Kota Semarang
yang memiliki proporsi meningkat selama tahun 2010 –
2014 adalah mata pencaharian penduduk lainnya.
Dengan demikian berdasarkan data distribusi
penduduk menurut mata pencaharian/ lapangan
pekerjaan ini, Kota Semarang memiliki core competence
(unggulan) daerah pada bidang Jasa-jasa.
3) Informasi tentang unggulan daerah (core competance)
juga dapat didasarkan pada distribusi sektoral PDRB Kota
Semarang. Berdasarkan data sektoral PDRB Tahun 2010
Kota Semarang Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB),
kontribusi sektoral paling dominan dalam pembentukan
PDRB itu adalah sektor Perdagangan Hotel dan Restoran
yaitu mencapai 27,92 persen dan meningkat menjadi
sebesar 28,99 persen pada tahun 2014. Dominasi sektoral
PDRB Kota Semarang yang kedua adalah sector Industri
7
dengan kontribusi sebesar 24,16 persen pada tahun 2010
dan meningkat menjadi sebesar 24,54 persen pada tahun
2014. Sektor Konstruksi menempati urutan terbesar ketiga
dengan kontribusi menurun dari sebesar 19,82 persen
pada tahun 2010 menjadi sebesar 19,02 persen pada
tahun 2014. Sementara sector Angkutan dan Komunikasi
serta sector Keuangan mengalami penurunan masing-
masing dari 9,82 persen pada tahun 2010 menjadi
sebesar 9,32 persen (sector Angkutan dan Komunikasi),
dan dari 2,738 persen menjadi 2,68 persen (sektor
Keuangan).
DOMINASI SEKTORAL PDRB KOTA SEMARANG
Pertanian
1.17%
Pertamb
0.17%
Industri
24.16%
Listrik GAB
1.53%
Konstruksi
19.82%
PHR
27.92%
Angk
Kom
9.82%
Keuangan
2.73%
Jasa-jasa
12.69%
DARI TAHUN 2010 KE 2014, DOMINASI SEKTORAL PDRB PADA SEKTOR PHR DAN
MENINGKAT, DOMINASI KEDUA SEKTOR INDUSTRI DAN JUGA MENINGKAT.
SEKTOR-SEKTOR YG MENINGKAT KONTRIBUSINYA: JASA-JASA.
SEKTOR-SEKTOR YG MENURUN KONTRIBUSINYA: PERTANIAN, PERTAMBANGAN, LISTRIK
GAB, KONSTRUKSI, ANGK KOM, DAN KEUANGAN.
Pertanian
1.00%
Pertamb
0.14% Industri
24.54%
Listrik GAB
1.47%
Konstruksi
19.02%
PHR
28.99%
Angk Kom
9.32%
Keuangan
2.68%
Jasa-jasa
12.85%
2010 2014
Gambar 2.
Analisis Unggulan Daerah (Core Competance)
Berdasarkan Dominasi Sektoral PDRB ADHB (%)
Sektor Pertanian di Kota Semarang hanya memberikan
sumbangan sebesar 1,17 persen pada tahun 2010 dan
menurun menjadi sebesar 1,00 persen pada tahun 2014.
Demikian pula sector Pertambangan/ Penggalian
8
memiliki kontribusi sebesar 0,17 persen pada tahun 2010
dan menurun pada tahun 2014 menjadi sebesar 0,14
persen. Dengan demikian berdasarkan kontribusi sektoral
PDRB ADHB tahun 2010 - 2014 ini dapat disimpulkan
bahwa unggulan daerah (core competance) Kota
Semarang adalah bidang Jasa untuk melayanai Industri
yang ditopang sector Perdagangan, Hotel dan Restoran
serta sector Angkutan dan Komunikasi serta sector
Keuangan.
b. Dari simulasi kedua pendekatan untuk mengidentifikasi
unggulan daerah (core competance) di atas dapat
disimpulkan bahwa unggulan daerah Kota Semarang adalah
bidang/ sektor Jasa-jasa. Hal itu juga diperkuat dengan
perkembangan struktur ekonomi Kota Semarang yang
bercorak perekonomian jasa.
STRUKTUR EKONOMI KOTA SEMARANG
1.33 1.31 1.23 1.18 1.14
45.51 45.52 45.48 45.24 45.02
53.15 53.18 53.29 53.58 53.84
2010 2011 2012 2013 2014
Primer (Agriculture) Sekunder (Manufacture) Tersier (Service)
STRUKTUR
EKONOMI KOTA
SEMARANG
SEPANJANG 2010 –
2014 ADALAH
PEREKONOMIAN
TERSIER YG
SEMAKIN MENGUAT
KELOMPOK SEKTOR PRIMER DAN SEKUNDER ADA
KECENDERUNGAN MELEMAH SELAMA TAHUN 2010
– 2014, SHG KE DEPAN STRUKTUR PEREKONOMIAN
KOTA SEMARANG INI PEREKONOMIAN TERSIER YANG
MELAYANI PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI 
SEKTOR PENDUKUNG : PHR, ANGK KOM, BANK DLL.
NO LAPANGAN USAHA
2010 2011 2012 2013*) 2014**)
(Persen) (Persen) (Persen) (Persen) (Persen)
1 Primer(A) 1.33 1.31 1.23 1.18 1.14
2 Sekunder(M) 45.51 45.52 45.48 45.24 45.02
3 Tersier(S) 53.15 53.18 53.29 53.58 53.84
Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Gambar 3.
Struktur Perekonomian Kota Semarang
Tahun 2010 - 2014 (%)
9
Struktur perekonomian Kota Semarang sepanjang tahun 2010
– 2014 adalah perekonomian Jasa yang semakin menguat.
Sementara itu kelompok sektor Primer dan Sekunder
perkembangannya cenderung menurun dalam kurun waktu
yang sama. Penguatan struktur jasa yang terus berkembang
di Kota Semarang itu terutama harus diarahkan untuk
mampu melayani lebih baik kepada struktur industry dan
struktur pertanian yang cenderung melemah, sehingga
terhadap hal ini perlu dipertanyakan kepada Pemerintah
Kota Semarang berkaitan dengan LKPJ ATA 2014 dan AMJ
2010 – 2015 ini, yaitu :
1) Sejauhmana keberpihakan program dan kegiatan
Pemerintah Kota Semarang terhadap pengembangan
dan pemberdayaan potensi bidang/ sektor Jasa-jasa
dalam melayani sector industri Pengolahan dan sektor
pertanian tersebut?.
2) Seberapa besar komitmen penganggaran Pemerintah
Kota Semarang untuk mengembangkan dan
memberdayakan bidang/ sektor Jasa-jasa dalam rangka
mendukung pelayanan sektor Industri dan sektor
pertanian itu?.
3) Sejauhmana hasil-hasil pembangunan dalam rangka
penyelenggaraan urusan pilihan bidang Jasa-jasa dalam
arti luas yang meliputi jasa perdagangan, jasa
transportasi dan komunikasi, jasa keuangan dan
perbankan, serta jasa perusahaan dengan fokus
perhatian:
(a) Pembangunan dan Perlindungan Pasar Tradisional.
(b) Pembinaan dan Pengendalian Pasar/ Pertokoan
Modern.
(c) Pengembangan Jasa Perbankan dan Lembaga
10
Keuangan lainnya.
(d) Peningkatan moda dan sarana tansportasi dan
kualitas jasa Perhubungan.
(e) Pengembangan pusat-pusat pendidikan dan
pelatihan kualitas serta ketrampilan sumberdaya
manusia.
(f) Penguatan kelembagaan ketenagakerjaan dan
hubungan industrial perusahaan.
(g) Dan sebagainya.
c. Sehubungan dengan kuantitas dan kualitas sumberdaya
manusia di Kota Semarang, dalam gambaran umum kondisi
demografis pada dokumen LKPJ Walikota Semarang ATA
2014 dan AMJ 2010 – 2015, juga disampaikan penjelasan
komposisi Penduduk menurut tingkat pendidikan pada tahun
2010 – 2014.
PENDIDIKAN PENDUDUK KOTA SEMARANG
DARI TAHUN 2010 KE 2014, DOMINASI PENDIDIKAN PENDUDUK ADL TAMAT SD/MI, DAN
CENDERUNG MENINGKAT. DOMINASI KEDUA ADL TAMAT SMA/MA/SEDERAJAT DAN JUGA
CENDERUNG MENINGKAT. KEMUDIAN TDK/BLM TAMAT SD DAN SEDIKIT MENURUN.
JADI TOTAL TAMAT PENDIDIKAN DASAR (SD DAN SMP) MENCAPAI 43,16% (2010) DAN
MENINGKAT JADI 43,21% (2014).
Tidak/Belum
Sekolah
6.53%
Tidak/Belum
Tamat SD
20.38%
Tamat SD/ MI
22.90%
Tamat
SMP/MI/seder
ajat
20.31%
Tamat
SMA/MA/sede
rajat
21.13%
Tamat
Akademi/D3
4.33%
Tamat
D4/S1/S2/S3
4.43%
2010 2014
Tidak/Belum
Sekolah
6.54%
Tidak/Belum
Tamat SD
20.39%
Tamat SD/ MI
22.87%
Tamat
SMP/MI/seder
ajat
20.29%
Tamat
SMA/MA/sede
rajat
21.11%
Tamat
Akademi/D3
4.35%
Tamat
D4/S1/S2/S3
4.45%
Gambar 3.
Komposisi Penduduk Kota Semarang
Menurut Tingkat Pendidikan (%)
11
Sebagian besar pendidikan penduduk Kota Semarang pada
tahun 2010 adalah Pendidikan Dasar dengan proporsi
sebesar 43,16 persen terdiri dari Tamat SD dan Sederajat
sebesar 22,87 persen dan Tamat SLTP dan sederajat sebesar
20,29 persen. Pada tahun 2014 proporsi penduduk dengan
tingkat pendidikan dasar meningkat menjadi sebesar 43,21
persen yang terdiri dari Tamat SD dan sederajat sebesar 22,90
persen dan tamat SLTP dan sederajat sebesar 20,31 persen.
Kondisi data seperti yang tersaji di atas banyak menimbulkan
pertanyaan kritis yang perlu disampaikan pada Pemerintah
Kota Semarang, antara lain:
1) Komposisi penduduk Kota Semarang menurut tingkat
pendidikan masih didominasi penduduk dengan
pendidikan dasar yaitu mencapai 43,16 persen pada
tahun 2010 terdiri dari Tamat SD dan Sederajat sebesar
22,87 persen dan Tamat SLTP dan sederajat sebesar 20,29
persen, dan kemudian meningkat menjadi sebesar 43,21
persen yang terdiri dari Tamat SD dan sederajat sebesar
22,90 persen dan tamat SLTP dan sederajat sebesar 20,31
persen. Sejauhmana penyelenggaraan urusan
pendidikan dapat mempengaruhi pergeseran dominasi
penduduk menurut tingkat pendidikan dari pendidikan
dasar menuju tingkat pendidikan yang lebih tinggi?.
2) Tingkat pendidikan penduduk Kota Semarang yang
tamar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sederajat
sebesar 21,11 persen pada tahun 2010 dan meningkat
sedikit menjadi sebesar 21,13 persen pada tahun 2014.
Kondisi di atas membutuhkan kerja keras peningkatan
dan pengembangan kualitas serta ketrampilan
sumberdaya manusia oleh Pemerintah Kota Semarang
maupun seluruh elemen stakeholder kota.
12
3) Selain didominasi penduduk dengan pendidikan tingkat
dasar (SD dan SMP), masih terdapat pula penduduk yang
Tidak/ Belum Tamat SD/ Sederajat sebesar 20,39 persen
pada tahun 2010 dan sedikit menurun menjadi 20,38
persen pada tahun 2014. Sejauhmana program wajar
dikdas 9 tahun dapat menyentuh keberadaan mereka?.
4) Penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu dari
Diploma 1 sampai dengan S-3 kalau dijumlahkan hanya
sebesar 8,80 persen pada tahun 2010 dan menurun
menjadi sebesar 8,76 persen pada tahun 2014.
Bagaimana upaya-upaya yang telah dilakukan
Pemerintah Kota Semarang selama ini agar proporsi
penduduk dengan kelompok pendidikan tinggi ini
meningkat kuantitasnya dan juga meningkat peran serta
kontribusinya dalam pembangunan di Kota Semarang?.
d. Gambaran umum ekonomi dalam dokumen LKPJ Walikota
Semarang Akhir Tahun Anggaran 2014 dan Akhir Masa
Jabatan 2010 – 2015 juga menyajikan indikator-indikator
makro regional Kota Semarang:
1) Pertumbuhan Ekonomi
Angka pertumbuhan ekonomi Kota Semarang sepanjang
pada tahun 2010 – 2014 ada kecenderungan lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Tengah, kecuali tahun 2011 yang lebih rendah dari
pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah.
Pada tahun 2010 – 2012 pertumbuhan ekonomi
Kota Semarang cenderung meningkat, namun pada dua
tahun berikutnya 2013 dan 2014 angka pertumbuhan
ekonomi Kota Semarang itu mengalami penurunan. Laju
pertumbuhan ekonomi Kota Semarang (-0,78 persen)
13
selama tahun 2011 – 2014 ini menurun lebih lambat dari
penurunan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa
Tengah (-1,07 persen).
PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG
5.87
6.41
6.42
6.20
5.64
6.02
6.28
6.73
6.24
5.71
2010 2011 2012 2013 2014
Semarang JatengPERTUMBUHAN
EKONOMI KOTA
SEMARANG
SEPANJANG 2010 –
2014 LEBIH RENDAH
DIBANDINGKAN
PERTUMBUHAN
EKONOMI
JATENG, KECUALI
2011
RATA-RATA PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA
SEMARANG (6,11%) LEBIH LAMBAT DARI PADA
PERTUMBUHAN EKONOMI JATENG (6,20%), LEBIH
CEPAT DARI NASIONAL (5,93%)  BAGAIMANA
PERAN SMG DI JATENG?.
Semarang Jateng Nasional
2010 5.87 6.02 6.10
2011 6.41 6.28 6.50
2012 6.42 6.73 6.23
2013 6.20 6.24 5.78
2014 5.64 5.71 5.02
Gambar 4.
Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014 (Persen)
Kondisi dan perkembangan pertumbuhan
ekonomi Kota Semarang itu menimbulkan pertanyaan
antara lain : Bagaimana upaya-upaya Pemerintah Kota
Semarang untuk lebih meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, sehingga secara terus menerus dapat lebih
cepat dari pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah?. Sektor
penggerak pertumbuhan apa saja yang perlu
diprioritaskan pengembangannya?.
2) Tingkat Inflasi
Kondisi stabilitas harga di Kota Semarang ada
kecenderungan kondusif untuk kegiatan dunia usaha.
Selama tahun 2010 – 2014 meskipun ada kecenderungan
14
meningkat rata-rata sebesar 6,31 persen per tahun tetapi
masih terkendali dimana tingkat inflasi tidak sampai
double digit (lebih dari 10 persen).
LAJU INFLASI KOTA SEMARANG
7.11
2.87
4.85
8.19
8.53
6.88
2.68
4.24
7.99
8.22
2010 2011 2012 2013 2014
Semarang Jateng
LAJU INFLASI KOTA
SEMARANG
SEPANJANG 2010 –
2014 LEBIH TINGGI
DIBANDINGKAN
LAJU INFLASI
JATENG.
RATA-RATA LAJU INFLASI KOTA SEMARANG (6,31%)
CENDERUNG LEBIH TINGGI DARI PADA LAJU INFLASI
JATENG (6,00%) NAMUN LEBIH RENDAH DARI INFLASI
NASIONAL (6,36%)  STABILITAS KOTA SEMARANG
RELATIF KONDUSIF BAGI DUNIA USAHA.
Semarang Jateng Nasional
2010 7.11 6.88 6.96
2011 2.87 2.68 3.79
2012 4.85 4.24 4.30
2013 8.19 7.99 8.38
2014 8.53 8.22 8.36
Gambar 5.
Inflasi di Wilayah Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014 (Persen)
Laju inflasi Kota Semarang sepanjang tahun 2010 – 2014
cenderung lebih tinggi dibandingkan laju inflasi Provinsi
Jawa Tengah.
3) PDRB Perkapita
PDRB perkapita Kota Semarang selama tahun 2010 – 2014
ada kecenderungan lebih tinggi dibandingkan
Pendapatan perkapita Provinsi Jawa Tengah maupun
Nasional. Selain nilainya yang cukup tinggi, Pendapatan
perkapita Kota Semarang ini juga meningkat lebih tinggi
dari pada Pendapatan Perkapita Provinsi Jawa Tengah
maupun Nasional. Pertumbuhan Pendapatan Perkapita
Kota Semarang sebesar 5,76 persen per tahun, sementara
15
pertumbuhan Pendapatan perkapita Provinsi Jawa
Tengah dan Nasional masing-masing hanya tumbuh
sebesar 5,12 persen per tahun dan 4,69 persen per tahun.
Perkembangan peningkatan PDRB Perkapita Kota
Semarang ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan
masyarakat Kota Semarang semakin meningkat. PDRB
perkapita sebagai pengukur tingkat kesejahteraan
daerah memang ada kelemahannya karena belum
menunjukkan tingkat pemerataan pendapatan
masyarakat. Maka ke depan Pemerintah Kota Semarang
seyogyanya juga menyampaikan kondisi dan
perkembangan tingkat ketimpangan pendapatan
masyarakat yang dapat diukur dengan Indeks Gini (Gini
Ratio) dan indeks ketimpangan pendapatan wilayah
yang dapat diukur dengan Indeks Williamson dalam LKPJ
ATA maupun LKPJ AMJ.
PENDAPATAN PERKAPITA KOTA SEMARANG
2010 2011 2012 2013 2014
Semarang Jateng
PDRB PERKAPITA
KOTA SEMARANG
LEBIH TINGGI
DIBANDINGKAN
PDRB PERKAPITA
JATENG DAN
NASIONAL
RATA-RATA KENAIKAN PDRB PERKAPITA KOTA
SEMARANG (5,76%) CENDERUNG LEBIH
TINGGI DARI PADA PDRB PERKAPITA JATENG
(5,12%) DAN NASIONAL (4,69%) 
BAGAIMANA PERAN SEMARANG DI JATENG?.
Semarang Jateng Nasional
2010 13,750,666 5,773,809 9,703,465
2011 14,591,732 6,058,604 10,184,549
2012 15,477,610 6,389,599 10,671,025
2013 16,339,991 6,706,874 11,134,018
2014 17,263,051 7,050,266 11,656,203
Gambar 6.
Pendapatan Perkapita Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014 (Rp)
16
4) Indeks Pembangunan Manusia
Selain perkembangan PDRB Perkapita, peningkatan
kesejahteraan masyarakat Kota Semarang juga ditandai
dengan peningkatan indikator IPM Kota Semarang.
Sepanjang tahun 2010 – 2014 IPM Kota Semarang
mengalami peningkatan dari sebesar 77,11 persen pada
tahun 2010 meningkat menjadi 78,95 persen pada tahun
2014.
IPM KOTA SEMARANG
77.11
77.42
77.98
78.54
78.95
2010 2011 2012 2013 2014
IPM KOTA
SEMARANG
SEPANJANG 2010 –
2014 TERUS
MENERUS
MENINGKAT 
SEMAKIN
SEJAHTERA
INDIKATOR-INDIKATOR UNTUK MENGUATKAN TKT KESEJAHTERAAN INI YG BLM
DISAMPAIKAN:
- ANGKA KEMISKINAN.
- TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA.
- KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN (INDEKS GINI/ GINI RATIO)
- KETIMPANGAN WILAYAH (INDEKS WILLIAMSON)
Gambar 7.
Indek Pembangunan Manusia Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014
Peningkatan PDRB Perkapita dan IPM Kota Semarang ini
memang menunjukkan adanya peningkatan tingkat
kesejahteraan masyarakat Kota Semarang. Namun
demikian untuk memperoleh penilaian yang seimbang
terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat, ke depan
Pemerintah Kota Semarang seyogyanya selain
menyajikan data perkembangan ketimpangan
17
pendapatan masyarakat dengan Indeks Gini dan
ketimpangan pendapatan antar wilayah dengan indeks
Williamson, juga menyajikan data perkembangan tingkat
pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan dalam
LKPJ ATA maupun LKPJ AMJ.
5) Status Kinerja Wilayah Kota Semarang
Tipologi Klassen menggabungkan penilaian tipologi
wilayah menggunakan kriteria Pertumbuhan Ekonomi
dan Pendapatan perkapita sebagai berikut:
TIPOLOGI KLASSEN KOTA SEMARANG
TANTANGAN BAGAIMANA
MENJADIKAN KOTA SEMARANG
 CEPAT MAJU & CEPAT
TUMBUH
PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA
SEMARANG 2010 – 2014 LEBIH RENDAH
DIBANDING PERTUMBUHAN EKONOMI
JATENG, KECUALI 2011  LOW  HIGH
 LOW GROWTH
PDRB PERKAPITA KOTA SEMARANG
SEPANJANG 2010 – 2014 LEBIH TINGGI
DIBANDING PDRB PER KAPITA PROVINSI
JATENG  HIGH INCOME.
STATUS WILAYAH KOTA SEMARANG SCR
UMUM HIGH INCOME BUT LOW
GROWTH ATAU DAERAH YANG MAJU
TETAPI TERTEKAN, KHUSUS 2011 HIGH
GROWTH AND HIGH INCOME ATAU
DAERAH CEPAT MAJU & CEPAT
TUMBUH.
Semarang Jateng Nasional
2010 5.87 6.02 6.10
2011 6.41 6.28 6.50
2012 6.42 6.73 6.23
2013 6.20 6.24 5.78
2014 5.64 5.71 5.02
Semarang Jateng Nasional
2010 13,750,666 5,773,809 9,703,465
2011 14,591,732 6,058,604 10,184,549
2012 15,477,610 6,389,599 10,671,025
2013 16,339,991 6,706,874 11,134,018
2014 17,263,051 7,050,266 11,656,203
Gambar 8.
Tipologi Klassen Wilayah Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014
Berdasarkan dua kriteria di atas, Tipologi Klassen
membagi daerah menjadi 4 kategori yaitu:
• daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh (high growth
and high income) yaitu daerah Kabupaten/ Kota
yang memiliki pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari
Provinsi dan memiliki pendapatan perkapita juga
18
lebih tinggi dibanding Provinsi. Kategori ini merupakan
kategori daerah yang paling ideal.
• daerah maju tapi tertekan (high income but low
growth) yaitu daerah Kabupaten/ Kota yang memiliki
pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari Provinsi
tetapi memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi dari
Provinsi.
• daerah berkembang cepat (high growth but low
income) yaitu daerah Kabupaten/ Kota yang memiliki
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari Provinsi tetapi
memiliki pendapatan perkapita lebih rendah dari
Provinsi, serta
• daerah relatif tertinggal (low growth and low income)
yaitu daerah Kabupaten/ Kota yang memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan
perkapita keduanya lebih rendah dari pada Provinsi.
Kategori ini merupakan kategori daerah yang paling
buruk.
Kota Semarang selama tahun 2010 – 2014 memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Tengah, kecuali tahun 2011
namun memiliki pendapatan perkapita selalu lebih tinggi
dari Provinsi Jawa tengah. Dengan demikian Kota
Semarang selama tahun 2010 – 2014 memiliki kategori
sebagai daerah yang maju tapi tertekan atau high
income but low growth kecuali tahun 2011 yang status
kinerjanya sebagai daerah yang cepat maju dan cepat
tumbuh atau high growth and high income.
Tantangan ke depant adalah bagaimana menjadikan
Kota Semarang pada tahun-tahun mendatang tetap
menjadi daerah dengan kategori ideal yaitu daerah
19
yang cepat-maju dan cepat-tumbuh atau high growth
and high income.
3. Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
a. Pendapatan Daerah
1) Kondisi pendapatan daerah yang perlu mendapat
catatan antara lain adalah bahwa:
a) Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2014 meningkat
hanya sebesar 25,08 persen, dimana peningkatan ini
merupakan peningkatan paling kecil kedua
sepanjang 2011 – 2014 setelah tahun 2013 yang
tumbuh sebesar 18,77 persen.
Tabel 1.
Pertumbuhan Pendapatan Daerah Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014 (Persen)
Uraian 2011 2012 2013 2014 Rata-rata
1. PAD 59.01 49.48 18.77 25.08 38.08
2. Dana Perimbangan 0.23 20.41 2.04 7.02 7.43
3. Lain-lain PD yang Sah 71.43 4.23 15.80 10.79 25.56
Pendapatan Daerah 26.51 23.36 10.38 13.92 18.54
Sumber: LKPJ Walikota Semarang AMJ 2010-2015, diolah.
Tingkat pertumbuhan PAD tersebut meskipun sudah
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total
Pendapatan Daerah (13,92 persen) dan sekaligus
merupakan pertumbuhan yang paling tinggi
dibandingkan sumber-sumber pendapatan daerah
yang lain, karena Lain-lain Pendapatan Daerah yang
Sah tumbuh rata-rata lebih rendah yaitu mencapai
10,79 persen dan Dana Perimbangan tumbuh rata-
rata hanya sebesar 7,02 persen. Pertanyaan yang
muncul dalam kondisi ini adalah: Mengapa angka
20
pertumbuhan PAD di Kota Semarang melemah pada
tahun 2013 dan 2014, sementara tahun-tahun
sebelumnya meningkat sangat kuat yaitu 59,01
persen (2011) dan 49,48 persen (2012)?.
Pertumbuhan PAD dan sumber-sumber
pendapatan daerah yang lain pada tahun 2014
dapat digambarkan sebagai berikut:
-
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
PAD DP Lain2 Penda Total Penda
25.08
7.02
10.79
13.92
4/10/2015 8
Gambar 9.
Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Daerah
Kota Semarang Tahun 2014 (Persen)
b) Collection Ratio (Rasio Pengumpulan) atau tingkat
pencapaian PAD di Kota Semarang tahun 2014
mencapai 118,88 persen. Rasio pengumpulan atau
tingkat pencapaian itu juga menunjukkan tingkat
efektivitas pengelolaan PAD. Rasio efektivitas ini
merupakan rasio realisasi PAD dengan target PAD
dengan syarat bahwa target PAD itu harus benar-
benar didasarkan pada potensi riil. Jika penentuan
target masih didasarkan pada kaidah inkremental
21
(dinaikkan prosentase tertentu dari tahun
sebelumnya), maka rasio efektivitas yang sudah
mencapai lebih dari 100 persen masih diragukan
kebenarannya.
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
PAD DP Lain2 Penda TotalPD
129.94
100.64 106.40
111.18
4/10/2015 24
Gambar 10.
Tingkat Pencapaian Pendapatan Daerah
Kota Semarang Tahun 2014 (Persen)
Tingkat efektivitas pengelolaan PAD di Kota
Semarang berarti sudah sangat efektif (dengan
asumsi penentuan target-target PAD dimaksud sudah
berdasarkan potensi riil yang ada). Sehingga
pertanyaan yang perlu disampaikan kepada
Pemerintah Kota Semarang adalah: Apakah
penentuan target-target komponen PAD terutama
yang berasal dari pajak dan retribusi daerah sudah
didasarkan pada data potensi riil yang ada?. Atau
penentuan target-target pajak dan retribusi daerah
itu masih lebih didasarkan pada kaidah inkremental
(dinaikkan persen tertentu dari tahun sebelumnya)?.
22
2) Kontribusi PAD pada Pendapatan Daerah sepanjang
tahun 2010 - 2014 mengalami peningkatan terus menerus
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 kontribusi PAD
terhadap Pendapatan Daerah sudah mencapai 36,35
persen hanya naik sekitar tiga persen dari tahun 2013
yang sudah mencapai 33,11 persen. Peningkatan PAD itu
sudah mulai melemah sejak dua tahun terkahir, yaitu
tahun 2013 dan 2014 dimana untuk dua tahun tersebut
kenaikan rasio PAD terhadap TPD sekitar 3 persen,
padahal pada tahun 2011 dan 2012 kenaikan rasio PAD
terhadap TPD ini lebih kuat yaitu sekitar lima persen.
Kontribusi PAD pada total Pendapatan Daerah itu
merupakan indikator Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)
atau Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah. Hal yang
perlu dicatat dalam penentuan target PAD setiap tahun
adalah: (a) Target PAD jangan sekedar didasarkan pada
peningkatan nilai nominal (Rupiah) tetapi seyogyanya
lebih mendasarkan pada peningkatan rasio PAD
terhadap Total Pendapatan Daerah, karena kalau hanya
meningkat secara nominal belum tentu meningkatkan
rasio PAD dan TPD (DDF), tetapi kalau ditingkatkan rasio
PAD terhadap TPD secara otomatis PAD secara nominal
meningkat; (b) Target rasio PAD terhadap TPD
seyogyanya lebih tinggi dari tingkat pencapaian rasio
PAD terhadap TPD tahun sebelumnya, karena jika
menurun maka ada kecenderungan realisasi rasio PAD
terhadap TPD hanya meningkat sedikit. Contoh: Pada
tahun 2010 realisasi PAD terhadap TPD Kota Semarang
sudah mencapai 20,20 persen, maka target tahun 2011
seyogyanya lebih besar dari angka itu yaitu ditargetkan
sebesar 22,43 persen, maka realisasi rasio PAD terhadap
23
TPD tahun 2011 menjadi 25,39 persen (berarti naik kurang
lebih 5 persen dari tahun 2010). Selanjutnya target rasio
PAD terhadap TPD tahun 2012 seharusnya lebih tinggi
pencapaian tahun 2011 yang sudah mencapai 25,39
persen, sehingga target rasio PAD terhadap TPD
ditetapkan sebesar 29,31 persen, sehingga realisasi rasio
PAD terhadap TPD tahun 2012 menjadi 30,77 persen
(berarti naik kurang lebih 5 persen dari tahun 2011).
Kemudian target rasio PAD terhadap TPD tahun 2013
seharusnya lebih besar dari pencapaian tahun 2012
sebesar 30,77 persen, namun ternyata target tahun 2013
sedikit diturunkan sehingga hanya menjadi sebesar 30,02
persen (lebih rendah dari pencapaian tahun
sebelumnya), maka realisasi rasio PAD dengan TPD tahun
2013 hanya mencapai 33,11 persen, yaitu hanya naik
kurang lebih 3 persen dari tahun sebelumnya.
Perencanaan target PAD pada tahun 2014 juga
diturunkan lagi maka terjadi kenaikan realisasi rasio PAD
terhadap TPD juga hanya kurang lebih 3 persen saja.
Tabel 2.
Komposisi Pendapatan Daerah Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014 (Persen).
Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1. PAD 20.20 25.39 30.77 33.11 36.35
2. Dana Perimbangan 59.57 47.20 46.07 42.59 40.01
3. Lain-lain PD yang Sah 20.23 27.41 23.16 24.30 23.63
Pendapatan Daerah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber: LKPJ Walikota Semarang AMJ 2010-2015, diolah.
Jadi dengan demikian orientasi penentuan target PAD
harus diubah dari target meningkat sekedar secara
nominal harus digeser menjadi “harus berani pasang
24
target rasio yang meningkat”.
3) Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) yang menunjukkan
tingkat kemampuan keuangan daerah yang masih
Rendah menurut kriteria Prof Abdul Halim – KKD UGM,
namun menurut kriteria Dasril Munir – FISIP UGM sudah
mencapai tingkat sedang sejak tahun 2012. Walaupun
masih termasuk dalam kategori rendah atau sedang
perkembangan DDF itu dari tahun 2010 - 2014 terus
menerus mengalami peningkatan, yang berarti tingkat
kemampuan keuangan daerah Kota Semarang dari
tahun ke tahun meningkat.
Tabel 3.
DDF dan DOF Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen).
Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1. DDF 20.20 25.39 30.77 33.11 36.35
2. DOF 25.32 34.03 44.45 49.50 57.12
Sumber: LKPJ Walikota Semarang AMJ 2010 - 2015, diolah.
4) Derajat Otonomi Fiskal (DOF) yang menunjukkan tingkat
kemandirian keuangan Daerah sepanjang tahun 2010 -
2014 relatif meningkat, dimana pada tahun 2010 baru
mencapai 25,32 persen dan kemudian terus meningkat
sampai menjadi 57,12 persen pada tahun 2014. Kondisi
DOF yang demikian itu berarti tingkat kemandirian
keuangan daerah sudah meningkat dari tingkat rendah
menjadi tingkat sedang dan hubungan keuangan antara
Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat sudah
meningkat dari konsultatif menjadi partisipatif. Gambaran
derajat desentralisasi fiscal dan derajat otonomi fiscal
Kota Semarang tahun 2010 – 2014 adalah:
25
20.20
25.3225.39
34.03
30.77
44.45
33.11
49.50
36.35
57.12
DDF (%) DOF (%)
2010 2011 2012 2013 2014
4/10/2015 39
Gambar 11.
DDF dan DOF Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014 (Persen)
b. Belanja Daerah
1) Belanja Daerah Kota Semarang Tahun Anggaran 2011 -
2014 meningkat rata-rata sebesar 14,64 persen per tahun.
96.07 95.79 94.38
89.45 90.59
85.20 83.76
75.69
69.25
72.76
2010 2011 2012 2013 2014
BTL BL
4/11/2015 46
Gambar 12.
Tingkat Pencapaian Belanja Tidak Langsung dan
Belanja Langsung Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014 (Persen)
26
Sebagaimana digambarkan di atas, ada kecenderungan
tingkat pencapaian Belanja Langsung cenderung lebih
rendah dibandingkan tingkat pencapaian Belanja Tidak
Langsung. Padahal Belanja Langsung itulah yang
ditunggu masyarakat sebagai bentuk stimulant dana
APBD yang diwujudkan dalam berbagai program dan
kegiatan penyelenggaraan urusan pemerintahan.
2) Struktur Belanja Daerah di Kota Semarang selama tahun
2010 – 2012 didominasi oleh Belanja Tidak Langsung yang
berarti proporsi Belanja Langsung lebih rendah jika
dibandingkan Belanja Tidak Langsung, namun pada
tahun 2013 dan 2014 dominasi Belanja Tidak Langsung itu
digeser oleh Belanja Langsung, sehingga proporsi Belanja
Tidak Langsung lebih besar dari Belanja Tidak Langsung.
Pemerintah Kota Semarang seyogyanya senantiasa
menjaga agar proporsi Belanja Langsung itu terus dapat
mendominasi dan diusahakan supaya terus menerus
meningkat dari tahun ke tahun.
Proporsi Belanja Langsung di Kota Semarang
selama tahun 2010 – 2014 memang terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun dimulai dari sebesar
41,44 persen pada tahun 2010 meningkat terus menerus
sampai menjadi 58,39 persen pada tahun 2014.
Sebaliknya proporsi Belanja Tidak Langsung dari tahun
2010 – 2014 ada kecenderungan menurun yaitu dari
sebesar 58,56 persen pada tahun 2010 menurun terus
menerus dari tahun ke tahun sampai menjadi sebesar
41,61 persen pada tahun 2014. Tingkat pencapaian dan
struktur Belanja Daerah Kota Semarang dapat
27
digambarkan sebagai berikut:
4/9/2015 43
No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1 B. Tdk Langsung 96.67 95.96 94.48 94.24 89.64
2 B. Langsung 85.46 87.93 83.92 85.40 87.35
Jumlah B. Daerah 93.31 93.24 90.54 90.67 88.48
TKT PENCAPAIAN BD
No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1 B. Tdk Langsung 72.59 68.03 65.40 61.92 57.68
2 B. Langsung 27.41 31.97 34.60 38.08 42.53
Jumlah B. Daerah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
PROPORSI BELANJA DAERAH
Gambar 13.
Tingkat Pencapaian Belanja dan Struktur Belanja Daerah
Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen)
3) Struktur Belanja Langsung yang ideal adalah apabila
Belanja Langsung itu didominasi oleh Belanja Modal
sebesar 50 persen lebih. Kondisi struktur Belanja Langsung
Kota Semarang pada tahun 2010 - 2012 masih didominasi
oleh Belanja Barang dan Jasa yaitu dari sebesar 55,58
persen pada tahun 2010 sampai menjadi menjadi 48,10
persen pada tahun 2012. Pada tahun 2013 sempat
bergeser didominasi oleh Belanja Modal dengan proporsi
sebesar 46,02 persen namun pada tahun 2014 dominasi
kembali bergeser pada Belanja Barang dan jasa dengan
proporsi sebesar 46,74 persen. Kondisi perkembangan
struktur Belanja Langsung tersebut masih kurang
menggembirakan karena cenderung didominasi Belanja
Barang dan Jasa, sehingga tantangan ke depan
28
Pemerintah Kota Semarang adalah melakukan efisiensi
Belanja Pegawai (Honor) dan Belanja Barang dan Jasa
agar struktur Belanja Langsung ke depan dapat
didominasi Belanja Modal sampai mencapai lebih dari 50
persen. Pada tahun 2014 walaupun belum mendominasi,
proporsi Belanja Modal sudah 45,51 persen dari total
Belanja Langsung.
55.58
51.68
48.10
42.46
46.74
30.15
34.22
37.91
46.02
45.51
2010 2011 2012 2013 2014
BBJS BM
4/11/2015 67
Gambar 14.
Pergeseran Dominasi Struktur Belanja Langsung
Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen)
4) Tingkat pencapaian jenis-jenis Belanja pada Belanja
Langsung menunjukkan bahwa selama tahun 2010 – 2014
tingkat pencapaian Belanja Modal lebih rendah
dibandingkan tingkat pencapaian Belanja Barang dan
Jasa maupun tingkat pencapaian Belanja Pegawai
(Honor). Padahal dalam struktur Belanja Langsung,
Belanja Modal merupakan prioritas yang perlu
diutamakan agar belanja kegiatan lebih berdaya guna
29
dan berhasil guna.
94.25
90.19
85.54 86.19 87.02
70.70
74.13
64.06
56.30
60.07
90.63 88.49
83.72 85.90
97.32
2010 2011 2012 2013 2014
BBJS BM BP(Honor)
4/11/2015 65
Gambar 15.
Tingkat Pencapaian Jenis-Jenis Belanja Langsung
Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen)
5) Komposisi Belanja Daerah berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintahan menunjukkan bahwa proporsi Belanja
Pegawai sudah mengalami penurunan sepanjang tahun
2010 - 2014 yaitu dari sebesar 56,39 persen pada tahun
2010 menjadi sebesar 44,30 persen pada tahun 2014.
Sementara proporsi Belanja Modal sepanjang tahun 2010
– 2014 juga sudah menunjukkan adanya peningkatan
yaitu dari sebesar 12,49 persen pada tahun 2010 terus
meningkat dari tahun ke tahun sampai menjadi 26,58
persen pada tahun 2014. Walaupun proporsi Belanja
Modal sudah mencapai 26,58 persen dari total Belanja
Daerah, namun pencapaian ini masih di bawah
ketentuan yang diatur dalam Permendagri Nomor 27
Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun
30
Anggaran 2014, dimana dalam peraturan perundangan
tersebut dianjurkan Belanja Modal sekurang-kurangnya 30
persen dari Belanja Daerah.
56.39 54.62
59.18
52.19
44.30
12.49
15.01 17.14
23.89 26.58
2010 2011 2012 2013 2014
4/11/2015 80
Gambar 16.
Perkembangan Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja
Modal Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen)
c. Keseimbangan APBD
Target keseimbangan APBD Kota Semarang Tahun 2010 –
2014 Berdasarkan LKPJ Walikota Semarang ATA 2014 dan
AMJ 2010 – 2014 adalah:
Tabel 4.
Keseimbangan Target/ Anggaran APBD Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014
Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pendapatan Daerah 1,594,662,575,000 1,992,693,893,000 2,278,353,606,000 2,594,562,688,000 2,865,509,578,000
2. Belanja Daerah 1,898,877,510,618 2,260,097,665,000 2,418,386,486,000 3,184,087,019,000 3,737,509,710,000
Surplus / (Defisit) (304,214,935,618) (267,403,772,000) (140,032,880,000) (589,524,331,000) (872,000,132,000)
3. Penerimaan Pembiayaan 313,114,935,618 272,303,772,000 207,718,808,732 635,424,331,000 920,179,046,000
4. Pengeluaran Pembiayaan 8,900,000,000 4,900,000,000 67,685,928,732 45,900,000,000 48,178,914,000
Pembiayaan Netto 304,214,935,618 267,403,772,000 140,032,880,000 589,524,331,000 872,000,132,000
SiLPA - - - - -
31
Nampak bahwa dalam P-APBD Kota Semarang sepanjang
Tahun 2010 - 2014 direncanakan deficit besar, dimana deficit
besar itu dalam rangka mengimbangi Penerimaan
Pembiayaan yang membengkak akibat masuknya sumber
SiLPA setelah dilakukan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD tahun anggaran sebelumnya. Maka salah satu alasan
Perubahan APBD adalah dalam rangka mengoptimalkan
pemanfaatan SiLPA. Tetapi yang terjadi SiLPA itu tidak
berkurang karena dimanfaatkan tetapi justru dari tahun ke
tahun ada kecenderungan meningkat. Hal itu menimbulkan
pertanyaan serius: Apakah berarti SiLPA selama ini tidak
pernah digunakan?.
Pada realisasi keseimbangan APBD sepanjang tahun
2010 – 2014 menunjukkan bahwa rencana deficit besar itu
tidak pernah terealisir, justru sebaliknya yang terjadi adalah
deficit kecil (tahun 2010) atau surplus besar (tahun 2011 –
2014).
(109,094,896,578.00)
17,336,923,292.00
480,341,351,574.00
323,080,117,423.00
223,809,978,069.00
2010 2011 2012 2013 2014
4/11/2015 85
Gambar 17.
Perkembangan Surplus/ Defisit Realisasi Keseimbangan
APBD Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen)
32
Perubahan deficit besar menjadi surplus itulah yang memicu
pembengkakaan SiLPA dari tahun ke tahun. Dan apabila
SiLPA ini kemudian masuk ke dalam Penerimaan Pembiayaan
dalam P-APBD yang masa efektif pelaksanaannya maksimal
3 bulan itu, akan berpotensi menjadi SiLPA lagi apabila tetap
dialokasikan untk Belanja Daerah. Berbagai alasan kadang-
kadang kegiatan yang sudah dianggarkan itu tidak jadi
dilaksanakan sehingga menjadi SiLPA lagi. Maka ke depan
disarankan agar Pemerintah Kota Semarang mengupayakan
keluar dari jeratan SiLPA yang semakin besar itu dengan cara
mengkonsentrasikan alokasi dana P-APBD pada Pengeluaran
Pembiayaan terutama ke Penyertaan Modal atau Pemberian
Pinjaman Daerah.
Tabel 5.
Keseimbangan Realisasi APBD Kota Semarang
Tahun 2010 – 2014
Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pendapatan Daerah 1,623,567,254,798 2,053,919,562,042 2,533,676,148,799 2,796,570,726,860 3,185,786,667,455
2. Belanja Daerah 1,732,662,151,376 2,036,582,638,750 2,053,334,797,225 2,473,490,609,437 2,961,976,689,386
Surplus / (Defisit) (109,094,896,578) 17,336,923,292 480,341,351,574 323,080,117,423 223,809,978,069
3. Penerimaan Pembiayaan 313,114,635,840 195,198,550,840 207,718,808,732 635,457,569,772 912,721,021,842
4. Pengeluaran Pembiayaan 8,821,488,200 4,816,665,400 52,602,590,534 45,816,665,353 48,095,579,353
Pembiayaan Netto 304,293,147,640 190,381,885,440 155,116,218,198 589,640,904,419 864,625,442,489
SiLPA 195,198,251,062 207,718,808,732 635,457,569,772 912,721,021,842 1,088,435,420,558
Dengan demikian berdasarkan realisasi keseimbangan APBD
di atas dapat diberikan catatan sebagai berikut:
1) Tidak terealisasinya Defisit besar APBD pada P-APBD
setiap tahun anggaran itu diakibatkan oleh kegagalan
Pemerintah Daerah menyerap anggaran belanja daerah
yang sudah ditetapkan, dimana penyerapan anggaran
belanja daerah hanya mencapai 79,25 persen. Jika
ditelusuri kegagalan penyerapan anggaran belanja
33
daerah itu terjadi lebih besar pada Belanja Langsung
dibandingkan Belanja Tidak Langsung. Berarti lagi-lagi
yang dikorbankan itu adalah masyarakat, karena Belanja
Langsung merupakan ceminan keberpihakan Pemerintah
Daerah pada masyarakat melalui Program dan Kegiatan.
Hal itu juga menunjukkan citra birokrasi Pemerintah
Daerah yang lebih mengedepankan kepentingan
aparatur dari pada kepentingan masyarakat.
2) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) selama tahun
2010 - 2014 cenderung mengalami peningkatan. Besaran
SiLPA itu sudah sangat besar dan selama ini besaran SiLPA
itu tidak dijelaskan dari mana rincian sumbernya, karena
ternyata tidak semua SiLPA ini benar-benar menunjukkan
adanya “efisiensi belanja” tetapi lebih karena “belanja
yang tidak terlaksana” karena kegiatan tidak dapat
direalisasikan pada tahun anggaran yang berjalan.
Dengan adanya penjelasan rincian sumber SiLPA itu akan
lebih mudah mensikapi masing-masing besaran SiLPA
dimaksud.
3) Gejala SiLPA yang dari tahun ke tahun meningkat itu
menjadikan struktur APBD Pemerintah Daerah menjadi
kurang sehat, karena terjerat oleh SiLPA. Fenomena SiLPA
trap (Jeratan SiLPA) inilah yang dicarikan jalan keluarnya
supaya berangsur-angsur kesehatan APBD menjadi pulih.
Jalan keluar yang aman, dapat meningkatkan
pendapatan dan perekonomian daerah adalah
disalurkan untuk pengeluaran pembiayaan yaitu untuk
Penyertaan Modal dan/ atau Pemberian Pinjaman
Daerah. Perkembangan SiLPA Kota Semarang dari tahun
2010 – 2014 itu adalah sebagai berikut:
34
195,198,550,840.00 207,718,808,732.00
635,457,569,772.00
912,721,021,842.00
1,088,435,420,558.00
2010 2011 2012 2013 2014
4/11/2015 86
Gambar 18.
Perkembangan SiLPA Realisasi Keseimbangan
APBD Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen)
C. PENUTUP
Dengan masukan berupa catatan-catatan ini diharapkan
dapat disusun Rekomendasi DPRD atas LKPJ Walikota Semarang
Akhir Tahun Anggaran 2014 dan Akhir Masa Jabaran 2010 – 2015
yang berupa catatan-catatan strategis berupa saran dan masukan
untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan Kota Semarang
dimasa yang akan datang.
Surakarta, April 2015.
Sumardi, SE, M.Si.

More Related Content

What's hot

Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIBLaporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIBEKPD
 
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amjBab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amjCahyo Wiryanto
 
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...Penataan Ruang
 
DRAF REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
DRAF REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009DRAF REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
DRAF REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009Ade Suerani
 
SPM dalam Akuntablititas SKPD
SPM dalam Akuntablititas SKPDSPM dalam Akuntablititas SKPD
SPM dalam Akuntablititas SKPDPSEKP - UGM
 
Permendagri no.22 th 2018
Permendagri no.22 th 2018Permendagri no.22 th 2018
Permendagri no.22 th 2018pandianganedu
 
LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007
LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007
LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007Wiwiek S Ningsih
 
Permendagri nomor 38 tahun 2018
Permendagri nomor 38 tahun 2018 Permendagri nomor 38 tahun 2018
Permendagri nomor 38 tahun 2018 pandianganedu
 
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...Penataan Ruang
 
Laporan Pansus Pertanggungjawaban APBD 2010
Laporan Pansus Pertanggungjawaban APBD 2010Laporan Pansus Pertanggungjawaban APBD 2010
Laporan Pansus Pertanggungjawaban APBD 2010Ade Suerani
 
Orientasi Dewan 4 LAWANG
Orientasi Dewan 4 LAWANGOrientasi Dewan 4 LAWANG
Orientasi Dewan 4 LAWANGhoyin rizmu
 
Permen no.72 th_2013
Permen no.72 th_2013Permen no.72 th_2013
Permen no.72 th_2013davidfirdha
 
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAANKEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAANTri Damri
 
Pp 23 2005 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Pp 23 2005 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan UmumPp 23 2005 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Pp 23 2005 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan UmumSuprijanto Rijadi
 

What's hot (20)

Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIBLaporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
Laporan Akhir EKPD 2010 - Bengkulu - UNIB
 
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amjBab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
Bab iii kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah amj
 
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerin...
 
DRAF REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
DRAF REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009DRAF REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
DRAF REKOMENDASI DPRD SULTRA ATAS LKPJ 2009
 
SPM dalam Akuntablititas SKPD
SPM dalam Akuntablititas SKPDSPM dalam Akuntablititas SKPD
SPM dalam Akuntablititas SKPD
 
Permendagri no.22 th 2018
Permendagri no.22 th 2018Permendagri no.22 th 2018
Permendagri no.22 th 2018
 
LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007
LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007
LKPJ Berdasarkan PP No 3 Tahun 2007
 
Permendagri nomor 38 tahun 2018
Permendagri nomor 38 tahun 2018 Permendagri nomor 38 tahun 2018
Permendagri nomor 38 tahun 2018
 
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...
Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerap...
 
Laporan Pansus Pertanggungjawaban APBD 2010
Laporan Pansus Pertanggungjawaban APBD 2010Laporan Pansus Pertanggungjawaban APBD 2010
Laporan Pansus Pertanggungjawaban APBD 2010
 
Orientasi Dewan 4 LAWANG
Orientasi Dewan 4 LAWANGOrientasi Dewan 4 LAWANG
Orientasi Dewan 4 LAWANG
 
Uu 09 1968
Uu 09 1968Uu 09 1968
Uu 09 1968
 
Analisis Proses
Analisis Proses Analisis Proses
Analisis Proses
 
Renstra
RenstraRenstra
Renstra
 
Standard pelayanan minimum pdf
Standard pelayanan minimum pdfStandard pelayanan minimum pdf
Standard pelayanan minimum pdf
 
Permen no.72 th_2013
Permen no.72 th_2013Permen no.72 th_2013
Permen no.72 th_2013
 
Pp 71 tahun 2010
Pp 71 tahun 2010Pp 71 tahun 2010
Pp 71 tahun 2010
 
Laporan apbd fix
Laporan apbd fixLaporan apbd fix
Laporan apbd fix
 
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAANKEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
KEBIJAKAN PENGANGGARAN DI BIDANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN
 
Pp 23 2005 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Pp 23 2005 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan UmumPp 23 2005 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Pp 23 2005 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
 

Similar to LKPJ Semarang 2014-2015

Kelompok 1 kelas e analisis pdrb kota bandarlampung
Kelompok 1 kelas e   analisis pdrb kota bandarlampungKelompok 1 kelas e   analisis pdrb kota bandarlampung
Kelompok 1 kelas e analisis pdrb kota bandarlampungAula Nurul Ma'rifah
 
renja dishub kutai kartanegara tahun 2020
renja dishub kutai kartanegara tahun 2020renja dishub kutai kartanegara tahun 2020
renja dishub kutai kartanegara tahun 2020Web Master
 
Pengarahan Kepala Bappeda Propinsi Lampung
Pengarahan Kepala Bappeda Propinsi Lampung Pengarahan Kepala Bappeda Propinsi Lampung
Pengarahan Kepala Bappeda Propinsi Lampung BappedaLampungUtara
 
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018Gedhe Foundation
 
Makalah PROSES PERENCANAAN
Makalah PROSES PERENCANAAN Makalah PROSES PERENCANAAN
Makalah PROSES PERENCANAAN febi diostovel
 
Permen no.37 th_2014_lampiran+pedoman+penyusunan+apbd+tahun+2015
Permen no.37 th_2014_lampiran+pedoman+penyusunan+apbd+tahun+2015Permen no.37 th_2014_lampiran+pedoman+penyusunan+apbd+tahun+2015
Permen no.37 th_2014_lampiran+pedoman+penyusunan+apbd+tahun+2015Sutardjo ( Mang Ojo )
 
01 laporan akhir kajian pelaksanaan spm kabupaten nagan raya a
01 laporan akhir kajian pelaksanaan spm kabupaten nagan raya a01 laporan akhir kajian pelaksanaan spm kabupaten nagan raya a
01 laporan akhir kajian pelaksanaan spm kabupaten nagan raya aGuruh Kartika Widjaja
 
Laporan kinerja-tahunan-2016
Laporan kinerja-tahunan-2016Laporan kinerja-tahunan-2016
Laporan kinerja-tahunan-2016Anggi Afrinaldi
 
renjadishub 2018
renjadishub 2018renjadishub 2018
renjadishub 2018Web Master
 
Rkpd 2016 perwali
Rkpd 2016 perwaliRkpd 2016 perwali
Rkpd 2016 perwalifionarazqa
 
Analisis apbd kota jawa timur; dwi yunita rahmi c1 c019044
Analisis apbd kota jawa timur; dwi yunita rahmi c1 c019044Analisis apbd kota jawa timur; dwi yunita rahmi c1 c019044
Analisis apbd kota jawa timur; dwi yunita rahmi c1 c019044DwiYunitaRahmi
 
PPT lahan basah.pptx
PPT lahan basah.pptxPPT lahan basah.pptx
PPT lahan basah.pptxRizzKara
 
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014Mellianae Merkusi
 
03. Bahan PELAPORAN SPM OLEH ZAMZANI KABGREN PART 1 4 MARET 2022.pptx
03. Bahan PELAPORAN SPM OLEH ZAMZANI KABGREN PART 1 4 MARET 2022.pptx03. Bahan PELAPORAN SPM OLEH ZAMZANI KABGREN PART 1 4 MARET 2022.pptx
03. Bahan PELAPORAN SPM OLEH ZAMZANI KABGREN PART 1 4 MARET 2022.pptxMirza836129
 
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...infosanitasi
 
Telaah Kritis RPJMD Kota Sukabumi
Telaah Kritis RPJMD Kota SukabumiTelaah Kritis RPJMD Kota Sukabumi
Telaah Kritis RPJMD Kota SukabumiDadang Solihin
 

Similar to LKPJ Semarang 2014-2015 (20)

Kelompok 1 kelas e analisis pdrb kota bandarlampung
Kelompok 1 kelas e   analisis pdrb kota bandarlampungKelompok 1 kelas e   analisis pdrb kota bandarlampung
Kelompok 1 kelas e analisis pdrb kota bandarlampung
 
renja dishub kutai kartanegara tahun 2020
renja dishub kutai kartanegara tahun 2020renja dishub kutai kartanegara tahun 2020
renja dishub kutai kartanegara tahun 2020
 
Pengarahan Kepala Bappeda Propinsi Lampung
Pengarahan Kepala Bappeda Propinsi Lampung Pengarahan Kepala Bappeda Propinsi Lampung
Pengarahan Kepala Bappeda Propinsi Lampung
 
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
 
Makalah PROSES PERENCANAAN
Makalah PROSES PERENCANAAN Makalah PROSES PERENCANAAN
Makalah PROSES PERENCANAAN
 
Permen no.37 th_2014_lampiran+pedoman+penyusunan+apbd+tahun+2015
Permen no.37 th_2014_lampiran+pedoman+penyusunan+apbd+tahun+2015Permen no.37 th_2014_lampiran+pedoman+penyusunan+apbd+tahun+2015
Permen no.37 th_2014_lampiran+pedoman+penyusunan+apbd+tahun+2015
 
ISI renja 2019
ISI renja 2019ISI renja 2019
ISI renja 2019
 
01 laporan akhir kajian pelaksanaan spm kabupaten nagan raya a
01 laporan akhir kajian pelaksanaan spm kabupaten nagan raya a01 laporan akhir kajian pelaksanaan spm kabupaten nagan raya a
01 laporan akhir kajian pelaksanaan spm kabupaten nagan raya a
 
Laporan kinerja-tahunan-2016
Laporan kinerja-tahunan-2016Laporan kinerja-tahunan-2016
Laporan kinerja-tahunan-2016
 
renjadishub 2018
renjadishub 2018renjadishub 2018
renjadishub 2018
 
Rkpd 2016 perwali
Rkpd 2016 perwaliRkpd 2016 perwali
Rkpd 2016 perwali
 
Analisis apbd kota jawa timur; dwi yunita rahmi c1 c019044
Analisis apbd kota jawa timur; dwi yunita rahmi c1 c019044Analisis apbd kota jawa timur; dwi yunita rahmi c1 c019044
Analisis apbd kota jawa timur; dwi yunita rahmi c1 c019044
 
PPT lahan basah.pptx
PPT lahan basah.pptxPPT lahan basah.pptx
PPT lahan basah.pptx
 
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
Profil Perekonomian Kota Palangka Raya Tahun 2014
 
2 proposal lapor kinerja perumahan bsps 2019
2 proposal lapor kinerja perumahan bsps  20192 proposal lapor kinerja perumahan bsps  2019
2 proposal lapor kinerja perumahan bsps 2019
 
03. Bahan PELAPORAN SPM OLEH ZAMZANI KABGREN PART 1 4 MARET 2022.pptx
03. Bahan PELAPORAN SPM OLEH ZAMZANI KABGREN PART 1 4 MARET 2022.pptx03. Bahan PELAPORAN SPM OLEH ZAMZANI KABGREN PART 1 4 MARET 2022.pptx
03. Bahan PELAPORAN SPM OLEH ZAMZANI KABGREN PART 1 4 MARET 2022.pptx
 
Lakip pemko
Lakip pemkoLakip pemko
Lakip pemko
 
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
 
Telaah Kritis RPJMD Kota Sukabumi
Telaah Kritis RPJMD Kota SukabumiTelaah Kritis RPJMD Kota Sukabumi
Telaah Kritis RPJMD Kota Sukabumi
 
Contoh renja rsud
Contoh renja rsudContoh renja rsud
Contoh renja rsud
 

Recently uploaded

Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelAdhiliaMegaC1
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfNizeAckerman
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAAchmadHasanHafidzi
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptximamfadilah24062003
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.pptsantikalakita
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptAchmadHasanHafidzi
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYARirilMardiana
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IAccIblock
 
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptxfitriamutia
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxTheresiaSimamora1
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptAchmadHasanHafidzi
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptAchmadHasanHafidzi
 
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen StrategikKonsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategikmonikabudiman19
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerjamonikabudiman19
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 

Recently uploaded (16)

Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
 
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
 
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen StrategikKonsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 

LKPJ Semarang 2014-2015

  • 1. CATATAN AKADEMIS PEMBAHASAN LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN ANGGARAN 2014 DAN AKHIR MASA JABATAN TAHUN 2010 - 2015 Oleh : SUMARDI PPEP FEB UNS SURAKARTA SURAKARTA 2015
  • 2. 1 CATATAN AKADEMIS PEMBAHASAN LKPJ WALIKOTA SEMARANG AKHIR TAHUN ANGGARAN 2014 DAN AKHIR MASA JABATAN 2010 - 2015 A. UMUM DAN PERISTILAHAN 1. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD atau disingkat LKPJ adalah laporan yang berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD. 2. Jadi terdapat dua jenis LKPJ yaitu LKPJ Akhir Tahun Anggaran (LKPJ-ATA) yang melaporkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan sepanjang satu tahun anggaran tertentu, dan LKPJ Akhir Masa Jabatan (LKPJ-AMJ) yang merupakan ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya ditambah dengan LKPJ sisa masa jabatan yang belum dilaporkan. 3. LKPJ-ATA disampaikan kepada DPRD paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir untuk setiap tahunnya, sementara LKPJ-AMJ disampaikan kepada DPRD paling lambat 30 hari setelah pemberitahuan DPRD perihal berakhir masa jabatan Kepala Daerah. Pada tahun anggaran terakhir masa jabatan Kepala Daerah, apabila waktu penyampairan LKPJ-ATA dan LKPJ AMJ bersamaan atau berjarak 1 bulan, maka LKPJ-ATA disampaikan bersama dengan LKPJ-AMJ. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang, dalam
  • 3. 2 Pasal 4, ayat (2) dijelaskan bahwa : DPRD Kabupaten/ Kota memberitahukan secara tertulis kepada Bupati/ Walikota dan KPU Kabupaten/ Kota mengenai berakhirnya masa jabatan Bulati/ Walikota dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Bupati/ Walikota Berakhir. 4. LKPJ dapat dipandang sebagai “public responsibility” dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Kepala Daerah melalui DPRD dalam rangka membentuk dan mewujudkan pemerintahan daerah yang transparan dan demokratis. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat, dalam Pasal 16, menyebutkan bahwa LKPJ disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran tahunan dokumen perencanaan jangka menengah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan berpedoman pada dokumen rencana pembangunan jangka panjang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. 6. Penyusunan LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2014 dan Akhir Masa Jabatan 2010 – 2015 ini mengacu pada dokumen perencanaan tahunan yaitu Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Semarang Tahun 2014 (Peraturan Walikota Semarang Nomor 17 Tahun 2013) dan RKPD- RKPD tahun-tahun sebelumnya yaitu Tahun 2010, 2011, 2012, dan 2013 serta dokumen perencanaan jangka menengah berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
  • 4. 3 Kota Semarang Tahun 2010 – 2015. 7. Tujuan penyusunan LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2014 dan Akhir Masa Jabatan 2010 – 2015 ini adalah memberikan laporan kinerja pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah Tahun Anggaran 2014 dan ringkasan kinerja pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah sepanjang Tahun Anggaran 2010 – 2014 yang masing-masing mencakup gambaran umum daerah, arah kebijakan umum pemerintahan daerah, pengelolaan keuangan daerah secara makro, termasuk pendapatan dan belanja daerah, penyelenggaraan urusan desentralisasi yang diklasifikasi menjadi urusan wajib dan urusan pilihan, tugas pembantuan dan penyelenggaraan tugas umum pemerintahan. B. PEMBAHASAN LKPJ 1. Hubungan LKPJ dengan PP Nomor 6 Tahun 2008 Ada keterkaitan antara laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (PP Nomor 58 Tahun 2005), dan rekomendasi/ tanggapan DPRD terhadap LKPJ Kepala Daerah, LPPD dan masukan masyarakat terhadap Informasi LPPD (PP Nomor 3 Tahun 2007) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD). Hubungan keterkaitan itu dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Bahan utama Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD) yang dilaksanakan Pemerintah adalah Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) yang disampaikan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah. b. Selain LPPD, bahan-bahan yang ikut dinilai dalam EPPD
  • 5. 4 adalah rekomendasi DPRD atas LKPJ Kepala Daerah, masukan-masukan masyarakat terhadap Informasi LPPD yang disampaikan Pemerintah Daerah kepada masyarakat dan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD. 2. Gambaran Umum Daerah Gambaran umum daerah dalam LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2014 dan Akhir Masa Jabatan 2010 – 2015 ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang kondisi geografis daerah, gambaran umum demografis/ kependudukan, dan kondisi ekonomi Kota Semarang. Ketiga aspek kondisi daerah itu secara filosofis mengarah pada identifikasi terhadap core competence (unggulan) daerah, dimana untuk mengidentifikasi core competence itu dapat digunakan variable: (a) Distribusi penggunaan lahan, (b) Distribusi lapangan pekerjaan penduduk, dan (c) Distribusi sektoral Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). a. Penyajian gambaran umum dalam dokumen LKPJ Walikota Semarang ATA 2014 dan AMJ 2010 – 2014 ini perlu diberikan catatan kritis sebagai berikut: 1) Aspek Geografis dalam dokumen LKPJ Walikota Semarang ATA 2014 dan AMJ 2010 – 2015 hanya menjelaskan sebatas letak geografis wilayah, batas administrasi daerah, luas wilayah per kecamatan, kondisi topografis, ketinggian wilayah, iklim dan musim, curah hujan serta suhu udara. Dalam aspek geografis ini belum dikemukakan tata guna lahan / pemanfaatan lahan di wilayah Kota Semarang, sehingga tidak dapat dianalisis core competence (unggulan) daerah berdasarkan distribusi penggunaan lahan. Pada masa yang akan
  • 6. 5 datang disarankan kepada Pemerintah Kota Semarang untuk menyajikan gambaran umum geografis ini lebih komprehensif terutama dengan menambahkan data distribusi pemanfaatan lahan. 2) Gambaran umum demografis/ kependudukan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi core competence (unggulan) daerah yang didasarkan pada data tentang distribusi penduduk menurut mata pencaharian atau lapangan pekerjaan. Gambar 1. Mata Pencaharian Penduduk Kota Semarang Tahun 2010 dan 2014 (Persen) Penduduk Kota Semarang pada tahun 2010 sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai buruh yaitu sebesar 40,34 persen, terdiri dari buruh industry sebesar 25,67 persen, buruh bangunan sebesar 12,02 persen dan buruh tani sebesar 2,65 persen. Pada tahun 2014 proporsi penduduk Kota Semang yang memiliki mata
  • 7. 6 pencaharian buruh itu masih mendominasi dengan proporsi meningkat menjadi sebesar 40,44 persen, terdiri dari buruh industry sebesar 25,77 persen, buruh bangunan sebesar 12,04 persen dan buruh tani sebesar 2,63 persen. Dominasi kedua mata pencaharian penduduk Kota Semarang adalah sebagai PNS/ TNI/ POLRI yaitu mencapai proporsi sebesar 13,79 persen pada tahun 2010 dan mengalami peningkatan menjadi sebesar 13,80 persen pada tahun 2014. Kemudian penduduk dengan mata pencaharian sebagai Pedagang memiliki proporsi sebesar 12,58 persen pada tahun 2010 dan pada tahun 2014 menurun proporsinya menjadi 12,56 persen. Mata pencaharian penduduk Kota Semarang yang proporsinya mengalami penurunan antara lain petani/ nelayan, angkutan, pengusaha dan pensiunan. Seangkan mata pencaharian penduduk Kota Semarang yang memiliki proporsi meningkat selama tahun 2010 – 2014 adalah mata pencaharian penduduk lainnya. Dengan demikian berdasarkan data distribusi penduduk menurut mata pencaharian/ lapangan pekerjaan ini, Kota Semarang memiliki core competence (unggulan) daerah pada bidang Jasa-jasa. 3) Informasi tentang unggulan daerah (core competance) juga dapat didasarkan pada distribusi sektoral PDRB Kota Semarang. Berdasarkan data sektoral PDRB Tahun 2010 Kota Semarang Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB), kontribusi sektoral paling dominan dalam pembentukan PDRB itu adalah sektor Perdagangan Hotel dan Restoran yaitu mencapai 27,92 persen dan meningkat menjadi sebesar 28,99 persen pada tahun 2014. Dominasi sektoral PDRB Kota Semarang yang kedua adalah sector Industri
  • 8. 7 dengan kontribusi sebesar 24,16 persen pada tahun 2010 dan meningkat menjadi sebesar 24,54 persen pada tahun 2014. Sektor Konstruksi menempati urutan terbesar ketiga dengan kontribusi menurun dari sebesar 19,82 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar 19,02 persen pada tahun 2014. Sementara sector Angkutan dan Komunikasi serta sector Keuangan mengalami penurunan masing- masing dari 9,82 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar 9,32 persen (sector Angkutan dan Komunikasi), dan dari 2,738 persen menjadi 2,68 persen (sektor Keuangan). DOMINASI SEKTORAL PDRB KOTA SEMARANG Pertanian 1.17% Pertamb 0.17% Industri 24.16% Listrik GAB 1.53% Konstruksi 19.82% PHR 27.92% Angk Kom 9.82% Keuangan 2.73% Jasa-jasa 12.69% DARI TAHUN 2010 KE 2014, DOMINASI SEKTORAL PDRB PADA SEKTOR PHR DAN MENINGKAT, DOMINASI KEDUA SEKTOR INDUSTRI DAN JUGA MENINGKAT. SEKTOR-SEKTOR YG MENINGKAT KONTRIBUSINYA: JASA-JASA. SEKTOR-SEKTOR YG MENURUN KONTRIBUSINYA: PERTANIAN, PERTAMBANGAN, LISTRIK GAB, KONSTRUKSI, ANGK KOM, DAN KEUANGAN. Pertanian 1.00% Pertamb 0.14% Industri 24.54% Listrik GAB 1.47% Konstruksi 19.02% PHR 28.99% Angk Kom 9.32% Keuangan 2.68% Jasa-jasa 12.85% 2010 2014 Gambar 2. Analisis Unggulan Daerah (Core Competance) Berdasarkan Dominasi Sektoral PDRB ADHB (%) Sektor Pertanian di Kota Semarang hanya memberikan sumbangan sebesar 1,17 persen pada tahun 2010 dan menurun menjadi sebesar 1,00 persen pada tahun 2014. Demikian pula sector Pertambangan/ Penggalian
  • 9. 8 memiliki kontribusi sebesar 0,17 persen pada tahun 2010 dan menurun pada tahun 2014 menjadi sebesar 0,14 persen. Dengan demikian berdasarkan kontribusi sektoral PDRB ADHB tahun 2010 - 2014 ini dapat disimpulkan bahwa unggulan daerah (core competance) Kota Semarang adalah bidang Jasa untuk melayanai Industri yang ditopang sector Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sector Angkutan dan Komunikasi serta sector Keuangan. b. Dari simulasi kedua pendekatan untuk mengidentifikasi unggulan daerah (core competance) di atas dapat disimpulkan bahwa unggulan daerah Kota Semarang adalah bidang/ sektor Jasa-jasa. Hal itu juga diperkuat dengan perkembangan struktur ekonomi Kota Semarang yang bercorak perekonomian jasa. STRUKTUR EKONOMI KOTA SEMARANG 1.33 1.31 1.23 1.18 1.14 45.51 45.52 45.48 45.24 45.02 53.15 53.18 53.29 53.58 53.84 2010 2011 2012 2013 2014 Primer (Agriculture) Sekunder (Manufacture) Tersier (Service) STRUKTUR EKONOMI KOTA SEMARANG SEPANJANG 2010 – 2014 ADALAH PEREKONOMIAN TERSIER YG SEMAKIN MENGUAT KELOMPOK SEKTOR PRIMER DAN SEKUNDER ADA KECENDERUNGAN MELEMAH SELAMA TAHUN 2010 – 2014, SHG KE DEPAN STRUKTUR PEREKONOMIAN KOTA SEMARANG INI PEREKONOMIAN TERSIER YANG MELAYANI PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI  SEKTOR PENDUKUNG : PHR, ANGK KOM, BANK DLL. NO LAPANGAN USAHA 2010 2011 2012 2013*) 2014**) (Persen) (Persen) (Persen) (Persen) (Persen) 1 Primer(A) 1.33 1.31 1.23 1.18 1.14 2 Sekunder(M) 45.51 45.52 45.48 45.24 45.02 3 Tersier(S) 53.15 53.18 53.29 53.58 53.84 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Gambar 3. Struktur Perekonomian Kota Semarang Tahun 2010 - 2014 (%)
  • 10. 9 Struktur perekonomian Kota Semarang sepanjang tahun 2010 – 2014 adalah perekonomian Jasa yang semakin menguat. Sementara itu kelompok sektor Primer dan Sekunder perkembangannya cenderung menurun dalam kurun waktu yang sama. Penguatan struktur jasa yang terus berkembang di Kota Semarang itu terutama harus diarahkan untuk mampu melayani lebih baik kepada struktur industry dan struktur pertanian yang cenderung melemah, sehingga terhadap hal ini perlu dipertanyakan kepada Pemerintah Kota Semarang berkaitan dengan LKPJ ATA 2014 dan AMJ 2010 – 2015 ini, yaitu : 1) Sejauhmana keberpihakan program dan kegiatan Pemerintah Kota Semarang terhadap pengembangan dan pemberdayaan potensi bidang/ sektor Jasa-jasa dalam melayani sector industri Pengolahan dan sektor pertanian tersebut?. 2) Seberapa besar komitmen penganggaran Pemerintah Kota Semarang untuk mengembangkan dan memberdayakan bidang/ sektor Jasa-jasa dalam rangka mendukung pelayanan sektor Industri dan sektor pertanian itu?. 3) Sejauhmana hasil-hasil pembangunan dalam rangka penyelenggaraan urusan pilihan bidang Jasa-jasa dalam arti luas yang meliputi jasa perdagangan, jasa transportasi dan komunikasi, jasa keuangan dan perbankan, serta jasa perusahaan dengan fokus perhatian: (a) Pembangunan dan Perlindungan Pasar Tradisional. (b) Pembinaan dan Pengendalian Pasar/ Pertokoan Modern. (c) Pengembangan Jasa Perbankan dan Lembaga
  • 11. 10 Keuangan lainnya. (d) Peningkatan moda dan sarana tansportasi dan kualitas jasa Perhubungan. (e) Pengembangan pusat-pusat pendidikan dan pelatihan kualitas serta ketrampilan sumberdaya manusia. (f) Penguatan kelembagaan ketenagakerjaan dan hubungan industrial perusahaan. (g) Dan sebagainya. c. Sehubungan dengan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia di Kota Semarang, dalam gambaran umum kondisi demografis pada dokumen LKPJ Walikota Semarang ATA 2014 dan AMJ 2010 – 2015, juga disampaikan penjelasan komposisi Penduduk menurut tingkat pendidikan pada tahun 2010 – 2014. PENDIDIKAN PENDUDUK KOTA SEMARANG DARI TAHUN 2010 KE 2014, DOMINASI PENDIDIKAN PENDUDUK ADL TAMAT SD/MI, DAN CENDERUNG MENINGKAT. DOMINASI KEDUA ADL TAMAT SMA/MA/SEDERAJAT DAN JUGA CENDERUNG MENINGKAT. KEMUDIAN TDK/BLM TAMAT SD DAN SEDIKIT MENURUN. JADI TOTAL TAMAT PENDIDIKAN DASAR (SD DAN SMP) MENCAPAI 43,16% (2010) DAN MENINGKAT JADI 43,21% (2014). Tidak/Belum Sekolah 6.53% Tidak/Belum Tamat SD 20.38% Tamat SD/ MI 22.90% Tamat SMP/MI/seder ajat 20.31% Tamat SMA/MA/sede rajat 21.13% Tamat Akademi/D3 4.33% Tamat D4/S1/S2/S3 4.43% 2010 2014 Tidak/Belum Sekolah 6.54% Tidak/Belum Tamat SD 20.39% Tamat SD/ MI 22.87% Tamat SMP/MI/seder ajat 20.29% Tamat SMA/MA/sede rajat 21.11% Tamat Akademi/D3 4.35% Tamat D4/S1/S2/S3 4.45% Gambar 3. Komposisi Penduduk Kota Semarang Menurut Tingkat Pendidikan (%)
  • 12. 11 Sebagian besar pendidikan penduduk Kota Semarang pada tahun 2010 adalah Pendidikan Dasar dengan proporsi sebesar 43,16 persen terdiri dari Tamat SD dan Sederajat sebesar 22,87 persen dan Tamat SLTP dan sederajat sebesar 20,29 persen. Pada tahun 2014 proporsi penduduk dengan tingkat pendidikan dasar meningkat menjadi sebesar 43,21 persen yang terdiri dari Tamat SD dan sederajat sebesar 22,90 persen dan tamat SLTP dan sederajat sebesar 20,31 persen. Kondisi data seperti yang tersaji di atas banyak menimbulkan pertanyaan kritis yang perlu disampaikan pada Pemerintah Kota Semarang, antara lain: 1) Komposisi penduduk Kota Semarang menurut tingkat pendidikan masih didominasi penduduk dengan pendidikan dasar yaitu mencapai 43,16 persen pada tahun 2010 terdiri dari Tamat SD dan Sederajat sebesar 22,87 persen dan Tamat SLTP dan sederajat sebesar 20,29 persen, dan kemudian meningkat menjadi sebesar 43,21 persen yang terdiri dari Tamat SD dan sederajat sebesar 22,90 persen dan tamat SLTP dan sederajat sebesar 20,31 persen. Sejauhmana penyelenggaraan urusan pendidikan dapat mempengaruhi pergeseran dominasi penduduk menurut tingkat pendidikan dari pendidikan dasar menuju tingkat pendidikan yang lebih tinggi?. 2) Tingkat pendidikan penduduk Kota Semarang yang tamar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sederajat sebesar 21,11 persen pada tahun 2010 dan meningkat sedikit menjadi sebesar 21,13 persen pada tahun 2014. Kondisi di atas membutuhkan kerja keras peningkatan dan pengembangan kualitas serta ketrampilan sumberdaya manusia oleh Pemerintah Kota Semarang maupun seluruh elemen stakeholder kota.
  • 13. 12 3) Selain didominasi penduduk dengan pendidikan tingkat dasar (SD dan SMP), masih terdapat pula penduduk yang Tidak/ Belum Tamat SD/ Sederajat sebesar 20,39 persen pada tahun 2010 dan sedikit menurun menjadi 20,38 persen pada tahun 2014. Sejauhmana program wajar dikdas 9 tahun dapat menyentuh keberadaan mereka?. 4) Penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu dari Diploma 1 sampai dengan S-3 kalau dijumlahkan hanya sebesar 8,80 persen pada tahun 2010 dan menurun menjadi sebesar 8,76 persen pada tahun 2014. Bagaimana upaya-upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Semarang selama ini agar proporsi penduduk dengan kelompok pendidikan tinggi ini meningkat kuantitasnya dan juga meningkat peran serta kontribusinya dalam pembangunan di Kota Semarang?. d. Gambaran umum ekonomi dalam dokumen LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2014 dan Akhir Masa Jabatan 2010 – 2015 juga menyajikan indikator-indikator makro regional Kota Semarang: 1) Pertumbuhan Ekonomi Angka pertumbuhan ekonomi Kota Semarang sepanjang pada tahun 2010 – 2014 ada kecenderungan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, kecuali tahun 2011 yang lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah. Pada tahun 2010 – 2012 pertumbuhan ekonomi Kota Semarang cenderung meningkat, namun pada dua tahun berikutnya 2013 dan 2014 angka pertumbuhan ekonomi Kota Semarang itu mengalami penurunan. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Semarang (-0,78 persen)
  • 14. 13 selama tahun 2011 – 2014 ini menurun lebih lambat dari penurunan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah (-1,07 persen). PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG 5.87 6.41 6.42 6.20 5.64 6.02 6.28 6.73 6.24 5.71 2010 2011 2012 2013 2014 Semarang JatengPERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG SEPANJANG 2010 – 2014 LEBIH RENDAH DIBANDINGKAN PERTUMBUHAN EKONOMI JATENG, KECUALI 2011 RATA-RATA PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG (6,11%) LEBIH LAMBAT DARI PADA PERTUMBUHAN EKONOMI JATENG (6,20%), LEBIH CEPAT DARI NASIONAL (5,93%)  BAGAIMANA PERAN SMG DI JATENG?. Semarang Jateng Nasional 2010 5.87 6.02 6.10 2011 6.41 6.28 6.50 2012 6.42 6.73 6.23 2013 6.20 6.24 5.78 2014 5.64 5.71 5.02 Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen) Kondisi dan perkembangan pertumbuhan ekonomi Kota Semarang itu menimbulkan pertanyaan antara lain : Bagaimana upaya-upaya Pemerintah Kota Semarang untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga secara terus menerus dapat lebih cepat dari pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah?. Sektor penggerak pertumbuhan apa saja yang perlu diprioritaskan pengembangannya?. 2) Tingkat Inflasi Kondisi stabilitas harga di Kota Semarang ada kecenderungan kondusif untuk kegiatan dunia usaha. Selama tahun 2010 – 2014 meskipun ada kecenderungan
  • 15. 14 meningkat rata-rata sebesar 6,31 persen per tahun tetapi masih terkendali dimana tingkat inflasi tidak sampai double digit (lebih dari 10 persen). LAJU INFLASI KOTA SEMARANG 7.11 2.87 4.85 8.19 8.53 6.88 2.68 4.24 7.99 8.22 2010 2011 2012 2013 2014 Semarang Jateng LAJU INFLASI KOTA SEMARANG SEPANJANG 2010 – 2014 LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN LAJU INFLASI JATENG. RATA-RATA LAJU INFLASI KOTA SEMARANG (6,31%) CENDERUNG LEBIH TINGGI DARI PADA LAJU INFLASI JATENG (6,00%) NAMUN LEBIH RENDAH DARI INFLASI NASIONAL (6,36%)  STABILITAS KOTA SEMARANG RELATIF KONDUSIF BAGI DUNIA USAHA. Semarang Jateng Nasional 2010 7.11 6.88 6.96 2011 2.87 2.68 3.79 2012 4.85 4.24 4.30 2013 8.19 7.99 8.38 2014 8.53 8.22 8.36 Gambar 5. Inflasi di Wilayah Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen) Laju inflasi Kota Semarang sepanjang tahun 2010 – 2014 cenderung lebih tinggi dibandingkan laju inflasi Provinsi Jawa Tengah. 3) PDRB Perkapita PDRB perkapita Kota Semarang selama tahun 2010 – 2014 ada kecenderungan lebih tinggi dibandingkan Pendapatan perkapita Provinsi Jawa Tengah maupun Nasional. Selain nilainya yang cukup tinggi, Pendapatan perkapita Kota Semarang ini juga meningkat lebih tinggi dari pada Pendapatan Perkapita Provinsi Jawa Tengah maupun Nasional. Pertumbuhan Pendapatan Perkapita Kota Semarang sebesar 5,76 persen per tahun, sementara
  • 16. 15 pertumbuhan Pendapatan perkapita Provinsi Jawa Tengah dan Nasional masing-masing hanya tumbuh sebesar 5,12 persen per tahun dan 4,69 persen per tahun. Perkembangan peningkatan PDRB Perkapita Kota Semarang ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Semarang semakin meningkat. PDRB perkapita sebagai pengukur tingkat kesejahteraan daerah memang ada kelemahannya karena belum menunjukkan tingkat pemerataan pendapatan masyarakat. Maka ke depan Pemerintah Kota Semarang seyogyanya juga menyampaikan kondisi dan perkembangan tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat yang dapat diukur dengan Indeks Gini (Gini Ratio) dan indeks ketimpangan pendapatan wilayah yang dapat diukur dengan Indeks Williamson dalam LKPJ ATA maupun LKPJ AMJ. PENDAPATAN PERKAPITA KOTA SEMARANG 2010 2011 2012 2013 2014 Semarang Jateng PDRB PERKAPITA KOTA SEMARANG LEBIH TINGGI DIBANDINGKAN PDRB PERKAPITA JATENG DAN NASIONAL RATA-RATA KENAIKAN PDRB PERKAPITA KOTA SEMARANG (5,76%) CENDERUNG LEBIH TINGGI DARI PADA PDRB PERKAPITA JATENG (5,12%) DAN NASIONAL (4,69%)  BAGAIMANA PERAN SEMARANG DI JATENG?. Semarang Jateng Nasional 2010 13,750,666 5,773,809 9,703,465 2011 14,591,732 6,058,604 10,184,549 2012 15,477,610 6,389,599 10,671,025 2013 16,339,991 6,706,874 11,134,018 2014 17,263,051 7,050,266 11,656,203 Gambar 6. Pendapatan Perkapita Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Rp)
  • 17. 16 4) Indeks Pembangunan Manusia Selain perkembangan PDRB Perkapita, peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Semarang juga ditandai dengan peningkatan indikator IPM Kota Semarang. Sepanjang tahun 2010 – 2014 IPM Kota Semarang mengalami peningkatan dari sebesar 77,11 persen pada tahun 2010 meningkat menjadi 78,95 persen pada tahun 2014. IPM KOTA SEMARANG 77.11 77.42 77.98 78.54 78.95 2010 2011 2012 2013 2014 IPM KOTA SEMARANG SEPANJANG 2010 – 2014 TERUS MENERUS MENINGKAT  SEMAKIN SEJAHTERA INDIKATOR-INDIKATOR UNTUK MENGUATKAN TKT KESEJAHTERAAN INI YG BLM DISAMPAIKAN: - ANGKA KEMISKINAN. - TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA. - KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN (INDEKS GINI/ GINI RATIO) - KETIMPANGAN WILAYAH (INDEKS WILLIAMSON) Gambar 7. Indek Pembangunan Manusia Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 Peningkatan PDRB Perkapita dan IPM Kota Semarang ini memang menunjukkan adanya peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Semarang. Namun demikian untuk memperoleh penilaian yang seimbang terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat, ke depan Pemerintah Kota Semarang seyogyanya selain menyajikan data perkembangan ketimpangan
  • 18. 17 pendapatan masyarakat dengan Indeks Gini dan ketimpangan pendapatan antar wilayah dengan indeks Williamson, juga menyajikan data perkembangan tingkat pengangguran terbuka dan tingkat kemiskinan dalam LKPJ ATA maupun LKPJ AMJ. 5) Status Kinerja Wilayah Kota Semarang Tipologi Klassen menggabungkan penilaian tipologi wilayah menggunakan kriteria Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan perkapita sebagai berikut: TIPOLOGI KLASSEN KOTA SEMARANG TANTANGAN BAGAIMANA MENJADIKAN KOTA SEMARANG  CEPAT MAJU & CEPAT TUMBUH PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SEMARANG 2010 – 2014 LEBIH RENDAH DIBANDING PERTUMBUHAN EKONOMI JATENG, KECUALI 2011  LOW  HIGH  LOW GROWTH PDRB PERKAPITA KOTA SEMARANG SEPANJANG 2010 – 2014 LEBIH TINGGI DIBANDING PDRB PER KAPITA PROVINSI JATENG  HIGH INCOME. STATUS WILAYAH KOTA SEMARANG SCR UMUM HIGH INCOME BUT LOW GROWTH ATAU DAERAH YANG MAJU TETAPI TERTEKAN, KHUSUS 2011 HIGH GROWTH AND HIGH INCOME ATAU DAERAH CEPAT MAJU & CEPAT TUMBUH. Semarang Jateng Nasional 2010 5.87 6.02 6.10 2011 6.41 6.28 6.50 2012 6.42 6.73 6.23 2013 6.20 6.24 5.78 2014 5.64 5.71 5.02 Semarang Jateng Nasional 2010 13,750,666 5,773,809 9,703,465 2011 14,591,732 6,058,604 10,184,549 2012 15,477,610 6,389,599 10,671,025 2013 16,339,991 6,706,874 11,134,018 2014 17,263,051 7,050,266 11,656,203 Gambar 8. Tipologi Klassen Wilayah Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 Berdasarkan dua kriteria di atas, Tipologi Klassen membagi daerah menjadi 4 kategori yaitu: • daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh (high growth and high income) yaitu daerah Kabupaten/ Kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari Provinsi dan memiliki pendapatan perkapita juga
  • 19. 18 lebih tinggi dibanding Provinsi. Kategori ini merupakan kategori daerah yang paling ideal. • daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) yaitu daerah Kabupaten/ Kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari Provinsi tetapi memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi dari Provinsi. • daerah berkembang cepat (high growth but low income) yaitu daerah Kabupaten/ Kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari Provinsi tetapi memiliki pendapatan perkapita lebih rendah dari Provinsi, serta • daerah relatif tertinggal (low growth and low income) yaitu daerah Kabupaten/ Kota yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan perkapita keduanya lebih rendah dari pada Provinsi. Kategori ini merupakan kategori daerah yang paling buruk. Kota Semarang selama tahun 2010 – 2014 memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, kecuali tahun 2011 namun memiliki pendapatan perkapita selalu lebih tinggi dari Provinsi Jawa tengah. Dengan demikian Kota Semarang selama tahun 2010 – 2014 memiliki kategori sebagai daerah yang maju tapi tertekan atau high income but low growth kecuali tahun 2011 yang status kinerjanya sebagai daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh atau high growth and high income. Tantangan ke depant adalah bagaimana menjadikan Kota Semarang pada tahun-tahun mendatang tetap menjadi daerah dengan kategori ideal yaitu daerah
  • 20. 19 yang cepat-maju dan cepat-tumbuh atau high growth and high income. 3. Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah a. Pendapatan Daerah 1) Kondisi pendapatan daerah yang perlu mendapat catatan antara lain adalah bahwa: a) Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2014 meningkat hanya sebesar 25,08 persen, dimana peningkatan ini merupakan peningkatan paling kecil kedua sepanjang 2011 – 2014 setelah tahun 2013 yang tumbuh sebesar 18,77 persen. Tabel 1. Pertumbuhan Pendapatan Daerah Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen) Uraian 2011 2012 2013 2014 Rata-rata 1. PAD 59.01 49.48 18.77 25.08 38.08 2. Dana Perimbangan 0.23 20.41 2.04 7.02 7.43 3. Lain-lain PD yang Sah 71.43 4.23 15.80 10.79 25.56 Pendapatan Daerah 26.51 23.36 10.38 13.92 18.54 Sumber: LKPJ Walikota Semarang AMJ 2010-2015, diolah. Tingkat pertumbuhan PAD tersebut meskipun sudah lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total Pendapatan Daerah (13,92 persen) dan sekaligus merupakan pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan sumber-sumber pendapatan daerah yang lain, karena Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah tumbuh rata-rata lebih rendah yaitu mencapai 10,79 persen dan Dana Perimbangan tumbuh rata- rata hanya sebesar 7,02 persen. Pertanyaan yang muncul dalam kondisi ini adalah: Mengapa angka
  • 21. 20 pertumbuhan PAD di Kota Semarang melemah pada tahun 2013 dan 2014, sementara tahun-tahun sebelumnya meningkat sangat kuat yaitu 59,01 persen (2011) dan 49,48 persen (2012)?. Pertumbuhan PAD dan sumber-sumber pendapatan daerah yang lain pada tahun 2014 dapat digambarkan sebagai berikut: - 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 PAD DP Lain2 Penda Total Penda 25.08 7.02 10.79 13.92 4/10/2015 8 Gambar 9. Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Daerah Kota Semarang Tahun 2014 (Persen) b) Collection Ratio (Rasio Pengumpulan) atau tingkat pencapaian PAD di Kota Semarang tahun 2014 mencapai 118,88 persen. Rasio pengumpulan atau tingkat pencapaian itu juga menunjukkan tingkat efektivitas pengelolaan PAD. Rasio efektivitas ini merupakan rasio realisasi PAD dengan target PAD dengan syarat bahwa target PAD itu harus benar- benar didasarkan pada potensi riil. Jika penentuan target masih didasarkan pada kaidah inkremental
  • 22. 21 (dinaikkan prosentase tertentu dari tahun sebelumnya), maka rasio efektivitas yang sudah mencapai lebih dari 100 persen masih diragukan kebenarannya. - 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 PAD DP Lain2 Penda TotalPD 129.94 100.64 106.40 111.18 4/10/2015 24 Gambar 10. Tingkat Pencapaian Pendapatan Daerah Kota Semarang Tahun 2014 (Persen) Tingkat efektivitas pengelolaan PAD di Kota Semarang berarti sudah sangat efektif (dengan asumsi penentuan target-target PAD dimaksud sudah berdasarkan potensi riil yang ada). Sehingga pertanyaan yang perlu disampaikan kepada Pemerintah Kota Semarang adalah: Apakah penentuan target-target komponen PAD terutama yang berasal dari pajak dan retribusi daerah sudah didasarkan pada data potensi riil yang ada?. Atau penentuan target-target pajak dan retribusi daerah itu masih lebih didasarkan pada kaidah inkremental (dinaikkan persen tertentu dari tahun sebelumnya)?.
  • 23. 22 2) Kontribusi PAD pada Pendapatan Daerah sepanjang tahun 2010 - 2014 mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 kontribusi PAD terhadap Pendapatan Daerah sudah mencapai 36,35 persen hanya naik sekitar tiga persen dari tahun 2013 yang sudah mencapai 33,11 persen. Peningkatan PAD itu sudah mulai melemah sejak dua tahun terkahir, yaitu tahun 2013 dan 2014 dimana untuk dua tahun tersebut kenaikan rasio PAD terhadap TPD sekitar 3 persen, padahal pada tahun 2011 dan 2012 kenaikan rasio PAD terhadap TPD ini lebih kuat yaitu sekitar lima persen. Kontribusi PAD pada total Pendapatan Daerah itu merupakan indikator Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) atau Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah. Hal yang perlu dicatat dalam penentuan target PAD setiap tahun adalah: (a) Target PAD jangan sekedar didasarkan pada peningkatan nilai nominal (Rupiah) tetapi seyogyanya lebih mendasarkan pada peningkatan rasio PAD terhadap Total Pendapatan Daerah, karena kalau hanya meningkat secara nominal belum tentu meningkatkan rasio PAD dan TPD (DDF), tetapi kalau ditingkatkan rasio PAD terhadap TPD secara otomatis PAD secara nominal meningkat; (b) Target rasio PAD terhadap TPD seyogyanya lebih tinggi dari tingkat pencapaian rasio PAD terhadap TPD tahun sebelumnya, karena jika menurun maka ada kecenderungan realisasi rasio PAD terhadap TPD hanya meningkat sedikit. Contoh: Pada tahun 2010 realisasi PAD terhadap TPD Kota Semarang sudah mencapai 20,20 persen, maka target tahun 2011 seyogyanya lebih besar dari angka itu yaitu ditargetkan sebesar 22,43 persen, maka realisasi rasio PAD terhadap
  • 24. 23 TPD tahun 2011 menjadi 25,39 persen (berarti naik kurang lebih 5 persen dari tahun 2010). Selanjutnya target rasio PAD terhadap TPD tahun 2012 seharusnya lebih tinggi pencapaian tahun 2011 yang sudah mencapai 25,39 persen, sehingga target rasio PAD terhadap TPD ditetapkan sebesar 29,31 persen, sehingga realisasi rasio PAD terhadap TPD tahun 2012 menjadi 30,77 persen (berarti naik kurang lebih 5 persen dari tahun 2011). Kemudian target rasio PAD terhadap TPD tahun 2013 seharusnya lebih besar dari pencapaian tahun 2012 sebesar 30,77 persen, namun ternyata target tahun 2013 sedikit diturunkan sehingga hanya menjadi sebesar 30,02 persen (lebih rendah dari pencapaian tahun sebelumnya), maka realisasi rasio PAD dengan TPD tahun 2013 hanya mencapai 33,11 persen, yaitu hanya naik kurang lebih 3 persen dari tahun sebelumnya. Perencanaan target PAD pada tahun 2014 juga diturunkan lagi maka terjadi kenaikan realisasi rasio PAD terhadap TPD juga hanya kurang lebih 3 persen saja. Tabel 2. Komposisi Pendapatan Daerah Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen). Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 1. PAD 20.20 25.39 30.77 33.11 36.35 2. Dana Perimbangan 59.57 47.20 46.07 42.59 40.01 3. Lain-lain PD yang Sah 20.23 27.41 23.16 24.30 23.63 Pendapatan Daerah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Sumber: LKPJ Walikota Semarang AMJ 2010-2015, diolah. Jadi dengan demikian orientasi penentuan target PAD harus diubah dari target meningkat sekedar secara nominal harus digeser menjadi “harus berani pasang
  • 25. 24 target rasio yang meningkat”. 3) Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) yang menunjukkan tingkat kemampuan keuangan daerah yang masih Rendah menurut kriteria Prof Abdul Halim – KKD UGM, namun menurut kriteria Dasril Munir – FISIP UGM sudah mencapai tingkat sedang sejak tahun 2012. Walaupun masih termasuk dalam kategori rendah atau sedang perkembangan DDF itu dari tahun 2010 - 2014 terus menerus mengalami peningkatan, yang berarti tingkat kemampuan keuangan daerah Kota Semarang dari tahun ke tahun meningkat. Tabel 3. DDF dan DOF Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen). Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 1. DDF 20.20 25.39 30.77 33.11 36.35 2. DOF 25.32 34.03 44.45 49.50 57.12 Sumber: LKPJ Walikota Semarang AMJ 2010 - 2015, diolah. 4) Derajat Otonomi Fiskal (DOF) yang menunjukkan tingkat kemandirian keuangan Daerah sepanjang tahun 2010 - 2014 relatif meningkat, dimana pada tahun 2010 baru mencapai 25,32 persen dan kemudian terus meningkat sampai menjadi 57,12 persen pada tahun 2014. Kondisi DOF yang demikian itu berarti tingkat kemandirian keuangan daerah sudah meningkat dari tingkat rendah menjadi tingkat sedang dan hubungan keuangan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat sudah meningkat dari konsultatif menjadi partisipatif. Gambaran derajat desentralisasi fiscal dan derajat otonomi fiscal Kota Semarang tahun 2010 – 2014 adalah:
  • 26. 25 20.20 25.3225.39 34.03 30.77 44.45 33.11 49.50 36.35 57.12 DDF (%) DOF (%) 2010 2011 2012 2013 2014 4/10/2015 39 Gambar 11. DDF dan DOF Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen) b. Belanja Daerah 1) Belanja Daerah Kota Semarang Tahun Anggaran 2011 - 2014 meningkat rata-rata sebesar 14,64 persen per tahun. 96.07 95.79 94.38 89.45 90.59 85.20 83.76 75.69 69.25 72.76 2010 2011 2012 2013 2014 BTL BL 4/11/2015 46 Gambar 12. Tingkat Pencapaian Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen)
  • 27. 26 Sebagaimana digambarkan di atas, ada kecenderungan tingkat pencapaian Belanja Langsung cenderung lebih rendah dibandingkan tingkat pencapaian Belanja Tidak Langsung. Padahal Belanja Langsung itulah yang ditunggu masyarakat sebagai bentuk stimulant dana APBD yang diwujudkan dalam berbagai program dan kegiatan penyelenggaraan urusan pemerintahan. 2) Struktur Belanja Daerah di Kota Semarang selama tahun 2010 – 2012 didominasi oleh Belanja Tidak Langsung yang berarti proporsi Belanja Langsung lebih rendah jika dibandingkan Belanja Tidak Langsung, namun pada tahun 2013 dan 2014 dominasi Belanja Tidak Langsung itu digeser oleh Belanja Langsung, sehingga proporsi Belanja Tidak Langsung lebih besar dari Belanja Tidak Langsung. Pemerintah Kota Semarang seyogyanya senantiasa menjaga agar proporsi Belanja Langsung itu terus dapat mendominasi dan diusahakan supaya terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Proporsi Belanja Langsung di Kota Semarang selama tahun 2010 – 2014 memang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dimulai dari sebesar 41,44 persen pada tahun 2010 meningkat terus menerus sampai menjadi 58,39 persen pada tahun 2014. Sebaliknya proporsi Belanja Tidak Langsung dari tahun 2010 – 2014 ada kecenderungan menurun yaitu dari sebesar 58,56 persen pada tahun 2010 menurun terus menerus dari tahun ke tahun sampai menjadi sebesar 41,61 persen pada tahun 2014. Tingkat pencapaian dan struktur Belanja Daerah Kota Semarang dapat
  • 28. 27 digambarkan sebagai berikut: 4/9/2015 43 No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 1 B. Tdk Langsung 96.67 95.96 94.48 94.24 89.64 2 B. Langsung 85.46 87.93 83.92 85.40 87.35 Jumlah B. Daerah 93.31 93.24 90.54 90.67 88.48 TKT PENCAPAIAN BD No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 1 B. Tdk Langsung 72.59 68.03 65.40 61.92 57.68 2 B. Langsung 27.41 31.97 34.60 38.08 42.53 Jumlah B. Daerah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 PROPORSI BELANJA DAERAH Gambar 13. Tingkat Pencapaian Belanja dan Struktur Belanja Daerah Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen) 3) Struktur Belanja Langsung yang ideal adalah apabila Belanja Langsung itu didominasi oleh Belanja Modal sebesar 50 persen lebih. Kondisi struktur Belanja Langsung Kota Semarang pada tahun 2010 - 2012 masih didominasi oleh Belanja Barang dan Jasa yaitu dari sebesar 55,58 persen pada tahun 2010 sampai menjadi menjadi 48,10 persen pada tahun 2012. Pada tahun 2013 sempat bergeser didominasi oleh Belanja Modal dengan proporsi sebesar 46,02 persen namun pada tahun 2014 dominasi kembali bergeser pada Belanja Barang dan jasa dengan proporsi sebesar 46,74 persen. Kondisi perkembangan struktur Belanja Langsung tersebut masih kurang menggembirakan karena cenderung didominasi Belanja Barang dan Jasa, sehingga tantangan ke depan
  • 29. 28 Pemerintah Kota Semarang adalah melakukan efisiensi Belanja Pegawai (Honor) dan Belanja Barang dan Jasa agar struktur Belanja Langsung ke depan dapat didominasi Belanja Modal sampai mencapai lebih dari 50 persen. Pada tahun 2014 walaupun belum mendominasi, proporsi Belanja Modal sudah 45,51 persen dari total Belanja Langsung. 55.58 51.68 48.10 42.46 46.74 30.15 34.22 37.91 46.02 45.51 2010 2011 2012 2013 2014 BBJS BM 4/11/2015 67 Gambar 14. Pergeseran Dominasi Struktur Belanja Langsung Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen) 4) Tingkat pencapaian jenis-jenis Belanja pada Belanja Langsung menunjukkan bahwa selama tahun 2010 – 2014 tingkat pencapaian Belanja Modal lebih rendah dibandingkan tingkat pencapaian Belanja Barang dan Jasa maupun tingkat pencapaian Belanja Pegawai (Honor). Padahal dalam struktur Belanja Langsung, Belanja Modal merupakan prioritas yang perlu diutamakan agar belanja kegiatan lebih berdaya guna
  • 30. 29 dan berhasil guna. 94.25 90.19 85.54 86.19 87.02 70.70 74.13 64.06 56.30 60.07 90.63 88.49 83.72 85.90 97.32 2010 2011 2012 2013 2014 BBJS BM BP(Honor) 4/11/2015 65 Gambar 15. Tingkat Pencapaian Jenis-Jenis Belanja Langsung Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen) 5) Komposisi Belanja Daerah berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan menunjukkan bahwa proporsi Belanja Pegawai sudah mengalami penurunan sepanjang tahun 2010 - 2014 yaitu dari sebesar 56,39 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar 44,30 persen pada tahun 2014. Sementara proporsi Belanja Modal sepanjang tahun 2010 – 2014 juga sudah menunjukkan adanya peningkatan yaitu dari sebesar 12,49 persen pada tahun 2010 terus meningkat dari tahun ke tahun sampai menjadi 26,58 persen pada tahun 2014. Walaupun proporsi Belanja Modal sudah mencapai 26,58 persen dari total Belanja Daerah, namun pencapaian ini masih di bawah ketentuan yang diatur dalam Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun
  • 31. 30 Anggaran 2014, dimana dalam peraturan perundangan tersebut dianjurkan Belanja Modal sekurang-kurangnya 30 persen dari Belanja Daerah. 56.39 54.62 59.18 52.19 44.30 12.49 15.01 17.14 23.89 26.58 2010 2011 2012 2013 2014 4/11/2015 80 Gambar 16. Perkembangan Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja Modal Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen) c. Keseimbangan APBD Target keseimbangan APBD Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 Berdasarkan LKPJ Walikota Semarang ATA 2014 dan AMJ 2010 – 2014 adalah: Tabel 4. Keseimbangan Target/ Anggaran APBD Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 1. Pendapatan Daerah 1,594,662,575,000 1,992,693,893,000 2,278,353,606,000 2,594,562,688,000 2,865,509,578,000 2. Belanja Daerah 1,898,877,510,618 2,260,097,665,000 2,418,386,486,000 3,184,087,019,000 3,737,509,710,000 Surplus / (Defisit) (304,214,935,618) (267,403,772,000) (140,032,880,000) (589,524,331,000) (872,000,132,000) 3. Penerimaan Pembiayaan 313,114,935,618 272,303,772,000 207,718,808,732 635,424,331,000 920,179,046,000 4. Pengeluaran Pembiayaan 8,900,000,000 4,900,000,000 67,685,928,732 45,900,000,000 48,178,914,000 Pembiayaan Netto 304,214,935,618 267,403,772,000 140,032,880,000 589,524,331,000 872,000,132,000 SiLPA - - - - -
  • 32. 31 Nampak bahwa dalam P-APBD Kota Semarang sepanjang Tahun 2010 - 2014 direncanakan deficit besar, dimana deficit besar itu dalam rangka mengimbangi Penerimaan Pembiayaan yang membengkak akibat masuknya sumber SiLPA setelah dilakukan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun anggaran sebelumnya. Maka salah satu alasan Perubahan APBD adalah dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan SiLPA. Tetapi yang terjadi SiLPA itu tidak berkurang karena dimanfaatkan tetapi justru dari tahun ke tahun ada kecenderungan meningkat. Hal itu menimbulkan pertanyaan serius: Apakah berarti SiLPA selama ini tidak pernah digunakan?. Pada realisasi keseimbangan APBD sepanjang tahun 2010 – 2014 menunjukkan bahwa rencana deficit besar itu tidak pernah terealisir, justru sebaliknya yang terjadi adalah deficit kecil (tahun 2010) atau surplus besar (tahun 2011 – 2014). (109,094,896,578.00) 17,336,923,292.00 480,341,351,574.00 323,080,117,423.00 223,809,978,069.00 2010 2011 2012 2013 2014 4/11/2015 85 Gambar 17. Perkembangan Surplus/ Defisit Realisasi Keseimbangan APBD Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen)
  • 33. 32 Perubahan deficit besar menjadi surplus itulah yang memicu pembengkakaan SiLPA dari tahun ke tahun. Dan apabila SiLPA ini kemudian masuk ke dalam Penerimaan Pembiayaan dalam P-APBD yang masa efektif pelaksanaannya maksimal 3 bulan itu, akan berpotensi menjadi SiLPA lagi apabila tetap dialokasikan untk Belanja Daerah. Berbagai alasan kadang- kadang kegiatan yang sudah dianggarkan itu tidak jadi dilaksanakan sehingga menjadi SiLPA lagi. Maka ke depan disarankan agar Pemerintah Kota Semarang mengupayakan keluar dari jeratan SiLPA yang semakin besar itu dengan cara mengkonsentrasikan alokasi dana P-APBD pada Pengeluaran Pembiayaan terutama ke Penyertaan Modal atau Pemberian Pinjaman Daerah. Tabel 5. Keseimbangan Realisasi APBD Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 1. Pendapatan Daerah 1,623,567,254,798 2,053,919,562,042 2,533,676,148,799 2,796,570,726,860 3,185,786,667,455 2. Belanja Daerah 1,732,662,151,376 2,036,582,638,750 2,053,334,797,225 2,473,490,609,437 2,961,976,689,386 Surplus / (Defisit) (109,094,896,578) 17,336,923,292 480,341,351,574 323,080,117,423 223,809,978,069 3. Penerimaan Pembiayaan 313,114,635,840 195,198,550,840 207,718,808,732 635,457,569,772 912,721,021,842 4. Pengeluaran Pembiayaan 8,821,488,200 4,816,665,400 52,602,590,534 45,816,665,353 48,095,579,353 Pembiayaan Netto 304,293,147,640 190,381,885,440 155,116,218,198 589,640,904,419 864,625,442,489 SiLPA 195,198,251,062 207,718,808,732 635,457,569,772 912,721,021,842 1,088,435,420,558 Dengan demikian berdasarkan realisasi keseimbangan APBD di atas dapat diberikan catatan sebagai berikut: 1) Tidak terealisasinya Defisit besar APBD pada P-APBD setiap tahun anggaran itu diakibatkan oleh kegagalan Pemerintah Daerah menyerap anggaran belanja daerah yang sudah ditetapkan, dimana penyerapan anggaran belanja daerah hanya mencapai 79,25 persen. Jika ditelusuri kegagalan penyerapan anggaran belanja
  • 34. 33 daerah itu terjadi lebih besar pada Belanja Langsung dibandingkan Belanja Tidak Langsung. Berarti lagi-lagi yang dikorbankan itu adalah masyarakat, karena Belanja Langsung merupakan ceminan keberpihakan Pemerintah Daerah pada masyarakat melalui Program dan Kegiatan. Hal itu juga menunjukkan citra birokrasi Pemerintah Daerah yang lebih mengedepankan kepentingan aparatur dari pada kepentingan masyarakat. 2) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) selama tahun 2010 - 2014 cenderung mengalami peningkatan. Besaran SiLPA itu sudah sangat besar dan selama ini besaran SiLPA itu tidak dijelaskan dari mana rincian sumbernya, karena ternyata tidak semua SiLPA ini benar-benar menunjukkan adanya “efisiensi belanja” tetapi lebih karena “belanja yang tidak terlaksana” karena kegiatan tidak dapat direalisasikan pada tahun anggaran yang berjalan. Dengan adanya penjelasan rincian sumber SiLPA itu akan lebih mudah mensikapi masing-masing besaran SiLPA dimaksud. 3) Gejala SiLPA yang dari tahun ke tahun meningkat itu menjadikan struktur APBD Pemerintah Daerah menjadi kurang sehat, karena terjerat oleh SiLPA. Fenomena SiLPA trap (Jeratan SiLPA) inilah yang dicarikan jalan keluarnya supaya berangsur-angsur kesehatan APBD menjadi pulih. Jalan keluar yang aman, dapat meningkatkan pendapatan dan perekonomian daerah adalah disalurkan untuk pengeluaran pembiayaan yaitu untuk Penyertaan Modal dan/ atau Pemberian Pinjaman Daerah. Perkembangan SiLPA Kota Semarang dari tahun 2010 – 2014 itu adalah sebagai berikut:
  • 35. 34 195,198,550,840.00 207,718,808,732.00 635,457,569,772.00 912,721,021,842.00 1,088,435,420,558.00 2010 2011 2012 2013 2014 4/11/2015 86 Gambar 18. Perkembangan SiLPA Realisasi Keseimbangan APBD Kota Semarang Tahun 2010 – 2014 (Persen) C. PENUTUP Dengan masukan berupa catatan-catatan ini diharapkan dapat disusun Rekomendasi DPRD atas LKPJ Walikota Semarang Akhir Tahun Anggaran 2014 dan Akhir Masa Jabaran 2010 – 2015 yang berupa catatan-catatan strategis berupa saran dan masukan untuk perbaikan penyelenggaraan pemerintahan Kota Semarang dimasa yang akan datang. Surakarta, April 2015. Sumardi, SE, M.Si.