SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
1 2
A. KELOMPOK UMUM
1. TUBERKULOSIS (TB) PARU
Tingkat Kemampuan 4A
a. Tuberkulosis (TB) Paru pada Dewasa
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara yang
termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di
Indonesia sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB,
yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR).
Hasil Anamnesis (Subjective)
Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala umum TB Paru
adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang disertai:
1. Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan/atau
2. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
malam dan mudah lelah).
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal
permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan. Pada
auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah
di apex paru, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun.
2. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA) ataukultur
kuman dari spesimen sputum/dahak sewaktu-pagisewaktu.
3. Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
4. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik. Pada TB, umumnya di
apeks paru terdapat gambaran bercakbercak awan dengan batas yang tidak
jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain
yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis),
pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul).
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Pasti TB Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin
pada anak).
Kriteria Diagnosis Berdasarkan International Standards for Tuberkulosis Care
(ISTC 2014) Standar Diagnosis
1. Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas kesehatan harus waspada
terhadap individu dan grup dengan faktor risiko TB dengan melakukan evaluasi
klinis dan pemeriksaaan diagnostik yang tepat pada mereka dengan gejala TB.
2. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama ≥ 2 minggu
yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
3. Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu mengeluarkan dahak,
harus diperiksa mikroskopis spesimen apusan sputum/dahak minimal 2 kali
atau 1 spesimen sputum untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF*, yang diperiksa di
laboratorium yang kualitasnya terjamin, salah satu diantaranya adalah
spesimen pagi. Pasien dengan risiko resistensi obat, risiko HIV atau sakit parah
sebaiknya melakukan pemeriksan Xpert MTB/RIF* sebagai uji diagnostik awal.
Uji serologi darah dan interferon-gamma release assay sebaiknya tidak
digunakan untuk mendiagnosis TB aktif.
4. Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari organ yang
terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis dan histologis. Uji Xpert MTB/RIF
direkomendasikan sebagai pilihan uji mikrobiologis untuk pasien terduga
meningitis karena membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat.
5. Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan/atau kultur dahak. Jika apusan dan uji Xpert
MTB/RIF* negatif pada pasien dengan gejala klinis yang mendukung TB,
sebaiknya segera diberikan pengobatan antituberkulosis setelah pemeriksaan
kultur.
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
1. Tujuan pengobatan:
2. Menyembuhkan, mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas pasien.
3. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
3 4
4. Mencegah kekambuhan TB.
5. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
6. Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya
Prinsip-prinsip terapi:
1. Obat AntiTuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi.
2. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose Combination
(FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
3. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong.
4. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung
jawab kesehatan masyarakat.
5. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah
diobati harus diberi paduan obat lini pertama.
6. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai, diperlukan suatu
pendekatan yang berpihak kepada pasien (patient centered approach) dan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment)
oleh seorang pengawas menelan obat.
7. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator penilaian
terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir tahap awal, bulan
ke-5 dan akhir pengobatan.
8. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek samping
harus tercatat dan tersimpan.
9.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan
1. Tahap awal menggunakan paduan obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan
etambutol.
a. Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri dari 4 jenis obat
(rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol), diminum setiap hari dan
diawasi secara langsung untuk menjamin kepatuhan minum obat dan
mencegah terjadinya kekebalan obat.
b. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya penularan
menurun dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi BTA negatif (konversi)
setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal. Setelah terjadi konversi
pengobatan dilanujtkan dengan tahap lanjut.
2. Tahap lanjutan menggunakan panduan obat rifampisin dan isoniazid
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat (rifampisin dan
isoniazid), namun dalam jangka waktu yg lebih lama (minimal 4 bulan).
b. Obat dapat diminum secara intermitten yaitu 3x/minggu (obat program)
atau tiap hari (obat non program).
c. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan
tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama
pengobatan seluruhnya 6 bulan.
5 6
2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal
pengobatan, putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal pengobatan
selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah suntikan streptomisin, dan 1
bulan HRZE. Pengobatan tahap awal diberikan setiap hari. Tahap lanjutan
diberikan HRE selama 5 bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.
Konseling dan Edukasi
1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
tuberkulosis
2. Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur.
3. Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan
Kriteria Rujukan
1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan
setelah pengobatan dalam jangka waktu tertentu
2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
3. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu
4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
5. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.
Peralatan
1. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.
2. Radiologi
3. Uji Gen Xpert-Rif Mtb jika fasilitas tersedia
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan
ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.
Kriteria hasil pengobatan:
1. Sembuh : pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif pada foto toraks
AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
2. Pengobatan lengkap : pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada foto
toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
3. Meninggal : pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
4. Putus berobat (default) : pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
5. Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan.
6. Pindah (transfer out) : pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan
(register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui
b. Tuberkulosis (TB) Paru pada Anak
Hasil Anamnesis
Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran
kelenjar hilus pada foto toraks. Gejala sistemik/umum TB pada anak:
1. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
2. Masalah Berat Badan (BB):
a. BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas,
ATAU
b. BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik ATAU
c. BB tidak naik dengan adekuat.
3. Demam lama (≥ 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain). Demam umumnya
tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat malam.
4. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
5. Batuk lama atau persisten ≥ 3 minggu, batuk bersifat nonremitting (tidak pernah
reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk lain
telah disingkirkan
6. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak disertai
dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala spesifik TB
pada anak
7 8
Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-
23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan dilakukan 48−72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan
terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa
dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen,
kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan,
dan hasilnya dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali,
hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Selain
ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika ditemukan
vesikel hingga bula. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi
≥10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya.
2. Foto toraks
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada
TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Foto toraks tidak cukup hanya dibuat
secara antero-posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto lateral, mengingat
bahwa pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih jelas. Secara umum,
gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut: a. Pembesaran
kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Milier d. Kalsifikasi dengan infiltrat e. Atelektasis f. Kavitas g. Efusi pleura h.
Tuberkuloma
3. Mikrobiologis
Pemeriksaan di atas sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan
spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung
(gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik
langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan M.
tuberculosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6−8 minggu. Saat ini ada
pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1−3 minggu), yaitu
pemeriksaan Bactec, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit.
Diagnosis (Assessment) Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan
utama, yaitu :
1. Investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan
menular
2. Anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan tanda klinis
yang mengarah ke TB. (Gejala klinis TB pada anak tidak khas)
Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun
demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya positif
namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak
balita.
Catatan:
1. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
2. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik setelah
diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas
3. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar,
milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.
4. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus
dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
9 10
Keterangan: 1. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah sakit 2.
Anak dengan BB >33 kg, harus dirujuk ke rumah sakit. 3. Obat harus diberikan secara
utuh, tidak boleh dibelah. 4. OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh
atau digerus sesaat sebelum diminum.
Evaluasi Hasil Pengobatan
Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan
setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting
adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang
sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermakna,
hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lainlain. Apabila respons
pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan. Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, OAT dapat menimbulkan berbagai efek samping. Efek samping yang cukup
sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin adalah gangguan gastrointestinal,
hepatotoksisitas, ruam dan gatal, serta demam.
Kriteria Rujukan
1. Tidak ada perbaikan klinis dalam 2 bulan pengobatan.
2. Terjadi efek samping obat yang berat.
3. Putus obat yaitu bila berhenti menjalani pengobatan selama >2 minggu.
Peralatan
1. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin.
2. Mantoux test (uji tuberkulin).
3. Radiologi
1. TB DENGAN HIV
Tingkat Kemampuan 3A
Hasil Anamnesis (Subjective)
Batuk tidak merupakan gejala utama pada pasien TB dengan HIV. Pasien diindikasikan
untuk pemeriksaan HIV jika:
1. Berat badan turun drastic
2. Sariawan/Stomatitis berulang
3. Sarkoma Kaposi
4. Riwayat perilaku risiko tinggi seperti Pengguna NAPZA suntikan,
Homoseksual, Waria , Pekerja seks, Pramuria panti pijat
11 12
Pemeriksaan Fisik
Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal permulaan
perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap dapat dijumpai limfositosis/ monositosis, LED
meningkat, Hb turun.
2. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) atau kultur
kuman dari spesimen sputum/ dahak sewaktu-pagisewaktu.
3. Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan
serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
4. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik.
5. Pemeriksaan kadar CD4.
6. Uji anti-HIV
Penegakan Diagnostik (Assessment)
Pada daerah dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada populasi dengan
kemungkinan koinfeksi TB-HIV maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk
seluruh pasien TB sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan
prevalensi HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV diindikasi pada pasien TB
dengan keluhan dan tanda-tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada
pasien TB dengan riwayat risiko terpajan HIV.
Diagnosis Banding
1. Kriptokokosis
2. Pneumocystic carinii pneumonia (PCP)
3. Aspergillosis
Komplikasi
1. Limfadenopati
2. Efusi pleura
3. Penyakit pericardial
4. TB Milier
5. Meningitis TB
Penatalaksanaan
1. Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS
2. Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam
jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepat.
3. Pasien dengan koinfeksi TB-HIV, segera diberikan OAT dan pemberian ARV
dalam 8 minggu pemberian OAT tanpa mempertimbangkan kadar CD4.
4. Perlu diperhatikan, pemberian secara bersamaan membuat pasien menelan
obat dalam jumlah yang banyak sehingga dapat terjadi ketidakpatuhan,
komplikasi, efek samping, interaksi obat dan Immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome.
5. Setiap penderita TB-HIV harus diberikan profilaksis kotrimoksasol dengan dosis
960 mg/hari (dosis tunggal) selama pemberian OAT.
6. Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan
menyebabkan efek toksik berat pada kulit.
7. Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai
yang steril.
8. Desensitisasi obat (INH/Rifampisin) tidak boleh dilakukan karena
mengakibatkan efek toksik yang serius pada hati.
9. Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap
pengobatan, selain dipikirkan terdapatnya malabsorbsi obat. Pada pasien
HIV/AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat
penyerapan, karenanya dosis standar yang diterima suboptimal sehingga
konsentrasi obat rendah dalam serum.
13 14
Konseling dan Edukasi
Konseling dilakukan pada pasien yang dicurigai HIV dengan merujuk pasien ke
pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing).
Kriteria Rujukan
1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan
setelah pengobatan dalam jangka waktu tertentu
2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
3. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu
4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
5. Suspek TB–MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB–MDR .
3. MORBILI
Tingkat Kemampuan 4A
Morbili adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Measles. Nama lain dari
penyakit ini adalah rubeola atau campak. Morbili merupakan penyakit yang sangat
infeksius dan menular lewat udara melalui aktivitas bernafas, batuk, atau bersin. Pada
bayi dan balita, morbili dapat menimbulkan komplikasi yang fatal, seperti pneumonia dan
ensefalitis
Hasil Anamnesis (Subjective)
1. Gejala prodromal berupa demam, malaise, gejala respirasi atas (pilek, batuk),
dan konjungtivitis.
2. Pada demam hari keempat, biasanya muncul lesi makula dan papula eritem,
yang dimulai pada kepala daerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga,
dan menyebar secara sentrifugal ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas,
dan mencapai kaki pada hari ketiga
3. Masa inkubasi 10-15 hari.
4. Belum mendapat imunisasi campak
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
1. Demam, konjungtivitis, limfadenopati general.
2. Pada orofaring ditemukan koplik spot sebelum munculnya eksantem.
3. Gejala eksantem berupa lesi makula dan papula eritem, dimulai pada kepala
pada daerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan menyebar
secara sentrifugal dan ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan
mencapai kaki
4. Pada hari ketiga, lesi ini perlahan-lahan menghilang dengan urutan sesuai
urutan muncul, dengan warna sisa coklat kekuningan atau deskuamasi ringan.
Eksantem hilang dalam 4-6 hari.
Pemeriksaan Penunjang
Pada umumnya tidak diperlukan. Pada pemeriksaan sitologi dapat ditemukan sel datia
berinti banyak pada sekret. Pada kasus tertentu, mungkin diperlukan pemeriksaan
serologi IgM anti-Rubella untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Penegakan Diagnosis (Assessment)
1. Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Diagnosis banding:
a. Erupsi obat
b. Eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum),
c. Scarlet fever
d. Mononukleosis infeksiosa
e. Infeksi Mycoplasma pneumoniae
Komplikasi
Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak yang belum
mendapat imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi dan leukemia. Komplikasi berupa
otitis media, pneumonia, ensefalitis, trombositopenia. Pada anak HIV yang tidak
diimunisasi, pneumonia yang fatal dapat terjadi tanpa munculnya lesi kulit.
15 16
Penatalaksanaan
1. Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang
hilang dari diare dan emesis.
2. Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika terjadi
infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
3. Suplementasi vitamin A diberikan pada:
a. Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
b. Usia 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
c. Usia di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
d. Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai usia,
dilanjutkan dosis ketiga sesuai usia yang diberikan 2-4 minggu kemudian.
Konseling dan Edukasi
Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga
pengobatan bersifat suportif. Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin campak
atau human immunoglobulin untuk pencegahan. Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari
terpapar dengan penderita. Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan
gangguan imun, bayi usia 6 bulan -1 tahun, bayi usia kurang dari 6 bulan yang lahir dari
ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Kriteria Rujukan
Perawatan di rumah sakit untuk campak dengan komplikasi (superinfeksi
bakteri, pneumonia, dehidrasi, croup, ensefalitis)

More Related Content

Similar to idoc.pub_kmk-no-hk0202-menkes-514-2015-ttg-panduan-praktik-klinis-dokter-fasyankes.pdf

Similar to idoc.pub_kmk-no-hk0202-menkes-514-2015-ttg-panduan-praktik-klinis-dokter-fasyankes.pdf (20)

TB Paru (dewasa)
TB Paru (dewasa)TB Paru (dewasa)
TB Paru (dewasa)
 
Manajemen askep tb
Manajemen askep tbManajemen askep tb
Manajemen askep tb
 
BUKU SAKU KADER TB.pptx
BUKU SAKU KADER TB.pptxBUKU SAKU KADER TB.pptx
BUKU SAKU KADER TB.pptx
 
MI 1 - INFORMASI DASAR TBC (2) (2).pptx
MI 1 - INFORMASI DASAR TBC (2) (2).pptxMI 1 - INFORMASI DASAR TBC (2) (2).pptx
MI 1 - INFORMASI DASAR TBC (2) (2).pptx
 
DT TB RO.pptx
DT TB RO.pptxDT TB RO.pptx
DT TB RO.pptx
 
Askep pernapasan tbc
Askep pernapasan tbcAskep pernapasan tbc
Askep pernapasan tbc
 
Asuhan keperawatan klien dengan tb paru
Asuhan keperawatan klien dengan  tb paruAsuhan keperawatan klien dengan  tb paru
Asuhan keperawatan klien dengan tb paru
 
Materi-Penyuluhan-TB.ppt
Materi-Penyuluhan-TB.pptMateri-Penyuluhan-TB.ppt
Materi-Penyuluhan-TB.ppt
 
Tuberkulosis ppt
Tuberkulosis pptTuberkulosis ppt
Tuberkulosis ppt
 
Modul_Pelatihan_Kader_Kesehatan_Peduli_T.pptx
Modul_Pelatihan_Kader_Kesehatan_Peduli_T.pptxModul_Pelatihan_Kader_Kesehatan_Peduli_T.pptx
Modul_Pelatihan_Kader_Kesehatan_Peduli_T.pptx
 
Efek samping-obat-anti-tuberkulosis
Efek samping-obat-anti-tuberkulosisEfek samping-obat-anti-tuberkulosis
Efek samping-obat-anti-tuberkulosis
 
Tuberkulosis Pkm Sempu.pptx
Tuberkulosis Pkm Sempu.pptxTuberkulosis Pkm Sempu.pptx
Tuberkulosis Pkm Sempu.pptx
 
Buku panduan Kader TB Paru
Buku panduan Kader TB ParuBuku panduan Kader TB Paru
Buku panduan Kader TB Paru
 
Farmakoterapi_TBC.pptx
Farmakoterapi_TBC.pptxFarmakoterapi_TBC.pptx
Farmakoterapi_TBC.pptx
 
20 keluarga sehat bd
20 keluarga sehat bd20 keluarga sehat bd
20 keluarga sehat bd
 
EPIDEMIOLOGI_TUBERCULOSIS.ppt
EPIDEMIOLOGI_TUBERCULOSIS.pptEPIDEMIOLOGI_TUBERCULOSIS.ppt
EPIDEMIOLOGI_TUBERCULOSIS.ppt
 
XII MI 1 - INFORMASI DASAR TBC.pptx
XII  MI 1 - INFORMASI DASAR TBC.pptxXII  MI 1 - INFORMASI DASAR TBC.pptx
XII MI 1 - INFORMASI DASAR TBC.pptx
 
ASKEP tuberculosis
ASKEP tuberculosisASKEP tuberculosis
ASKEP tuberculosis
 
Makalah tuberculosis
Makalah tuberculosisMakalah tuberculosis
Makalah tuberculosis
 
Materi penyuluhan tuberculosis (tbc)
Materi penyuluhan tuberculosis (tbc)Materi penyuluhan tuberculosis (tbc)
Materi penyuluhan tuberculosis (tbc)
 

Recently uploaded

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 

Recently uploaded (20)

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 

idoc.pub_kmk-no-hk0202-menkes-514-2015-ttg-panduan-praktik-klinis-dokter-fasyankes.pdf

  • 1. 1 2 A. KELOMPOK UMUM 1. TUBERKULOSIS (TB) PARU Tingkat Kemampuan 4A a. Tuberkulosis (TB) Paru pada Dewasa Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, namun dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Indonesia merupakan negara yang termasuk sebagai 5 besar dari 22 negara di dunia dengan beban TB. Kontribusi TB di Indonesia sebesar 5,8%. Saat ini timbul kedaruratan baru dalam penanggulangan TB, yaitu TB Resisten Obat (Multi Drug Resistance/ MDR). Hasil Anamnesis (Subjective) Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala umum TB Paru adalah batuk produktif lebih dari 2 minggu, yang disertai: 1. Gejala pernapasan (nyeri dada, sesak napas, hemoptisis) dan/atau 2. Gejala sistemik (demam, tidak nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam dan mudah lelah). Pemeriksaan Fisik Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan. Pada auskultasi terdengar suara napas bronkhial/amforik/ronkhi basah/suara napas melemah di apex paru, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah: limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun. 2. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA) ataukultur kuman dari spesimen sputum/dahak sewaktu-pagisewaktu. 3. Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan. 4. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik. Pada TB, umumnya di apeks paru terdapat gambaran bercakbercak awan dengan batas yang tidak jelas atau bila dengan batas jelas membentuk tuberkuloma. Gambaran lain yang dapat menyertai yaitu, kavitas (bayangan berupa cincin berdinding tipis), pleuritis (penebalan pleura), efusi pleura (sudut kostrofrenikus tumpul). Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Pasti TB Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada anak). Kriteria Diagnosis Berdasarkan International Standards for Tuberkulosis Care (ISTC 2014) Standar Diagnosis 1. Untuk memastikan diagnosis lebih awal, petugas kesehatan harus waspada terhadap individu dan grup dengan faktor risiko TB dengan melakukan evaluasi klinis dan pemeriksaaan diagnostik yang tepat pada mereka dengan gejala TB. 2. Semua pasien dengan batuk produktif yang berlangsung selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB. 3. Semua pasien yang diduga menderita TB dan mampu mengeluarkan dahak, harus diperiksa mikroskopis spesimen apusan sputum/dahak minimal 2 kali atau 1 spesimen sputum untuk pemeriksaan Xpert MTB/RIF*, yang diperiksa di laboratorium yang kualitasnya terjamin, salah satu diantaranya adalah spesimen pagi. Pasien dengan risiko resistensi obat, risiko HIV atau sakit parah sebaiknya melakukan pemeriksan Xpert MTB/RIF* sebagai uji diagnostik awal. Uji serologi darah dan interferon-gamma release assay sebaiknya tidak digunakan untuk mendiagnosis TB aktif. 4. Semua pasien yang diduga tuberkulosis ekstra paru, spesimen dari organ yang terlibat harus diperiksa secara mikrobiologis dan histologis. Uji Xpert MTB/RIF direkomendasikan sebagai pilihan uji mikrobiologis untuk pasien terduga meningitis karena membutuhkan penegakan diagnosis yang cepat. 5. Pasien terduga TB dengan apusan dahak negatif, sebaiknya dilakukan pemeriksaan Xpert MTB/RIF dan/atau kultur dahak. Jika apusan dan uji Xpert MTB/RIF* negatif pada pasien dengan gejala klinis yang mendukung TB, sebaiknya segera diberikan pengobatan antituberkulosis setelah pemeriksaan kultur. Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 1. Tujuan pengobatan: 2. Menyembuhkan, mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas pasien. 3. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.
  • 2. 3 4 4. Mencegah kekambuhan TB. 5. Mengurangi penularan TB kepada orang lain 6. Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya Prinsip-prinsip terapi: 1. Obat AntiTuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi. 2. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan. 3. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong. 4. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung jawab kesehatan masyarakat. 5. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama. 6. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai, diperlukan suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien (patient centered approach) dan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat. 7. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator penilaian terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir tahap awal, bulan ke-5 dan akhir pengobatan. 8. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek samping harus tercatat dan tersimpan. 9. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan 1. Tahap awal menggunakan paduan obat rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol. a. Pada tahap awal pasien mendapat pasien yang terdiri dari 4 jenis obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol), diminum setiap hari dan diawasi secara langsung untuk menjamin kepatuhan minum obat dan mencegah terjadinya kekebalan obat. b. Bila pengobatan tahap awal diberikan secara adekuat, daya penularan menurun dalam kurun waktu 2 minggu. c. Pasien TB paru BTA positif sebagian besar menjadi BTA negatif (konversi) setelah menyelesaikan pengobatan tahap awal. Setelah terjadi konversi pengobatan dilanujtkan dengan tahap lanjut. 2. Tahap lanjutan menggunakan panduan obat rifampisin dan isoniazid a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat 2 jenis obat (rifampisin dan isoniazid), namun dalam jangka waktu yg lebih lama (minimal 4 bulan). b. Obat dapat diminum secara intermitten yaitu 3x/minggu (obat program) atau tiap hari (obat non program). c. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama pengobatan seluruhnya 6 bulan.
  • 3. 5 6 2. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal pengobatan, putus berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal pengobatan selama 3 bulan terdiri dari 2 bulan RHZE ditambah suntikan streptomisin, dan 1 bulan HRZE. Pengobatan tahap awal diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE selama 5 bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan. Konseling dan Edukasi 1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit tuberkulosis 2. Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur. 3. Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan Kriteria Rujukan 1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam jangka waktu tertentu 2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan) 3. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu 4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) 5. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR. Peralatan 1. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin. 2. Radiologi 3. Uji Gen Xpert-Rif Mtb jika fasilitas tersedia Prognosis Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik. Kriteria hasil pengobatan: 1. Sembuh : pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negatif pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya. 2. Pengobatan lengkap : pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya. 3. Meninggal : pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. 4. Putus berobat (default) : pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 5. Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau selama pengobatan. 6. Pindah (transfer out) : pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui b. Tuberkulosis (TB) Paru pada Anak Hasil Anamnesis Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks. Gejala sistemik/umum TB pada anak: 1. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive). 2. Masalah Berat Badan (BB): a. BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, ATAU b. BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik ATAU c. BB tidak naik dengan adekuat. 3. Demam lama (≥ 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain lain). Demam umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai keringat malam. 4. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. 5. Batuk lama atau persisten ≥ 3 minggu, batuk bersifat nonremitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab batuk lain telah disingkirkan 6. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak
  • 4. 7 8 Pemeriksaan Penunjang 1. Uji Tuberkulin Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT- 23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48−72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula. Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi ≥10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. 2. Foto toraks Gambaran foto toraks pada TB tidak khas; kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Foto toraks tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih jelas. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut: a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat b. Konsolidasi segmental/lobar c. Milier d. Kalsifikasi dengan infiltrat e. Atelektasis f. Kavitas g. Efusi pleura h. Tuberkuloma 3. Mikrobiologis Pemeriksaan di atas sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan spesimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan M. tuberculosis memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6−8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1−3 minggu), yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit. Diagnosis (Assessment) Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu : 1. Investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif dan menular 2. Anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala dan tanda klinis yang mengarah ke TB. (Gejala klinis TB pada anak tidak khas) Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih. Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup diberikan profilaksis INH terutama anak balita. Catatan: 1. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan. 2. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas 3. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma. 4. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
  • 5. 9 10 Keterangan: 1. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg harus dirujuk ke rumah sakit 2. Anak dengan BB >33 kg, harus dirujuk ke rumah sakit. 3. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah. 4. OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum. Evaluasi Hasil Pengobatan Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis, yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermakna, hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lainlain. Apabila respons pengobatan baik, maka pengobatan dilanjutkan. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, OAT dapat menimbulkan berbagai efek samping. Efek samping yang cukup sering terjadi pada pemberian isoniazid dan rifampisin adalah gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, ruam dan gatal, serta demam. Kriteria Rujukan 1. Tidak ada perbaikan klinis dalam 2 bulan pengobatan. 2. Terjadi efek samping obat yang berat. 3. Putus obat yaitu bila berhenti menjalani pengobatan selama >2 minggu. Peralatan 1. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum, darah rutin. 2. Mantoux test (uji tuberkulin). 3. Radiologi 1. TB DENGAN HIV Tingkat Kemampuan 3A Hasil Anamnesis (Subjective) Batuk tidak merupakan gejala utama pada pasien TB dengan HIV. Pasien diindikasikan untuk pemeriksaan HIV jika: 1. Berat badan turun drastic 2. Sariawan/Stomatitis berulang 3. Sarkoma Kaposi 4. Riwayat perilaku risiko tinggi seperti Pengguna NAPZA suntikan, Homoseksual, Waria , Pekerja seks, Pramuria panti pijat
  • 6. 11 12 Pemeriksaan Fisik Kelainan pada TB Paru tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal permulaan perkembangan penyakit umumnya sulit sekali menemukan kelainan. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan darah lengkap dapat dijumpai limfositosis/ monositosis, LED meningkat, Hb turun. 2. Pemeriksaan mikroskopis kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) atau kultur kuman dari spesimen sputum/ dahak sewaktu-pagisewaktu. 3. Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan. 4. Radiologi dengan foto toraks PA-Lateral/ top lordotik. 5. Pemeriksaan kadar CD4. 6. Uji anti-HIV Penegakan Diagnostik (Assessment) Pada daerah dengan angka prevalensi HIV yang tinggi pada populasi dengan kemungkinan koinfeksi TB-HIV maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh pasien TB sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda-tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat risiko terpajan HIV. Diagnosis Banding 1. Kriptokokosis 2. Pneumocystic carinii pneumonia (PCP) 3. Aspergillosis Komplikasi 1. Limfadenopati 2. Efusi pleura 3. Penyakit pericardial 4. TB Milier 5. Meningitis TB Penatalaksanaan 1. Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa HIV/AIDS 2. Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepat. 3. Pasien dengan koinfeksi TB-HIV, segera diberikan OAT dan pemberian ARV dalam 8 minggu pemberian OAT tanpa mempertimbangkan kadar CD4. 4. Perlu diperhatikan, pemberian secara bersamaan membuat pasien menelan obat dalam jumlah yang banyak sehingga dapat terjadi ketidakpatuhan, komplikasi, efek samping, interaksi obat dan Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome. 5. Setiap penderita TB-HIV harus diberikan profilaksis kotrimoksasol dengan dosis 960 mg/hari (dosis tunggal) selama pemberian OAT. 6. Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena akan menyebabkan efek toksik berat pada kulit. 7. Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali pakai yang steril. 8. Desensitisasi obat (INH/Rifampisin) tidak boleh dilakukan karena mengakibatkan efek toksik yang serius pada hati. 9. Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap pengobatan, selain dipikirkan terdapatnya malabsorbsi obat. Pada pasien HIV/AIDS terdapat korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan, karenanya dosis standar yang diterima suboptimal sehingga konsentrasi obat rendah dalam serum.
  • 7. 13 14 Konseling dan Edukasi Konseling dilakukan pada pasien yang dicurigai HIV dengan merujuk pasien ke pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing). Kriteria Rujukan 1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam jangka waktu tertentu 2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan) 3. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu 4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) 5. Suspek TB–MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB–MDR . 3. MORBILI Tingkat Kemampuan 4A Morbili adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Measles. Nama lain dari penyakit ini adalah rubeola atau campak. Morbili merupakan penyakit yang sangat infeksius dan menular lewat udara melalui aktivitas bernafas, batuk, atau bersin. Pada bayi dan balita, morbili dapat menimbulkan komplikasi yang fatal, seperti pneumonia dan ensefalitis Hasil Anamnesis (Subjective) 1. Gejala prodromal berupa demam, malaise, gejala respirasi atas (pilek, batuk), dan konjungtivitis. 2. Pada demam hari keempat, biasanya muncul lesi makula dan papula eritem, yang dimulai pada kepala daerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan menyebar secara sentrifugal ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki pada hari ketiga 3. Masa inkubasi 10-15 hari. 4. Belum mendapat imunisasi campak Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) 1. Demam, konjungtivitis, limfadenopati general. 2. Pada orofaring ditemukan koplik spot sebelum munculnya eksantem. 3. Gejala eksantem berupa lesi makula dan papula eritem, dimulai pada kepala pada daerah perbatasan dahi rambut, di belakang telinga, dan menyebar secara sentrifugal dan ke bawah hingga muka, badan, ekstremitas, dan mencapai kaki 4. Pada hari ketiga, lesi ini perlahan-lahan menghilang dengan urutan sesuai urutan muncul, dengan warna sisa coklat kekuningan atau deskuamasi ringan. Eksantem hilang dalam 4-6 hari. Pemeriksaan Penunjang Pada umumnya tidak diperlukan. Pada pemeriksaan sitologi dapat ditemukan sel datia berinti banyak pada sekret. Pada kasus tertentu, mungkin diperlukan pemeriksaan serologi IgM anti-Rubella untuk mengkonfirmasi diagnosis. Penegakan Diagnosis (Assessment) 1. Diagnosis umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 2. Diagnosis banding: a. Erupsi obat b. Eksantem virus yang lain (rubella, eksantem subitum), c. Scarlet fever d. Mononukleosis infeksiosa e. Infeksi Mycoplasma pneumoniae Komplikasi Komplikasi lebih umum terjadi pada anak dengan gizi buruk, anak yang belum mendapat imunisasi, dan anak dengan imunodefisiensi dan leukemia. Komplikasi berupa otitis media, pneumonia, ensefalitis, trombositopenia. Pada anak HIV yang tidak diimunisasi, pneumonia yang fatal dapat terjadi tanpa munculnya lesi kulit.
  • 8. 15 16 Penatalaksanaan 1. Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis. 2. Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan antipiretik. Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik. 3. Suplementasi vitamin A diberikan pada: a. Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis. b. Usia 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis. c. Usia di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis. d. Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai usia, dilanjutkan dosis ketiga sesuai usia yang diberikan 2-4 minggu kemudian. Konseling dan Edukasi Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit yang menular. Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif. Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari diare/emesis. Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan. Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan penderita. Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan imun, bayi usia 6 bulan -1 tahun, bayi usia kurang dari 6 bulan yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil. Kriteria Rujukan Perawatan di rumah sakit untuk campak dengan komplikasi (superinfeksi bakteri, pneumonia, dehidrasi, croup, ensefalitis)