Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Perkembangan Ilmu di Dinasti Abbasiyah
1. Sejarah Peradaban Islam
Peran Dinasti Abasiyah dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dinasti abbasiyah merupakan kekhalifahan kedua Islam yang berpusat di baghdad, nama
abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW yang termuda, yaitu
Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani
Hasyim.
Munculnya dinasti ini diawali dengan adanya kampanye oleh Muhammad bin ali, cicit
dari abbas untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga hasyim dengan
slogan”arrhido min ali Muhammad” dan pertentangan semakin memuncak ketika kampanye
dipimpin oleh Abu al-Abbas as-Safah pada tahun 750 M, didukung oleh kelompok oposisi yang
menentang pemerintahan dinasti umayyah seperti Syiah, Khawarij, Qodariyah, Mawail (non-
arab), dan suku arab bagian selatan. As-Safah memilih Khurasan sebagai tempat untuk
memusatkan kekuatan guna mempersiapkan tentara perang dan para penduduk Khurasanpun
sangat mendukung propaganda ini, alasan ini dikarenakan karena orang-orang kufah
mengasumsikan diri mereka bahwa dinasti abbasiyah merupakan keturunan Ali bin Abi
Thalib[1] sehingga keadaan ini meruntuhkan kekuatan terakhir dinasti umayyah di tanah arab
dan Persia dan bani Abbasiyah mendapatkan kemenangan, dan kemenangan ini pula yang
menghantarkan Abu al-Abbas as-Safah menjadi khalifah pertama dinasti abbasiyah dengan
wazirnya Khalid, seorang keturunan keluarga barmaki yang terkenal dikalangan istana sebagai
keluarga yang mempunyai pengaruh besar terhadap kerajaan.
A. Revolusi ilmu pengetahuan
Runtuhnya kekaisaran Yunani dan Romawi menjadi peluang besar bagi dunia Islam
untuk menunjukan kemampuannya dalam berbagai hal, termasuk merevolusi keberadaan ilmu
pengetahuan yang pada saat itu sedang ada dalam kegelapan, dan hasilnya banyak ilmuan-ilmuan
muslim yang menghasilkan karya-karya besar dalam berbagai hal termasuk ilmu pengetahuan
seperti Al-Qanun fi al-Tibb, At-Tashrif, Ihya’‘ulum al-din, Sharh al-burhan li-Aristu.
2. Pada bab ini, penulis akan menjelaskan beberapa ilmu pengetahuan yang mendapat
pengaruh dari Dinasti Abbasiyah, yaitu ilmu kedokteran, hukum, filsafat, dan hadits.
1. Kedokteran
“Ilmu kedokteran adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai keadaan sehat maupun
tidak. Artinya kesehatan bisa hilang, dan jika hilang, perlu diperbaiki. Dengan kata lain, seni
dimana kesehatan berkaitan, dan akan diperbaiki setelah hilang.“ (Ibnu Sina, Al Qanun fi al-
Tibb/The Canon of Medicine).
Kedokteran merupakan cabang ilmu kesehatan yang mempelajari tentang cara-cara untuk
mempertahankan tubuh dari penyakit dan cara-cara untuk penyembuhan tubuh dari penyakit
tersebut. Dalam kemajuannya, ilmuan muslim mempunyai pengaruh yang besar dibidang ini,
bahkan ada yang dinobatkan menjadi bapak kedokteran dunia, yaitu Ibnu sina.
2. Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan dalam bidang politik, ekonomi, dan masyarakat dalam
berbagai cara dan bertindak sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat
dalam kriminalisasi. Dalam pelaksanaannya, hukum mempunyai dua bentuk yaitu hukum pidana
dan hukum pidata.
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal
perbuatan – perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang – undangan dan
berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya.
Dalam hukum pidana dikenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Dalam Islam
hukum pidana dinamakan qisas yaitu nyawa dibalas nyawa, tangan dibalas tangan, tetapi apabila
seseorang membunuh, maka tidak langsung dibunuh tetapi diadakannya penyelidikan lebih lanjut
terlebih dahulu tentang kejadian yang sebenarnya.
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam masyarakat
dengan cara tertentu, hukum ini disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Hukum perdata
digolongkan menjadi beberapa bagian, diantaranya hukum keluarga, hukum harta, hukum
perikatan, dan hukum waris.
3. Khalifah kedua dinasti Abbasiyah, al-Mansur mereformasi baghdad menjadi ibukota
dinasti pada tahun 762 M sehingga membawa perubahan besar pada dunia islam dengan
munculnya titel The Golden Age of Islam dan perubahan hukum-hukum kenegaraan dengan
berdasar pada hukum-hukum berbasis pada Al-Qur’an dan sunnah sehingga menjadi lebih baik
dari sebelumnya.
Pada abad kedua kekuasaan dinasti ini, sekolah tinggi hukum aliran sunni dan syiah
didirikan, salah satu ahli hukumnya adalah Ibnu Rusyd, seorang yang menghabiskan sisa
hidupnya sebagai seorang fisikawan sekaligus hakim. Kedudukannya sebagai pemuka agama
dalam bidang hukum islam dan hakim di kordoba sangat dihormati. Pada zamannya, banyak
orang yang datang untuk berkonsultasi tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan ilmu
hukum. Pada masa Harun ar-Rasyid, mazhab imam Hanifah menjadi dasar hukum karena
pendapat-pendapat hukumnya merupakan sebuah reformasi yang dipengaruhi oleh
perkembangan yang terjadi di kota Kufah, kota yang maju pada zamannya. Salah satu muridnya
adalah Abu Yusuf yang menjadi Qadhi al-Qudhat, yang hidup pada zaman Harun ar-Rasyid.
Pada masa dinasti ini, hukum yang lebih dominan dipakai adalah hukum syi’ah sehingga resmi
menjadi dasar ideologi abbasiyah dalam menentukan hukum dalam mengatasi sebuah kasus.
3. Filsafat
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat diartikan sebagai pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumya.
Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan Khalifah Al-Ma’mun
(813-833 M) kitab-kitab filsafat Yunani diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab, kemudian
dipelajari, didalami, dan diadakan perubahan-perubahan sesuai dengan ajaran Islam. Adapun
tokoh-tokoh filsafat (ahli filsafat) Islam yang hidup pada masa Dinasti Abbasiyah antara lain
Abu Ishak Al-Kindi (809-873 M), Abu Nashr al-Farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1036 M),
Al-Gazali (1058-1111 M), dan Ibnu Rusyd (1126-1198).
Salah satu filsafat terkenal adalah Al-Ghazali, dia adalah orang yang pertama kali
menggabungkan konsep ilmu filsafat dan mistik dalam kehidupan sehari-hari. Pada masanya,
terjadi sebuah krisis kepercayaan yang tinggi dilingkungannya sehingga menggugah al-Ghazali
untuk belajar filsafat dengan maksud untuk mencari kebenaran tentang perbedaan tradisi umat
muslim, dan keputusan terakhirnya adalah menjadi pengikut sufi mistik.
4. Dia juga menulis tentang kriteria seseorang dikatakan murtad secara sistematis, dia menulis
bahwa barang siapa yang berpandangan bahwa bumi diciptakan tanpa ada tujuan, atau tuhan
tidak maha kuasa, kebangkitan setelah mati itu bohong, adalah orang yang ingkar terhadap
agama dan harus dibunuh.
Filsafat yang lainnya adalah al-Kindi, konsep filosofinya berdasar pada konsep fisik dan
metafisik Aristotelian yang hampir sama dengan konsep Neoplato. Dengan dasar filosofinya, al-
Kindi pernah mencoba untuk mempadukan antara konsep pembelajaran islami dengan filosofi
Aristotelian dan Neoplatonic sehingga didirikanlah Mashsha’i atau sekolah keliling yang
mengajarkan tentang islam, dan dialah orang yang menulis risalah On the First Philosophy yang
dipersembahkan untuk khalifah al-Musta’sim.
Mashsha’i yang didirikan oleh al-Kindi banyak mendapatkan perpaduan konsep dari
filosofi lain, seperti al-Farabi yang melengkapi konsep perpaduan awal, dan ibn Sina yang
membawa Mashsha’i menuju puncak kesempurnaan. Banyak orang menyadari bahwa al-Farabi
atau “guru kedua” setelah Aristoteles, bukan hanya sebagai pendiri filosofi politik Islam, tetapi
juga sebagai pendiri filosofi Islam itu sendiri. Dalam penilaian terhadap filosofi Aristoteles dan
Plato, dia menulis komentar pada hukum-hukum yang dibuat oleh Plato. Al-Farabi mendapatkan
pelatihan filosofi dari seorang Kristen bernama Yuhanna b. Haylan.
4. Hadits
Hadits berasal dari bahasa arab yaitu الحديثyang bermakna perkataan, dalam syariat islam
hadits bermakna segala sesuatu yang disandarkan pada nabi besar Muhammad SAW baik
perkataan, perbuatan, maupun apa yang dilakukan para sahabat nabi dan disetujui olehnya. Pada
zaman dinasti Abbasiyah, ilmu hadits merupakan salah satu ilmu yang berkembang pesat,
bahkan para ulama hadits dizaman tersebut masih terkenal sampai hari ini, seperti Imam Bukhori
(194-252 H / 810-866 M), Imam Muslim (204-261 H / 820-875 M), Ibnu Majah (207-273 H /
822-887 M), Abu Dawud (202-275 H / 818-889 M), dan Tirmidzi (200-279 H / 816-82 M),
mereka merupakan para perawi hadits yang terjamin keshahihannya.
Kumpulan hadits yang mereka riwayatkan telah dikumpulkan dalam bentuk buku yang diberi
judul atas nama mereka sendiri, seperti Shahih Bukhori, Shahih Muslim, Sunan Ibnu Majah,
Sunan Abu Dawud, dan Sunan at-Tirmidzi.