Be & gg, fikri aulawi, 55117110125, prof. dr. ir. h. hapzi ali, pre msc, ...
Pt freeport indonesia-bisnis-beretika(1)
1. PT FREEPORT INDONESIA : BISNIS BERETIKA?
Augustina Kurniasih
I. Abstract
Latar Belakang
Persaingan bisnis pada beberapa waktu terakhir ini dapat
dikategorikan sebagai pertarungan pembentukan dan penjagaan image di
mata konsumen atau masyarakat umum. Perusahaan dapat menjadi unggul
dengan pembentukan corporate image yang ramah lingkungan dan memiliki
kepekaan sosial. Keuntungan lain, dengan situasi dan kondisi usaha yang
aman dan harmonis dengan warga sekitar, membuat perusahaan dapat
menjalankan bisnisnya dengan aman dan nyaman.
Indonesia adalah negeri yang kaya. Sumber daya alam Indonesia
melimpah, dari minyak bumi hingga emas, batubara, perak, dan tembaga.
Kekayaan alam tersebut tersebar di berbagai wilayah, dari Sabang hingga
Merauke. Kekayaan ini menjadi salah satu hal yang bisa dibanggakan kepada
dunia. Namun kebanggaan itu dapat berlangsung dalam waktu yang relatif
singkat karena sumberdaya alam merupakan kekayaan yang tidak dapat
diperbaharui, sehingga lambat laun akan habis.
Kekayaan alam Indonesia yang begitu besar, telah mengundang
banyak perusahaan asing ingin melakukan kerjasama pertambangan dengan
pemerintah Indonesia. Salah satu perusahaan asing yang melakukan
kerjasama penambangan di Indonesia adalah PT Freeport Indonesia (PTFI).
Pelaksanaan suatu usaha, termasuk pertambangan, akan berdampak
terhadap masyarakat. Dampak yang diterima masyarakat akan ditentukan dari
kecakapan perusahaan dalam mengelola usahanya (corporate governance).
Sebelum masa krisis, istilah corporate governance hampir tidak
dikenal di Indonesia. Isu mengenai penerapan corporate governance mulai
diperhitungkan dan dianggap penting guna mendukung pemulihan ekonomi
akibat krisis.
http://www.mercubuana.ac.id
2. Banyak pihak menilai bahwa penerapan corporate governance masih
belum memadai terutama untuk memberikan informasi kepada dunia luar.
Padahal diyakini bahwa corporate governance berperan dalam menciptakan
pasar yang stabil.
Kormen (2007) menuliskan bahwa hasil penelitian IICD (The
Indonesian Institute for Corporate Directorship) menunjukkan bahwa
penerapan corporate governance yang baik di perusahaan akan memacu
pertumbuhan perusahaan. Penerapan good corporate governance (GCG)
secara internal akan membawa perusahaan menjadi perusahaan yang
berkinerja lebih baik di masa yang akan datang.
Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut
dengan corporate social responsibility (CSR) dan corporate citizenship (CC).
CSR adalah pengambilan keputusan yang dikaitkan dengan nilai-nilai etika,
memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan hukum, serta menghargai manusia,
masyarakat, dan lingkungan. Sedangkan CC adalah cara perusahaan bersikap
atau memperlihatkan perilaku ketika berhadapan dengan pihak lain sebagai
salah satu cara untuk memperbaiki reputasi dan meningkatkan keunggulan
kompetitif (Djogo, 2005).
Pentingnya penerapan GCG lebih mudah ditunjukkan melalui
perusahaan publik. Bukti empiris menunjukkan para investor berani
membayar tinggi harga saham perusahaan-perusahaan yang well-governance
(Soebekti, 2007).
Beberapa waktu terakhir semakin banyak muncul ketidakpuasan
bahkan kemarahan rakyat sebuah negara karena kekayaan alamnya dikuasai
perusahaan asing atau perusahaan multinasional. Melihat tekanan yang
semakin besar dari perusahaan multinasional pada negara, muncul pertanyaan
apa yang bisa dan sudah diperbuat oleh perusahaan multinasional? Apa
tanggung jawab mereka atas lingkungan dan masyarakat sekitar?
http://www.mercubuana.ac.id
3. Permasalahan
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan salah perusahaan
pertambangan di Indonesia. Perusahaan yang mulai beroperasi di Indonesia
sejak tahun 1967 ini membuat suatu laporan pada tahun 2006. Laporan PTFI
dengan judul “Unsur-unsur Pembangunan Berkelanjutan” memuat uraian
mengenai manfaat ekonomi, perubahan dan pengembangan sosial, serta
pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan perusahaan. Data yang
dikemukakan dalam laporan tersebut, adalah berbagai manfaat ekonomi serta
perubahan dan pengembangan sosial yang telah dilakukan perusahaan pada
tahun 2005 atau akumulasi selama periode 1992-2005.
Beberapa kontribusi PTFI sesuai hasil kajian LPEM-UI yang
diungkapkan dalam laporan tersebut, disajikan pada Tabel 1. Disebutkan pula
bahwa sejak 1996 PTFI telah mengalokasikan sebagian pendapatannya untuk
dimanfaatkan masyarakat setempat melalui Dana Kemitraan Freeport bagi
Pengembangan Masyarakat.
Tabel 1. Kontribusi PTFI Tahun 2005
Unsur konstribusi (terhadap) Nilai
PDB Indonesia 2005 2.4% (Rp 65 trilyun)
PDB PDRB Papua 2005 58%
PDRB Kabupaten Mimika 2005 99%
Pembayaran pajak 1.6% APBN
Pendapatan seluruh rumah tangga 1,3%
Pendapatan seluruh propinsi Papua 42%
Sumber : Laporan PTFI, 2006a
.
Perubahan dan pengembangan sosial yang telah dilaksanakan PTFI
adalah 1) komitmen untuk menyediakan peluang di bidang pengembangan
sosial, pendidikan dan ekonomi, termasuk melatih dan mempekerjakan warga
setempat di wilayah perusahaan, 2) mendukung memelihara tradisi budaya
Asmat dan Kamoro, 3) Mensponsori berbagai kajian sosial, seni, budaya,
bahasa, dan ekonomi terhadap masyarakat Amungme dan Komoro.
Berdasarkan laporan tersebut, apa komplemen atau komentar yang
dapat diberikan dikaitkan dengan : 1) Falsafah Sains, 2) Etika Bisnis, dan 3)
Good Corporate Governance?
http://www.mercubuana.ac.id
4. Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk memberi komplemen atau kritik atas
Laporan CSR dari PTFI. Komplemen dikaitkan dengan falsafah sains, etika
bisnis, dan good corporate governance.
I. TINJAUAN PUSTAKA
Sektor Pertambangan dan Pendapatan Nasional
Sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu sector riil
penyumbang pendapatan nasional Indonesia (GDP). Secara keseluruhan
terdapat 9 sektor penyumbang GDP Indonesia, yaitu 1) pertanian, 2)
pertambangan dan penggalian, 3) industri pengolahan, 4) litsrik, gas, dan air
bersih, 5) bangunan, 6) perdagangan, hotel, dan restoran, 7) pengangkutan
dan komunikasi, 8) keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta 9) jasa-
jasa. Pendapatan nasional dari sector riil menunjukkan hasil yang dapat
diperoleh Negara dari suatu sector usaha atau dari sisi supply.
Perhitungan pendapatan nasional suatu Negara dapat dilakukan
dengan pendekatan gross domestic product (GDP) atau gross national
product (GNP). Perbedaan kedua pendekatan tersebut adalah pada GDP
pendapatan nasional dihitung atas dasar produksi yang dihasilkan di suatu
wilayah Negara, tanpa memperhatikan siapa yang menghasilkan nilai
tersebut. Sementara pendapatan nasional yang dihitung berdasarkan GNP
perhitungan didasarkan produksi yang dihasilkan warga suatu Negara, baik
yang berada di dalam wilayah Negara tersebut maupun yang berada di luar
negeri.
Falsafah Sains
Menurut Suariasumantri (2005), falsafah sains atau filsafat ilmu
merupakan bagian dari epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Sehubungan dengan
permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu
sering dibagi menjadi filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial.
http://www.mercubuana.ac.id
5. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia mengembangkan
pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan demi kelangsungan hidupnya.
Manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari
sekedar kelangsungan hidup. Manusia mampu mengembangkan pengetahuan
karena kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu.
Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran. Penalaran
merupakan proses berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam
menemukan kebenaran.
Sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran mempunyai ciri-ciri
tertentu. Ciri pertama kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir
logis. Ciri kedua, penalaran bersifat analitik. Untuk melakukan kegiataan
analisis dalam menarik suatu kesimpulan
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya
bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio
adalah sumber kebenaran, mengembangkan paham yang disebut sebagai
rasionalisme, sedangkan yang menyatakan fakta yang tertangkap lewat
pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran, mengembangkan paham
empirisme.
Sukarman (2007) menjelaskan bahwa nama semula ilmu ekonomi
adalah filsafat moral. Dalam masa perubahan dari filsafat menjadi ilmu,
penyelidikan filsafat tidak lagi menyeluruh tetapi menjadi lebih sempit dan
bersifat sektoral saja.
Etika Bisnis
Menurut Simanjuntak (2005), etika bisnis menyangkut kepatutan
perilaku semua pihak yang terkait langsung dengan kegiatan suatu
perusahaan. Selanjutnya menurut Sukarman (2007), perilaku etis bukan hanya
tindakan sesaaat saja, tetapi harus menjadi kebiasaan (habit). Oleh karenanya
menumbuhkan budaya etika dalam perusahaan merupakan upaya yang
berkesinambungan. Semenetara Reksodiputro (2004) menyatakan bahwa
http://www.mercubuana.ac.id
6. etika bisnis didasarkan pada nilai-nilai yang melampaui ketentuan atau norma
aturan (peraturan).
Keraf (1998) menjelaskan ada lima prinsip etika bisnis. Pertama,
prinsip otonomi, yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. Kedua, prinsip kejujuran. Kejujuran
dalam berbisnis adalah kunci keberhasilan, termasuk untuk bertahan dalam
jangka panjang, dalam suasana bisnis pernuh persaingan ketat. Ketiga, prinsip
keadilan. Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dalam kegiatan bisnis,
baik dalam relasi eksternal perusahaan maupun relasi internal perusahaan
perlu diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing. Keadilan menuntut
agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Prinsip
keempat, saling menguntungkan. Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan
sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Prinsip kelima,
integritas moral. Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam
diri perlaku bisnis atau perusahaan agar menjalankan bisnis dengan tetap
menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan.
Good Corporate Governance
Corporate governance adalah tata kelola perusahaan. Sementara good
corporate governance (GCG) berarti pengelolaan perusahaan dengan baik.
Menurut Sukarman (2005), good governance dimaksudkan sebagai alat untuk
mengawasi performa pada pengelola sesuai dengan mandatnya. Ada beberapa
unsure good governance, dari berbagai unsur tersebut yang paling relevan
untuk dibicarakan adalah unsur keterbukaan dan tranparancy.
Selanjutnya Reksodiputro (2004), menjelaskan bahwa GCG mengacu
pada standar dasar yang bertujuan pada ketaatan (compliance) terhadap
peraturan negara maupun aturan internal perusahaan. Sesuai Cadburry report
dalam Sukarman (2005), GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan kekuatan (power)
http://www.mercubuana.ac.id
7. dari pengelola dan kewenangan (right) dari pemilik dalam memberikan
pertanggungjawaban kepada pemilik dan publik.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) adalah pengambilan keputusan yang dikaitkan dengan
nilai-nilai etika, memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan hukum, serta
menghargai manusia, masyarakat, dan lingkungan (Djogo, 2005). Dengan
meningkatnya peran swasta antara lain melalui pasar bebas, privatisasi, dan
globalisasi maka semakin luas interaksi dan tanggungjawab perusahaan,
termasuk dalam hal CSRnya.
Manurut Reksodiputro (2004), konsep CSR agak tumpang tindih
dengan konsep good corporate governance (GCG) dan konsep etika bisnis.
Menurut Wienerberg dalam Reksodiputro (2004), CSR lebih berdasarkan
nilai-nilai (value-based) dan fokusnya keluar (eksternal) perusahaan. CSR
ditujukan pada stakeholder yang lebih luas, termasuk, customer, LSM,
supplier, dan komuniti. Dengan demikian, perhatian manajemen tidak saja
harus ditujukan pada standar dasar ekonomi, tetapi juga pada dampak
kegiatan perusahaan terhadap lingkungan hidup, komuniti sekitarnya, dan
masyarakat pada umumnya.
Tanggung jawab sosial perusahaan menurut Utama (2007) didasarkan
pada semua hubungan, tidak hanya dengan masyarakat tetapi juga dengan
pelanggan, pegawai, komunitas, pemilik, pemerintah, supplier, bahkan
competitor. Salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan adalah
community development. Perusahaan yang mengedepankan konsep
community development lebih menekankan pembangunan sosial dan
pembangunan kapasitas masyarakat.
Pendapat serupa disampaikan Djogo (2005) yang menyatakan bahwa
CC menyangkut masalah pembangunan sosial (social development) dan
dilakukan pada konteks partnership dan tata kelola (governance). Prinsip ini
memperhatikan pembangunan masyarakat, perlindungan dan pelestarian
http://www.mercubuana.ac.id
8. lingkungan untuk keberlanjutan lingkungan, serta membantu memperbaiki
kualitas hidup manusia. CC dilakukan melalui manajemen internal yang lebih
baik, membantu memberikan bantuan sumber daya untuk pembangunan
sosial dan kemitraaan dengan masyarakat bukan bisnis dan masyarakat luas.
Menurut Bank Dunia dalam Djogo (2005), tanggung jawab sosial
perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama. Komponen tersebut
adalah: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak azasi manusia, interaksi
dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar,
pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan,
kepemimpinan dan pendidikan, serta bantuan bencana kemanusiaan.
Harahap (2007), menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada
pengertian tunggal mengenai CSR. Jika ditarik benang merahnya, CSR
merupakan bagian strategi bisnis korporasi yang berkaitan dengan
kelangsungan usaha dalam jangka panjang. Filosofi bisnis yang
dikembangkan sejak awal seharusnya adalah pihak korporasi merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari masayrakat sekitar. Sebaliknya,
masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pihak korporasi.
Untuk itu perlu keharmonisan dan keselarasan antara pihak korporasi dan
msayarakat sekitar, agar saling menguntungkan (simbiosis mutualistis).
Kearifan kuno, The Ancient Wisdom, yang berasal dari Timur diberi
label/stigma sebagai mistisisme, tidak rasional, menggunakan intuitif, tidak
dialogis, dan sebagainya. Namun Fritjof Capra menunjukkan adanya
paralelisme antara fisika sub-atomik dengan kearifan kuno. Menurut Capra
dalam Danardono (2004), Barat selama ini hanya mengukur kemajuan dengan
rasionalitas atau intelektualitas. Banyak kenikmatan hidup yang telah dicapai,
namun kemajuan yang melulu rasional dan intelektual ternyata menghasilkan
kerusakan lingkungan, penurunan kualitas kesehatan, dan sebagainya. Kini
disadari bahwa terjadi ketimpangan dalam hidup, sehingga memunculkan
gerakan ekologi, feminisme, dan small is beautiful dalam perekonomian.
Menurut Capra, dalam Taoisme diyakini ada aspek Yin dan Yang secara
bersamaan. Bila aspek Yang telah mencapai klimaksnya, maka Yang akan
http://www.mercubuana.ac.id
9. mundur untuk mmeberi kesempatan pada Yin. Siklus Yin-Yang inilah yang
senantiasa membuat kehidupan berjalan harmonis.
Menurut Keraf (1998) tanggung jawab sosial perusahaan
menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap kepentingan pihak-pihak lain
secara lebih luas daripada sekedar terhadap kepentingan perusahaaan saja.
Ada empat bidang yang termasuk dalam lingkup CSR. Pertama, keterlibatan
perusahaan dalam kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan
masyarakat luas. Kedua, keuntungan ekonomis. Setiap pelaku bisnis,
termasuk perusahaan secara moral dibenarkan untuk mengejar keuntungan
karena dengan demikian ia dapat mempertahankan kelangsungan bisnis dan
perusahaan tersebut. Keterlibatan sosial sebagai wujud tanggung jawab dan
kepedulian perusahaan atas kemajuan masyarakat, akan memunculkan citra
positif mengenai perusahaan dan membuat masyarakat lebih menerima
kehadiran dan produk perusahaan tersebut. Ketiga, memenuhi aturan hukum
yang berlaku di suatu masyarakat. Perusahaan wajib menjaga ketertiban dan
keteraturan sosial. Keempat, hormat pada hak dan kepentingan stakeholder
yang punya kepentingan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan bisnis
perusahaan.
Fauzia (2006) menjelaskan bahwa CSR adalah bentuk filantropi yang
menjadi komitmen kepedulian perusahaan terhadap masyarakat. Filantropi
yang bisa disepadankan dengan kedermawanan sosial merupakan istilah
Yunani yang bisa mencakup semua jenis dan bentuk kegiatan kedermawanan
sosial di berbagai peradaban, wilayah, kultur, dan zaman. Filantropi adalah
segala bentuk kegiatan non pemerintah yang bersifat sukarela dan dilakukan
untuk kepentingan publik.
Peran CSR
Survey “The Millenium Poll on CSR” (1999) dilakukan oleh
Environics International (Toronto), Conference Board (New York), dan
Prince of Wales Business Leader Forum (London) terhadap 25.000 responden
di 23 negara yang ada di 6 benua. Hasil survey menunjukkan bahwa 1)
http://www.mercubuana.ac.id
10. separuh responden peduli mengenai perilaku sosial perusahaan, 2) dua per
tiga responden menyatakan bahwa keberhasilan perusahaan 60% ditentukan
dari penerapan etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap
lingkungan, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), hanya 40%
ditentukan oleh citra perusahaan dan brand image, dan 3) Hanya sepertiga
yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti
finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen (Hasibuan
dan Sedyono, 2002).
Survey lain yang dilakukan pada tahun 2000 oleh Burson Marsteller
menunjukkan bahwa 42% responden percaya bahwa track record dari CSR
akan meningkatkan harga saham dan 89% mengatakan bahwa keputusan
mereka sebagai legislator, regulator, wartawan, dan LSM pada masa yang
akan datang akan diperngaruhi oleh isu-isu CSR. Pelanggan, investor,
kelompok-kelompok komunitas, aktivis-aktivis lingkungan, maupun trading
partner akan menanyakan pada perusahaan detail-detail informasi tentang
kinerja sosial mereka.
Pada saat ini konsep corporate social responsibility (CSR) merupakan
bagian pedoman melaksanakan good corporate governance (GCG). Masalah
etika bisnis dan akuntabilitas bisnis semakin mendapat perhatian masyarakat,
terutama di negara maju, yang biasanya sangat liberal dalam mengatur
perusahaan-perusahaan (Reksodiputro, 2004).
II. PEMBAHASAN
Pembangunan sector riil, termasuk pertambangan dan penggalian
diharapkan berdampak positif yaitu dapat menyerap tenaga kerja,
meningkatkan produktifitas ekonomi, dan dapat menjadi asset pembangunan
nasional maupun daerah. Kenyataan yang dapat dilihat selama puluhan tahun
praktek bisnis dan industri korporasi di Indonesia menunjukkan dampak yang
muncul seringkali justru memarjinalkan masyarakat sekitar.
Pemikiran yang mendasari CSR adalah bahwa perusahaan tidak hanya
mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomi dan legal, tapi juga terdapat
kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan
http://www.mercubuana.ac.id
11. (stakeholder) yang jangkauannya lebih luas dan melebihi kewajiban-
kewajiban yang sudah disebutkan sebelumnya. CSR merupakan konsep
dimana perusahaan secara sukarela menyumbangkan sesuatu ke arah
masyarakat yang lebih baik dan lingkungan hidup yang lebih bersih.
Kehadiran perusahaan multinasioanal seperti PTFI diakui bermanfaat
karena Indonesia membutuhkan tenaga ahli di bidang teknologi
pertambangan dan penggalian agar kekayaan alam bisa dieksploitasi. Tujuan
eksploitasi ini tentunya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun
kehadiran perusahaan multinasional sering memunculkan kontroversi.
Kontroversi tersebut beragam, mulai dari persoalan lingkungan hidup, hingga
persoalan pembagian hasil yang dianggap merugikan negara.
3.1 Sektor Pertambangan di Indonesia
Oktaviani (2006) menyatakan bahwa sector pertambangan dan
penggalian mengalami pertumbuhan paling buruk selama lima tahun terakhir
(2000-2005). Nilai produk sector pertambangan dan penggalian pada tahun
2002 hingga 2004 menurun, sehingga di tahun 2003 dan 2004
pertumbuhannya negative. Rendahnya tingkat pertumbuhan sector ini lebih
disebabkan tidak stabilnya harga dunia untuk produk-produk pertambangan,
seperti pertambangan minyak dan gas bumi, dan terbatasnya sumber-sumber
tambang baru, dan produksi yang relative menurun.
Tabel 1. Perkembangan Sektor Pertambangan dan Penggalian Indonesia,
Tahun 2000-2005
Tahun Nilai
(milyar rupiah)
Pangsa
(%)
Pertumbuhan
(%)
2001 168.244,3 11,66
2002 169.932,0 11.28 1,00
2003 167.603,8 10,63 - 1,37
2004 160.100,4 9,66 - 4,48
2005 162.642,0 9,30 1,59
Sumber : Oktaviani, 2006
http://www.mercubuana.ac.id
12. Meskipun sumbangan sector pertambangan bagi GDP Indonesia tidak
terlalu besar, namun Indonesia masih memiliki potensi untuk
mengembangkan sector pertambangan. Sebagaimana disebutkan Sacha
Winzenreid, penasehat ahli ari Price Waterhouse Coopers bahwa tingkat
pengeluaran eksplorasi Indonesia baru sekitar 2 persen dari pengeluaran
eksplorasi global pada tahun 2005. Sebagai perbandingan ditunjukkan
pengeluaran eksplorasi negara lain, yaitu Amerika Latin mencapai 23 persen,
Kanada 19 persen, Afrika 17 persen, Amerika Serikat 8 persen, Pasifik dan
Asia Tenggara 4 persen, sedangkan bagian dunia lainnya 16 persen.
Selanjutnya disebutkan bahwa dalam hal potensi sumberdaya mineral,
Indonesia mendapat nilai 97 (dari maksimum 100) dan menduduki perringkat
ke tujuh dari 64 wilayah. Enam Negara teratas dalam hal potensi sumberdaya
mineral adalah Rusia, Peru, Mali, Ghana, Republik Demokratik Kongo, dan
Papua Nugini.
Menurut Wahyuni (2007) meski sector pertambangan Indonesia
dinilai sangat prospektif secara geologis, namun kebijakan yang diambil
pemerintah belum mendukung industri pertambangan. Berdasarkan survey
dari Frase Institute selama tahun 2005-2006, kebijakan pertambangan
pemerintah Indonesia mendapat nilai 22 dari nilai maksimum 100. Nilai
tesebut sudah meningkat dibandingkan survey Frase sebelumnya dimana
Indonesia hanya mencapai nilai 12. Dalam hal kebijakan pemerintah di sector
industry pertambangan, Indonesia menduduki peringkat ke enam terakhir dari
64 wilayah. Kebijakan pertambangan Indonesia hanya lebih baik dibanding
Zimbabwe, Papua New Guinea, Republik Demokratik Kongo, Venezuela,
dan Philipina.
Sudah hampir 40 tahun industri pertambangan mineral di Indonesia
gagal membuktikan perannya sebagai penopang perekonomian Indonesia,
apalagi mensejahterakan penduduk lokal dimana bahan mineral tersebut
ditambang. Kontribusi sector ini sekitar 1.6 trilyun rupiah atau sekitar 9-10%
terhadap APBN dalam 5 tahun terakhir (lihat Tabel 1). Nilai tersebut lebih
kecil daripada sector kehutanan. Nilai tambahnya juga rendah, karena bahan
tambang umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah, bukan dalam
http://www.mercubuana.ac.id
13. bentuk bahan jadi atau setengah jadi. Padahal apabila ekspor dilakukan dalam
bentuk barang jadi atau barang setengah jadi, berarti sudah dilakukan
pengubahan bentuk dan dilakukan di dalam negeri. Pengubahan bentuk
tersebut tentunya memberi nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja.
Dengan kata lain, ekspor dalam bentuk bahan mentah mengakibatkan
penyerapan tenaga kerja local menjadi rendah. Sektor pertambangan juga
gagal menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kerusakan lingkungan,
pelanggaran HAM, dan penyelesaian konflik dengan penduduk lokal di
lokasi-lokasi penambangan.
3.2 PTFI
PTFI merupakan salah satu perusahaan pertambangan penghasil
terbesar tembaga dari biji mineral yang juga mengandung emas dalam jumlah
cukup besar. Kontrak Karya (KK) pertama dengan Pemerintah Indonesia
dilakukan pada April 1967 dan kegiatan eksplorasi di Etsberg dimulai pada
Desember 1967. Konstruksi dalam skala besar dimulai pada Mei 1970,
sedangkan ekspor perdana konsentrat tembaga dilakukan pada Desember
1972.
Akhir 1991, KK kedua ditandatangani dan PTFI diberi hak oleh
Pemerintah Indonesia untuk meneruskan operasinya selama sedikitnya 30
tahun ke depan. Artinya hingga tahun 2021 PTFI masih memiliki hak konsesi
di Papua.
Produk tembaga yang berasal dari kompleks pertambangan di Papua
dan juga produk tembaga dari pabrik peleburan di Gresik yang 25%
sahamnya milik PTFI, merupakan bahan yang sangat penting bagi industri
komunikasi, transportasi, elektronika, dan industri lain yang menjadi andalan
dunia.
3.3 CSR PTFI
PTFI adalah sebuah badan hukum. Artinya perusahaan dibentuk
berdasarkan hukum tertentu dan disahkan dengan hukum atau aturan legal.
http://www.mercubuana.ac.id
14. Oleh karena itu keberadaannya dijamin dan sah menurut hukum. Sebagai
badan hukum perusahaan mempunyai hak-hak legal tertentu. Sejalan dengan
itu, perusahaan juga mempunyai kewajiban legal.
Dalam pandangan legal-recognition, perusahaan merupakan usaha
bebas dan produktif yang dibentuk untuk mencapai kepentingan para
pendirinya. Dengan demikian aktivitas perusahaan memang melayani
masyarakat, namun bukan itu tujuan utamanya. Tujuan utama perusahaan
adalah kemakmuran bagi pemegang saham (shareholder).
Sesuai dengan konsep tanggung jawab sosial perusahaan, PTFI harus
bertanggung jawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai
pengaruh atas orang-orang tertentu, masyarakat, serta lingkungan di mana
PTFI beroperasi. Artinya PTFI diharapkan ikut menciptakan suatu
masyarakat yang baik dan sejahtera, bahkan diharapkan ikut melaksanakan
kegiatan tertentu yang tidak semata-mata didasarkan pada perhitungan
keuntungan kontan langsung, melainkan demi kemajuan dan kesejahtreraan
masyarakat.
Tanggung jawab sosial menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap
kepentingan pihak-pihak lain secara lebih luas daripada sekedar kepentingan
perusahaan belaka. Dengan konsep tanggung jawab sosial perusahaan, tidak
dibenarkan perusahaan mengejar keuntungan dengan mengorbankan
kepentingan pihak lain, termasuk masyarakat luas.
Laporan PTFI menunjukkan berbagai kebaikan perusahaan tersebut
bagi pemerintah dan masyarakat Papua. Tentunya perlu disampaikan terima
kasih bahwa berkat adanya PTFI, bumi Papua yang mengandung bahan
tambang yang begitu berlimpah dan bernilai tinggi dapat digali dan
ditambang. Disadari bahwa kemampuan teknologi bangsa Indonesia pada saat
PTFI memulai penambangan di Papua memang relatif belum maju. Adanya
Kontrak Karya (KK) menyebabkan kegiatan eksplorasi dapat segera
direalisasikan.
Kontrak Karya (KK) kedua yang ditandatangani tahun 1991 pada
beberapa waktu terakhir telah memunculkan berbagai kontroversi. Kalangan
DPR RI menilai KK dengan PTFI harus direvisi karena pemerintah belum
http://www.mercubuana.ac.id
15. mendapatkan manfaat yang maksimal dari proyek pertambangan tembaga dan
emas di Papua. Pembagian royalty antara PTFI dengan pemerintah Indonesia
harus dinegosiasi kembali. Usulan tersebut mengemuka menyusul temaun
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan bahwa penyusunan
KK PTFI berpotensi merugikan negara.
Rapat Majelis Pimpinan Paripurna Ikatan Cendekiawan Muslim se-
Indonesia (ICMI) pun merekomendasikan pemerintah agar mencari rumusan
kerjasama baru secara bijak dan memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak
(ICMI, 2006). Dasar pertimbangannya karena kondisi saat ini sudah berubah
jauh dibandingkan masa lalu. Masalah tanggung jawab sosial perusahaan dan
neraca sumber daya alam perlu dibahas oleh pemerintah agar lebih
mendorong sebanyak mungkin hasil sumberdaya alam tersebut dialokasikan
bagi kemakmuran bangsa dan Negara.
CSR PTFI Ditinjau dari Falsafah Sains
Pembenaran suatu kajian dalam pengertian falsafah sains bisa
didasarkan pada prinsip rasionalisme dan/atau empirisme. Pendekatan
rasionalisme atau deduksi menekankan bahwa jika suatu pernyataan benar
dan didukung oleh asumsi-asumsi yang benar, maka kesimpulan yang
diperoleh juga akan benar. Dengan pendekatan deduksi angka-angka yang
dituliskan dalam laporan PTFI dapat mengantarkan pada kesimpulan bahwa
banyak hal sudah diperbuat oleh PTFI, yang artinya keberadaan PTFI di
Papua telah memberikan keuntungan atau manfaat baik bagi penduduk local
(Papua) maupun bangsa Indonesia secara umum.
Pendekatan empirisme atau induksi menekankan pada bukti-bukti
empiris di lapangan terhadap suatu kejadian atau keadaan. Berbagai angka
yang disajikan dalam laporan PTFI yang menyatakan hal-hal yang sudah
diberikan PTFI kepada masyarakat Indonesia perlu dikaji kembali. Banyak
hal masih perlu dipertanyakan, karena secara empiris dapat ditarik
kesimpulan yang berbeda.
Eksploitasi bumi Papua khususnya untuk tembaga dan emas selama
40 tahun menunjukkan ketidak-seimbangan antara Yang dan Yin. Manusia
http://www.mercubuana.ac.id
16. dan alam seperti dua entitas yang terpisah. Ekploitasi besar-besaran yang
dilakukan telah mendatangkan keuntungan besar bagi perusahaan
penambang, namun di sisi lain telah menimbulkan kerusakan alam yang tidak
kecil dan merugikan masyarakat sekitar.
Dalam laporan yang disajikan PTFI tidak disebutkan berapa
keuntungan yang telah diperoleh perusahaaan baik pada tahun dilaporkannya
kegiatan perusahaan (tahun 2005), akumulasi kegiatan pada periode tertentu
(1992-2005 atau 1996-2005), apalagi sejak perusahaan beroperasi di
Indonesia pada tahun 1967.
Disebutkan dalam laporan PTFI bahwa pada tahun 2005 pajak, royalti,
biaya, dan pembayaran lain yang dibayarkan ke pemerintah Indonesia adalah
sebesar 1,2 miliar dolar AS, dan selama tahun 1992-2005 nilai tersebut telah
sebanyak 3,9 miliar dolar AS. Artinya selama 13 tahun (1992-2005) jumlah
yang diberikan kepada pemerintah Indonesia adalah sebesar 2,7 miliar dolar
AS. Mengapa jumlah kontribusi pada tahun 2005 (1 tahun) begitu jauh
berbeda dengan kontribusi pada periode 1992-2005 (13 tahun)? Apakah hal
tersebut didorong oleh adanya protes dari berbagai kalangan?
Selain itu disebutkan bahwa jumlah manfaat langsung dan tidak
langsung pada tahun 2005 mencapai 7 miliar dolar dan selama periode 1992-
2005 telah mencapai 40 miliar dolar AS. Tidak ada informasi, angka-angka
tersebut merupakan berapa bagian dari total penerimaan atau keuntungan
yang sudah berhasil diperoleh PTFI baik pada tahun 2005, pada periode
1992-2005, atau bahkan selama PTFI telah melakukan penambangan di
Indonesia. Angka absolute seperti itu kurang bermakna karena tidak dapat
menunjukkan berapa persen bagian yang telah diserahkan pada Negara
Republik Indonesia, bagi masyarakat Papua, dan apakah sudah cukup adil?
Menurut Adam Smith dalam Keraf (1998), di antara prinsip umum etika
bisnis, prinsip keadilan merupakan prinsip paling pokok.
Selain itu, penyajian data secara akumulasi untuk periode 1992-2005
yang dikemukakan dalam angka total menjadi kurang bermakna, karena tidak
dapat menunjukkan kecenderungan yang sebenarnya terjadi. Apakah terjadi
tren meningkat, konstan (tanpa pertumbuhan), atau malah terjadi penurunan?
http://www.mercubuana.ac.id
17. Dalam laporan PTFI tidak ditemukan pernyataan atau informasi
mengenai besar penerimaan atau keuntungan usaha penambangan PTFI di
Indonesia. Pembaca laporan harus cukup puas dengan angka-angka yang
disajikan untuk satu tahun (2005) atau nilai akumulasi yang relatif besar
(selama periode 1992-2005), dalam bentuk nilai mutlak.
Bila disebutkan bahwa pada tahun 2005 PTFI telah menyumbang 2,4
persen PDB Indonesia, 58% PDRB Papua, dan 90% PDRB Kabupaten
Mimika, maka pertanyaannya, seberapa besar nilai hasil tambang PTFI
dibandingkan nilai tambang Indonesia, Papua, dan Kabupaten Mimika?
Selain itu, penghitungan pendapatan nasional didasarkan pada PDB (Produk
Domestik Bruto), artinya dihitung berdasarkan wilayah dimana hasil suatu
sektor perekonomian diperoleh. Jika perhitungan pendapatan nasional
tersebut didasarkan pada produk nasional bruto (PNB), maka sebenarnya
masyarakat mana (bangsa siapa) yang menikmati hasil tambang Papua?
Kemana perginya penerimaan yang diperoleh dari hasil tambang PTFI?
Apakah dinikmati di dalam wilayah Negara Republik Indonesia?
Disebutkan dalam laporan PTFI bahwa PTFI telah menyediakan
lapangan kerja sebanyak 8.000 orang pada tahun 2005 dan 25% nya adalah
putra Papua. Tidak dijelaskan jenis pekerjaan apa yang diberikan kepada
putra Papua dan seberapa besar penerimaan yang dapat diperoleh pekerja
putra Papua? Apakah kesempatan kerja yang diberikan bagi putra Papua
sudah cukup memadai dibandingkan dengan total kesempatan kerja yang
tersedia dari usaha penambangan tersebut?
Disebutkan beberapa kontribusi tidak langsung PTFI, yaitu :
1) investasi untuk membangun prasarana perusahaan di Papua yang
nantinya akan diserahkan kepemilikannya pada pemerintah Indonesia bila
kontrak karya telah berakhir. Selama ini prasarana tersebut dinikmati oleh
siapa? Sudahkah dinikmati oleh masyarakat sekitar perusahaan dan
bangsa Indonesia pada umumnya? Berapa besar manfaat itu? Konsep
yang menyatakan bahwa nilai pada hari ini lebih besar daripada nilai yang
akan diperoleh pada masa yang akan datang (time value of money) juga
menunjukkan bahwa apa yang dapat dinikmati PTFI pada hari ini
http://www.mercubuana.ac.id
18. tentunya jauh lebih besar daripada apa yang bisa diperoleh bangsa
Indonesia di masa yang akan datang ketika KK telah berakhir.
2) Investasi dalam bentuk prasarana sosial yang memberi manfaat
langsung bagi masyarakat seperti gedung sekolah, klinik kesehatan,
perkantoran, sarana ibadah dan rekreasi, serta perngembangan usaha kecil
dan menengah. Investasi prasarana sosial inipun perlu dikaji, telah dapat
menjangkau berapa banyak anggota masyarakat?
3) Penyediaan lapangan kerja bagi 8.000 orang di tahun 2005. Belum
diketahui berapa persen penyerapan tenaga kerja tersebut bagi masyarakat
Papua atau bagi pengangguran di Papua. Jika pada tahun 2005 jumlah
pengangguran di Indonesia adalah 10,85 juta orang, maka PTFI menyerap
0,07% dari jumlah pengangguran yang ada di Indonesia. Apakah angka
penyerapan tenaga kerja tersebut sudah memadai dengan banyaknya hasil
tambang yang dapat diperoleh PTFI dari bumi Indonesia?
4) Pembayaran upah bagi karyawan PTFI mencapai lebih dari 1 miliar
dolar AS sejak tahun 1992. Sekali lagi, karyawan dari bangsa mana yang
terutama menerimanya? Dimana mereka menggunakan penerimaan upah
tersebut? Apakah digunakan di dalam wilayah Indonesia, atau justru
digunakan untuk konsumsi di luar Indonesia?
Selanjutnya, dalam rangka membangun dan memelihara hubungan
konstruktif dan positif dengan masyarakat Papua, PTFI memberikan dana
perwalian bagi masyarakat Amungme dan Komoro dengan memberi
kontribusi sebesar 7.5 juta dolar AS. Selain itu PTFI melibatkan masyarakat
Amungme dan Komoro sebagai perserta ekuitas. Per 31 Desember 2005 dana
tersebut sudah mencapai 43.000 lembar saham biasa pada Freeport-McMoran
Copper & Gold Inc. Sekali lagi, belum ada informasi yang menjelaskan
43.000 lembar saham tersebut merupakan berapa persen dari outstanding
shares yang dimiliki PTFI. Padahal dalam suatu Perseroan Terbatas, hak
suara pemegang saham sangat tergantung oleh besar saham yang dikuasai.
Artinya jika 43.000 lembar saham tersebut setara dengan X% maka hak suara
masyarakat Amungme dan Komoro pun sebesar X%. Apa yang dapat
diperoleh masyarakat Amungme dan Komoro dengan hak suara sebesar itu ?
http://www.mercubuana.ac.id
19. Program CSR PTFI dilaksanakan melalui kemitraan dengan
masyarakat adat Amungme (LEMASA) dan Kamoro (LEMASKO) dengan
memberikan kontribusi berupa dana kemitraan. Dana kemitrraan tersebut
dikelola dan disalurkan oleh lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme
dan Kamoro (LPMAK) berupa program pendidikan dana training, kesehatan,
pembangunan desa, dan pengembangan wirausaha. Namun hasil audit The
International Center for Corporate Accountability (ICCA) menunjukkan
masih banyak hal yang perlu diperbaiki, seperti pengelolaan dan distribusi
dana oleh LPMAK serta pemberian bantuan yang tidak pada tempatnya.
3.3.2 CSR PTF Ditinjau dari Etika Bisnis
Mengacu pada prinsip-prinsip etika bisnis menurut Keraf (1998),
maka prinsip kejujuran, prinsip keadilan, dan prinsip saling menguntungkan
(mutual benefit principle) dari bisnis PTFI masih dipertanyakan
penerapannya. Hal ini didasari kenyataan adanya komentar dari berbagai
pihak terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan PTFI.
Dalam tulisan yang dapat dibaca sebagai laporan PTFI, tidak
diikutkan laporan mengenai pelaksanaan pengelolaan lingkungan. Dari sisi
lain, selama ini lebih banyak terdengar komentar mengenai dampak
kerusakan lingkungan yang terjadi di bumi Papua akibat kegiatan
penambangan yang dilaksanakan.
Widianto (2006) menyatakan bahwa bahwa PTFI gagal menunjukkan
tanggung jawabnya terhadap pengelolaan lingkungan dan resolusi konflik
dengan penduduk local. Sekitar 1.3 milyar ton limbah tailing dan 3,6 ton
limbah baru dibuang begitu saja ke lingkungan. Limbah tersebut telah
mencemari Sungai Ajkwa dan menyebabkan jebolnya Danau Wanagon
hingga terkontaminasinya ratusan ribu hektar daratan dan lautan Arafura.
Dampak yang diakibatkan PTFI terhadap wilayah sekitar
penambangan cukup memprihatinkan. Menurut Reza (2006), kerusakan
lingkungan secara fisik yang terjadi di Papua antara lain berupa sungai-sungai
yang menjadi aliran pembuangan limbah perusahaan telah tercemar zat-zat
http://www.mercubuana.ac.id
20. beracun, tanah sekitar 230 kilometer persegi rusak, dan pengundulan hutan di
daerah sekitar penambangan semakin meluas. Hal-hal tersebut tentunya
menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2002 tentang pencemaran
lingkungan hidup.
Jika memang PTFI berlaku secara lebih adil dan legawa, sebenarnya
perlu diperhitungkan imbangan antara total penerimaan (bagi perusahaan)
yang selama ini sudah diambil dari bumi Papua dengan “biaya-biaya” yang
harus ditanggung. Biaya-biaya di sini termasuk kerusakan lingkungan yang
telah terjadi, dan dampaknya terhadap masyarakat. Tentunya diperlukan audit
dari pihak lain yang independent, sehingga dapat diperoleh masukan yang
obyektif untuk menilai. Jika kerusakan yang terjadi merupakan biaya (cost),
maka secara jujur harus diakui lebih besar penerimaan daripada biaya, atau
lebih besar biaya daripada penerimaan yang diperoleh? Jika berbagai
kerusakan lingkungan dan derita masyarakat yang terjadi jauh lebih besar
daripada penerimaan, maka sebenarnya keberadaan PTFI tidak
menguntungkan bagi masyarakat Indonesia.
Sebuah survey mengatakan bahwa 68% consumer tidak mempercayai
perusahaan-perusahaan dan ketidakpercayaan ini merupakan anggapan bahwa
perusahaan-perusahaan itu hanya mengeruk keuntungan tanpa memberikan
faedah pada lingkungan dan masyarakat sekitar.
Sementara Widianto (2006) menyatakan bahwa meskipun PDB Papua
berada di ranking ke-tiga, tetapi nilai indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Papua berada di urutan ke 29 dari 30 propinsi di Indonesia. Bahkan akumulasi
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan di atas 35% berada di
kawasan konsesi PTFI. Dampak sosial lain, disebutkan bahwa bisnis
prostitusi di kota tambang Timika meningkat seiring kenaikan produksi PTFI.
Sebelumnya, Suryana (2003) menyampaikan bahwa kasus
penambangan PTFI merupakan salah satu kasus yang terkenal dan sering
disodorkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat untuk menyadarkan
masyarakat tentang bahaya operasi penambangan yang dilakukan oleh
perusahaan multinasional. Tidak hanya dari kalangan LSM, penelitian
empiris menunjukkan bahwa perhatian perusahaan multinasional terhadap
http://www.mercubuana.ac.id
21. persoalan lingkungan cukup minim. Survei yang dilakukan Pusat Antar
Universitas – Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada terhadap 90 perusahaan
multinasional yang beroperasi di Indonesia dan bergerak di berbagai bidang
dari pertambangan hingga elektronik menemukan bahwa mayoritas
perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia hanya memikirkan
keuntungan binsis dan cenderung mengabaikan persoalan lingkungan hidup.
Menurut para LSM dalam Suryana (2005), operasi pertambangan
tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga sering menjadi factor penyebab
pelanggaran hak azasi manusia, terutama terhadap suku-suku asli setempat.
Pada kasus penambangan PTFI, penduduk Amungme diungsikan keluar dari
tanah leluhur mereka begitu di tanah mereka ditemukan cadangan mineral .
Fauzia (2006) menjelaskan bahwa aksi demonstrasi terhadap PTFI
yang akhirnya ricuh dan menimbulkan korban tewas merupakan luapan emosi
masyarakat. Kerusuhan dan demonstrasi tidak muncul begitu saja tanpa ada
factor pemicu di belakangnya, yaitu kesenjangan sosial dan perasaan
ketidakadilan.
Usman (2006) mengemukakan bahwa Walhi melakukan siaran pers
untuk menyampaikan permintaan agar PTFI ditutup, selanjutnya dilakukan
audit dan penyelidikan menyeluruh atas seluruh rangkaian pelanggaran HAM
kerusakan ekologi, dan kerusakan sosial-budaya yang diderita masyarakat
Papua sehubungan adanya kegiatan pertambangan PTFI. Melalui audit yang
transparan dapat diketahui manfaat keberadaan PTFI bagi masyarakat Papua.
Jika dinilai masih terlalu kecil maka harus diminta revisi bagi hasil, selain
ganti rugi atas kerusakan lingkungan dan sosial budaya yang diakibatkan
PTFI (Kompas, 2006).
PTFI merasa bahwa pengelolaan limbahnya sudah baik. Perusahaan
berkeras bahwa pembuangan tailing sisa penambangan ke sungai Aghwagon-
Otonoma-Ajkwa merupakan pilihan terbaik, dengan mempertimbangkan
keadaan geoteknik, topografi, iklim, seismolog, dan mutu air yang ada.
Dikemukakan bahwa tailing yang dibuang tidak beracun karena dalam
memproses biji mineral tidak menggunakan sianida dan merkuri. Di sisi yang
berbeda, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) pada tahun
http://www.mercubuana.ac.id
22. 2001 menilai cara pembuangan tailing tersebut melanggar Peraturan
Pemerintah Nomor 35 tahun 1991 tentang Sungai yang melarang
pembuangan limbah padat atau cair ke dalam atau di sekitar sungai. Tailing
PTFI juga dinyatakan tidak memenuhi baku mutu limbah cair yang
mensyaratkan total suspended solution (TSS) atau limbah tidak terlarut
sebesar 400 ppm sementara TSS tailing PTFI mencapai 4.000 ppm (Wiguna,
2006).
3.3.3. CSR PTFI Ditinjau dari GCG
Laporan PTFI pada tahun 2006 menunjukkan bahwa perusahaan telah
menyebarkan informasi mengenai pelaksanaan kegiatan sehubungan dengan
tanggung jawab sosial perusahaan. Namun kualitas informasi yang diberikan
belum dapat dikategorikan sebagai transparan. Padahal penyebaran informasi
secara transparan hanyalah suatu pra kondisi, belum merupakan kondisi yang
cukup (sufficient condition) untuk mencapai tujuan dilaksanakannya good
governance.
Tujuan good governance adalah agar perusahaan berperforma baik
sehingga dapat meningkatkan kemakmuran pemegang saham dan memberi
manfaaat bagi pemangku kepentingan. Salah satu petunjuk meningkatnya
kemakmuran pemegang saham dapat dilihat dari tingkat penerimaan
perusahaan. Laporan The Element of Shareholder Value dari PTFI (2006)
menunjukkan bahwa kemakmuran pemegang saham memang terus
meningkat. Hal tersebut diketahui dari penerimaan PTFI yang terus
meningkat pada periode tahun 2001-2005, sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 2.
Dari sisi pemangku kepentingan, bagaimana tata kelola perusahaan
sebagai cerminan tanggung jawab sosial perusahaan bagi masyarakat sekitar?
Laporan PTFI mengenai Unsur-Unsur Pembangunan Berkelanjutan
menunjukkan bahwa program CSR PTFI telah dilakukan. Memperhatikan
http://www.mercubuana.ac.id
23. Tabel 2. Penerimaan PTFI pada Tahun 2001-2005
Tahun Penerimaan (US$) Pertumbuhan (%)
2001 1.838.866
2002 1.910.462 3,89
2003 2.212.165 15,79
2004 2.371.866 7,22
2005 4.179.118 76,20
Rata-rata 2.502.495,4 20,62
Sumber : Laporan PTFI, 2006b
komentar pihak eksternal perusahaan, diperoleh masukan bahwa sejauh ini
tanggungjawab sosial PTFI belum memadai, karena belum berhasil
mempersempit kesenjangan dan ketidakadilan sosial.
Dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan selama kegiatan
penambangan yang sudah berlangsung selama 40 tahun begitu besar,
sehingga muncul permintaan dari beberapa pihak agar usaha penambangan ini
ditutup. Artinya pengelolaan PTFI belum baik (good), karena banyaknya
komentar yang menunjukkan ketidakpuasan masyarakat.
Akar permasalahan ketidakpuasan masyarakat tersebut nampaknya
disebabkan karena PTFI kurang melaksanakan keterbukaan informasi
terhadap masyarakat. Dikarenakan informasi yang tidak terbuka tersebut,
timbul ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan tersebut dapat mengakibatkan
gangguan bagi kegiatan bisnis perusahaan di masa yang akan datang. Padahal
PTFI telah diberi hak konsesi hingga tahun 2021. Suatu periode waktu yang
relatif masih panjang.
Sebagaimana telah disebutkan di bagian terdahulu, dalam laporan
PTFI mengenai Unsur-unsur Pembangunan Berkelanjutan (2006), data yang
disajikan tidak mengungkapkan secara jelas dan transparan mengenai
kegiatan bisnis yang sesungguhnya dari PTFI. Juga belum terungkap secara
jelas manfaat PTFI bagi bangsa Indonesia secara umum, dan bagi masyarakat
Papua pada khususnya.
CSR memang merupakan jawaban atas inisiatif bahwa bisnis tidak
hanya berjalan demi kepentingan pemegang saham (shareholders) saja,
namun juga untuk stakeholders yaitu pekerja, masyarakat, dan lingkungan.
http://www.mercubuana.ac.id
24. Meskipun tujuan bisnis adalah mencari laba, namun perusahaan juga harus
bisa menyejahterakan orang (people) dan menjamin kelestarian lingkungan.
Jika PTFI terus melaksanakan CSR secara konsisten dan berkesinambungan,
maka hal tersebut menunjukkan perusahaan telah mengaplikasikan good
corporate governance, mematuhi regulasi dan etika, menjunjung transparansi,
dan memenuhi harapan stakeholders.
Harapan stakeholder nampaknya belum terpenuhi, sebagaimana masih
terjadi berbagai ketidakpuasan masyarakat dan unjuk rasa karyawan terhadap
perusahaan. Ketidapuasan masyarakat masih terjadi hingga tahun 2006 lalu
dan unjuk rasa karyawan masih terjadi hingga April 2007.
Peran Pemerintah
Dilema keberadaan perusahaan PTFI di Indonesia perlu dicarikan
penyelesaian, yang sudah dibayangkan tidak mudah. Pemerintah mesti
mengefektifkan kebijakan lingkungan. Masyarakat sekitar dan LSM diajak
mengawasi dampak beroperasinya PTFI terhadap lingkungan. Pemerintah
juga perlu meminta PTFI agar lebih transparan dalam mengelola lingkungan.
Memberikan informasi secara terbuka atau transparan belum
merupakan kondisi yang cukup untuk mencapai tujuan dilaksanakannya good
corporate governance. Pemberian informasi secara terbuka baru merupakan
pra kondisi. Tujuan good corporate governance adalah agar perusahaan
berfungsi dan berperforma baik, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran
masyarakat.
Pemerintah perlu melakukan titik temu dalam pengaturan lingkungan.
Regulasi yang terlalu ketat akan membuat perusahaan multi nasional tidak
nyaman, sehingga mereka meninggalkan atau tidak mau berinvestasi di
Indonesia. Di sisi lain, peraturan yang terlalu longgar akan menyediakan
kesempatan bagi perusahaan multinasional untuk melakukan kerusakan
lingkungan lebih parah.
Salah satu cara yang dapat ditempuh, Pemerintah perlu
mengefektifkan instrumen “pajak baru” untuk meminimalisasi kerusakan
http://www.mercubuana.ac.id
25. lingkungan. Instrumen ini dimaksudkan untuk mendorong agar volume
sampah yang dihasilkan dan dibuang ke lingkungan sekitar dapat ditekan,
karena semakin besar volume sampah yang dihasilkan maka akan semakin
tinggi pajak yang harus dibayarkan.
Pada waktu yang akan datang, bukan tidak mungkin CSR menjadi
kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi, seperti halnya standar
ISO. Paradigma CSR perlu diubah, bukan sebagai konsekuensi (unintended
consequence) tapi menjadi tujuan. Jika hanya sebagai konsekuensi, CSR akan
dikalahkan tujuan utama perusahaan untuk memaksimalkan laba. Sedangkan
jika menjadi tujuan, CSR akan menjadi prioritas perusahaan dalam
menjalankan kegiatannya, tanpa melalaikan laba. CSR akan membuat
perusahaan ‘dicintai’ masyarakat karena perusahaan berbuat banyak bagi
mereka. Perusahaan yang dicintai masyarakat mempunyai prospek masa
depan yang baik, karena akan mendapat dukungan keberlanjutannya.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penerapan CSR di perusahaan sudah menjadi kebutuhan. Apalagi bagi
perusahaan dengan skala besar, karena umumnya perhatian masyarakat
terhadap pelaksanaan usahanya akan semakin besar pula.
Perusahaan akan kesulitan jika masih menggunakan paradigma lama,
yaitu mengejar keuntungan setinggi-tingginya tanpa mempedulikan kondisi
masyarakat sekitar. Jika paradigma tersebut dipertahankan, maka akan
memicu ketidakpuasan (kecemburuan sosial) dari masyarakat sekitar.
Jika hubungan dengan masyarakat sekitar tidak baik, perusahaan tidak
dapat menggali potensi masyarakat local yang seyogyanya dijadikan modal
sosial perusahaan untuk maju dan berkembang. Akibatnya hal itu akan
merugikan perusahaan.
Perlu peraturan perundang-undangan yang mengatur konsep dan jenis
tanggung jawab sosial perusahaan dalam rangka law enforcement dan
peningkatan ekonomi lokal dan nasional. Di sisi lain, direksi dan dewan
http://www.mercubuana.ac.id
26. komisaris sebagai manajemen puncak harus memiliki komitmen penuh dalam
menerapkan CSR, sehingga menjadi budaya perusahaan.
Berbagai penelitian menunjukkan korelasi positif antara CSR dan
kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan yang menerapkan CSR justru
memiliki kondisi keuangan yang baik. Dengan kata lain sudah waktunya
perusahaan tidak lagi menggolongkan penerapan CSR sebagai biaya,
melainkan sebagai investasi perusahaan, untuk mendapatkan return lebih baik
di masa yang akan datang.
Jika perusahaan telah melakukan CSR dengan baik, maka perusahaan
tersebut tergolong telah melakukan GCG. Jika perusahaan-perusahaan di
Indonesia telah melaksanakan GCG maka masyarakat akan menerima
keberadaan perusahaan terebut. Pada tahap selanjutnya, hal tersebut akan
dapat memperbaiki iklim investasi di Indonesia.
Saran
Pemikiran yang mendasari CSR yang sering dianggap sebagai inti dari
etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban
ekonomis dan legal, tapi juga kewajiban terhadap pihak lain. CSR merupakan
jawaban atas inisiatif bahwa bisnis tidak hanya berjalan demi kepentingan
pemegang saham (shareholders) saja, tapi juga untuk stakeholders, yaitu
pekerja, konsumen, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan.
Penerapan CSR memang bersifat sukarela. Menjadi wajar, jika
penerapannya bebas tafsir berdasarkan kepentingan masing-masing. Oleh
karena itu diperlukan pengaturan penerapan CSR di Indonesia, agar memiliki
daya atur, daya ikat, dan daya paksa. Tanggung jawab perusahaan yang
semula adalah responsibility (tanggung jawab non hukum) akan berubah
menjadi liability (tanggung jawab hukum). Perusahaan yang tidak memenuhi
peraturan perunang-undangan dapat diberi sanksi. Kebijakan yang pro
masyarakat dan lingkungan seperti ini sangat dibutuhkan di tengah arus
zaman neo-liberalisme.
CSR perlu disikapi secara strategis, dan merupakan langkah
manajemen yang terencana. Dari sisi perencanaan (planning), agar
http://www.mercubuana.ac.id
27. pelaksanaan CSR dapat berkesinambungan dan mudah dievaluasi, perlu
dibentuk satu bagian khusus di perusahaan yang mengelola kegiatan ini.
Dengan demikian program CSR dapat direncanakan, disempurnakan, dan
dikaitkan dengan laba perusahaan. Artinya, program CSR bisa memberi
benefit tertentu bagi perusahaan, bisa berupa laba atau sesuatu yang lain yang
dapat diukur, sehingga bukan sekedar charity.
Jika PTFI mengedepankan pembangunan masyarakat sebagai wujud
pelaksanaan CSR, maka berarti perusahaan sebenarnya menggali potensi
masyarakat local yang dapat dijadikan modal sosial perusahaan untuk maju
dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosial-ekonomi
masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, cara
ini juga dapat membangun citra PTFI sebagai perusahaan yang ramah dan
peduli lingkungan. Selanjutnya akan tumbuh rasa percaya masyarakat
sehingga kehadiran PTFI di bumi Papua diterima masyarakat karena berguna
dan bermanfaat. Citra positif ini akan memudahkan perusahaan mendapatkan
kepercayaan dan dukungan dari masyarakat yang lebih luas, sehingga
kesinambungan usaha (sustainability) usaha dapat dipertahankan.
Upaya memperbaiki hubungan baik dengan masyarakat sekitar dapat
ditempuh, tidak saja dengan mempekerjakan mereka di area penambangan.
PTFI dapat memberdayakan masyarakat setempat pada kegiatan bisnis seperti
usahatani (agribisnis), agroindustri, maupun agrowisata. Diperoleh informasi
(dari kegiatan perkuliahan) bahwa tanah Papua dapat ditanami berbagai
tanaman yang bernilai ekonomi tinggi, seperti tanaman hortikultura sayuran
dan buah-buahan, tanaman tahunan seperti kelapa hibrida, matoa, dan buah
merah. Masyarakat dapat dijadikan plasma untuk menghasilkan berbagai
tanaman tersebut, PTFI menjadi inti yang memberikan pengetahuan untuk
berusaha, menyediakan sarana produksi, dan menerima produksi yang
dihasilkan. Masyarakat juga dapat diajak untuk mengolah hasil pertanian
yang dihasilkan sehingga mempunyai nilai tambah. Keindahan alam Papua
dan kegiatan penambangan dapat dijadikan produk wisata yang dapat dijual.
Strategi lainnya, perusahaan secara terbuka membangun kemitraan
dengan berbagai kalangan dan organisasi, termasuk LSM. Perlu dibentuk
http://www.mercubuana.ac.id
28. departemen tersendiri yang mengelola pelaksanaan CSR di PTFI, sehingga
kegiatan tersebut dapat lebih terarah, terkendali dan mudah dievaluasi.
PTFI perlu meningkatkan keterbukaannya (openness), terutama dalam
hal penerapan CSR-nya. Sebagaimana yang telah dilakukan perusahaan
public, diperlukan penerapan CSR secara transparan oleh para profesional,
dewan direksi, dan komisaris. Transparansi pada intinya adalah keterbukaan,
terutama menyangkut fairness dan accountability. Para pelaku organisasi
yang menjalankan kegiatannya dengan adil (fair) terhadap stakeholdernya,
tentu tidak berkeberatan memberitahukan kegiatannya kepada pihak luar.
Selain itu, apabila seluruh kegiatan dapat dipertanggungjawabkan dengan
baik, tentu perusahaan juga tidak akan keberatan untuk mengumumkan
kegiatan perusahaannya secara terbuka kepada masyarakat luas.
Laporan kepada stakeholder disampaikan secara rutin dan tanpa harus
diminta. Penyampaian dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti
laporan tahunan, notulen rapat, website perusahaan yang berkualitas, dan
menggunakan analisa dari analis independen. Dengan demikian semua
pemegang saham dan semua pihak yang berkepentingan mendapatkan
informasi yang benar dan sesuai dengan langkah-langkah strategis
perusahaan.
Salah satu kerugian yang dapat terjadi akibat adanya penilaian buruk
masyarakat terhadap pelaksanaan CSR adalah konsumen bisa-bisa tidak mau
membeli produk yang dihasilkannya, artinya perusahaan akan menghadapi
penurunan penjualan, yang selanjutnya dapat berdampak menurunnya
keuntungan. Jika hal ini terjadi, maka tujuan perusahaan untuk mendapatkan
keuntungan optimal tidak akan tercapai. Sebaliknya, CSR yang dilaksanakan
dengan baik menunjukkan perusahaan melakukan good corporate
governance, dan hal ini akan memacu pertumbuhan, artinya akan memacu
perkembangan perusahaaan di masa yang akan datang.
Pelaksanaan CSR (khususnya yang dikaitkan dengan community
development) telah dianggap sebagai salah satu faktor pendukung daya saing
perusahaan. Perusahaan yang melaksanakan CSR dengan baik, tidak saja
http://www.mercubuana.ac.id
29. membuat perusahaan menjadi popular, tapi juga dicintai masyarakat karena
perusahaan berbuat banyak bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Danardono, Donny. 2004. “Rasio yang Argumentatif-Komunikatif dan
Intuisi yang Instruktif “ dalam Menelusuri Jejak CAPRA :
Menemukan Integrasi Sains, Filsafat, Agama. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Djogo, Tony. 2005. www.beritabumi.or.id
Fauzia, Amelia. 2006. “Satu Pelajaran dari Papua : Filantropi dan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan”.
Harahap, Oky Syeiful R. 2007. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
www.pikiran-rakyat .com
Hasibuan, Chrysanti dan Sedyono. 2002. Etika Bisnis, Corporate Social
Responsibility (CSR), dan PPM. www.lppm.ac.id
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia. 2006. ICMI Merekomendasikan
Peninjauan Ulang Kontrak Karya dengan Freeport.
www.republika.com
Keraf, Sonny. 1998. Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius.
Yogyakarta.
Kormen. 2007.”Riset 61 Listed Company LQ-45 di Indonesia” dalam
BusinessReview, Februari 2007.
Oktaviani, Rina. 2006. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi dan Sektor Riil
Indonesia 2007 dengan Beberapa Pilihan Kebijakan. Makalah
Seminar Economic Outlook. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Manajemen dan EKonomi (FEM), IPB. Bogor.
PT Freeport Indonesia. 2006a
. Unsur-Unsur Pembangunan Berkelanjutan.
PTFI. Jakarta.
--------------------------. 2006b
. The Elements of Shareholder Value. Freeport-
McMoran copper & Gold Inc. Jakarta.
Reksodiputro, Mardjono. 2004. Sektor Bisnis (Corporate) sebagai Subyek
Hukum dalam Kaitan dengn HAM. www.duniaesai.com
http://www.mercubuana.ac.id
30. Reza, Abdul. 2006. “FREEPORT, Satu dari Sekian Banyak Eksploitasi
Sumber Daya Alam di Indonesia. www.reza.fapet-online.com
Simanjuntak, Payaman. 2005. “Peranan Etika dalam Bisnis” dalam
Informasi Hukum Volume 3 Tahun VII. Jakarta.
Soebekti, Sukono. 2007. “GCG sebagai Acuan Pemegang Obligasi” dalam
BusinessReview, Februari 2007
Sukarman, Widagdo. 2005. “Peran Masyarakat dan Partai Politik agar Good
Corporate Governance Dilaksanakan Efektif pada BUMN”. Bahan
Kuliah Filsafat Sains, Etika Bisnis, dan Good Corporate
Governance Program Doktor Manajemen Bisnis IPB. Bogor.
Suryana, A’an. 2003. “Dari Sabang sampai Freeport : Neoliberalisme dan
Kehancuran Lingkungan Hidup” dalam Neoliberalisme. Cindelaras
Pustaka Rakyat Cerdas. Yogyakarta.
Usman, Erwin. 2006. “Tekad Kami : Tutup Freeport!”. www.walhi.or.id
Utama, Harry Wahyudhy. 2007. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan,
Investasi bukan Biaya. www.klikharry.wordpress.com
Wahyuni, Ali Istik, 2007. Laba Industri Tambang RI Pecahkan Rekor.
www.detikcom.com
Widianto, Adi. 2006. Kegagalan Industri Pertambangan Indonesia.
www.jatam.org
Wiguna, Oktamandjaya. 2006. Freeport Klaim Pengelolaan Limbah Sudah
Baik. www.tempo.co.id
http://www.mercubuana.ac.id