1. DESAIN MODEL GANG PERMUKIMAN KOTA
RAMAH ANAK DAN LINGKUNGAN
PROPOSAL TESIS
OLEH :
JUNI APRI MULYO
NIM: 186000100111011
PENGELOLAAN
SUMBERDAYA LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
2. Daftar isi
BAB I ...................................................................................................................................3
PENDAHULUAN ................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang......................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................................5
1.4. Manfaat Penelitian................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
KAJIAN PUSTAKA.............................................................................................................6
2.1. Interaksi Sosial......................................................................................................6
2.2. Jaringan Jalan Pemukiman..................................................................................6
2.3. Lingkungan Permukiman Kota ...........................................................................8
2.4. Kota Layak Anak (KLA) ......................................................................................8
2.5. Pengertian Lingkungan Ramah Anak ...............................................................10
2.6. Anak-anak dalam ruang publik ......................................................................... 11
2.7. Perilaku sosial ......................................................................................................13
2.8. Teritorialitas dan perilaku .................................................................................14
2.9. Ruang Publik Berdasarkan Sifatnya .................................................................16
2.10. Peran Ruang Publik............................................................................................16
BAB III ..............................................................................................................................18
METODE PENELITIAN....................................................................................................18
3.1. Metode .................................................................................................................18
3.2. Prosedur Penelitian.............................................................................................19
3.3. Populasi dan Sampel...........................................................................................20
3.4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data............................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................23
3. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap “Gang” jalan kecil ( path ) di permukiman kota memiliki ciri khas ruang publik
yang digunakan warga setempat untuk melakukan berbagai aktivitas. Gang adalah jalan
lingkungan yang berfungsi sebagai sarana sirkulasi warga yang menghubungkan satu tempat
ke tempat lainnya. Adapun kampung kota merupakan area permukiman yang umumnya
terletak di belakang pertokoan atau perumahan elit dipinggir jalan besar “Gang” dapat juga
diartikan sebagai jalan lingkungan, kondisi ini terjadi dikarenakan pada permukiman
kampung kota, lahan yang penuh dengan padatnya penduduk dan bangunan seringkali tidak
menyisakan tempat untuk masyarakat melakukan kegiatan-kegiatan kesehariannya dan
ketiadaan ruang publik yang bisa digunakan untuk bersosisialisasi sehingga keberadaan ruang
gang mau tidak mau akhirnya menjadi wadah bagi beragam aktivitas warga permukiman
kampung kota .
Kenyataan tersebut di atas memunculkan fenomena-fenomena yang penting untuk
dikaji karena multifungsi ruang gang menjadikan jenis jalan ini penuh dengan aktivitas
masyarakat sepanjang hari. Mulai dari terbit fajar hingga tengah malam koridor gang tidak
pernah sepi dari aktivitas warga yang tidak hanya menjadikan ruang jalan yang tetapi juga
menjadi sarana berbagai aktivitas masyarakat lainnya dalam menjalankan kehidupan sehari-
hari.
Gang merupakan ruang publik terbuka secara responsive, gang dirancang sebagai alur
sirkulasi. Tetapi, gang disini bernilai meaningful karena dipakai berulang kali oleh anak-anak
untuk bermain sepeda dan berlari-larian. Meskipun lebar jalan tidak cukup comfort untuk
dilalui banyak orang, tetapi jalan pada gang ini dianggap cukup democratic bagi pengguna
untuk berbagai macam kegiatan
4. Fungsi gang di kampung kota tidak sekedar sebagai sarana sirkulasi warga, tetapi juga
menjadi ruang publik berbagai aktivitas warga dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Fungsi ruang publik secara umum di kampung kota sebagai sarana hiburan dan rekreasi secara
alamiah, aktivitas konomi, promosi budaya dan religi, serta untuk estetika lingkungan .
Gang juga menjadi sarana bermain anak ketika keberadaan ruang khusus untuk anak
semakin terbatas. Dengan demikian, gang sebagai ruang publik memiliki kondisi yang
bersifat dinamis menyesuaikan kompleksitas ruang dan kemajemukan pelaku warga
setempat.
Gang Teratai di RT 06 dan RT 07, RW 01, Kelurahan Cepokomulyo, Kepanjen,
Malang, Jawa Timur, tidak hanya berfungsi sebagai jalan penghubung, namun juga sebagai
sarana bersosialisasi warga, aktivitas ekonomi, rekreasi hingga tempat bermain anak. Kondisi
jalur gang menyesuaikan rumah-rumah warga dengan segala bentuk aktivitasnya, termasuk
anak-anak di lingkungan setempat. Keberadaan Gang Teratai penting untuk dikaji karena
multifungsi ruang gang dengan aktivitas warganya, terutama desain model gang pemukiman
kota ramah anak dan lingkungan
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang terkait multifungsi ruang gang dengan aktivitas warganya, maka
permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik fisik gang dan aktivitas harian warga dalam pemanfaatan
ruang gang?
2. Bagaimana desain ruang gang permukiman kampung kota sebagai ruang publik ramah
anak yang ada pada saat ini?
3. Bagaimana desain ruang gang yang mampu mengakomodir akvitas bermain anak
tanpa menganggu fungsi utama gang sebagai sarana sirkulasi milik publik?
5. 1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan desain model gang permukiman kampung kota
sebagai ruang publik ramah anak dan lingkungan. Tujuan pokok tersebut dirinci dalam
beberapa tujuan khusus seperti berikut:
1. Untuk mengidentifikasi karakteristik fisik gang dan aktivitas harian warga dalam
pemanfaatan ruang gang.
2. Untuk mengidentifikasi desain ruang gang permukiman kampung kota sebagai
ruang publik ramah anak dan lingkungan yang ada pada saat ini.
3. Membuat desain model gang yang mampu mengakomodir akvitas bermain anak
tanpa menganggu fungsi utama gang sebagai sarana sirkulasi milik publik.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, serta kontribusi pemikiran bagi pembuat kebijakan untuk bahan kajian dalam
membuat putusan-putusan bagi perbaikan permukiman kumuh di masa yang akan datang.
Secara terinci penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk desain model gang
permukiman kampung kota sebagai ruang publik ramah anak dan lingkungan .
1. Memberikan sumbangan pengetahuan, khususnya di bidang arsitektur
lingkungan dan perilaku dalam hubungannya dengan penggunaan ruang gang
sebagai wadah bagi aktivitas masyarakat di permukiman kampung kota
2. Memberi masukan bagi pengembangan interaksi masyarakat permukiman
kampung kota dengan lingkungannya dan antar anggota masyarakat sendiri,
untuk meningkatkan kehidupan bermukim yang lebih berkualitas.
3. Memberi masukan bagi perencanaan dan perancangan arsitektur perumahan
dan permukiman kampung kota yang berkualitas dan mampu mengakomodasi
kebutuhan karakteristik masyarakat pengguna
6. BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan- hubungan yang dinamis menyangkut hubungan
antar orang, antar kelompok, maupun antar individu dengan kelompok manusia (Gillin dalam
Waluyo, 2008:43). Tidak selamanya interaksi sosial berupa tindakan yang bersifat kerjasama,
contohnya adalah tindakan pertengkaran yang termasuk interaksi sosial. Hal ini karena
keduanya melakukan hubungan timbal balik walaupun dalam bentuk pertikaian. Gillin (dalam
Soekanto, 2006) membedakan bentuk interaksi sosial ada dua macam yaitu asosiatif
(menguatkan ikatan sosial, bersifat mendekatkan atau positif) dan disosiatif (merusak ikatan
sosial, bersifat negatif).
Ruang publik sebagai ruang interaksi sosial merupakan ruang bersama suatu komunitas yang
di dalamnya terdapat aktifitas sosial kemasyarakatan secara rutin/ setiap hari dan aktifitas ketika ada
event tertentu (Carr, et al,1992:11). Ruang publik dapat berbentuk cluster maupun linier dalam ruang
terbuka maupun tertutup. Carr et al (1992:79-84) menjelaskan tipologi/ bentuk kontemporer dari
suatu ruangpublik perkotaan yaitu taman-taman publik, lapangan dan plasa,tempat peringatan, pasar,
jalan(pedestrian ways, pedestrian mall,jalurlambat, gang/ jalan kecil), lapangan bermainanak, ruang
terbuka untuk masyarakat, jalur hijau, atrium/ pasar tertutup, dan ruang di lingkungan bertetangga.
2.2. Jaringan Jalan Pemukiman
Jalan perumahan merupakan salah satu struktur penting dari dalam suatu sistem
jaringan jalan perkotaan. Sehingga, peranan jalan ini jika berfungsi dengan baik dapat
menentukan kualitas sebuah kota, serta memberikan kenyamanan dan kesejahteraan bagi
warganya (SNI 03-6967-2003 Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan
perumahan).
7. Michael Southworth & Eran ben – Joseph (1996:6-7) menjelaskan bahwa jalan-jalan
di lingkungan permukiman tidak hanya berfungsi sebagai akses kendaraan, tetapi sebagai
tempat aktivitas sosial termasuk tempat bermain anak dan tempat rekreasi. J.B. Jackson
(dalam Girling dan Helpband, 1994:34) menjelaskan pengertian jalan adalah koridor
sirkulasi, tempat orang berjalan, ruang sosial, dan ruang terbuka utama untuk rekreasi. Lynch
(1991:306) berpendapat bahwa jalan jalan juga dapat berfungsi sebagai identitas yang
mencerminkan karakter dari suatu tempat dan menjadi tempat yang bisa dikenang/ tak
terlupakan.
Lesson Learn Jalan Permukiman ( gang )
Jalan dan trotoar memiliki arti khusus di Asia, karena kehidupan sehari-hari (pagi
sampai larut malam) berlangsung di jalan yang ramai oleh ikatan sosial yang dibentuk di sisi
jalan. Banyak fenomena- fenomena yang tidak terduga di negara barat namun terjadi di
negara-negara di Asia. Hal seperti inilah yang menjadi dasar untuk menyelenggarakan Great
Asian Streets Symposium (GASS) pada tahun 2001.
Karakteristik jalan di Sri Lanka yakni jalan didekorasi untuk sebuah acara keagamaan,
acara pemakaman, dan juga jalan dipergunakan sebagai pasar (Dayaratne dalam Kiang et al,
2010:63-73). Sedangkan Malaysia menerapkan prinsip multidimensi yaitu jalan multifungsi,
multi kelas, multi agama, dan multi ras. Jalan multifungsi di Malaysia adalah jalan yang
dipergunakan untuk berbagai aktivitas yaitu sebagai pasar, tempat penyelenggaraan festival
dan aktivitas sehari-hari masyarakat (Utaka dan Fawzi dalam Kiang et al, 2010:79-85).
Permukiman di Sampaloc memiliki karakteristik jalan yang sempit, sehingga jalan sebagai
utilitas umum dipergunakan sebagai tempat untuk bekerja (jasa cuci baju), tempat menjemur
pakaian, dan tempat bermain anak (Dela Paz dalam Kiang et al, 2010:93-102).
8. 2.3. Lingkungan Permukiman Kota
Permukiman merupakan wadah fisik (perumahan) beserta sarana prasarana penunjangnya
dan merupakan perpaduan antara wadah dan isinya yakni manusia yang hidup bermasyarakat
dengan unsur budaya dan lingkungannya (Sudharto, 2005:104). Permukiman terbentuk atas
kesatuan antara manusia dan lingkungan di sekitarnya. Permukiman terdiri dari dua bagian yaitu
manusia (baik sebagai pribadi maupun dalam hubungan sosial) dan tempat yang mewadahi
manusia berupa bangunan (baik rumah maupun elemen penunjang lain). Menurut Costantinos A.
Doxiadis (1968), terdapat lima elemen dasar permukiman, yakni alam (nature), manusia (antropos),
masyarakat (society), ruang kehidupan (shell), dan jaringan atau sarana prasarana (networks).
Berkaitan dengan masalah penelitian yaitu jalan digunakan masyarakat sebagai ruang interaksi
sosial, maka elemen lingkungan permukiman yang berkaitan secara langsung adalah masyarakat
dan jaringan. Masyarakat merupakan kesatuan kelompok orang (keluarga) dalam suatu permukiman
yang membentuk suatu komunitas tertentu.
Penilaian terhadap kondisi sosial masyarakat dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kekerabatanmasyarakat dan permasalahan yang ditimbulkan dari kegiatan masyarakat di jalan dan
gang. Penilaian terhadap jaringan yaitu penilaian terhadap kondisi fisik jalan dan sekitarnya
(drainase dan kebersihan lingkungan). Kedua penilaian tersebut dilakukan untuk memperlihatkan
pengaruh yang telah diberikan dari berbagai macam kegiatan di jalan dan gang permukiman.
2.4. Kota Layak Anak (KLA)
Konsep Kota Layak Anak (KLA) sebenarnya berawal dari proyek yang diinisiasi oleh
UNESCO dengan program Growing Up City. Kegiatan ini sendiri diujicobakan di empat
negara terpilih, yaitu Argentina, Australia, Mexico dan Polandia. Tujuan dari program ini
adalah mengetahui bagaimanakah sekelompok anak-anak usia belasan tahun menggunakan
dan menilai lingkungan keruangan (spatial space) sekitarnya. Selanjutnya, konsep kota layak
anak diperkenalkan oleh UNICEF dengan tujuan menciptakan suatu kondisi yang
9. mengaspirasi hak-hak anak melalui tujuan, kebijakan, program-program dan struktur
pemerintahan lokal Konsep Kota Layak Anak diharapkan pemerintah di suatu kota mampu
memberikan suatu jaminan terhadap hak-hak anak, seperti: kesehatan, perlindungan,
perawatan, pendidikan, tidak menjadi korban diskriminasi, mengenal lingkungan dan
budayanya dalam arti yang luas, berpartisipasi dalam merencanakan kota tempat tinggalnya,
memiliki kebebasan bermain, dan memperoleh lingkungan yang bebas dari polusi. Pada
dasarnya tujuan dari suatu kota layak anak bagi anak-anak muda adalah
a) Mampu berkontribusi dalam pengambilan keputusan mengenai kota tempat
tinggalnya
b) Mengekspresikan pendapat
c) Berpartisipasi di dalam keluarga, komunitas dan kehidupan sosialnya
d) Memperoleh akses terhadap pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan
tempat tinggal
e) Memperoleh akses untuk meminum air yang sehat dan sanitasi yang memadai
f) Terlindungi dari eksploitasi, kekerasan dan pelecehan
g) Berjalan dengan aman di jalanan
h) Berjumpa teman dan bermain
i) Memiliki ruang hijau untuk tanaman dan hewan peliharaan
j) Tinggal di lingkungan yang sehat yang bebas polusi
k) Berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan kebudayaan
l) Didukung, dicintai dan memperoleh kasih saying
m) Sama seperti warga lainnya dalam memperoleh akses terhadap setiap
n) pelayanan tanpa memandang suku, agama, pendapatan, jenis kelamin dan
o) keterbatasan (disability)11.
Di Indonesia, konsep kota layak anak sudah terakomodasi dalam satu Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 Tahun 2009 mengenai Kebijakan
10. Kabupaten/Kota Layak Anak. Di dalam Peraturan Menteri tersebut diketahui bahwa terdapat
indikator kota layak anak di Indonesia, antara lain kesehatan, pendidikan, perlindungan,
infrastruktur, lingkungan hidup dan pariwisata. Indikator-indikator tersebut menurut
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan di atas merupakan indikator umum,
sedangkan kebijakan mengenai Kota Layak Anak merupakan indikator khusus. Dari konsep
Kota Layak Anak yang mengacu pada tumbuh kembang anak, wali kota Malang
menginstruksikan terbentuknya Ruang Terbuka Hijau dengan harapan terdapat keseimbangan
polusi udara terhadap kehidupan kota yang merupakan pengembangan ekosistem berdampak
pada kehidupan sosial termasuk pendidikan, kesehatan, dan hak perlindungan. Hal ini relevan
dengan Surat Keputusan Kota Malang tentang Rencana Aksi Daerah Pengembangan Kota
Layak Anak sebagaimana yang tercantum Nomor 188.45/149/35.73.112/2013.
2.5. Pengertian Lingkungan Ramah Anak
Lingkungan ramah adalah lingkungan sosial bagi perkembangan anak. Menurut Urin
Bonfrenbrenner, seorang pakar perkembangan mengatakan bahwa, anak-anak berkembang dipengaruhi
oleh konteks sosial dalam kehidupan anak-anak. Lingkuangan atau Ruang publik menurut teori ekologi
ditempatkan sebagai mesosistem, yakni ruang kolektif di mana anak-anak melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya di luar rumah. Ruang kolektif ini sangat menentukan kualitas perkembangan anak,
sehingga ruang publik adalah bagian penting dari pembentukan kualitas sosial perkembangan anak
di luar rumah. Ruang publik berupa taman bermain adalah suatu lingkungan yang penting bagi anak-
anak untuk bermain dan bergaul dengan teman sebaya mereka.
Aktivitas anak-anak pada taman bermain akan lebih hidup jika pada taman bermain dilengkapi
dengan fasilitas bermain yang aman dan nyaman sehingga anak-anak merasa senang dan menikmati
waktu mereka. Meskipun aman dan nyaman, pengawasan orang tua tetapdibutuhkan untuk memastikan
bahwa anak-anak tersebut dijaga sehingga aman. Mengawasi anak secara langsung atau bahkan bermain
dengan anak adalah suatu kesempatan bagi orang tua untuk mengakrabkan diri sekaligus menjalankan
kewajiban orang tua untuk mendidik anak. Pengawasan orang tua menjadi hal yang penting dan
11. merupakan salah satu persyaratan ruang publik ramah anak. Perlindungan anak diusahakan oleh setiap
orang, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun negara. Sesuai dengan Undang- Undang
No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak. Kalau kita merujuk kembali ke Undang-Undang Perlindungan Anak No 35 Tahun
2014 dan peraturan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, berikut ini adalah
beberapa hak anak yang dapat terpenuhi dengan adanya taman bermain yang ramah anak12:
1. Anak dapat bertemu dan bermain bersama teman-temannya
2. Anak aman bermain di taman ini
3. Merupakan ruang hijau dan pohon-pohonnya berfungsi membersihkan udara
4. Semua orang bisa mengakses taman karena tidak dikenakan biaya masuk
5. Menjadi sarana berkegiatan bersama keluarga (membantu orang tua
melaksanakan kewajiban orang tua untuk mengasuh dan mendidik anak,
pasal 26, Perkembangan ruang ramah anak tidak membutuhkan modal besar,
hanya sebuah taman yang dilengkapi sarana permainan anak dan berbagai
jenis pohon dan tanaman sebagai vegetasi yang dapat menyejukkan dan
memberi rasa nyaman13.
2.6. Anak-anak dalam ruang publik
Ruang Publik, adalah ruang yang dirancang dan dibangun sebagai wadah aktifitas
bersifat publik bagi masyarakat. Pengguna ruang publik bermacam, dan secara umum
dibedakan berdasarkan usia dan juga gender.
Perbedaan usia berhasil meraih perhatian yang berlebih. Karena dalam setiap fase
perkembangan usia, manusia akan mengalami perubahan baik dari segi fisik, psikis maupun
mental dan hal itu secara langsung maupun tidak langsung pasti akan berdampak pada kondisi
lingkungan di sekitarnya, tak terkecuali pada ruang publik yang dipakai atau diakses. kata
12. ‘publik’ menunjukkan adanya kebebasan, atau sifat dapat digunakan atau diakses oleh siapa
saja.
Sehingga sudah sewajarnya bahwa ruang publik dapat memenuhi kebutuhan
penggunanya melalui desain yang sesuai atau responsive, tidak terkecuali untuk anak-anak.
Lingkungan sekitar anak-anak merupakan faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak-anak, baik secara fisik, sosial dan mental. Pengaruh lingkungan (keluarga,
teman, atau masyarakat) sangat menentukan bagaimana seorang anak dapat tumbuh. Jika
anak-anak mendapat perlindungan yang aman dan kondisi nyaman di dalam rumah dan bisa
melakukan aktifitas dengan baik seperti belajar, bermain dan beristirahat, begitu pula yang
harus terjadi di luar rumah.
Ruang ruang luar rumah harus dibentuk sebagai wadah yang sesuai bagi anak-anak
dalam perkembangan mereka.ruang tersebut tidak harus berupa area bermain tetapi juga
ruang publik yang dapat diakses dengan aman oleh siapapun termasuk anak-anak. Sehingga
sudah sewajarnya bahwa ruang publik dapat memenuhi.
Ruang publik sebagai ruang yang dapat diakses oleh setiap orang dengan sendirinya
harus memberikan kebebasan bagi penggunanya tidak terkecuali anak anak. Secara
fungsional ruang publik adalah jalan raya, tetapi berdas arkan kesepakatan formal dan
komunikasi massa maka berubah menjadi ruang interaksi. ruang publik tidak terbentuk dari
aktifitas atau proses komunikasi tapi berdasarkan adanya akses. kebutuhan penggunanya
melalui desain yang sesuai atau responsive, tidak terkecuali untuk anak-anak. Lingkungan
sekitar anak-anak merupakan faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak-anak, baik
secara fisik, sosial dan mental.
Pengaruh lingkungan (keluarga, teman, atau masyarakat) sangat menentukan
bagaimana seorang anak dapat tumbuh. Jika anak-anak mendapat perlindungan yang aman
dan kondisi nyaman di dalam rumah dan bisa melakukan aktifitas dengan baik seperti belajar,
13. bermain dan beristirahat, begitu pula yang harus terjadi di luar rumah. Ruang ruang luar
rumah harus dibentuk sebagai wadah yang sesuai bagi anak-anak dalam perkembangan
mereka.ruang tersebut tidak harus berupa area bermain tetapi juga ruang publik yang dapat
diakses dengan aman oleh siapapun termasuk anak-anak.
Ruang publik sebagai ruang yang dapat diakses oleh setiap orang dengan sendirinya
harus memberikan kebebasan bagi penggunanya tidak terkecuali anak anak. Secara
fungsional ruang publik adalah jalan raya, tetapi berdas arkan kesepakatan formal dan
komunikasi massa maka berubah menjadi ruang interaksi. ruang publik tidak terbentuk dari
aktifitas atau proses komunikasi tapi berdasarkan adanya akses.
Aktivitas yang dilakukan di ruang publik oleh anak-anak lebih mengarah pada
aktivitas bermain meskipun ruang yang digunakan tidak dirancang secara khusus untuk
permainan misalnya kolam air mancur yang dibangun sebagai point of view untuk dinikmati
secara visual dapat menjadi tempat bermain air oleh anak anak, sehingga erat kaitannya
antara kondisi fisik dengan perilaku anak pada suatu ruang publik. Seperti manusia pada
umumnya, anak-anak tidak bisa hanya berdiam diri di dalam rumah. Ruang gerak motorik
pada pemukiman sangat tidak memungkinkan anak-anak untuk bermain, sehingga anak- anak
badran membutuhkan ruang publik. Ketersediaan ruang publik adalah bagian dari lingkungan
belajar anak, kecuali anak-anak yang mengalami gangguan atau hambatan perkembangan14.
2.7. Perilaku sosial
Seorang individu dalam lingkungannya menurut Laurens (2004) dapat diamati dari: (1)
fenomena perilaku lingkungan, (2) kelompok- kelompok pemakai dan (3) tempat terjadinya
aktivitas. Fenomena-fenomena tersebut menunjuk pada pola-pola perilaku pribadi yang berkaitan
dengan lingkungan fisik yang ada, terkait dengan perilaku interpersonal manusia atau perilaku
sosial manusia.
14. 2.8. Teritorialitas dan perilaku
Teritorialitas adalah suatu konsep sosio-arsitektur yang diturunkan dari konsep
psikokologi-lingkungan tentang perasaan kepemilikan (psychological ownership) yang menurut
Pierce (2001) adalah suatu perasaan memiliki dan keterikatan secara psikologis dengan suatu
objek tertentu. Teritorialitas diartikan sebagai suatu set perilaku dan kognisi yang ditampilkan
oleh individu atau kelompok yang didasarkan pada pemahaman atas kepemilikan ruang fisiknya
(Halim, 2005).
Teritori adalah area yang secara spesifik dimiliki dan dipertahankan baik secara fisik
maupun non fisik (dengan aturan-aturan atau norma-norma tertentu). Teritori ini biasanya
dipertahankan oleh sekelompok penduduk yang mempunyai kepentingan yang sama dan saling
bersepakat untuk mengontrol areanya (Haryadi, 1996). Misalkan anak-anak di kampung yang
mempunyai teritori untuk bermain, yang menyiratkan pemahaman, penguasaan atas area bermain
tersebut.
Salah satu bentuk pelanggaran terhadap teritori diantaranya adalah invansi yang berarti
seseorang secara fisik memasuki teritori yang bukan miliknya dengan maksud mengambil kendali
atas teritori tersebut dari pemiliknya. Hal ini bisa terjadi pada berbagai tingkatan, misalnya warga
yang mengambil alih ruang gang yang berada tepat di depan petak rumahnya yang semula adalah
untuk jalur sirkulasi dan menggantikannya untuk perluasan lahan rumah dengan menjadikannya
tempat penyimpanan benda-benda yang tidak tertampung di rumahnya (sebagai gudang atau lebih
parah lagi dengan mendirikan kandang ayam/burung).
Fisher seperti dikutip oleh Laurens (2004) mengatakan bahwa kepemilikan atau hak dalam
teritorialitas ditentukan oleh persepsi orang yang bersangkutan sendiri. Persepsi ini bisa aktual
yaitu memang pada kenyataannya ia benar memiliki seperti hak milik atas rumah yang disahkan
secara hukum tetapi juga bisa hanya merupakan kehendak untuk menguasai atau mengontrol suatu
tempat seperti meja makan di kantin atau restoran.
15. Masalah aktualitas persepsi bisa jadi sangat subjektif, misalnya seorang penghuni liar
dipermukiman kampung kumuh diharuskan meninggalkan gubuknya, ia menolak karena ia merasa
gubuk itu sudah menjadi teritorinya. Ia merasa sudah menguasai tempat itu bertahun-tahun tanpa
ada yang mengusiknya.
Menurut Altman (Haryadi, 1996), Laurens (2004) dan Halim (2005) Teritori terdiri dari
tiga kelompok, yaitu: (1) Teritori utama (primary), (2) Teritori sekunder (secondary); dan (3)
Teritori publik.
Teori primer adalah tempat-tempat yang sangat pribadi sifatnya, yang hanya boleh
dimasuki oleh orang-orang yang sudah sangat akrab atau yang sudah mendapatkan izin-izin
khusus. Teritori ini dimiliki oleh perseorangan atau sekelompok orang yang juga mengendalikan
penggunaan teritori tersebut secara relatif tetap, berkenaan dengan kehidupan sehari-hari ketika
keterlibatan psikologis penghuninya sangat tinggi. Misalnya, ruang tidur atau ruang kantor.
Meskipun ukuran dan jumlah penghuninya tidak sama, kepentingan psikologis dan teritori primer
bagi penghuninya selalu tinggi.
Teritori sekunder adalah tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang
yang sudah cukup saling mengenal. Kendali pada teritori ini tidaklah sepenting teritori primer
dan kadang berganti pemakai, atau berbagi penggunaan dengan orang asing. Misalnya, ruang
kelas, kantin kampus, dan ruangan latihan olah raga.
Teritori publik adalah tempat-tempat yang terbuka untuk umum. Pada prinsipnya,
setiap orang diperkenankan untuk berada di tempat tersebut. Misalnya pusat perbelanjaan,
tempat rekreasi, lobi hotel, dan ruang sidang pengadilan yang dinyatakan terbuka untuk
umum. Kadang-kadang terjadi teritori publik dikuasai oleh kelompok tertentu dan
tertutupbagi kelompok yang lain, seperti bar yang hanya untuk orang dewasa atau tempat-
tempat hiburan yang terbuka untuk dewasa umum, kecuali anggota TNI, misalnya.
16. 2.9. Ruang Publik Berdasarkan Sifatnya
Menurut Stephen Carr dkk (1992:19) terdapat 3 (tiga) kualitas utama sebuah ruang
publik, yaitu:
Tanggap (responsive), berarti bahwa ruang tersebut dirancang dan dikelola dengan
mempertimbangkan kepentingan para penggunanya.
1. Demokratis (democratic), berarti bahwa hak para pengguna ruang publik tersebut
terlindungi, pengguna ruang publik bebas berekspresi dalam ruang tersebut, namun
tetap memiliki batasan tertentu karena dalam penggunaan ruang bersama perlu ada
toleransi diantara para pengguna ruang.
2. Dan bermakna (meaningful), berarti mencakup adanya ikatan emosional antara ruang
tersebut dengan kehidupan para penggunanya.
2.10. Peran Ruang Publik
Menurut Carr et al. dalam Carmona dkk.(2003), ruang publik dalam suatu permukiman
akan berperan secara baik jika mengandung unsur antara lain :
a. Comfort,
Merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan ruang publik. Lama tinggal
seseorang berada di ruang publik dapat dijadikan tolok ukur comfortable tidaknya suatu ruang
publik.
Dalam hal ini kenyamanan ruang publik antara lain dipengaruhi oleh : environmental
comfort yang berupa perlindungan dari pengaruh alam seperti sinar matahari, angin; physical
comfort yang berupa ketersediannya fasilitas penunjang yang cukup seperti tempat duduk;
social and psychological comfort.
17. b. Relaxation,
Merupakan aktifitas yang erat hubungannya dengan psychological comfort. Suasana
rileks mudah dicapai jika badan dan pikiran dalam kondisi sehat dan senang. Kondisi ini
dapat dibentuk dengan menghadirkan unsur-unsur alam seperti tanaman / pohon, air dengan
lokasi yang terpisah atau terhindar dari kebisingan dan hiruk pikuk kendaraan di
sekelilingnya.
c. Passive engagement,
Aktifitas ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Kegiatan pasif dapat
dilakukan dengan cara duduk-duduk atau berdiri sambil melihat aktifitas yang terjadi di
sekelilingnya atau melihat pemandangan yang berupa taman, air mancur, patung atau karya
seni lainnya.
d. Active engagement,
Suatu ruang publik dikatakan berhasil jika dapat mewadahi aktifitas kontak/interaksi
antar anggota masyarakat (teman, famili atau orang asing) dengan baik.
e. Discovery,
Merupakan suatu proses mengelola ruang publik agar di dalamnya terjadi suatu
aktifitas yang tidak monoton
18. BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berkaitan dengan problematikan relasi antara perilaku manusia dengan
lingkungan, khususnya perilaku individu-individu masyarakat di permukiman kampung kota,
yang secara metodologis, substansi akan dikaitkan atas dasar paradigma naturalistik dengan
pendekatan fenomenologis. Model pendekatan ini menekankan pada pemahaman yang
holistik terhadap suatu fenomena. Untuk melihat keseluruhan fenomena dilakukan dengan
melakukan observasi keadaan dan kegiatan di lokasi yang dijadikan sampel penelitian agar
mendapatkan suatu kondisi tertentu dengan segala keunikan yang terjadi di dalamnya.
Untuk mendapatkan tolok ukur perancangan ruang gang dengan berbagai ragam
aktivitas warga, data dikumpulkan dari sejumlah kawasan permukiman kampung kota yang
dapat mewakili segmen sosial masyarakat (dibedakan atas masyarakat dengan penghasil
menengah dan masyarakat dengan penghasilan rendah). Permukiman kampung kota yang
berada di kawasan kelurahan Cepokomulyo Kecamatan Kepanjen merupakan kasus terpilih
sebagai sampel penelitian dengan alasan bahwa di kelurahan ini terdapat banyak kampung
kota yang dihuni masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus terdapat kampung kota yang
dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah.
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan parameter penelitian yang disusun berdasar
kajian pustaka dan studi literature. Penggalian dan perekaman data menggunakan teknik-
teknik observasi dan wawancara.
3.1. Metode
Penelitian ini berkaitan dengan problematikan relasi antara perilaku manusia dengan
lingkungan, khususnya perilaku individu-individu masyarakat di permukiman kampung kota,
yang secara metodologis, substansi akan dikaitkan atas dasar paradigma naturalistik dengan
pendekatan fenomenologis. Model pendekatan ini menekankan pada pemahaman yang
19. holistik terhadap suatu fenomena. Untuk melihat keseluruhan fenomena dilakukan dengan
melakukan observasi keadaan dan kegiatan di lokasi yang dijadikan sampel penelitian agar
mendapatkan suatu kondisi tertentu dengan segala keunikan yang terjadi di dalamnya.
Pengamatan dilakukan terhadap aspek-aspek penelitian pada objek fisik ruang gang di
permukiman kampung kota yang dipilih menjadi lokasi penelitian beserta nilai sosial kultural
yang terkandung dalam aktivitas masyarakat penghuninya dalam menggunakan ruang gang
dalam kehidupan sehari-hari dan bentuk-bentuk invansi lahan oleh warga terhadap ruang
gang
3.2. Prosedur Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian, disusun langkah-langkah/prosedur penelitian
dengan sistematika sebagai berikut:
1. Pengkajian dan pengembangan teori yang mencakup teori-teori tentang interaksi
manusia dengan lingkungan yang mencakup teori-teori tentang permukiman, teori
perilaku spasial: teritori dan kesesakan (crowding), dan teori perancangan ruang
publik. Pengkajian dan pengembangan teori yang mendukung tujuan penelitian ini
dilakukan secara deduktif
2. Merumuskan parameter penelitian untuk digunakan sebagai indikator pengukur
gejala.
3. Menyusun instrumen pengumpulan data sesuai dengan parameter yang dirumuskan
4. Pemilihan unit analisis penelitian, yaitu sejumlah permukiman kampung kota
5. Pengumpulan data melalui observasi lapangan, dokumentasi dan wawancara untuk
menggali fenomena yang terjadi pada sejumlah kasus sampel di lapangan
6. Melakukan analisis data secara induktif melalui pengkategorisasian fenomena yang
disusun atas dasar karakteristik perilaku dan tuntutan arsitektural.
20. 7. Perumusan temuan penelitian yang berupa tolok ukur untuk membuat kerangka acuan
(guidelines) untuk perancagan ruang gang yang mampu mengakomodasi karakteristik
sosial kultural masyarakatnya.
3.3. Populasi dan Sampel
Untuk mendapatkan tolok ukur perancangan ruang gang dengan berbagai ragam
aktivitas warga, data dikumpulkan dari sejumlah kawasan permukiman kampung kota yang
dapat mewakili segmen sosial masyarakat ( dibedakan atas masyarakat dengan penghasil
menengah dan masyarakat dengan penghasi1an rendah). Pennukiman kampung kota yang di
kawasan kelurahan Arjuna kecamatan Cicendo Bandung merupakan kasus terpilih sebagai
sampel penelitian dengan alasan bahwa di kelurahan ini terdapat banyak kampung kota yang
dihuni masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus terdapat .kampung kota yang dihuni oJeh
masyarakat berpenghasilan menengah.
Sampel lokasi gang untuk permukiman kampung kota dengan penghuni mayoritas
berpenghasilan rendah adalah gang Arjuna yang terletak di lingkungan RW 02 Kelurahan
Arjuna Kecamatan Cicendo, sedangkan sampel lokasi untuk permukiman kampung kota
dengan penduduk mayoritas berpenghasilan menengah adalah gang kampung kota di jalan
Ugrasena yang terletak di lingkungan RW 03 Kelurahan Arjuna Kecamatan Cicendo (untuk
kampung kota di jalan Ugrasena rencanannya penelitian akan dilakukan di tahun kedua).
Kedua gang ini meskipun berada pada kelurahan yang sama namun memiliki ciri-ciri fisik
gang yang berbeda. Demikian pula dengan kegiatan-kegiatan warganya dalam melakukan
aktivitas di ruang gang lingkungan permukimannya terlihat perbedaan yang mencolok.
3.4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan parameter arsitektural yang telah
disimpulkan dari Kajian Pustaka. Penggalian dan perekaman data menggunakan teknikteknik
berikut ini:
21. 1. Observasi awal yang dalam penelitian ini menggunakan istilah grand tour untuk
pengamatan awal guna mendapatkan unit- unit amatan yang sesuai dengan tujuan
penelitian yang dalam penelitian ini
2. Observasi mendalam yang dalam penelitian ini menggunakan istilah mini tour untuk
pengamatan mengenai adalah karakteristik fisik gang dan jenis-jenis kegiatan yang
dilakukan masyarakat pada ruang gang. Karakteristik ruang gang yang diamati dan
direkam berupa dimensi gang, material penutup tanah pada gang, akses masuk.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan warga/masyarakat diruang gang diamati dan
direkam pada pagi, siang dan malam.
3. Observasi dan wawancara dilakukan untuk pengambilan data berupa invasi lahan
yang dilakukan oleh warga pada ruang gang sehingga membuat fungsi utama gang
terganggu.
Untuk mendapatkan data-data penelitian seperti tersebut di atas, disusun langkah langkah
pengumpulan data dengan sistematika sebagai berikut:
1. Melakukan grand tour atau pengamatan awal yang menyeluruh, dengan tujuan untuk
menemukan unit-unit amatan penelitian.
2. Melakukan mini tour atau pengamatan mendalam, dengan tujuan untuk menemukan
unit-unit informasi/fenomena berdasar parameter dan indicator gejala seperti yang
telah dirumuskan.
3. Melakukan pengamatan dan perekaman terhadap unit-unit informasi yang berupa: (i)
sistem aktivitas atau perilaku manusia, (ii) sistem spasial, dan (iii) bentukan fisik dan
(iv) invasi lahan oleh warga terhadap ruang gang.
4. Melakukan wawancara dan perekaman terhadap unit-unit informasi yang berupa
system nilai atau segala sesuatu yang dipikirkan atau diketahui oleh warga
(responden) tentang hal-hal yang berhubungan dengan parameter penelitian.
22. 5. Melakukann pengelompokan atau kategorisasi fenomena-fenomena yang sama, mirip,
atau saling berhubungan sehingga memunculkan tema-tema.
6. Melakukan analisa hubungan atau dialog antar tema untuk tolok ukur perancangan
ruang gang.
23. DAFTAR PUSTAKA
Carr, Stephen et al. 1992. Public Space. United States of America: Cambridge University
Press.
Dimitriou, Harry T. 1995. A Development Approach to Urban Transport Planning: An
Indonesian Illustration. Aldershoot: Avebury.
Doxiadis, Constantinos A. 1968, An Introduction To The Science Of Human Settlements-
Ekistics, London: Hutchinson of London.
Girling, Cynthia L dan Kenneth I. Helpband. 1994. Yard Street Park. America: John Wiley &
Sons, Inc.
Kiang, Heng Chye et al. 2010. On Asian Streets and Public Space. Singapore: Mainland Press
Pte Ltd.
Koppelman, Lee.e and De Chiara, Joseph. 1997. Site Planning Standar. Cetakan keempat.
Terjemahan Januar Hakim. Jakarta: Erlangga.
Lynch, Kevin. 1991. City Sense and City Design. Second Printing. Edited by: Banerje and
Southworth. Cambridge: MIT Press. Lynch, Kevin. 1979. The Image of the City. Cambrigde:
MIT Press
Majumder, Ahmad Kamruzzaman. 2007. “Urban Environmental Quality Mapping : A
Perception Study On Chittagong Metropolitan City.” Journal of Science Engineering and
Technology, Vol.I, No. IV, 1-14.
Potterfield, Gerald A dan Hall, Kenneth B. 1995. A Concise Guide to Community Planning.
New York: McGraw-Hill,Inc.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengatar.
Jakarta:Rajagrafindo Persada.
Soemarwoto, Otto. 1989. Analisis Dampak Lingkungan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Southworth, Michael and Eran Ben-Joseph. 1996. Street and The Shaping of Town and Cities.
United States of America: MCGraw-Hill Companies
Waluyo, et al. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.
Altman, Irwin. 1980. Environmental and Culture. New York: Plenum Press
Boedojo, Poedio, dkk. 1986. Arsitektur, Manusia, dan Pengamatannya. Penerbit Djambatan.
Jakarta.
Halim, Deddy, 2005, Psikologi Arsitektur: Pengantar Kajian LintasDisiplin, Jakarta.
Grasindo.
Haryadi. Setiawan. B 1996. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku Suatu Pengantar ke Teori,
Metodologi dan Aplikasi. Dirjen Dikti Dep. Pendidikan dan Kebudayaan.
24. Haryono, Paulus. 2007. Sosiologi Untuk Arsitek. Bumi Aksara. Jakarta
Hershberger, Robert G., 1999, Architectural Programming and Predesign Manager, Mc. Graw
Hill Inc., New York.
Kamil, M. Ridwan (2004). Forgotten Space; Fenomena Koridor Jalan yang terabaikan sebagai
Ruang Publik Kota. Info URDI Vol. 17
Laurens, Joyce Marcella. 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia. PT. Grasindo.
Jakarta.
Rapoport, Amos. 1982. The Meaning of the Built Environment. Beverly Hills, California: Sage
Publications.
Saptorini, Hastuti et al, Studi Tipologi dan Morfologi Karakter Permukian Tepian Sungai.
Studi Kasus Permukiman S. Code Yogyakarta, Jurnal Teknisia Vol.1, April 2004.
Sarwono, Wirawan Sarlito. 1994. Psikologi Lingkungan. Jakarta. Gramedia. Shirvani, Hamid
(1985). The Urban Design Process. New York: Van Nostrand Reinhold Co. Sarwono Wirawan.
(1992). Psikologi Lingkungan.
Wiryomartono., A. Bagoes P. 1995. Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia.
Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
http://www.tera. net. id. http://www.ypr. co. id.
Buku
Alpha Febela Priyatmono (November 2011). Peran Ruang Publik Di Permukiman Tradisional
Kampung Laweyan Surakarta.
Clay, Philip (1979). Neighbourhood Renewal. DC Heath and Company
Khomarudin. (1997). Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman. Jakarta: Yayasan
Real Estate Indonesia, PT. Rakasindo, Jakarta.
Putri Suryandari (Oktober 2011). Geliat Nafas Kampung Kota Sebagai Bagian Dari Pemukiman.
Small, Christopher. Global Analysis Of Urban Population Distribution and The Physical
Environment. New York: Columbia University.
Undang-undang perumahan & permukiman no.4 tahun 1992.
Wakely, Patrick J. et all. (1976). Urban Housing Strategies. Education and Realization. New
York: Pitnan Publisher.
Media Internet
http://www.blogger.com/static/v1/jsbin/3001404816-ieretrofit.js, 29 Oktober 2011.
http://jurnalsdm.blogspot.com/2009/05/interaksi-sosial-definisi-bentuk-ciri.html.November
2011.
http://www.Perpustakaan/Digital/ITB. 29 Oktober 2011