Sistem pengadaan publik di Indonesia rawan korupsi karena kerangka hukum dan akuntabilitas yang cacat. Kerangka hukum tidak mencakup proses pengadaan yang transparan dan akuntabel, serta tidak ada sanksi untuk pelanggaran. Proses pengadaan juga dilakukan tertutup tanpa pengumuman hasil dan pembenaran pemenang pengadaan. Hal ini membuat para pelaku terdorong untuk terlibat korupsi tanpa hukuman.
1. BAB 17 INVESTIGASI PENGADAAN
Pengadaan merupakan salah satu sumber korupsi terbesar dalam sektor keuangan publik. Setiap tahun,
BPK dan BPKP melaporkan kasus pengadaan yangmengandung unsur tindak pidana korupsi. Tidak
banyak yang masuk ke persidangan pengadilan, hanya 30 % yang diselesaikan.
Pengadaan Publik- Sumber Utama
Secara luas, sistem pengadaan publik Indonesia diyakini merupakan sumber utama bagi
kebocoran anggaran yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang memberikan sumbangan besar
terhadap kemerosotan pelayanan jasa bagi rakyat miskin Indonesia. Namun, suatu sistem pengadaan
efektif harus dipusatkan pada upaya untuk memastikan bahwa dana publik dibelanjakan dengan baik
guna meningkatkan efektifitas pembangunan. Apabila suatu system pengadaan berfungsi baik,
dipastikan pembelian barang akan bersaing dan efektif. Supaya berfungsi efektif ,suatu rezim pengadaan
perlu mencakup cirri-ciri :
Kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan diantara lain mewajibkan
pemasangan iklan yang luas tentang kesempatan-kesempatan penawaran, pengungkapan
sebelumnya tentang semua kriteria untuk mendapatkan kontrak, pemberian kontrak yang
didasarkan atas kriteria yang obyektif bagi penawar yang dinilai paling rendah,
pemaparan publik bagi penawaran-penawaran itu, akses terhadap mekanisme peninjauan untuk
keluhan penawar, pengungkapan publik dari hasil-hasil proses pengadaan dan pemeliharaan
catatan lengkap tentang seluruh proses tersebut.
Kejelasan tentang tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional, termasuk penunjukan tanggung
jawab yang jelas atas pengelolaan proses pengadaan,memastikan bahwa aturan-aturan yang
ditaati dan mengenakan sanksi-sanksi jika aturan-aturan itu dilanggar.
Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan pengawasan
penerapan tepat dari kebijakan tersebut. Secara ideal, badan ini jangan bertanggung jawab pula
untuk mengelola proses pengadaan. Badan tersebut harus memiliki wewenang dan
independensi untuk bertindak tanpa takut atau pilih kasih dalam menjalankan tanggung
jawabnya.
Suatu mekanisme penegakan. Tanpa penegakan, kejelasan aturan, dan fungsi tidak ada artinya.
Badan audit pemerintah harus dilatih untuk mengaudit pengadaan publik dan memulai tindakan
terhadap mereka yang melanggar aturan-aturan. Pemerintah perlu menetapkan mekanisme-
mekanisme yang memiliki kepercayaan penuh dari para pegawai.
Staf pengadaan yang terlatih baik, kunci untuk memastikan sistem pengadaan yang sehat.
Faktor Penyebab Kerangka Akuntabilitas Untuk Pengadaan Gagal
Kerangka akuntanbilitas untuk pengadaan public di Indonesia cacat dalam beberapa hal :
Kerangka Hukum Cacat
2. Keppres ( UU No. 18/2000 ) mempunyai kelemahan-kelemahan lain yang berupa
memungkinkan kebijaksanaan cukup besar untuk menghindari pengadaan kompetitif melalui
“belanja” serta “pengontrakan langsung” , tidak mewajibkan lelang dan pemberian kontrak
yang dipublikasikan secara luas, gagal mengunci prosedur-prosedur bagi penawar yang kecewa
untuk mendaftarkan keluhan, dan tidak meajibkan sanksi-sanksi wajib terhadap perusahaan
perusahaan yang ditemukan terlibat dalam kolusi atau mal praktik lainnya.
Pemerintah tidak terorganisasi untuk menangani pengadaan
Pemerintah tidak mempunyai badan yang jelas harus bertanggung jawab untuk kebijakan dan
pematuhan pengadaan publik. Pengadaan itu sendiri terutama dikelola oleh manajemen proyek
(pimpro).
Insentif-insentif terdistorsi
Akibat pamong praja yang dikelola dengan buruk dan peradilan yang lemah,
kerangka insentif melenceng jauh sehingga tidak ada imbalan untuk efisiensi dan kejujuran dan
tidak ada hukuman untuk korupsi. Baik Pimpro maupun anggota panitia lelang
menghadapi insentif-insentif kuat untuk berpartisipasi dalam korupsi dan kolusi.
Pengadaan dilakukan di balik pintu tertutup
Sebagian besar proses tersebut berlangsung di balik pintu tertutup. Hasil-hasil penawaran
berikut pembenaran yang sesuai dengan pemenangan penawaran tidak diumumkan.
Pengauditan lemah
Auditor Pemerintah kurang mengenal aturan dan prinsip pengadaan. Keengganan untuk
menerapkan sanksi-sanksi administratif terhadap pegawai negeri yang ketahuan berkolusi
dengan lingkaran-lingkaran penawar berarti bahwa secara efektif tidak ada mekanisme
penegakan.
Kententuan Perundangan-Undangan
Ketentuan perundang-undangan mengenai pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dengan APBN dan
APBD terdapat dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Keputusan presiden ini telah diubah
beberapa kali sebagai berikut : dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004, Peraturan Presiden
Nomor 32 Tahun 2005, dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005. Tujuan dikeluarkannya
ketentuan perundangan adalah agar pengadaan barang-jasa pemerintah yang dibiayai dengan
APBN/APBD dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan,
terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik
dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan Pelayanan
masyarakat.
Dalam proses pelaksanaan pengadaan barang-jasa pemborongan/ jasa lainnya yang memerlukan
penyedia barang-jasa dibedakan menjadi empat cara yaitu pelelangan umum, pelelangan terbatas
pembelian langsung, dan penunjukan langsung.
Investigasi Pengadaan
3. Cara investigasi diterapkan dalam pengadaan yang menggunakan system tender atau penawaran
secara terbuka. Dalam sistem ini, lazimnya ada tiga tahapan berikut
Tahap pretender (presolicitation phase)
Tahap penawaran dan negosiasi (solicitation and negotiation phase)
Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administrative (performance and administration phase)