Tugas Psikologi Kelompok Kohesivitas dan Identitas Sosial
Makalah ttg pemikiran kelompok
1. Tugas KOMUNIKASI ORGANISASI
TEORI PEMIKIRAN KELOMPOK (GROUPTHINK)
O
L
E
H
Josephine Fiona Ketaren (100904090)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
2. Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat kasih karuniaNya, penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul “Teori Pemikiran Kelompok”.
Makalah ini ditujukan untuk pemenuhan tugas menjelang Ujian Tengah Semester yang
ditugaskan oleh Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A, selaku dosen Komunikasi Organisasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak terkait yang telah mendukung penulis
dalam penyusunan makalah ini, dan juga kepada ibu dosen yang telah membimbing penulis
melalui pengajaran saat mata kuliah Komunikasi Organisasi berlangsung.
Dalam proses penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan, yakni
dengan referensi website-website yang membahas tentang Teori Pemikiran Kelompok
(groupthink) dan buku-buku Teori Komunikasi yang berkaitan tentang penggunaan teori
groupthink, terutama dalam organisasi.
Tantangan dalam penyelesaian makalah ini adalah keterbatasan referensi buku-buku yang
dimiliki penulis untuk menuntaskan penyelesaian makalah ini dan keterbatasan pemahaman
yang dimiliki penulis tentang permasalahan Groupthink.
Masih banyak kekurangan yang terdapat di makalah, oleh karena itu, kritik dan saran sangat
diperlukan untuk memperkaya isi makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memperkaya pengetahuan pembaca, dan berguna
untuk kita semua. Terimakasih dan selamat membaca.
Medan, Oktober 2012
Penulis
3. BAB I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Berpartisipasi dalam kelompok kecil merupakan fakta kehidupan. Baik di sekolah maupun
tempat kerja, orang sering kali menghabiskan banyak waktu kegiatan mereka di dalam
kelompok. Kelompok didefenisikan sebagai dua atau lebih individu, yang berinteraksi dan
saling tergantung antara satu dengan yang lain, yang bersama-sama ingin mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Kelompok dapat berbentuk formal atau informal. Kelompok formal
maksudnya jika kita mendefinisikannya sebagai struktur organisasi, dengan memberikan
penugasan pekerjaan yang membentuk kelompok tugas dan kelompok kerja. Dalam
kelompok formal, perilaku yang harus ditunjukkan oleh seseorang ditentukan dan diarahkan
untuk tujuan organisasi. Sebaliknya, kelompok informal merupakan aliansi yang tidak
terstruktur atau tidak ditetapkan secara organisasional.
Janis menyatakan bahwa ketika anggota kelompok memiliki nasib yang sama, terdapat
tekanan yang kuat untuk menuju pada ketaatan. Dalam hal ini, pencarian konsensus
(kebutuhan akan semua orang untuk sepakat) lebih berat dibandingkan akal sehat. Sehingga
keinginan untuk mencapai suatu tujuan atau tugas lebih penting daripada menghasilkan solusi
pemecahan masalah yang masuk akal. Pada bab berikut, akan ditelusuri lebih jauh tentang
Groupthink, terutama seberapa besar pengaruhnya terhadap organisasi .
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Groupthink?
2. Apa saja asumsi tentang Groupthink?
3. Apa penyebab terjadinya groupthink?
4.Apa saja gejala-gejala groupthink?
5. Apa saja kelemahan groupthink?
4. BAB II Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink)
Irving Janis, di dalam bukunya Victims of Groupthink (1972), menjelaskan apa yang terjadi
dalam kelompok kecil di mana anggota-anggotanya memiliki hubungan yang baik satu sama
lain. Groupthink didefenisikan sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan anggota
kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk
menilai semua rencana tindakan yang ada. Janis berpendapat bahwa anggota-anggota
kelompok sering kali terlibat di dalam sebuah gaya pertimbangan di mana pencarian
konsensus (kebutuhan semua orang akan sepakat) lebih berat dibandingkan akal sehat.
Janis yakin bahwa apabila kelompok yag kemiripan anggotanya tinggi dan memiliki
hubungan baik satu sama lain gagal untuk menyadari sepenuhnya akan adanya pendapat yang
berlawanan, ketika maereka menekan konflik hanya agar mereka dapat bergaul dengan baik,
atau ketika anggota kelompok tidak secara penuh mempertimbangkan semua solusi yang ada,
mereka rentan terhadap groupthink.
Asumsi Groupthink
Marshall Scott Poole (1998) berpendapat bahwa kelompok kecil harus menjadi “unit analisis
yang paling mendasar”. Janis memfokuskan penelitiannya pada kelompok pemecahan
masalah (problem-solving group), yang tujuan utamanya adalah untuk mengambil keputusan
dan memberikan rekomendasi kebijakan. Pengambilan keputusan merupakan bagian penting
dari kelompok-kelompok kecil ini. Kegiatan kelompok kecil lainnya termasuk pembagian
informasi, bersosialisasi, berhubungan dengan orang serta kelompok di luar kelompok
mereka, mendidik anggota baru, memperjelas peranan dan bercerita (Frey & Sunwolf, 2005;
Poole & Hirokawa, 1996). Dengan mengingat ini, berikut akan dibahas tiga asumsi penting:
a) Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas
tinggi.
b) Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang menyatu.
c) Kelompok dan pengambil keputusan oleh kelompok sering kali bersifat kompleks.
Ernest Bormann (1996) mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki perasaan
yang sama atau investasi emosional dan sebagai akibatnya mereka cenderung untuk
mempertahankan identitas kelompok. Pemikiran kolektif ini biasanya menyebabkan sebuah
kelompok memiliki hubungan yang baik dan mungkin memiliki kohesivitas tinggi.
5. Kohesivitas (cohesiveness) adalah batas hingga di mana anggota-anggota suatu kelompok
bersedia untuk bekerja sama dari sikap, nilai dan pola perilaku kelompok.
Dennis Gouran (1998) mengamati bahwa kelompok-kelompok rentan terhadap batasan
afiliatif (affiliative constraints) yang berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk
menahan masukan mereka daripada mengambil risiko ditolak. Anggota kelompok karenanya,
tampak lebih tertarik untuk mengikuti pemimpin ketika saat pengambilan keputusan tiba.
Seorang psikolog sosial, Robert Zajonc (1965) menawarkan prinsip sederhana tentang
kelompok: Ketika orang lain ada di sekitar kita, kita terstimulasi dari dalam, dan hal ini
membantu atau menghalangi kinerja dari suatu tugas. Nickolas Cottrell dan tim penelitinya
(Cottrell, Wack, Sekerak, & Rittle, 1968) kemudian mengklarifikasikan penemuan Zajonc
dan berpendapat bahwa apa yang mendorong orang pada penyelesaian tugas adalah
mengetahui bahwa seseorang akan dievaluasi oleh orang lainnya. Cottrell dan koleganya
yakin bahwa anggota kelompok khawatir mengenai konsekuensi yang akan dibawa oleh
anggota lain kepada kelompok.
Marrin Shaw (1981) dan Janet Fulk serta Joseph McGrath (2005) mendiskusikan isu-isu
tambahan sehubungan dengan kelompok. Mereka melihat banyak pengaruh terdapat dalam
kelompok kecil-usia dari anggota kelompok, sifat kompetitif dari anggota kelompok, ukuran
kelompok, kecerdasan anggota kelompok, komposisi gender kelompok dan gaya
kepemimpinan yang ada di dalam kelompok. Selain itu, latar belakang budaya dari tiap
individu dapat mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam kelompok.
Jika dinamika kelompok kompleks dan menantang, maka alasan orang sering kali ditugaskan
dalam kelompok adalah karena “Dua kepala lebih baik daripada satu.” John Brihart, Gloria
Galanes dan Katherine Adams (2001) menjelaskan bahwa:
Kelompok biasanya merupakan pemecah masalah yang lebih baik, dalam jangka
panjang, daripada para individu perseorangan karena mereka memiliki akses ke lebih
banyak informasi, dapat melihat kelemahan dan bias dalam pemikiran satu sama lain,
dan kemudian berpikir mengenai hal yang mungkin gagal dipertimbangkan oleh
seorang individu. Selain itu, jika orang berpartisipasi dalam perencanaan pemecahan
suatu masalah, sangat mungkin bahwa mereka akan bekerja lebih keras dan lebih baik
dalam menjalankan rencana-rencana tersebut. Oleh karena itu, partisipasi dalam
6. pemecahan masalah dan pengambilan keputusan memastikan akan adanya komitmen
berkelanjutan terhadap keputusan dan solusi tersebut.
Terdapat dua isu tentang Groupthink, yaitu
1. Clark McCauley (1989) menyatakan bahwa kelompok yang anggotanya serupa
satu sama lain adalah kelompok yang lebih kondusif terhadap groupthink
(homogeneity).
2. Keputusan kelompok yang tidak dipertimbangkan matang-matang oleh semua
orang dapat mengakibatkan terjadinya groupthink.
Janis (1982) mengemukakan bahwa ada tiga kondisi yang mendorong terjadinya
groupthink, yakni:
1. Kohesivitas Kelompok
Janis berpendapat bahwa kelompok dengan kohesivitas tinggi memberikan
tekanan yang besar pada anggota kelompoknya untuk menaati standar kelompok.
Ketika kelompok mencapai tingkat kohesivitas yang tinggi, euforia ini cenderung
mematikan opini dan alternatif yang lain.
2. Faktor Struktural
Faktor-faktor ini antara lain
1. Isolasi kelompok (group insulation) merujuk pada kemampuan kelompok
untuk tidak terpengaruh oleh dunia luar. Mereka mungkin saja mendiskusikan
isu-isu yang memiliki relevansi di dunia luar, tetapi anggota-anggota
kelompok ini terlindung dari pengaruhnya. Orang di luar kelompok yang dapat
membantu dalam mengambil keputusan bahkan mungkin ada di dalam
organisasi, tetapi tidak diminta untuk berpartisipasi.
2. Kurangnya kepemimpinan imparsial (lack of impartial leadership) berarti
bahwa anggota kelompok dipimpin oleh orang yang memiliki minat pribadi
terhadap hasil akhir.
3. Kurangnya prosedur pengambilan keputusan (lack of decision making
procedures) dan kemiripan antaranggota kelompok (homogenitas latar
belakang antaranggota).
Dennis Gouran dan Randy Hirokawa (1996) menyatakan bahwa bahkan jika
suatu kelompok menyadari akan adanya suatu masalah, mereka masih harus
mencari tahu penyebab dan sejauh apa masalah ini. Kelompok, karenanya
7. dapat dipengaruhi oleh suara-suara yang dominan dan mengikuti mereka yang
memilih untuk mengemukakan pendapat. Kelompok lain mungkin mengikuti
apa yang telah mereka amati dari kelompok sebelumnya, walaupun tujuannya
tidak sama.
Janis mengamati bahwa “kurangnya perbedaan dalam latar belakang sosial
dan ideologi di antara para anggota dari sebuah kelompok yang kohesif
membuat mereka lebih mudah menyetujui saran apa pun yang dikemukakan
oleh sang pemimpin”. Tanpa keragaman latar belakang dan pengalaman, akan
menjadi sulit untuk mendebat masalah-masalah yang penting.
3. Tekanan Kelompok
Tekanan kelompok terdiri dari tekanan internal dan eksternal (internal and
external stress). Ketika pembuat keputusan sedang berada dalam tekanan yang
berat-baik disebabkan oleh dorongan-dorongan dari luar maupun dari dalam
kelompok-mereka cenderung tidak dapat menguasai emosi.
Ketika tingkat tekanan tinggi, kelompok biasanya mengikuti pemimpin mereka
dan menyatakan keyakinan mereka.
Gejala Groupthink
1. Pencarian Persetujuan (Concurrence Seeking)
Ini terjadi ketika kelompok berusaha untuk mencapai kesepakatan bersama dalam
keputusan akhir mereka. Andrea Hollingshead dan koleganya (2005): ”Tim-tim
groupthink memberikan prioritas yang tinggi terhadap memberikan dukungan secara
emosional terhadap satu sama lain sehingga mereka memilih untuk tidak saling
menantang satu sama lain. Menurut Janis ada tiga kategori gejala dari groupthink:
1. Penilaian berlebihan terhadap kelompok (overestimation of the group) yakni
perilaku yang menunjukkan dirinya lebih dari yang sebenarnya, yakni:
a. Ilusi akan ketidakrentanan (illusion of invulnerability) adalah keyakinan
kelompok bahwa mereka cukup istimewa untuk mengatasi rintangan atau
permasalahan apapun.
b. Keyakinan akan moralitas yang tertanam di dalam kelompok (belief in
inherent morality of the group), yaitu pengadopsian pemikiran bahwa “kami
adalah kelompok yang baik dan bijaksana” (Janis, 1982, hal. 256). Dengan
memiliki kepercayaan ini, anggota kelompok membersihkan diri mereka dari
8. rasa malu dan bersalah, walaupun mereka tidak mengindahkan implikasi etis
atau moral dari keputusan mereka.
2. Ketertutupan pikiran (close minded), maksudnya kelompok ini tidak
mengindahkan pengaruh-pengaruh dari luar terhadap kelompok, yakni:
a. Stereotip kelompok luar (out-group stereotypes), yaitu persepsi stereotip
tentang rival atau musuh. Ini menekankan bahwa lawan terlalu lemah atau
terlalu bodoh untuk membalas taktik yang ofensif.
b. Rasionalisasi kolektif (collective rationalization), merujuk pada situasi di
mana anggota-anggota kelompok tidak mengindahkan peringatan yang dapat
mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali pemikiran dan
tindakan mereka sebelum mereka mencapai suatu keputusan akhir.
3. Tekanan untuk mencapai keseragaman (pressure toward uniformity), yakni
keinginan untuk menjaga hubungan baik antar anggota dengan alasan
a. Sensor diri (self-censorship) merujuk pada kecenderungan para anggota
kelompok untuk meminimalkan keraguan mereka dan adanya argumen-
argumen yang menentang. Mereka mulai memikirkan ulang ide-ide mereka.
b. Ilusi akan adanya kebulatan suara (illusion of unanimity), yang menganggap
diam adalah tanda setuju.
c. Self-appointed mind guards yakni anggota-anggota kelompok yang
melindungi kelompok dari informasi yang tidak mendukung. Para mind guards
yakin bahwa mereka bertindak demi kepentingan terbaik kelompok mereka.
d. Tekanan terhadap para penentang (pressures on dissenters), maksudnya
adanya tekanan terhadap anggota kelompok yang menyatakan opini,
pandangan, atau komitmen yang berlawanan dengan opini mayoritas. Sikap ini
akan bertahan, tentu saja, bila mengingat bahwa mereka yang secara terbuka
sering kali kemudian mengundurkan diri atau digantikan (Janis, 1982).
Cara untuk Mencegah Groupthink : Bepikir Sebelum Bertindak
Janis (1982) melihat bahwa kohesivitas adalah kondisi yang penting tetapi tidak mutlak dari
groupthink. Namun, sering kali, ketika kelompok sedang berada dalam situasi ketika mereka
sedang sangat kohesif dan ketika pembuat keputusan sedang berada dalam tekanan yang
berat, groupthink dapat muncul.
9. Hanis (1989; Herek, Janis & Huth, 1987) menyatakan bahwa kelompok-kelompok terlibat di
dalam pembuatan keputusan yang waspada, mencakup:
1. Melihat sasaran yang ingin dicapai oleh para anggota kelompok.
2. Menyusun dan mengkaji ulang rencana-rencana tindakan yang akan diambil
serta alternatif-alternatif yang ada.
3. Mempelajari konsekuensi dari tiap alternatif.
4. Menganalisis rencana tindakan yang pernah ditolak ketika sebuah informasi
baru muncul.
5. Memiliki rencana kontigensi untuk saran-saran yang gagal.
T’Hart (1980) mengemukakan empat rekomendasi umum bagi kelompok yang rentan
terhadap groupthink:
1. Dibutuhkan supervisi dan kontrol.
2. Mendukung adanya pelaporan kecurangan (whistle-blowing) dalam kelompok.
3. Menerima adanya keberatan di dalam kelompok.
4. Menyeimbangkan konsensus dan suara mayoritas.
Janis menemukan dalam risetnya bahwa pikiran kelompok memiliki enam kelemahan,
yaitu:
1. Kelompok membatasi diskusi atau pembahasan hanya pada beberapa alternatif tanpa
mempertimbangkan segala kemungkinan alternatif yang tersedia. Kelompok hanya
mencari penyelesaian yang jelas dan mudah, serta tidak ada upaya untuk menjelajahi
gagasan lainnya.
2. Gagasan yang disukai pada tahap awal tidak pernah dipelajari kembali untuk mencari
kemungkinan kesulitan atau hambatan yang tersembunyi. Dengan kata lain, kelompok
tidak kritis dalam meneliti implikasi dari keputusan atau solusi yang dipilih.
3. Kelompok gagal meneliti kembali berbagai alternatif yang pada awalnya tidak disukai
oleh sebagian besar anggota. Pandangan minoritas dengan cepat dipatahkan dan
diabaikan, tidak saja oleh mayoritas anggota, tetapi juga oleh mereka yang pada
awalnya menyukai alternatif awal itu.
4. Kelompok tidak berupaya mencari pendapat seorang ahli. Kelompok sudah merasa
puas dengan dirinya sendiri dan bahkan merasa terancam oleh pandangan orang luar.
10. 5. Kelompok sangat selektif dalam mengumpulkan dan memeriksa informasi yang
tersedia. Anggota kelompok cenderung berkonsentrasi hanya pada informasi yang
mendukung rencana yang mereka sukai saja.
6. Kelompok tidak melihat kemungkinan mereka akan gagal dan mereka tidak berencana
untuk gagal.
BAB IV Kesimpulan dan Analisis
1. Kelompok adalah pemecah masalah yang lebih baik, dalam jangka panjang, daripada
para individu perseorangan meskipun dinamika kelompok kompleks dan menantang.
2. Groupthink adalah suatu cara pertimbangan yang digunakan anggota kelompok ketika
keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk menilai semua
rencana tindakan yang ada.
3. Ada tiga kondisi yang mendorong terjadinya groupthink, yakni:
a. Kohesivitas Kelompok
b. Faktor Struktural, yakni
Kurangnya prosedur pengambilan keputusan (lack of decision making
procedures) dan kemiripan antaranggota kelompok (homogenitas latar
belakang antaranggota).
Isolasi kelompok (group insulation)
Kurangnya kepemimpinan imparsial (lack of impartial leadership)
c. Tekanan Kelompok
4. Gejala Groupthink
a. Pencarian Persetujuan (Concurrence Seeking), antara lain:
1) Penilaian berlebihan terhadap kelompok (overestimation of the group) yakni
perilaku yang menunjukkan dirinya lebih dari yang sebenarnya, yakni:
Ilusi akan ketidakrentanan (illusion of invulnerability)
Keyakinan akan moralitas yang tertanam di dalam kelompok (belief in
inherent morality of the group)
b. Ketertutupan pikiran (close minded), antara lain:
1) Stereotip kelompok luar (out-group stereotypes)
2) Rasionalisasi kolektif (collective rationalization)
c. Tekanan untuk mencapai keseragaman (pressure toward uniformity), mencakup:
11. 1) Sensor diri (self-censorship)
2) Ilusi akan adanya kebulatan suara (illusion of unanimity)
3) Self-appointed mind guards
4) Tekanan terhadap para penentang (pressures on dissenters)
5. Cara untuk mencegah groupthink, yakni
a. Menurut Hanis
1) Melihat sasaran yang ingin dicapai oleh para anggota kelompok.
2) Menyusun dan mengkaji ulang rencana-rencana tindakan yang akan diambil
serta alternatif-alternatif yang ada.
3) Mempelajari konsekuensi dari tiap alternatif.
4) Menganalisis rencana tindakan yang pernah ditolak ketika sebuah informasi
baru muncul.
5) Memiliki rencana kontigensi untuk saran-saran yang gagal.
b. Menurut T’Hart
1) Dibutuhkan supervisi dan kontrol.
2) Mendukung adanya pelaporan kecurangan (whistle-blowing) dalam kelompok.
3) Menerima adanya keberatan di dalam kelompok.
4) Menyeimbangkan konsensus dan suara mayoritas.
6. Terdapat 6 kelemahan groupthink, antara lain
1) Kelompok hanya mencari penyelesaian yang jelas dan mudah, serta tidak ada
upaya untuk menjelajahi gagasan lainnya.
2) Gagasan yang disukai pada tahap awal tidak pernah dipelajari kembali untuk
mencari kemungkinan kesulitan atau hambatan yang tersembunyi.
3) Kelompok gagal meneliti kembali berbagai alternatif yang pada awalnya tidak
disukai oleh sebagian besar anggota.
4) Kelompok tidak berupaya mencari pendapat seorang ahli.
5) Kelompok sangat selektif dalam mengumpulkan dan memeriksa informasi yang
tersedia.
6) Kelompok tidak melihat kemungkinan mereka akan gagal dan mereka tidak
berencana untuk gagal.
12. Kritik dan Saran
1. Perlu adanya keragaman dan konflik untuk mencegah agar setiap orang dapat berpikir
secara rasional untuk mempererat hubungan antar anggota kelompok tanpa harus
menitikberatkan pada pencarian konsensus yang tidak beralasan.
2. Groupthink menekankan adanya keseragaman yang dimiliki setiap anggota kelompok,
dan melupakan bahwa setiap individu adalah unik dan bahwa alternatif lain juga
diperlukan dalam membentuk adanya strategi pemecahan masalah.
3. Perlu adanya pengawas dan penasihat dalam mencegah terjadinya groupthink di
kelompok, sebagai pemulihan kembali nilai-nilai dan tujuan awal pembentukan
organisasi yang hilang ataupun tumpul serta fokus terhadap pemecahan masalah
dalam setiap pengambilan keputusan yang dilakukan kelompok.
4. Kelompok sebaiknya mementingkan keragaman opini dan adanya “plan b” sebagai
bagian untuk mencari solusi terbaik bagi kepentingan kelompok.
5. Perlu adanya “pemerhati” yang bukan bagian dari kelompok, namun memahami
secara jelas apa kebutuhan organisasi dan bagaimana merealisasikannya.
13. DAFTAR PUSTAKA
Morissan, M.A. 2009. Teori Komunikasi Organisasi. Ghalia Indonesia: Jakarta
West, Richard & Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi. Analisis dan Aplikasi.
2009. Salemba Humanika: Jakarta. Edisi ketiga.
Muhammad, Arni, Dr. Komunikasi Organisasi. 2004. Bumi Aksara: Jakarta. Cetakan
keenam.
http://duniadandia.blogspot.com/2011/03/teori-groupthink-irving-janis.html
yasir.staff.unri.ac.id
http://sosbud.kompasiana.com/2012/02/07/pengaruh-ideologi-dan-group-think-organisasi-ekstra-
kampus-terhadap-idealisme-kinerja-organisasi-intra-kampus/