SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
TUGAS
KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
(Analisis Teori Groupthink Irving Janis)
OLEH
I K B A R
G2C114044
JURUSAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelompok merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang berinteraksi
dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya, dan dibentuk bersama
berdasarkan pada interest atau tujuan yang sama. Perilaku kelompok
merupakan respon-respon anggota kelompok terhadap struktur sosial kelompok
dan norma yang diadopsinya. Perilaku kolektif merupakan tindakan seseorang
oleh karena pada saat yang sama berada pada tempat dan berperilaku yang
sama pula.
Bermula dari karya Victims of Groupthink: a Psycological Study of Foreign
Decision and Fiascoes, Irving Janis (1972) menggunakan istilah groupthink
untuk menunjukan suatu model berfikir sekelompok orang yang bersifat
kohesif. Dia mendefinisikannya sebagai suatu mode berpikir yang diterapkan
oleh orang-orang ketika mereka terlibat secara mendalam didalam suatu
kelompok yang kohesif dimana para anggotanya ingin mencapai kebulatan
sehingga menghilangkan motivasi mereka untuk menilai secara realistis
rangkaian tindakan alternative lainnya. Groupthink terjadi apabila
kepaduannya tinggi dan kecenderungan untuk mencapai konsensus dalam
kelompok-kelompok yang memiliki ikatan erat sehingga mengakibatkan mereka
mengambil keputusan-keputusan yang inferior. Kelompok-kelompok seringkali
tidak mendiskusikan semua pilihan yang tersedia. Pemecahan-pemecahan
seringkali tidak dikaji. Kelompok-kelompok sangat selektif dalam menangani
informasi.
Istilah ini menunjuk sebuah situasi apabila sebuah kelompok mengambil
keputusan yang salah karena adanya tekanan kelompok yang mengakibatkan
turunnya efisiensi mental, berkurangya pengujian realitas, dan pertimbangan
moral. Kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh groupthink akan
mengabaikan alternative-alternatif lain dan cenderung mengambil tindakan-
tindakan irasional dan mendehumanisasi kelompok-kelompok yang lain. Suatu
kelompok sangat rentan terhadap groupthink, terutama apabila para
anggotanya memiliki latar belakang yang seragam, terisolasi dari opini-opini
luar, dan apabila tidak ada mekanisme pengambilan keputusan yang jelas.
Apakah ciri sebuah kelompok terkena groupthink? Menurut Janis,
setidaknya terdapat beberapa gejala: (a) Ilusi kekebalan, yang merupakan
optimisme yang berlebihan bahwa kelompoknya tidak akan terkalahkan; (b)
Rasionalisasi kolektif atas tindakan yang diputuskan dengan cara membenarkan
hal-hal yang salah seakan-akan masuk akal; (c) Keyakinan akan superioritas
moral kelompok; (d) Stereotip terhadap kelompok luar sebagai jahat, lemah,
bodoh, dll; (e) Tekanan-tekanan langsung pada anggota-anggota kelompok
yang berbeda pendapat; (f) Sensor diri terhadap penyimpangan dari konsensus
kelompok dan berusaha meminimumkan keragu-raguan mereka; (g) Ilusi
bahwa semua anggota bersepakat dan bersuara bulat; (h) Munculnya pembela-
pembela keputusan (mindguards) atas inisiatif sendiri untuk melindungi
kelompok dan pemimpin kelompok dari pendapat yang merugikan dan
informasi yang tak diinginkan.
Untuk itu, penulis akan membahas lebih jauh bagaimana groupthink
menurut Irving Janis, bagaimana penerapan groupthink di Indonesia terhadap
pembangunan dan kebijakan publik, serta kritik terhadap groupthink.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi dari Irving Janis
Irving Janis lahir di Buffalo, New York, pada tahun 1918. Ia belajar di
Universitas Chicago dan melanjutkan untuk menerima gelar doktor dari
Universitas Columbia pada tahun 1948. Dia menyelesaikan studi postdoctoral-
nya di New York psikoanalitik Institute. Antara 1943 dan 1945, Janis bertugas di
Cabang Riset Angkatan Darat, mempelajari moral personil militer. Pada tahun
1947 ia bergabung dengan fakultas Universitas Yale dan tetap di Departemen
Psikologi di sana sampai pensiun empat dekade kemudian. Dia juga seorang
profesor psikologi di University of California, Berkeley.
Janis memfokuskan sebagian besar karirnya pada mempelajari pengambilan
keputusan, khususnya di bidang tindakan kebiasaan menantang seperti merokok
dan diet. Ia meneliti dinamika kelompok, yang mengkhususkan diri di daerah
yang disebutnya "groupthink," yang menjelaskan bagaimana kelompok-
kelompok orang yang mampu mencapai kompromi atau konsensus melalui
kesesuaian, tanpa benar-benar menganalisis ide-ide atau konsep. Dia
mengungkapkan tekanan hubungan sebaya harus sesuai dan bagaimana
dinamika ini membatasi batas-batas kemampuan kognitif kolektif kelompok,
sehingga stagnan, orisinal, dan di kali, merusak ide.
Sepanjang karirnya, Janis menulis sejumlah artikel dan laporan pemerintah
dan beberapa buku termasuk Groupthink: Studi Psikologis Keputusan Kebijakan
dan fiascoes dan Keputusan Krusial: Kepemimpinan dalam Pembuatan Kebijakan
dan Manajemen Krisis. Dia bekerja dengan Carl Hovland untuk penelitian teori
sikap dan menjelajahi bidang psikologi yang berkaitan dengan persuasi. Janis
diakui selama bertahun-prestasinya selama bertahun-tahun dengan
penghargaan seperti Sosial-Psikologis Prize dari Asosiasi Amerika untuk
Kemajuan Ilmu Pengetahuan di 1967, Distinguished Kontribusi Scientific Award
dari American Psychological Association pada tahun 1981, dan Society of
Experimental Social psikologi Distinguished Scientist Award pada tahun 1991.
Janis dan Marjorie Graham menikah pada tahun 1939, dan mereka
mengangkat dua anak perempuan. Janis meninggal akibat kanker paru-paru
pada tahun 1990.
2.2 Latar belakang Lahirnya Teori
Groupthink adalah jenis pemikiran yang ditunjukkan oleh anggota
kelompok yang berusaha untuk meminimalkan konflik dan mencapai konsensus
tanpa pengujian secara kritis, analisis yang tepat, dan mengevaluasi ide-ide dari
luar kelompok. Kreativitas individu, keunikan, dan cara berpikir yang
independen menjadi hilang karena mengejar kekompakan kelompok. Dalam
kasus groupthink, anggota kelompok menghindari untuk megutarakan sudut
pandang pribadi di luar zona konsensus berpikir kelompoknya.
Motif ini dilakukan anggota kelompok agar tidak terlihat bodoh, atau
keinginan untuk menghindari konflik dengan anggota lain dalam kelompok.
Groupthink dapat menyebabkan suatu kelompok membuat keputusan secara
tergesa-gesa dan membuat keputusan yang tidak rasional. Dalam groupthink,
pendapat individu disisihkan karena dikhawatirkan dapat mengganggu
keseimbangan kelompok.
Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink) lahir dari penelitian panjang
Irvin L Janis. Melalui karya ’Victims of Groupthink : A Psychological Study of
Foreign Decisions and Fiascoes (1972)’, Janis menggunakan istilah groupthink
untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya
kohesif (terpadu), ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota
kelompok untuk mencapai kata mufakat (kebulatan suara) telah
mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan
secara realistis. Dari sinilah groupthink dapat didefinisikan sebagai satu situasi
dalam proses pengambilan keputusan yang menunjukkan tumbuhnya
kemerosotan efisiensi mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang
disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok
Groupthink meninggalkan cara berpikir individual dan menekankan pada
proses kelompok. Sehingga pengkajian atas fenomena kelompok lebih spesifik
terletak pada proses pembuatan keputusan yang kurang baik, serta besar
kemungkinannya akan menghasilkan keputusan yang buruk dengan akibat
yang sangat merugikan kelompok. Selanjutnya diperjelas oleh Janis, bahwa
kelompok yang sangat kompak (cohesiveness) dimungkinkan terlalu banyak
menyimpan atau menginvestasikan energi untuk memelihara niat baik dalam
kelompk ini, sehingga mengorbankan proses keputusan yang baik dari proses
tersebut
2.3 Penyebab Groupthink
Menurut Janis, kohesi kelompok hanya akan menimbulkan groupthink
jika salah satu dari berikut dua kondisi anteseden hadir, yaitu :
* Structural errors in the organization: insulation of the group, lack of tradition
of impartial leadership, lack of norms requiring methodological procedures,
homogeneity of social background and ideology.
* Provocation situational context: high stress from external threats, failure
recently, the excessive difficulty in decision-making task, moral dilemmas
Dalam bahasa yang lebih mudah, suatu kelompok sangat rentan
terhadap groupthink apabila ;
Dalam struktur organisasi
 Anggota dari suatu kelompok memiliki latar belakang dan pengalaman yang
berdekatan.
Komunikasi dalam suatu kelompok yang memiliki kesatuan visi dan
efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para
pesertanya. Walaupun dalam kenyataanya tidak pernah ada manusia yang
persis sama. Namun, kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya ras (suku)
mendorong orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan
tersebut komunikasi dalam kelompok menjadi lebih padu.
Janis (1982) mencatat bahwa kurangnya ''perbedaan dalam latar
belakang sosial dan ideologi di antara para anggota kelompok kohesif akan
memudahkan bagi mereka untuk setuju pada apa pun proposal yang diajukan
oleh pemimpin ".
 Suatu kelompok tersebut terisolasi dari opini-opini dunia luar.
Hal tersebut dapat terjadi jika kelompok jauh dari pengaruh kelompok
lain atau dapat juga dengan sengaja menjauhkan diri dari kelompok luar. Isolasi
dalam kelompok mengacu pada kemampuan kelompok untuk tidak terpengaruh
oleh dunia luar. Anggota-anggota dalam sebuah kelompok berkomunikasi
begitu sering sehingga mereka menjadi kebal dan tidak peduli dengan apa yang
terjadi di luar kelompok mereka. Memang pada kenyataannya, mereka mungkin
akan membahas isu-isu yang terjadi di dunia luar, namun para anggota
terisolasi dari pengaruhnya.
 Dan, apabila tidak ada aturan mengenai kejelasan dalam pengambilan
keputusan kelompok.
Jika dalam suatu kelompok tidak ada sistem yang mengatur perihal
bagaimana keputusan dibuat, maka akibatnya keputusan yang akan diambil
menjadi keputusan yang masih mentah tanpa mempertimbangkan dan
mengevaluasi ide-ide lain.
Dalam konteks situasional:
 Stres tinggi dari faktor eksternal,
Akhir kondisi anteseden groupthink berkaitan dengan penekanan pada
kelompok. Yaitu, internal dan eksternal pada kelompok stres dapat
menimbulkan groupthink. Ketika para pembuat keputusan di bawah tekanan
besar, maka kekuatan kelompok akan cenderung terganggu.
Contohnya, dosen memberikan tugas pada kelompok A yang sangat sulit
hanya dalam tempo satu minggu. Dan tugas tersebut berpengaruh 40% dari
nilai akhir. Namun, dalam kenyataannya kelompok A menjadi bekerja di bawah
tekanan karena tuntutan tugas tersebut. Walhasil apapun idenya asalkan dapat
menyelesaikan tugas ini tepat waktu akan diambil tanpa menimbang metode
pengerjaannya dan cara-cara yang benar.
· kegagalan
· kesulitan yang berlebihan pada pengambilan keputusan,
· dilemma moral.
2.4 Gejala Groupthink
Janis (1982) mengamati tentang gejala-geajala dari groupthink. Tanda-
tanda atau gejala bagi kelompok yang mengalami groupthink, diantaranya :
a. Kelompok Overtimation
Sebuah kelompok overtimation termasuk pada perilaku orang-orang yang
menunjukkan kelompok percaya. Dua gejala spesifik ada dalam kategori ini
Ilusi Kekebalan dan Percaya Pada Moralitas Yang Melekat Pada Kelompok.
 Illusion of invulnerability (Anggapan bahwa kelompok kebal)
Kelompok yakin bahwa pengambilan keputusannya tidak perlu
dipertanyakan, yang menciptakan optimisme berlebihan dan dorongan
untuk mengambil risiko yang ekstrim. Suatu sikap dimana segala sesuatu
akan berlangsung baik karena merasa dalam kelompok yang khusus.
 Belief in inherent group (Percaya Pada Moralitas Yang Melekat)
Percaya pada moralitas yang melekat dalam kelompok yang sedang
terpengaruh groupthink, para anggota akan secara otomatis
mengasumsikan bahwa pandangan mereka selalu benar. Hal ini
membuat para angota cenderung mengabaikan konsekuensi-
konsekuensi moral dan etika dari keputusan-keputusan yang mereka
buat.
b. Closed-minded
Ketika sebuah kelompok close-minded atau tertutup, maka kelompok
akan mengabaikan pengaruh luar pada kelompok. Kedua gejala dibahas oleh
Janis dalam kategori ini adalah Stereotip Rasionalisasi Outgroups dan kolektif
Outgroups Stereotype.
 Rasionalisasi Kolektif
Suatu cara bepikir yang menolak setiap pandangan yang berbeda tanpa
mengevaluasinya secara memadai dan menyeluruh. Usaha-usaha ini akan
mendorong kelompok untuk mengabaikan peringatan-peringatan yang apabila
tidak diabaikan kemungkinan akan mendorong mereka untuk
mempertimbangkan kembali asumsi-asumsi mereka, sebelum mereka
memutuskan untuk berkomitmen kembali ke keputusan-keputusan
kebijaksanaan semula.
 Out-Group Stereotype
Membuat asumsi-asumsi sederhana dan belum tentu benar mengena
orang-orang yang bukan anggota kelompok. Sikap outgroup selalu ditandai
dengan suatu kelainan yang berwujud antagonis atau antipati.
c. Pressures Toward Uniformity
Tekanan terhadap keseragaman pengaruhnya dapat sangat besar untuk
beberapa kelompok. Janis percaya bahwa kelompok yang selalu bersama dapat
menetapkan diri mereka menjadi kelompok yang menganut groupthink.
Keempat gejala pada kategori ini adalah Self Cencorship, Ilusi Kebulatan Suara,
Self Appointed Mindguards, dan Direct Pressure on Dissenters.
 Self Cencorship
Individu-individu dalam kelompok menekan setiap keraguan-keraguan
yang mereka rasakan mengenai pemikiran kelompok. Para anggota cenderung
menghilangkan penyimpangan dari konsensus, dan berusaha meminimumkan
signifikasi dari keraguan-keraguan mereka dan argumen-argumen yang
bertentangan.
 Illusion of Unanimity
Para anggota kelompok memiliki pemahaman yang salah mengenai
kelompok, yaitu mereka menganggap kelompok sebagai unanimous (semua
anggota memiliki pandangan yang sama). Karena adanya self cencorship, para
anggota membagi keyakinan bahwa ada unanimous dalam pertimbangan-
pertimbangan mereka; tidak memberikan suara dianggap konsensus.
 Direct Pressure on Dissenters (Tekanan Langsung Pada Anggota Yang
Menolak)
Para anggota kelompok dibujuk untuk tidak mnentang pemikiran
kelompok. Kepada orang-orang yang membuat argumen-argumen kuat yang
menentang stereotype, ilusi, atau komitmen kelompok akan disampaikan
tantangan berupa sanksi; anggota yang loyal akan selalu sependapat dengan
mayoritas kelompok
 Self appointed Minguards
Mindguards berarti melindungi pemimpin dari gagasan yang salah. Para
angota kelompok melindungi kelompok dari informasi yang buruk dan
mengancam berlangsungnya dinamika kelompok.
2.5 Asumsi –Asumsi Teori menurut Irving Janis
Irving Janis mendefinisikan groupthink sebagai suatu model berpikir yang
diterapkan oleh orang-orang apabila mereka terlibat secara mendalam dalam
suatu kelompok yang kohesif, apabila para anggota ingin mencapai unanimity
sehingga menghilangkan motivasi mereka untuk menilai secara realistis
rangkaian tindakan lainnya.
Asumsi-asumsi dalam teori groupthink diantaranya:
1. Terdapat kondisi-kondisi didalam kelompok yang mempromosikan
kosehivitas tinggi,
2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang
menyatu,
3. Kelompok dan penyatuan keputusan oleh kelompok seringkali bersifat
kompleks.
Dalam hal ini Irving Janis memfokuskan penelitiannya pada Problem-Solving
Group dan task-oriented group. Irving Janis juga mengembangkan konsep
groupthink untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan gangguan yang
terjadi pada kelompok yang anggotanya bekerja sama selama jangka waktu.
Penelitian ke groupthink menyebabkan penerimaan luas dari kekuatan tekanan
teman sebaya. Menurut Janis, ada beberapa elemen kunci untuk groupthink,
termasuk:
Kelompok ini mengembangkan ilusi kekebalan yang menyebabkan mereka
menjadi terlalu optimis tentang potensi hasil dari tindakan mereka. Anggota
kelompok percaya pada akurasi yang melekat pada keyakinan kelompok atau
kebaikan yang melekat pada kelompok itu sendiri. Seperti contoh dapat dilihat
ketika orang membuat keputusan berdasarkan patriotisme. Kelompok ini
cenderung untuk mengembangkan pandangan negatif atau stereotip dari orang
tidak dalam kelompok. Kelompok ini memberi tekanan pada orang-orang yang
tidak setuju dengan keputusan-keputusan kelompok. Kelompok ini menciptakan
ilusi bahwa semua orang setuju dengan kelompok dengan menyensor dissenting
keyakinan. Beberapa anggota kelompok mengambil itu atas diri untuk menjadi
"mindguards" dan keyakinan dissenting benar.
Proses ini dapat menyebabkan kelompok untuk membuat keputusan berisiko
atau tidak bermoral. Namun, dalam situasi tertentu, groupthink dapat menjadi
cara yang efektif dan produktif berakhir, yang memungkinkan kelompok untuk
datang ke keputusan dalam perilaku yang lebih efisien dan dipercepat daripada
jika mereka tetap terlibat dalam diskusi atau ketidaksetujuan. Sebagai contoh,
sebuah kelompok perencanaan protes mungkin lebih efektif panggung protes
karena groupthink. Tanpa groupthink, kelompok bisa terjebak dalam argumen
tak berujung atas strategi dan keyakinan. Groupthink telah dieksplorasi dalam
konteks sosial mulai dari bisnis dan politik, keluarga dan lingkungan
pendidikan.
Groupthink akan terjadi apabila cohesiveness tinggi dan kecenderungan
untuk mencari kansensus dalam kelompok-kelompok yang memiliki ikatan erat
akan mengakibatkan mereka mengambil keputusan-keputusan yang interior.
Kelompok-kelompok sering kali tidak mendiskusikan semua pilihan yang
tersedia. Pemecahan-pemecahan sering kali tidak dikaji, dan kelompok-
kelompok seperti ini, sering sekali sangat selektif dalam menangani informasi.
Fenomena groupthink akan terjadi apabila sebuah kelompok mengambil
keputusan yang salah karena adanya tekanan kelompok yang mengakibatkan
turunnya efesiensi mental, berkurangnya pengujian realita, dan pertimbangan
moral. Kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh groupthink akan cenderung
mengabaikan alternatif-alternatif lain dan selalu mengambil tindakan-tindakan
irrasional yang mendehumanisasi kelompok-kelompok yang lain. Suatu
kelompok yang rentan dengan groupthink terutama para anggota yang memiliki
latar belakang yang seragam, atau apabila kelompok tersebut terisolasi dari
opini-opini luar, serta apabila tidak ada aturan pengambilan keputusan yang
baku dan jelas dalam suatu kelompok.
2.6 Penerapan Groupthink Di Indonesia Terhadap Pembangunan Dan
Kebijakan Public
Pembangunan dan Kebijakan publik merupakan suatu pranata penting
dalam mengatur kehidupan masyarakat sekaligus juga mengatur pola relasi
antara negara dan masyarakat. Karena itu, kebijakan publik senantiasa
melibatkan banyak aktor sehingga semua pihak merasa terwakili
kepentingannya. Namun dalam banyak kasus justru seringkali kepentingan
publik malah yang diabaikan. Kebijakan publik hanyalah mengakomodasi
segelintir kepentingan. Dengan menggunakan hipotesis groupthink
sesungguhnya kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebuah kebijakan
memang kerap mengalami proses-proses rumit yang dialami oleh aktor-aktor
yang turut serta dalam perumusan kebijakan tersebut.
Namun, hipotesis groupthink menyisakan beberapa keberatan yang perlu
untuk ditelaah lebih jauh. Saya berpendapat bahwa, hipotesis groupthink
menyederhanakan sesuatu yang sesungguhnya rumit, sebagai sekadar persoalan
psikologis kelompok semata. Selain itu, dengan menggunakan data historis,
hipotesis ini berambisi menyimpulkan situasi mikro dan mengklaim
menemukan dinamika yang terjadi antar aktor. Dengan demikian tidak
berlebihan kalau Aldag & Fuller menuding Janis hanya menggunakan bukti-
bukti yang mendukung teorinya saja. Bahkan secara mendasar menurut
Littlejohn (1996:300) hipotesis ini justru tidak menyinggung sama sekali soal
bagaimana sebuah kelompok bisa kohesif.
Sesungguhnya banyak faktor yang bisa dipertimbangkan daripada sekedar
melihat bahwa sebuah kebijakan muncul karena semata hasil proses-proses
mikro dalam kelompok. Hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa setiap
kebijakan publik yang muncul bersifat ahistoris, kedap sosial, dan terlepas dari
determinasi struktural lainnya. Dalam kasus kebijakan ekonomi di Indonesia,
beberapa ahli telah mengintroduksi bahwa kebijakan-kebijakan yang muncul
setidaknya dapat dilihat melalui beberapa pandangan, kita akan menyimaknya
satu persatu.
Salah satu buku pertama yang ditulis tentang kebijakan liberalisasi
ekonomi di Indonesia berasal dari Richard Robison, The Rise of Capital (1986).
Dia menggunakan argumen determinasi struktural. Intinya, Robison
menyatakan bahwa negara berada dalam posisi yang sangat kuat karena dalam
sejarah Indonesia kepentingan borjuasi sangatlah lemah dan terpecah-terpecah.
Disaat kelompok borjuasi mulai menguat pada awal 1980-an, kelompok
tersebut mengusung kebijakan negara yang sentralistis karena berkaitan dengan
proteksi negara terhadap usaha-usaha yang menguntungkan mereka. Namun
kepentingan tersebut bertentangan dengan kepentingan kapitalisme
internasional yang berperan semakin besar dan menuntut kebijakan yang lebih
liberal yang pro pasar. Oleh karena itu, menurut Robison, munculah kontradiksi
sekitar pertengahan tahun 80-an. Di satu pihak Soeharto perlu mengakomodasi
kepentingan borjuasi domestik, namun dipihak lain, karena butuh pinjaman
luar negeri, maka ia perlu mengikuti tuntutan Bank Dunia dan berbagai
lembaga keuangan internasional liberal lainnya. Dengan demikian, dengan
melihat kebijakan ekonomi pemerintahan Soeharto pada dekade tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa dalam perebutan pengaruh untuk formulasi
kebijakan dimenangkan oleh kapitalisme internasional. Tekanan modal global
terlalu kuat untuk dilawan oleh negara maupun oleh borjuasi domestik. Tesis ini
juga didukung oleh Jeffrey Winters (1999) yang menyatakan bahwa kekuatan
modal global sangat kuat mempengaruhi perubahan kebijakan ekonomi
Indonesia ke arah yang lebih liberal pada era 80-an.
Pendapat lain dikemukakan oleh William Liddle (1996). Menurut Liddle,
formulasi kebijakan yang muncul pada masa Orde Baru haruslah menempatkan
presiden Soeharto dalam posisi sentral. Dalam menguraikan proses kebijakan,
Liddle menekankan pentingnya peran Soeharto sebagai seorang politikus ulung
yang menggunakan berbagai sumber yang ada padanya untuk memperbesar
kekuasaanya serta mencapai tujuan yang dianggapnya baik buat Indonesia.
Soeharto menikmati posisi yang relatif otonom karena dia berhasi
mengendalikan berbagai instrumen kekuasaan (paksaan, bujukan, pertukaran,
dan organisasi) demi mencapai tujuan ganda, yaitu mengendalikan masyarakat
serta melanggengkan dukungan para pengikut utamanya.
Dengan otonomi relatif tersebut Soeharto mengendalikan proses
pembangunan ekonomi. Para pembantu terdekatnya, para mentri serta kaum
ekonom boleh saja mengusulkan ini dan itu, tapi pada akhirnya Soeharto
sendirilah yang bertanggungjawab terhadap berbagai kebijakan penting yang
dipilih oleh pemerintah Orde Baru. Oleh karena itu, menurut Liddle, setiap
analisis mengenai arah kebijakan Indonesia, seperti perubahan dari
protesionisme menuju pada kebijakan pintu terbuka, harus diawali dengan
pemahaman terhadap kendala dan peluang yang dihadapi Soeharto dalam
mengelola kekuasaannya. Sinyalemen ini juga sebenarnya diintroduksi oleh
Mulyana (2001:117-118) perihal kuatnya budaya patrimonial dalam budaya
politik di Indonesia yang perlu ditelaah apabila kita ingin menerapkan hipotesis
groupthink.
Pandangan terakhir dikemukakan oleh Rizal Mallarangeng (2002). Tesis
Mallarangeng yang utama adalah pentingnya mempertimbangkan gagasan
sebagai variabel dalam proses perumusan kebijakan. Menurutnya perubahan
kebijakan ekonomi dari sentralisme ke liberalisme tidak bisa dilepaskan dari
dukungan jaringan komunitas epistemik liberal yang tersebar di kampus-
kampus, media massa, lembaga-lembaga penelitian, dan juga di pemerintahan
sendiri. Mereka dipertemukan oleh keyakinan atau kepercayaan bersama atas
kebenaran serta perlunya penerapan bentuk pengetahuan tertentu, yaitu
pandangan ekonomi yang liberal, pro pasar.
Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa proses formulasi suatu
kebijakan merupakan pertemuan dari berbagai macam faktor yang teramat
kompleks. Alih-alih sebagaimana dikonsepsikan Janis, setidaknya dalam kasus
kebijakan Pembangunan dan ekonomi di Indonesia, dapat dirumuskan yaitu
determinasi struktural, peran otonom individu Soeharto, dan jaringan gagasan
atau komunitas epistemik liberal.
2.7 Kritik Terhadap groupthink menurut Irving Janis
Dalam beberapa hal, hipotesis Janis ini memang meyakinkan, namun ia
tidak terlepas dari kritik. Beberapa kritik yang diajukan adalah bahwa Janis
hanya mengambil bukti-bukti yang mendukung teorinya saja. Kepaduan
kelompok itu sendiri belum tentu menimbulkan pikiran kelompok (groupthink),
misalnya perkawinan dan keluarga, dapat tetap terpadu atau kohesif tanpa
menimbulkan pikiran kelompok; dengan tetap membiarkan perbedaan pendapat
tanpa mengurangi keterpaduan itu sendiri. Selain itu Tetlock et.al, juga
menyatakan bahwa dalam banyak kasus ada juga kelompok-kelompok yang
sudah mengikuti prosedur yang baik, namun tetap melakukan kesalahan,
misalnya Presiden Carter dan penasehat-penasehatnya yang merencanakan
pembebasan sandera di Iran pada tahun 1980. Namun operasi tersebut gagal
total dan Amerika Serikat dipermalukan. Padahal kelompok tersebut telah
mengundang berbagai pendapat dari luar dan memperhitungkan kemungkinan
secara realistik.
 Segi Epistemologi
Teori berasal dari Irving Janis disaat Irving Janis meneliti suatu peristiwa
peristiwa besar di Amerika Serikat yang tidak memberikan suatu kerugian bagi
Amerika Serikat baik materi maupun jiwa rakyat Amerika Serikat dan banyak
mengundang perhatian public , Penelitian ini boleh jadi merupakan suatu
kajian yang didasarkan pada Konstruktivisme saja dimana Janis tidak pernah
dapat menerangkan latar belakang dari pra groupthink dalam peristiwa yang
ditelitinya , Pendekatan yang digunakann oleh Janis adalah teori kritis yang
memiliki keterikatan moral untuk mengkritik siatus quo dan membangun
masyarakat yang lebih adil.
 Segi Ontologi
Teori ini hanya mengkaji bagaimana peristiwa yang diteliti oleh Janis
hanya samapi pada hasil yang akhir dari suatu terjadinya peristiwa yang diteliti
Janis tanpa meyajikan suatu latar belakang dari terjadinya suatu peristiwa yang
meyebabkan Groupthink, di mana kebijakan-kebijakan yang mempunyai
kualifikasi Groupthink yang diteliti hanyalah pengambilan keputusan dalam
peristiwa peristiwa yang banyak menimbulkan kritik kritik dari masyarakat
 Segi Aksiologi
Teori Groupthink menurut Irvings Janis (1972) adalah istilah untuk
keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal
untuk menolak anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan
memiliki nilai moral. Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu
berpengaruh dalam kelompok yang irrasional tapi berhasil mempengaruhi
kelompok menjadi keputusan kelompok.
Secara teoritis dampak negatif Teori Groupthink menurut Irvings Janis
adalah
1) Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja.
2) Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak
lagi dievaluasi atau dikaji ulang.
3) Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah
dipertimbangkan kembali.
4) Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam
bidangnya.
5) Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi
karena ada bias pada pihak anggota.
6) Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari
kelompok lain akan melakukan aksi penentangan, sehingga tidak siap
melakukan antisipasinya.
7) Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna.
2.8 Contoh Kasus groupthink
Kajian groupthink menemukan fakta menarik bahwa banyak peristiwa
penting yang berdampak luas disebabkan oleh keputusan sekelompok kecil
orang, yang mengabaikan informasi dari luar mereka. Beberapa contoh kasus
groupthink akan penulis paparkan di bawah ini, diantaranya:
 Keputusan AS menyerang Irak, banyak ditentang oleh negara lain dan
bahkan sebahagian warga negaranya sendiri, meskipun dengan alasan
adanya senjata pemusnah massal dan terorisme. Buktinya, dalam pemilu sela
di AS dalam beberapa hari ini, partai Republik yang merupakan partainya
pemerintahan Bush, kalah dari partai Demokrat. Di antara sebab kekalahan
itu adalah karena masalah kebijakan pemerintah AS (yang dikuasai partai
Republik) menyerang Irak (Reuter, 8/11). Akan tetapi buktinya keputusan itu
telah dilaksanakan juga, dan media massa juga ikut membentuk pandangan
masyarakat dengan memberitakan alasan-alasan yang membolehkan
serangan tersebut. Para anggota kelompok yang tergabung dalam
groupthink tersebut tidak pernah dan bahkan pantang menyalahkan pihak
pemrakarsa gagasan serangan tersebut.
 Meledaknya pesawat ruang angkasa Challenger. Padahal salah satu
mekaniknya sudah faham kalau ada yang tidak beres dengan pesawat
tersebut, sebelum diadakan peluncuran. Tetapi karena kepala mekanik sudah
mengatakan bahwa pesawat dalam kondisi siap luncur, maka para anggota
mekanik harus menjalankan tugasnya. Akhirnya, pesawat itu meledak
diangkasa yang menewaskan seluruh awaknya. Namun para mekanik tetap
membela kelompoknya dengan alasan bahwa suatu kecelakaan lumrah saja
terjadi. Jadi tidak ada pihak yang salah. Namun tentunya, pengakuan mereka
dianggap demikian oleh masyarakat sejauh media massa memberitakannya
sesuai dengan alasan seluruh mekanik tersebut.
 Misalnya dalam peristiwa Pearl Harbour (1941), keputusan fatal diambil
karena mengabaikan informasi penting intelejen sebelumnya.Minggu-
minggu menjelang penyerangan Pearl Harbour di bulan Desember 1941
yang menyebabkan Amerika Serikat terlibat Perang Dunia II, komandan-
komandan militer di Hawaii sebetulnya telah menerima laporan intelejen
tentang persiapan Jepang untuk menyerang Amerika Serikat di suatu tempat
di Pasifik. Akan tetapi para komandan memutuskan untuk mengabaikan
informasi itu. Akibatnya, Pearl Harbour sama sekali tidak siap untuk
diserang. Tanda bahaya tidak dibunyikan sebelum bom-bom mulai meledak.
Walhasil, perang mengakibatkan 18 kapal tenggelam, 170 pesawat udara
hancur dan 3700 orang meninggal.
 Transisi Kepemimpinan PDIP oleh Gun Gun Heryanto. PDIP sangat identik
dengan Megawati yang mewarisi kekuatan referen (referent power) dari
Soekarno. Hingga kini, arus utama politik PDIP masih dalam pengendalian
Mega yang diposisikan tak hanya sekedar ketua umum dalam pengertian
formal organisasional, melainkan juga representasi basis ideologis. Faktor
Mega masih sangat menentukan orientasi PDIP saat ini maupun ke depan,
terlebih jika Mega masih memosisikan dirinya sebagai figur sentral sekaligus
pengambil kebijakan utama di partai ini. Ada tiga kondisi menonjol yang
mendorong kuatnya gejala groupthink di PDIP. Pertama, faktor kohesivitas
kelompok. Ciri yang paling identik dari bangunan kepartaian PDIP selama
ini adalah semangat kebersamaan (esprit the corps) yang menonjol dalam
loyalitas terhadap Mega. Kohesi sesungguhnya positif karena dapat menjadi
perekat agar kelompok tetap utuh. Namun kelompok yang sangat kohesif
atau berlebihan juga akan melahirkan keseragaman berpikir dan berprilaku
yang rentan terhadap batasan afiliatif (affiliative constraints). Menurut
Dennis Gouran dalam tulisannya The Signs of Cognitive, Affiliative and
Egosentric Constraints (1998) batasan afiliatif berarti bawa anggota
kelompok lebih memilih untuk menahan diri daripada mengambil resiko
ditolak. Pengaruh Megawati di PDIP sangat dominan dan struktur kepartaian
berada dalam afiliasi terhadap pengaruh itu. Kita melihat misalnya, dalam
beberapakali konggres Megawati tampil menjadi Ketua Umum nyaris tanpa
kompetitor. Jika pun ada orang atau kelompok yang berkeinginan
berkompetisi dengan Mega maka secara umum kader menganggapnya
sebagai penyimpang, sehingga menjadi salah satu potensi konflik. Kedua,
faktor struktural berbentuk minimnya kepemimpinan imparsial (lack of
impartial leadership) dan kurangnya prosedur pengambilan keputusan (lack
of decision making procedures). Dalam tradisi politik di PDIP, ketaatan kader
terhadap Mega, tak cukup memberi ruang bagi munculnya pemimpinan
alternatif. Nyaris tidak ada figur di luar Mega yang mampu memerankan
diri sebagai pengontrol dan dapat mengembangkan dialektika serta
kritisisme. Situasi ini dengan sendirinya memandatkan banyak prosedur
pengambilan keputusan pada Mega atau orang terdekat Mega, sehingga
PDIP tumbuh bergantung pada sosok Mega dan cukup kerepotan
menemukan formula alih generasi. Ketiga, tekanan terhadap kelompok baik
dari internal maupun eksternal. PDIP dalam sejarahnya memang rentan
terhadap konflik. Faktor Mega hingga kini masih dianggap formula ampuh
dalam mengatasi berbagai konflik internal sekaligus figur yang dapat
menjadi katalisator kesadaran kelompok bersama (shared group
conciousness) di PDIP. Faktor ini dengan sendirinya telah memapankan
rasionalisasi kolektif yang ditandai dengan minimnya partisipasi rasional
kader dalam keputusan akhir partai, terutama menyangkut jabatan ketua
umum mereka. Dampak lain dari gejala groupthink selain rasionalisasi
kolektif biasanya adalah ilusi mengenai ketidakrentanan partai terhadap
permasalahan yang berkembang, menguatnya ilusi kebulatan suara, tekanan
untuk mencapai keseragaman dan tekanan terhadap para penyimpang. Hal
yang harus diwaspadai dari gejala groupthink ini adalah ketertutupan
pikiran para kader atas situasi dinamis yang sesungguhnya menjadi masalah
kekinian PDIP.
 Babak akhir kasus Century oleh Dosen Komunikasi Politik di UIN Jakarta dan
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute. Hiruk-pikuk kasus
Century memasuki babak akhir yang menentukan. Sejak Desember hingga
puncaknya awal Maret nanti, berbagai isu utama maupun penggembira
seputar skandal bailout Bank Century bergulir bak bola panas sekaligus
menjadi magnitude perbincangan, mulai dari Senayan hingga jalanan. Ibarat
tim sepak bola yang menerapkan total football, para anggota Pansus Bank
Century lincah bergerak, menyerang, melakukan penetrasi dan manuver di
berbagai lini. Publik yang di luar gelanggang pun termangu, berharap,
sesekali bersorak karena seolah para pemain hampir sampai di gawang dan
menuai skor kemenangan. Jika pada akhirnya mereka teriak “it’s just the
political game”,maka tak berlebihan jika kita mengategorikan mereka hanya
para pesolek yang sedang membangun citra politik semata-mata. Sebaliknya
jika mereka konsisten membangun koalisi kebenaran dan membuka tuntas
skandal Century hingga ke akarnya, mereka layak dapat bintang dan tak
segan kita rekomendasikan sebagai figurfigur pemimpin bermartabat yang
layak meneruskan alih generasi kepemimpinan nasional di masa mendatang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Groupthink terjadi manakala ada semacam konvergenitas pikiran, rasa,
visi, dan nilai-nilai di dalam sebuah kelompok menjadi sebuah entitas
kepentingan kelompok, dan orang-orang yg berada dalam kelompok itu
dilihat tidak sebagai individu, tetapi sebagai representasi dari
kelompoknya. Apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan adalah
kesepakatan satu kelompok. Tidak sedikit keputusan-keputusan yang
dibuat secara groupthink itu yang berlawanan dengan hati nurani
anggotanya, maupun orang lain di luarnya. Namun mengingat itu
kepentingan kelompok, maka mau tidak mau semua anggota kelompok
harus kompak mengikuti arah yang sama agar tercapai suatu
kesepakatan bersama.
 Teori bermanfaat mungkin hanya untuk menganalisa sebagian saja dari
setiap hasil keputusan yang menghasilkan kegagalan atau peristiwa yang
merugikan baik materi maupun jiwa , Teori juga bias dijadikan early
warning dalam setiap kelompok dalam mengambil keputusan dimana
pentingnya suatu masukan masukan yang baik dan teruji dalam
mengambil keputusan agar tidak berakibat fatal.
 dalam konteks formulasi kebijakan di Indonesia -- perlu dikedepankan.
Hal ini untuk menunjukan bahwa perspektif kecenderungan kelompok
kecil sebagai penentu kebijakan, sebagaimana yang ditawarkan Janis,
mendapatkan tantangan berat, mengingat sebenarnya dalam proses-
proses tersebut amatlah kompleks. Disisi lain, persepektif struktural
maupun kultural dapat mereduksi kelemahan-kelemahan internal yang
terkandung dalam hipotesis groupthink Janis.
3.2 Saran
Agar mahasiswa sering dilatih dalam pemahaman teori, sehingga dalam
berpandangan ada acuan dan indikator yang jelas, sehingga gugurlah istilah
“Kesesatan Paradigma”.
DAFTAR PUSTAKA
Goldberg, Alvin. Dan Larson Carl. Komunikasi Kelompok: Proses-Proses Diskusi
dan Penerapannya. Edisi Terjemahan. Depok : UI Press, 2006.
https://afrilwibisono.wordpress.com/2015/05/10/analisa-groupthink/
http://duniadandia.blogspot.com/2015/05/teori-groupthink-irving-janis.html
http://komunikasimedia.blogspot.com/2015/05/kritik-terhadap-teori-groupthink-
dalam.html
Handayani, Susaningtyas dan kawan-kawan. 2007. Resume Tugas Mata Kuliah
Teori Komunikasi Kontemporer. Bandung.
Janis, Irving, 1972, Victims of Groupthink: a Psycological Study of Foreign
Decision and Fiascoes,

More Related Content

What's hot

Teori Strukturasi Adaptif
Teori Strukturasi AdaptifTeori Strukturasi Adaptif
Teori Strukturasi Adaptifmankoma2012
 
Teori Budaya Organisasi
Teori Budaya OrganisasiTeori Budaya Organisasi
Teori Budaya Organisasimankoma2012
 
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politikKekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politikWandi Suhardi
 
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsi
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsiBab 4 faktor faktor penyebab korupsi
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsinatal kristiono
 
Tugas group think 4
Tugas group think 4Tugas group think 4
Tugas group think 4bumnbersatu
 
Groupthink
GroupthinkGroupthink
Groupthinkmoehnash
 
Teori penetrasi sosial
Teori penetrasi sosialTeori penetrasi sosial
Teori penetrasi sosialLauna Usni
 
Groupthink theory
Groupthink theoryGroupthink theory
Groupthink theorymankoma2013
 
Uses and Gratification Theory
Uses and Gratification TheoryUses and Gratification Theory
Uses and Gratification Theorymankoma2013
 
PPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsiPPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsiirfan baihaqi
 
Teori agenda setting
Teori agenda setting Teori agenda setting
Teori agenda setting mankoma2013
 
Teori komunikasi kelompok
Teori komunikasi kelompokTeori komunikasi kelompok
Teori komunikasi kelompokKentos2069
 
Genderlect Theory
Genderlect TheoryGenderlect Theory
Genderlect Theorynisayumna
 
KOMUNIKASI KELOMPOK
KOMUNIKASI KELOMPOKKOMUNIKASI KELOMPOK
KOMUNIKASI KELOMPOKTika Nafisah
 
Teori Bonafide
Teori BonafideTeori Bonafide
Teori BonafideHafiza .h
 
Teori Dialektika Relasional
Teori Dialektika RelasionalTeori Dialektika Relasional
Teori Dialektika Relasionalmankoma2013
 
Face Negotiation Theory
Face Negotiation TheoryFace Negotiation Theory
Face Negotiation Theorymankoma2013
 
Muted Group Theory
Muted Group TheoryMuted Group Theory
Muted Group Theorymankoma2012
 

What's hot (20)

Teori Strukturasi Adaptif
Teori Strukturasi AdaptifTeori Strukturasi Adaptif
Teori Strukturasi Adaptif
 
Teori Budaya Organisasi
Teori Budaya OrganisasiTeori Budaya Organisasi
Teori Budaya Organisasi
 
Teori Agenda Setting
Teori Agenda SettingTeori Agenda Setting
Teori Agenda Setting
 
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politikKekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
Kekuasaan, kewenangan dan legitimasi politik
 
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsi
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsiBab 4 faktor faktor penyebab korupsi
Bab 4 faktor faktor penyebab korupsi
 
Tugas group think 4
Tugas group think 4Tugas group think 4
Tugas group think 4
 
Teori Komunikasi "Interaksi Simbolik"
Teori Komunikasi "Interaksi Simbolik"Teori Komunikasi "Interaksi Simbolik"
Teori Komunikasi "Interaksi Simbolik"
 
Groupthink
GroupthinkGroupthink
Groupthink
 
Teori penetrasi sosial
Teori penetrasi sosialTeori penetrasi sosial
Teori penetrasi sosial
 
Groupthink theory
Groupthink theoryGroupthink theory
Groupthink theory
 
Uses and Gratification Theory
Uses and Gratification TheoryUses and Gratification Theory
Uses and Gratification Theory
 
PPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsiPPT peran mahasiswa mencegah korupsi
PPT peran mahasiswa mencegah korupsi
 
Teori agenda setting
Teori agenda setting Teori agenda setting
Teori agenda setting
 
Teori komunikasi kelompok
Teori komunikasi kelompokTeori komunikasi kelompok
Teori komunikasi kelompok
 
Genderlect Theory
Genderlect TheoryGenderlect Theory
Genderlect Theory
 
KOMUNIKASI KELOMPOK
KOMUNIKASI KELOMPOKKOMUNIKASI KELOMPOK
KOMUNIKASI KELOMPOK
 
Teori Bonafide
Teori BonafideTeori Bonafide
Teori Bonafide
 
Teori Dialektika Relasional
Teori Dialektika RelasionalTeori Dialektika Relasional
Teori Dialektika Relasional
 
Face Negotiation Theory
Face Negotiation TheoryFace Negotiation Theory
Face Negotiation Theory
 
Muted Group Theory
Muted Group TheoryMuted Group Theory
Muted Group Theory
 

Similar to ANALISIS GROUPTHINK

Groupthink Theory
Groupthink TheoryGroupthink Theory
Groupthink TheoryFaiz Sujudi
 
MAKALAH prasangka sosial
MAKALAH prasangka sosial MAKALAH prasangka sosial
MAKALAH prasangka sosial Dede S. Nugraha
 
BAB IX SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK.ppt
BAB IX SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK.pptBAB IX SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK.ppt
BAB IX SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK.pptSatya Hanif
 
Pengertian komunikasi kelompok menurut para ahli
Pengertian komunikasi kelompok menurut para ahliPengertian komunikasi kelompok menurut para ahli
Pengertian komunikasi kelompok menurut para ahlimufid Fakhrudin
 
Eksistensial, Gestalt, REBT, dan Psikodrama dalam Kelompok
Eksistensial, Gestalt, REBT, dan Psikodrama dalam KelompokEksistensial, Gestalt, REBT, dan Psikodrama dalam Kelompok
Eksistensial, Gestalt, REBT, dan Psikodrama dalam Kelompokauliyann
 
Kelompok sosial (1)
Kelompok  sosial (1)Kelompok  sosial (1)
Kelompok sosial (1)achmad yusuf
 
Komunikasi Kelompok
Komunikasi KelompokKomunikasi Kelompok
Komunikasi KelompokRatih Aini
 
Materi 5 komunikasi kelompok
Materi 5 komunikasi kelompokMateri 5 komunikasi kelompok
Materi 5 komunikasi kelompokgoldo tapy koro
 
Dimensi dinkel
Dimensi dinkelDimensi dinkel
Dimensi dinkelGiNastia
 
Microsoft+PowerPoint+-+DINAMIKA+KELOMPOK-1.pdf
Microsoft+PowerPoint+-+DINAMIKA+KELOMPOK-1.pdfMicrosoft+PowerPoint+-+DINAMIKA+KELOMPOK-1.pdf
Microsoft+PowerPoint+-+DINAMIKA+KELOMPOK-1.pdfSipilNasionalis1
 
3_DINAMIKA_KELOMPOK.pdf
3_DINAMIKA_KELOMPOK.pdf3_DINAMIKA_KELOMPOK.pdf
3_DINAMIKA_KELOMPOK.pdfssuserf76850
 
Dinamika kelompok kenapa manusia berkelompok
Dinamika kelompok kenapa manusia berkelompokDinamika kelompok kenapa manusia berkelompok
Dinamika kelompok kenapa manusia berkelompokGiNastia
 

Similar to ANALISIS GROUPTHINK (20)

Makalah ttg pemikiran kelompok
Makalah ttg pemikiran kelompokMakalah ttg pemikiran kelompok
Makalah ttg pemikiran kelompok
 
Groupthink Theory
Groupthink TheoryGroupthink Theory
Groupthink Theory
 
Groupthink
GroupthinkGroupthink
Groupthink
 
MAKALAH prasangka sosial
MAKALAH prasangka sosial MAKALAH prasangka sosial
MAKALAH prasangka sosial
 
Groupthink theor1
Groupthink theor1Groupthink theor1
Groupthink theor1
 
BAB IX SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK.ppt
BAB IX SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK.pptBAB IX SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK.ppt
BAB IX SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK.ppt
 
kelompok sosial
kelompok sosialkelompok sosial
kelompok sosial
 
Pengertian komunikasi kelompok menurut para ahli
Pengertian komunikasi kelompok menurut para ahliPengertian komunikasi kelompok menurut para ahli
Pengertian komunikasi kelompok menurut para ahli
 
Dinamika kelompok dalam organisasi
Dinamika kelompok dalam organisasiDinamika kelompok dalam organisasi
Dinamika kelompok dalam organisasi
 
Groupthink presentation
Groupthink presentationGroupthink presentation
Groupthink presentation
 
Eksistensial, Gestalt, REBT, dan Psikodrama dalam Kelompok
Eksistensial, Gestalt, REBT, dan Psikodrama dalam KelompokEksistensial, Gestalt, REBT, dan Psikodrama dalam Kelompok
Eksistensial, Gestalt, REBT, dan Psikodrama dalam Kelompok
 
Komunikasi kelompok
Komunikasi kelompokKomunikasi kelompok
Komunikasi kelompok
 
Kelompok sosial (1)
Kelompok  sosial (1)Kelompok  sosial (1)
Kelompok sosial (1)
 
Komunikasi Kelompok
Komunikasi KelompokKomunikasi Kelompok
Komunikasi Kelompok
 
Materi 5 komunikasi kelompok
Materi 5 komunikasi kelompokMateri 5 komunikasi kelompok
Materi 5 komunikasi kelompok
 
Dimensi dinkel
Dimensi dinkelDimensi dinkel
Dimensi dinkel
 
Microsoft+PowerPoint+-+DINAMIKA+KELOMPOK-1.pdf
Microsoft+PowerPoint+-+DINAMIKA+KELOMPOK-1.pdfMicrosoft+PowerPoint+-+DINAMIKA+KELOMPOK-1.pdf
Microsoft+PowerPoint+-+DINAMIKA+KELOMPOK-1.pdf
 
3_DINAMIKA_KELOMPOK.pdf
3_DINAMIKA_KELOMPOK.pdf3_DINAMIKA_KELOMPOK.pdf
3_DINAMIKA_KELOMPOK.pdf
 
Dinamika kelompok kenapa manusia berkelompok
Dinamika kelompok kenapa manusia berkelompokDinamika kelompok kenapa manusia berkelompok
Dinamika kelompok kenapa manusia berkelompok
 
Functional theory
Functional theoryFunctional theory
Functional theory
 

ANALISIS GROUPTHINK

  • 1. TUGAS KOMUNIKASI PEMBANGUNAN (Analisis Teori Groupthink Irving Janis) OLEH I K B A R G2C114044 JURUSAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2015
  • 2. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelompok merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang berinteraksi dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya, dan dibentuk bersama berdasarkan pada interest atau tujuan yang sama. Perilaku kelompok merupakan respon-respon anggota kelompok terhadap struktur sosial kelompok dan norma yang diadopsinya. Perilaku kolektif merupakan tindakan seseorang oleh karena pada saat yang sama berada pada tempat dan berperilaku yang sama pula. Bermula dari karya Victims of Groupthink: a Psycological Study of Foreign Decision and Fiascoes, Irving Janis (1972) menggunakan istilah groupthink untuk menunjukan suatu model berfikir sekelompok orang yang bersifat kohesif. Dia mendefinisikannya sebagai suatu mode berpikir yang diterapkan oleh orang-orang ketika mereka terlibat secara mendalam didalam suatu kelompok yang kohesif dimana para anggotanya ingin mencapai kebulatan sehingga menghilangkan motivasi mereka untuk menilai secara realistis rangkaian tindakan alternative lainnya. Groupthink terjadi apabila kepaduannya tinggi dan kecenderungan untuk mencapai konsensus dalam kelompok-kelompok yang memiliki ikatan erat sehingga mengakibatkan mereka mengambil keputusan-keputusan yang inferior. Kelompok-kelompok seringkali tidak mendiskusikan semua pilihan yang tersedia. Pemecahan-pemecahan
  • 3. seringkali tidak dikaji. Kelompok-kelompok sangat selektif dalam menangani informasi. Istilah ini menunjuk sebuah situasi apabila sebuah kelompok mengambil keputusan yang salah karena adanya tekanan kelompok yang mengakibatkan turunnya efisiensi mental, berkurangya pengujian realitas, dan pertimbangan moral. Kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh groupthink akan mengabaikan alternative-alternatif lain dan cenderung mengambil tindakan- tindakan irasional dan mendehumanisasi kelompok-kelompok yang lain. Suatu kelompok sangat rentan terhadap groupthink, terutama apabila para anggotanya memiliki latar belakang yang seragam, terisolasi dari opini-opini luar, dan apabila tidak ada mekanisme pengambilan keputusan yang jelas. Apakah ciri sebuah kelompok terkena groupthink? Menurut Janis, setidaknya terdapat beberapa gejala: (a) Ilusi kekebalan, yang merupakan optimisme yang berlebihan bahwa kelompoknya tidak akan terkalahkan; (b) Rasionalisasi kolektif atas tindakan yang diputuskan dengan cara membenarkan hal-hal yang salah seakan-akan masuk akal; (c) Keyakinan akan superioritas moral kelompok; (d) Stereotip terhadap kelompok luar sebagai jahat, lemah, bodoh, dll; (e) Tekanan-tekanan langsung pada anggota-anggota kelompok yang berbeda pendapat; (f) Sensor diri terhadap penyimpangan dari konsensus kelompok dan berusaha meminimumkan keragu-raguan mereka; (g) Ilusi bahwa semua anggota bersepakat dan bersuara bulat; (h) Munculnya pembela- pembela keputusan (mindguards) atas inisiatif sendiri untuk melindungi
  • 4. kelompok dan pemimpin kelompok dari pendapat yang merugikan dan informasi yang tak diinginkan. Untuk itu, penulis akan membahas lebih jauh bagaimana groupthink menurut Irving Janis, bagaimana penerapan groupthink di Indonesia terhadap pembangunan dan kebijakan publik, serta kritik terhadap groupthink.
  • 5. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Biografi dari Irving Janis Irving Janis lahir di Buffalo, New York, pada tahun 1918. Ia belajar di Universitas Chicago dan melanjutkan untuk menerima gelar doktor dari Universitas Columbia pada tahun 1948. Dia menyelesaikan studi postdoctoral- nya di New York psikoanalitik Institute. Antara 1943 dan 1945, Janis bertugas di Cabang Riset Angkatan Darat, mempelajari moral personil militer. Pada tahun 1947 ia bergabung dengan fakultas Universitas Yale dan tetap di Departemen Psikologi di sana sampai pensiun empat dekade kemudian. Dia juga seorang profesor psikologi di University of California, Berkeley. Janis memfokuskan sebagian besar karirnya pada mempelajari pengambilan keputusan, khususnya di bidang tindakan kebiasaan menantang seperti merokok dan diet. Ia meneliti dinamika kelompok, yang mengkhususkan diri di daerah yang disebutnya "groupthink," yang menjelaskan bagaimana kelompok- kelompok orang yang mampu mencapai kompromi atau konsensus melalui kesesuaian, tanpa benar-benar menganalisis ide-ide atau konsep. Dia mengungkapkan tekanan hubungan sebaya harus sesuai dan bagaimana dinamika ini membatasi batas-batas kemampuan kognitif kolektif kelompok, sehingga stagnan, orisinal, dan di kali, merusak ide. Sepanjang karirnya, Janis menulis sejumlah artikel dan laporan pemerintah dan beberapa buku termasuk Groupthink: Studi Psikologis Keputusan Kebijakan
  • 6. dan fiascoes dan Keputusan Krusial: Kepemimpinan dalam Pembuatan Kebijakan dan Manajemen Krisis. Dia bekerja dengan Carl Hovland untuk penelitian teori sikap dan menjelajahi bidang psikologi yang berkaitan dengan persuasi. Janis diakui selama bertahun-prestasinya selama bertahun-tahun dengan penghargaan seperti Sosial-Psikologis Prize dari Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan di 1967, Distinguished Kontribusi Scientific Award dari American Psychological Association pada tahun 1981, dan Society of Experimental Social psikologi Distinguished Scientist Award pada tahun 1991. Janis dan Marjorie Graham menikah pada tahun 1939, dan mereka mengangkat dua anak perempuan. Janis meninggal akibat kanker paru-paru pada tahun 1990. 2.2 Latar belakang Lahirnya Teori Groupthink adalah jenis pemikiran yang ditunjukkan oleh anggota kelompok yang berusaha untuk meminimalkan konflik dan mencapai konsensus tanpa pengujian secara kritis, analisis yang tepat, dan mengevaluasi ide-ide dari luar kelompok. Kreativitas individu, keunikan, dan cara berpikir yang independen menjadi hilang karena mengejar kekompakan kelompok. Dalam kasus groupthink, anggota kelompok menghindari untuk megutarakan sudut pandang pribadi di luar zona konsensus berpikir kelompoknya. Motif ini dilakukan anggota kelompok agar tidak terlihat bodoh, atau keinginan untuk menghindari konflik dengan anggota lain dalam kelompok. Groupthink dapat menyebabkan suatu kelompok membuat keputusan secara
  • 7. tergesa-gesa dan membuat keputusan yang tidak rasional. Dalam groupthink, pendapat individu disisihkan karena dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan kelompok. Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink) lahir dari penelitian panjang Irvin L Janis. Melalui karya ’Victims of Groupthink : A Psychological Study of Foreign Decisions and Fiascoes (1972)’, Janis menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya kohesif (terpadu), ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat (kebulatan suara) telah mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Dari sinilah groupthink dapat didefinisikan sebagai satu situasi dalam proses pengambilan keputusan yang menunjukkan tumbuhnya kemerosotan efisiensi mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok Groupthink meninggalkan cara berpikir individual dan menekankan pada proses kelompok. Sehingga pengkajian atas fenomena kelompok lebih spesifik terletak pada proses pembuatan keputusan yang kurang baik, serta besar kemungkinannya akan menghasilkan keputusan yang buruk dengan akibat yang sangat merugikan kelompok. Selanjutnya diperjelas oleh Janis, bahwa kelompok yang sangat kompak (cohesiveness) dimungkinkan terlalu banyak menyimpan atau menginvestasikan energi untuk memelihara niat baik dalam kelompk ini, sehingga mengorbankan proses keputusan yang baik dari proses tersebut
  • 8. 2.3 Penyebab Groupthink Menurut Janis, kohesi kelompok hanya akan menimbulkan groupthink jika salah satu dari berikut dua kondisi anteseden hadir, yaitu : * Structural errors in the organization: insulation of the group, lack of tradition of impartial leadership, lack of norms requiring methodological procedures, homogeneity of social background and ideology. * Provocation situational context: high stress from external threats, failure recently, the excessive difficulty in decision-making task, moral dilemmas Dalam bahasa yang lebih mudah, suatu kelompok sangat rentan terhadap groupthink apabila ; Dalam struktur organisasi  Anggota dari suatu kelompok memiliki latar belakang dan pengalaman yang berdekatan. Komunikasi dalam suatu kelompok yang memiliki kesatuan visi dan efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya. Walaupun dalam kenyataanya tidak pernah ada manusia yang persis sama. Namun, kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya ras (suku) mendorong orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi dalam kelompok menjadi lebih padu. Janis (1982) mencatat bahwa kurangnya ''perbedaan dalam latar belakang sosial dan ideologi di antara para anggota kelompok kohesif akan memudahkan bagi mereka untuk setuju pada apa pun proposal yang diajukan oleh pemimpin ".
  • 9.  Suatu kelompok tersebut terisolasi dari opini-opini dunia luar. Hal tersebut dapat terjadi jika kelompok jauh dari pengaruh kelompok lain atau dapat juga dengan sengaja menjauhkan diri dari kelompok luar. Isolasi dalam kelompok mengacu pada kemampuan kelompok untuk tidak terpengaruh oleh dunia luar. Anggota-anggota dalam sebuah kelompok berkomunikasi begitu sering sehingga mereka menjadi kebal dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar kelompok mereka. Memang pada kenyataannya, mereka mungkin akan membahas isu-isu yang terjadi di dunia luar, namun para anggota terisolasi dari pengaruhnya.  Dan, apabila tidak ada aturan mengenai kejelasan dalam pengambilan keputusan kelompok. Jika dalam suatu kelompok tidak ada sistem yang mengatur perihal bagaimana keputusan dibuat, maka akibatnya keputusan yang akan diambil menjadi keputusan yang masih mentah tanpa mempertimbangkan dan mengevaluasi ide-ide lain. Dalam konteks situasional:  Stres tinggi dari faktor eksternal, Akhir kondisi anteseden groupthink berkaitan dengan penekanan pada kelompok. Yaitu, internal dan eksternal pada kelompok stres dapat menimbulkan groupthink. Ketika para pembuat keputusan di bawah tekanan besar, maka kekuatan kelompok akan cenderung terganggu. Contohnya, dosen memberikan tugas pada kelompok A yang sangat sulit hanya dalam tempo satu minggu. Dan tugas tersebut berpengaruh 40% dari
  • 10. nilai akhir. Namun, dalam kenyataannya kelompok A menjadi bekerja di bawah tekanan karena tuntutan tugas tersebut. Walhasil apapun idenya asalkan dapat menyelesaikan tugas ini tepat waktu akan diambil tanpa menimbang metode pengerjaannya dan cara-cara yang benar. · kegagalan · kesulitan yang berlebihan pada pengambilan keputusan, · dilemma moral. 2.4 Gejala Groupthink Janis (1982) mengamati tentang gejala-geajala dari groupthink. Tanda- tanda atau gejala bagi kelompok yang mengalami groupthink, diantaranya : a. Kelompok Overtimation Sebuah kelompok overtimation termasuk pada perilaku orang-orang yang menunjukkan kelompok percaya. Dua gejala spesifik ada dalam kategori ini Ilusi Kekebalan dan Percaya Pada Moralitas Yang Melekat Pada Kelompok.  Illusion of invulnerability (Anggapan bahwa kelompok kebal) Kelompok yakin bahwa pengambilan keputusannya tidak perlu dipertanyakan, yang menciptakan optimisme berlebihan dan dorongan untuk mengambil risiko yang ekstrim. Suatu sikap dimana segala sesuatu akan berlangsung baik karena merasa dalam kelompok yang khusus.  Belief in inherent group (Percaya Pada Moralitas Yang Melekat) Percaya pada moralitas yang melekat dalam kelompok yang sedang terpengaruh groupthink, para anggota akan secara otomatis
  • 11. mengasumsikan bahwa pandangan mereka selalu benar. Hal ini membuat para angota cenderung mengabaikan konsekuensi- konsekuensi moral dan etika dari keputusan-keputusan yang mereka buat. b. Closed-minded Ketika sebuah kelompok close-minded atau tertutup, maka kelompok akan mengabaikan pengaruh luar pada kelompok. Kedua gejala dibahas oleh Janis dalam kategori ini adalah Stereotip Rasionalisasi Outgroups dan kolektif Outgroups Stereotype.  Rasionalisasi Kolektif Suatu cara bepikir yang menolak setiap pandangan yang berbeda tanpa mengevaluasinya secara memadai dan menyeluruh. Usaha-usaha ini akan mendorong kelompok untuk mengabaikan peringatan-peringatan yang apabila tidak diabaikan kemungkinan akan mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali asumsi-asumsi mereka, sebelum mereka memutuskan untuk berkomitmen kembali ke keputusan-keputusan kebijaksanaan semula.  Out-Group Stereotype Membuat asumsi-asumsi sederhana dan belum tentu benar mengena orang-orang yang bukan anggota kelompok. Sikap outgroup selalu ditandai dengan suatu kelainan yang berwujud antagonis atau antipati.
  • 12. c. Pressures Toward Uniformity Tekanan terhadap keseragaman pengaruhnya dapat sangat besar untuk beberapa kelompok. Janis percaya bahwa kelompok yang selalu bersama dapat menetapkan diri mereka menjadi kelompok yang menganut groupthink. Keempat gejala pada kategori ini adalah Self Cencorship, Ilusi Kebulatan Suara, Self Appointed Mindguards, dan Direct Pressure on Dissenters.  Self Cencorship Individu-individu dalam kelompok menekan setiap keraguan-keraguan yang mereka rasakan mengenai pemikiran kelompok. Para anggota cenderung menghilangkan penyimpangan dari konsensus, dan berusaha meminimumkan signifikasi dari keraguan-keraguan mereka dan argumen-argumen yang bertentangan.  Illusion of Unanimity Para anggota kelompok memiliki pemahaman yang salah mengenai kelompok, yaitu mereka menganggap kelompok sebagai unanimous (semua anggota memiliki pandangan yang sama). Karena adanya self cencorship, para anggota membagi keyakinan bahwa ada unanimous dalam pertimbangan- pertimbangan mereka; tidak memberikan suara dianggap konsensus.  Direct Pressure on Dissenters (Tekanan Langsung Pada Anggota Yang Menolak) Para anggota kelompok dibujuk untuk tidak mnentang pemikiran kelompok. Kepada orang-orang yang membuat argumen-argumen kuat yang menentang stereotype, ilusi, atau komitmen kelompok akan disampaikan
  • 13. tantangan berupa sanksi; anggota yang loyal akan selalu sependapat dengan mayoritas kelompok  Self appointed Minguards Mindguards berarti melindungi pemimpin dari gagasan yang salah. Para angota kelompok melindungi kelompok dari informasi yang buruk dan mengancam berlangsungnya dinamika kelompok. 2.5 Asumsi –Asumsi Teori menurut Irving Janis Irving Janis mendefinisikan groupthink sebagai suatu model berpikir yang diterapkan oleh orang-orang apabila mereka terlibat secara mendalam dalam suatu kelompok yang kohesif, apabila para anggota ingin mencapai unanimity sehingga menghilangkan motivasi mereka untuk menilai secara realistis rangkaian tindakan lainnya. Asumsi-asumsi dalam teori groupthink diantaranya: 1. Terdapat kondisi-kondisi didalam kelompok yang mempromosikan kosehivitas tinggi, 2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang menyatu, 3. Kelompok dan penyatuan keputusan oleh kelompok seringkali bersifat kompleks. Dalam hal ini Irving Janis memfokuskan penelitiannya pada Problem-Solving Group dan task-oriented group. Irving Janis juga mengembangkan konsep groupthink untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan gangguan yang
  • 14. terjadi pada kelompok yang anggotanya bekerja sama selama jangka waktu. Penelitian ke groupthink menyebabkan penerimaan luas dari kekuatan tekanan teman sebaya. Menurut Janis, ada beberapa elemen kunci untuk groupthink, termasuk: Kelompok ini mengembangkan ilusi kekebalan yang menyebabkan mereka menjadi terlalu optimis tentang potensi hasil dari tindakan mereka. Anggota kelompok percaya pada akurasi yang melekat pada keyakinan kelompok atau kebaikan yang melekat pada kelompok itu sendiri. Seperti contoh dapat dilihat ketika orang membuat keputusan berdasarkan patriotisme. Kelompok ini cenderung untuk mengembangkan pandangan negatif atau stereotip dari orang tidak dalam kelompok. Kelompok ini memberi tekanan pada orang-orang yang tidak setuju dengan keputusan-keputusan kelompok. Kelompok ini menciptakan ilusi bahwa semua orang setuju dengan kelompok dengan menyensor dissenting keyakinan. Beberapa anggota kelompok mengambil itu atas diri untuk menjadi "mindguards" dan keyakinan dissenting benar. Proses ini dapat menyebabkan kelompok untuk membuat keputusan berisiko atau tidak bermoral. Namun, dalam situasi tertentu, groupthink dapat menjadi cara yang efektif dan produktif berakhir, yang memungkinkan kelompok untuk datang ke keputusan dalam perilaku yang lebih efisien dan dipercepat daripada jika mereka tetap terlibat dalam diskusi atau ketidaksetujuan. Sebagai contoh, sebuah kelompok perencanaan protes mungkin lebih efektif panggung protes karena groupthink. Tanpa groupthink, kelompok bisa terjebak dalam argumen tak berujung atas strategi dan keyakinan. Groupthink telah dieksplorasi dalam
  • 15. konteks sosial mulai dari bisnis dan politik, keluarga dan lingkungan pendidikan. Groupthink akan terjadi apabila cohesiveness tinggi dan kecenderungan untuk mencari kansensus dalam kelompok-kelompok yang memiliki ikatan erat akan mengakibatkan mereka mengambil keputusan-keputusan yang interior. Kelompok-kelompok sering kali tidak mendiskusikan semua pilihan yang tersedia. Pemecahan-pemecahan sering kali tidak dikaji, dan kelompok- kelompok seperti ini, sering sekali sangat selektif dalam menangani informasi. Fenomena groupthink akan terjadi apabila sebuah kelompok mengambil keputusan yang salah karena adanya tekanan kelompok yang mengakibatkan turunnya efesiensi mental, berkurangnya pengujian realita, dan pertimbangan moral. Kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh groupthink akan cenderung mengabaikan alternatif-alternatif lain dan selalu mengambil tindakan-tindakan irrasional yang mendehumanisasi kelompok-kelompok yang lain. Suatu kelompok yang rentan dengan groupthink terutama para anggota yang memiliki latar belakang yang seragam, atau apabila kelompok tersebut terisolasi dari opini-opini luar, serta apabila tidak ada aturan pengambilan keputusan yang baku dan jelas dalam suatu kelompok. 2.6 Penerapan Groupthink Di Indonesia Terhadap Pembangunan Dan Kebijakan Public Pembangunan dan Kebijakan publik merupakan suatu pranata penting dalam mengatur kehidupan masyarakat sekaligus juga mengatur pola relasi
  • 16. antara negara dan masyarakat. Karena itu, kebijakan publik senantiasa melibatkan banyak aktor sehingga semua pihak merasa terwakili kepentingannya. Namun dalam banyak kasus justru seringkali kepentingan publik malah yang diabaikan. Kebijakan publik hanyalah mengakomodasi segelintir kepentingan. Dengan menggunakan hipotesis groupthink sesungguhnya kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebuah kebijakan memang kerap mengalami proses-proses rumit yang dialami oleh aktor-aktor yang turut serta dalam perumusan kebijakan tersebut. Namun, hipotesis groupthink menyisakan beberapa keberatan yang perlu untuk ditelaah lebih jauh. Saya berpendapat bahwa, hipotesis groupthink menyederhanakan sesuatu yang sesungguhnya rumit, sebagai sekadar persoalan psikologis kelompok semata. Selain itu, dengan menggunakan data historis, hipotesis ini berambisi menyimpulkan situasi mikro dan mengklaim menemukan dinamika yang terjadi antar aktor. Dengan demikian tidak berlebihan kalau Aldag & Fuller menuding Janis hanya menggunakan bukti- bukti yang mendukung teorinya saja. Bahkan secara mendasar menurut Littlejohn (1996:300) hipotesis ini justru tidak menyinggung sama sekali soal bagaimana sebuah kelompok bisa kohesif. Sesungguhnya banyak faktor yang bisa dipertimbangkan daripada sekedar melihat bahwa sebuah kebijakan muncul karena semata hasil proses-proses mikro dalam kelompok. Hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa setiap kebijakan publik yang muncul bersifat ahistoris, kedap sosial, dan terlepas dari determinasi struktural lainnya. Dalam kasus kebijakan ekonomi di Indonesia,
  • 17. beberapa ahli telah mengintroduksi bahwa kebijakan-kebijakan yang muncul setidaknya dapat dilihat melalui beberapa pandangan, kita akan menyimaknya satu persatu. Salah satu buku pertama yang ditulis tentang kebijakan liberalisasi ekonomi di Indonesia berasal dari Richard Robison, The Rise of Capital (1986). Dia menggunakan argumen determinasi struktural. Intinya, Robison menyatakan bahwa negara berada dalam posisi yang sangat kuat karena dalam sejarah Indonesia kepentingan borjuasi sangatlah lemah dan terpecah-terpecah. Disaat kelompok borjuasi mulai menguat pada awal 1980-an, kelompok tersebut mengusung kebijakan negara yang sentralistis karena berkaitan dengan proteksi negara terhadap usaha-usaha yang menguntungkan mereka. Namun kepentingan tersebut bertentangan dengan kepentingan kapitalisme internasional yang berperan semakin besar dan menuntut kebijakan yang lebih liberal yang pro pasar. Oleh karena itu, menurut Robison, munculah kontradiksi sekitar pertengahan tahun 80-an. Di satu pihak Soeharto perlu mengakomodasi kepentingan borjuasi domestik, namun dipihak lain, karena butuh pinjaman luar negeri, maka ia perlu mengikuti tuntutan Bank Dunia dan berbagai lembaga keuangan internasional liberal lainnya. Dengan demikian, dengan melihat kebijakan ekonomi pemerintahan Soeharto pada dekade tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam perebutan pengaruh untuk formulasi kebijakan dimenangkan oleh kapitalisme internasional. Tekanan modal global terlalu kuat untuk dilawan oleh negara maupun oleh borjuasi domestik. Tesis ini juga didukung oleh Jeffrey Winters (1999) yang menyatakan bahwa kekuatan
  • 18. modal global sangat kuat mempengaruhi perubahan kebijakan ekonomi Indonesia ke arah yang lebih liberal pada era 80-an. Pendapat lain dikemukakan oleh William Liddle (1996). Menurut Liddle, formulasi kebijakan yang muncul pada masa Orde Baru haruslah menempatkan presiden Soeharto dalam posisi sentral. Dalam menguraikan proses kebijakan, Liddle menekankan pentingnya peran Soeharto sebagai seorang politikus ulung yang menggunakan berbagai sumber yang ada padanya untuk memperbesar kekuasaanya serta mencapai tujuan yang dianggapnya baik buat Indonesia. Soeharto menikmati posisi yang relatif otonom karena dia berhasi mengendalikan berbagai instrumen kekuasaan (paksaan, bujukan, pertukaran, dan organisasi) demi mencapai tujuan ganda, yaitu mengendalikan masyarakat serta melanggengkan dukungan para pengikut utamanya. Dengan otonomi relatif tersebut Soeharto mengendalikan proses pembangunan ekonomi. Para pembantu terdekatnya, para mentri serta kaum ekonom boleh saja mengusulkan ini dan itu, tapi pada akhirnya Soeharto sendirilah yang bertanggungjawab terhadap berbagai kebijakan penting yang dipilih oleh pemerintah Orde Baru. Oleh karena itu, menurut Liddle, setiap analisis mengenai arah kebijakan Indonesia, seperti perubahan dari protesionisme menuju pada kebijakan pintu terbuka, harus diawali dengan pemahaman terhadap kendala dan peluang yang dihadapi Soeharto dalam mengelola kekuasaannya. Sinyalemen ini juga sebenarnya diintroduksi oleh Mulyana (2001:117-118) perihal kuatnya budaya patrimonial dalam budaya
  • 19. politik di Indonesia yang perlu ditelaah apabila kita ingin menerapkan hipotesis groupthink. Pandangan terakhir dikemukakan oleh Rizal Mallarangeng (2002). Tesis Mallarangeng yang utama adalah pentingnya mempertimbangkan gagasan sebagai variabel dalam proses perumusan kebijakan. Menurutnya perubahan kebijakan ekonomi dari sentralisme ke liberalisme tidak bisa dilepaskan dari dukungan jaringan komunitas epistemik liberal yang tersebar di kampus- kampus, media massa, lembaga-lembaga penelitian, dan juga di pemerintahan sendiri. Mereka dipertemukan oleh keyakinan atau kepercayaan bersama atas kebenaran serta perlunya penerapan bentuk pengetahuan tertentu, yaitu pandangan ekonomi yang liberal, pro pasar. Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa proses formulasi suatu kebijakan merupakan pertemuan dari berbagai macam faktor yang teramat kompleks. Alih-alih sebagaimana dikonsepsikan Janis, setidaknya dalam kasus kebijakan Pembangunan dan ekonomi di Indonesia, dapat dirumuskan yaitu determinasi struktural, peran otonom individu Soeharto, dan jaringan gagasan atau komunitas epistemik liberal. 2.7 Kritik Terhadap groupthink menurut Irving Janis Dalam beberapa hal, hipotesis Janis ini memang meyakinkan, namun ia tidak terlepas dari kritik. Beberapa kritik yang diajukan adalah bahwa Janis hanya mengambil bukti-bukti yang mendukung teorinya saja. Kepaduan kelompok itu sendiri belum tentu menimbulkan pikiran kelompok (groupthink),
  • 20. misalnya perkawinan dan keluarga, dapat tetap terpadu atau kohesif tanpa menimbulkan pikiran kelompok; dengan tetap membiarkan perbedaan pendapat tanpa mengurangi keterpaduan itu sendiri. Selain itu Tetlock et.al, juga menyatakan bahwa dalam banyak kasus ada juga kelompok-kelompok yang sudah mengikuti prosedur yang baik, namun tetap melakukan kesalahan, misalnya Presiden Carter dan penasehat-penasehatnya yang merencanakan pembebasan sandera di Iran pada tahun 1980. Namun operasi tersebut gagal total dan Amerika Serikat dipermalukan. Padahal kelompok tersebut telah mengundang berbagai pendapat dari luar dan memperhitungkan kemungkinan secara realistik.  Segi Epistemologi Teori berasal dari Irving Janis disaat Irving Janis meneliti suatu peristiwa peristiwa besar di Amerika Serikat yang tidak memberikan suatu kerugian bagi Amerika Serikat baik materi maupun jiwa rakyat Amerika Serikat dan banyak mengundang perhatian public , Penelitian ini boleh jadi merupakan suatu kajian yang didasarkan pada Konstruktivisme saja dimana Janis tidak pernah dapat menerangkan latar belakang dari pra groupthink dalam peristiwa yang ditelitinya , Pendekatan yang digunakann oleh Janis adalah teori kritis yang memiliki keterikatan moral untuk mengkritik siatus quo dan membangun masyarakat yang lebih adil.  Segi Ontologi Teori ini hanya mengkaji bagaimana peristiwa yang diteliti oleh Janis hanya samapi pada hasil yang akhir dari suatu terjadinya peristiwa yang diteliti
  • 21. Janis tanpa meyajikan suatu latar belakang dari terjadinya suatu peristiwa yang meyebabkan Groupthink, di mana kebijakan-kebijakan yang mempunyai kualifikasi Groupthink yang diteliti hanyalah pengambilan keputusan dalam peristiwa peristiwa yang banyak menimbulkan kritik kritik dari masyarakat  Segi Aksiologi Teori Groupthink menurut Irvings Janis (1972) adalah istilah untuk keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral. Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok yang irrasional tapi berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok. Secara teoritis dampak negatif Teori Groupthink menurut Irvings Janis adalah 1) Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja. 2) Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi dievaluasi atau dikaji ulang. 3) Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah dipertimbangkan kembali. 4) Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya. 5) Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena ada bias pada pihak anggota.
  • 22. 6) Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok lain akan melakukan aksi penentangan, sehingga tidak siap melakukan antisipasinya. 7) Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna. 2.8 Contoh Kasus groupthink Kajian groupthink menemukan fakta menarik bahwa banyak peristiwa penting yang berdampak luas disebabkan oleh keputusan sekelompok kecil orang, yang mengabaikan informasi dari luar mereka. Beberapa contoh kasus groupthink akan penulis paparkan di bawah ini, diantaranya:  Keputusan AS menyerang Irak, banyak ditentang oleh negara lain dan bahkan sebahagian warga negaranya sendiri, meskipun dengan alasan adanya senjata pemusnah massal dan terorisme. Buktinya, dalam pemilu sela di AS dalam beberapa hari ini, partai Republik yang merupakan partainya pemerintahan Bush, kalah dari partai Demokrat. Di antara sebab kekalahan itu adalah karena masalah kebijakan pemerintah AS (yang dikuasai partai Republik) menyerang Irak (Reuter, 8/11). Akan tetapi buktinya keputusan itu telah dilaksanakan juga, dan media massa juga ikut membentuk pandangan masyarakat dengan memberitakan alasan-alasan yang membolehkan serangan tersebut. Para anggota kelompok yang tergabung dalam groupthink tersebut tidak pernah dan bahkan pantang menyalahkan pihak pemrakarsa gagasan serangan tersebut.
  • 23.  Meledaknya pesawat ruang angkasa Challenger. Padahal salah satu mekaniknya sudah faham kalau ada yang tidak beres dengan pesawat tersebut, sebelum diadakan peluncuran. Tetapi karena kepala mekanik sudah mengatakan bahwa pesawat dalam kondisi siap luncur, maka para anggota mekanik harus menjalankan tugasnya. Akhirnya, pesawat itu meledak diangkasa yang menewaskan seluruh awaknya. Namun para mekanik tetap membela kelompoknya dengan alasan bahwa suatu kecelakaan lumrah saja terjadi. Jadi tidak ada pihak yang salah. Namun tentunya, pengakuan mereka dianggap demikian oleh masyarakat sejauh media massa memberitakannya sesuai dengan alasan seluruh mekanik tersebut.  Misalnya dalam peristiwa Pearl Harbour (1941), keputusan fatal diambil karena mengabaikan informasi penting intelejen sebelumnya.Minggu- minggu menjelang penyerangan Pearl Harbour di bulan Desember 1941 yang menyebabkan Amerika Serikat terlibat Perang Dunia II, komandan- komandan militer di Hawaii sebetulnya telah menerima laporan intelejen tentang persiapan Jepang untuk menyerang Amerika Serikat di suatu tempat di Pasifik. Akan tetapi para komandan memutuskan untuk mengabaikan informasi itu. Akibatnya, Pearl Harbour sama sekali tidak siap untuk diserang. Tanda bahaya tidak dibunyikan sebelum bom-bom mulai meledak. Walhasil, perang mengakibatkan 18 kapal tenggelam, 170 pesawat udara hancur dan 3700 orang meninggal.  Transisi Kepemimpinan PDIP oleh Gun Gun Heryanto. PDIP sangat identik dengan Megawati yang mewarisi kekuatan referen (referent power) dari
  • 24. Soekarno. Hingga kini, arus utama politik PDIP masih dalam pengendalian Mega yang diposisikan tak hanya sekedar ketua umum dalam pengertian formal organisasional, melainkan juga representasi basis ideologis. Faktor Mega masih sangat menentukan orientasi PDIP saat ini maupun ke depan, terlebih jika Mega masih memosisikan dirinya sebagai figur sentral sekaligus pengambil kebijakan utama di partai ini. Ada tiga kondisi menonjol yang mendorong kuatnya gejala groupthink di PDIP. Pertama, faktor kohesivitas kelompok. Ciri yang paling identik dari bangunan kepartaian PDIP selama ini adalah semangat kebersamaan (esprit the corps) yang menonjol dalam loyalitas terhadap Mega. Kohesi sesungguhnya positif karena dapat menjadi perekat agar kelompok tetap utuh. Namun kelompok yang sangat kohesif atau berlebihan juga akan melahirkan keseragaman berpikir dan berprilaku yang rentan terhadap batasan afiliatif (affiliative constraints). Menurut Dennis Gouran dalam tulisannya The Signs of Cognitive, Affiliative and Egosentric Constraints (1998) batasan afiliatif berarti bawa anggota kelompok lebih memilih untuk menahan diri daripada mengambil resiko ditolak. Pengaruh Megawati di PDIP sangat dominan dan struktur kepartaian berada dalam afiliasi terhadap pengaruh itu. Kita melihat misalnya, dalam beberapakali konggres Megawati tampil menjadi Ketua Umum nyaris tanpa kompetitor. Jika pun ada orang atau kelompok yang berkeinginan berkompetisi dengan Mega maka secara umum kader menganggapnya sebagai penyimpang, sehingga menjadi salah satu potensi konflik. Kedua, faktor struktural berbentuk minimnya kepemimpinan imparsial (lack of
  • 25. impartial leadership) dan kurangnya prosedur pengambilan keputusan (lack of decision making procedures). Dalam tradisi politik di PDIP, ketaatan kader terhadap Mega, tak cukup memberi ruang bagi munculnya pemimpinan alternatif. Nyaris tidak ada figur di luar Mega yang mampu memerankan diri sebagai pengontrol dan dapat mengembangkan dialektika serta kritisisme. Situasi ini dengan sendirinya memandatkan banyak prosedur pengambilan keputusan pada Mega atau orang terdekat Mega, sehingga PDIP tumbuh bergantung pada sosok Mega dan cukup kerepotan menemukan formula alih generasi. Ketiga, tekanan terhadap kelompok baik dari internal maupun eksternal. PDIP dalam sejarahnya memang rentan terhadap konflik. Faktor Mega hingga kini masih dianggap formula ampuh dalam mengatasi berbagai konflik internal sekaligus figur yang dapat menjadi katalisator kesadaran kelompok bersama (shared group conciousness) di PDIP. Faktor ini dengan sendirinya telah memapankan rasionalisasi kolektif yang ditandai dengan minimnya partisipasi rasional kader dalam keputusan akhir partai, terutama menyangkut jabatan ketua umum mereka. Dampak lain dari gejala groupthink selain rasionalisasi kolektif biasanya adalah ilusi mengenai ketidakrentanan partai terhadap permasalahan yang berkembang, menguatnya ilusi kebulatan suara, tekanan untuk mencapai keseragaman dan tekanan terhadap para penyimpang. Hal yang harus diwaspadai dari gejala groupthink ini adalah ketertutupan pikiran para kader atas situasi dinamis yang sesungguhnya menjadi masalah kekinian PDIP.
  • 26.  Babak akhir kasus Century oleh Dosen Komunikasi Politik di UIN Jakarta dan Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute. Hiruk-pikuk kasus Century memasuki babak akhir yang menentukan. Sejak Desember hingga puncaknya awal Maret nanti, berbagai isu utama maupun penggembira seputar skandal bailout Bank Century bergulir bak bola panas sekaligus menjadi magnitude perbincangan, mulai dari Senayan hingga jalanan. Ibarat tim sepak bola yang menerapkan total football, para anggota Pansus Bank Century lincah bergerak, menyerang, melakukan penetrasi dan manuver di berbagai lini. Publik yang di luar gelanggang pun termangu, berharap, sesekali bersorak karena seolah para pemain hampir sampai di gawang dan menuai skor kemenangan. Jika pada akhirnya mereka teriak “it’s just the political game”,maka tak berlebihan jika kita mengategorikan mereka hanya para pesolek yang sedang membangun citra politik semata-mata. Sebaliknya jika mereka konsisten membangun koalisi kebenaran dan membuka tuntas skandal Century hingga ke akarnya, mereka layak dapat bintang dan tak segan kita rekomendasikan sebagai figurfigur pemimpin bermartabat yang layak meneruskan alih generasi kepemimpinan nasional di masa mendatang.
  • 27. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan  Groupthink terjadi manakala ada semacam konvergenitas pikiran, rasa, visi, dan nilai-nilai di dalam sebuah kelompok menjadi sebuah entitas kepentingan kelompok, dan orang-orang yg berada dalam kelompok itu dilihat tidak sebagai individu, tetapi sebagai representasi dari kelompoknya. Apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan adalah kesepakatan satu kelompok. Tidak sedikit keputusan-keputusan yang dibuat secara groupthink itu yang berlawanan dengan hati nurani anggotanya, maupun orang lain di luarnya. Namun mengingat itu kepentingan kelompok, maka mau tidak mau semua anggota kelompok harus kompak mengikuti arah yang sama agar tercapai suatu kesepakatan bersama.  Teori bermanfaat mungkin hanya untuk menganalisa sebagian saja dari setiap hasil keputusan yang menghasilkan kegagalan atau peristiwa yang merugikan baik materi maupun jiwa , Teori juga bias dijadikan early warning dalam setiap kelompok dalam mengambil keputusan dimana pentingnya suatu masukan masukan yang baik dan teruji dalam mengambil keputusan agar tidak berakibat fatal.  dalam konteks formulasi kebijakan di Indonesia -- perlu dikedepankan. Hal ini untuk menunjukan bahwa perspektif kecenderungan kelompok
  • 28. kecil sebagai penentu kebijakan, sebagaimana yang ditawarkan Janis, mendapatkan tantangan berat, mengingat sebenarnya dalam proses- proses tersebut amatlah kompleks. Disisi lain, persepektif struktural maupun kultural dapat mereduksi kelemahan-kelemahan internal yang terkandung dalam hipotesis groupthink Janis. 3.2 Saran Agar mahasiswa sering dilatih dalam pemahaman teori, sehingga dalam berpandangan ada acuan dan indikator yang jelas, sehingga gugurlah istilah “Kesesatan Paradigma”.
  • 29. DAFTAR PUSTAKA Goldberg, Alvin. Dan Larson Carl. Komunikasi Kelompok: Proses-Proses Diskusi dan Penerapannya. Edisi Terjemahan. Depok : UI Press, 2006. https://afrilwibisono.wordpress.com/2015/05/10/analisa-groupthink/ http://duniadandia.blogspot.com/2015/05/teori-groupthink-irving-janis.html http://komunikasimedia.blogspot.com/2015/05/kritik-terhadap-teori-groupthink- dalam.html Handayani, Susaningtyas dan kawan-kawan. 2007. Resume Tugas Mata Kuliah Teori Komunikasi Kontemporer. Bandung. Janis, Irving, 1972, Victims of Groupthink: a Psycological Study of Foreign Decision and Fiascoes,