Dokumen tersebut membahas tentang kurikulum muatan lokal, yang merupakan bagian dari kurikulum nasional yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Kurikulum muatan lokal bertujuan untuk mengenalkan siswa dengan lingkungan alam, sosial, dan budaya daerahnya. Bahan ajar muatan lokal dapat berupa bahasa daerah, kesenian, keterampilan khas daerah, dan pengetahuan tentang lingkungan setempat. Peng
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bhineka Tunggal Ika, itulah semboyan Negara kita, yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi
tetap satu jua, dari arti dari semboyan tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap daerah di Indonesia
sangat berbeda budaya, masyarakat maupun corak kehidupannya. Perbedaan kehidupan akan
mempengaruhi kebutuhan pada daerah itu, begitu juga pendidikan pada daerah itu sendiri,
sebagaimana kita tahu lulusan terbagi dalam tiga kelompok, yaitu; kelompok yang akan terjun ke
masyarakat sekolah, kelompok yang akan terjun ke masyarakat tidak jauh dari tempat tinggalnya
dan kelompok yang terjun ke tempat pelosok jauh dari masyarakat di sekitarnya.
Indonesia terdiri dari lebih dari 3500 buah pulau yang dihuni oleh berbagai suku bangsa yang
mempunyai berbagai macam adapt-istiadat, bahasa, kebudayaan, agama, kepercayaan dan
sebagainya. Berbagai kekayaan alam baik yang terdapat di darat, laut, flora fauna dan berbagai
hasil tambang yang semuanya merupakan sumber daya alam.
Kebudayaan nasional yang didukung oleh berbagai nilai kebudayaan daerah yang luhur dan
beradab yang merupakan nilai jati diri yang menjiwai perilaku manusia dan masyarakat dalam
segenap aspek kehidupan, baik dalam lapangan industri, kerajinan, industri rumah tangga, jasa
pertanian (argo industri dan argo bisnis), perkebunan, perikanan peternakan, pertanian
hortikultura, kepariwisataan, pemeliharaan lingkungan hidup sehingga terjadi kesesuaian,
keselarasan dan keseimbangan yang dinamis.
Muatan Lokal atau yang biasa disebut Mulok merupakan program pendidikan yang isi dan
media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu dianjurkan kepada siswa (Kemendiknas).
Maka dari itu setiap daerah pasti berbeda Mulok-nya karena kebutuhan masyarakat di tiap daerah
berbeda, misalnya pada mata pelajaran Bahasa Jawa, tentunya bahasa Jawa tidak cocok diterapkan
di Sumatra maupun daerah yang berbeda budaya lainnya di Indonesia.
Kurikulum kecuali mengacu pada karakteristik peserta didik, perkembangan ilmu dan teknologi
pada zamannya juga mengacu kepada kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penyusunan kurikulum
atas dasar acuan keadaan masyarakat tersebut disebut “Kurikulum Muatan Lokal“. Kurikulum
2. 2
muatan lokal keberadaan di Indonesia telah dikuatkan dengan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dengan nomor 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987.
Sedang pelaksanaannya telah dijabarkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar
dan menengah Nomor 173/-C/Kep/M/87 tertanggal 7 Oktober 1987
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan kurikulum muatan lokal?
1.2.2. Bagaimanakah ruang lingkup dari kurikulum muatan lokal?
1.2.3. Bagaimanakah pengembangan muatan lokal dan evaluasinya?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk:
1.3.1. Mengetahui pengertian dari kurikulum muatan lokal.
1.3.2. Memperkaya pengetahuan tentang muatan lokal serta ruang lingkupnya.
1.3.3. Mengetahui pengembangan muatan lokal dan evaluasinya di satuan pendidikan.
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan ini adalah:
1.4.1. Manfaat praktis, penulisan ini diharapkan menambah wawasan tentang kurikulum
muatan lokal.
1.4.2. Manfaat teoritis, hasil penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian teoritis
yang mendukung penelitian lebih lanjut dan bermanfaat ilmu
1.4.3. Sebagai bahan bacaan bagi yang berminat mengetahui tentang kurikulum muatan
lokal
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kurikulum Muatan Lokal
Menurut pandangan modern, kurikulum bukan hanya sekedar rencana pelajaran. Kurikulum
bertitik tolak dari sesuatu yang bersifat aktual yang terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Semua pengalaman belajar yang diperoleh dari sekolah seperti mempelajari berbagai mata
pelajaran, melakukan berbagai kegiatan, interaksi sosial di lingkungan sekolah, kerja sama
kelompok dan pengalaman kehidupan lainnya tercakup dalam pengertian kurikulum. Atas dasar
pandangan tersebut, sekolah dapat dipandang sebagai miniatur masyarakat, karena situasi dalam
lingkungan sekolah, nilai-nilai, adat istiadat, semuanya dapat dipelajari di sekolah melalui
kurikulum sekolah. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam surat keputusannya
No. 060/U/1993, telah ditetapkan kurikulum baru, yang diberlakukan mulai 1994/1995 secara
bertahap. Kurikulum pendidikan dasar tersebut berisi tentang dua muatan kurikulum yaitu: muatan
kurikulum yang berlaku secara nasional dan muatan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan
dan kebutuhan daerah. Muatan kurikulum yang kedua ini disebut “Kurikulum Muatan Lokal”.
Kurikulum muatan lokal adalah salah satu bagian dari kurikulum yang berlaku saat ini, istilah
muatan lokal dalam dunia pendidikan di Indonesia secara resmi mulai tahun 1987, melalui
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0412/U/1987 tanggal 11 Juli 1987,
tentang muatan lokal. Kurikulum atau mata pelajaran muatan lokal pada awalnya bukan mata
pelajaran yang berdiri sendiri, melainkan materi pelajaran lokal yang dimasukan ke dalam berbagai
bidang studi yang relevan. Ibrahim (1990), mengemukakan bahwa “muatan lokal adalah program
pendidikan yang isinya dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan sosial dan
lingkungan budaya serta kebutuhan perkembangan daerah”.
Sejak diberlakukannya kurikulum tahun 1994, muatan lokal menjadi mata pelajaran yang
berdiri sendiri, atau tidak lagi diintegrasikan pada mata pelajaran lainnya. Konsep muatan lokal
tidak lagi sama seperti tahun 1987, konsep muatan lokal di sini adalah “Bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang bersifat desentralisasi, sebagai upaya pemerintah untuk lebih meningkatkan
4. 4
relevansi terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan” (Suharsimi Arikunto: 1998). Sedangkan
pendapat lainnya mengemukakan
bahwa “Kurikulum muatan lokal menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri, berdasarkan
pendekatan monolitik” (Usman Wahyudi dan Yatim Riyani : 1995).
Pendekatan monolitik bertitik tolak dari pandangan bahwa setiap mata pelajaran mempunyai
otonomi masing-masing, ia membawa misi tertentu dalam suatu kesatuan sistem. Jadi pada
kurikulum 1994 muatan lokal sudah menjadi bidang studi yang berdiri sendiri, baik bidang studi
wajib maupun bidang studi pilihan, atau lebih dikenal dengan muatan lokal wajib dan muatan lokal
pilihan.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan muatan lokal
tentu saja tidak dapat terlepas dari tujuan umum yang tertera dalam GHBN. Adapun yang langsung
dapat dipaparkan dalam muatan lokal atas dasar tujuan tersebut diantaranya adalah:
1. Berbudi pekerti luhur, sopan santun daerah disamping sopan santun nasional.
2. Berkepribadian ; Punya jati diri dan punya kepribadian daerah di samping kepribadian
nasional
3. Mandiri : dapat mencukupi diri sendiri tanpa batuan orang lain
4. Terampil, menguasai 10 segi PKK di daerahnya
5. Beretos kerja, cinta akan kerja, makanya dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya.
6. Profesional, mengerjakan kerajinan daerah seperti membatik, membuat anyaman, patung
dan sebagainya
7. Produktif, dapat berbuat sebagai produsen dan bukan hanya sebagai konsumen
8. Sehat jasmani dan rohani
9. Cinta lingkungan, dapat menumbuhkan cinta kepada tanah air.
10. Kesetiakawanan sosial, dalam hal bekerja manusia selalu membutuhkan teman kerja, oleh
karenanya akan terjadilah situasi kerja sama dan gotong royong.
11. Kreatif –inovatif untuk hidup, karena tidak pernah menyia-nyiakan waktu luang, dan yang
bersangkutan menjadi orang ulet, tekun, rajin dan sebagainya
12. Mementingkan pekerjaan yang praktis ; Menghilangkan gaps antara lapangan teori dan
praktik
13. Rasa cinta budaya daerah dan budaya nasional.
5. 5
A. Fungsi muatan lokal
1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya,
2. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya
yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya,
3. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di
daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat
dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
B. Ruang lingkup
Ruang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut:
1. Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah.
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya
berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya.
Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah,
khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut,
yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan.
Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan
perekonomian daerah
Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari hari, dan menunjang
pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat)
Meningkatkan kemampuan berwirausaha
6. 6
2. Lingkup isi/jenis muatan lokal, dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian
daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai
ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-ha! yang dianggap perlu oleh daerah yang
bersangkutan. Secara skematis
C. Sumber bahan muatan lokal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Narasumber
Guru itu sendiri yang mempunyai pengalaman dan keterampilan, misalnya ahli tari,
musik, ukir patung dan sebagainya
Peserta didik itu sendiri, yang memiliki keterampilan seperti diatas maupun
keterampilan bawaan seperti bertani, berkebun dan sebagainya.
Narasumber lain yang ada di sekitar yang dapat didatangi.
2. Software
Yaitu bahan ajar yang terdapat pada berbagai tulisan, seperti: Buku cara bertanam, beternak,
cara membuat sesuatu, mungkin juga berbagai film dokumentasi.
3. Hardware
Yaitu suatu bahan ajar yang sifatnya dapat diamati, seperti: upacara daerah, peralatan
pertanian, alat kesenian, pusaka kerajaan dan sebagainya.
4. Lingkungan
Sumber bahan muatan lokal yang ada di sekitar yang bersifat historis, misalnya: museum,
monumen, adat istiadat dan sebagainya.
5. Berbagai hasil diskusi oleh berbagai pakar atau nara sumber yang relevan
Untuk penentuan bahan muatan muatan lokal perlu adanya pemetaan daerah untuk
mengidentifikasi berbagai jenis muatan lokal. Bahan muatan lokal telah ditetapkan oleh
Depdikbud sebesar 20 % dari bahan kurikulum keseluruhan dengan harapan dapat
memperhatikan:
7. 7
Garis-garis besar program pengajaran yang berlaku.
Sumber daya yang tersedia
Kekhasan lingkungan alam, sosial, budaya dan kebutuhan daerah.
Mobilitas murid
perkembangan dan kemampuan murid
Nara sumber yang ada.
Untuk penentuan muatan lokal dari pihak Dinas Depdikbud perlu bekerja sama dengan
dengan pemerintah daerah, instansi lain yang terkait, badan swasta dan masyarakat agar
muatan lokal dapat diterima sebagaimana mestinya.
6. Sistem Penyampaian
Dalam memilih suatu metode mengajar tergantung pada jumlah jenis siswa yang dihadapi
Siswa akan terbagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan minat mereka.
a. Sifat Bahan
Bahan muatan lokal mempunyai ciri khas diantaranya:
Luas dan urutan bahan tidak kaku
Sebagian bahan ajar dapat diberikan secara ekstra kurikuler.
Guru terdiri dari berbagai narasumber yang mungkin berprofesi bukan guru.
Dapat dilaksanakan dengan metode: karya wisata, drill, demonstrasi, bahkan kursus diluar
sekolah.
b. Media yang tersedia
Karena bahan beraneka ragam perlu berbagai media, misalnya: alat pertanian, bengkel,
kesenian dan sebagainya, sehingga harus ditopang dana yang cukup
c. Kesiapan guru
Di lembaga pendidikan tidak guru tidak ada mata kuliah praktik muatan lokal, sehingga perlu
penataran guru-guru yang mengajar muatan lokal.
8. 8
d. Waktu pelaksanaan
Karena kegiatan ekstra kurikuler pengawasannya sulit dan terbentur dengan biaya dan belum
tentu ada kursus yang siap untuk setiap daerah.
e. Situasi setempat
Situasi setempat bersifat situasional dan kondisional, ada daerah yang kaya muatan lokal dan
ada kota-kota besar yang sulit menentukan bahan muatan lokalnya, terutama daerah-daerah
elit.
D. Kendala dan Rintangan
Kendala kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari berbagai sudut, antara lain:
a) Peserta didik: minat dan kebutuhan peserta didik sangat heterogen.
b) G u r u : baik kuantitas maupun kualitas sangat minim, terutama dalam hal Metodologinya
c) Administrasi : administrasi kurikulum agak ruwet, penjadwalan ruwet lalu lintas berliku-liku
d) Sarana/prasarana : buku belum siap, silabus/ GBPP baru disiapkan, dana kurang Mendukung
e) Kurikulum: Setiap daerah mempunyai kurikulum yang berbeda-beda, hal ini sangat
menyulitkan bagi siswa pindahan dari luar daerah.
2.2. Pengembangan muatan lokal dan evaluasinya
2.3.1. Pengembangan muatan lokal
Bahan muatan lokal dapat tercantum pada intra kurikuler, misalnya mata pelajaran
kesenian dan keterampilan, bahasa daerah dan inggris. Sedang bahan muatan lokal yang
dilaksanakan secara ekstra kurikuler bahan dikembangkan dari pola kehidupan dalam
lingkungannya. Karena bahan muatan lokal sifatnya mandiri dan tidak terikat oleh pusat,
maka peranan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam muatan lokal ini sangat
menentukan. Untuk pengembangannya, langkah-langkah yang dapat ditempuh:
9. 9
1. Menyusun Perencanaan Muatan Lokal
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran selalu menyangkut berbagai unsur atau
komponen. Menyusun perencanaan muatan lokal juga akan menyangkut berbagai
sumber, pengajar, metode, media, dana dan evaluasi. Merencanakan bahan muatan lokal
yang akan diajarkan antara lain dengan:
a. Mengidentifikasikan segala sesuatu yang mungkin dapat dijadikan bahan muatan
lokal
b. Menseleksi bahan muatan lokal dengan kriteria sebagai berikut :
Sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
Tidak bertentangan dengan Pancasila dan aturan adat yang berlaku.
Letaknya terjangkau dari sekolah.
Ada narasumber baik di dalam maupun diluar sekolah.
Bahan/ajaran tersebut merupakan ciri khas daerah tersebut.
c. Menyusun GBPP yang bersangkutan
d. Mencari sumber bahan yang tertulis maupun yang tidak tertulis
e. Mengusahakan sarana/prasarana yang relevan dan terjangkau.
2. Pembinaan dan Pengembangan Muatan Lokal
Pembinaan perlu ditangani oleh tenaga-tenaga yang profesional dan dilakukan secara
kontinu, karena dalam pelaksanaan di lapangan kadang-kadang siswa lebih mahir dari
pada gurunya , karena siswa sudah biasa melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
dimaksud, misalnya anak petani, anak pengrajin, bengkel, peternak dan sebagainya, yang
akibatnya akan terjadi pembuangan tenaga, waktu dan biaya.
3. Pengembangan Muatan Lokal
Ada dua arah pengembangan dalam muatan lokal, yaitu:
a. Pengembangan untuk jangka jauh
Agar para siswa dapat melatih keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan harapan
yang nantinya dapat membantu dirinya, keluarga, masyarakat dan akhirnya membantu
10. 10
pembangunan nusa dan bangsanya. Oleh karena itu perkembangan muatan lokal dalam
jangka panjang harus direncanakan secara sistematik oleh sekolah, keluarga, dan
masyarakat setempat dengan perantara pakar-pakar pada instansi terkait baik negeri
maupun swasta. Untuk muatan lokal di sekolah dasar masih bersifat concentric, kemudian
dilaksanakan secara kontinyu di sekolah menengah pertama dan akan terjadi konvergensi
di sekolah menengah atas.
b. Pengembangan untuk jangka pendek
Perkembangan muatan lokal dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh sekolah
setempat dengan cara menyusun kurikulum muatan lokal kemudian menyusun GBPP-nya
dan direvisi setiap saat. Dalam Pengembangan selanjutnya ada dua hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Perluasan muatan lokal
Dasarnya adalah bahan muatan lokal yang ada di daerah itu yang terdiri dari berbagai
jenis muatan lokal misalnya: pertanian, kalau sudah dianggap cukup ganti peternakan,
perikanan, kerajinan dan sebagainya. Siswa cukup diberi dasar-dasarnya saja dari
berbagai muatan lokal sedang pendalamannya dilaksanakan pada periode berikutnya.
2. Pendalaman muatan lokal
Dasarnya adalah bahan muatan lokal yang sudah ada kemudian diperdalam sampai
mendalam, misalnya masalah pertanian dibicarakan dan dilaksanakan mengenai
bagaimana cara memupuk, memelihara, mengembangkan, pemasarannya dan
sebagainya. Oleh karena itu pelajaran ini diberikan pada siswa yang telah dewasa.
Berhasil tidaknya pengembangan di sekolah tergantung pada:
1) Kekreativan guru.
2) Kesesuaian program
3) Ketersediaan sarana dan prasarana
4) cara pengelolaan
5) Kesiapan siswa
6) Partisipasi masyarakat setempat
11. 11
7) Pendekatan kepala sekolah dengan nara sumber dan instansi terkait
Adapun cara menentukan bahan pelajaran muatan lokal untuk satu bidang studi dapat
dilaksanakan dengan empat cara:
a. Bagi bidang studi yang sudah punya GBPP, disusun pokok bahasan/ sub pokok
bahasan, kemudian dipilih bahan mana yang berkriteria muatan lokal.
b. GBPP yang telah dipilih, sesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat.
c. Pola kehidupan dalam lingkungan alam, dijadikan sumber sebagai GBPP yang
mungkin sesuai dengan GBPP atau tidak sesuai dengan GBPP yang telah ada.
d. Pola kehidupan dalam lingkungan alam, dipilih unsur-unsurnya yang perlu
dimasukan dalam program pendidikan kemudian dibuat GBPP.
2.3.2. Evaluasi dalam Muatan Lokal
Ada dua macam evaluasi dalam pelaksanaan Muatan Lokal:
1. Evaluasi Program Muatan Lokal
Untuk Evaluasi program muatan lokal ada tiga langkah sebagai berikut:
A. Reflektif Evaluation
Program muatan lokal sebelum dilaksanakan di lapangan, dievaluasi terlebih dahulu
konsepnya yang berdasar teori, pengalaman, berbagai hasil penelitian argumentasi,
pengarahan para pakar dan pejabat.
B. Formative Evaluation
Yaitu mengevaluasi pada program muatan lokal pada waktu program tersebut baru
dilaksanakan. Oleh karena itu perlu dilakukan:
Diadakan tri-out pada beberapa sekolah yang dianggap mewakili sekolah lain di daerah
tersebut, sehingga dapat ditemukan kendala pelaksanaannya.
Perlu tidaknya revisi program sesuai dengan kenyataannya.
12. 12
Setelah revisi baru diadakan desiminasi (perluasan) ke sekolah lain yang mempunyai
program muatan lokal sejenis.
Para evaluatornya terdiri dari: para konseptor, guru, supervisor dan narasumber yang
relevan.
E. Summative Evaluation
Summative evaluation adalah mengevaluasi setelah program tersebut selesai
dilaksanakan secara menyeluruh. Yang di evaluasi adalah berbagai kegiatan yang ada pada
program tersebut sesuai dengan tujuan yang telah digariskan.
2. Evaluasi hasil belajar Muatan Lokal
Evaluasi hasil belajar mutan lokal bagi pokok bahasan yang sesuai dengan GBPP cara
evaluasinya telah diatur oleh Depdiknas, misalnya bidang studi: kesenian, keterampilan,
bahasa dan sebagainya. Cara penilaiannya lebih banyak menggunakan pengamatan baik
untuk hasil maupun proses. Skor tidak berupa angka, tetapi cukup dengan predikat: baik
sekali, baik, sedang, atau kurang. Dan tidak ikut menentukan IP siswa.
13. 13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kurikulum muatan lokal ialah program pendidikan yang media penyampaiannya
dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib
dipelajari oleh murid di daerah tersebut. Kurikulum muatan lokal diberikan bertujuan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum di dalam GBHN.
Sumber bahan muatan lokal dapat diperoleh dari banyak sumber antara lain dari
narasumber, pengalaman lingkungan, hasil diskusi dari para ahli yang relevan dan
sebagainya. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran selalu menyangkut berbagai unsur atau
komponen. Menyusun perencanaan muatan lokal juga akan menyangkut berbagai aspek,
antara lain: sumber bahan ajar, pengajar, metode, media, dana dan evaluasi
Sebagai salah satu kurikulum baru dalam dunia pendidikan Muatan lokal dalam
pembelajarannya banyak ditemukan kendala dan rintangan yang ditemukan antara lain dari
segi: peserta didik, guru, administrasi, sarana dan prasarana, bahkan kurikulumnya sendiri.
Tetapi kendala tersebut lambat laun dapat di minimalisir dengan berbagai metode antara lain
dengan mengadakan pelatihan bagi para pengajar, lebih memantapkan GBPP, dengan
evaluasi yang berkesinambungan dan sebagainya.
Muatan lokal perlu untuk diberikan kepada peserta didik agar peserta didik lebih
mengetahui dan mencintai budaya daerahnya sendiri, berbudi pekerti luhur, mandiri, kreatif
dan profesional yang pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa cinta kepada budaya tanah air.
3.2. Saran
3.2.1. Dengan membaca makalah ini diharapkan pengetahuan mahasiswa semakin
bertambah dan tidak hanya berpatokan pada isi makalah ini, tetapi lebih ingin
mencari tahu lebih dalam lagi tentang kurikulum muatan lokal.
3.2.2. Penulis lebih mengembangkan isi makalah.
14. 14
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Idi. 2011. “Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktik”. Yogyakarta : Ar-Ruzz
Media.
Dakir, Prof. Dr H. 2004. “Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum”. Jakarta : Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2007. “Manajemen Pengembangan Kurikulum”. Bandung : Rosda
Hamalik, Oemar. 2008. “Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum”.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Haryati, Mimin. 2006. “Model dan Teknik Penilaian Pada tingkat Satuan Pendidikan”.
Jakarta : Gaung persada pers.
Nana, Sukmadinata. 1988. “Prinsip Dan Landasan Pngembangan Kurikulum”.
Jakarta : Depdikbud, P2LPTK.
Purwanto, Ngalim. 2012. “Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran”.
Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Sukendra, I Komang. 2012. “Materi Kuliah Kurikulum SMA”. Bahan Ajar (tidak diterbitkan).
Denpasar : IKIP PGRI Bali.
Tirtarahardja, Umar. 2005. “Pengantar Pendidikan”. Jakarta : Rineka Cipta.
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Sinar Grafika, Jakarta