Teks tersebut membahas tentang teori-teori Emile Durkheim mengenai sosiologi. Secara ringkas, Durkheim mendefinisikan fakta sosial sebagai cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang ada di luar individu dan memiliki pengaruh memaksa. Ia juga membahas kesadaran kolektif, teori bunuh diri, dan metode pengamatan fakta sosial menurut Durkheim.
2. 1.1 Latar Belakang Masalah
Durkheim adalah seorang ahli sosiologi yang meletakan dasar-dasar
sosiologi modern. Ia menulis berbagai macam metode sosiologi,
tentang pengetahuan tentang sosiologi agama, tentang
pembagian kerja dan bunuh diri, tentang pendidikan dan moral,
dan tentang sosialisme. Berbagai macam yang berhubungan
dengan masalah sosial selalu muncul di dalam karyanya.
Satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat adalah dengan
cara melihat bagaimana fungsi komponen yang ada di dalam suatu
masyarakat dimana hubungan tersebut saling berhubungan satu
sama lain. Jika masyarakat itu stabil, bagian-bagianya beroprasi
lancar,maka susunan-susunan sosial berfungsi, dimana masyarakat
tersebut ditandai oleh kepaduan, kerjasama, dan kesepakatan.
Tetapi apabila ternyata bagian-bagian dari masyarakat tersebut
berada dalam suatu keadaan yang membahayakan ketertiban
sosial, maka susunan masyarakat seperti itu disebut dysfunctional
(tidak berfungsi).
3. Durkheim berfikiran bahwa suatu kejahatan yang ada didalam
masyarakat tidak terletak pada diri si indiviu, tetapi terletak pada
kelompok dan organisasi sosial yang kemudian dikenal dengan
istlah anomie (hancurnya keteraturan sosial sebagai akibat dari
hilangnya patokan dan nilai-nilai).
Sebuah masyarakat sederhana yang berkembang menuju
masyarakat yang modern dan kota kedekatan (intimacy) yang
dibutuhkan untuk melanjutkan satu set norma-norma umum (a
common set of rules) akan merosot. Dimana kelompok
masyarakat berada didalam kondisi dalam ketiadaan satu set
aturan-aturan umum, yang tindakan antara satu dengan
tindakan yang lainya saling bertabrakan bahkan bertentangan
dengan tindakan dan harapan orang lain. Dengan tidak dapat
diprediksinya sistem tersebut akan runtuh secara bertahap, dan
masyarakat akan berada di dalam suatu kondisi yang anomi.
4. 1.2 Idenifikasi dan Rumusan Masalah
Bagaimana fakta sosial, karakteristik, dan metode pengamatan
fakta sosial menurut Durkheim?
Bagaimana pengertian kesadaran kolektif menurut Durkheim?
Bagaimana teori bunuh diri dan jenis-jenis bunuh diri menurut
teori Durkheim?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana fakta sosial, karakteristik, dan
metode pengamatan fakta sosial menurut Durkheim, bagaimana
pengertian kesadaran kolektif menurut Durkheim, bagaimana
teori bunuh diri dan jenis-jenis bunuh diri menurut teori Durkheim
dan bagaimana teori bunuh diri dan jenis-jenis bunuh diri
menurut teori Durkheim.
5. 1.4 Manfaat Kegunaan Penulisan
Agar kita dapat mengetahui bagaimana fakta sosial,
karakteristik, dan metode pengamatan fakta sosial menurut
Durkheim, bagaimana pengertian kesadaran kolektif menurut
Durkheim, bagaimana teori bunuh diri dan jenis-jenis bunuh diri
menurut teori Durkheim dan bagaimana teori bunuh diri dan
jenis-jenis bunuh diri menurut teori Durkheim
6. 2.1 Fakta sosial, karakteristik, dan metode pengamatan fakta
sosial menurut Durkheim
1. Pengertian Fakta Sosial
Fakta sosial didefinisikan oleh Durkheim sebagai cara-cara
bertindak, berfikir, dan merasa yang ada diluar individu dan yang
memiliki daya paksa atas dirinya. Dalam arti lain, yang
dimaksudkan adalah pengalaman umum manusia. Pengertian
fakta sosial meliputi suatu spectrum gejala-gejala sosial. Yang
terdapat bukan saja cara-cara bertindak dan berfikir melainkan
juga cara-cara berada, yaitu fakta-fakta sosial morfologis, seperti
bentuk permukiman, pola jalan-jalan, pembagian tanah, dan
sebagainya.
7. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :
Dalam bentuk material. Yaitu barang sesuatu yang dapat
disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk
material ini adalah bagian dari dunia nyata. Contohnya arsitektur
dan norma hukum.
Dalam bentuk non material. Yaitu sesuatu yang dianggap nyata.
Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat inter
subjective yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran
manusia. Contohnya adalah egoisme, altruisme, dan opini.
8. 2. Karakteristik Fakta Sosial
1.
Gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu. Individu
sejak awalnya mengkonfrontasikan fakta sosial itu sebagai
suatu kenyataan eksternal. Hampir setiap orang sudah
mengalami hidup dalam satu situasi sosial yang baru,
mungkin sebagai anggota baru dari suatu organisasi, dan
pernah merasakan adanya norma serta kebiasaan yang
sedang diamati yang tidak ditangkap/ dimengertinya secara
penuh. Dalam situasi serupa itu, kebiasaan dan norma ini
jelas dilihat sebagai sesuatu yang eksternal.
9. 2.
Fakta itu memaksa individu. Individu dipaksa, dibimbing,
diyakinkan, didorong, atau dengan cara tertentu
dipengaruhi oleh pelbagai tipe fakta sosial dalam
lingkungan sosialnya. Seperti Durkheim katakan : Tipe
perilaku atau berfikir ini mempunyai kekuatan memaksa
yang karenanya mereka memaksa individu terlepas dari
kemauan individu itu sendiri. Ini tidak berarti bahwa individu
itu harus mengalami paksaan fakta sosial dengan cara yang
negatif atau membatasi atau memaksa seseorang untuk
berprilaku yang bertentangan dengan kemauannya kalau
sosialisasi itu berhasil, sehingga perintahnya akan kelihatan
sebagai hal yang biasa, sama sekali tidak bertentangan
dengan kemauan individu.
10. 3.
Fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam
suatu masyarakat, Dengan kata lain, fakta sosial itu
merupakan milik bersama bukan sifat individu perorangan.
Sifat umumnya ini bukan sekedar hasil dari penjumlahan
beberapa fakta individu. Fakta sosial benar-benar bersifat
kolektif, dan pengaruhnya terhadap individu merupakan
hasil dari sifat kolektifnya ini.
11. 3. Metode Pengamatan Fakta Sosial
Durkheim dalam bukunya yang berjudul “The Rules Of
Sosiological Method” memberikan dasar-dasar metodologi
dalam sosiologi. Salah satu prinsip dasar yang ditekankan
Durkheim adalah bahwa fakta sosial harus dijelaskan dalam
hubungannya dengan fakta sosial lainnya. Ini adalah asas pokok
yang mutlak. Kemungkinan lain yang besar untuk menjelaskan
fakta sosial adalah menghubungkannya dengan gejala individu
(seperti kemauan, kesadaran, kepentingan pribadi individu, dan
seterusnya) seperti yang dikemukakan oleh ahli ekonomi klasik
dan oleh Spencer.
12. Prinsip dasar yang kedua (dan salah satu yang fundamental
dalam fungsionalisme modern) adalah bahwa asal-usul suatu
gejala sosial dan fungsi-fungsinya merupakan dua masalah yang
terpisah. Seperti ditulis Durkheim “Lalu apabila penjelasan
mengenai suatu gejala sosial diberikan kita harus memisahkan
sebab yang mengakibatkannya (efficient cause) yang
menghasilkan gejala itu, dan fungsi yang dijalankannya.
Sesudah menentukan bahwa penjelasan tentang fakta sosial
harus dicari di dalam fakta sosial lainnya, Durkheim memberikan
strategi tentang perbandingan terkendali sebagai metoda yang
paling cocok untuk mengembangkan penjelasan kausal dalam
sosiologi.
13. Metoda perbandingan Durkheim lebih ketat dan terbatas. Pada
intinya, metoda perbandingan terkendali itu meliputi klasifikasi
silang dari fakta sosial tertentu untuk menentukan sejauh mana
mereka berhubungan. Kalau korelasi antara dua himpunan fakta
sosial dapat ditunjukkan sebagai valid dalam pelbagai macam
keadaan, hal ini memberi satu petunjuk penting bahwa tipe
fakta itu mungkin berhubungan secara kausal. Artinya, variasi
dalam nilai dari satu tipe variable mungkin merupakan sebab
dari variasi dalam nilai variable yang kedua.
14. 2.2 Kesadaran kolektif menurut Durkheim
Kesadaran kolektif dapat memberikan dasar moral yang tidak
bersifat kontraktual yang mendasari hubungan kontraktual.
Dalam benak Durkheim, kesadaran kolektif yang mendasar ini
diabaikan oleh ahli teori seperti Spencer, yang melihat dasar
fundamental dari keteraturan sosial ini dalam hubunganhubungan yang bersifat kontraktual. Kesadaran kolektif juga
ada dalam bentuk yang lebih terbatas dalam pelbagai
kelompok khusus dalam masyarakat.
15. Durkheim juga menekankan pentingnya kesadaran kolektif
bersama yang mungkin ada dalam pelbagai kelompok
pekerjaan dan profesi. Keserupaan dalam kegiatan dan
kepentingan pekerjaan memperlihatkan suatu homogenitas
internal yang memungkinkan berkembangnya kebiasaan,
kepercayaan, perasaan, dan prinsip moral dan kode etik
bersama. Akibatnya, anggota kelompok ini dibimbing dan
dipaksa untuk berprilaku sama seperti anggota satu suku bangsa
primitif dengan pembagian kerja yang rendah yang dibimbing
dan dipaksa oleh kesadaran kolektif yang kuat. Durkheim merasa
bahwa solidaritas mekanik dalam pelbagai kelompok pekerjaan
dan profesi harus menjadi semakin penting begitu pembagian
pekerjaan meluas, sebagi satu alat perantara yang penting
antara individu dan masyarakat secara keseluruhannya.
16. 2.3 Teori bunuh diri dan jenis-jenis bunuh diri menurut teori Durkheim
Selain konsepsinya tentang solidaritas mekanis organis, Durkheim
sangat terkenal dengan studinya tentang kecenderungan orang
untuk melakukan bunuh diri. Dalam bukunya yang kedua, Suicide
dikemukakan dengan jelas hubungan antara pengaruh integrasi
social terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
Durkheim dengan tegas menolak anggapan lama bahwa
penyebab bunuh diri yang disebabkan oleh penyakit kejiwaan
sebagaimana teori-teori psikologi mengatakannya. Dia juga
menolak anggapan Gabriel Tarde bahwa bunuh diri akibat imitasi.
Durkheim juga menolak teori yang menghubungkan bunuh diri
dengan alkoholisme. Durkheim menolak teori bunuh diri karena
kemiskinan, kenyataan orang-orang lapisan atas tingkat bunuh
dirinya lebih tinggi dibandingkan orang-orang dari lapisan atas. Dari
hasil penelitiannya Negara-negara miskin seperti Italia dan Spanyol
justru memiliki angka bunuh diri yang lebih rendah dibandingkan
dengan Negara-negara Eropa yang lebih makmur seperti Perancis
dan Jerman
17. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya
kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat
dijadikan sara penelitian dengan menghubungkannya dengan
derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat. Untuk
membuktikan teorinya, Durkheim memusatkan perhatiannya
pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat,
yaitu kesatuan agama, keluarga dan kesatuan politik.
18. Dalam kesatuan agama, Durkheim membuat kesimpulan bahwa
penganut-penganut agama Protestan mempunyai
kecenderungan lebih besar untuk melakukan bunuh diri
dibandingkan dengan penganut agama Katholik.Hal ini
dikarenakan perbedaan derajat integrasi sosial di antara
penganut agama Katolik dengan Protestan. Penganut agama
Protestan memperoleh kebebasan yang jauh lebih besar untuk
mencari sendiri hakekat ajaran-ajaran kitab suci. Pada agama
Katolik tafsir agama lebih ditentukan oleh para pater. Oleh
karena itu kepercayaan bersama dari penganut Protestan
menjadi berkurang, hingga sekarang ini terdapat banyak gereja
(sekte-sekte). Integrasi yang rendah dari penganut agama
protestan itulah yang menyebabkan angka laju bunuh diri dari
penganut ajaran ini lebih besar dibandingkan dengan penganut
ajaran Katolik.
19. Dalam kesatuan keluarga, Durkheim menunjukkan bahwa angka
laju bunuh diri lebih banyak terdapat pada orang-orang yang
tidak kawin daripada mereka yang sudah kawin. Kesatuan
keluarga yang lebih besar umumnya terintegrasi mengikat
anggota-anggotanya untuk saling membantu.
Dalam kesatuan politik, Durkeim menyebutkan bahwa dalam
keadaan damai, golongan militer ummunya lebih besar
kecenderungan bunuh dirinya dibandingkan golongan
masyarakat sipil. Sedangkan dalam suasana perang, golongan
militer justru lebih sedikit melakukan bunuh diri bila dibandingkan
golongan sipil karena mereka lebih terintegrasi dengan baik
(disiplin keras). Dalam situasi perang justru kecenderungan bunuh
diri lebih rendah dibandingkan situasi damai. Dalam masa
revolusi/pergolakan politik, anggota-anggota masyarakat justru
lebih terintgrasi dalam menghadapi musuh-musuhnya.
20. Durkheim mendefinisikan bunuh diri sebagai setiap kematian
yang merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari suatu
perbuatan positif atau negatif oleh korban itu sendiri, yang
mengetahui bahwa perbuatan itu akan berakibat seperti itu.
Definisi itu terlampau luas, sebab didalamnya juga termasuk
kematian para prajurit yang mengajukan dirinya untuk
melaksanakan tugas yang sukar, ataupun kematian seorang
ayah yang ingin menyelamatkan anaknya dari arus kencang
yang bergolak. Hal ini akan berakibat negatif dalam penalaran
seperti yang akan ternyata kemudian.
21. I.
II.
Bunuh diri egoistis (egoistic suicide) Yaitu yang merupakan
akibat dari kurangnya integrasi dalam kelompok. Misalnya,
lebih banyak orang Protestan yang bunuh diri dari pada
orang Katolik. Sebab orang Katolik lebih terikat pada
komunitas keagamaan sedangkan dalam Protestan
terdapat anjuran yang kuat untuk bertanggung jawab
secara individual. Kenyataan ini dinyatakan secara tepat
sekali di dalam rumusan bahwa seorang Protestan dipaksa
untuk bebas.
Bunuh diri anomi (anomie suicide). Anomi adalah suatu
situasi dimana terjadi suatu keadaan tanpa aturan, dimana
kesadaran kolektif tidak berfungsi. Jenis bunuh diri ini terjadi
dalam waktu krisis dan bukannya krisis ekonomi saja. Bunuh
diri ini juga terjadi bilamana sekonyong-konyong terjadi
kemajuan yang tidak terduga.
22. III.
Altruistic Suicide, adalah bunuh diri karena merasa dirinya
menjadi beban masyarakat. Bunuh diri ini sifatnya tidak
menuntut hak, sebaliknya memandang bunuh diri itu
sebagai suatu kewajiban yang dibebankan oleh
masyarakat. Contoh : Harakiri orang jepang.
IV. Bunuh diri Fatalistik. Merupakan lawan dari bunuh diri anomi,
dan yang timbul dari pengaturan kelakuan secara berlebihlebihan, misalnya dalam rezim yang sangat keras dan
otoriter.
23. Durkheim adalah seorang ahli sosiologi yang meletakan dasardasar sosiologi modern. Ia menulis berbagai macam metode
sosiologi, tentang pengetahuan tentang sosiologi agama,
tentang pembagian kerja dan bunuh diri, tentang pendidikan
dan moral, dan tentang sosialisme.
Durkheim berfikiran bahwa suatu kejahatan yang ada didalam
masyarakat tidak terletak pada diri si indiviu, tetapi terletak
pada kelompok dan organisasi sosial yang kemudian dikenal
dengan istlah anomie (hancurnya keteraturan sosial sebagai
akibat dari hilangnya patokan dan nilai-nilai).