Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Jurnal al risalah edisi ix no 1 2018 cetak
1. i
Volume IX, No. 1 Januari 2018 Al-Risalah
Al-Risalah
Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Volume IX No. 1, Januari 2018
ISSN 2085-5818
Penasihat:
Rektor Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta
Penanggung jawab:
A.Ilyas Ismail
Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Islam As-Syafi’iyah Jakarta
Dewan Pakar:
Achmad Mubarok, ,
Ahmad Satori, Ahmad Murodi
Pemimpin Redaksi:
Ahmad Zubaidi
Dewan Redaksi
Neneng Munajah, Masykuri Qurtubi,
Sarbini Anim, Abdul Hadi
Sekretaris Redaksi:
Khalis Kohari
Staf Redaksi:
Dharma, Ella, Eka
Diterbitkan oleh:
Fakultas Agama Islam Universitas Islam As-Syafiiyah
Jl. Jatiwaringin No. 12 Pondok Gede Jakarta Timur 13070
Telp/Fax. 021-84990143; email: alrisalahuia@yahoo.co.id
Jurnal Al-Risalah terbit setahun dua kali, setiap bulan Desember dan Juni. Redaksi
menerima tulisan dengan ketentuan: Kajian teoritik atau hasil penelitian yang relevan
dengan dakwah dan pendidikan. Panjang tulisan 15-25 halaman. Diketik di atas kertas
A4 dengan spasi ganda. Tulisan harus orisinil dan disertai footnote dan daftar pustaka.
2. Al-Risalah Volume IX, No. 1 Januari 2018
DAFTAR ISI
Volume IX, No. 1, Januari 2018
Editorial ........................................................................................................... iii
Menjadi Pembelajar Sejati di Era Baru Globalisasi
Oleh: A. Ilyas Ismail ........................................................................................ 1
Dampak Gaya Kepemimpinan, Anggaran
Berbasis Kinerja Dan Satuan Pengawasan Internal
terhadap Good University Governance
Studi Pada Badan Layanan Umum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh: Ahmad Zubaidi ...................................................................................... 11
Filosofi Tujuan Pendidikan Islam
Oleh: Sutiono.................................................................................................... 33
Pendidikan Bisnis Memasuki Era Milenium Baru
Tantangan dan Harapan
Oleh: Rohimah.................................................................................................. 48
Perbandingan Psikologi Kepribadian
Islam dan Barat
Oleh: Abdul Hadi ............................................................................................ 63
Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja,
dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Interverning
Studi Kasus pada PT. Garda Jakarta
Oleh: Lili Supriyadi.......................................................................................... 73
Perkembangan Jiwa Keagamaan
Pada Usia Lanjut
Oleh: Ifham Choli............................................................................................. 97
Potret Perilaku Religius Mahasiswa
Uin Sayarif Hidayatullah Jakarta
Oleh: Ay Maryani ............................................................................................ 126
3. iii
Volume IX, No. 1 Januari 2018 Al-Risalah
EDITORIAL
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan
pertolongan-Nya rencana penerbitan Jurnal Dakwah dan Pendidikan Al-Risalah
dapat terlaksana. Semoga langkah ini menjadi awalan yang baik dan terus
berkelanjutan. Karena keberadaan sebuah jurnal ilmiah di tengah dunia
akademik merupakan suatu keniscayaan untuk menopang keberlangsungan
dunia akademis yang dinamis. Dinamika dunia akademik tidak hanya ditentukan
oleh berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, tetapi juga oleh peningkatan
mutu ilmu pengetahuan yang ditransformasikan dari pendidik ke peserta didik.
Melalui jurnal ini para dosen diharapkan mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan sesuai dengan perkembangan zaman.
Pada edisi ini dimuat 8 (delapan) artikel ilmiah yaitu Menjadi Pembelajar
Sejati di Era Baru Globalisasi Oleh: A. Ilyas Ismail, Dampak Gaya
Kepemimpinan, Anggaran Berbasis Kinerja Dan Satuan Pengawasan Internal
terhadap Good University Governance Studi Pada Badan Layanan Umum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh: Ahmad Zubaidi, Filosofi Tujuan Pendidikan
Islam Oleh Sutiono, Pendidikan Bisnis Memasuki Era Milenium Baru
Tantangan dan Harapan Oleh Rohimah, Perbandingan Psikologi Kepribadian
Islam dan Barat Oleh: Abdul Hadi, Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan,
Kepuasan Kerja, dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan
Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Interverning Studi Kasus pada PT.
Garda Jakarta Oleh: Lili Supriyadi, Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Usia
Lanjut Oleh: Ifham Choli, dan Potret Perilaku Religius Mahasiswa Uin Sayarif
Hidayatullah Jakarta Oleh: Ay Maryani.
Tulisan-tulisan ini akan menjadi wawasan baru dalam pemikiran akademik
kita, sehingga kita perlu membacanya dengan seksama dan diharapkan para
pembaca budiman dapat memberikan respon pemikiran atas tulisan-tulisan di
atas.
4. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
1
MENJADI PEMBELAJAR SEJATI
DI ERA BARU GLOBALISASI
Oleh: A. Ilyas Ismail
Dosen FDK UIN Syarif Hidayatullah
a.ilyas@uinjkt.ac.id
Abstrac
The paper is titled, "Becoming True Learners in a New Era of Globalization."
This title is important for two reasons. First, internal cause, that is the tendency in society
where people only attach importance to degree, certificate or diploma, not science or competence.
Second, external cause, that is arising from the digital revolution that gave rise to global
competition, where everyone was expected to become true learners. Otherwise, he will be
marginalized, as a human being, which according to Michael Fullan, is not feasible, morally,
socially, and economically.
True learners, as James R. Davis and Adelaide B. Davis point out, refer to people
who love new things, new thinking, and new skills. He learned not only to know (learning to
know), but more than that to think (learning to think) and solve (learning to solve) the
problem. Human learners try to learn and develop knowledge not only from college, formal
learning, and from the text book, but from experiences and from the real world or reality of
life.
True learners have 5 (five) prominent characters. First, they have a high curiosity that
makes them passionate and studying diligently. Second, they like to share knowledge and
experience to others. Third, they like to develop and expand knowledge. Fourth, they have
contributions to the progress of culture, civilization, and humanity. Fifth, they have a humble
attitude and the open to thoughts of others. The new century, globalization, requires a new
man, a true learner.
Keywords: pembelajar, belajar, kompetensi, globalization, dan pengembangan ilmu.
A. PENDAHULUAN
Discourse mengenai manusia pembelajar sungguh penting pada era
globalisasi sekarang ini. Pasalnya, pada abad baru ini, karena kemajuan teknologi,
kita menghadapi beberapa fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pertama, apa yang disebut “fundamental change”, perubahan yang
sangat cepat dan mendasar. Ini seolah membuktikan kebenaran tesis filosof
Yunani, Hiraklitos, yang menyatakan, “Change is the only constant”. Di alam ini,
segala hal berubah dan mengalami perubahan, kecuali perubahan itu sendiri.
“Al-`alam Mutghayyir,” tulis para mutakallimin (teolog Muslim).
5. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
2
Kedua, fenomena Evolutionary hangover, di mana dunia pendidkan kalah
cepat dengan laju perubahan kehidupan dan dunia kerja. Di sini muncul
persoalan di mana kemampuan lulusan dunia pendidikan, termasuk pendidikan
tinggi, tidak berkorespondensi dengan kebutuhan industri dan dunia kerja.
Kemampuan (kompetensi) lulusan Pendidikan Tinggi, (sekarang disebut CPL )
tidak relevan dengan pekembangan dan kemajuan masyarakat. Itu sebabnya,
kalangan Perguruan Tinggi, di Amerika, Eropa, dan negara-negara yang
tergabung dalam OECD, sibuk mencari tahu dan meumuskan kompetensis dan
skill abad 21 (21st
century skills and competences).
Ketiga, dalam revolusi digital saat ini, seperti dikatakan Sharon, setiap
orang mesti memiliki penguasaan terhadap teknologi, bersahabat, bahkan
berbudaya tekonologi.1
Dalam situasi demikian, maka SDM abad 21, tidak bisa
tidak mesti menjadi pembelajar sejati. Sebab, bila tidak, ia akan kalah bersaing
dengan mesin. Mesin dalam banyak hal bekerja lebih baik ketimbang manusia.
Akibatnya, seperti dikatakan Michael Fullan, ia akan terpinggirkan, menjadi
manusia yang tidak layak (hidup) baik secara moral, sosial, maupun ekonomi.2
Makalah ini secara singkat akan membahas tentang hakekat atau jati diri
pembelajar sejati, alasan dan argument mengapa SDM abad 21 mesti menjadi
pembelajar sejati, dan selanjutnya akan dibahas karakteristik dari pembelajar
sejati dikaitkan dengan ancaman dan peluang dari globalisasi.
B. PEMBAHASAN
1. Hakekat Pembelaja Sejati
Pada hemat saya, manusia bisa dibagi ke dalam 2 macam. Pertama,
manusia dengan mental sertifikat, yaitu menujuk pada orang yang hanya
mengejar dan mencari gelar, bukan ilmu, kompetensi, dan apalagi personal
karakter. Persoalan ijazah palsu, gelar palsu, dan Perguruan Tinggi palsu (abal-
abal –istilah resmi yang digunakan oleh Kemristek Dikti) yang belum lama
diributkan, menjadi saksi nyata menguatnya manusia bermental sertifikat ini. 3
Kedua, manusia dengan mental ilmu atau orang yang memiliki mental
keilmuan (scientific mentality) yang tinggi. Saya menyebut yang kedua ini dengan
1Sharon P. Robinson and Ken Kay, 21st Century Knowledge and Skills in Educator
Preparation, Partnership for Twenty first Century Skill, American Association of Colleges of Teacher
Education, 2010, p. 7. Compare with Young Hoan Cho, et.al, Authentic Problem Solving and
Learning in the 21st Century: Perspective from Singapore and beyond, Springer, Singapore, 2015, p. 4-5.
2Michael Fullan and Maria Langwarty, A Rich Seam: How New Pedagogies Find deep
learning, California, USA, ISTE (The International Society for Technology in Education), 2014,
p. g. Compare with Patrick Griffin and Esther Care, Assessment and Teaching of 21st Century Skills:
Methods and Approach, Assessment Research Center, University of Melboune, Australia, 2015, p.
3-4.
3 A.Ilyas Ismail, “Manusia Pembelajar,” Harian Umum Republika, Senin, 22 Juni 2015.
6. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
3
istilah „manusia pembelajar‟. Berbeda dengan manusia sertifikat, manusia
pembelajar adalah orang yang terus menerus belajar, mempertinggi penguasaan
ilmu, kemampuan kerja dan karakter, serta kontribusi bagi kemajuan bangsa,
agar ia bisa survive dan kompetitif di era baru, globalisasi.4
Manusia pembelajar, dalam pemikiran James R. Davis dan Adelaide B.
Davis, menunjuk kepada orang-orang yang mencintai hal-hal baru, pemikiran
baru, dan keterampilan baru (new skill). Ia belajar bukan hanya untuk mengetahui
(learning to know), tetapi lebih dari itu untuk berpikir (to think) dan memecahkan
masalah (to solf the problem). Manusia pembelajar berupaya untuk belajar dan
mengembangkan ilmu tak hanya dari bangku kuliah, formal learning, dan dari text
book, melainkan dari pengalaman (experiences) dan dari realitas kehidupan yang
sebenarnya (virtual realities). R. Davis menyebutnya dengan istilah “Perpetual
Learner” (pembelajar sejati).5
Memasuki era baru ini, setiap orang dari kita, tidak bisa tidak, mesti
menajdi pembelajar, terlebih lagi bagi seorang pendidik atau guru. Ia mesti
concern pada kemampuan akademik siswa, dan terus berinovasi, melakukan
berbagai pembaharuan baik dalam metode pembelajaran maupun dalam system
evaluasi. Visi dan inovasi guru seperti ini dipandang Doni Kusuma, sebagai
tanda dari guru pembelajar.6
Guru dan dosen pembelajar, memiliki setidak-tidaknya 5 prinsip dalam
pembelajaran. Pertama, committed dan concern terhadap kemajuan belajar peserta
didik. Kedua, menguasi dengan baik apa yang diajarkan dan tahu bagaimana cara
mengajarkan (menguasai strategi dan metode pembelajaran). Ketiga,
bertanggung jawab terhadap pengelolaan (managing) dan pengendalian
(monitoring) pembelajaran. Keempat, berpikir secara sistematis dan belajar
secara terus menerus dari pengalaman dan realitas kehidupan.7
4Ibid.
5James R. Davis and Adelaide B. Davis, Managing Your Own Learning, San Fransisco,
Berrett Koehler Publisher, 2000, p. 1-2. Compare with Jim Eison, Using Active Learning
Instructional Strategies to Create Excitement and Enhance Learning, Department of Adult, Career, and
Higher Education University of South Florida, 2010, p. 3-4.
6Doni Kusuma, Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger: Mengembangkan Visi Guru
Sebagai Pendidik Karakter dan Pelaku Perubahan, Jakarat, PT Grasindo, 2009, h. 168. P. 10.
7Helen Timperly, et.al., Teacher Professional Learning and Development, New Zeland,
Minestry of Education, 2007, p. 18-22. Lee S. Shulman, What Teachers Should Know and Able To do,
National Board of Professional Teaching Standard, Arlington, 2016, p. 10. Bandingkan dengan
UU Guru dan Dosen yang mengintrodusir 4 kompetensi guru/dosen, yaitu: Kompetensi
pedagogies, komptensi professional, komptensi personal, dan kompetensi sosial. Lihat Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
7. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
4
2. Argumen Menjadi Pembelajar Sejati
Secara umum, ada 3 (tiga) alasan mengapa kita mesti menjadi pembelajar
sejati. Pertama, argumen dari perspektif keislaman. Seperti diketahui, al-Qur‟an
sangat menghargai ilmu pengetahuan dan orang yang mengamalkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.8
Kegitan belajar, meneliti, dan
mengembangkan ilmu merupakan kewajiban pertama dalam Islam.9
Perintah
iqara‟ (filsafat iqra‟) mengharuskan setiap muslim memproses diri menjadi
pembelajar.10
Kedua, argument perkembangan dan kemajuan zaman (globalisasi).
Seperti dikemukakan banyak pakar, abad 21 menuntut setidak-tidaknya 4
(empat) kompetensi dasar, yaitu: kemampuan berpikir kritis dan pemecahan
masalah, komunikasi, kolaborasi, serta kreatif dan inovatif dalam berpikir dan
bertindak.11
Keempat kompetensi ini tidak mungkin dipenuhi, kecuali seorang
menjadi pembelajar.
Ketiga, argument pembangunan bangsa dengan pendekatan budaya
(revolusi mental). Disadari sebagian masyarakat kita masih mengidap penyakit
feodalistik, cenderung mementingkan sertifikat dan gelar, bukan ilmu,
kemampuan kerja, dan karakter. Myrdal menybutnya “soft state”, bangsa yang
tidak memiliki nyali memberantas kejahatan, serta tidak memiliki disiplin dan
etos ekrja yang kuat.12
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) seperti dikutip Greg
Barton, Indonesianis asal Australia, pernah berseloroh tentang 3 (tiga) penyakit
(baca: kekurangan) yang menimpa bangsa Indonesia, yaitu: kurang akal
(irrational), kurang dewasa (inmature), dan kurang ajar (inmoral).13
8 QS. al-Mujadilah/58 : 13.
9 QS. al-`Alaq/96: 1-5.
10 Dalam sau dialog, Abd al-Barr sebagai Syaikh al-Masyayikh, ditanya oleh seorang
murid, tentang siapa yang paling membutuhkan ilmu pengetahuan. Jawabnya, guru, dosen atau
ulama. Karena sang murid masih penasaran dan merasa absurd dengan jawaban ini, maka Syekh
Abd al barr berkata, “Engkau menjadi pandai selagi mau belajar, sekiranya kamu sudah merasa
pandai dan tidak mau belajar lagi, maka kamu pasti menjadi orang bodoh. Lihat A. Ilyas Ismail,
True Islam: Intelektual, Moral, Spiritual, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2013, p. 114.
11Dennis Van Roekel, Preparing 21st Century Students for A Global Society: An Educator‟s
Guide to the Four Cs, National Education Association, USA, 2012, p. 5. Compare with Laura
Greenstein, Assessing 21st Century Skills: A Guide to Evaluating Mastery and Authentic Learning, Sage
Publication, California, 2012, p. 3-6.
12Gunnar Myrdal at Paul Patrick Streeten, Thinking about Development, Cambridge,
Cambridge University Press, 1995, p. 197. Compare with Lars Magnusson, Nation, State and the
Industrial Revolution: The Visible Hand, New York, Routledge, 2009, p. 1-2.
13 Greg Barton, Abdurrahman wahid: Muslim Democrat, Indonesian President, Australia,
UNSW Press, 2002, p. 25.
8. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
5
3. Karakter Pembelajar Sejati
Manusia pembelajar, setidak-tidaknya, memiliki 5 sifat yang menjadi
karakter dan etos utama intelektualnya seperti berikut ini.
Pertama, ia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high level curiousity). Inilah
sifat yang membuatnya rajin belajar dan memiliki kemauan belajar yang kuat.
Dari banyak riset, diketahui bahwa anak menjadi pandai bukan karena diajar,
melainkan karena ia semangat dan rajin belajar. Meski berstatus sebagai
mahasiswa atau dosen, bilamana tidak ada lagi rasa ingin tahu, maka mereka
senyatanya bukan pembelajar.14
Dari rasa ingin tahu ini timbul beberapa sikap atau etos yang amat
penting, yaitu: (1). Peminatan, yakni ketertarikan pada satu objek studi. (2).
Focus, yaitu pemusatan perhatian dan pemikiran pada objek studi yang dimintai,
dan selanjutnya (3). Motivasi, yaitu semangat yang menggelora untuk mencapai
apa yang menjadi minat dan perhatiannya.15
Jadi, dari rasa ingin tahu itu lahir
motivasi dan semangat juang yang tinggi (determinasi). Penting dicatat, bahwa
motivasi adalah factor kunci sukses pembelajaran. Sampai-sampai Dianna Van
Blerkom berujar: “The Student who are not motivated are tend to be less successful.”16
Kedua, ia suka berbagi ilmu (to share) dengan teman atau orang lain.
Merupakan keunikan ilmu, ia tidak habis kalau dibagi, malah bertambah-tambah.
Penulis teringat nasehat popular dari Profesor Andi Hakim Nasution, Rektor
IPB (1978-1987). Beliau pernah menyatakan, kalau kita tukar menukar apel, kita
14Iwan Pranoto, “Kasmaran Berilmu Pengetahun,” Kompas, Jumat, 14 Desember
2012. Compare with Hanna Dumont, et.al, The Nature of Learning: Using Research to Inspire Practice,
OECD., 2012, p. 6-7.
15Hendra Surya, Menjadi Manusia Pembelajar, Jakarta, Media Komputindo, 2009, h. 3.
Compare with Myron H. Dembo and Helena Seli, Motivation and Learning Strategies for College
Success, New York, Routledge, 2013, p.51.
16Dianna L. Van Blerkom, College Study Skill: Becoming A Strategic Learner, Boston,
Wadsworth, 2012, p. xxv. Dalam khazanah Islam, motivasi atau niat bukan hanya penting,
melainkan penentu produktivitas kerja. Hadits, “Innama al-A`mal bi al-Niyyah” merupakan hadits
yang paling shahih. Hadits Umar ini tergolong min Jawami` al-Kalim (ungkapan pendek, tetapi
penuh makna). Dalam kitab al-Arba`in al-Nawawiyah, yang dikarang oleh Imam Nawawi, ahli
hadits dan ahli fiqih dari Dari Damasykus, hadits niat itu ditempatkan sebagai hadits pertama.
Padahal, kitab yang berisi 40 hadits itu disusun oleh Imam Nawawi setelah beliau memberi
komentar (al-syarkh) terhadap kitab Shahih Muslim yang berisi lebih kurang 2000 hadits. Ini bisa
dipahami bahwa hadits niat itu memang pilihan dan sungguh penting. Dalam Islam, niat itu
penting karena berfungsi sebagai penentu validitas perbuatan (li-shihhat al-a`mal), kualitas kerja (li-
kamal al-a`mal), dan pendorong lahirnya perbuatan (li-ijad al-a`mal). Jadi, secara kejiwaan, tidak
ada pekerjaan tanpa niat, karena niat itulah pencetusnya. Lihat al-Imam al-Nawawi, al-Arba`in al-
Nawawiyah fi al Ahadits al-Shahihah al-Nabawiyah, Maktabah al-Waqfiyah, 21 Desember 2009. Baca
juga Ibn Daqiq al-`Id, Syarh al-Arba`in Haditsan al-Nawawiyah fi al-Ahadits al-Shahihah al-
Nabawiyah, Kairo, Maktabah al-Turats al-Islami, t.t., h. 7-9. Bandingkan dengan Muhammad ibn
Shalih al-`Utsaimain, Syarh al-Arba`in al-Nawawiyah, Riyadh, Dar al-Thurayya li-al-Nasyr wa al-
Tauzi`, 2004, h. 9-24.
9. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
6
tetap mendapat 1 apel, tidak bertambah. Namun, kalau kita bertukar menukar
ilmu pengetahuan, kita bukan mendapatkan 1, melainkan mendapat lebih banyak
lagi. Dalam bahasa modern, filosofi dan metodologi belajar semacam ini
dinamakan “Partnership Learning.”17
Ketiga, selain berbagi, manusia pembelajar, rajin memperluas ilmu
pengetahuan (to expand) dengan beberapa cara. Diantaranya adalah dengan
membedol batas-batas horizon pengetahuan kita. Cara lain adalah dengan keluar
dan melepaskan diri dari zona kenyamanan, comfort zone. Diperlukan keberanian
dan teknik tersendiri untuk bisa keluar dari kungkungan zona kenyamanan.
Philip E Johnson merekomendasikan cara lain lagi untuk ekspansi ilmu, yaitu
dengan latihan berpikir, serta menghubungkan diri dengan brbagai kearifan,
wisdom dan pemahaman yang hidup, bukan dengan pengetahun yang sudah mati,
dead knowledge, yang harus di-eja dan dihafal saban hari.18
Keempat, ia memiliki kontribusi bagi kemajuan ilmu dan kemanusiaan.
Dalam perpsektif Islam, ilmu tidak untuk ilmu, tetapi untuk kemaslahatan umat
sebagai wujud pengabdian kepada Allah SWT. Pada wahyu pertama yang
disampaikan kepada Nabi saw, dapat dipahami bahwa perintah Iqra‟ yang dalam
wujud sosialnya berwujud penelitian atau riset dan pengembangan ilmu, haruslah
dilakukan dalam kerangka bi ism-I rabbik, dengan nama Tuhan, dalam arti untuk
kebaikan dan kemaslahatan umat manusia.19
Kelima, ia memiliki sifat rendah hati dan tawadhu. Meskipun
berpengetahuan sangat luas, serta memberi kontribusi besar bagi kemajuan ilmu
dan peradaban, para pembelajar sejati, tidak pongah dan tidak besar kepala.
Mereka tetap rendah hati, ibarat filosofi padi, makin berisi, makin tunduk ke
bawah.
Yang dimaksud dengan rendah hati di sini, adalah sikap mental di mana
seorang berpendapat bahwa ilmu yang diperolehnya belum banyak, alias masih
sedikit. Ia berkeyakinan bahwa apa yang belum diketahui jauh lebih besar
dibanding apa yang sudah diketahui. Inilah sikap yang membuat seorang
pembelajar, tidak menutup diri, tetapi selalu terbuka (open minded) dan sedia
berdialog dengan orang lain.
Sikap rendah hati seperti ini pernah ditunjukkan oleh Sokrates, filosuf
Yunani (466-399 SM), yang pemikirannya masih dipelajari hingga hari ini, ketika
menyatakan: “I only know that I don‟t know.” Imam Syafi`i (w 204 H), pendidiri
madzhab Syafi`I, tidak kalah tawadhu-nya. Ia sering menangis kalau membaca
17Laura Greenstein, op.cit. p.3. Compare with Mick Healey, et.al., Engagement Trough
Partnership: Students as Partners in Learrning and Teaching in Higher Education, UK, The
Higher Education Academy, 2014, p.12-19. Jim Knight, Parnership Learning, The University of
Cansas Center For Research on Learning, 2002, p. 7-18.
18 Philip E. Johnson, Fifty Nifty Ways to Help Your Child Become A Better Learner, USA,
Tuscon Arizona, 2004, p. 14-22.
19A. Ilyas Ismail, True Islam, op.cit., p. 114.
10. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
7
buku, karena menyadari bahwa ia baru mengetahui sesuatu yang sudah ditulis
[baca: diketahui] oleh orang lain puluhan tahun sebelumnya.
Seperti diceritakan sendiri dalam kumpulan syairnya (Diwan al-Syafi`i),
Imam Syafi`I merasa makin hari bukan makin pandai, tetapi merasa makin
bertambah bodoh saja, dan katanya: Kullama izdad-tu `ilman, zadani `ilaman bi
jahli.” (semakin bertambah ilmuku, semaki aku tahu kebodohanku).20
Sebagai
mujtahid mutlak yang mumpuni, Imam Syafi`i juga tidak mengklaim
pendapatnya paling benar. Dalam perselisihan pendapatnya, lebih dari 200
masalah, dengan gurunya, Imam Malik, ia berkata: “Ra‟yi shawab yahtamil al-
khatha‟ wa ra‟yu ghairi khatha‟ yaahtamil al-shawab” (pendapatku benar [tetapi]
mengandung kemungkinan salah; pendapat orang lain salah, [tetapi]
memngandung kemungkinan benar).21
Imam Abu Hanifah al-Nu`man bin Tsabit (w 150 H) pendiri madzhab
Hanafi, juga sangat rendah hati. Beliau tidak memandang pendapatnya sebagai
sesuatu yang final dan mesti diambil. Dalam intellectual discourse yang dilakukan, ia
selalu menyatakan: “Kalamuna hadza ra`yun, faman kana `indahu khairun minhu
falyati bihi.” (Inilah pendapat-ku. Kalau ada pendapat lain yang lebih tepat, maka
engkau hendaklah mendatangi dan mengambilnya).22
Jadi, semua ulama dan pemikir besar Islam abad pertengahan
mewariskan teladan dan kearifan yang sama, rendah hati. Mereka tidak berat hati
untuk mengatakan, “Aku tidak tahu” (La Adri). Seperti umum diketahui, mereka
selalu mengakhri tulisan-tulisan mereka dengan tidak lupa, dan mencantumkan
selalu kalimat “Wa Allah-u a`lam bi al-shawab” yang berarti mengembalikan
kebenaran yang sejati hanya kepada Allah SWT. Memang seperti itulah watak
dan karakter para pembelajar sejati. Wa Allahu a`lam!
20Muhammad Ibrahim Salim, Diwan al-Imam al-Syafi`I al-Musamma al-Jauhar al-Nafis fi
Syi`r al-Imam Muhammad ibn Idris, Mesir, Maktabah Ibn Sina, p. 117.
21Pernyataan Imam Syafi`I ini mengandung makna bahwa beliau sebagai imam
mujtahid amat menekankan kebebasan berpikir dan tolaransi yang sangat tinggi terhadap
perbedaan pendapat dan pemikiran. Lihat Abd al-Hakim al-Faituri, al-Hiwar al-Mutamaddin,
Nomber 2305, June 7 - 2008. Compare with dialoge of Abu Hamdan, Ma al-Ma`na min Kalam al-
Imam al-Syafi`i: Ra‟yi Shawab Yahtamil al-Khatha‟ wa Ra‟yu Ghairi Khatha‟ Yahtamil al-Shawab,
Multaqa Ahl al-Hadits, Muntada Dirasat al-Fiqhiyah, http://www.ahlalhdeeth.com. Agust 20-
2017.
22Muhammad Syahrur, “Ihda‟ wa syukr” fi Dirasah al-Islamiyah al-Mu`ashira fi al-Daulah
wa al-Mujtama`, Damaskus, Al-Ahali li al-Thiba`ah wa al-Nasyr, 1994, p. 12. Compare with
`Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf al-Makki al-Syafi`I, al-Fawaid al-Makkiyah fima Yahtajuhu Thalabat al-
Syafi`iyah, Beirut, Dar al-Basya‟ir al-Islamiyah, 2004, p. 53-60.
11. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
8
DAFTAR PUSTAKA
Barton, Greg, Abdurrahman wahid: Muslim Democrat, Indonesian President, Australia,
UNSW Press, 2002.
Cho, Young Hoan, et.al, Authentic Problem Solving and Learning in the 21st Century:
Perspective from Singapore and beyond, Springer, Singapore, 2015.
Davis, James R. and Adelaide B. Davis, Managing Your Own Learning, San
Fransisco, Berrett Koehler Publisher, 2000.
Dembo, Myron H and Helena Seli, Motivation and Learning Strategies for College
Success, New York, Routledge, 2013.
Dumont, Hanna, et.al, The Nature of Learning: Using Research to Inspire Practice,
OECD., 2012.
Eison, Jim, Using Active Learning Instructional Strategies to Create Excitement and
Enhance Learning, Department of Adult, Career, and Higher Education
University of South Florida, 2010.
Al-Faitury, Abd al-Hakim, al-Hiwar al-Mutamaddin, Nomber 2305, June 7 - 2008.
Fullan, Michael and Maria Langwarty, A Rich Seam: How New Pedagogies Find deep
learning, California, USA, ISTE (The International Society for
Technology in Education), 2014.
Greenstein, Laura, Assessing 21st Century Skills: A Guide to Evaluating Mastery and
Authentic Learning, Sage Publication, California, 2012.
Griffin, Patrick and Esther Care, Assessment and Teaching of 21st Century Skills:
Methods and Approach, Assessment Research Center, University of
Melboune, Australia, 2015.
Hamadan, Abu, Ma al-Ma`na min Kalam al-Imam al-Syafi`i: Ra‟yi Shawab Yahtamil
al-Khatha‟ wa Ra‟yu Ghairi Khatha‟ Yahtamil al-Shawab, Multaqa Ahl al-
Hadits, Muntada Dirasat al-Fiqhiyah, http://www.ahlalhdeeth.com.
Agust 20-2017.
Healey, Mick, et.al., Engagement Trough Partnership: Students as Partners in Learrning
and Teaching in Higher Education, UK, The Higher Education Academy,
2014.
Al-`Id, Ibn Daqiq, Syarh al-Arba`in Haditsan al-Nawawiyah fi al-Ahadits al-
Shahihah al-Nabawiyah, Kairo, Maktabah al-Turats al-Islami, t.t.
Ismail, A.Ilyas “Manusia Pembelajar,” Harian Umum Republika, Senin, 22 Juni
2015.
12. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
9
-----------, True Islam: Intelektual, Moral, Spiritual, Jakarta, Mitra Wacana Media,
2013.
Johnson, Philip E., Fifty Nifty Ways to Help Your Child Become A Better Learner,
USA, Tuscon Arizona, 2004.
Knight, Jim, Parnership Learning, The University of Cansas Center For Research on
Learning, 2002.
Kusuma, Don, Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger: Mengembangkan Visi Guru
Sebagai Pendidik Karakter dan Pelaku Perubahan, Jakarat, PT Grasindo,
2009.
al-Nawawi, al-Arba`in al-Nawawiyah fi al Ahadits al-Shahihah al-Nabawiyah,
Maktabah al-Waqfiyah, 2009.
Magnusson, Lars, Nation, State and the Industrial Revolution: The Visible Hand, New
York, Routledge, 2009.
Myrdal , Gunnar at Paul Patrick Streeten, Thinking about Development,
Cambridge, Cambridge University Press, 1995.
Pranoto, Iwan “Kasmaran Berilmu Pengetahun,” Kompas, Jumat, 14 Desember
2012.
Robinson, Sharon P. and Ken Kay, 21st Century Knowledge and Skills in Educator
Preparation, Partnership for Twenty first Century Skill, American Association
of Colleges of Teacher Education, 2010.
Salim, Muhammad Ibrahim, Diwan al-Imam al-Syafi`I al-Musamma al-Jauhar al-
Nafis fi Syi`r al-Imam Muhammad ibn Idris, Mesir, Maktabah Ibn Sina, t.t.
Shulman, Lee S. What Teachers Should Know and Able To do, National Board of
Professional Teaching Standard, Arlington, 2016.
Al-Syafi`I, `Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf al-Makki, al-Fawaid al-Makkiyah fima
Yahtajuhu Thalabat al-Syafi`iyah, Beirut, Dar al-Basya‟ir al-Islamiyah,
2004.
Syahrur, Muhammad, Dirasah al-Islamiyah al-Mu`ashira fi al-Daulah wa al-Mujtama`,
Damaskus, Al-Ahali li al-Thiba`ah wa al-Nasyr, 1994
Surya, Hendra, Menjadi Manusia Pembelajar, Jakarta, Media Komputindo, 2009.
Timperly, Helen, et.al., Teacher Professional Learning and Development, New Zeland,
Minestry of Education, 2007.
al-`Utsaimain, Muhammad ibn Shalih, Syarh al-Arba`in al-Nawawiyah, Riyadh,
Dar al-Thurayya li-al-Nasyr wa al-Tauzi`, 2004,
13. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
10
Van Blerkom, Dianna L., College Study Skill: Becoming A Strategic Learner, Boston,
Wadsworth, 2012.
Van Roekel, Dennis, Preparing 21st Century Students for A Global Society: An
Educator‟s Guide to the Four Cs, National Education Association, USA,
2012.
14. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
11
DAMPAK GAYA KEPEMIMPINAN, ANGGARAN BERBASIS KINERJA
DAN SATUAN PENGAWASAN INTERNAL TERHADAP GOOD
UNIVERSITY GOVERNANCE
(Studi Pada Badan Layanan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Ahmad Zubaidi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zubaidialahamd@yahoo.com
Rahmad Hasibuan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rahmadhasibuan26@gamil.com
Abstract
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta since 2009 has been committed to develop becomes World
Class University. The purpose is to get international recognition of UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta as one of the international quality universities. Therefor every individual and unit
could to support UIN Syarif Hidayatullah Jakarta become the world class university through
creation the good university governance. The variables used in this study to creation the good
universitygovernance are leadership style, budget based on perforance and internal control
unit.This study examines the impact of leadership style, budget based on performance and
internal control unit to Good University Governance. Sampling technique used Purposive
Sampling included in non-probability sampling. Methodology used in this study is path
analysis. Hypotesis testing done are directly and indirectly. The result shows for directly that
leadership style has a direct effect to the good university governance. Budget based on
performance does not directly affect to the good university governance and internal control unit
has a direct effect to the good university governance. While indirectly the leadership style
through budget based on performance has no effect to the good university governance, leadership
style through internal control unit has effect to the good university governance and leadership
style through budget based on performance and internal control unit has affect the good
university governance.
Keywords: Leadership Style, Budget Based on Performance, Internal Control Unit, Good
University Governance
A. PENDAHULUAN
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah merupakan salah
satu instuti pemerintah yang menerapkan sistem tata kelola keuangannya
melalui system Badan layanan Umum (BLU). Hal ini dilakukan UIN Syarif
Hidayatullah dalam rangka mencapai Good University Governance (GUG). Good
University Governance (GUG) merupakan langkah yang dapat menunjang
pencapaian kualitas suatu perguruan tinggi.
15. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
12
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan
langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kinerja organisasi melalui
pembentukan BLU. Melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
42/PMK.05/2008 tanggal 26 Februari 2008 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berstatus BLU penuh dituntut melakukan perbaikan sistem administrasi dan
keuangan yang merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
yang menjelaskan bahwa Satuan Kerja (Satker) yang berfungsi sebagai
pelayanan publik diizinkan untuk mengelola keuangan negara yang
bersumber dari masyarakat dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PK-BLU).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki sistem pengelolaan keuangan
secara desentralisasi, sehingga unsur-unsur dalam GUG perlu
diimplementasikan dengan sebagaimana mestinya. Berdasarkan kondisi di
atas, penulis tertarik melakukan analisa terhadap GUG pada Badan Layanan
Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul: Dampak Gaya
Kepemimpinan, Anggaran Berbasis kinerja dan Satuan Pengawasan Internal
Terhadap Good University Governance (Studi Pada Badan Layanan Umum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta)
Penelitian ini sangat penting dilaksanakan untuk melihat secara analitis
pengaruh kepemimpinan secara langsung terhadap Good University Governance.
Juga untuk menguji pengaruh anggaran berbasis kinerja secara langsung
terhadap Good University Governance. Juga untuk menguji pengaruh satuan
pengawasan internal secara langsung terhadap Good University Governance. Juga
menguji pengaruh gaya kepemimpinan secara tidak langsung terhadap Good
University Governance melalui anggaran berbasis kinerja. Juga menguji gaya
kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap Good Univeristy
Governance melalui satuan pengawasan internal. Juga guna menguji pengaruh
gaya kepemimpinan secara tidak langsung terhadap Good University Governance
melalui anggaran berbasis kinerja dan satuan pengawasan internal.
B. Kajian Teori Dan Pengembangan Hipotesis
1. Pengertian Gaya Kepemimpinan
Robbin (2006) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan
kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran.
Sedangkan menurut Siagian (2002) adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa
sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara
pribadi hal itu mungkin tidak disenangi. Sedangkan Yukl (2001) mengatakan
kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk
memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas
itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu
dan kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
16. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
13
Berdasarkan definisi gaya kepemimpinan di atas dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mengarahkan,
mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan
untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dan sukarela
dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Anggaran
a. Pengertian Anggaran
Menurut Mardiasmo (2009), dalam buku Akuntansi Sektor
Publik, definisi Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang
dinyatakan dalam ukuran fianansial, sedangkan penganggaran adalah
proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran..
Sedangkan menurut Bastian (2010) anggaran merupakan rencana
operasi keuangan yang mencakup estimasi pengeluaran yang
diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk
membiyainya dalam periode waktu tertentu. Sedang menurut Abdul
Halim (2007:164), anggaran merupakan sebuah rencana yang disusun
dalam bentuk kuantitatif dalam satuan moneter untuk satu periode
dan periode anggran biasanya dalam jangka waktu setahun ”
Jadi berdasarkan teori-teori diatas anggaran adalah suatu rencana
kegiatan yang diwujudkan dalm bentuk finansial meliputi usulan
pengeluaran yang diperkirakan untuk satu periode waktu serta
dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna
pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari pengguna
dana dan pertangungjawaban kepada publik.
b. Penganggaran Berbasis Kinerja
Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang
berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap
Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis
Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada program bukan pada unit
organisasi semata dan memakai output measurement sebagai indikator
kinerja organisasi (Bastian, 2010).
Anggaran berbasis kinerja (Perfomance based budgeting) pada
dasarnya adalah sebuah sistem penganggaran yang berorientasi pada
output. Menurut Abdul Halim (2007:177) mengartikan Anggaran
Berbasis Kinerja adalah: “Anggaran berbasis kinerja merupakan metode
penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang
dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang
diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapain hasil dari keluaran tersebut.
Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada
setiap unit kinerja ”
17. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
14
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
dijelaskan pengertian Anggaran Berbasis Kinerja yaitu: “Anggaran
berbasis kinerja (ABK) merupakan suatu pendekatan dalam
penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja atau prestasi kerja
yang ingin dicapai.”
Berdasarkan teori di atas, anggaran berbasis kinerja adalah
instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh instansi pemerintah untuk mencapai sasaran dan
tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat
yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah sehingga setiap rupiah
anggaran yang dikeluarkan dalam rencana kerja disetiap unit-unit
kinerjanya di dalam suatu instansi pemerintah dapat dipertanggung
jawabkan kemanfaatan anggaranya kepada DPR dan Masyarakat luas.
Penganggaran berbasis kinerja pada dasarnya adalah sebuah sistem
penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan
erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi (Bastian, 2010).
2. Satuan Pengawasan Internal
Definisi menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional 2011
pasal 1, pengawasan internal adalah seluruh proses kegiatan audit, review,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi yang bertujuan untuk
mengendalikan kegiatan, mengamankan harta dan aset, terselenggaranya
laporan keuangan yang baik, meningkatkan efektivitas dan efisiensi, dan
mendeteksi secara dini terjadinya penyimpangan dan ketidakpatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut BPK dalam Peraturan BPK tahun 2007 nomor 1, satuan
pengawasan intern adalah unit organisasi pada Badan Usaha Milik Negara
atau Badan Usaha Milik Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi
melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya. Fungsi
pengawasan dan pengendalian ini bertujuan untuk mendorong dipatuhinya
segala kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan. Fungsi
tersebut dilaksanakan melalui suatu pemeriksaan internal atau yang lebih
dikenal dengan audit internal.
Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60
Tahun 2008 tentang SPIP adalah : Proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh
pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa satuan
pengawasan intern merupakan fungsi staf yang melakukan penilaian secara
bebas atau tidak memihak dalam suatu organisasi untuk memeriksa dan
18. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
15
mengevaluasi seluruh aktivitas dan melaporkan hasil pekerjaannya tersebut
kepada manajemen sebagai suatu jasa pelayanan, dan bertanggung jawab
penuh kepada manajemen. Satuan Pengawasan Intern merupakan unit
organisasi yang dibentuk untuk membantu manajemen untuk melakukan
pengawasan dan pengendalian yang independen pada badan usaha yang
bersangkutan, disamping melakukan penilaian juga mamberikan saran-
saran dan perbaikan untuk meningkatkan nilai usaha.
Sebagai bentuk konkrit pelaksanaan pengawasan oleh Pejabat
Pengawas Pemerintah yaitu melakukan kegiatan pemeriksaan, monitoring
dan evaluasi. Kegiatan pemeriksaan meliputi :
a. Pemeriksaan secara berkala dan komprehensif terhadap kelembagaan,
pegawai daerah, keuangan daerah, barang daerah, urusan pemerintahan;
b. Pemeriksaan dana dekonsentrasi;
c. Pemeriksaan tugas pembantuan; dan
d. Pemeriksaan terhadap kebijakan pinjaman dan hibah luar negeri.
Satuan Pengawasan Internal yang selanjutnya disingkat SPI
adalah unsur pengawas yang menjalankan fungsi pengawasan
nonakademik untuk dan atas nama perguruan tinggi keagamaan negeri.
Kemudian dalam pasal 3, tugas SPI adalah
a. SPI bertugas melaksanakan pengawasan nonakademik pada Perguruan
Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN).
b. Dalam melaksanakan tugas pengawasan, SPI menjunjung tinggi prinsip
integritas, objektif, keahlian, dan menjaga kerahasiaan.
3. Good University Governace
a.Pengertian Good University Governance
Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa good governance adalah suatu
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang pola sikap dan pola
tindak pelaku-pelakunya dilandasi prinsip-prinsip dan karakteristik
tertentu. Suatu penyelenggaraan negara yang menerapkan good governance
berarti penyelenggaraan negara tersebut mendasarkan diri pada prinsip-
prinsip partisipasi, pemerintahan berdasarkan hukum, transparansi.
Dalam Mardiasmo (2009) Governance dapat diartikan sebagai cara
mengelola urusan-urusan publik. United National Development Program
(UNDP) memberikan pengertian good governance sebagai berikut : “the
exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation‟s
affair at all levels”. Menurut Astuti (2010), ditinjau dari arti kata secara
harfiah Good Governance, maka good adalah baik, sedangkan governance
adalah pemerintahan, sehingga secara sederhana diartikan
pemerintahan yang baik yang bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN).
Sedangkan Good University Governance (GUG) menurut Wijatno
(2009), dapat dipandang sebagai penerapan prinsip-prinsip dasar
19. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
16
konsep “good governance” dalam sistem dan proses governance pada
institusi perguruan tinggi melalui berbagai penyesuaian yang dilakukan
berdasarkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam
penyelenggaraan perguruan tinggi secara khusus dan pendidikan secara
umum.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Good
University Governance (GUG) merupakan bagian dari Good Governance
yang penyelenggaraannya di dunia pendidikan yaitu perguruan tinggi.
Good University Governance (GUG) merupakan suatu konsep yang
menerapkan prinsip-prinsip dasar Good Governance seperti transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan yang perlu
diterapkan oleh setiap perguruan tinggi untuk mewujudkan perguruan
tinggi yang berkualitas.
b. Prinsip Good University Governance
Menurut Wijatno (2009), pencapaian Good University Governance
(GUG) dapat diukur melalui beberapa indikator yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan keadilan. Pada
prakteknya, keseluruhannya prinsip tersebut harus diterapkan untuk
mewujudkan suatu tata kelola universitas yang baik.
Sedangkan menurut Mardiasmo (2009,) UNDP memberikan
beberapa karaktertik pelaksanaan good governance, meliputi partisipasi
(partisipation), aturan hukum (rule of law), transparansi (transparancy), daya
tanggap (responsiveness), berorientasi Konsensus (consensus orientation),
berkeadilan (equity), efektifitas dan efesiensi (effectiveness and efficiency),
akuntabilitas (accountability) dan bervisi Strategis (Strategic Vision ).
4. Relevansi dengan peneltian sebelumnya
Penelitian mengenai keterkaitan peran Satuan Pengawasan Intern
(SPI) dengan Good University Governance (GUG) pernah dilakukan di
antaranya Puspitarini et.al (2013) yang meneliti tentang pengaruh Satuan
Pengawasan Intern (SPI) terhadap upaya mewujudkan Good University
Governance (GUG). Hasil penelitiannya bahwa auditor intern memiliki
peran yang cukup besar dalam upaya pencapaian Good University Governance
dalam suatu institusi pendidikan. Good University Governance merupakan
konsep pengelolaan yang dapat menunjang keberlangsungan usaha
perguruan tinggi.
5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1) Hipotesis 1
Pengaruh langsung Gaya Kepemimpinan terhadap Good University
Governance.
20. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
17
H0 = Gaya Kepemimpian berpengaruh secara langsung dan
signifikan terhadap Good University Governance
H1 = Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh secara langsung
terhadap Good University Governance.
2) Hipotesis 2
Pengaruh langsung anggaran berbasis kinerja terhadap Good
University Governance.
H0 = Anggaran berbasis kinerja berpengaruh secara langsung
dan signifikan terhadap Good University Governance.
H1 = Anggaran berbasis kinerja tidak berpengaruh secara
langsung terhadap Good University Governance.
3) Hipotesis 3
Pengaruh langsung satuan pengawasan internal terhadap Good
University Governance.
H0 = Satuan pengawasan internal berpengaruh secara langsung
dan signifikan terhadap Good University Governance.
H1 = Satuan pengawasan internal tidak berpengaruh secara
langsung terhadap Good University Governance.
4) Hipotesis 4
Gaya kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung dan
signifikan terhadap Good University Governance melalui anggaran
berbasis kinerja.
H0 = Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap
Good University Governance secara tidak langsung melalui
anggaran berbasis kinerja.
H1 = Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan
terhadap Good University Goverance secara tidak langsung
melalui anggaran berbasis kinerja.
5) Hipotesis 5
Gaya kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung dan
signifikan terhadap Good University Governance melalui satuan
pengawasan internal.
H0 = Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap
Good University Governance secara tidak langsung melalui
satuan pengawasan internal.
H1 = Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan
terhadap Good University Goverance secara tidak langsung
melalui satuan pengawasan internal.
6) Hipotesis 6
Gaya kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung dan
signifikan terhadap Good Univeristy Governance melalui anggaran
berbasis kinerja dan satuan pengawasan internal.
21. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
18
H0 = Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap
Good University Governance secara tidak langsung melalui
anggaran berbasis kinerja dan satuan pengawasan internal.
H1 = Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan
terhadap Good University Goverance secara tidak langsung
melalui anggaran berbasis kinerja dan satuan pengawasan
internal.
C. Metodologi Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan
asosiatif. Alat bantu analisis data menggunakan program SPSS versi 21
dan microsoft Excel. Menurut Kasiram (2008:149), penelitian kuantitatif
adalah suatu proses menemukan pengetahuan dengan menggunakan data
berupa angka sebagai alat menganalisis penjelasan tentang apa yang ingin
diketahui. Menurut Sugiyono (2012), penelitian asosiatif merupakan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat dua
variable atau lebih. Dalam penelitian ini terdapat dua variable
independent satu variable moderating dan satu variable dependen.
Variabel independen yaitu gaya kepemimpinan (X1) dan anggaran
berbasis kinerja (X2). Varibel intervening yaitu satuan pengawasan
internal (SPI) (X3) dan Varibel dependen yaitu good university governance
(GUG) (Y). Analisis dilakukan dengan menggunakan korelasi, uji regresi
liniear berganda dan analisis jalur (path analysis). Analisis jalur digunakan
untuk mengetahui hubungan secara langsung dan tidak langsung antara
variable X1 dan X2 dengan variable Y melaui variable X3
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pegawai UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode Purposive Sampling yang termasuk
dalam non-probability sampling yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak
acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan
tertentu disesuaikan dengan tujuan dan masalah penelitian (Indriantoro
dan Supomo, 2002).
Adapun sampel dari penelitian ini adalah mereka yang terlibat
dalam penyusunan dan pelaksanaan anggaran di lingkungan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yaitu kepala Biro, Kabag, Kasubag, Kajur, sekjur,
BPP, Akuntan dan Staf keuangan.
Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
data primer yaitu penelitian lapangan melalui pembagian kuesioner
kepada subjek penelitian yang dituju. Instrumen penelitian berupa
kuesioner yang berhubungan dengan indikator yaitu kuesioner gaya
kepemimpinan, anggaranberbasis kinerja, satuan pengawasan internal
dan good university governance yang menghasilkan data interval.
22. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
19
Dalam pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji
regresi berganda dan dianalisis dengan pardigma jalur (path analysis).
Dalam penelitian ini hubungan langsung dan tidak langsung gaya
kepemimpinan terhadap good university governance dapat dianalisis melalui
persamaan analisis jalur.
D.HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan utama
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap good university governance baik secara langsung dan tidak langsung.
Untuk menjawab hipotesis 1 dan 2 digunakan analisis jalur dengan
menggunakan tiga persamaan regresi di bawah ini:
Persamaan 1:
Persamaan regresi ke 1,yaitu X2 = b1X1+e1
Pada persamaan ke 1 ini yaitu menguji pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap anggaran berbasis kinerja. Hasil uji spss dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.12
Koefisien Determinasi Pada Persamaan Satu
Sumber : Hasil Pengujian dengan SPSS
Tabel 4.12 memperlihatkan bahwa nilai R 2
(R Square) sebesar
0,196 atau 19.6%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase kontribusi
pengaruh variabel gaya kepemimpinan terhadap anggaran berbasis kinerja
sebesar nilai Coefisien Determinasi yang ada, yaitu 19.6%. Sedangkan sisanya
dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model penelitian ini.
Hasil uji statistik yang menguji pengaruh variabel gaya
kepemimpinan terhadap anggaran berbasis kinerja dapat dilihat pada tabel
4.13 di bawah ini:
Tabel 4.13
Hasil Uji F Pada Persamaan Satu
Sumber : Hasil Pengujian dengan SPSS
Tabel 4.13 menunjukan hasil uji SPSS secara simultan, dimana nilai
F dan signifikansi masing-masing diperoleh sebesar 38.999 dan 0,000 yang
23. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
20
berarti pengaruh secara simultan variabel gaya kepemimpinan terhadap
anggaran berbasis kinerja adalah signifikan, hal ini dikarenakan nilai
signifikansi lebih kecil dari pada nilai alpha yang telah ditentukan sebesar
5%.
Untuk melihat pengaruh setiap variabel antara variabel gaya
kepemimpinan terhadap anggaran berbasis dapat digunakan uji t,
sebagaimana diperlihatkan pada tabel berikut:
Tabel 4.14
Hasil Uji t Pada Persamaan Satu
Sumber : Hasil Pengujian dengan SPSS
Dari tabel 4.14 hasil output SPSS memberikan nilai unstandardized
coefficients beta gaya kepemimpinan sebesar 0.274 dengan tingkat signifikansi
0.000, yang berarti gaya kepemimpinan mempengaruhi anggaran berbasis
kinerja. Nilai koefisien unstandardized beta 0.274 merupakan nilai path atau
jalur p2 dan Besarnya nilai e1=√(1-0.196)=0.896. Dapat disimpulkan bahwa
secara parsial dan langsung gaya kepemimpinan berpengaruh langsung
terhadap anggaran berbasis kinerja yaitu sebesar 27.4% dengan tingkat
signifikansi sebesar 0.000.
Hal ini tentunya menjelaskan bahwa secara simultan dan parsial
variabel gaya kepemimpinan terhadap anggaran berbasis kinerja. Persamaan
regresi yang dibentuk dari persamaan 1 yaitu X2 =40.018 + 0.274X1 +
0.896
Berdasarkan hasil pengujian persamaan1 ini diperoleh diagram
jalur empiris untuk model regresi X2= a+b1X1+e2 sebagaimana yang
dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 4.3
Diagram Jalur p2 Terhadap X2
Persamaan 2:
Persamaan regresi ke 2, yaitu Y = b1X1+b2X2+b3X3+e2
‘e2 =
0.896
Gaya Kepemimpinan
(X1)
p2
=0.274
α=0.000
Anggaran Berbasis
Kinerja (X2)
24. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
21
Pada persamaan ke 2 ini yaitu menguji pengaruh gaya kepemimpinan,
anggaran berbasis kinerja dan SPI terhadap good university governance. Hasil uji
spss dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.15
Koefisien Determinasi Pada Persamaan Dua
Sumber : Hasil Pengujian dengan SPSS
Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa nilai R2
(R Square) sebesar 0,440
atau 44%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase kontribusi pengaruh
variabel gaya kepemimpinan, anggaran berbasis kinerja dan satuan
pengawasan internal terhadap good univeristy governance yaitu 44%. Sedangkan
sisanya sebesar 56 % dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Hasil uji statistik yang menguji pengaruh variabel gaya
kepemimpinan, anggaran berbasis kinerja dan satuan pengawasan internal
terhadap good univeristy governance secara bersama dapat dilihat pada tabel 16
di bawah ini:
Tabel 4.16
Hasil Uji F Pada Persamaan Dua
Sumber : Hasil Pengujian dengan SPSS
Tabel 4.16 menunjukan hasil uji SPSS secara simultan, dimana nilai
F sebesar 41.413 pada signifikansi sebesar 0,000 yang berarti pengaruh
variabel gaya kepemimpinan, anggaran berbasis kinerja dan satuan
pengawasan internal terhadap good univeristy governance adalah signifikan, hal
ini dikarenakan nilai signifikansi lebih kecil dari pada nilai alpha yang telah
ditentukan sebesar 0,05 atau 5 %. Setelah model simultan terbukti
signifikan, maka dilakukan penelusuran jalur pengaruh parsial. Untuk
25. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
22
melihat pengaruh setiap variabel antara variabel gaya kepemimpinan,
anggaran berbasis kinerja dan satuan pengawasan internal terhadap good
univeristy governance dapat digunakan uji t, sebagaimana diperlihatkan pada
tabel berikut :
Tabel 4.17
Hasil Uji t Pada Persamaan Dua
Sumber : Hasil Pengujian dengan SPSS
Dari tabel 4.17 hasil output SPSS menunjukan dari tiga variabel
yang ditempatkan sebagai predictor, hanya variabel gaya kepemimpinan dan
satuan pengawasan internal yang memiliki nilai signifikan < 0.05, sehingga
dapat dikatakan secara parsial bahwa hanya variabel gaya kepemimpinan
dan satuan pengawasan internal yang berpengaruh terhadap good university
governance.
Selanjutnya interpretasi pengaruh secara langsung masing-masing
variabel adalah sebagai berikut:
a. Secara langsung gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap good university governance. Besaran nilai pengaruh langsung adalah
sebesar 0.150 atau 15%. Nilai koefisien unstandardized beta 0.150
merupakan nilai path atau jalur p1. Artinya tinggi rendahnya good university
governance hanya mampu dipengaruhi oleh gaya kepemiminan sebesar
15% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh factor lain di luar model.
b. Secara langsung anggaran berbasis kinerja tidak berpengaruh terhadap
good university goernance,hal ini dapat dilihat dari tingkat signifikan sebesar
0.118 > 0.05. Nilai unstandardized koeffisien beta 0.126 merupakan nilai path
pada jalur p3. Artinya tinggi rendahnya good university governance tidak
dipengaruhi oleh anggaran berbasis kinerja.
c. Secara langsung satuan pengawasan internal berpengaruh positif dan
signifikan terhadap good university governance. Besaran pengaruh satuan
pengawasan internal terhadap good university governance adalah sebesar
0.668 atau 66.8%. Nilai unstandardized koeffisien beta 0.668 merupakan nilai
path pada jalur ρ6. Artinya, tinggi rendahnya good university governance
mampu dipengaruhi oleh satuan pengawasan internal sebesar 66.8%,
sedangkan sisanya dipengaruhi factor lain di luar model. Dari tiga
variabel yang digunakan sebagai predictor good university goernance, variabel
26. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
23
satuan pengawasan internal yang teridentifikasi sebagai variabel terkuat
yang dapat mempengaruhi good university governance dibandingkan dengan
dua variabel lainnya. Besarnya nilai e2=√(1-0.440)=0.748.
Secara keseluruhan, pengaruh-pengaruh yang dibentuk dari
persamaan 2 dapat digambarkan melalui Y = 13.400+ 0.150X1 + 0.126X2
+ 0.668X3 +.0.748. Berdasarkan hasil pengujian persamaan 2 ini diperoleh
diagram jalur empiris untuk model regresi Y = b1X1+b2X2+b3X3+e1
sebagaimana yang dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 4.4
Diagram Jalur p1, p2 dan p3 Terhadap Y
Persamaan 3:
Persamaan regresi ke 3, yaitu X3 =b1X1+b2X2 + e3
Pada persamaan ke 3 ini yaitu menguji pengaruh gaya
kepemimpinan dan anggaran berbasis kinerja terhadap satuan pengawasan
internal. Hasil uji spss dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.18
Koefisien Determinasi Pada Persamaan Tiga
Sumber : Hasil Pengujian dengan SPSS
Tabel 4.18 memperlihatkan bahwa nilai R2
(R Square) sebesar 0,303
atau 30.3%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase kontribusi pengaruh
variabel gaya kepemimpinan, anggaran berbasis kinerja terhadap satuan
pengawasan internal 30.3 %. Sedangkan sisanya sebesar 69.7% dipengaruhi
atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model
penelitian ini.
Hasil uji statistik yang menguji pengaruh variabel gaya
kepemimpinan, anggaran berbasis kinerja terhadap satuan pengawasan
internal secara bersama dapat dilihat pada tabel 19 di bawah ini:
Tabel 4.19
Hasil Uji F Pada Persamaan Tiga
Gaya
Kepemimpin
an (X1) Anggaran
Berbasis
Kinerja (X2)
Satuan
Pengaw
asan
Intern
(X3)
Good
Univeristy
Governan
ce (Y)
p1:0
.150
α:0.
000
p3:0
.126
α:0.
118
p6:0
.668
α:0.
000
e1:0
.748
27. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
24
Sumber : Hasil Pengujian dengan SPSS
Tabel 4.19 menunjukan hasil uji SPSS secara simultan, dimana nilai
F sebesar 34.618 pada signifikansi sebesar 0,000 yang berarti pengaruh
variabel gaya kepemimpinan, anggaran berbasis kinerja terhadap satuan
pengawasan internal adalah signifikan, hal ini dikarenakan nilai signifikansi
lebih kecil dari pada nilai alpha yang telah ditentukan sebesar 0,05 atau 5
%.Setelah model simultan terbukti signifikan, maka dilakukan penelusuran
jalur pengaruh parsial. Untuk melihat pengaruh setiap variabel antara
variabel gaya kepemimpinan, anggaran berbasis kinerja terhadap satuan
pengawasan internal dapat digunakan uji t, sebagaimana diperlihatkan pada
tabel berikut:
Tabel 4.20
Hasil Uji t Pada Persamaan Tiga
Sumber : Hasil Pengujian dengan SPSS
Dari tabel 4.20 hasil output SPSS menunjukan bahwa gaya
kepemimpinan dan anggaran bebasis inerha berpengaruh terhadap satuan
pengawasan internal hali ini terlihat dari nilai signifikan masing-masing <
0.05, sehingga dapat dikatakan secara parsial bahwa variabel gaya
kepemimpinan dan anggaran berbasis kinerja berpengaruh tehadap satuan
pengawasan internal.
Selanjutnya interpretasi pengaruh secara langsung masing-masing
variabel adalah sebagai berikut:
1. Secara langsung gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap satuan pengawasan internal. Besaran nilai pengaruh langsung
adalah sebesar 0.179 atau 17.9%. Nilai koefisien unstandardized beta
0.179 merupakan nilai path atau jalur p5. Artinya tinggi rendahnya satuan
pengawasan internal hanya mampu dipengaruhi oleh gaya kepemiminan
28. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
25
sebesar 17.9% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh factor lain di luar
model.
2. Secara langsung anggaran berbasis kinerja tidak berpengaruh terhadap
satuan pengawasan internal, hal ini dapat dilihat dari tingkat signifikan
sebesar 0.118 > 0.05. Nilai unstandardized koeffisien beta 0.273 merupakan
nilai path pada jalur p4. Artinya tinggi rendahnya satuan pengawasan
internal hanya mampu dipengaruhi oleh anggaran berbasis kinerja
sebesar 27.3%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh factor lain di luar
model. Besarnya nilai e3=√(1-0.303)=0.835.
Secara keseluruhan, pengaruh-pengaruh yang dibentuk dari
persamaan 3 dapat digambarkan melalui X3 = 7.939 + 0.179X1 + 0.237X2
+ 0.835. Berdasarkan hasil pengujian persamaan 3 ini diperoleh diagram
jalur empiris untuk model regresi X3 =b1X1+b2X2 + e3 sebagaimana yang
dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 4.5
Diagram Jalur p4 dan p5 Terhadap X3
Dari hasil uji persamaan 1, 2 dan 3 dapat diringkas seperti pada tabel 4.21 di
bawah ini.
Tabel 4.21
Ringkasan hasil estimasi parameter model.
Sumber : Pengolahan Data
Gaya Kepemimpinan
(X1)
Anggaran Berbasis
Kinerja (X2)
Satuan
Pengawasan
Intern (X3)
p4:0.17
9
α:0.000
p5:0.237
α:0.000
e3:0.35
29. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
26
Indirect Effect dan Total Effect:
Interpretasi dari hasil analisis jalur dapat dilakukan sebagai berikut:
Total pengaruh gaya kepemimpinan terhadap good university governance
dapat dilihat sebagai berikut:
Pengaruh langsung X1 ke Y (p1) = 0.150
Pengaruh tidak langsung:
1. X1 ke X2 ke Y (p2 x p3) = 0.274x0.126 =0.034
2. X1 ke X2 ke X3 ke Y(p2 x p5 x p6) = 0.274x0.237x0.668 =0.043
3. X1 ke X3 ke Y (p4 x p6) = 0.179x0.668 =0.119
Total pengaruh X1 ke Y = 0.346
Selanjutnya untuk melihat berapa besar pengaruh mediasi melalui
jalur p2 dan p3 dapat ditunjukan oleh perkalian koeffisien (p2 x p3) sebesar
0.034 signifikan atau tidak, dapat diuji dengan Sobel test sebagai berikut:
Hitung standar error dari koefisien indirect effect (Sρ2ρ3)
Sρ2ρ3 =√ρ32
Sρ22
+ ρ22
Sρ32
+ Sρ22
Sρ32
Sρ2ρ3 = √ (0.126)2
(0.044)2
+ (0.274)2
(0.080)2
+ (0.044)2
(0.080)2
Sρ2ρ3 = √((0.012)x(0.0019)) + ((0.075)x(0.0064)) + ((0.0019)x(0.0064))
Sρ2ρ3 = √(0.0000228) + (0.00048) + (0.000012)
Sρ2ρ3 = √ 0.0005148
Sρ2ρ3 = 0.0227
Berdasarkan hasil Sρ2ρ3 dapat dihitung nilai t statistic pengaruh
mediasi dengan rumus sebagai berikut:
Diketahui nilai t hitung 1.497 dan nilai t tabel 1.975 (df=162-2 dan
α=5%), maka dapat disimpulkan bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel.
Artinya bahwa kooefisien mediasi 0.034 tidak signifikan yang berarti tidak
ada pengaruh mediasi antara gaya kepemimpinan terhadap good university
governance melalui anggaran berbasis kinerja.
Pengaruh mediasi melalui jalur ρ2, p5 dan ρ6 dapat ditunjukan oleh
perkalian koeffisien (ρ2xp2xρ6) sebesar 0.043 signifikan atau tidak, dapat
diuji dengan Sobel test sebagai berikut:
Hitung standar error dari koefisien indirect effect (Sρ2p5ρ6)
Sρ2p5ρ6 =√ρ22
Sρ52
Sρ62
+ ρ52
Sρ22
Sρ62
+ ρ62
Sρ22
Sρ52
+ Sρ22
Sρ52
Sρ62
Sρ2p5ρ6=√((0.274)2
(0.060)2
(0.101)2
)+((0.237)2
(0.044)2
(0.101)2
)+((0.668)2
(0.044)2
(0.060)2
)+ ((0.044)2
(0.060)2
(0.101)2
)
Sρ2p5ρ6 = √ (0.0751)(0.0036)(0.010) + (0.0562)(0.00193)(0.010) +
(0.446)(0.00193)(0.0036)+(0.00193)(0.0036)(0.010)
Sρ2p5ρ6 = √ (0.00000205) + (0.00000108) + (0.00000309) + (0.0000000695)
Sρ2p5ρ6 = √ 0.00000629
‘t = ρ2ρ3 = 0.0340 =
1.497
S ρ2ρ3 0.0227
30. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
27
Sρ2p5ρ6 = 0.00250
Berdasarkan hasil Sρ4ρ6 dapat dihitung nilai t statistic pengaruh
mediasi dengan rumus sebagai berikut:
Diketahui nilai t hitung 17.2 dan nilai t tabel 1.975 (df=162-2 dan
α=5%), maka dapat disimpulkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t
tabel. Artinya bahwa kooefisien mediasi 0.043 signifikan, yang berarti ada
pengaruh mediasi antara gaya kepemimpinan terhadap good university
governance melalui anggaran berbasis kinerja dan satuan pengawasan internal.
Pengaruh mediasi melalui jalur ρ4 dan ρ6 dapat ditunjukan oleh
perkalian koeffisien (ρ4 x ρ6) sebesar 0.119 signifikan atau tidak, dapat diuji
dengan Sobel test sebagai berikut:
Hitung standar error dari koefisien indirect effect (Sρ4ρ6)
Sρ4ρ6 =√ρ62
Sρ42
+ ρ42
Sρ62
+ Sρ42
Sρ62
Sρ4ρ6 = √ (0.668)2
(0.037)2
+ (0.179)2
(0.101)2
+ (0.037)2
(0.101)2
Sρ4ρ6 = √ (0.446)x(0.0014) + (0.0320)x(0.0102) + (0.0014)x(0.0102)
Sρ4ρ6 = √ (0.00062) + (0.00034) + (0.0000143)
Sρ4ρ6 = √ 0.000974
Sρ4ρ6 = 0.0312
Berdasarkan hasil Sρ4ρ6 dapat dihitung nilai t statistic pengaruh
mediasi dengan rumus sebagai berikut:
Diketahui nilai t hitung 3.814 dan nilai t tabel 1.975 (df=162-2 dan
α=5%), maka dapat disimpulkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t
tabel. Artinya bahwa kooefisien mediasi 0.119 signifikan yang berarti ada
pengaruh mediasi antara gaya kepemimpinan terhadap good university
governance melalui satuan pengawasan internal.
Berikut ini analisis dari masing-masing variabel sebagai berikut:
1. Analisis pengaruh gaya kepemimpinan (X1) terhadap GUG (Y).
Dari analisis di atas diperoleh nilai signifikansi gaya
kepemimpinan (X1) 0.004 < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
secara langsung terdapat pengaruh signifikan gaya kepemimpinan
terhadap GUG
2. Analisis pengaruh anggaran berbasis kinerja (X2) terhadap GUG (Y).
Dari analisis di atas diperoleh nilai signifikansi anggaran berbasis
kinerja (X2) 0.118 > 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara
langsung anggaran berbasis kinerja tidak berpengaruh secara signifkan
terhadap GUG.
3. Analisis pengaruh SPI (X3) terhadap GUG (Y).
‘t = ρ4ρ6 = 0.119 =
3.814
S ρ4ρ6 0.0312
‘t = ρ2p5ρ6 = 0.043 = 17.2
S ρ2p5ρ6 0.00250
31. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
28
Dari analisis di atas diperoleh nilai signifikansi SPI (X3) sebesar
0.000 < 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara langsung
terdapat pengaruh signifikan SPI terhadap GUG.
4. Analisis pengaruh gaya kepemimpinan melalui anggaran berbasis kinerja
terhadap GUG.
Diketahui pengaruh langsung yang diberikan gaya kepemimpinan
(X1) terhadap GUG (Y) sebesar 0.150. Sedangkan pengaruh tidak
langsung gaya kepemimpinan (X1) melalui anggaran berbasis kinerja
(X2) terhadap GUG (Y) yaitu perkalian nilai beta unstandarized X1 ke X2
ke Y (p2xp3)= 0.274 x 0.126 =0.034. Karena anggaran berbasis
kinerja tidak berpengaruh langsung terhadap good university governance,
maka dalam model ini tidak terdapat pengaruh total gaya kepemimpinan
terhadap good university governance melalui anggaran berbasis kinerja.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai t hitung 1.497 dan nilai t tabel 1.975
(df=162-2 dan α=5%), maka dapat disimpulkan bahwa nilai t hitung
lebih kecil dari t tabel. Artinya bahwa kooefisien mediasi 0.034 tidak
signifikan yang berarti tidak ada pengaruh mediasi antara gaya
kepemimpinan terhadap good university governance melalui anggaran
berbasis kinerja.
5. Analisis pengaruh gaya kepemimpinan melalui anggaran berbasis kinerja
dan SPI terhadap GUG.
Diketahui pengaruh langsung yang diberikan gaya kepemimpinan
(X1) terhadap GUG (Y) sebesar 0.150. Sedangkan pengaruh tidak
langsung gaya kepemimpinan (X1) melalui anggaran berbasis kinerja
(X2) dan SPI (X3) terhadap GUG (Y), yaitu perkalian nilai beta
unstandarized X1 ke X2 ke X3 ke Y(p2 x p5 x p6)=
0.274x0.237x0.668=0.043. Maka pengaruh total X1 terhadap Y adalah
0.150 + 0.043 = 0.193. Berdasarkan hasil perhitungan nilai t hitung 17.2
dan nilai t tabel 1.975 (df=162-2 dan α=5%), maka dapat disimpulkan
bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Artinya bahwa kooefisien
mediasi 0.043 signifikan, yang berarti ada pengaruh mediasi antara gaya
kepemimpinan terhadap good university governance melalui anggaran
berbasis kinerja dan satuan pengawasan internal.
6. Analisis pengaruh gaya kepemimpinan melalui SPI terhadap GUG.
Diketahui pengaruh langsung yang diberikan gaya kepemimpinan
(X1) terhadap GUG (Y) sebesar 0.150. Sedangkan pengaruh tidak
langsung gaya kepemimpinan (X1) melalui SPI (X3) terhadap GUG (Y),
yaitu perkalian nilai beta unstandarized X1 ke X3 ke Y (p4 x p6)=
0.179x0.668=0.119. Maka pengaruh total X1 terhadap Y adalah 0.150 +
0.119=0.269. Berdasarkan hasil perhitungan nilai t hitung 3.814 dan nilai
t tabel 1.975 (df=162-2 dan α=5%), maka dapat disimpulkan bahwa nilai
t hitung lebih besar dari t tabel. Artinya bahwa kooefisien mediasi 0.119
32. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
29
signifikan yang berarti ada pengaruh mediasi antara gaya kepemimpinan
terhadap good university governance melalui satuan pengawasan internal.
E. Kesimpulan
Beradasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1) Gaya Kepemimpian berpengaruh secara langsung dan signifikan
terhadap Good University Governance.
2) Anggaran berbasis kinerja tidak berpengaruh secara langsung terhadap
Good University Governance.
3) Satuan pengawasan internal berpengaruh secara langsung dan signifikan
terhadap Good University Governance.
4) Gaya Kepemimpinan tidak berpengaruh signifikan terhadap Good
University Goverance secara tidak langsung melalui anggaran berbasis
kinerja.
5) Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap Good University
Governance secara tidak langsung melalui satuan pengawasan internal.
6) Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap Good University
Governance secara tidak langsung melalui anggaran berbasis kinerja dan
satuan pengawasan internal.
DAFTAR PUSTAKA
Afrida, Nur. (2013). Pengaruh Desentralisasi dan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah terhadap Kinerja Manajerial SKPD(Studi Empiris pada
Pemerintah Kota Padang). Padang: Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Padang.
Anggarini Yunita dan Puranto Hendra B. (2010), “Anggaran Berbasis Kinerja.
Penyusunan APBD secara Komprehensif”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Bahri, Syambudi Prasetia. (2012). Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis
Kinerja Terhadap Akuntabilitas Publik Pada Instansi Pemerintah (Studi
Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota
Cirebon). Bandung: Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan
Bastian, Indra. (2010), Akuntansi Sektor Publik,Edisi 4. Jakarta: Erlanga.
Bowo, Arief. (2008). Kepemimpinan. Jakarta: Pusat Pengembangan Bahan Ajar
Universita s
Mercu Buana.
Darwito. (2008). Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan
Kerja Dan Komitmen Organisasi Untuk Meningkatkan Kinerja
Karyawan (Studi Pada RSUD Kota Semarang). Semarang: Program
Magister Manajemen Universitas Diponegoro.
33. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
30
Dewi, Sari Permata (2012). Pengaruh Pengendalian Internal dan Gaya
Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan SPBU Yogyakarta (Studi
Kasus pada SPBU Anak Cabang Perusahaan RB.GROUP). Yogyakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Yogyakarta.
Endrayani,Komang Sri, dkk. (2014). Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis
Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi
Kasus pada Dinas Kehutanan UPT KPH Bali Tengah Kota Singaraja).
Singaraja;Jurnal Akuntansi Volume 2 No.1 2014 Universitas Ganesha.
Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Guritno, Bambang dan Waridin. 2005. Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai
Perilaku Kepemimpinan Kepuasan Kerja Dan Motivasi Terhadap
Kinerja. JRBI.Vol 1. No 1. Hal: 63-74.
Halim, Abdul, (2007). Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi keuangan Daerah,
Edisi 3, Jakarta: Salemba Empat.
Haspiarti. (2012). Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Pada Pemerintah Kota
Parepare). Makasar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin.
Hidayat, Taufik. (2013). Pengaruh Sistem Perencanaan Anggaran, Partisipasi
Penyusunan Anggaran, Skedul Penyusunan Anggaran Dan Kejelasan
Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Pengawasan
Internal Sebagai Variabel Moderating. Jakarta: Program Magister
Akuntansi UniversitasTrisakti.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. (2002). Metodologi Penelitian Bisnis.
Yogyakarta: BPMP
Kamaliah, dkk. (2009). Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi Dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Akuntan Pemerintah (Studi Empiris
Pada Akuntan BPKP). PekanBaru: Fakultas Ekonomi Universitas Riau.
Kenis. I (1979). Effect of Budgetary Goal Characteristics on Managerial Attitues and
Performance, The Accounting review. Vol LIV No.4 October
Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Unit
Penerbitdan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN
Mahoney, T.A. T.H.Jardee,and S.J. Carrol ,(1963) “Development of Managerial
Performance: A Reseach Approach”. Southwestern Publishing Co.
Cincinati,Ohio.
Mardiasmo. (2001). Desentralisasi Sistem dan Desentralisasi Fiskal. Yogyakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
__________(2009).Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.Ofset
Mifti, Sri. (2009).Pengawasan Internal Dan Kinerja (Suatu Kajian Di Kantor
Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri). Jakrarta: Jurnal
Ekonomi Bisnis No. 3 Vol. 14 Universitas Gunadarma
34. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
31
Muktiyanto, Ali dan Hilda R, Ancella AH. (2011). The Effect Of Good University
Governance and Strategy Toward The Performance Of Higher Education
Institution. STISI Telkom Indonesia
Nafarin, M. (2004). Penganggaran Perusahaan, EdisiRevisi, SalembaEmpat,
Jakarta.
Nasir, Azwir; Oktari, Ranti. (2011). Pengaruh Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Pengendalian Intern Terhadap (Studi Pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten Kampar). Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Riau.Jurnal Ekonomi Vol 19, No 02.
Nawawi, Hadari. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang
Kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nordiawan, Deddi (2006). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Puspitarini, ND (2012) Peran Satuan Pengawasan Intern Dalam Pencapaian
Good University Governance Pada Perguruan Tinggi Berstatus PK-BLU.
Accounting Analysis Journal. Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi,
Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Puspitarini , Noviana Dyah, Sukirman, dan Indah Anisykurlillah. (2013). Peran
Satuan Pengawasan Internal (SPI) dalam Pencapaian Good University
Governance (GUG) pada Perguruan Tinggi Se-Jawa yang Berstatus Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU). Simposium
Seminar Akuntansi (SNA) Manado. 2013.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2017 Tentang
Satuan Pengawasan Internal Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri.
Prawirosentono.S. (1999). Manajemen Sumber Daya Manausia, Kebijakan
Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
Salawali, Riskawati. (2013). Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap
Efektivitas Pengendalian Pada Dinas Pertanian Dan Ketahanan Pangan
Provinsi Gorontalo. Gorontalo: Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Negeri Gorontalo.
Slamet. (2014). Implementasi Konsep Badan Layanan Umum Pada Perguruan
Tinggi Agama Negeri Dalam Rangka Mewujudkan Good University
Governance. Laporan Hasil Penelitian. Malang: Fakultas Ekononomi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
______(2015). Penilaian good university governance pada Perguruan tinggi negeri
badan layanan umum (studi di perguruan tinggi badan layanan umum Di
kota malang). Laporan Hasil Penelitian. Malang: Fakultas Ekononomi
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Suranta, Sri. (2002). “Dampak Motivasi Karyawan pada Hubungan antara Gaya
Kepemimpinan dengan Kinerja karyawan Perusahaan Bisnis”. Dalam
Jurnal Empirika . Vol. 15. No. 2, Desember. Hal 116-138.
Untari. (2015). Pengaruh Peran Satuan Pengawasan Intern (SPI) dan Penerapan
Internal Control Terhadap Pencapaian Good University governance (GUG).
35. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
32
Skripsi. Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wiranata, Anak Agung. (2011). Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja dan
Stres Karyawan (Studi Kasus: CV. Mertanadi). Denpasar: Fakultas
Teknik Universitas Udayana.
Yuwono, Sony. (2005). Penganggaran Sektor Publik, Bayumedia Publishing,
Jatim.
36. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
33
FILOSOFI TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Sutiono
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas As-Syafiiyah Jakarta
sutionoaz@yahoo.co.id
Abstrak
Pendikan bertujuan mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam
kepribadian manusia secara total, melalui pelatihan spiritual, kecerdasan,
rasio, perasaan dan panca indra. Oleh karena itu pendidikan memberikan
pelayanan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya;spiritual,
intelektual, imaginasi, fisik, ilmiah, linguistic, baik individu maupun kolektif,
kearah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Al-Syaibaniy : filsafat
bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya. Juga dapat pula mencari hakikat sesuatu, berusaha
menautkan sebab akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-
pengalaman manusia.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang
masalah kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, maka
filsafat diartikan sebagai teori pendidikan dalam semua tingkat. Filsafat
mengkaji dan memikirkan tentang hakikat segala sesuatu secara menyeluruh,
sistematis, terpadu,universal dan radikal yang hasilnya penjadi pedoman dan
arah bagi perkembangan ilmu-ilmu yang bersangkutan.
Pendidikan selalu diwarnai oleh pandangan hidup (way of life).
Diantara pandangan hidup ialah rasionalisme. Rasionalisme ialah faham
yang mengatakan bahwa kebenaran diperoleh melalui akal dan diukur
dengan akal. Akal itulah alat pencari dan pengukur kebenaran. Maka
filosofis pendidikan sangat penting, karena dalam proses pendidikan,
kebenaran menjadi tujuan. Al-Attas (dalam Ahmad Tafsir) tujuan pendidikan
Islam adalah menjadi manusia yang baik, maka tujuan pendidikan Islami
adalah terbentuknya orang yang berkepribadian muslim, dengan demikan
diperlukan pandangan hidup yang kokoh dan komprehensif, serta tidak
mudah berubah.
Keyword: pendidikan, islam, filsafat, tujuan, way of life
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh
aspek kepribadian manusia yang berlangsung seumur hidup. Dengan kata
37. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
34
lain pendidikan tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung
pula di luar kelas. Pendidikan tidak hanya bersifat formal saja, tetapi
mencakup pendidikan non formal.
Berdasarkan hasil seminar se-dunia tentang pendidikan Islam di
Islam abad tahun 1980 merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai
berikut : Education aims at the balanced growth of total personality of man through the
training of mans spirit, intellect, the rational self, feeling and bodile sense. Education
should, therefore, linguistic both individually and collectively and motivate all these aspect
to world goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of education lies in the
realization of complete submission to Allah on the level of individual, community, and
humanity at large.
“Pendidikan seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan yang
seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spiritual,
kecerdasan, rasio, perasaan dan panca indra. Oleh karena itu, pendidikan
seharusnya memberikan pelayanan bagi pertumbuhan manusia dalam segala
aspeknya meliputi aspek spiritual, intelektual, imaginasi, fisik, ilmiah,
linguistic, baik secara individu, maupun kolektif disamping memotivasi
semua aspek tersebut kearah kebaikan dan pencapaian kesempurnaan.
Tujuan utama pendidikan bertumpu pada terealisasinya ketundukan kepada
Allah baik dalam level individu, komunitas dan manusia secara luas.
Menurut Ahmad D. Marimba, sebagaimana di kutip oleh Abudddin
Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.23
Dalam definisi ini terlihat jelas bahwa secara
umum yang dituju oleh kegiatan pendidikan adalah terbentuknya
kepribadian yang utama. Jadi sangat jelas bahwa tujuan pendidikan pada
hakikatnya adalah gambaran manusia yang ideal.
Menurut Abdul Fatah Jalal (1988:199), dalam Ilmu Pendidikan
Islami, Ahmad Tafsir, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya
manusia sebagai hamba Allah.24
Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah
menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri
kepada Allah, yang dimaksud menghambakan diri adalah beribadah kepada
Allah Swt.
Agama Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu
merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah ditegaskan oleh
Allah dalam Al-Qur‟an. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah Swt
23 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005)
cetakan 1, halaman 101.
24 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Remaja Rosda Karya :2013), hal 64
38. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
35
adalah beribadah kepada-Nya, tertera dalam Al-Qur‟an Surat al-Dzariyat :
56 :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah
kepada-Ku.”
Menurut Muhammad Qutub (1988:21) tujuan umum pendidikan
adalah menjadi manusia yang takwa. Menurutnya itulah manusia yang baik.
Manusia yang baik menurut Qutub tertera dalam Al-Qur‟an surat al-hujrat :
13, artinya :
“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian menurut pandangan Allah adalah
yang paling tinggi tingkat ketakwaanya.”
Membicarakan masalah tujuan pendidikan, memang sangat penting.
Karena tujuan itu menjadi arah pendidikan, bahkan karena begitu
pentingnya tujuan pendidikan itu sehingga tujuan tersebut harus diambil
dari pandangan hidup. Jika pandangan hidup (philosophy of life) kita Islam,
maka tujuan pendidikan harus diambil dari ajaran Islam.25
Tujuan itu harus
dirinci kembali menjadi tujuan yang lebih khusus, bahkan harus sampai
pada tujuan yang operasional. Ahmad Tafsir, mengutip Al-Syaibani tentang
menjabarkan tujuan pendidikan Islam, sebagai berikut :
1. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang
berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan
akhirat.
2. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan
kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3. Tujuan professional yang berkaitang dengan pendidikan dan
pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai
kegiatan masyarakat.26
Dengan demikian, sangat jelas bahwa pendidikan harus bersumber
kepada Al-Qur‟an dan hadis, karena akan membentuk manusia seutuhnya,
yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt., dan untuk
memelihara nilai-nilai kehidupan sesama manusia agar menjalankan seluruh
kehidupanya, sebagaiman yang telah ditentukan oleh Allah Swt dan Rasul-
Nya.
25 Ibid
26 Ibid hal 67
39. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
36
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai
berikut :
1. Mengapa perlu adanya filosofis pendidikan?
2. Bagaimana dasar-dasar filosofis pendidikan?
3. Bagaimana implementasi filosofis pendidikan?
C. PEMBAHASAN
1. Filosofis Pendidikan
Filosofis pendidikan atau filosofis pendidikan Islam adalah bagian
dari ilmu filsafat, maka dalam mempelajari filsafat terlebih dahulu harus
memahami tentang pengertian filsafat terutama dalam hubunganya dengan
masalah pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Secara harfiah, kata
filsafat berasal dari kata fhilo yang berarti cinta, dan kata shopos yang
berarti ilmu atau hikmah.27
Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap
Ilmu dan hikmah.
Al-Syaibaniy mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri,
melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkanya.
Memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
Selanjutnya kata Al-Syaibaniy filsafat dapat pula berarti mencari hakikat
sesuatu, berusaha menautkan sebab akibat, dan berusaha menafirkan
pengalaman-pengalaman manusia.28
Selanjutnya Harun Nasution berpendapat, bahwa kata falsat berasal
dari bahasa arab falsafa dengan wazan (timbangan) fa‟lala, fa‟lalah dan fi‟lah.
Menurut Harun Nasutiaon bahwa kata benda dari falsafa adalah falsafah
dan filsaf. Dalam bahasa Indonesia banyak digunakan kata filsafat, padahal
bukan berasal dari kata Arab dan bukan dari kata Inggris philosophy. Harun
Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan
safah diambil dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan antara keduanya,
yang kemudian menimbulkan kata filsafat. Dalam hal ini, Harun Nasution
konsisten dengan pendapatnya, bahwa istilah filsafat yang dipakai dalam
bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab.29
Dalam kamus bahasa
Indonesia, kata filsafat menunjukan pengertian pengetahuan dan
27 Abuddin Nata, Filsafat pendidikan Islam,(Gaya Media Pratama :2005) hal 1
28 Ibid
29 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam, (RajaGrafindo) : 2011) hal9
40. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
37
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab,
asal, dan hukumnya.
Filsafat pendidikan pada umumnya dan filsafat pendidikan Islam
khususnya, adalah bagian dari ilmu filsafat, maka dalam mempelajari filsafat
itu harus memahami terlebih dahulu definisi atau pengertian filsafat
terutama dalam hubunganya dengan masalah pendidikan.
Untuk lebih memahami tentang perlu adanya filosofis tujuan
pendidikan, maka akan dikemukakan pengertian filsafat dalam kaitanya
dengan pendidikan pada umumnya, dari beberapa ahli, sebagai berikut :
1. John Dewey, memandang pendidikan sebagai suatu proses
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut
daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju
kearah tabiat manusia, maka filsafat dapat juga diartikan sebagai teori
umum pendidikan.30
John Dewey memandang bahwa ada hubungan yang sangat erat
antara filsafat dengan pendidikan. Oleh karena itu tugas filsafat dan
pendidikan adalah sama-sama memajukan hidup manusia. Filsafat lebih
memperhatikan tugas yang berkaitan dengan strategi pembentukan
manusia, sedangkan pendidikan bertugas untuk lebih memperhatikan
pada taktik (cara) agar strategi itu menjadi terwujud dalam kehidupan
sehari-hari melalui proses kependidikan.
2. Thomson, filsafat berarti melihat seluruh masalah tanpa ada batas atau
implikasinaya. Ia melihat tujuan-tujuanya, tidak hanya melihat
metodenya atau alat-alatnya serta meneliti dengan seksama hal-hal yang
disebut. Hal itu mengandung arti bahwa perlu sikap ragu terhadap
sesuatu yang diterima oleh kebanyakan orang sebagai hal yang tidak
perlu dipermasalahkan. Hal itu memerlukan usaha untuk berpikir
secara konsisten dalam pribadinya (self consistency) serta tentang hal-hal
yang dipikirkanya itu tidak mengenal kompromi.31
Disini filsafat dipandang suatu bentuk pemikiran yang
konsekuen tanpa kenal kompromi tentang hal-hal yang harus diungkap
secara menyeluruh.
3. Van Cleve Morris menyatakan: pendidikan adalah studi filosofis,
karena ia pada dasarnya, bukan alat social semata untuk mengalihkan
cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, akan tetapi ia
30 H.M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Bumi Aksara, 2000), hal 1
31 Ibid hal 2
41. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
38
juga menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat
dalam perjuangan mencapai hari depan yang lebih baik.32
Jadi kalau dilihat tugas dan fungsinya, pendidikan harus dapat
menyerap, mengolah dan menganalisa serta menjabarkan aspirasi dan
idealisme masyarakat. Pendidikan harus mampu mengalihkan dan
menanamkan aspirasi dan idealism masyarakat kedalam jiwa generasi
penerus. Maka pendidikan harus menggali dan memahaminya melalui
pemikiran filosofis secara menyeluruh terutama tentang problema
pendidikan.
Dengan demikan terlihat jelas bahwa filsafat pendidikan adalah
filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan. Oleh karena
ada kaitan dengan pendidikan, maka filsafat diartikan sebagai teori
pendidikan dalam semua tingkat. Filsafat mengkaji dan memikirkan
tentang hakikat segala sesuatu secara menyeluruh, sistematis, terpadu,
universal dan radikal yang hasilnya menjadi pedoman dan arah bagi
perkembangan ilmu-ilmu yang bersangkutan.
Pendidikan selalu diwarnai oleh pandangan hidup (way of life).
Diantara pandangan hidup ialah rasionalisme ialah faham yang
mengatakan bahwa kebenaran diperoleh melalui akal dan diukur
dengan akal.33
Akal itulah alat pencari dan pengukur kebenaran. Maka
filosofis pendidikan sangat penting karena dalam proses pendidikan
kebenaran menjadi tujuan.
6. Dasar – dasar Filosofis Pendidikan
1. Sifat Hakiki Pendidikan
Pendidikan adalah pandangan hidup yang mendasari seluruh
aktivitas pendidikan. Karena sangat mendasar maka menyangkut masalah
ideal dan fundamental. maka diperlukan pandangan hidup yang kokoh dan
komprehensif, serta tidak mudah berubah. Hal ini karena telah diyakini
memiliki kebenaran yang telah teruji kebenaranya oleh sejarah. Nilai-nilai
sebahgai pandangan hidup yang dijadikan dasar pendidikan itu bersifat
relative dan temporal, maka pendidikan aakan mudah terombang-ambing
oleh kepentingan dan tuntutan sesaat yang bersifat teknis dan pragmatis.34
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi
manusia dari aspek rohaniah dan jasmaniah yang berlangsung secara
32 Ibid
33 Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islam. 2014.Remaja Rosda Karya. Bandung
34 Op.cit hal 59
42. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
39
beratahap, oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
melalui proses tujuan akhir perkembangan. Tidak ada satupun makhluk
ciptaan Tuhan diatas bumi yang dapat mencapai kesempurnaan atau
kematangan hidup tanpa berlangsung melalui suatu proses.35
Manusia perlu dibantu agar berhasil menjadi manusia. Seseorang
dapat dikatakan telah menjadi manusia apabila telah memiliki nilai (sifat)
kemanusiaan. Itu menunjukan bahwa tidaklah mudah menjadi manusia.
Karena itu sejak dahulu banyak manusia gagal menjadi manuisa. Jadi tujuan
mendidik ialah me-manusia-kan manusia. Agar tujuan itu dapat dicapai
maka program harus disusun sehingga cirri-ciri manusia yang telah menjadi
manusia menjadi jelas.
Apa kriteria manusia yang menjadi tujuan pendidikan itu? tentulah
hal ini ditentukan oleh filsafat hidup masing-masing. Orang-orang yunani
lama itu menentukan tiga syarat untuk disebut manusia. Pertama, memiliki
kemampuan dalam mengendalikan diri, kedua, cinta tanah air, dan ketiga
berpengetahuan.36
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, para ahli filsafat pendidikan
memberikan arti “Pendidikan” sebagai suatu proses bukan sebagai suatu
seni atau teknik.
Beberapa ahli pendidikan di barat memberikan arti pendidikan
sebagai suatu proses antara lain :
a. Mortimer J. Adler, pendidikan adalah proses dengan semua
kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang
dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-
kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic dibuat dan
dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri
mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik.
b. Herman H. Horne, pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses
penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitar,
dengan sesama manusia dan dengan tabiat tertinggi dari kosmos.
c. William Mc Gucken, SJ, pendidikan adalah suatu perkembangan dan
kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia baik moral,
intelektual, maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk
kepentingan individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan-
kegiatan yang bersatu dengan penciptanya sebagai tujuan akhir.37
35 Op.cit hal 11
36 Op.cit hal 33
37 Lihat prof.H.M.Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, hal 12-13
43. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
40
Definisi diatas dapat dibuktikan kebenaranya oleh filsafat
pendidikan, terutama yang menyangkut permasalahan hidup manusia
dengan kemampuan-kemampuan asli dan yang diperoleh atau bagaimana
proses mempengaruhi perkembangan yang haruss dilakukan. Pendidikan
harus mampu mengarahkan kemampuan dari dalam diri manusia menjadi
satu kegiatan hidup yang berhubungan dengan Tuhan (pencipta) baik
kegiatan itu bersifat pribadi maupun kegiatan sosial.
Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa pendidikan itu tidak
hanya menumbuhkan, melainkan mengembangkan ke arah tujuan akhir.
Juga tidak hanya suatu proses yang sedang berlangsung, melainkan suatu
proses berlangsung kearah sasarannya.
Apabila definisi-definisi diatas dikaitkan dengan pengertian
pendidikan Islam, kita akan mengetahui bahwa; pendidikan Islam lebih
menekankan pada keseimbangan dan keserasian perkembangan hidup
manusia. Definisi-definisi pendidikan Islam sebagai berikut:
a. Prof. Dr. Omar Muhammad Al-Toumy Al-syaebani, pendidikan adalah
usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya
atau kehidupan kemasyaraakatannya dan kehidupan dalam alam
sekitarnya melalui proses pendidikan……..” perubahan itu dilandasi
dengan nilai-nilai Islam.
b. Hasil rumusan seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960,
pendidikan Islam adalah sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan
rohani dan jasmani menurut ajaran islam dengan hikmah mengarahkan,
mengajarkan, melatih, mengasah dan mengawasi berlakunya semua
ajaran Islam.
c. Dr. Mohd. Fadil al-Djamaly, pendidikan islam adalah proses
mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang
mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar
(fitrah) dan kemampuan ajaranya.38
Dalam kaitannya dengan esensi pendidikan Islam yang dilandasi
oleh filsafat pendidikan yang benar dan yang mengarahkan proses
pendidikan Islam. Pendidikan yang harus dilaksaanakan oleh umat Islam
adalah pendidikan keberagaman yang berlandaskan keimanan yang berdiri
diatas filsafat pendidikan yang bersifat menyeluruh berlandaskan iman.
Pendapat diatas antara lain didasarkan atas firman Allah dalam surat
Ar-Rum 30, dan An-Nahl 78 sebagai berikut :
38 Lihat Dr.Moh.Fadhil Al-Djamaly; Nahwa Tarbiyati Mukminah, dalam H.M
Arifin,M.Ed Filfsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, hal 16-17
44. Al-Risalah Volume IX, No. 1, Januari 2018
41
“Itulah fitrah Allah, yang diatas fitrah itu manusia diciptakan Allah……” (Ar-
Rum 30).
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibumu, (ketika itu) kamu tidak
mengetahui sesuatupun dan allah menjadikan bagimu pendengaran dan penglihatan
serta hati…………..” (An-Nahl 78).39
Pendidikan yang benar adalah memberikan kesempatan kepada
keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan perkembangan dari
dalam diri anak didik. Dengan demikian barulah fitrah itu diberi hak untuk
membentuk pribadi anak dan dalam waktu yang bersamaan faktor dari luar
akan mendidik dan mengarahkan kemampuan dasar (fitrah) anak.
2. Manusia Sebagai Objek dan Subjek Pendidikan40
Pengertian Subjek Pendidikan. Subjek pendidikan adalah orang
ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan,
sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh
objek pendidikan. Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli
pendidikan adalah orang tua, guru-guru di institusi formal (di sekolah)
maupun non formal dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan
pertama (tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah tangga
(orang tua).Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan bahwa pendidik
pertama manusia adalah Allah dan yang kedua adalah Rasulullah. Kita dapat
membedakan pendidik itu menjadi dua kategori yaitu:
a. Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua. Orang tua sebagai pendidik
menurut kodrat adalah pendidik pertama dan utama, karena secara
kodrat anak manusia dilahirkan oleh orang tuanya (ibunya) dalam
keadaan tidak berdaya hanya dengan pertolongan dan layanan orang
tua (terutama ibu) bayi (anak manusia) itu dapat hidup dan berkembang
semakin dewasa. Hubungan orang tua dengan anaknya dalam
hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar, yaitu: a. Unsur kasih
sayang pendidik terhadap anak. b. Unsur kesadaran dan tanggung
jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak.
39 Tafsir Al-Qur‟an, Terjemahan Departemen Agama RI
40 Ahmad Sastra. Darul Muttaqien. 2014, hal 78. Filosofi pendidikan islam.
Memperbincangkan pendidikan adalah hakikatnya adalah mengkaji tentang manusia,alam dan
kehidupan. Dalam pendidikan ,manusia adalah pelaku pendidikan sekaligus obyek pendidikan .
seluruh filsafat dan praktek pendidikan dari berbagai ideology yang ada di dunia tertuju pada
manusia, alam dan kehidupan sebagai inti obyeknya. Perbedaan paradigma ala Islam,sosialis dan
kapitalis sekuler terletak pada perbedaan paradigmanya (worldview) mengenai manusia alam dan
kehidupan. Pandangan Islam tentang manusia tentu berbeda dengan pandangan sekuler, begitu
juga tentang alam dan kehidupan.
45. Volume IX, No. 1, Januari 2018 Al-Risalah
42
b. Pendidik menurut jabatan, yaitu guru. Guru adalah pendidik kedua
setelah orang tua. Mereka tidak bisa disebut secara wajar dan alamiah
menjadi pendidik, karena mereka mendapat tugas dari orang tua,
sebagai pengganti orang tua. Mereka menjadi pendidik karena
profesinya menjadi pendidik, guru di sekolah misalnya. Dalam Undang-
undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formanl,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.41
Syarat pendidik harus diangkat oleh pemerintah, yayasan atau
lembaga lain yang berwenang mengangkat guru. Sehingga ia diberi
tugas untuk mendidik dan mengajar. Dan dia benar-benar
mengabdikan dirinya sepenuh hati dalam provesinya sebagai guru.
Semua ketentuan tentang pendidik di atas, itu hanya terbatas pada
kriteria pendidik dalam dunia pendidikan, karena itu cakupannya lebih
sempit dan terbatas. Pendidikan adalah proses pencerdasan secara
utuh dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau
keseimbangan materi dan religious spritual. Objek pendidikan adalah
murid yang menerima dan menjalani proses pendidikan yang
dilangsungkan oleh subjek pendidikan atau pun yang dialami langsung
oleh objek melalui pengalaman sehari-hari dan relasi objek dengan
subjek dan objek lain serta relasi dengan alam (lingkungan). Jadi objek
pendidikan adalah orang yang mendapat pencerdasan secara utuh
dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau
keseimbangan materi dan religious spritual. dan objek pendidikan
adalah manusia dalam kaitannya dengan fenomena situasi pendidikan.
3. Implementasi Filosofi Pendidikan
a. Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implementasi adalah
penerapan. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi
manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun
karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan
universal. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi
mengenai masalah-masalah pendidikan.
Jadi implementasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah
penerapan filsafat ilmu dalam upaya mengembangkan potensi-potensi
41 Undang-undang SISDIKNAS th 2005