SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
Download to read offline
123
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali)
FILSAFAT PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH:
Tinjauan Historis dan Praksis
Mohamad Ali & Marpuji Ali
Dosen Al Islam & Kemuhammadiyahan UMS
ABSTRACT
ABSTRACT
ABSTRACT
ABSTRACT
ABSTRACT
Outstanding boarding school model or full day school has become
a must for Muhammadiyah and it becomes the best alternative for
general public to form the children’s personality in the middle of the
globalization culture so that there are more outstanding schools
emerging in big and small cities. There are three cases that want to be
achieved from the school models, that is, (1) the students’ bravery to
express themselves and their opinions, (2) motivation to exercise Islamic
teachings more strongly, (3) curiosity to understand and overcome
problems immediately. If Muhammadiyah wants to establish an
excellent school, it needs to formulate its philosophical education basis
framed with the purpose of national education and the concept of
science in Islam. It can also be media of Islamic missionary endeavor
(da’wah).
Key words:
Key words:
Key words:
Key words:
Key words: full day school, philosophical Muhammadiyah education,
Islamic quality.
fe}. Islam should not only be seen from one aspect i.e. hudud {penal
law}. Islam is not the tenth or eleventh legal administration but Islam must
be comprehensively viewed from the developing eras. The maintenance of
Islamic laws in Indonesia has been going on. There are some government’s
laws based on Islamic laws, such as laws on zakat, mar
Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140
124
PENDAHULUAN
Prof. M. Yunan Yusuf, Ketua
Majlis Pendidikan Dasar dan
Menengah (Dikdasmen) Muham-
madiyah Pusat periode 2000-2005,
acapkali melontarkan wacana “Ro-
bohnya Sekolah Muhammadiyah”
untuk menggambarkan betapa
rendahnya rata-rata kualitas dan
mutu sekolah yang diselenggarakan
Muhammadiyah1
. Kritisi atas pendi-
dikan Muhammadiyah juga muncul
berkenaan dengan belum tercermin-
nya nilai-nilai Islam dalam perilaku
warga sekolah, belum berhasil
menekanongkospendidikansampai
1 Seperti biasa, dengan retorika berapi-api Prof. Yunan Yusuf berulang kali melemparkan
gagasan itu, misalnya dalam acara Diksuspala angkatan XV dan Workshop Sekolah Unggul
Muhammadiyah yang berlangsung tiga kali masing-masing di Jakarta, Yogyakarta dan
Surabaya sepanjang tahun 2004. Istilah ‘Robohnya Sekolah Muhammadiyah’ beliau pinjam
dari sasatrawan asal Minang, AA Nafis (2000) melalui karyanya yang berjudul ‘Robohnya
Surau kami’. Melalui cerpen ini Navis mengkritik kaum agamawan (para penganut agama,
terutama Islam) yang terlalu bersemangat untuk meraih surga di akhirat tapi melupakan
meraih “surga” di muka bumi ini melalui kerja-kerja kemanusiaan (menjalankan fungsinya
sebagai khalifah), sampai akhirnya surau itu roboh. Dengan meminjam istilah itu, secara
konotatif kemungkinan kritik itu diarahkan kepada warga Muhammadiyah yang berlomba-
lomba mendirikan sekolahan hanya bermodal ikhlas tanpa memperhatikan mutu/kualitas
dan standar kelayakan pendidikan sehingga begitu ada arus perubahan satu persatu sekolah-
sekolah Muhammadiyah rontok, kehabisan murid seperti yang terjadi belakangan ini.
Sedangkan secara denotatif, memang untuk menunjukkan bahwa bangunan gedung-gedung
sekolah Muhammadiyah rata-rata sudah menua, reot sehingga benar-benar mau roboh.
2 Kritik itu diutarakan oleh saudara Mahsun Suyuthi, “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
Kembali Tergugat” dlm M. Amien Rais, Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial.
Yogyakarta: PLP2M, 1985. hlm. 85-101.
3 Filsafat memang bukan hal yang mudah, namun di lain pihak dapat dikatakan bahwa
setiap orang berfilsafat karena ia merefleksikan banyak hal. Berfilsafat merupakan salah satu
kemungkinan yang terbuka bagi setiap orang, seketika ia mampu menerobos lingkaran kebiasaan
yang tidak mempersoalkan hal ikhwal sehari-hari. Pernyataan inklisifitas filsafat tersebut
disampaikan CA van Peursen, Orientasi di Alam Filsafat. Jakarta: Gramedia, 1980. hlm 1- 8.
4 Al-Syaibani menunjukkan beberapa kegunaan filsafat pendidikan dalam penyelenggaraan
lembaga pendidikan, yaitu: (1) untuk membentuk pemikiran yang sehat bagi para
penyelenggara dan pengelola terhadap proses pendidikan; (2) dapat membentuk azas yang
dapat ditentukan pandangan pengkajian yang umum dan yang khas; (3) untuk penilaian
pendidikan dalam arti yang menyeluruh; (4) menjadi sandaran intelektual atas tindakan-
tindakan dalam pendidikan; (5) memberi corak dan pribadi yang khas dan istimewa sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam dan realitas sosial yang melingkunginya. Lihat Omar Mohammad
Al Tomy Al-sya’bani, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. hlm. 32-38.
ke batas termurah, belum sanggup
menciptakan kultur islami yang
representatif, telah kehilangan
identitasnya, dan lebih kooperatif
dengan kelompok penekan2
. Berba-
gai kritik tersebut tidak cukup
dijawab hanya dengan perombakan
kurikulum, peningkatan gaji guru,
pembangunan gedung sekolah
ataupun pengucuran dana. Untuk
menyahuti dan menuntaskan prob-
lem-problem itu harus ada kebe-
ranian untuk membongkar akar
permasalahan yang sesungguhnya,
yaitu karena belum tersedianya
orientasi filosofis3
pendidikan
Muhammadiyah4
dan teori-teori
125
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali)
5 Persoalan ini telah digumuli secara intensif oleh Dr. Ahmad Tafsir mulai dari penelitian
tesis sampai dengan disertasi dan pengalaman menjadi kepala SMP Muhammadiyah di
Bandung selama 7 tahun, ia menuturkan: “Disertasi itu sendiri tidak terlalu baik, tapi ada satu
hal penting yang saya temukan dalam penelitian itu: mengapa sekolah-sekolah
Muhammadiyah secara pukul rata mutunya lebih rendah ketimbang sekolah pemerintah
dan sekolah yang dikelola oleh lembaga Katolik”. Menurutnya ada dua kelemahan mendesar:
pertama, umat Islam belum memperhatikan masalah mutu pendidikan; kedua, pengelola,
kepala sekolah dan guru sekolah Islam/Muhammadiyah belum memiliki teori-teori
pendidikan modern dan islami. Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam
.Bandung: Rosdakarya, 1994. hlm. 1-3.
6 Winarno Surakhmad, “Ilmu Kependidikan untuk Pembangunan” dalam. Prisma No
3/1986.
7 Mahsun Suyuthi, “Filsafat ... hlm. 96.
8 Rusli Karim melihat bahwa ijtihad KH Ahmad Dahlan untuk mengadopsi sistem
pendidikan model Barat adalah satu jalan pintas, keterpaksaan (baca: dharurat). Sebab, Kyai
melihat bahwa pendidikan merupakan kunci untuk melakukan berbagai perintah agama.
Mengingat sistem pendidikan kolonial dianggap yang terbaik maka jalan yang paling mudah
adalah dengan mengadopsi sistem tersebut lalu disempurnakan dengan penambahan mata
pelajaran agama. Generasi sesudah Kyai Dahlan lebih disibukkan untuk mendirikan lembaga
pendidikan hasil ijtihad, bukan menangkap subsatansi ijtihad yaitu bagaimana
mengintegrasikan/mensintasakan ilmu umum dan ilmu agama, karenanya cita-cita Kyai
untuk melahirkan ulama-intelek dan intelek ulama belum dapat terpenuhi.
pendidikan modern dan islami5
.
Karena adakalanya keterbela-
kangan sektor kependidikan suatu
bangsa atau suatu umat disebabkan
tidakterutamaolehketerbelakangan
infrastruktur yang mendukungnya
tetapi oleh perangkat konsep yang
mendasarinya6
.
Dalam usia Muhammadiyah
menjelang satu abad dengan jumlah
lembaga pendidikan mulai dari
Taman Kanak-kanak sampai de-
ngan Perguruan Tinggi ribuan,
adalah suatu yang aneh Muham-
madiyah belum mempunyai filsafat
pendidikan. Bagaimana mungkin
kerja hiruk-pikuk pendidikan tanpa
satu panduan cita-cita yang jelas?
Apalagi bila dikaitkan dengan
upaya mendidik dalam rangka pem-
bentukan generasi ke depan. Ketia-
daan penjabaran filsafat pendidikan
ini, menurut Mahsun Suyuthi,
merupakan sumber utama masalah
pendidikan di Muhammadiyah7
.
Bahkan Rusli Karim menengarai
bahwakekosonganorientasifilosofis
ini ikut bertanggung jawab atas
penajaman dikotomi antara “ilmu-
ilmu keagamaan” dan “ilmu
umum”, yang pada giliran berikut-
nya akan melahirkan generasi yang
berkepribadian ganda yang tidak
menutup kemungkinan justru akan
melahirkan“musuh”dalamselimut8
.
Dengan demikian, sudah tinggi
waktunya untuk bergegas mencoba
menjajagi kemungkinan munculnya
satu alternatif rumusan pendidikan
Muhammadiyah sebagai ikhtiar
meniti jalan baru pendidikan
Muhammadiyah.
Menyatakan bahwa pendidikan
Muhammadiyah belum memiliki
rumusanfilosofisbukanberartitidak
ada sama sekali perbincangan ke
Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140
126
9 Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Muhammadiyah: Aspek Normatif dan Filosofis”
dlm M. Yunan Yusuf dan Piet H. Chaidir (ed.), Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Jakarta:
Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah, 2000. hlm. 19-27.
10 Buku ini ditulis oleh para intelektual Muhammadiyah seperti: Ahmad Ahzar Basyir,
Ahmad Syafii Maarif, Mochtar Buchori, Noeng Muhadjir, Yunan Yusuf, dan lain-lain.
Sedangkan tema-tema yang dipilih meliputi: manusia dalam perspektif Al-Qur’an, psikologi
dalam perspektif al-Qur’an, Pendidikan dalam perspektif Al-Qur’an tinjauan mikro dan makro,
sains dan teknologi dalam perspektif Al-Qur’an, dan pendidikan Al-Qur’an di perguruan
tinggi.
11 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam dan Dakwah. Yogyakarta: Sipress, 1993.
arah itu. Laporan seminar nasional
filsafat pendidikan Muhammadiyah
Majlis Dikdasmen Muhammadiyah
Pusat, telah mulai menyinggung
pembahasan tentang filsafat pendi-
dikan Muhammadiyah, terutama
tulisan A. Syafii Maarif yang ber-
judul “Pendidikan Muhammadi-
yah, aspek normatif dan filosofis”.
Sesuai dengan temanya, Maarif
hanya menelusuri hasil-hasil
keputusan resmi Muhammadiyah
(aspek normatif) dan orientasi
filosofis konsep ulul albab9
. Demi-
kian pula buku suntingan Yunahar
Ilyas dan Muhammad Azhar ber-
judul Pendidikan dalam Perspektif
Al-Qur’an10
yang ditulis oleh tokoh-
tokoh Muhammadiyah, berusaha
mengelaborasi konsep-konsep pen-
didikan di dalam Al-Qur’an dan
mendialogkan wahyu dengan per-
kembangan teori-teori pendidikan
mutakhir. Karya terakhir yang patut
dipertimbangkan adalah buku
Paradigma Intelektual Muslim:
Pengantar Filsafat Pendidikan Islam
dan Dakwah karya Abdul Munir
Mulkhan11
, seorang aktifis Muham-
madiyah. Menurutnya, kemacetan
intelektualisme Islam serta keman-
degan ilmu pengetahuan dan tek-
nologi di dunia Muslim akibat
berkembangnya semacam “ideologi
ilmiah” yang menolak apapun yang
bukan berasal dari Islam.
Artikel ini secara hati-hati akan
coba mencari alternatif filsafat
pendidikan Muhammadiyah dan
merumuskannya pada tingkat
praksis, ditingkat kurikulum pendi-
dikan. Untuk melangkah ke arah
itu, pertama akan ditelusuri proble-
matika perumusan filsafat pendi-
dikan Islam sebagai payung besar
pendidikan Muhammadiyah. Ke-
dua, melacak gagasan kunci dan
praksis pendidikan Kyai Ahmad
Dahlan yang bertitik tolak dari
pendidikan integralistik. Ketiga,
menjajagi kemungkinan tauhid
sebagaititiktolakperumusanfilsafat
pendidikan Muhammadiyah, dan
kemudian ditutup dengan refleksi.
LANDASAN FILOSOFIS PENDI-
DIKAN ISLAM
Filsafatyangdianutdandiyakini
oleh Muhammadiyah adalah ber-
dasarkan agama Islam, maka seba-
gai konsekuensinya logik, Muham-
madiyah berusaha dan selanjutnya
melandaskan filsafat pendidikan
127
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali)
12 Pedoman Guru Muhammadiyah, Seri MPP No. 5, hlm. 26.
13 M. Yunan Yusuf & Piet H. Khaidir, “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Sebuah
Perumusan Awal” dlm M.Yunan Yusuf & Piet H. Khaidir (ed.) Filsafat Pendidikan
Muhammadiyah: Naskah Awal. Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah, 2000. hlm.
1-2.
14 Di sini dibedakan antara Pendidikan Islam dan Pendidikan Agama Islam. Pendidikan
Islammeliputisegalausahauntukmemeliharadanmengembangkanfitrahmanusiadanberbagai
potensi yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma
Islam. Sedangkan pendidikan agama Islam lebih dikhususkan pada usaha memelihara dan
mengembangkan fitrah keberagamaan subjek didik agar lebih mampu memahami, menghayati,
dan mengamalkan agama Islam. Makna pendidikan Islam mengacu pada pengertian yang
pertama, karenanya tidak terbatas pada mata pelajaran agama seperti fikih, aqidah, syariah tapi
mencakup seluruh bidang studi yang memakai pendekatan Islam. Lihat, Achmadi, Islamsebagai
Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media, 1992. hlm. ix.
15 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Maarif, 1989.
hlm 24.
16 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1979. hlm. 27.
17 HM Arifin, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1994. hlm. 27.
18 Mulkhan, Paradigma ...... hlm. 74.
Muhammadiyah atas prinsip-
prinsip filsafat yang diyakini dan
dianutnya12
. Filsafat pendidikan
memanifestasikan pandangan ke
depan tentang generasi yang akan
dimunculkan. Dalam kaitan ini
filsafat pendidikan Muhammadiyah
tidak dapat dilepaskan dari filsafat
pendidikan Islam, karena yang
dikerjakan oleh Muhammadiyah
pada hakikatnya adalah prinsip-
prinsipIslamyangmenurutMuham-
madiyah menjadi dasar pijakan bagi
pembentukan manusia Muslim13
.
Oleh karena itu, sebelum mengkaji
orientasi filsafat pendidikan Mu-
hammadiyah perlu menelusuri
konsep dasar filsafat pendidikan Is-
lam yang digagas oleh para pemikir
maupunpraktisipendidikanIslam14
.
Filsafat pendidikan Islam
membincangkan filsafat tentang
pendidikan bercorak Islam yang
berisi perenungan-perenungan
mengenai apa sesungguhnya pendi-
dikan Islam itu dan bagaimana
usaha-usaha pendidikan dilaksa-
nakan agar berhasil sesuai dengan
hukum-hukumIslam15
.Mohd.Labib
Al-Najihi, sebagaimana dikutip
Omar Mohammad Al-Toumy Al-
Syaibany, memahami filsafat pen-
didikansebagaiaktifitaspikiranyang
teratur yang menjadikan filsafat itu
sebagai jalan untuk mengatur,
menyelaraskan dan memadukan
proses pendidikan16
. Suatu filsafat
pendidikan yang berdasar Islam
tidak lain adalah pandangan dasar
tentang pendidikan yang bersum-
berkan ajaran Islam dan yang
orientasi pemikirannya berdasarkan
ajaran tersebut17
. Dengan perkataan
lain,filsafatpendidikanIslamadalah
suatu analisis atau pemikiran
rasionalyangdilakukansecarakritis,
radikal, sistematis dan metodologis
untuk memperoleh pengetahuan
mengenai hakikat pendidikan Is-
lam18
.
Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140
128
19 Al-Syaibany, Falsafah..... hlm. 47-50.
20 Mulkhan, Paradigma ....... hlm 78.
21 Arifin, Filsafat ......... hlm. 176.
Al-Syaibany menandaskan bah-
wa filsafat pendidikan Islam harus
mengandung unsur-unsur dan sya-
rat-syarat sebagai berikut: (1) dalam
segalaprinsip,kepercayaandankan-
dungannyasesuaidenganruh(spirit)
Islam; (2) berkaitan dengan realitas
masyarakat dan kebudayaan serta
sistem sosial, ekonomi, dan politik-
nya; (3) bersifat terbuka terhadap
segala pengalaman yang baik (hik-
mah); (4) pembinaannya berdasar-
kan pengkajian yang mendalam
denganmemperhatikanaspek-aspek
yangmelingkungi;(5)bersifatuniver-
sal dengan standar keilmuan; (6)
selektif, dipilih yang penting dan
sesuai dengan ruh agama Islam; (7)
bebas dari pertentangan dan per-
sanggahan antara prinsip-prinsip
dan kepercayaan yang menjadi
dasarnya; dan (8) proses percobaan
yang sungguh-sungguh terhadap
pemikiran pendidikan yang sehat,
mendalam dan jelas19
.
Objek kajian filsafat pendidikan
Islam, menurut Abdul Munir
Mulkhan20
, dapat dibedakan men-
jadi dua jenis yaitu objek material
dan objek formal. Objek material
filsafat pendidikan Islam adalah
bahan dasar yang dikaji dan
dianalisis, sementara objek formal-
nya adalah cara pendekatan atau
sudut pandang terhadap bahan
dasar tersebut. Dengan demikian,
obyek material filsafat pendidikan
Islam adalah segala hal yang
berkaitan dengan usaha manusia
secara sadar untuk menciptakan
kondisi yang memberi peluang
berkembangnya kecerdasan, penge-
tahuan dan kepribadian atau akhlak
peserta didik melalui pendidikan.
Sedangkan objek formalnya adalah
aspek khusus daripada usaha
manusia secara sadar yaitu pen-
ciptaan kondisi yang memberi pelu-
ang pengembangan kecerdasan,
pengetahuan dan kepribadian
sehingga peserta didik memiliki
kemampuan untuk menjalani dan
menyelesaikanpermasalahanhidup-
nya dengan menempatkan Islam
sebagai hudan dan furqan.
Sebagaimana dinyatakan Ari-
fin21
, bahwa filsafat pendidikan Is-
lam merupakan ilmu yang eksten-
sinya masih dalam kondisi per-
mulaan perkembangan sebagai
disiplin keilmuan pendidikan.
Demikianpulasistematikanya,filsafat
pendidikanIslammasihdalamproses
penataanyangakanmenjadikompas
bagi teorisasi pendidikan Islam.
Kalau demikian, apabila filsafat
pendidikanMuhammadiyahmenga-
cu atau sama dengan filsafat pendi-
dikan Islam sebenarnya masih me-
munculkan masalah, sebab ia masih
rentan dan belum kukuh untuk
disebut sebagai sebuah disiplin ilmu
baru. Pada titik ini, orientasi filsafat
pendidikan Muhammadiyah itu da-
129
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali)
22 Lihat: Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran yang
di Selenggarakan oleh Muhammadiyah. Malang: Ken Mutia, 1968; MT Arifin, Gagasan
Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1987; Soegarda
Poerbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka. Jakarta: Gunung Agung, 1970;
karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern.
Jakarta: LP3ES, 1994, untuk menyebut beberapa pengkaji pendidikan di Indonesia terkemuka.
Para peneliti itu umumnya memakai pendekatan sejarah dalam mengkaji pendidikan yang
diselenggarakan oleh Muhammadiyah sehingga tidak mampu menyingkap lebih jauh apa
sebenarnya ide dasar dibalik pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh KH Ahmad
Dahlan. Padahal, idealnya kajian sejarah itu dilengkapi dengan filsafat pendidikan sehingga
mampu menggambarkan secara utuh proses yang berlangsung sebagaimana ditandaskan
oleh Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Rake Sarasin,
1987; dan Imam Barnadib, Arti dan Metode Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: FIP IKIP
Yogyakarta, 1982.
23 Contoh yang sangat bagus untuk kajian ini dilakukan oleh Muhammad Quthb, Sistem
Pendidikan Islam. Bandung: PT AlMaarif, 1984. Bertitik tolak dari ayat-ayat al-Qur’an dan
Sunnah ia mencoba merumuskan bagaimana sistem pendidikan Islam melalui tema-tema:
alat dan tujuan, ciri-ciri khas sistem pendidikan Islam, jaringan-jaringan yang berlawanan
pada diri manusia
24 Sebuah kajian mendalam tentang model ini dilakukan oleh John S. Brubacher, Modern
Philosophies of Education. New York: McGraw-Hill, 1978. Brubacher mendaftar tidak kurang
dari dua belas (12) mazhab filsafat yang berpengarung dalam pengembangan pendidikan,
eksistensialisme, organisme, idealisme, realisme, rekonstrusionisme dan lain-lain.
patmemperkayadanmemperkukuh
kedudukanfilsafatpendidikanIslam.
KYAI AHMAD DAHLAN: PERE-
TAS PENDIDIKAN INTEGRA-
LISTIK
Meskipun tema pembaharuan
pendidikan Muhammadiyah mem-
peroleh perhatian yang cukup serius
dari para pengkaji sejarah pendi-
dikan Indonesia22
, namun sejauh ini
belum ada satu karya pun yang
menunjukkan bagaimana sebenar-
nya model filsafat pendidikan yang
dikembangkan oleh Muhammadi-
yah. Untuk melangkah ke arah itu
bisa dilakukan dengan beberapa
pendekatan: (1) pendekatan nor-
matif yakni bertitik tolak dari
sumber-sumber otoritatif Islam (al-
Qur’an dan Sunnah Nabi), ter-
utama tema-tema pendidikan,
kemudian dieksplorasi sedemikian
rupasehinggaterbangunsatusistem
filsafat pendidikan23
; (2) pendekatan
filosofis yang diberangkatkan dari
mazhab-mazhab pemikiran filsafat
kemudian diturunkan ke dalam
wilayah pendidikan24
; (3) pende-
katan formal dengan merujuk pada
hasil-hasil keputusan resmi persya-
rikatan; (4) pendekatan historis-
filisofis yaitu dengan cara melacak
bagaimana konsep dan praksis
pendidikan yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh kunci dalam Muham-
madiyah lalu dianalisis dengan
pendekatan filosofis. Corak pende-
katan keempat yang dipilih dalam
tulisan ini, dengan menampilkan
Kyai Dahlan, pendiri Muhammadi-
yah, sebagai tokoh kuncinya. Benar
Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140
130
25 Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam
Perspektif Perubahan sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1990. hlm. 13-14.
26 Nurcholish Madjid, “Tentang Cendekiawan dan Pembaharuan” dalam. Aswab Mahasin
& Ismed Natsir (ed.) Cendekiawan dan Politik. Jakarta: LP3ES,1984. hlm. 310-314.
27 Ridwan Saidi, “Catatan di sekitar Regenerasi dalam Kelompok Islam” dalam Prisma
No 2 Februari 1980.
bahwa dia belum merumuskan
landasan filosofis pendidikan tapi
sebenarnya ia memiliki minat yang
besar terhadap kajian filsafat atau
logika sehingga pada tingkat
tertentu telah memberikan jalan
lempang untuk perumusan satu
filsafat pendidikan.
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923)
adalah tipe man of action, sehingga
sudah pada tempatnya apabila me-
wariskan cukup banyak amal usaha
bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk
menelusuri bagaimana orientasi
filosofis pendidikan kyai musti lebih
banyak merujuk pada bagaimana ia
membangun sistem pendidikan.
Namun naskah pidato terakhir Kyai
yang berjudul Tali Pengikat Hidup
menarik untuk dicermati karena
menunjukkansecaraeksplisitkonsen
Kyai terhadap pencerahan akal suci
melaluifilsafatdanlogika.Sedikitnya
ada tiga kalimat kunci yang meng-
gambarkan tingginya minat Kyai
dalam pencerahan akal25
, yaitu: (1)
pengetahuan tertinggi adalah
pengetahuantentangkesatuanhidup
yang dapat dicapai dengan sikap
kritisdanterbukadenganmempergu-
nakan akal sehat dan istiqomah
terhadap kebenaran akali dengan di
dasari hati yang suci; (2) akal adalah
kebutuhan dasar hidup manusia; (3)
ilmu mantiq atau logika adalah
pendidikan tertinggi bagi akal
manusia yang hanya akan dicapai
jika manusia menyerah kepada
petunjuk Allah SWT.
Pribadi Kyai Dahlan adalah
pencari kebenaran hakiki yang
menangkap apa yang tersirat dalam
tafsir Al-Manaar sehinggameskipun
tidak punya latar belakang pen-
didikanBarattapiiamembukalebar-
lebar gerbang rasionalitas melalui
ajaran Islam sendiri, menyerukan
ijtihad dan menolak taqlid26
. Dia da-
patdikatakansebagaisuatu“model”
daribangkitnyasebuahgenerasiyang
merupakan “titik pusat” dari suatu
pergerakan yang bangkit untuk
menjawabtantangan-tantanganyang
dihadapigolonganIslamyangberupa
ketertinggalan dalam sistem pen-
didikan dan kejumudan paham
agama Islam27
.
Berbeda dengan tokoh-tokoh
nasional pada zamannya yang lebih
menaruh perhatian pada persoalan
politik dan ekonomi, Kyai Dahlan
mengabdikan diri sepenuhnya
dalam bidang pendidikan. Titik
bidik pada dunia pendidikan pada
gilirannya mengantarkannya me-
masuki jantung persoalan umat
131
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali)
28 Secara resmi tahun 1901 adalah awal dimulainya ethische politiek oleh pemerintah
Belanda yang dimaksudkan untuk membayar hutang budi (ereschuld) negeri Belanda kepada
Indonesia dengan cara meningkatan tingkat melek huruf anak-anak Indonesia melalui
pengadaan lembaga-lembaga pendidikan model Belanda. Hasrat untuk menyelenggarakan
pendidikan model Barat sangat besar, terbukti dengan menjamurnya sekolah-sekolah swasta.
Ini dapat dipahami karena jabatan-jabatan pemerintah membutuhkan lulusan dari sekolah-
sekolah Belanda dan pendidikan Barat memungkinkan orang untuk bergaul dan
berhubungan dengan bangsa Belanda pada taraf yang sama atau setidak-tidaknya lebih
tinggi dari pada jika hanya berpendidikan Indonesia. Kebijakan ini dari sisi kuantitas tidak
begitu signifikan, tapi telah mampu menyadarkan rakyat Indonesia akan pentingnya
pendidikan sebagai sarana mobilitas sosial sehingga mampu memunculkan kaum elit baru
yang peduli kepada bangsanya yang menuntut emansipasi dan kemerdekaan.
29 Abdul Mukti Ali, Interpretasi Amalan Muhammadiyah. Jakarta: Harapan Melati, 1985.
hlm. 26-27.
30 Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaharuan ……. hlm 92.
yang sebenarnya. Seiring dengan
bergulirnya politik etis28
atau politik
asosiasi (sejak tahun 1901), ekspansi
sekolah Belanda diproyeksikan
sebagai pola baru penjajahan yang
dalam jangka panjang diharapkan
dapat menggeser lembaga pen-
didikan Islam semacam pondok
pesantren. Pendidikan di Indonesia
pada saat itu terpecah menjadi dua:
pendidikansekolah-sekolahBelanda
yang sekuler, yang tak mengenal
ajaran-ajaran yang berhubungan
dengan agama; dan pendidikan di
pesantren yang hanya mengajar
ajaran-ajaran yang berhubungan
dengan agama saja29
. Dihadapkan
pada dualisme sistem (filsafat)
pendidikan ini Kyai Dahlan “geli-
sah”, bekerja keras untuk menginte-
grasikan, atau paling tidak mende-
katkan kedua sistem pendidikan itu.
Cita-cita pendidikan yang
digagas Kyai Dahlan adalah lahir-
nya manusia-manusia baru yang
mampu tampil sebagai “ulama-
intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu
seorang muslim yang memiliki
keteguhan iman dan ilmu yang luas,
kuat jasmani dan rohani30
. Dalam
rangka mengintegrasikan kedua
sistem pendidikan tersebut, Kyai
Dahlan melakukan dua tindakan
sekaligus; memberi pelajaran agama
di sekolah-sekolah Belanda yang
sekuler, dan mendirikan sekolah-
sekolah sendiri di mana agama dan
pengetahuan umum bersama-sama
diajarkan. Kedua tindakan itu
sekarang sudah menjadi fenomena
umum; yang pertama sudah
diakomodir negara dan yang kedua
sudah banyak dilakukan oleh
yayasan pendidikan Islam lain.
Namun, ide Kyai Dahlan tentang
model pendidikan integralistik yang
mampu melahirkan muslim ulama-
intelek masih terus dalam proses
pencarian. Sistem pendidikan
integralistik inilah sebenarnya
warisan yang musti kita eksplorasi
terus sesuai dengan konteks ruang
dan waktu, masalah teknik pen-
didikan bisa berubah sesuai dengan
perkembangan ilmu pendidikan
atau psikologi perkembangan.
Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140
132
31 Abdul Mukti Ali, Beberapa Persoalan Dewasa Ini. Jakarta: Rajawali Pers,1987. hlm.
20.
32 Konsep Sekolah Syariah berasal dari Prof. Moch. Sholeh YAI, PhD, konsultan SD
Muhammadiyah Program Khusus, mengacu pada lembaga pendidikan yang mengarahkan
warga sekolah, khususnya peserta didik agar mampu mengotimalisasikan Tauhid.
Dalam rangka menjamin ke-
langsungan sekolahan yang ia
dirikan maka atas saran murid-
muridnya Kyai Dahlan akhirnya
mendirikan persyarikatan Muham-
madiyah tahun 1912. Metode
pembelajaran yang dikembangkan
Kyai Dahlan bercorak kontekstual
melalui proses penyadaran. Contoh
klasik adalah ketika Kyai men-
jelaskan surat al-Ma’un kepada
santri-santrinya secara berulang-
ulang sampai santri itu menyadari
bahwa surat itu menganjurkan
supaya kita memperhatikan dan
menolong fakir-miskin, dan harus
mengamalkan isinya. Setelah santri-
santri itu mengamalkan perintah itu
baru diganti surat berikutnya. Ada
semangatyangmustidikembangkan
oleh pendidik Muhammadiyah,
yaitu bagaimana merumuskan
sistem pendidikan ala al-Ma’un
sebagaimana dipraktekkan Kyai
Dahlan.
Anehnya, yang diwarisi oleh
warga Muhammadiyah adalah
teknik pendidikannya, bukan cita-
citapendidikan,sehinggatidakaneh
apabila ada yang tidak mau mene-
rima inovasi pendidikan. Inovasi
pendidikan dianggap sebagai
bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita
tangkap dari Kyai Dahlan adalah
semangat untuk melakukan perom-
bakan atau etos pembaruan, bukan
bentuk atau hasil ijtihadnya. Me-
nangkap api tajdid, bukan arang-
nya.
Dalam konteks pencarian
pendidikan integralistik yang mam-
pu memproduksi ulama-intelek-
profesional, gagasan Abdul Mukti
Ali menarik disimak. Menurutnya,
sistem pendidikan dan pengajaran
agama Islam di Indonesia ini yang
paling baik adalah sistem pendidi-
kan yang mengikuti sistem pondok
pesantren karena di dalamnya
diresapi dengan suasana keaga-
maan, sedangkan sistem pengajaran
mengikuti sistem madrasah/seko-
lah, jelasnya madrasah/sekolah
dalam pondok pesantren adalah
bentuk sistem pengajaran dan
pendidikan agama Islam yang
terbaik31
. Dalam semangat yang
sama, belakangan ini sekolah-
sekolah Islam tengah berpacu
menuju peningkatan mutu pendi-
dikan. Salah satu model pendidikan
terbaru adalah full day school,
sekolah sampai sore hari, tidak
terkecuali di lingkungan Muham-
madiyah.
SEKOLAH SYARIAH32
: SEBUAH
CATATAN KANCAH
Pendidikan Islam yang bercorak
integralistik adalah suatu sistem
pendidikan yang melatih perasaan
133
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali)
33 Sajjad Husain & Ali Ashraf, Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam. Bandung:
Gema Risalah Press, 1994. hlm. 1.
34 Ibid. hlm. 4.
35 Tentang trend sekolah unggul di lingkungan Muhammadiyah lihat Marpuji Ali &
Mohamad Ali, “Meretas Sekolah Unggul dan Menata Majlis Dikdasmen Muhammadiyah”
dlm Suara Muhammadiyah 1-15 Oktober 2004. Secara normatif rumusan ouput Sekolah
Muhammadiyah Unggul mampu (1) tertib ibadah; (2) mahir baca tulis al-Qur’an; (3)
berwawasan kebangsaan; (4) pengetahuan akademis tinggi; (5) mampu berbahasa asing; (6)
memiliki ketrampilan komputer, lihat Program Kerja Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah.
36 Pengertian sekolah unggul yang dipahami masyarakat merujuk pada seberapa besar
jumlah siswanya yang diterima di sekolah-sekolah favorit di jenjang berikutnya, di luar itu
faktor kedisiplinan warga sekolah, kelengkapan sarana pendidikan, prestasi anak-anak dalam
setiap perlombaan, dan pelayanan juga menjadi pertimbangan tersendiri dalam menjatuhkan
pilihan.
murid-murid dengan cara sebegitu
rupa sehingga dalam sikap hidup,
tindakan, keputusan dan pende-
katan mereka terhadap segala jenis
pengetahuan, mereka dipengaruhi
sekali oleh nilai spiritual dan sangat
sadar akan nilai etis Islam33
. Meski
ide ini telah klasik namun tetap
menarik perhatian, sebab mereali-
sasikan ke tataran praksis selalu
tidak mudah. Setelah pembaharuan
pendidikan berlangsung hampir
satu abad dualitas pendidikan Islam
(juga Muhammadiyah) masih
tampak menonjol. Suatu dualitas
budaya muncul di mana-mana di
dunia Muslim, suatu dualitas dalam
masyarakat yang berasal dari sistem
pendidikan ganda; sistem pendi-
dikan Islam tradisional, dan sistem
pendidikansekulermodernmelahir-
kan tokoh-tokoh sekuler34
. Dengan
demikian, proses pencarian sistem
pendidikan integralistik harus
dilakukan secara terus-menerus
sebangun dengan akselerasi peru-
bahan sosial dan temuan-temuan
inovatif pendidikan. Di Muham-
madiyah, langkah ke arah itu masih
terus berlangsung yaitu dengan
membangun sekolah-sekolah alter-
natif atau kemudian dikenal dengan
sekolah unggulan.
Satu dekade terakhir ini virus
sekolah unggul35
benar-benar men-
jangkiti seluruh warga Muham-
madiyah. Lembaga pendidikan
Muhammadiyah mulai Taman
Kanak-kanak (TK) hingga Pergu-
ruan Tinggi (PT) berpacu dan
berlomba-lomba untuk meningkat-
kan kualitas pendidikan untuk
menuju pada kualifikasi sekolah
unggul. Sekarang ini hampir di
semua daerah kabupaten atau kota
terdapat sekolah unggul Muham-
madiyah,terutamauntuktingkatTK
dan Sekolah Dasar. Sekolah yang
dianggap unggul oleh masyarakat36
sehingga mereka menyekolahkan
anak-anak di situ pada umumnya
ada dua tipe; sekolah model kon-
vensional tetapi memiliki mutu
akademik yang tinggi, atau sekolah
model baru dengan menawarkan
Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140
134
37 Dalam sejarah perkembangan tafsir A-Qur’an pada garis besarnya terdapat dua model
penafsiran: tafsir al-ma’tsur (riwayat) dan tafsir al-mawdhu’iy (tematik). Yang pertama, metode
ma’tsur, dalam menafsirkan al-Qur’an didasarkan atas tiga sumber; penafsiran Nabi
Muhammada saw., penafsiran sahabat-sahabat Nabi, dan dan penafsiran tabiin. Sedangkan
metode mawdhu’iy memiliki dua pengertian: (1) penafsiran menyangkut satu surat dalam
al-Qur’an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema
semtralnya, serta menghubungkan persoalan yang beraneka ragam dalam surat tersebut
sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan. (2)
penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas satu masalah
tertentu dari berbagai ayat atau surat al-Qur’an dan yang sedapat mungkin dirunut sesuai
dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat
tersebut guna menarik petunjuk al-Qur’an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.
Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1993) hlm. 71-74. Berbeda
dengan kedua penafsiran tersebut, menurut Prof Sholeh tafsir sistem tidak menterjemahkan
teks (simbol) ke teks (simbol) tapi langsung pada realitas.
metodepembelajaranmutakhiryang
lebih interaktif sehingga memiliki
daya panggil luas.
Ada beberapa sisi menarik dari
Sekolah Model Baru ini. Pada
umumnya dikelola oleh anak-anak
muda, memakai sistem full day
school (waktu pembelajaran hingga
sore hari), memakai metode-metode
baru dalam pembelajaran. Hampir
semua SD model baru ini justru
muncul atau gedungnya itu berasal
dari SD Muhammadiyah yang
sudah mati, tapi dengan manajemen
dan sistem pendidikan baru dapat
tumbuh menjadi sekolah unggul,
misal; di Jakarta ada SD Muham-
madiyah 8 Plus yang berada di
Duren Sawit, Sekolah Kreatif SD
Muhammadiyah 16 Surabaya, SD
Muhammadiyah Alternatif di
Magelang, SD Muhammadiyah
Condong Catur di Yogyakarta,
termasuk SD Muhammadiyah Pro-
gram Khusus Kotta-barat Surakarta.
Perjumpaan penulis dengan
mereka (kepala-kepala sekolahnya)
menunjukkan bahwa inovasi-ino-
vasi pendidikan yang dikembang-
kan, meskipun sudah cukup signi-
fikan belum menyentuh pada perso-
alan krusial, yakni mencoba meru-
muskan bagaimana filsafat dan
kurikulum pendidikan alternatif.
Ahmad Solikhin, Kepala SD Mu-
hammadiyah Condong Catur,
sudah merasakan urgensinya
namun belum menjadi kesadaran
bersama sehingga belum ada upaya-
upaya serius untuk merumuskan
satu sistem pendidikan alternatif
yang islami. Ikhtiar untuk coba
merumukan satu sistem pendidikan
alternatif mulai tumbuh di SD
Muhammadiyah Program Khusus
Kottabarat Surakarta di bawah
bimbingan langsung seorang pakar
pendidikan khusus, Prof. Sholeh
YAI, Ph.D. Adalah menarik untuk
mengikuti dari dekat proses-proses
yang sedang berlangsung di dalam-
nya.
Untuk meraih kembali kegemi-
langan Islam, menurut Prof. Sholeh,
sudah tinggi waktunya untuk
segera menafsirkan Al-Qur’an
dengan pendekatan sistem, atau
Tafsir Sistem37
. Pada instansi
135
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali)
38 M. Sholeh YAI & Mohamad Ali, “Menuju Kurikulum Berbasis Tauhid” dalam. PK
Media II/2004.
39 Sudah satu tahun lebih Tim SD Muhammadiyah Program Khsusus Kottabarat dengan
bimbingan Prof. Sholeh mencoba menyusun kurikulum tersendiri yang berbasis Tauhid,
dan proses ini masih terus berlangsung mungkin sudah mencapai 95%. Secara skematis
urutannya adalah: Al-Qur’an dan Sunnah juga Asmaul Husna, materi, perkembangan anak,
lingkungan (sekolah, rumah, dan masyarakat), prosedur dan proses, dan tujuan (jangka
pendek dan panjang). Berdasarkan urutannya terlihat dengan jelas bahwa Al-Qur’an diletakkan
di bagian depan yang bermakna bahwa semua tema pembelajaran (baca: ayat kauniyah)
dilandasi dengan dengan konsep wahyu (ayat qauliyah) yang tidak boleh dilupakan bahwa
alur penjelasannya harus mempertimbangkan tingkat perkembangan peserta didik. Lebih
dari itu, konsep-konsep itu juga musti dieksplorasi baik di lingkungan sekolah (ustadz/
ustadzah dan peserta didik lain), lingkungan keluarga (orang tua dan saudaranya), dan
lingkungan sosial (warga masyarakat). Dengan pembelajaran yang demikian, diharapkan
mereka tidak hanya menjadi orang yang profesional di bidangnya sekaligus manusia yang
berkualifikasi Ulul Albab.
pendidikan ada satu konsep kunci
yang musti dirumuskan, yakni ide
fitrah berupa tauhid. Dengan
demikian, orientasi filsafat dan
kurikulum pendidikan bertitik tolak
dari konsep Tauhid. Bagaimana
tauhid mendasari pendidikan di SD
Muhammadiyah Program Khusus,
mari kita ikuti penjelasan berikut:
Berseberangandenganpandang-
an hidup (paradigma pendidikan)
kaum sekuler yang menempatkan
material-duniawiyah sebagai tujuan
utama. Paradigma pendidikan Islam
justru mengaksentuasikan nilai-nilai
tauhid sebagai tujuan yang paling
prinsipil dan substansial. SD Mu-
hammadiyah Program Khusus
menjadikan tauhid sebagai landasan
pokok kurikulum yang secara kong-
krit terejawantahkan dalam seluruh
proses pembelajaran. Kurikulum
yang ada dimodifikasi, dirancang,
dan didesain sedemikian rupa
sehingga nilai-nilai tauhid menjiwai
dan mempola seluruh mata
pelajaran; pembelajaran matema-
tika, sains, bahasa dan materi lain
diorientasikan untuk mengungkit
kembali potensi tauhid (baca fitrah),
menumbuhkembangkan,danmeng-
aktualisasikannya dalam kehidupan
sehari-hari38
.
Secara kasat mata adalah mu-
dah untuk mengatakan bahwa
seluruh lembaga pendidikan Islam,
apalagi sekolah Muhammadiyah,
sudah otomotis berdasarkan tauhid.
Bukankah di sekolah tersebut
diajarkan materi agama yang relatif
banyak? Kenyataan di lapangan
menunjukkansebaliknya.Ketiadaan
orientasi filsafat pendidikan pada
urutannya membawa kebingungan
pada diri pendidik sehingga ketika
mengajarpesertadidiksangatmung-
kin tergelincir pada filsafat pendi-
dikan sekuler. Dengan demikian,
tanpa disadari kita telah ikut meng-
kampanyekan paham sekularisme.
Bagaimana kedudukan Tauhid da-
lam penyusunan kurikulum39
di SD
Muhammadiyah Program Khusus,
kita simak uraian di bawah ini:
Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140
136
Sebuah ilustrasi berikut mung-
kin bisa membantu: puluhan truk
(rit) pasir, sejumlah sak semen dan
beberapa kaleng cat tidak begitu
bermakna apabila hanya di pajang
di toko atau disimpan di gudang.
Material itu menjadi bermakna di
tangan tukang batu atau arsitek,
beragam bentuk bangunan atau
arsitektur akan bisa diwujudkan.
Dalam konteks pendidikan ilustrasi
tersebutmenjadijelas;melimpahnya
materi tentang aqidah, akhlak, al-
Qur’an-Hadits, atau hafalan sekian
juz plus materi ilmu umum menjadi
tidak bermakna manakala dijejalkan
begitu saja ke peserta didik dalam
keadaan saling terpisah dan bersifat
parsial40
.
Kita menyadari bahwa ikhtiar
membangun kurikulum berbasis
tauhid (KBT) tidak semudah
membalikkan telapak tangan dan
membutuhkan beberapa generasi
untuk merealisasikannya, tapi
langkah itu setidaknya telah
meletakkan satu batu bata untuk
pembangunan peradaban Islam
yang kokoh dan anggun. Kerja di
pendidikan adalah kerja-kerja yang
sangat stategis dalam rangka
meretas generasi masa depan yang
berkualitas. Mungkin ada yang
bertanya, bagaimana aktualisasi
KBT di SD Muhammadiyah Pro-
gram Khusus? Untuk sekarang ini
masih terlalu dini untuk melakukan
penilaian, tapi paling tidak sebuah
penilaian awal yang bersifat umum
perlu dikemukakan. Perlu ditekan-
kan di sini, bahwa ini adalah pengli-
hatan awal dari sebuah proses yang
masih sedang berlangsung sehingga
tidak menutup kemungkinan ada
perubahan di kemudian hari.
Pertama, peserta didik pada
umumnya berani mengekspresikan
diri, ada keberanian untuk mengu-
tarakan pikirannya. Meski ada
keberatan dari beberapa orang tua
dan guru karena alasan etika atau
unggah ungguh, seiring meningkat-
nya kedewasaan masalah ini pasti
akan tertata dengan sendirinya.
Kemampuaniniadalahsesuatuyang
sangat berharga, dan telah meng-
hilang di sekolah-sekolah konven-
sional. Banyak temuan di lapangan,
anak-anak berani mengingatkan or-
ang tuanya yang lupa makan
dengan berdiri, mengingatkan
mereka untuk sholat. Fenomena ini
disebabkan atau dilatar belakangi
oleh (a) alasan agama yang memang
ditanamkan di sekolah ini, bahwa
yang wajib ditakuti (dalam makna
positif) dan Yang Maha Benar
adalah Allah karenanya selain Dia
tidak perlu ditakuti dan ada ke-
mungkinan melakukan kekeliruan
sehinggasudahpadatempatnyabila
diingatkan, tidak terkecuali orang
tua atau guru. Dan, karena (b) model
pembelajaran inklusi yang dikem-
bangkan oleh sekolah. Dengan
pembatasan jumlah siswa maksimal
30 perkelas dan diampu 2 guru
memungkinkan setiap potensi anak
40 M. Sholeh YAI & Mohamad Ali, Menuju………. hlm. 39
137
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali)
terdeteksi oleh guru sehingga dapat
ditumbuhkan secara optimal.
Kedua, semangat anak-anak
untuk mempraktekkan ajaran
agama sangat tinggi, sejak kelas 1
ditanamkan untuk selalu shalat
wajib lima waktu secara berjamaah.
Mulaikelas3sudahkelihatanbahwa
mereka rata-rata lebih suka shalat
berjamaah di masjid, bahkan ada
beberapa anak yang sudah secara
rutin menjalankan shalat Tahajud.
Keadaan ini sedikit banyak merupa-
kan buah dari pendekatan praktek
dalam pembelajaran agama. Agama
bukan hanya olah intelektual yang
berisi konsep-konsep abstrak atau
menjadi hafalan di kepala, tapi
dengan mempraktekkan secara
langsung apa yang diperintahkan
oleh Islam dan menghindari apa
yang dilarangnya.
Ketiga, muncul rasa ingin tahu
yang besar pada diri anak-anak
untuk segera memahami suatu
permasalahan. Ini memang sudah
dirancang, di mana semua tema
pembelajaran harus dikaitkan
dengan problem-problem konkrit di
lapangan, baik yang dilakukan
secara reguler berupa Praktek
Pembelajaran Lapangan (PPL) yang
dilakukan setahun 2 kali maupun
dengan model riset laboratorium.
REFLEKSI
Apabila Muhammadiyah be-
nar-benar mau membangun seko-
lah/universitas unggul maka harus
ada keberanian untuk merumuskan
bagaimana landasan filosofis pendi-
dikannya sehingga dapat meletak-
kan secara tegas bagaimana posisi
lembaga-lembaga pendidikan Mu-
hammadiyah dihadapan pendi-
dikan nasional, dan kedudukannya
yang strategis sebagai pengem-
bangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta fungsinya sebagai
wahana dakwah Islamiyah. Ketia-
daan orientasi filosofis ini jelas
sangat membingungkan; apa harus
mengikuti arus pendidikan nasional
yang sejauh ini kebijakannya belum
menuju pada garis yang jelas karena
setiap ganti menteri musti ganti
kebijakan. Kalau memang memilih
pada pengembangan iptek maka
harus ada keberanian memilih arah
yang berbeda dengan kebijakan
pemerintah. Model pondok Gontor
bisa dijadikan alternatif, dengan
bahasa dan kebebasan berfikir
terbukti mampu mengantarkan
peserta didik menjadi manusia-
manusia yang unggul.
Jika menengok sekolah/univer-
sitas Muhammadiyah saat ini, dari
sisi kurikulumnya itu sama persis
dengan sekolah/universitas negeri
ditambah materi al-Islam dan
Kemuhammadiyahan. Kalau meli-
hat materi yang begitu banyak,
maka penambahan itu malah
semakin membebani anak, karena-
nyaamatjaranglembagapendidikan
melahirkan bibit-bibit unggul.
Apakah tidak sudah waktunya
untukmerumuskankembalial-Islam
dan Kemuhammadiyahan yang
terintegrasikan dengan materi-
materi umum, atau paling tidak
disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik; misalnya, evaluasi
Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140
138
materi ibadah dan Al-Qur’an, serta
bahasa dengan praktek langsung,
tidak dengan sistem ujian tulis
seperti sekarang ini.
Sembari merumuskan orientasi
filosofis pendidikan, pendidikan Is-
lam (Muhammadiyah) memerlukan
kepekaan dalam memahami per-
kembangan kehidupan dan men-
jawab setiap kebutuhan baru yang
timbul dari cita-cita anggota masya-
rakat dengan strategi sebagai beri-
kut41
: (1) mengusahakan nilai-nilai
islami dalam pendidikan Islam
menjadi ketentuan standar bagi
pengembangan moral atau masya-
rakat yang selalu mengalami peru-
bahan itu; (2) mengusahakan peran
pendidikan Islam dalam mengem-
bangkanmoralpesertadidiksebagai
dasar pertimbangan dan pengendali
tingkah lakunya dalam menghadapi
norma sekuler; (3) mengusahakan
norma Islami yang mampu menjadi
pengendali kehidupan pribadi
dalam menghadapi goncangan
hidup dalam era globalisasi ini
sehingga para peserta didik mampu
menjadi sumber daya insani yang
berkualitas; (4)mengusahakan nilai-
nilai islami dapat menjadi pengikat
hidup bersama dalam rangka
mewujudkan persatuan dan kesa-
tuan umat Islam yang kokoh dengan
tetap memperhatikan lingkungan
kepentingan bangsa; dan (5)
mengusahakan sifat ambivalensi
pendidikan Islam agar tidak timbul
pandangan yang dikotomis.
41 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam. Surabaya:
Karya Abditama, 1996. hlm. 126.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkhan.1993. Paradigma Intelektual Muslim;Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta: SIPRESS.
_____. 1990. Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam
Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Abdul Mukti Ali. 1985. Interpretasi Amalan Muhammadiyah. Jakarta:
Harapan Melati.
_____. 1987. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta: Rajawali Pers.
Achmadi. 1992. Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta
Aditya Media.
139
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali)
Ahmad Syafii Maarif. “Pendidikan Muhammadiyah: Aspek Normatif dan
Filosofis” dalam M Yunan Yusuf & Piet H. Chaidir. 2000. Filsafat
Pendidikan Muhammadiyah: Naskah Awal. Jakarta: Majlis
Dikdasmen PP Muhammadiyah.
Ahmad D. Marimba.1989. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Al-
Maarif.
Ahmad Tafsir. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung;
Rosdakarya.
Amir Hamzah Wirjosukarto.1968. Pembaharuan Pendidikan dan
Pengajaran yang diselenggarakan oleh Pergerakan Muham-
madiyah.Malang: Ken Mutia.
Brubacher, John S. 1978. Modern Philosophies of Education. New York:
McGraw-Hill Book Company.
CA van Peursen. 1980. Orientasi di Alam Filsafat. Jakarta: Gramedia.
HM Arifin.1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Imam Barnadib. 1982. ArtidanMetodeSejarahPendidikan. Yogyakarta:FIP-
IKIP Yogyakarta.
Karel A. Steenbrink.1994. Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam
dalam Kurun Modern. Jakarta; LP3ES.
Marpuji Ali & Mohamad Ali, “Meretas Sekolah Unggul dan Menata Majlis
Dikdasmen Muhammadiyah” dalam Suara Muhammadiyah 1-
15 Oktober 2004.
M. Sholeh YAI & Mohamad Ali. “Menuju Kurikulum Berbasis Tauhid”
dalam PK Media edisi II/2004.
MT Arifin.1987. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah dalam
Pendidikan. Jakarta: Pustaka Jaya.
M Yunan Yusuf & Piet H. Chaidir. “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah:
Sebuah Perumusan Awal” dalam M Yunan Yusuf & Piet H. Chaidir
(ed.). 2000. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Naskah Awal.
Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah.
M. Rusli Karim. “Pendidikan Muhammadiyah dilihat dari Perspektif Is-
lam” dalam M.Yunan Yusuf dkk. (ed.). 1985. Cita dan Citra
Muhammadiyah. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140
140
Mahsun Suyuthi. “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah Kembali Tergugat”
dalam Amien Rais (ed). 1984. Pendidikan Muhammadiyah dan
Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M
M. Quraish Shihab. 1993. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Muhammad Quthb. 1984. Sistem Pendidikan Islam. Terjemahan Salman
Harun. Bandung: Al-Ma’arif
Noeng Muhadjir.1987. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta:
Rake Sarasin.
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany. 1979. Falsafah Pendidikan Is-
lam. Terjemahan Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang.
Soegarda Purbakatja. 1970. Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka.
Jakarta: Gunung Agung.
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. 1996. Dasar-Dasar Kependidikan
Islam. Surabaya: Karya Abditama.
ty

More Related Content

Similar to Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau dasar yang menjadi pedoman dalam menjalankan Aktivitasnya

Manajemen pengelolaan pesantren
Manajemen pengelolaan pesantrenManajemen pengelolaan pesantren
Manajemen pengelolaan pesantrenFeni Prasetiya
 
Pengantar pemikiran pendidikan islam
Pengantar pemikiran pendidikan islamPengantar pemikiran pendidikan islam
Pengantar pemikiran pendidikan islamYusuf Hasyim Addakhil
 
Pergumulan jaringan intelektual keislaman
Pergumulan jaringan intelektual keislamanPergumulan jaringan intelektual keislaman
Pergumulan jaringan intelektual keislamanQowim Musthofa
 
Bab i proposal
Bab i  proposalBab i  proposal
Bab i proposalAbie Tomy
 
Pendidikan muhammadiyah menuju indonesia berkemajuan zamroni (doc)
Pendidikan muhammadiyah menuju indonesia berkemajuan zamroni (doc)Pendidikan muhammadiyah menuju indonesia berkemajuan zamroni (doc)
Pendidikan muhammadiyah menuju indonesia berkemajuan zamroni (doc)Anjaya Wibawana
 
Dinamika pesantren11 55-1-pb
Dinamika pesantren11 55-1-pbDinamika pesantren11 55-1-pb
Dinamika pesantren11 55-1-pbahmad al haris
 
Tarbiyah Islamiyah sebagai Modal Pendidikan Masa Depan.pdf
Tarbiyah Islamiyah sebagai Modal Pendidikan Masa Depan.pdfTarbiyah Islamiyah sebagai Modal Pendidikan Masa Depan.pdf
Tarbiyah Islamiyah sebagai Modal Pendidikan Masa Depan.pdfpgmiidaqu
 
PENELITIAN STUDI ISLAM DI SMK AL-MUNAWWIR.docx
PENELITIAN STUDI ISLAM DI SMK AL-MUNAWWIR.docxPENELITIAN STUDI ISLAM DI SMK AL-MUNAWWIR.docx
PENELITIAN STUDI ISLAM DI SMK AL-MUNAWWIR.docxAvontur
 
manajemenpendidikanislam-160508051705 (1).pdf
manajemenpendidikanislam-160508051705 (1).pdfmanajemenpendidikanislam-160508051705 (1).pdf
manajemenpendidikanislam-160508051705 (1).pdfizatulsilmi1
 
Pendekatan dan Tantangan dalam Manajemen Pendidikan Islam
Pendekatan dan Tantangan dalam Manajemen Pendidikan IslamPendekatan dan Tantangan dalam Manajemen Pendidikan Islam
Pendekatan dan Tantangan dalam Manajemen Pendidikan IslamMythaChan
 
PEMIKIRAN M. ATIYAH AL-ABRASYI
PEMIKIRAN M. ATIYAH AL-ABRASYIPEMIKIRAN M. ATIYAH AL-ABRASYI
PEMIKIRAN M. ATIYAH AL-ABRASYISitiNurmawaddah
 
ISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAM
ISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAMISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAM
ISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAMLiseu Taqillah
 
Rekonstruksi pendidikan islam_di_indonesia
Rekonstruksi pendidikan islam_di_indonesiaRekonstruksi pendidikan islam_di_indonesia
Rekonstruksi pendidikan islam_di_indonesiaAveroez Averoez
 
Biografi HAMKA
Biografi HAMKABiografi HAMKA
Biografi HAMKAEka Fatma
 

Similar to Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau dasar yang menjadi pedoman dalam menjalankan Aktivitasnya (20)

Manajemen pengelolaan pesantren
Manajemen pengelolaan pesantrenManajemen pengelolaan pesantren
Manajemen pengelolaan pesantren
 
Pengantar pemikiran pendidikan islam
Pengantar pemikiran pendidikan islamPengantar pemikiran pendidikan islam
Pengantar pemikiran pendidikan islam
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Pend Lam
Pend LamPend Lam
Pend Lam
 
Makalah ipi
Makalah ipiMakalah ipi
Makalah ipi
 
Pergumulan jaringan intelektual keislaman
Pergumulan jaringan intelektual keislamanPergumulan jaringan intelektual keislaman
Pergumulan jaringan intelektual keislaman
 
Bab i proposal
Bab i  proposalBab i  proposal
Bab i proposal
 
Pendidikan muhammadiyah menuju indonesia berkemajuan zamroni (doc)
Pendidikan muhammadiyah menuju indonesia berkemajuan zamroni (doc)Pendidikan muhammadiyah menuju indonesia berkemajuan zamroni (doc)
Pendidikan muhammadiyah menuju indonesia berkemajuan zamroni (doc)
 
Dinamika pesantren11 55-1-pb
Dinamika pesantren11 55-1-pbDinamika pesantren11 55-1-pb
Dinamika pesantren11 55-1-pb
 
Profil kh ahmad dahlan
Profil kh ahmad dahlanProfil kh ahmad dahlan
Profil kh ahmad dahlan
 
Filsafat
FilsafatFilsafat
Filsafat
 
Tarbiyah Islamiyah sebagai Modal Pendidikan Masa Depan.pdf
Tarbiyah Islamiyah sebagai Modal Pendidikan Masa Depan.pdfTarbiyah Islamiyah sebagai Modal Pendidikan Masa Depan.pdf
Tarbiyah Islamiyah sebagai Modal Pendidikan Masa Depan.pdf
 
PENELITIAN STUDI ISLAM DI SMK AL-MUNAWWIR.docx
PENELITIAN STUDI ISLAM DI SMK AL-MUNAWWIR.docxPENELITIAN STUDI ISLAM DI SMK AL-MUNAWWIR.docx
PENELITIAN STUDI ISLAM DI SMK AL-MUNAWWIR.docx
 
manajemenpendidikanislam-160508051705 (1).pdf
manajemenpendidikanislam-160508051705 (1).pdfmanajemenpendidikanislam-160508051705 (1).pdf
manajemenpendidikanislam-160508051705 (1).pdf
 
Pendekatan dan Tantangan dalam Manajemen Pendidikan Islam
Pendekatan dan Tantangan dalam Manajemen Pendidikan IslamPendekatan dan Tantangan dalam Manajemen Pendidikan Islam
Pendekatan dan Tantangan dalam Manajemen Pendidikan Islam
 
PEMIKIRAN M. ATIYAH AL-ABRASYI
PEMIKIRAN M. ATIYAH AL-ABRASYIPEMIKIRAN M. ATIYAH AL-ABRASYI
PEMIKIRAN M. ATIYAH AL-ABRASYI
 
ISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAM
ISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAMISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAM
ISU-ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN ISLAM
 
Rekonstruksi pendidikan islam_di_indonesia
Rekonstruksi pendidikan islam_di_indonesiaRekonstruksi pendidikan islam_di_indonesia
Rekonstruksi pendidikan islam_di_indonesia
 
Biografi HAMKA
Biografi HAMKABiografi HAMKA
Biografi HAMKA
 
Radikal Islam
Radikal IslamRadikal Islam
Radikal Islam
 

Recently uploaded

Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxssuser8905b3
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 

Recently uploaded (20)

Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 

Salah satu referensi Filsafat Muhammadiyah.Menjelaskan beberapa prinsip atau dasar yang menjadi pedoman dalam menjalankan Aktivitasnya

  • 1. 123 Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali) FILSAFAT PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH: Tinjauan Historis dan Praksis Mohamad Ali & Marpuji Ali Dosen Al Islam & Kemuhammadiyahan UMS ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT Outstanding boarding school model or full day school has become a must for Muhammadiyah and it becomes the best alternative for general public to form the children’s personality in the middle of the globalization culture so that there are more outstanding schools emerging in big and small cities. There are three cases that want to be achieved from the school models, that is, (1) the students’ bravery to express themselves and their opinions, (2) motivation to exercise Islamic teachings more strongly, (3) curiosity to understand and overcome problems immediately. If Muhammadiyah wants to establish an excellent school, it needs to formulate its philosophical education basis framed with the purpose of national education and the concept of science in Islam. It can also be media of Islamic missionary endeavor (da’wah). Key words: Key words: Key words: Key words: Key words: full day school, philosophical Muhammadiyah education, Islamic quality. fe}. Islam should not only be seen from one aspect i.e. hudud {penal law}. Islam is not the tenth or eleventh legal administration but Islam must be comprehensively viewed from the developing eras. The maintenance of Islamic laws in Indonesia has been going on. There are some government’s laws based on Islamic laws, such as laws on zakat, mar
  • 2. Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140 124 PENDAHULUAN Prof. M. Yunan Yusuf, Ketua Majlis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muham- madiyah Pusat periode 2000-2005, acapkali melontarkan wacana “Ro- bohnya Sekolah Muhammadiyah” untuk menggambarkan betapa rendahnya rata-rata kualitas dan mutu sekolah yang diselenggarakan Muhammadiyah1 . Kritisi atas pendi- dikan Muhammadiyah juga muncul berkenaan dengan belum tercermin- nya nilai-nilai Islam dalam perilaku warga sekolah, belum berhasil menekanongkospendidikansampai 1 Seperti biasa, dengan retorika berapi-api Prof. Yunan Yusuf berulang kali melemparkan gagasan itu, misalnya dalam acara Diksuspala angkatan XV dan Workshop Sekolah Unggul Muhammadiyah yang berlangsung tiga kali masing-masing di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya sepanjang tahun 2004. Istilah ‘Robohnya Sekolah Muhammadiyah’ beliau pinjam dari sasatrawan asal Minang, AA Nafis (2000) melalui karyanya yang berjudul ‘Robohnya Surau kami’. Melalui cerpen ini Navis mengkritik kaum agamawan (para penganut agama, terutama Islam) yang terlalu bersemangat untuk meraih surga di akhirat tapi melupakan meraih “surga” di muka bumi ini melalui kerja-kerja kemanusiaan (menjalankan fungsinya sebagai khalifah), sampai akhirnya surau itu roboh. Dengan meminjam istilah itu, secara konotatif kemungkinan kritik itu diarahkan kepada warga Muhammadiyah yang berlomba- lomba mendirikan sekolahan hanya bermodal ikhlas tanpa memperhatikan mutu/kualitas dan standar kelayakan pendidikan sehingga begitu ada arus perubahan satu persatu sekolah- sekolah Muhammadiyah rontok, kehabisan murid seperti yang terjadi belakangan ini. Sedangkan secara denotatif, memang untuk menunjukkan bahwa bangunan gedung-gedung sekolah Muhammadiyah rata-rata sudah menua, reot sehingga benar-benar mau roboh. 2 Kritik itu diutarakan oleh saudara Mahsun Suyuthi, “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah Kembali Tergugat” dlm M. Amien Rais, Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M, 1985. hlm. 85-101. 3 Filsafat memang bukan hal yang mudah, namun di lain pihak dapat dikatakan bahwa setiap orang berfilsafat karena ia merefleksikan banyak hal. Berfilsafat merupakan salah satu kemungkinan yang terbuka bagi setiap orang, seketika ia mampu menerobos lingkaran kebiasaan yang tidak mempersoalkan hal ikhwal sehari-hari. Pernyataan inklisifitas filsafat tersebut disampaikan CA van Peursen, Orientasi di Alam Filsafat. Jakarta: Gramedia, 1980. hlm 1- 8. 4 Al-Syaibani menunjukkan beberapa kegunaan filsafat pendidikan dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan, yaitu: (1) untuk membentuk pemikiran yang sehat bagi para penyelenggara dan pengelola terhadap proses pendidikan; (2) dapat membentuk azas yang dapat ditentukan pandangan pengkajian yang umum dan yang khas; (3) untuk penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh; (4) menjadi sandaran intelektual atas tindakan- tindakan dalam pendidikan; (5) memberi corak dan pribadi yang khas dan istimewa sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan realitas sosial yang melingkunginya. Lihat Omar Mohammad Al Tomy Al-sya’bani, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. hlm. 32-38. ke batas termurah, belum sanggup menciptakan kultur islami yang representatif, telah kehilangan identitasnya, dan lebih kooperatif dengan kelompok penekan2 . Berba- gai kritik tersebut tidak cukup dijawab hanya dengan perombakan kurikulum, peningkatan gaji guru, pembangunan gedung sekolah ataupun pengucuran dana. Untuk menyahuti dan menuntaskan prob- lem-problem itu harus ada kebe- ranian untuk membongkar akar permasalahan yang sesungguhnya, yaitu karena belum tersedianya orientasi filosofis3 pendidikan Muhammadiyah4 dan teori-teori
  • 3. 125 Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali) 5 Persoalan ini telah digumuli secara intensif oleh Dr. Ahmad Tafsir mulai dari penelitian tesis sampai dengan disertasi dan pengalaman menjadi kepala SMP Muhammadiyah di Bandung selama 7 tahun, ia menuturkan: “Disertasi itu sendiri tidak terlalu baik, tapi ada satu hal penting yang saya temukan dalam penelitian itu: mengapa sekolah-sekolah Muhammadiyah secara pukul rata mutunya lebih rendah ketimbang sekolah pemerintah dan sekolah yang dikelola oleh lembaga Katolik”. Menurutnya ada dua kelemahan mendesar: pertama, umat Islam belum memperhatikan masalah mutu pendidikan; kedua, pengelola, kepala sekolah dan guru sekolah Islam/Muhammadiyah belum memiliki teori-teori pendidikan modern dan islami. Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam .Bandung: Rosdakarya, 1994. hlm. 1-3. 6 Winarno Surakhmad, “Ilmu Kependidikan untuk Pembangunan” dalam. Prisma No 3/1986. 7 Mahsun Suyuthi, “Filsafat ... hlm. 96. 8 Rusli Karim melihat bahwa ijtihad KH Ahmad Dahlan untuk mengadopsi sistem pendidikan model Barat adalah satu jalan pintas, keterpaksaan (baca: dharurat). Sebab, Kyai melihat bahwa pendidikan merupakan kunci untuk melakukan berbagai perintah agama. Mengingat sistem pendidikan kolonial dianggap yang terbaik maka jalan yang paling mudah adalah dengan mengadopsi sistem tersebut lalu disempurnakan dengan penambahan mata pelajaran agama. Generasi sesudah Kyai Dahlan lebih disibukkan untuk mendirikan lembaga pendidikan hasil ijtihad, bukan menangkap subsatansi ijtihad yaitu bagaimana mengintegrasikan/mensintasakan ilmu umum dan ilmu agama, karenanya cita-cita Kyai untuk melahirkan ulama-intelek dan intelek ulama belum dapat terpenuhi. pendidikan modern dan islami5 . Karena adakalanya keterbela- kangan sektor kependidikan suatu bangsa atau suatu umat disebabkan tidakterutamaolehketerbelakangan infrastruktur yang mendukungnya tetapi oleh perangkat konsep yang mendasarinya6 . Dalam usia Muhammadiyah menjelang satu abad dengan jumlah lembaga pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai de- ngan Perguruan Tinggi ribuan, adalah suatu yang aneh Muham- madiyah belum mempunyai filsafat pendidikan. Bagaimana mungkin kerja hiruk-pikuk pendidikan tanpa satu panduan cita-cita yang jelas? Apalagi bila dikaitkan dengan upaya mendidik dalam rangka pem- bentukan generasi ke depan. Ketia- daan penjabaran filsafat pendidikan ini, menurut Mahsun Suyuthi, merupakan sumber utama masalah pendidikan di Muhammadiyah7 . Bahkan Rusli Karim menengarai bahwakekosonganorientasifilosofis ini ikut bertanggung jawab atas penajaman dikotomi antara “ilmu- ilmu keagamaan” dan “ilmu umum”, yang pada giliran berikut- nya akan melahirkan generasi yang berkepribadian ganda yang tidak menutup kemungkinan justru akan melahirkan“musuh”dalamselimut8 . Dengan demikian, sudah tinggi waktunya untuk bergegas mencoba menjajagi kemungkinan munculnya satu alternatif rumusan pendidikan Muhammadiyah sebagai ikhtiar meniti jalan baru pendidikan Muhammadiyah. Menyatakan bahwa pendidikan Muhammadiyah belum memiliki rumusanfilosofisbukanberartitidak ada sama sekali perbincangan ke
  • 4. Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140 126 9 Ahmad Syafii Maarif, “Pendidikan Muhammadiyah: Aspek Normatif dan Filosofis” dlm M. Yunan Yusuf dan Piet H. Chaidir (ed.), Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah, 2000. hlm. 19-27. 10 Buku ini ditulis oleh para intelektual Muhammadiyah seperti: Ahmad Ahzar Basyir, Ahmad Syafii Maarif, Mochtar Buchori, Noeng Muhadjir, Yunan Yusuf, dan lain-lain. Sedangkan tema-tema yang dipilih meliputi: manusia dalam perspektif Al-Qur’an, psikologi dalam perspektif al-Qur’an, Pendidikan dalam perspektif Al-Qur’an tinjauan mikro dan makro, sains dan teknologi dalam perspektif Al-Qur’an, dan pendidikan Al-Qur’an di perguruan tinggi. 11 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta: Sipress, 1993. arah itu. Laporan seminar nasional filsafat pendidikan Muhammadiyah Majlis Dikdasmen Muhammadiyah Pusat, telah mulai menyinggung pembahasan tentang filsafat pendi- dikan Muhammadiyah, terutama tulisan A. Syafii Maarif yang ber- judul “Pendidikan Muhammadi- yah, aspek normatif dan filosofis”. Sesuai dengan temanya, Maarif hanya menelusuri hasil-hasil keputusan resmi Muhammadiyah (aspek normatif) dan orientasi filosofis konsep ulul albab9 . Demi- kian pula buku suntingan Yunahar Ilyas dan Muhammad Azhar ber- judul Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an10 yang ditulis oleh tokoh- tokoh Muhammadiyah, berusaha mengelaborasi konsep-konsep pen- didikan di dalam Al-Qur’an dan mendialogkan wahyu dengan per- kembangan teori-teori pendidikan mutakhir. Karya terakhir yang patut dipertimbangkan adalah buku Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah karya Abdul Munir Mulkhan11 , seorang aktifis Muham- madiyah. Menurutnya, kemacetan intelektualisme Islam serta keman- degan ilmu pengetahuan dan tek- nologi di dunia Muslim akibat berkembangnya semacam “ideologi ilmiah” yang menolak apapun yang bukan berasal dari Islam. Artikel ini secara hati-hati akan coba mencari alternatif filsafat pendidikan Muhammadiyah dan merumuskannya pada tingkat praksis, ditingkat kurikulum pendi- dikan. Untuk melangkah ke arah itu, pertama akan ditelusuri proble- matika perumusan filsafat pendi- dikan Islam sebagai payung besar pendidikan Muhammadiyah. Ke- dua, melacak gagasan kunci dan praksis pendidikan Kyai Ahmad Dahlan yang bertitik tolak dari pendidikan integralistik. Ketiga, menjajagi kemungkinan tauhid sebagaititiktolakperumusanfilsafat pendidikan Muhammadiyah, dan kemudian ditutup dengan refleksi. LANDASAN FILOSOFIS PENDI- DIKAN ISLAM Filsafatyangdianutdandiyakini oleh Muhammadiyah adalah ber- dasarkan agama Islam, maka seba- gai konsekuensinya logik, Muham- madiyah berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan
  • 5. 127 Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali) 12 Pedoman Guru Muhammadiyah, Seri MPP No. 5, hlm. 26. 13 M. Yunan Yusuf & Piet H. Khaidir, “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Sebuah Perumusan Awal” dlm M.Yunan Yusuf & Piet H. Khaidir (ed.) Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Naskah Awal. Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah, 2000. hlm. 1-2. 14 Di sini dibedakan antara Pendidikan Islam dan Pendidikan Agama Islam. Pendidikan Islammeliputisegalausahauntukmemeliharadanmengembangkanfitrahmanusiadanberbagai potensi yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam. Sedangkan pendidikan agama Islam lebih dikhususkan pada usaha memelihara dan mengembangkan fitrah keberagamaan subjek didik agar lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam. Makna pendidikan Islam mengacu pada pengertian yang pertama, karenanya tidak terbatas pada mata pelajaran agama seperti fikih, aqidah, syariah tapi mencakup seluruh bidang studi yang memakai pendekatan Islam. Lihat, Achmadi, Islamsebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media, 1992. hlm. ix. 15 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Maarif, 1989. hlm 24. 16 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1979. hlm. 27. 17 HM Arifin, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1994. hlm. 27. 18 Mulkhan, Paradigma ...... hlm. 74. Muhammadiyah atas prinsip- prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya12 . Filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan ke depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Dalam kaitan ini filsafat pendidikan Muhammadiyah tidak dapat dilepaskan dari filsafat pendidikan Islam, karena yang dikerjakan oleh Muhammadiyah pada hakikatnya adalah prinsip- prinsipIslamyangmenurutMuham- madiyah menjadi dasar pijakan bagi pembentukan manusia Muslim13 . Oleh karena itu, sebelum mengkaji orientasi filsafat pendidikan Mu- hammadiyah perlu menelusuri konsep dasar filsafat pendidikan Is- lam yang digagas oleh para pemikir maupunpraktisipendidikanIslam14 . Filsafat pendidikan Islam membincangkan filsafat tentang pendidikan bercorak Islam yang berisi perenungan-perenungan mengenai apa sesungguhnya pendi- dikan Islam itu dan bagaimana usaha-usaha pendidikan dilaksa- nakan agar berhasil sesuai dengan hukum-hukumIslam15 .Mohd.Labib Al-Najihi, sebagaimana dikutip Omar Mohammad Al-Toumy Al- Syaibany, memahami filsafat pen- didikansebagaiaktifitaspikiranyang teratur yang menjadikan filsafat itu sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan16 . Suatu filsafat pendidikan yang berdasar Islam tidak lain adalah pandangan dasar tentang pendidikan yang bersum- berkan ajaran Islam dan yang orientasi pemikirannya berdasarkan ajaran tersebut17 . Dengan perkataan lain,filsafatpendidikanIslamadalah suatu analisis atau pemikiran rasionalyangdilakukansecarakritis, radikal, sistematis dan metodologis untuk memperoleh pengetahuan mengenai hakikat pendidikan Is- lam18 .
  • 6. Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140 128 19 Al-Syaibany, Falsafah..... hlm. 47-50. 20 Mulkhan, Paradigma ....... hlm 78. 21 Arifin, Filsafat ......... hlm. 176. Al-Syaibany menandaskan bah- wa filsafat pendidikan Islam harus mengandung unsur-unsur dan sya- rat-syarat sebagai berikut: (1) dalam segalaprinsip,kepercayaandankan- dungannyasesuaidenganruh(spirit) Islam; (2) berkaitan dengan realitas masyarakat dan kebudayaan serta sistem sosial, ekonomi, dan politik- nya; (3) bersifat terbuka terhadap segala pengalaman yang baik (hik- mah); (4) pembinaannya berdasar- kan pengkajian yang mendalam denganmemperhatikanaspek-aspek yangmelingkungi;(5)bersifatuniver- sal dengan standar keilmuan; (6) selektif, dipilih yang penting dan sesuai dengan ruh agama Islam; (7) bebas dari pertentangan dan per- sanggahan antara prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasarnya; dan (8) proses percobaan yang sungguh-sungguh terhadap pemikiran pendidikan yang sehat, mendalam dan jelas19 . Objek kajian filsafat pendidikan Islam, menurut Abdul Munir Mulkhan20 , dapat dibedakan men- jadi dua jenis yaitu objek material dan objek formal. Objek material filsafat pendidikan Islam adalah bahan dasar yang dikaji dan dianalisis, sementara objek formal- nya adalah cara pendekatan atau sudut pandang terhadap bahan dasar tersebut. Dengan demikian, obyek material filsafat pendidikan Islam adalah segala hal yang berkaitan dengan usaha manusia secara sadar untuk menciptakan kondisi yang memberi peluang berkembangnya kecerdasan, penge- tahuan dan kepribadian atau akhlak peserta didik melalui pendidikan. Sedangkan objek formalnya adalah aspek khusus daripada usaha manusia secara sadar yaitu pen- ciptaan kondisi yang memberi pelu- ang pengembangan kecerdasan, pengetahuan dan kepribadian sehingga peserta didik memiliki kemampuan untuk menjalani dan menyelesaikanpermasalahanhidup- nya dengan menempatkan Islam sebagai hudan dan furqan. Sebagaimana dinyatakan Ari- fin21 , bahwa filsafat pendidikan Is- lam merupakan ilmu yang eksten- sinya masih dalam kondisi per- mulaan perkembangan sebagai disiplin keilmuan pendidikan. Demikianpulasistematikanya,filsafat pendidikanIslammasihdalamproses penataanyangakanmenjadikompas bagi teorisasi pendidikan Islam. Kalau demikian, apabila filsafat pendidikanMuhammadiyahmenga- cu atau sama dengan filsafat pendi- dikan Islam sebenarnya masih me- munculkan masalah, sebab ia masih rentan dan belum kukuh untuk disebut sebagai sebuah disiplin ilmu baru. Pada titik ini, orientasi filsafat pendidikan Muhammadiyah itu da-
  • 7. 129 Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali) 22 Lihat: Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran yang di Selenggarakan oleh Muhammadiyah. Malang: Ken Mutia, 1968; MT Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1987; Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka. Jakarta: Gunung Agung, 1970; karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta: LP3ES, 1994, untuk menyebut beberapa pengkaji pendidikan di Indonesia terkemuka. Para peneliti itu umumnya memakai pendekatan sejarah dalam mengkaji pendidikan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah sehingga tidak mampu menyingkap lebih jauh apa sebenarnya ide dasar dibalik pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan. Padahal, idealnya kajian sejarah itu dilengkapi dengan filsafat pendidikan sehingga mampu menggambarkan secara utuh proses yang berlangsung sebagaimana ditandaskan oleh Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1987; dan Imam Barnadib, Arti dan Metode Sejarah Pendidikan. Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 1982. 23 Contoh yang sangat bagus untuk kajian ini dilakukan oleh Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam. Bandung: PT AlMaarif, 1984. Bertitik tolak dari ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah ia mencoba merumuskan bagaimana sistem pendidikan Islam melalui tema-tema: alat dan tujuan, ciri-ciri khas sistem pendidikan Islam, jaringan-jaringan yang berlawanan pada diri manusia 24 Sebuah kajian mendalam tentang model ini dilakukan oleh John S. Brubacher, Modern Philosophies of Education. New York: McGraw-Hill, 1978. Brubacher mendaftar tidak kurang dari dua belas (12) mazhab filsafat yang berpengarung dalam pengembangan pendidikan, eksistensialisme, organisme, idealisme, realisme, rekonstrusionisme dan lain-lain. patmemperkayadanmemperkukuh kedudukanfilsafatpendidikanIslam. KYAI AHMAD DAHLAN: PERE- TAS PENDIDIKAN INTEGRA- LISTIK Meskipun tema pembaharuan pendidikan Muhammadiyah mem- peroleh perhatian yang cukup serius dari para pengkaji sejarah pendi- dikan Indonesia22 , namun sejauh ini belum ada satu karya pun yang menunjukkan bagaimana sebenar- nya model filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh Muhammadi- yah. Untuk melangkah ke arah itu bisa dilakukan dengan beberapa pendekatan: (1) pendekatan nor- matif yakni bertitik tolak dari sumber-sumber otoritatif Islam (al- Qur’an dan Sunnah Nabi), ter- utama tema-tema pendidikan, kemudian dieksplorasi sedemikian rupasehinggaterbangunsatusistem filsafat pendidikan23 ; (2) pendekatan filosofis yang diberangkatkan dari mazhab-mazhab pemikiran filsafat kemudian diturunkan ke dalam wilayah pendidikan24 ; (3) pende- katan formal dengan merujuk pada hasil-hasil keputusan resmi persya- rikatan; (4) pendekatan historis- filisofis yaitu dengan cara melacak bagaimana konsep dan praksis pendidikan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kunci dalam Muham- madiyah lalu dianalisis dengan pendekatan filosofis. Corak pende- katan keempat yang dipilih dalam tulisan ini, dengan menampilkan Kyai Dahlan, pendiri Muhammadi- yah, sebagai tokoh kuncinya. Benar
  • 8. Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140 130 25 Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1990. hlm. 13-14. 26 Nurcholish Madjid, “Tentang Cendekiawan dan Pembaharuan” dalam. Aswab Mahasin & Ismed Natsir (ed.) Cendekiawan dan Politik. Jakarta: LP3ES,1984. hlm. 310-314. 27 Ridwan Saidi, “Catatan di sekitar Regenerasi dalam Kelompok Islam” dalam Prisma No 2 Februari 1980. bahwa dia belum merumuskan landasan filosofis pendidikan tapi sebenarnya ia memiliki minat yang besar terhadap kajian filsafat atau logika sehingga pada tingkat tertentu telah memberikan jalan lempang untuk perumusan satu filsafat pendidikan. K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action, sehingga sudah pada tempatnya apabila me- wariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan kyai musti lebih banyak merujuk pada bagaimana ia membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir Kyai yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati karena menunjukkansecaraeksplisitkonsen Kyai terhadap pencerahan akal suci melaluifilsafatdanlogika.Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang meng- gambarkan tingginya minat Kyai dalam pencerahan akal25 , yaitu: (1) pengetahuan tertinggi adalah pengetahuantentangkesatuanhidup yang dapat dicapai dengan sikap kritisdanterbukadenganmempergu- nakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci; (2) akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia; (3) ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah SWT. Pribadi Kyai Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehinggameskipun tidak punya latar belakang pen- didikanBarattapiiamembukalebar- lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid26 . Dia da- patdikatakansebagaisuatu“model” daribangkitnyasebuahgenerasiyang merupakan “titik pusat” dari suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawabtantangan-tantanganyang dihadapigolonganIslamyangberupa ketertinggalan dalam sistem pen- didikan dan kejumudan paham agama Islam27 . Berbeda dengan tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih menaruh perhatian pada persoalan politik dan ekonomi, Kyai Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Titik bidik pada dunia pendidikan pada gilirannya mengantarkannya me- masuki jantung persoalan umat
  • 9. 131 Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali) 28 Secara resmi tahun 1901 adalah awal dimulainya ethische politiek oleh pemerintah Belanda yang dimaksudkan untuk membayar hutang budi (ereschuld) negeri Belanda kepada Indonesia dengan cara meningkatan tingkat melek huruf anak-anak Indonesia melalui pengadaan lembaga-lembaga pendidikan model Belanda. Hasrat untuk menyelenggarakan pendidikan model Barat sangat besar, terbukti dengan menjamurnya sekolah-sekolah swasta. Ini dapat dipahami karena jabatan-jabatan pemerintah membutuhkan lulusan dari sekolah- sekolah Belanda dan pendidikan Barat memungkinkan orang untuk bergaul dan berhubungan dengan bangsa Belanda pada taraf yang sama atau setidak-tidaknya lebih tinggi dari pada jika hanya berpendidikan Indonesia. Kebijakan ini dari sisi kuantitas tidak begitu signifikan, tapi telah mampu menyadarkan rakyat Indonesia akan pentingnya pendidikan sebagai sarana mobilitas sosial sehingga mampu memunculkan kaum elit baru yang peduli kepada bangsanya yang menuntut emansipasi dan kemerdekaan. 29 Abdul Mukti Ali, Interpretasi Amalan Muhammadiyah. Jakarta: Harapan Melati, 1985. hlm. 26-27. 30 Amir Hamzah Wirjosukarto, Pembaharuan ……. hlm 92. yang sebenarnya. Seiring dengan bergulirnya politik etis28 atau politik asosiasi (sejak tahun 1901), ekspansi sekolah Belanda diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan yang dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser lembaga pen- didikan Islam semacam pondok pesantren. Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua: pendidikansekolah-sekolahBelanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama; dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja29 . Dihadapkan pada dualisme sistem (filsafat) pendidikan ini Kyai Dahlan “geli- sah”, bekerja keras untuk menginte- grasikan, atau paling tidak mende- katkan kedua sistem pendidikan itu. Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahir- nya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama- intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani30 . Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah- sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama- intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pen- didikan bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan.
  • 10. Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140 132 31 Abdul Mukti Ali, Beberapa Persoalan Dewasa Ini. Jakarta: Rajawali Pers,1987. hlm. 20. 32 Konsep Sekolah Syariah berasal dari Prof. Moch. Sholeh YAI, PhD, konsultan SD Muhammadiyah Program Khusus, mengacu pada lembaga pendidikan yang mengarahkan warga sekolah, khususnya peserta didik agar mampu mengotimalisasikan Tauhid. Dalam rangka menjamin ke- langsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran murid- muridnya Kyai Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muham- madiyah tahun 1912. Metode pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai men- jelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang- ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri- santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangatyangmustidikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma’un sebagaimana dipraktekkan Kyai Dahlan. Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya, bukan cita- citapendidikan,sehinggatidakaneh apabila ada yang tidak mau mene- rima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap dari Kyai Dahlan adalah semangat untuk melakukan perom- bakan atau etos pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya. Me- nangkap api tajdid, bukan arang- nya. Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mam- pu memproduksi ulama-intelek- profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya, sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik adalah sistem pendidi- kan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di dalamnya diresapi dengan suasana keaga- maan, sedangkan sistem pengajaran mengikuti sistem madrasah/seko- lah, jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik31 . Dalam semangat yang sama, belakangan ini sekolah- sekolah Islam tengah berpacu menuju peningkatan mutu pendi- dikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan Muham- madiyah. SEKOLAH SYARIAH32 : SEBUAH CATATAN KANCAH Pendidikan Islam yang bercorak integralistik adalah suatu sistem pendidikan yang melatih perasaan
  • 11. 133 Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali) 33 Sajjad Husain & Ali Ashraf, Menyongsong Keruntuhan Pendidikan Islam. Bandung: Gema Risalah Press, 1994. hlm. 1. 34 Ibid. hlm. 4. 35 Tentang trend sekolah unggul di lingkungan Muhammadiyah lihat Marpuji Ali & Mohamad Ali, “Meretas Sekolah Unggul dan Menata Majlis Dikdasmen Muhammadiyah” dlm Suara Muhammadiyah 1-15 Oktober 2004. Secara normatif rumusan ouput Sekolah Muhammadiyah Unggul mampu (1) tertib ibadah; (2) mahir baca tulis al-Qur’an; (3) berwawasan kebangsaan; (4) pengetahuan akademis tinggi; (5) mampu berbahasa asing; (6) memiliki ketrampilan komputer, lihat Program Kerja Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah. 36 Pengertian sekolah unggul yang dipahami masyarakat merujuk pada seberapa besar jumlah siswanya yang diterima di sekolah-sekolah favorit di jenjang berikutnya, di luar itu faktor kedisiplinan warga sekolah, kelengkapan sarana pendidikan, prestasi anak-anak dalam setiap perlombaan, dan pelayanan juga menjadi pertimbangan tersendiri dalam menjatuhkan pilihan. murid-murid dengan cara sebegitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pende- katan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spiritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam33 . Meski ide ini telah klasik namun tetap menarik perhatian, sebab mereali- sasikan ke tataran praksis selalu tidak mudah. Setelah pembaharuan pendidikan berlangsung hampir satu abad dualitas pendidikan Islam (juga Muhammadiyah) masih tampak menonjol. Suatu dualitas budaya muncul di mana-mana di dunia Muslim, suatu dualitas dalam masyarakat yang berasal dari sistem pendidikan ganda; sistem pendi- dikan Islam tradisional, dan sistem pendidikansekulermodernmelahir- kan tokoh-tokoh sekuler34 . Dengan demikian, proses pencarian sistem pendidikan integralistik harus dilakukan secara terus-menerus sebangun dengan akselerasi peru- bahan sosial dan temuan-temuan inovatif pendidikan. Di Muham- madiyah, langkah ke arah itu masih terus berlangsung yaitu dengan membangun sekolah-sekolah alter- natif atau kemudian dikenal dengan sekolah unggulan. Satu dekade terakhir ini virus sekolah unggul35 benar-benar men- jangkiti seluruh warga Muham- madiyah. Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga Pergu- ruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuk meningkat- kan kualitas pendidikan untuk menuju pada kualifikasi sekolah unggul. Sekarang ini hampir di semua daerah kabupaten atau kota terdapat sekolah unggul Muham- madiyah,terutamauntuktingkatTK dan Sekolah Dasar. Sekolah yang dianggap unggul oleh masyarakat36 sehingga mereka menyekolahkan anak-anak di situ pada umumnya ada dua tipe; sekolah model kon- vensional tetapi memiliki mutu akademik yang tinggi, atau sekolah model baru dengan menawarkan
  • 12. Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140 134 37 Dalam sejarah perkembangan tafsir A-Qur’an pada garis besarnya terdapat dua model penafsiran: tafsir al-ma’tsur (riwayat) dan tafsir al-mawdhu’iy (tematik). Yang pertama, metode ma’tsur, dalam menafsirkan al-Qur’an didasarkan atas tiga sumber; penafsiran Nabi Muhammada saw., penafsiran sahabat-sahabat Nabi, dan dan penafsiran tabiin. Sedangkan metode mawdhu’iy memiliki dua pengertian: (1) penafsiran menyangkut satu surat dalam al-Qur’an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema semtralnya, serta menghubungkan persoalan yang beraneka ragam dalam surat tersebut sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan. (2) penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat al-Qur’an dan yang sedapat mungkin dirunut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut guna menarik petunjuk al-Qur’an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu. Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1993) hlm. 71-74. Berbeda dengan kedua penafsiran tersebut, menurut Prof Sholeh tafsir sistem tidak menterjemahkan teks (simbol) ke teks (simbol) tapi langsung pada realitas. metodepembelajaranmutakhiryang lebih interaktif sehingga memiliki daya panggil luas. Ada beberapa sisi menarik dari Sekolah Model Baru ini. Pada umumnya dikelola oleh anak-anak muda, memakai sistem full day school (waktu pembelajaran hingga sore hari), memakai metode-metode baru dalam pembelajaran. Hampir semua SD model baru ini justru muncul atau gedungnya itu berasal dari SD Muhammadiyah yang sudah mati, tapi dengan manajemen dan sistem pendidikan baru dapat tumbuh menjadi sekolah unggul, misal; di Jakarta ada SD Muham- madiyah 8 Plus yang berada di Duren Sawit, Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya, SD Muhammadiyah Alternatif di Magelang, SD Muhammadiyah Condong Catur di Yogyakarta, termasuk SD Muhammadiyah Pro- gram Khusus Kotta-barat Surakarta. Perjumpaan penulis dengan mereka (kepala-kepala sekolahnya) menunjukkan bahwa inovasi-ino- vasi pendidikan yang dikembang- kan, meskipun sudah cukup signi- fikan belum menyentuh pada perso- alan krusial, yakni mencoba meru- muskan bagaimana filsafat dan kurikulum pendidikan alternatif. Ahmad Solikhin, Kepala SD Mu- hammadiyah Condong Catur, sudah merasakan urgensinya namun belum menjadi kesadaran bersama sehingga belum ada upaya- upaya serius untuk merumuskan satu sistem pendidikan alternatif yang islami. Ikhtiar untuk coba merumukan satu sistem pendidikan alternatif mulai tumbuh di SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta di bawah bimbingan langsung seorang pakar pendidikan khusus, Prof. Sholeh YAI, Ph.D. Adalah menarik untuk mengikuti dari dekat proses-proses yang sedang berlangsung di dalam- nya. Untuk meraih kembali kegemi- langan Islam, menurut Prof. Sholeh, sudah tinggi waktunya untuk segera menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan sistem, atau Tafsir Sistem37 . Pada instansi
  • 13. 135 Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali) 38 M. Sholeh YAI & Mohamad Ali, “Menuju Kurikulum Berbasis Tauhid” dalam. PK Media II/2004. 39 Sudah satu tahun lebih Tim SD Muhammadiyah Program Khsusus Kottabarat dengan bimbingan Prof. Sholeh mencoba menyusun kurikulum tersendiri yang berbasis Tauhid, dan proses ini masih terus berlangsung mungkin sudah mencapai 95%. Secara skematis urutannya adalah: Al-Qur’an dan Sunnah juga Asmaul Husna, materi, perkembangan anak, lingkungan (sekolah, rumah, dan masyarakat), prosedur dan proses, dan tujuan (jangka pendek dan panjang). Berdasarkan urutannya terlihat dengan jelas bahwa Al-Qur’an diletakkan di bagian depan yang bermakna bahwa semua tema pembelajaran (baca: ayat kauniyah) dilandasi dengan dengan konsep wahyu (ayat qauliyah) yang tidak boleh dilupakan bahwa alur penjelasannya harus mempertimbangkan tingkat perkembangan peserta didik. Lebih dari itu, konsep-konsep itu juga musti dieksplorasi baik di lingkungan sekolah (ustadz/ ustadzah dan peserta didik lain), lingkungan keluarga (orang tua dan saudaranya), dan lingkungan sosial (warga masyarakat). Dengan pembelajaran yang demikian, diharapkan mereka tidak hanya menjadi orang yang profesional di bidangnya sekaligus manusia yang berkualifikasi Ulul Albab. pendidikan ada satu konsep kunci yang musti dirumuskan, yakni ide fitrah berupa tauhid. Dengan demikian, orientasi filsafat dan kurikulum pendidikan bertitik tolak dari konsep Tauhid. Bagaimana tauhid mendasari pendidikan di SD Muhammadiyah Program Khusus, mari kita ikuti penjelasan berikut: Berseberangandenganpandang- an hidup (paradigma pendidikan) kaum sekuler yang menempatkan material-duniawiyah sebagai tujuan utama. Paradigma pendidikan Islam justru mengaksentuasikan nilai-nilai tauhid sebagai tujuan yang paling prinsipil dan substansial. SD Mu- hammadiyah Program Khusus menjadikan tauhid sebagai landasan pokok kurikulum yang secara kong- krit terejawantahkan dalam seluruh proses pembelajaran. Kurikulum yang ada dimodifikasi, dirancang, dan didesain sedemikian rupa sehingga nilai-nilai tauhid menjiwai dan mempola seluruh mata pelajaran; pembelajaran matema- tika, sains, bahasa dan materi lain diorientasikan untuk mengungkit kembali potensi tauhid (baca fitrah), menumbuhkembangkan,danmeng- aktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari38 . Secara kasat mata adalah mu- dah untuk mengatakan bahwa seluruh lembaga pendidikan Islam, apalagi sekolah Muhammadiyah, sudah otomotis berdasarkan tauhid. Bukankah di sekolah tersebut diajarkan materi agama yang relatif banyak? Kenyataan di lapangan menunjukkansebaliknya.Ketiadaan orientasi filsafat pendidikan pada urutannya membawa kebingungan pada diri pendidik sehingga ketika mengajarpesertadidiksangatmung- kin tergelincir pada filsafat pendi- dikan sekuler. Dengan demikian, tanpa disadari kita telah ikut meng- kampanyekan paham sekularisme. Bagaimana kedudukan Tauhid da- lam penyusunan kurikulum39 di SD Muhammadiyah Program Khusus, kita simak uraian di bawah ini:
  • 14. Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140 136 Sebuah ilustrasi berikut mung- kin bisa membantu: puluhan truk (rit) pasir, sejumlah sak semen dan beberapa kaleng cat tidak begitu bermakna apabila hanya di pajang di toko atau disimpan di gudang. Material itu menjadi bermakna di tangan tukang batu atau arsitek, beragam bentuk bangunan atau arsitektur akan bisa diwujudkan. Dalam konteks pendidikan ilustrasi tersebutmenjadijelas;melimpahnya materi tentang aqidah, akhlak, al- Qur’an-Hadits, atau hafalan sekian juz plus materi ilmu umum menjadi tidak bermakna manakala dijejalkan begitu saja ke peserta didik dalam keadaan saling terpisah dan bersifat parsial40 . Kita menyadari bahwa ikhtiar membangun kurikulum berbasis tauhid (KBT) tidak semudah membalikkan telapak tangan dan membutuhkan beberapa generasi untuk merealisasikannya, tapi langkah itu setidaknya telah meletakkan satu batu bata untuk pembangunan peradaban Islam yang kokoh dan anggun. Kerja di pendidikan adalah kerja-kerja yang sangat stategis dalam rangka meretas generasi masa depan yang berkualitas. Mungkin ada yang bertanya, bagaimana aktualisasi KBT di SD Muhammadiyah Pro- gram Khusus? Untuk sekarang ini masih terlalu dini untuk melakukan penilaian, tapi paling tidak sebuah penilaian awal yang bersifat umum perlu dikemukakan. Perlu ditekan- kan di sini, bahwa ini adalah pengli- hatan awal dari sebuah proses yang masih sedang berlangsung sehingga tidak menutup kemungkinan ada perubahan di kemudian hari. Pertama, peserta didik pada umumnya berani mengekspresikan diri, ada keberanian untuk mengu- tarakan pikirannya. Meski ada keberatan dari beberapa orang tua dan guru karena alasan etika atau unggah ungguh, seiring meningkat- nya kedewasaan masalah ini pasti akan tertata dengan sendirinya. Kemampuaniniadalahsesuatuyang sangat berharga, dan telah meng- hilang di sekolah-sekolah konven- sional. Banyak temuan di lapangan, anak-anak berani mengingatkan or- ang tuanya yang lupa makan dengan berdiri, mengingatkan mereka untuk sholat. Fenomena ini disebabkan atau dilatar belakangi oleh (a) alasan agama yang memang ditanamkan di sekolah ini, bahwa yang wajib ditakuti (dalam makna positif) dan Yang Maha Benar adalah Allah karenanya selain Dia tidak perlu ditakuti dan ada ke- mungkinan melakukan kekeliruan sehinggasudahpadatempatnyabila diingatkan, tidak terkecuali orang tua atau guru. Dan, karena (b) model pembelajaran inklusi yang dikem- bangkan oleh sekolah. Dengan pembatasan jumlah siswa maksimal 30 perkelas dan diampu 2 guru memungkinkan setiap potensi anak 40 M. Sholeh YAI & Mohamad Ali, Menuju………. hlm. 39
  • 15. 137 Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali) terdeteksi oleh guru sehingga dapat ditumbuhkan secara optimal. Kedua, semangat anak-anak untuk mempraktekkan ajaran agama sangat tinggi, sejak kelas 1 ditanamkan untuk selalu shalat wajib lima waktu secara berjamaah. Mulaikelas3sudahkelihatanbahwa mereka rata-rata lebih suka shalat berjamaah di masjid, bahkan ada beberapa anak yang sudah secara rutin menjalankan shalat Tahajud. Keadaan ini sedikit banyak merupa- kan buah dari pendekatan praktek dalam pembelajaran agama. Agama bukan hanya olah intelektual yang berisi konsep-konsep abstrak atau menjadi hafalan di kepala, tapi dengan mempraktekkan secara langsung apa yang diperintahkan oleh Islam dan menghindari apa yang dilarangnya. Ketiga, muncul rasa ingin tahu yang besar pada diri anak-anak untuk segera memahami suatu permasalahan. Ini memang sudah dirancang, di mana semua tema pembelajaran harus dikaitkan dengan problem-problem konkrit di lapangan, baik yang dilakukan secara reguler berupa Praktek Pembelajaran Lapangan (PPL) yang dilakukan setahun 2 kali maupun dengan model riset laboratorium. REFLEKSI Apabila Muhammadiyah be- nar-benar mau membangun seko- lah/universitas unggul maka harus ada keberanian untuk merumuskan bagaimana landasan filosofis pendi- dikannya sehingga dapat meletak- kan secara tegas bagaimana posisi lembaga-lembaga pendidikan Mu- hammadiyah dihadapan pendi- dikan nasional, dan kedudukannya yang strategis sebagai pengem- bangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fungsinya sebagai wahana dakwah Islamiyah. Ketia- daan orientasi filosofis ini jelas sangat membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan nasional yang sejauh ini kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena setiap ganti menteri musti ganti kebijakan. Kalau memang memilih pada pengembangan iptek maka harus ada keberanian memilih arah yang berbeda dengan kebijakan pemerintah. Model pondok Gontor bisa dijadikan alternatif, dengan bahasa dan kebebasan berfikir terbukti mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia- manusia yang unggul. Jika menengok sekolah/univer- sitas Muhammadiyah saat ini, dari sisi kurikulumnya itu sama persis dengan sekolah/universitas negeri ditambah materi al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Kalau meli- hat materi yang begitu banyak, maka penambahan itu malah semakin membebani anak, karena- nyaamatjaranglembagapendidikan melahirkan bibit-bibit unggul. Apakah tidak sudah waktunya untukmerumuskankembalial-Islam dan Kemuhammadiyahan yang terintegrasikan dengan materi- materi umum, atau paling tidak disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik; misalnya, evaluasi
  • 16. Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140 138 materi ibadah dan Al-Qur’an, serta bahasa dengan praktek langsung, tidak dengan sistem ujian tulis seperti sekarang ini. Sembari merumuskan orientasi filosofis pendidikan, pendidikan Is- lam (Muhammadiyah) memerlukan kepekaan dalam memahami per- kembangan kehidupan dan men- jawab setiap kebutuhan baru yang timbul dari cita-cita anggota masya- rakat dengan strategi sebagai beri- kut41 : (1) mengusahakan nilai-nilai islami dalam pendidikan Islam menjadi ketentuan standar bagi pengembangan moral atau masya- rakat yang selalu mengalami peru- bahan itu; (2) mengusahakan peran pendidikan Islam dalam mengem- bangkanmoralpesertadidiksebagai dasar pertimbangan dan pengendali tingkah lakunya dalam menghadapi norma sekuler; (3) mengusahakan norma Islami yang mampu menjadi pengendali kehidupan pribadi dalam menghadapi goncangan hidup dalam era globalisasi ini sehingga para peserta didik mampu menjadi sumber daya insani yang berkualitas; (4)mengusahakan nilai- nilai islami dapat menjadi pengikat hidup bersama dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesa- tuan umat Islam yang kokoh dengan tetap memperhatikan lingkungan kepentingan bangsa; dan (5) mengusahakan sifat ambivalensi pendidikan Islam agar tidak timbul pandangan yang dikotomis. 41 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam. Surabaya: Karya Abditama, 1996. hlm. 126. DAFTAR PUSTAKA Abdul Munir Mulkhan.1993. Paradigma Intelektual Muslim;Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta: SIPRESS. _____. 1990. Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Abdul Mukti Ali. 1985. Interpretasi Amalan Muhammadiyah. Jakarta: Harapan Melati. _____. 1987. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta: Rajawali Pers. Achmadi. 1992. Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta Aditya Media.
  • 17. 139 Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Tinjauan ... (Muhammad Ali dan Marpuji Ali) Ahmad Syafii Maarif. “Pendidikan Muhammadiyah: Aspek Normatif dan Filosofis” dalam M Yunan Yusuf & Piet H. Chaidir. 2000. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Naskah Awal. Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah. Ahmad D. Marimba.1989. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Al- Maarif. Ahmad Tafsir. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung; Rosdakarya. Amir Hamzah Wirjosukarto.1968. Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran yang diselenggarakan oleh Pergerakan Muham- madiyah.Malang: Ken Mutia. Brubacher, John S. 1978. Modern Philosophies of Education. New York: McGraw-Hill Book Company. CA van Peursen. 1980. Orientasi di Alam Filsafat. Jakarta: Gramedia. HM Arifin.1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Imam Barnadib. 1982. ArtidanMetodeSejarahPendidikan. Yogyakarta:FIP- IKIP Yogyakarta. Karel A. Steenbrink.1994. Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta; LP3ES. Marpuji Ali & Mohamad Ali, “Meretas Sekolah Unggul dan Menata Majlis Dikdasmen Muhammadiyah” dalam Suara Muhammadiyah 1- 15 Oktober 2004. M. Sholeh YAI & Mohamad Ali. “Menuju Kurikulum Berbasis Tauhid” dalam PK Media edisi II/2004. MT Arifin.1987. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah dalam Pendidikan. Jakarta: Pustaka Jaya. M Yunan Yusuf & Piet H. Chaidir. “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Sebuah Perumusan Awal” dalam M Yunan Yusuf & Piet H. Chaidir (ed.). 2000. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah: Naskah Awal. Jakarta: Majlis Dikdasmen PP Muhammadiyah. M. Rusli Karim. “Pendidikan Muhammadiyah dilihat dari Perspektif Is- lam” dalam M.Yunan Yusuf dkk. (ed.). 1985. Cita dan Citra Muhammadiyah. Jakarta: Pustaka Panjimas.
  • 18. Tajdida, Vol. 2, No. 2, Desember 2004: 123 - 140 140 Mahsun Suyuthi. “Filsafat Pendidikan Muhammadiyah Kembali Tergugat” dalam Amien Rais (ed). 1984. Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: PLP2M M. Quraish Shihab. 1993. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan. Muhammad Quthb. 1984. Sistem Pendidikan Islam. Terjemahan Salman Harun. Bandung: Al-Ma’arif Noeng Muhadjir.1987. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta: Rake Sarasin. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany. 1979. Falsafah Pendidikan Is- lam. Terjemahan Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang. Soegarda Purbakatja. 1970. Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka. Jakarta: Gunung Agung. Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. 1996. Dasar-Dasar Kependidikan Islam. Surabaya: Karya Abditama. ty