SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
               FILARIASIS DI INDONESIA (DATA RISKESDAS 2007)

                           Factors Influenced of Filariasis in Indonesia

                         Mardiana, Enny Wahyu Lestari and Dian Perwitasari*

Abstract. Filariasis or elephantiasis diseases which caused by filaria worm and contagious through
mosquito bite, still the major community health problem in Indonesia. There are several type of filaria
worm in Indonesia, i.e. Wuchereria bancrqfti, Brugia malayi and Brugia timorl. The vectors of filariasis
are Culex quinquefasciatus in the urban area, Anopheles spp, Aedes spp and Mansonia spp in the rural area.
The infection risk in some area of filariasis related to the situation of local area. Various factor of
environmental area which area physical, biological and also cultural social to be influence to development
of transmitted filariasis by mosquito. The analysis of data Riskesdas 2007 has been done to perform of
factor influence filariasis case in Indonesia. Same parameters was analyzed to case of filariasis in last 12
months; gender, ages, educations, work, mosquito net usage, sources of water, effluent dismissal,
residences, water dismissal channel, existence of livestock in house. From analysis inferential, show there
is no relation between genders, age, education, work, and mosquito net usage, sources of water, water
dismissal channel, and existence of livestock in house to case filariasis. Statistically indicates that there is
significantly difference between residences in rural and in urban to case of filariasis in last 12 months.
Responder who live in rural areas (0,05%) have 2,4 times risk higher than responder who live in urban
(0,03%). The same as condition of water dismissal channel shows to existence of significantly differences.
Responder who have water dismissal channel without cover have high risk infections of filariasis in the last
 12 monthhs were 0,05%, while the responder have water dismissal channel with cover have high risk in last
12 months were 0,03%.

Keywords: Filariasis, endemic area, factors

PENDAHULUAN                                                  memungkinkan untuk dilakukan, karena
                                                             pemberantasan vektor mengalami banyak
          Filariasis   limfatik   merupakan
                                                             hambatan. Indonesia menetapkan eliminasi
penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria
                                                             filariasis sebagai salah satu prioritas nasional
yang menyerang kelenjar dan pembuluh
getah bening. Di Indonesia filariasis limfatik               pemberantasan penyakit menular, dengan
                                                             menerapkan dua strategi utama yaitu
disebabkan oleh Wuchereria bancrofti
                                                             memutuskan rantai penularan dengan
(filariasis bancrofti), Brugia malayi dan
                                                             pengobatan massal di daerah endemis dan
Brugia timori (filariasis brugia). Diagnosis
                                                             upaya pencegahan dari gigitan nyamuk.
ditegakkan dengan ditemukan mikrofilaria
dalam peredaran darah. W. bancrofti dan B.                   Namun dalam program tersebut tidak pernah
timori hanya ditemukan pada manusia.                         dilakukan penyemprotan terhadap vektor
Filariasis W.bancrofti ditularkan melalui                    penyebab terjadinya filariasis (DepKes,
                                                             2006).
vektor nyamuk Culex quinquefasciatus di
daerah perkotaan dan oleh Anopheles spp.,                              Penyebaran      penyakit    filariasis
Aedes spp. dan Mansonia spp.d'i daerah                       hampir di seluruh wilayah Indonesia dan di
pedesaan          (DepKes.2005).     Filariasis              beberapa daerah dengan endemisitas yang
merupakan penyebab utama kecacatan,                          cukup tinggi. Berdasarkan hasil survei darah
stigma sosial, hambatan psikososial yang                     padatahun 1999 tingkat endemisitas penyakit
menetap sehingga mengakibatkan penurunan                     filariasis masih tinggi dengan rata-rata Mf
produktivitas kerja. Penyebaran penyakit ini                 rate 3,1%. Hal ini menunjukkan bahwa
sudah sangat meluas dari pulau Sumatera                      penularan filariasis di Indonesia masih tinggi.
sampai dengan Papua. Wilayah penyebaran                      Secara umum, Filaria bancrqfti tersebar di
ini terutama pada daerah pedesaan dan                        Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
daerah trasmigrasi (Soeyoko,2002).                           Tenggara, Maluku dan Papua, sedangkan W.
                                                             bancrofti tipe perkotaan ditemukan di
          Dalam kebijakan pemberantasan
                                                             perkotaan dan sekitarnya antara lain Jakarta,
filariasis di Indonesia, pengobatan masih
                                                             Bekasi,     Tanggerang, Lebak (Banten),
merupakan       tindakan    yang    paling

* Peneliti pada Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat
                                                                                                               83
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 - 92


Semarang dan Pekalongan. Filariasis malayi                           Filariasis brugia hanya ditemukan di
tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi                   pedesaan sedangkan filariasis bancrofti
dan Pulau Seram. Filariasis timori terdapat                  didapatkan juga di perkotaan. Menurut
di Kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor dan                   laporan WHO (1987) prevalensi filariasis
Sumba. Penyakit filariasis terjadi apabila ada               bervariasi antara 2% sampai 70% pada tahun
lima unsur utama yaitu, sumber penularan                     1987.
(manusia dan hewan sebagai reservoir),
parasit (cacing), vektor (nyamuk), manusia                            Transmisi filariasis terjadi apabila
yang rentan (host), dan lingkungan (fisik,                   lingkungan terdapat tempat berkembang
biologik, ekonomi dan sosial budaya)                         biaknya vektor filariasis di masyarakat antara
(DepKes, 2006).                                              lain    adanya     tempat     genangan     air/
                                                             penampungan         air    limbah,     saluran
        Keadaan        lingkungan       sangat               pembuangan air rumah tangga, letak sumber
berpengaruh terhadap transmisi filariasis.                   air di pekarangan rumah, hal ini sangat
Biasanya daerah endemis B. malayi adalah                     potensial sebagai tempat berkembangbiaknya
daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau                     vektor filariasis, dan perilaku pemakian
badan air yang lain dengan tanaman air.                      kelambu serta adanya ternak disekitar
Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe                   pemukiman penduduk.
perkotaan (urban) adalah daerah-daerah
                                                                     Artikel ini membahas analisis
perkotaan yang kumuh, padat penduduknya
                                                             hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi
dan banyak genangan air kotor sebagai
                                                             kejadian filariasis di daerah endemis di
habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex
                                                             Indonesia.
quinquefaciatus. Habitat vektor filariasis
sangat bervariasi antara lain berupa genangan
air seperti rawa-rawa, yang sangat potensial
                                                             BAHAN DAN CARA
untuk berkembangbiaknya. (Depkes, 2008)
                                                                      Bahan penelitian analisis lanjut
         Penyebab utama filariasis limfatik
                                                             diperoleh dari data Riskesdas tahun 2007,
pada manusia adalah Wuchereria bancrofti,                    dilakukan analisis lanjut meliputi beberapa
Brugia malayi, dan Brugia timori. Dengan                     variabel yang terkait dengan penyakit
perkiraan sebanyak 90.2 juta penduduk dunia                  filariasis.
telah terinfeksi, lebih dari 90 % berasal dari
jenis filariasis bancrofti dan kurang dari 10                         Data      mengenai      Krakteristik
% adalah jenis filariasis brugia (Mark JW,                   responden : Jenis kelamin, umur, pendidikan,
2008). Penyebaran dan penularan penyakit                     pekerjaan, pemakaian kelambu, pencemaran
 ini sangat erat kaitannya dengan sosial                     sumber air, penampungan air limbah, saluran
ekonomi dan perilaku yang menjadi faktor                     pembuangan       air,  keberadaan     ternak,
 utama terjadinya epidemi di masyarakat.                     klasifikasi desa/kota. variabel tersebut dari
 Diagnosis      pasti    ditegakkan dengan                   hasil kuesioner ART (Anggota Rumah
 ditemukan mikrofiiaria dalam peredaran                      Tangga) Riskesdas 2007
 darah. W. bancrofti dan B. timori hanya                         Untuk variabel bebas (independent
 ditemukan pada manusia. Di Indonesia B.                     variable): faktor lingkungan, faktor ekonomi
malayi dapat menyerang manusia dan hewan.                    dan faktor demografi sebagai variabel bebas.
 (Partono F,2008)                                            Variabel tidak bebasnya (dependent variabel)
        Di dalam nyamuk, mikrofiiaria yang                   adalah : kejadian filariasis di daerah endemi
terisap bersama darah berkembang menjadi                             Model yang digunakan adalah model
larva infektif. Larva infektif masuk secara                  Logit (Logistik Biner) atau model Nonlinier.
aktif ke dalam tubuh hospes waktu nyamuk                     Dengan model Logit akan diketahui Odd
menggigit hospes dan berkembang menjadi                      (kecenderungan) atau disebut Resiko yaitu
dewasa yang melepaskan mikrofiiaria ke                       perbandingan antara probability terjadinya
dalam peredaran darah.                                       suatu peristiwa dengan probabilitas tidak
        Filariasis ditemukan di berbagai                     terjadinya suatu peristiwa.
daerah dataran rendah yang berawa dengan
hutan-hutan belukar yang umumnya didapat
di pedesaan di luar Jawa-Bali.


   84
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian filariasis...( Mardiana, Enny & Dian)



HASIL                                                  terakhir responden yang menjawab pernah
                                                       menderita filariasis di Indonesia sebesar
        Persentase    kejadian     filariasis
                                                       0.04%; yang menjawab tidak pernah sebesar
menurut propinsi dari data Riskesdas 2007
                                                       99,90%; sedangkan yang tidak menjawab
ditampilkan dalam tabel 1 dan label 2. Dari
                                                       sebesar 0.06% (Tabel 1).
hasil   wawancara terhadap       responden
diketahui bahwa dalam kurun waktu 12 bulan

Tabel 1. Persentase Kejadian Filariasis di Seluruh Indonesia, Data Riskesdas 2007
       Kejadian Filariasis                Frequency                               Percent
  Tidak                                            972.681                                          99.90
  Pernah                                                424                                          0.04
  Tidak Menjawab                                        552                                          0.06
  Total                                             973.657                                        100.00

        Dari data per propinsi persentase                        Dari Tabel 3 terlihat bahwa
kejadian filariasis tertinggi terjadi di (3            persentase kejadian filariasis menurut jenis
propinsi), yaitu Propinsi Papua Barat, sebesar         kelamin, secara statistik variabel jenis
0.28%, kemudian Propinsi Nangroe Aceh                  kelamin tidak memiliki hubungan yang
Darussalam, sebesar 0.25% dan Propinsi                 signifikan (tidak memiliki pengaruh yang
Papua 0.12%. Sedangkan propinsi yang                   nyata) dengan probabilitas terjadinya
100% respondennya menjawab tidak pernah                filariasis dalam 12 bulan terakhir. Pada laki-
menderita filariasis adalah di Propinsi DIY            laki yang pernah terkena filariasisis sebesar
(Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Propinsi              0.05%, dan perempuan 0.04%. Jadi tidak ada
Maluku (Tabel 2).                                      perbedaan      bermakna terhadap resiko
                                                       terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir
        Untuk kelompok umur kaitannya
                                                       antara laki - laki dan perempuan.
dengan kejadian filariasis telihat pada Tabel
4, secara statistik variabel umur tidak                          Kejadian       filariasis   dengan
memiliki hubungan yang signifikan (tidak               pendidikan dikatagorikan lamanya sekolah di
memiliki pengaruh yang nyata) dengan                   atas enam tahun dan di bawah atau sama
probabilitas terjadinya filariasis dalam 12            dengan enam tahun. Secara statistik variabel
bulan terakhir. Pada kelompok umur umur                lamanya sekolah tidak memiliki hubungan
beresiko (<21 tahun dan >35 tahun) yang                yang signifikan (tidak memiliki pengaruh
pernah terkena filariasis sebesar 0.046%               yang nyata) dengan probabilitas terjadinya
sedangkan kelompok umur tidak beresiko                 filariasis dalam 12 bulan terakhir. Untuk
(21- 35 tahun) sebesar 0.43%. Tidak ada                yang berpendidikan di atas enam tahun yang
perbedaan yang nyata terhadap risiko                   pernah terkena filariasis sebesar 0.04%
terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir          sedangkan di bawah dan sama dengan enam
antara kelompok umur berisiko (<21 tahun               tahun sebesar 0.05% (Tabel 5). Untuk semua
dan > 35 tahun) dan kelompok umur tidak                jenjang pendidikan ternyata tidak ada
berisiko (21-35 tahun).                                perbedaan yang nyata terhadap risiko
                                                       terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir.




                                                                                                            85
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 - 92



Tabel 2. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Propinsi di Seluruh Indonesia,
         Data Riskesdas 2007
                                                        Kejadian Filariasis
                 PROPINSI                         Tidak                     Pernah
                                           Jumlah           %        Jumlah        'to
       DI Aceh                                 40788         99.75       104          0.25
       Sumatra Utara                           69234         99.97        22          0.03
       Sumatra Barat                           42005         99.96         16         0.04
       Riau                                    25519         99.96         11         0.04
      Jambi                                    22429         99.97          6         0.03
       Sumatra Selatan                         33355         99.99          3         0.01
      Bengkulu                                 18957         99.96          7         0.04
       Lampung                                 23791         99.99          3         0.01
       Bangka Belitung                         13641         99.97          4         0.03
      Kepulauan Riau                           12508         99.95          6         0.05
      OKI Jakarta                              16958         99.93         12         0.07
      Jawa Barat                               68374         99.97        23          0.03
      Jawa Tengah                              87033         99.98        21          0.02
      DI Yogyakarta                            10163        100.00          0         0.00
      Jawa Timur                              100957         99.99          9         0.01
       Banten                                  17257         99.99          2         0.01
       Bali                                    20596         99.97          7         0.03
      Nusa Tenggara Barat                      21288         99.96          9         0.04
      Nusa Tenggara Timur                      37955         99.92        30          0.08
       Kalimantan Barat                        27335         99.95        15          0.05
       Kalimantan Tengah                       27996         99.97          9         0.03
       Kalimantan Selatan                      25694         99.99          3         0.01
       Kalimantan Timur                        25895         99.98          6         0.02
       Sulawesi Utara                          14371         99.98          3         0.02
       Sulawesi Tengah                         21471         99.95         10         0.05
       Sulawesi Selatan                        54554         99.97         16         0.03
       Sulawesi Tenggara                       26575         99.96         10         0.04
       Gorontalo                               11211         99.93          8         0.07
       Sulawesi Barat                          10329         99.98          2         0.02
       Maluku                                  10356        100.00          0         0.00
       Maluku Utara                            11496         99.92          9         0.08
       Papua Barat                              6872         99.72         19         0.28
       Papua                                   15718         99.88         19         0.12
                   Jumlah                    972681          99.96       424          0.04

Tabel 3. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Jenis Kelamin, Data Riskesdas 2007
                                                                  Kejadian Filariasis
             Jenis Kalamin                    Jumlah
                                                             Pernah                   %
    Laki-laki                                 478.139         221                    0.05
    Perempuan                                 494.966         203                    0.04

Tabel 4. Persentase Kejadian Filariasis menurut Kelompok Umur, Data Riskesdas 2007
                                                                    Kejadian Filariasis
              Kelompok Umur                      Jumlah
                                                               Pernah                   %
       21 tahun - 35 tahun                      227.977         104                   0.046
       < 21 tahun atau > 35 tahun               745.128         320                   0.043




  86
Faktor-faktor yang mempengaruhi kcjadian filariasis...( Mardiana, Enny & Dian)



Tabel 5. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Lama Sekolah, Data Riskesdas 2007
                                                                 Kejadian Filariasis
         Lama Sekolah               Jumlah
                                                            Pernah
   >6tahun                          313.138                  128                     0.04
   < 6 tahun                        452.775                  249                     0.05

        Jenis pekerjaan umumnya selalu                  memiliki pengaruh yang nyata) dengan
dikaitkan dengan faktor resiko suatu                    probabilitas terjadinya filariasis dalam 12
penyakit. Pada Tabel 6, terlihat bahwa yang             bulan terakhir. Jadi tidak ada perbedaan yang
bekerja pernah terkena filariasis sebesar               nyata terhadap resiko terjadinya filariasis
0.06% dan yang tidak bekerja sebesar 0.04%.             dalam 12 bulan terakhir antara mereka yang
Secara statistik variabel pekerjaan tidak               tidak bekerja yaitu yang sekolah, ibu rumah
memiliki hubungan yang signifikan (tidak                tangga, penganggur dan yang bekerja.


Tabel 6. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Status Bekerja/Tidak Bekerja, Data Riskesdas
         2007
                                                           Kejadian Filariasis
           Pekerjaan             Jumlah
                                                     Pernah
   Bekerja                       404399                232                     0.06
   Tidak bekerja                 362657                147                     0.04

          Kejadian filariasis dengan klasifikasi        bulan terakhir, dimana responden yang
daerah tempat tinggal sangat erat kaitannya             tinggal di pedesaan memiliki resiko lebih
sehingga dapat dikatagorikan daerah endemis             besar untuk terkena filariasis dibandingkan
dan daerah non endemis filariasis. Dari Tabel           orang yang tinggal di perkotaan.
7, terlihat bahwa yang tinggal di perkotaan
                                                                Terjadinya filariasis dalam 12 bulan
sebasar 0.03% pernah terkena filariasis dan
                                                        terakhir pada orang yang tinggal di pedesaan
tinggal di pedesaan yang pernah terkena
                                                        memiliki probabilitas risiko lebih besar yaitu
filariasis sebesar 0.05%. Secara statistik
                                                        exp (fts) = exp (0,8909) = 2,44 kali
variabel klasifikasi daerah tempat tinggal
                                                        dibandingkan dengan orang yang tinggal di
memiliki      hubungan        yang   signifikan
                                                        perkotaan.
(memiliki pengaruh yang nyata), dengan
probabilitas terjadinya filariasis dalam 12

Tabel 7. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Klasifikasi Daerah Tempat Tinggal, Data
          Riskesdas 2007
      Klasifikasi Daerah                                 Kejadian Filariasis
                               jumian
       Tempat Tinggal                             Pernah                      %
   Perkotaan                   353463                90                      0.03
   Pedesaan                         619642                     334                         0.05


         Pemakaian kelambu yang dilakukan               nyata) dengan probabilitas terjadinya
oleh responden kaitannya dengan penularan               filariasis dalam 12 bulan terakhir. Antara
filariasis, yang pernah terkena filariasis dan          mereka yang semalam tidur memakai
memakai kelambu sebesar 0.05% sedangkan                 kelambu dengan yang tidak memakai
yang tidak memakai kelambu sebesar 0.04%                kelambu ternyata tidak ada perbedaan yang
(Tabel 8). Secara statistik variabel pemakaian          nyata terhadap resiko terjadinya filariasis
kelambu tidak memiliki hubungan yang                    dalam 12 bulan terakhir.
signifikan (tidak memiliki pengaruh yang




                                                                                                           87
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 - 92



Tabel 8. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Pemakaian Kelambu. Data Riskesdas 2007
                                                            Kejadian Filariasis
      Pemakaian Kelambu            Jumlah
                                                      Pernah
   Pakai                           319088               148                     0.05
   Tidak Pakai                     646244               269                     0.04

         Dari Tabel 9, kejadian filariasis                   dengan probabilitas terjadinya filariasis
dengan ada-tidaknya pencemaran sumber air                    dalam 12 bulan terakhir. Jadi secara statistik
(air limbah) ternyata masing-masing sebesar                  tidak ada perbedaan yang nyata terhadap
0.04%, baik yang pernah terkena filariasis                   risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan
maupun yang tidak pernah filariasis. Secara                  terakhir antara rumah tangga yang sumber
statistik variabel pencemaran sumber air                     airnya tercemar dengan yang tidak tercemar.
tidak memiliki hubungan yang signifikan

Tabel 9. Persentase Kejadian Filariasis menurut Pencemaran Sumber Air (air limbah),
         Data Riskesdas 2007
                                                      Kejadian Filariasis
       i ciitciiicuaji Mimuci oti           juuiioii              ~
                                                                  Pernah                    %
    Tidak ada                               753.488                330                     0.04
    Ada limbah                              215.921                 92                     0.04


          Secara statistik variabel genangan air             limbah sebesar 0.41% (Tabel 13). Pada
limbah tidak memiliki hubungan yang                          rumah tangga yang terdapat genangan air
signifikan dengan probabilitas terjadinya                    limbah dengan yang tidak terdapat genangan
filariasis dalam 12 bulan terakhir. Rumah                    air limbah tidak ada perbedaan yang nyata
tangga yang pernah terkena filariasis tidak                  terhadap resiko terjadinya filariasis dalam 12
ada genangan air limbah menunjukkan                          bulan terakhir antara genangan air limbah.
sebesar 0.045% dan mempunyai genangan air

Tabel 10. Persentase Kejadian Filariasis menurut Genangan Air Limbah, Data Riskesdas 2007
      Lokasi Genangan Air                                   Kejadian Filariasis
                                    Jumlah
              limbah                                  Pernah                     %
    Terdapat Genangan              409.140              186                   0.045
    Tidak Ada Genangan             549.827              228                    0.041

         Kejadian filariasis dengan kondisi                  menunjukkan sebesar 0.03% sedangkan yang
saluran pembuangan air limbah, secara                        mempunyai saluran pembuangan air limbah
statistik variabei saiuran pembuangan air                    terbuka sebesar 0.05% (Tabel 11).
limbah memiliki hubungan yang signifikan                             Terjadinya filariasis dalam 12 bulan
dengan probabilitas terjadinya filariasis                    terakhir pada orang yang tinggal dengan
dalam 12 bulan terakhir, dimana dalam                        rumah tangga yang saluran air limbahnya
rumah tangga yang saluran air limbahnya
                                                             terbuka, memiliki probabilitas resiko lebih
terbuka memiliki risiko lebih besar untuk
                                                             besar yaitu exp (/?9) = exp (0.93971) = 2,56
terkena filariasis dibandingkan saluran yang
                                                             kali dibandingkan dengan orang yang tinggal
tertutup. Rumah tangga yang pernah terkena
                                                             dengan rumah tangga yang saluran air
filariasis    dan      mempunyai      saluran
                                                             limbahnya tertutup.
pembuangan         air    limbah     tertutup




    88
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian filariasis...( Mardiana, Enny & Dian)



label 11. Persentase Kejadian Filariasis menurut Kondisi Saluran Pembuangan Air limbah, Data
          Riskesdas 2007
      Saluran Pembuangan                                     Kejadian Filariasis
                                     Jumlan
            air limbah                                 Pernah                     %
   Tertutup                         235.640              71                      0.03
   Terbuka                          715.305              340                     0.05

         Letak hewan ternak yang dipelihara            ternak dipelihara di luar rumah maupun di
kaitannya dengan kejadian filariasis, secara           dalam rumah menunjukkan masing-masing
statistik variabel letak hewan ternak besar            sebasar 0.07%. Antara responden yang
dan sedang yang dipelihara tidak memiliki              memelihara hewan ternak besar/sedang di
hubungan       yang     signifikan     dengan          dalam rumah dan yang di luar rumah. tidak
probabilitas terjadinya filariasis dalam 12            ada perbedaan yang nyata terhadap risiko
bulan terakhir. Dari Tabel 12, terlihat bahwa          terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir
yang pernah terkena filariasis mempunyai

Tabel 12. Persentase Kejadian Filariasis menurut Lokasi Kandang Ternak Besar yang
           Dipelihara, Data Riskesdas 2007
                                                      Kejadian Filariasis
    Lokasi Ternak dipelihara       Jumlah
                                                 Pernah
   Luar Rumah                      176.189        131                     0.07
   Dalam Rumah                      21.369         14                     0.07


PEMBAHASAN                                              dapat terinfeksi filariasis dan 10%. Sebagian
                                                       diantaranya adalah wanita yang sering
         Filariasis limfatik diidentifikasikan          member! dampak sosial, ekonomi serta
sebagai penyebab kecacatan menetap dan                  mental secara psikologis, sehingga tidak
berjangka lama, terbesar kedua di dunia                dapat bekerja secara optimal dan hidup selalu
setelah kecacatan mental. Penyakit yang                tergantung pada orang lain (WHO,2005).
bersifat menahun (kronis) dan bila tidak                Secara statistik variabel jenis kelamin tidak
mendapat pengobatan akan menimbulkan                   memiliki hubungan yang signifikan dengan
cacat menetap berupa pembesaran kaki,                  probabilitas terjadinya filariasis dalam 12
lengan dan alat kelamin baik perempuan                 bulan terakhir. Jadi tidak ada perbedaan yang
maupun laki-laki. Penyakit ini terutama                nyata terhadap risiko terjadinya filariasis
ditemukan di daerah katulistiwa dan                    dalam 12 bulan terakhir antara laki - laki dan
merupakan masalah kesehatan di daerah                  perempuan. Penularan filariasis dapat terjadi
dataran rendah, tetapi kadang - kadang                 pada setiap orang baik laki-laki maupun
ditemukan di dataran tinggi (Sandjaya,2007).           perempuan. Demikian pula halnya dengan
          Kejadian   filariasis   dari   hasil         perbedaan kelompok umur, kelompok umur
Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa                tidak memiliki hubungan yang signifikan
dari 33 propinsi, Propinsi Papua Barat                 dengan probabilitas terjadinya filariasis
persentase responden yang menyatakan                   dalam 12 bulan terakhir. Jadi secara statistik
pernah terkena filariasis sebesar 0, 28%,              tidak ada perbedaan yang nyata terhadap
Daerah Istimewa Aceh (D.I. Aceh) sebesar               risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan
0,25 %. Propinsi yang tidak ada kejadian               terakhir antara kelompok umur beresiko,
filariasis dalam kurun waktu 12 bulan                  yaitu umur di bawah 21 tahun dan umur di
terakhir adalah Daerah Istimewa Yogjakarta             atas 35 tahun dibandingkan dengan
(D.I.Y). Di Indonesia dilaporkan 22 propinsi           kelompok umur tidak beresiko. Penularan
telah     terinfeksi  filarisis  diperkirakan          terjadi pada siapa saja tidak tergantung umur
sebanyak 150 juta orang, dan tertinggi                 tua atau muda, tetapi terjadi kontak dengan
ditemukan di Papua (WHO, 2001). Di daerah              nyamuk vektomya atau tidak.
endemik risiko terkena filariasis > 10 - 50%



                                                                                                                89
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 -92



          Secara statistik variabel lamanya                 daerah   transmigrasi    rentan   terhadap
sekolah (jenjang pendidikan) tidak memiliki                 penularan filariasis yang ditularkan oleh
hubungan yang signifikan dengan terjadinya                  nyamuk A nopheles sp.
filariasis dalam 12 bulan terakhir. Secara
teori jenjang pendidikan yang lebih tinggi                           Pemakaian kelambu merupakan
mempunyai pengetahuan yang lebih baik                       salah satu cara pencegahan terhadap penyakit
terhadap kejadian penyakit tersebut sehingga                tular vektor termasuk filariasis, yaitu untuk
dapat melakukan pencegahan secara lebih                     memutus rantai penularan (menghindarkan
baik      dibandingkan       dengan      jenjang            kontak antara manusia dengan nyamuk
pendidikan yang rendah, namun dalam hal ini                 vektor). Temyata secara statistik variabel
                                                            pemakaian kelambu tidak memiiiki hubungan
teori tersebut tidak berpengaruh. Status
pekerjaan juga tidak memiliki hubungan                      yang     signifikan      dengan probabilitas
                                                            terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir.
yang signifikan dengan kejadian filariasis
                                                            Jadi secara statistik tidak ada perbedaan yang
dalam 12 bulan terakhir . Jadi tidak ada
                                                            nyata terhadap risiko terjadinya filariasis
perbedaan risiko terkena filariasis antara
                                                            dalam 12 bulan terakhir antara mereka yang
mereka yang tidak bekerja seprti sekolah, ibu
                                                            semalam tidur memakai kelambu dan yang
rumah tangga dan pengangguran dengan
                                                            tidak memakai kelambu. Ha! tersebut
mereka yang bekerja. Hal ini sangat
                                                            mungkin disebabkan oleh karena cara
berkaitan dengan jenis pekerjaan, misainya
                                                            pemakaian kelambu yang kurang benar atau
petani yang sering pergi ke ladang atau ke
                                                            kelambu yang digunakan sudah tidak layak
hutan, dimana daerah seperti ini biasanya
                                                            pakai (robek, sudah usang dan berlubang )
banyak di dapatkan tempat-tempat genagan
                                                            sehingga nyamuk masih dapat kontak dengan
air, rawa-rawa, kobakan dan biasanya
                                                            manusia. Menurut laporan, Juriastuti P,
menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk
                                                            (2010) pemakaian kelambu ada kaitanya
vektor filariasis. Kenyataan ini terlihat dalam
                                                            dengan perilaku dari masyarakat sendiri.
hasil analisis statistik variabel klasifikasi
daerah tempat tinggal dimana responden                               Keadaan      lingkungan    sangat
yang tinggal dipedesaan memiliki resiko                     berpengaruh terhadap transmisi filariasis.
lebih besar untuk terkena filariasis yaitu exp              Biasanya daerah endemis B. malayi adalah
(Pi) = exp (0,8909) = 2,4 kali dibandingkan                 daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau
orang yang yang tinggal di perkotaan. Telihat               badan air yang lain dengan tanaman air.
adanya perbedaan yang signifikan antara                     Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe
tempat tinggal di pedesaan dan di perkotaan                 perkotaan (urban) adalah daerah-daerah
dengan kejadian filariasis dalam 12 bulan                   perkotaan yang kumuh, padat penduduknya
terakhir. Oleh karena itu dalam upaya                       dan banyak genangan air kotor sebagai
 penyebaran penduduk dan tenaga kerja ke                    habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex
wilayah tertentu (misainya transmigrasi),                   quinquefaciatus.H&     ini sesuai dengan
 diharapkan pemerintah memperhatikan aspek                  penelitian Febrianto B, (2010)
 pencegahan terhadap penyakit filariasis.                           Di Flores Timur, NTT ternyata
Dengan adanya perpindahan penduduk dari
                                                            nyamuk sebagai vetor filariasis di daerah
 suatu daerah ke daerah lainnya, mungkin
                                                            tersebut adalah An. flavirostris yang
 dapat terjadi penyebaran penyakit sehingga
 suatu penyakit yang semulanya hanya                        habitatnya di mata air, dan genangan air
 terdapat di suatu daerah tertentu saja dapat               pada sungai yang mengering (Baroji
 meluas ke daerah lain (Nasirin, 2009). Oleh                dkk,1999).
 karena itu perlu dilakukan pencegahan dan                           Habitat vektor filariasis sangat
 penanggulangan          filariasis       dengan            bervariasi antara lain berupa genangan air
 memperhatikan faktor risiko yang dominan                   seperti rawa-rawa, yang sangat potensial
 mempengaruhi          kejadian        filariasis.          untuk berkembangbiaknya. Secara statistik
 Berdasarkan kebijakan program untuk                        variabel pencemaran sumber air tidak
 pencegahan dan penanggulangan filariasis                   memiliki hubungan yang signifikan (tidak
 adalah pengobatan massa! bagi daerah                       memiliki pengaruh yang nyata) dengan
 endemis dan menghindari kontak dari gigitan                terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir,
 nyamuk vektor filariasis. Hal di atas sesuai               tidak ada perbedaan yang nyata terhadap
 dengan laporan (Isna Indrawati, 1995) bahwa


  90
Faktor-faktor yangmempengaruhi kejadian filariasis...( Mardiana, Enny & Plan)



resiko terjadinya filariasis antara rumah                  kali) dibanding dengan responden yang
tangga yang sumber airnya tercemar dengan                  mempunyai saluran pembuangan air
yang tidak. Namun adanya saluran                           limbah rumah tangga yang tertutup.
pembuangan air limbah yang terbuka
berpengaruh terhadap kejadian filariasis
dalam 12 bulan terakhir, dimana dalam                  SARAN
rumah tangga yang saluran air limbahnya
                                                           Perlu dilakukan pemutusan rantai
terbuka memiliki resiko lebih besar yaitu exp
                                                           penularan terhadap penyakit filariasis
($,) = exp (0.93971) = 2,56 kali untuk                     baik di perkotaan maupun pedesaan
terkena filariasis dibandingkan saluran yang               dengan    memperhatikan    kebersihan
tertutup. Oleh karena pada saluran air limbah              lingkungan, mencegah adanya genangan
yang terbuka menyebabkan tersedianya
                                                           air yang potensial menjadi tempat
tempat perkembangbiakan yang baik untuk                    perkembangbiakan nyamuk di sekitar
nyamuk vektor filariasis yaitu Culex                       pemukiman.
quinquefasciatus.
                                                            Perlu adanya penyuluhan tentang
         Untuk memutus rantai penularan
                                                            penyakit filariasis terutama di pedesaan
penyakit tular vektor, termasuk filariasis
                                                            mengenai gejala, cara pengobatan,
adalah dengan mencegah kontak antara
                                                            pencegahan serta pemakaian kelambu
manusia      dengan   nyamuk vektornya.
                                                            yang baik dan benar pada penduduk yang
Pemeliharaan hewan       ternak disekitar
                                                            berisiko.
pemukiman dapat dimanfaatkan sebagai
barier, sehingga kontak gigitan nyamuk
terhadap manusia berkurang. Zooprofilaksis
                                                       UCAPAN TERIMA KASIH
merupakan salah satu cara biologis yang
bertujuan       untuk    mencegah       dan                    Pada    kesempatan       ini penulis
menghindarkan kejadian kontak antara                   mengucapkan terima kasih kepada Kepala
nyamuk dan manusia dalam              upaya            Pusat Teknologi        Intervensi Kesehatan
pengendalian nyamuk vektor penyakit.                   Masyarakat yang telah memberi kesempatan
Walaupun demikian pada analisis statistik              untuk menganalisa hasil riskesdas tahun
ternyata letak kandang hewan ternak besar              2007. Terima kasih juga penulis sampaikan
yang dipelihara di dalam rumah dan di luar             kepada Dr. Triono Sundoro PhD selaku
rumah tidak memiliki perbedaan yang                    Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
signifikan dengan kejadian filariasis dalam            Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I. atas
 12 bulan terakhir.                                    kesempatan yang diberikan dalam melakukan
                                                       analisis lanjut data Riskesdas tahun 2007
                                                       sehingga laporan ini terlaksana.
KESIMPULAN
1. Perbedaan     lokasi   tempat tinggal
                                                       DAFTAR PUSTAKA
   responden     (di    pedesaan   dengan
   perkotaan) dan saluran pembuangan air               Baroji dick. (1999). Beberapa Aspek Bionomik Vektor
                                                                 Filariasis Anopheles flaviroslris Ludlowdi
   limbah rumah tangga yang terbuka,
                                                                 Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timut,
   mempunyai        hubungan/    pengaruh                        NTT. Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 26.
   signifikan terhadap kejadian filariasis                       No. l.h.36-46.
   dalam 12 bulan terakhir.                            Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005).
                                                                 Ditjen PP&PL, Pedoman pengobatan massal
2. Responden yang tinggal di pedesaan                            filariasis. h.1-3.
   mempunyai resiko terhadap kejadian                  Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2006).
   filariasis lebih besar (2,4 kali) dibanding                   Ditjen PP&PL. Pedoman Program Elimenasi
                                                                 Filariassis di Indonesia .h.1-10.
   dengan responden yang tinggal di                    Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006)
   perkotaan.                                                    Ditjen PP&PL. Epidemiologi Filariasis h,l-6.
                                                       Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008).
3. Responden yang mempunyai saluran                              Ditjen PP&PL, Subdit Filariasis Dan
   pembuangan air limbah rumah tangga                            Schistosomiasis. Situasi Filariasis Di
   yang terbuka mempunyai resiko lebih                           Indonesia Tahun 2007 dan Rencana Kegiatan
   besar terhadap kejadian filariasis (2,6                       Tahun 2008.




                                                                                                           91
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 - 92



Febrianto B, dkk. (2008). Faktor Resiko Filariasis di        Soeyoko. (2002). Penyakit Kaki Gajah (Filariasis
          Desa Samborejo, Kec Tirto, Kab Pekalongan                   Limfatik): Permasalahan dan Alternatif
          Jawa Tengah.                                                Penanggulangannya.        Universitas  Gajah
Isna Indrawati dkk. (1995). Filariasis Timori di Desa                 Mada.
          Semanggang,         Kabupaten Kotawaringin,        Sandjaya, dkk. (2007). Helmintologi Kedokteran,
           Kalimantan Tengah. Maj. Parasitol. Ind. 8                  Prestasi Pustaka Jakarta.
           (l),Januari. h. 10-16.                            Wold Health Organization. (1987). Control of
Juriastuti P dkk. (2010). Faktor Risiko Kejadian                      lymphatic filariasis, A manual for health
           Filariasis di Kelurahan Jati Sampurna,                     personnel. WHO, Genewa.
           Makara Kesehatan. vol 14, no 1, h 31-36.          Wold Health Organization. (2001). Regional office for
Mark JW. Epidemiology of lymphatic filariasis,                        South - East Asia: Regional Strategic Plan
           <tersedia     dari     : www.pubmed.gov>.                  For Elimination of Lymphatic Filariasis
           [Accessed 7 Juli 2008].                                    (2000-2004). New Delhi.
Nasirin, dkk. Faktor- Faktor Lingkungan dan Perilaku         Wold Health Organization. (2005). Tool Kit For The
           yang      Berhubungan      dengan Kejadian                 Eliminastion Of Lymphatic Filariasis, A
           Filariasis di Kabupaten Ba.ngka Barat J.                   guide to implementation            for health
           Kesehat. Lingkung. Indones. Vol.S.No.l                     professionals in Indonesia.
           April. h.35-38. 2009
Partono F, The Spectrum of Disease in Lymphatic
           Filariasis.        <tersedia     dari     :
           www.pubmed.gov>. [Accessed 7 Juli 2008]




   92

More Related Content

What's hot

Korona dan Tantangan Virus Zoonotik - Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas,...
Korona dan Tantangan Virus Zoonotik - Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas,...Korona dan Tantangan Virus Zoonotik - Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas,...
Korona dan Tantangan Virus Zoonotik - Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas,...Tata Naipospos
 
Strategi dan Pendekatan Dalam Penanganan Penyakit Zoonosis dan Pandemik Terka...
Strategi dan Pendekatan Dalam Penanganan Penyakit Zoonosis dan Pandemik Terka...Strategi dan Pendekatan Dalam Penanganan Penyakit Zoonosis dan Pandemik Terka...
Strategi dan Pendekatan Dalam Penanganan Penyakit Zoonosis dan Pandemik Terka...Tata Naipospos
 
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)Muhammad Taqwan
 
Zoonosis, Hewan dan Lingkungan: Mencegah Pandemi Berikutnya. Room Isu Lingkun...
Zoonosis, Hewan dan Lingkungan: Mencegah Pandemi Berikutnya. Room Isu Lingkun...Zoonosis, Hewan dan Lingkungan: Mencegah Pandemi Berikutnya. Room Isu Lingkun...
Zoonosis, Hewan dan Lingkungan: Mencegah Pandemi Berikutnya. Room Isu Lingkun...Tata Naipospos
 
Makalah penyakit menular dan tidak menular
Makalah penyakit menular dan tidak menularMakalah penyakit menular dan tidak menular
Makalah penyakit menular dan tidak menularMansurudin Rafa
 
Ppt sik angka kejadian kesakitan
Ppt sik angka kejadian kesakitanPpt sik angka kejadian kesakitan
Ppt sik angka kejadian kesakitanindripratiwi95
 
Askep komunitas penyakit menular
Askep komunitas penyakit menularAskep komunitas penyakit menular
Askep komunitas penyakit menularheri damanik
 

What's hot (11)

59022671 bab-i-sd-v
59022671 bab-i-sd-v59022671 bab-i-sd-v
59022671 bab-i-sd-v
 
Makalah frambusia
Makalah frambusiaMakalah frambusia
Makalah frambusia
 
Korona dan Tantangan Virus Zoonotik - Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas,...
Korona dan Tantangan Virus Zoonotik - Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas,...Korona dan Tantangan Virus Zoonotik - Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas,...
Korona dan Tantangan Virus Zoonotik - Webinar Cendekiawan Berdedikasi Kompas,...
 
Strategi dan Pendekatan Dalam Penanganan Penyakit Zoonosis dan Pandemik Terka...
Strategi dan Pendekatan Dalam Penanganan Penyakit Zoonosis dan Pandemik Terka...Strategi dan Pendekatan Dalam Penanganan Penyakit Zoonosis dan Pandemik Terka...
Strategi dan Pendekatan Dalam Penanganan Penyakit Zoonosis dan Pandemik Terka...
 
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
PENYAKIT INFEKSI (dr.Kurnia F.Jamil,M.Kes,Sp.PD-KPTI,FINASIM)
 
Zoonosis, Hewan dan Lingkungan: Mencegah Pandemi Berikutnya. Room Isu Lingkun...
Zoonosis, Hewan dan Lingkungan: Mencegah Pandemi Berikutnya. Room Isu Lingkun...Zoonosis, Hewan dan Lingkungan: Mencegah Pandemi Berikutnya. Room Isu Lingkun...
Zoonosis, Hewan dan Lingkungan: Mencegah Pandemi Berikutnya. Room Isu Lingkun...
 
Modul pengendalian
Modul pengendalianModul pengendalian
Modul pengendalian
 
Makalah penyakit menular dan tidak menular
Makalah penyakit menular dan tidak menularMakalah penyakit menular dan tidak menular
Makalah penyakit menular dan tidak menular
 
Miasis
MiasisMiasis
Miasis
 
Ppt sik angka kejadian kesakitan
Ppt sik angka kejadian kesakitanPpt sik angka kejadian kesakitan
Ppt sik angka kejadian kesakitan
 
Askep komunitas penyakit menular
Askep komunitas penyakit menularAskep komunitas penyakit menular
Askep komunitas penyakit menular
 

Similar to 1699 843-1-pb

SARS-CoV-2 dan Kajian Risiko Masuknya ke Indonesia - Pusat KH & Kehani, BARAN...
SARS-CoV-2 dan Kajian Risiko Masuknya ke Indonesia - Pusat KH & Kehani, BARAN...SARS-CoV-2 dan Kajian Risiko Masuknya ke Indonesia - Pusat KH & Kehani, BARAN...
SARS-CoV-2 dan Kajian Risiko Masuknya ke Indonesia - Pusat KH & Kehani, BARAN...Tata Naipospos
 
Nematoda Jaringan - Helminth Parasit (Pengertian, Siklus Hidup, Klasifikasi)
Nematoda Jaringan - Helminth Parasit (Pengertian, Siklus Hidup, Klasifikasi)Nematoda Jaringan - Helminth Parasit (Pengertian, Siklus Hidup, Klasifikasi)
Nematoda Jaringan - Helminth Parasit (Pengertian, Siklus Hidup, Klasifikasi)FaridAmrulloh1
 
Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanDinnurAulia
 
FGD CIVAS Mengenai Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan - The Sahira Hotel...
FGD CIVAS Mengenai Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan - The Sahira Hotel...FGD CIVAS Mengenai Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan - The Sahira Hotel...
FGD CIVAS Mengenai Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan - The Sahira Hotel...Tata Naipospos
 
Filariasis
FilariasisFilariasis
Filariasis19941004
 
Jurnal Kajian Lingkungan
Jurnal Kajian LingkunganJurnal Kajian Lingkungan
Jurnal Kajian LingkunganAzmi14015
 
materi pembelajaran epidemiologi kesehatan lingkungan
materi pembelajaran epidemiologi kesehatan lingkunganmateri pembelajaran epidemiologi kesehatan lingkungan
materi pembelajaran epidemiologi kesehatan lingkunganAzizahPutriWibowo
 
Vektor penyakit.pptx
Vektor penyakit.pptxVektor penyakit.pptx
Vektor penyakit.pptxnopia wati
 
Parasit Endemik di Jawa
Parasit Endemik di JawaParasit Endemik di Jawa
Parasit Endemik di JawaAwe Wardani
 
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten KarawangProgram Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten KarawangDokter Tekno
 
Faktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin
Faktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 BanjarmasinFaktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin
Faktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 BanjarmasinErdina Lulu
 
Makalah frambusia
Makalah frambusiaMakalah frambusia
Makalah frambusiaWarnet Raha
 
Makalah frambusia
Makalah frambusiaMakalah frambusia
Makalah frambusiaWarnet Raha
 
JURNAL EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN.ppt
JURNAL EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN.pptJURNAL EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN.ppt
JURNAL EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN.pptROINDRYIAPOSEMANURUN
 

Similar to 1699 843-1-pb (20)

Epid kelompok 1
Epid kelompok 1Epid kelompok 1
Epid kelompok 1
 
Makalah filariasis
Makalah filariasisMakalah filariasis
Makalah filariasis
 
SARS-CoV-2 dan Kajian Risiko Masuknya ke Indonesia - Pusat KH & Kehani, BARAN...
SARS-CoV-2 dan Kajian Risiko Masuknya ke Indonesia - Pusat KH & Kehani, BARAN...SARS-CoV-2 dan Kajian Risiko Masuknya ke Indonesia - Pusat KH & Kehani, BARAN...
SARS-CoV-2 dan Kajian Risiko Masuknya ke Indonesia - Pusat KH & Kehani, BARAN...
 
Nematoda Jaringan - Helminth Parasit (Pengertian, Siklus Hidup, Klasifikasi)
Nematoda Jaringan - Helminth Parasit (Pengertian, Siklus Hidup, Klasifikasi)Nematoda Jaringan - Helminth Parasit (Pengertian, Siklus Hidup, Klasifikasi)
Nematoda Jaringan - Helminth Parasit (Pengertian, Siklus Hidup, Klasifikasi)
 
Proposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatanProposal kti keperawatan
Proposal kti keperawatan
 
FGD CIVAS Mengenai Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan - The Sahira Hotel...
FGD CIVAS Mengenai Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan - The Sahira Hotel...FGD CIVAS Mengenai Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan - The Sahira Hotel...
FGD CIVAS Mengenai Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan - The Sahira Hotel...
 
Filariasis
FilariasisFilariasis
Filariasis
 
Jurnal Kajian Lingkungan
Jurnal Kajian LingkunganJurnal Kajian Lingkungan
Jurnal Kajian Lingkungan
 
materi pembelajaran epidemiologi kesehatan lingkungan
materi pembelajaran epidemiologi kesehatan lingkunganmateri pembelajaran epidemiologi kesehatan lingkungan
materi pembelajaran epidemiologi kesehatan lingkungan
 
Vektor penyakit.pptx
Vektor penyakit.pptxVektor penyakit.pptx
Vektor penyakit.pptx
 
Makalah kaki gajahhh
Makalah kaki gajahhhMakalah kaki gajahhh
Makalah kaki gajahhh
 
Parasit Endemik di Jawa
Parasit Endemik di JawaParasit Endemik di Jawa
Parasit Endemik di Jawa
 
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten KarawangProgram Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
 
Faktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin
Faktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 BanjarmasinFaktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin
Faktor Ekologi Nyamuk Malaria di SDN Belitung Selatan 4 Banjarmasin
 
Makalah frambusia
Makalah frambusiaMakalah frambusia
Makalah frambusia
 
Makalah frambusia
Makalah frambusiaMakalah frambusia
Makalah frambusia
 
Makalah frambusia
Makalah frambusiaMakalah frambusia
Makalah frambusia
 
Demam lassa
Demam lassaDemam lassa
Demam lassa
 
JURNAL EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN.ppt
JURNAL EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN.pptJURNAL EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN.ppt
JURNAL EPIDEMIOLOGI KESEHATAN LINGKUNGAN.ppt
 
Cacing
CacingCacing
Cacing
 

More from Yuga Rahmat S (20)

2.powert point
2.powert point2.powert point
2.powert point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
2. power point
2. power point2. power point
2. power point
 
Echinodermata
EchinodermataEchinodermata
Echinodermata
 
2010 pengamatan invertebratadibama
2010 pengamatan invertebratadibama2010 pengamatan invertebratadibama
2010 pengamatan invertebratadibama
 
3. silabus
3. silabus3. silabus
3. silabus
 
1.bahan ajar
1.bahan ajar1.bahan ajar
1.bahan ajar
 
Artikel kel. 8
Artikel kel. 8Artikel kel. 8
Artikel kel. 8
 
Rayap
RayapRayap
Rayap
 
3. silabus
3. silabus3. silabus
3. silabus
 
1.bahan ajar
1.bahan ajar1.bahan ajar
1.bahan ajar
 
Artikel fhylum mollusca
Artikel fhylum molluscaArtikel fhylum mollusca
Artikel fhylum mollusca
 
Artikel fhylum mollusca
Artikel fhylum molluscaArtikel fhylum mollusca
Artikel fhylum mollusca
 

1699 843-1-pb

  • 1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN FILARIASIS DI INDONESIA (DATA RISKESDAS 2007) Factors Influenced of Filariasis in Indonesia Mardiana, Enny Wahyu Lestari and Dian Perwitasari* Abstract. Filariasis or elephantiasis diseases which caused by filaria worm and contagious through mosquito bite, still the major community health problem in Indonesia. There are several type of filaria worm in Indonesia, i.e. Wuchereria bancrqfti, Brugia malayi and Brugia timorl. The vectors of filariasis are Culex quinquefasciatus in the urban area, Anopheles spp, Aedes spp and Mansonia spp in the rural area. The infection risk in some area of filariasis related to the situation of local area. Various factor of environmental area which area physical, biological and also cultural social to be influence to development of transmitted filariasis by mosquito. The analysis of data Riskesdas 2007 has been done to perform of factor influence filariasis case in Indonesia. Same parameters was analyzed to case of filariasis in last 12 months; gender, ages, educations, work, mosquito net usage, sources of water, effluent dismissal, residences, water dismissal channel, existence of livestock in house. From analysis inferential, show there is no relation between genders, age, education, work, and mosquito net usage, sources of water, water dismissal channel, and existence of livestock in house to case filariasis. Statistically indicates that there is significantly difference between residences in rural and in urban to case of filariasis in last 12 months. Responder who live in rural areas (0,05%) have 2,4 times risk higher than responder who live in urban (0,03%). The same as condition of water dismissal channel shows to existence of significantly differences. Responder who have water dismissal channel without cover have high risk infections of filariasis in the last 12 monthhs were 0,05%, while the responder have water dismissal channel with cover have high risk in last 12 months were 0,03%. Keywords: Filariasis, endemic area, factors PENDAHULUAN memungkinkan untuk dilakukan, karena pemberantasan vektor mengalami banyak Filariasis limfatik merupakan hambatan. Indonesia menetapkan eliminasi penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria filariasis sebagai salah satu prioritas nasional yang menyerang kelenjar dan pembuluh getah bening. Di Indonesia filariasis limfatik pemberantasan penyakit menular, dengan menerapkan dua strategi utama yaitu disebabkan oleh Wuchereria bancrofti memutuskan rantai penularan dengan (filariasis bancrofti), Brugia malayi dan pengobatan massal di daerah endemis dan Brugia timori (filariasis brugia). Diagnosis upaya pencegahan dari gigitan nyamuk. ditegakkan dengan ditemukan mikrofilaria dalam peredaran darah. W. bancrofti dan B. Namun dalam program tersebut tidak pernah timori hanya ditemukan pada manusia. dilakukan penyemprotan terhadap vektor Filariasis W.bancrofti ditularkan melalui penyebab terjadinya filariasis (DepKes, 2006). vektor nyamuk Culex quinquefasciatus di daerah perkotaan dan oleh Anopheles spp., Penyebaran penyakit filariasis Aedes spp. dan Mansonia spp.d'i daerah hampir di seluruh wilayah Indonesia dan di pedesaan (DepKes.2005). Filariasis beberapa daerah dengan endemisitas yang merupakan penyebab utama kecacatan, cukup tinggi. Berdasarkan hasil survei darah stigma sosial, hambatan psikososial yang padatahun 1999 tingkat endemisitas penyakit menetap sehingga mengakibatkan penurunan filariasis masih tinggi dengan rata-rata Mf produktivitas kerja. Penyebaran penyakit ini rate 3,1%. Hal ini menunjukkan bahwa sudah sangat meluas dari pulau Sumatera penularan filariasis di Indonesia masih tinggi. sampai dengan Papua. Wilayah penyebaran Secara umum, Filaria bancrqfti tersebar di ini terutama pada daerah pedesaan dan Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa daerah trasmigrasi (Soeyoko,2002). Tenggara, Maluku dan Papua, sedangkan W. bancrofti tipe perkotaan ditemukan di Dalam kebijakan pemberantasan perkotaan dan sekitarnya antara lain Jakarta, filariasis di Indonesia, pengobatan masih Bekasi, Tanggerang, Lebak (Banten), merupakan tindakan yang paling * Peneliti pada Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat 83
  • 2. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 - 92 Semarang dan Pekalongan. Filariasis malayi Filariasis brugia hanya ditemukan di tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi pedesaan sedangkan filariasis bancrofti dan Pulau Seram. Filariasis timori terdapat didapatkan juga di perkotaan. Menurut di Kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor dan laporan WHO (1987) prevalensi filariasis Sumba. Penyakit filariasis terjadi apabila ada bervariasi antara 2% sampai 70% pada tahun lima unsur utama yaitu, sumber penularan 1987. (manusia dan hewan sebagai reservoir), parasit (cacing), vektor (nyamuk), manusia Transmisi filariasis terjadi apabila yang rentan (host), dan lingkungan (fisik, lingkungan terdapat tempat berkembang biologik, ekonomi dan sosial budaya) biaknya vektor filariasis di masyarakat antara (DepKes, 2006). lain adanya tempat genangan air/ penampungan air limbah, saluran Keadaan lingkungan sangat pembuangan air rumah tangga, letak sumber berpengaruh terhadap transmisi filariasis. air di pekarangan rumah, hal ini sangat Biasanya daerah endemis B. malayi adalah potensial sebagai tempat berkembangbiaknya daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau vektor filariasis, dan perilaku pemakian badan air yang lain dengan tanaman air. kelambu serta adanya ternak disekitar Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe pemukiman penduduk. perkotaan (urban) adalah daerah-daerah Artikel ini membahas analisis perkotaan yang kumuh, padat penduduknya hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi dan banyak genangan air kotor sebagai kejadian filariasis di daerah endemis di habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex Indonesia. quinquefaciatus. Habitat vektor filariasis sangat bervariasi antara lain berupa genangan air seperti rawa-rawa, yang sangat potensial BAHAN DAN CARA untuk berkembangbiaknya. (Depkes, 2008) Bahan penelitian analisis lanjut Penyebab utama filariasis limfatik diperoleh dari data Riskesdas tahun 2007, pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, dilakukan analisis lanjut meliputi beberapa Brugia malayi, dan Brugia timori. Dengan variabel yang terkait dengan penyakit perkiraan sebanyak 90.2 juta penduduk dunia filariasis. telah terinfeksi, lebih dari 90 % berasal dari jenis filariasis bancrofti dan kurang dari 10 Data mengenai Krakteristik % adalah jenis filariasis brugia (Mark JW, responden : Jenis kelamin, umur, pendidikan, 2008). Penyebaran dan penularan penyakit pekerjaan, pemakaian kelambu, pencemaran ini sangat erat kaitannya dengan sosial sumber air, penampungan air limbah, saluran ekonomi dan perilaku yang menjadi faktor pembuangan air, keberadaan ternak, utama terjadinya epidemi di masyarakat. klasifikasi desa/kota. variabel tersebut dari Diagnosis pasti ditegakkan dengan hasil kuesioner ART (Anggota Rumah ditemukan mikrofiiaria dalam peredaran Tangga) Riskesdas 2007 darah. W. bancrofti dan B. timori hanya Untuk variabel bebas (independent ditemukan pada manusia. Di Indonesia B. variable): faktor lingkungan, faktor ekonomi malayi dapat menyerang manusia dan hewan. dan faktor demografi sebagai variabel bebas. (Partono F,2008) Variabel tidak bebasnya (dependent variabel) Di dalam nyamuk, mikrofiiaria yang adalah : kejadian filariasis di daerah endemi terisap bersama darah berkembang menjadi Model yang digunakan adalah model larva infektif. Larva infektif masuk secara Logit (Logistik Biner) atau model Nonlinier. aktif ke dalam tubuh hospes waktu nyamuk Dengan model Logit akan diketahui Odd menggigit hospes dan berkembang menjadi (kecenderungan) atau disebut Resiko yaitu dewasa yang melepaskan mikrofiiaria ke perbandingan antara probability terjadinya dalam peredaran darah. suatu peristiwa dengan probabilitas tidak Filariasis ditemukan di berbagai terjadinya suatu peristiwa. daerah dataran rendah yang berawa dengan hutan-hutan belukar yang umumnya didapat di pedesaan di luar Jawa-Bali. 84
  • 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian filariasis...( Mardiana, Enny & Dian) HASIL terakhir responden yang menjawab pernah menderita filariasis di Indonesia sebesar Persentase kejadian filariasis 0.04%; yang menjawab tidak pernah sebesar menurut propinsi dari data Riskesdas 2007 99,90%; sedangkan yang tidak menjawab ditampilkan dalam tabel 1 dan label 2. Dari sebesar 0.06% (Tabel 1). hasil wawancara terhadap responden diketahui bahwa dalam kurun waktu 12 bulan Tabel 1. Persentase Kejadian Filariasis di Seluruh Indonesia, Data Riskesdas 2007 Kejadian Filariasis Frequency Percent Tidak 972.681 99.90 Pernah 424 0.04 Tidak Menjawab 552 0.06 Total 973.657 100.00 Dari data per propinsi persentase Dari Tabel 3 terlihat bahwa kejadian filariasis tertinggi terjadi di (3 persentase kejadian filariasis menurut jenis propinsi), yaitu Propinsi Papua Barat, sebesar kelamin, secara statistik variabel jenis 0.28%, kemudian Propinsi Nangroe Aceh kelamin tidak memiliki hubungan yang Darussalam, sebesar 0.25% dan Propinsi signifikan (tidak memiliki pengaruh yang Papua 0.12%. Sedangkan propinsi yang nyata) dengan probabilitas terjadinya 100% respondennya menjawab tidak pernah filariasis dalam 12 bulan terakhir. Pada laki- menderita filariasis adalah di Propinsi DIY laki yang pernah terkena filariasisis sebesar (Daerah Istimewa Yogyakarta) dan Propinsi 0.05%, dan perempuan 0.04%. Jadi tidak ada Maluku (Tabel 2). perbedaan bermakna terhadap resiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir Untuk kelompok umur kaitannya antara laki - laki dan perempuan. dengan kejadian filariasis telihat pada Tabel 4, secara statistik variabel umur tidak Kejadian filariasis dengan memiliki hubungan yang signifikan (tidak pendidikan dikatagorikan lamanya sekolah di memiliki pengaruh yang nyata) dengan atas enam tahun dan di bawah atau sama probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 dengan enam tahun. Secara statistik variabel bulan terakhir. Pada kelompok umur umur lamanya sekolah tidak memiliki hubungan beresiko (<21 tahun dan >35 tahun) yang yang signifikan (tidak memiliki pengaruh pernah terkena filariasis sebesar 0.046% yang nyata) dengan probabilitas terjadinya sedangkan kelompok umur tidak beresiko filariasis dalam 12 bulan terakhir. Untuk (21- 35 tahun) sebesar 0.43%. Tidak ada yang berpendidikan di atas enam tahun yang perbedaan yang nyata terhadap risiko pernah terkena filariasis sebesar 0.04% terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir sedangkan di bawah dan sama dengan enam antara kelompok umur berisiko (<21 tahun tahun sebesar 0.05% (Tabel 5). Untuk semua dan > 35 tahun) dan kelompok umur tidak jenjang pendidikan ternyata tidak ada berisiko (21-35 tahun). perbedaan yang nyata terhadap risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir. 85
  • 4. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 - 92 Tabel 2. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Propinsi di Seluruh Indonesia, Data Riskesdas 2007 Kejadian Filariasis PROPINSI Tidak Pernah Jumlah % Jumlah 'to DI Aceh 40788 99.75 104 0.25 Sumatra Utara 69234 99.97 22 0.03 Sumatra Barat 42005 99.96 16 0.04 Riau 25519 99.96 11 0.04 Jambi 22429 99.97 6 0.03 Sumatra Selatan 33355 99.99 3 0.01 Bengkulu 18957 99.96 7 0.04 Lampung 23791 99.99 3 0.01 Bangka Belitung 13641 99.97 4 0.03 Kepulauan Riau 12508 99.95 6 0.05 OKI Jakarta 16958 99.93 12 0.07 Jawa Barat 68374 99.97 23 0.03 Jawa Tengah 87033 99.98 21 0.02 DI Yogyakarta 10163 100.00 0 0.00 Jawa Timur 100957 99.99 9 0.01 Banten 17257 99.99 2 0.01 Bali 20596 99.97 7 0.03 Nusa Tenggara Barat 21288 99.96 9 0.04 Nusa Tenggara Timur 37955 99.92 30 0.08 Kalimantan Barat 27335 99.95 15 0.05 Kalimantan Tengah 27996 99.97 9 0.03 Kalimantan Selatan 25694 99.99 3 0.01 Kalimantan Timur 25895 99.98 6 0.02 Sulawesi Utara 14371 99.98 3 0.02 Sulawesi Tengah 21471 99.95 10 0.05 Sulawesi Selatan 54554 99.97 16 0.03 Sulawesi Tenggara 26575 99.96 10 0.04 Gorontalo 11211 99.93 8 0.07 Sulawesi Barat 10329 99.98 2 0.02 Maluku 10356 100.00 0 0.00 Maluku Utara 11496 99.92 9 0.08 Papua Barat 6872 99.72 19 0.28 Papua 15718 99.88 19 0.12 Jumlah 972681 99.96 424 0.04 Tabel 3. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Jenis Kelamin, Data Riskesdas 2007 Kejadian Filariasis Jenis Kalamin Jumlah Pernah % Laki-laki 478.139 221 0.05 Perempuan 494.966 203 0.04 Tabel 4. Persentase Kejadian Filariasis menurut Kelompok Umur, Data Riskesdas 2007 Kejadian Filariasis Kelompok Umur Jumlah Pernah % 21 tahun - 35 tahun 227.977 104 0.046 < 21 tahun atau > 35 tahun 745.128 320 0.043 86
  • 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kcjadian filariasis...( Mardiana, Enny & Dian) Tabel 5. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Lama Sekolah, Data Riskesdas 2007 Kejadian Filariasis Lama Sekolah Jumlah Pernah >6tahun 313.138 128 0.04 < 6 tahun 452.775 249 0.05 Jenis pekerjaan umumnya selalu memiliki pengaruh yang nyata) dengan dikaitkan dengan faktor resiko suatu probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 penyakit. Pada Tabel 6, terlihat bahwa yang bulan terakhir. Jadi tidak ada perbedaan yang bekerja pernah terkena filariasis sebesar nyata terhadap resiko terjadinya filariasis 0.06% dan yang tidak bekerja sebesar 0.04%. dalam 12 bulan terakhir antara mereka yang Secara statistik variabel pekerjaan tidak tidak bekerja yaitu yang sekolah, ibu rumah memiliki hubungan yang signifikan (tidak tangga, penganggur dan yang bekerja. Tabel 6. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Status Bekerja/Tidak Bekerja, Data Riskesdas 2007 Kejadian Filariasis Pekerjaan Jumlah Pernah Bekerja 404399 232 0.06 Tidak bekerja 362657 147 0.04 Kejadian filariasis dengan klasifikasi bulan terakhir, dimana responden yang daerah tempat tinggal sangat erat kaitannya tinggal di pedesaan memiliki resiko lebih sehingga dapat dikatagorikan daerah endemis besar untuk terkena filariasis dibandingkan dan daerah non endemis filariasis. Dari Tabel orang yang tinggal di perkotaan. 7, terlihat bahwa yang tinggal di perkotaan Terjadinya filariasis dalam 12 bulan sebasar 0.03% pernah terkena filariasis dan terakhir pada orang yang tinggal di pedesaan tinggal di pedesaan yang pernah terkena memiliki probabilitas risiko lebih besar yaitu filariasis sebesar 0.05%. Secara statistik exp (fts) = exp (0,8909) = 2,44 kali variabel klasifikasi daerah tempat tinggal dibandingkan dengan orang yang tinggal di memiliki hubungan yang signifikan perkotaan. (memiliki pengaruh yang nyata), dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 Tabel 7. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Klasifikasi Daerah Tempat Tinggal, Data Riskesdas 2007 Klasifikasi Daerah Kejadian Filariasis jumian Tempat Tinggal Pernah % Perkotaan 353463 90 0.03 Pedesaan 619642 334 0.05 Pemakaian kelambu yang dilakukan nyata) dengan probabilitas terjadinya oleh responden kaitannya dengan penularan filariasis dalam 12 bulan terakhir. Antara filariasis, yang pernah terkena filariasis dan mereka yang semalam tidur memakai memakai kelambu sebesar 0.05% sedangkan kelambu dengan yang tidak memakai yang tidak memakai kelambu sebesar 0.04% kelambu ternyata tidak ada perbedaan yang (Tabel 8). Secara statistik variabel pemakaian nyata terhadap resiko terjadinya filariasis kelambu tidak memiliki hubungan yang dalam 12 bulan terakhir. signifikan (tidak memiliki pengaruh yang 87
  • 6. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 - 92 Tabel 8. Persentase Kejadian Filariasis Menurut Pemakaian Kelambu. Data Riskesdas 2007 Kejadian Filariasis Pemakaian Kelambu Jumlah Pernah Pakai 319088 148 0.05 Tidak Pakai 646244 269 0.04 Dari Tabel 9, kejadian filariasis dengan probabilitas terjadinya filariasis dengan ada-tidaknya pencemaran sumber air dalam 12 bulan terakhir. Jadi secara statistik (air limbah) ternyata masing-masing sebesar tidak ada perbedaan yang nyata terhadap 0.04%, baik yang pernah terkena filariasis risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan maupun yang tidak pernah filariasis. Secara terakhir antara rumah tangga yang sumber statistik variabel pencemaran sumber air airnya tercemar dengan yang tidak tercemar. tidak memiliki hubungan yang signifikan Tabel 9. Persentase Kejadian Filariasis menurut Pencemaran Sumber Air (air limbah), Data Riskesdas 2007 Kejadian Filariasis i ciitciiicuaji Mimuci oti juuiioii ~ Pernah % Tidak ada 753.488 330 0.04 Ada limbah 215.921 92 0.04 Secara statistik variabel genangan air limbah sebesar 0.41% (Tabel 13). Pada limbah tidak memiliki hubungan yang rumah tangga yang terdapat genangan air signifikan dengan probabilitas terjadinya limbah dengan yang tidak terdapat genangan filariasis dalam 12 bulan terakhir. Rumah air limbah tidak ada perbedaan yang nyata tangga yang pernah terkena filariasis tidak terhadap resiko terjadinya filariasis dalam 12 ada genangan air limbah menunjukkan bulan terakhir antara genangan air limbah. sebesar 0.045% dan mempunyai genangan air Tabel 10. Persentase Kejadian Filariasis menurut Genangan Air Limbah, Data Riskesdas 2007 Lokasi Genangan Air Kejadian Filariasis Jumlah limbah Pernah % Terdapat Genangan 409.140 186 0.045 Tidak Ada Genangan 549.827 228 0.041 Kejadian filariasis dengan kondisi menunjukkan sebesar 0.03% sedangkan yang saluran pembuangan air limbah, secara mempunyai saluran pembuangan air limbah statistik variabei saiuran pembuangan air terbuka sebesar 0.05% (Tabel 11). limbah memiliki hubungan yang signifikan Terjadinya filariasis dalam 12 bulan dengan probabilitas terjadinya filariasis terakhir pada orang yang tinggal dengan dalam 12 bulan terakhir, dimana dalam rumah tangga yang saluran air limbahnya rumah tangga yang saluran air limbahnya terbuka, memiliki probabilitas resiko lebih terbuka memiliki risiko lebih besar untuk besar yaitu exp (/?9) = exp (0.93971) = 2,56 terkena filariasis dibandingkan saluran yang kali dibandingkan dengan orang yang tinggal tertutup. Rumah tangga yang pernah terkena dengan rumah tangga yang saluran air filariasis dan mempunyai saluran limbahnya tertutup. pembuangan air limbah tertutup 88
  • 7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian filariasis...( Mardiana, Enny & Dian) label 11. Persentase Kejadian Filariasis menurut Kondisi Saluran Pembuangan Air limbah, Data Riskesdas 2007 Saluran Pembuangan Kejadian Filariasis Jumlan air limbah Pernah % Tertutup 235.640 71 0.03 Terbuka 715.305 340 0.05 Letak hewan ternak yang dipelihara ternak dipelihara di luar rumah maupun di kaitannya dengan kejadian filariasis, secara dalam rumah menunjukkan masing-masing statistik variabel letak hewan ternak besar sebasar 0.07%. Antara responden yang dan sedang yang dipelihara tidak memiliki memelihara hewan ternak besar/sedang di hubungan yang signifikan dengan dalam rumah dan yang di luar rumah. tidak probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 ada perbedaan yang nyata terhadap risiko bulan terakhir. Dari Tabel 12, terlihat bahwa terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir yang pernah terkena filariasis mempunyai Tabel 12. Persentase Kejadian Filariasis menurut Lokasi Kandang Ternak Besar yang Dipelihara, Data Riskesdas 2007 Kejadian Filariasis Lokasi Ternak dipelihara Jumlah Pernah Luar Rumah 176.189 131 0.07 Dalam Rumah 21.369 14 0.07 PEMBAHASAN dapat terinfeksi filariasis dan 10%. Sebagian diantaranya adalah wanita yang sering Filariasis limfatik diidentifikasikan member! dampak sosial, ekonomi serta sebagai penyebab kecacatan menetap dan mental secara psikologis, sehingga tidak berjangka lama, terbesar kedua di dunia dapat bekerja secara optimal dan hidup selalu setelah kecacatan mental. Penyakit yang tergantung pada orang lain (WHO,2005). bersifat menahun (kronis) dan bila tidak Secara statistik variabel jenis kelamin tidak mendapat pengobatan akan menimbulkan memiliki hubungan yang signifikan dengan cacat menetap berupa pembesaran kaki, probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 lengan dan alat kelamin baik perempuan bulan terakhir. Jadi tidak ada perbedaan yang maupun laki-laki. Penyakit ini terutama nyata terhadap risiko terjadinya filariasis ditemukan di daerah katulistiwa dan dalam 12 bulan terakhir antara laki - laki dan merupakan masalah kesehatan di daerah perempuan. Penularan filariasis dapat terjadi dataran rendah, tetapi kadang - kadang pada setiap orang baik laki-laki maupun ditemukan di dataran tinggi (Sandjaya,2007). perempuan. Demikian pula halnya dengan Kejadian filariasis dari hasil perbedaan kelompok umur, kelompok umur Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa tidak memiliki hubungan yang signifikan dari 33 propinsi, Propinsi Papua Barat dengan probabilitas terjadinya filariasis persentase responden yang menyatakan dalam 12 bulan terakhir. Jadi secara statistik pernah terkena filariasis sebesar 0, 28%, tidak ada perbedaan yang nyata terhadap Daerah Istimewa Aceh (D.I. Aceh) sebesar risiko terjadinya filariasis dalam 12 bulan 0,25 %. Propinsi yang tidak ada kejadian terakhir antara kelompok umur beresiko, filariasis dalam kurun waktu 12 bulan yaitu umur di bawah 21 tahun dan umur di terakhir adalah Daerah Istimewa Yogjakarta atas 35 tahun dibandingkan dengan (D.I.Y). Di Indonesia dilaporkan 22 propinsi kelompok umur tidak beresiko. Penularan telah terinfeksi filarisis diperkirakan terjadi pada siapa saja tidak tergantung umur sebanyak 150 juta orang, dan tertinggi tua atau muda, tetapi terjadi kontak dengan ditemukan di Papua (WHO, 2001). Di daerah nyamuk vektomya atau tidak. endemik risiko terkena filariasis > 10 - 50% 89
  • 8. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 -92 Secara statistik variabel lamanya daerah transmigrasi rentan terhadap sekolah (jenjang pendidikan) tidak memiliki penularan filariasis yang ditularkan oleh hubungan yang signifikan dengan terjadinya nyamuk A nopheles sp. filariasis dalam 12 bulan terakhir. Secara teori jenjang pendidikan yang lebih tinggi Pemakaian kelambu merupakan mempunyai pengetahuan yang lebih baik salah satu cara pencegahan terhadap penyakit terhadap kejadian penyakit tersebut sehingga tular vektor termasuk filariasis, yaitu untuk dapat melakukan pencegahan secara lebih memutus rantai penularan (menghindarkan baik dibandingkan dengan jenjang kontak antara manusia dengan nyamuk pendidikan yang rendah, namun dalam hal ini vektor). Temyata secara statistik variabel pemakaian kelambu tidak memiiiki hubungan teori tersebut tidak berpengaruh. Status pekerjaan juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan probabilitas terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir. yang signifikan dengan kejadian filariasis Jadi secara statistik tidak ada perbedaan yang dalam 12 bulan terakhir . Jadi tidak ada nyata terhadap risiko terjadinya filariasis perbedaan risiko terkena filariasis antara dalam 12 bulan terakhir antara mereka yang mereka yang tidak bekerja seprti sekolah, ibu semalam tidur memakai kelambu dan yang rumah tangga dan pengangguran dengan tidak memakai kelambu. Ha! tersebut mereka yang bekerja. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh karena cara berkaitan dengan jenis pekerjaan, misainya pemakaian kelambu yang kurang benar atau petani yang sering pergi ke ladang atau ke kelambu yang digunakan sudah tidak layak hutan, dimana daerah seperti ini biasanya pakai (robek, sudah usang dan berlubang ) banyak di dapatkan tempat-tempat genagan sehingga nyamuk masih dapat kontak dengan air, rawa-rawa, kobakan dan biasanya manusia. Menurut laporan, Juriastuti P, menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk (2010) pemakaian kelambu ada kaitanya vektor filariasis. Kenyataan ini terlihat dalam dengan perilaku dari masyarakat sendiri. hasil analisis statistik variabel klasifikasi daerah tempat tinggal dimana responden Keadaan lingkungan sangat yang tinggal dipedesaan memiliki resiko berpengaruh terhadap transmisi filariasis. lebih besar untuk terkena filariasis yaitu exp Biasanya daerah endemis B. malayi adalah (Pi) = exp (0,8909) = 2,4 kali dibandingkan daerah hutan rawa, sepanjang sungai atau orang yang yang tinggal di perkotaan. Telihat badan air yang lain dengan tanaman air. adanya perbedaan yang signifikan antara Sedangkan daerah endemis W. brancofti tipe tempat tinggal di pedesaan dan di perkotaan perkotaan (urban) adalah daerah-daerah dengan kejadian filariasis dalam 12 bulan perkotaan yang kumuh, padat penduduknya terakhir. Oleh karena itu dalam upaya dan banyak genangan air kotor sebagai penyebaran penduduk dan tenaga kerja ke habitat vektor penular yaitu nyamuk Culex wilayah tertentu (misainya transmigrasi), quinquefaciatus.H& ini sesuai dengan diharapkan pemerintah memperhatikan aspek penelitian Febrianto B, (2010) pencegahan terhadap penyakit filariasis. Di Flores Timur, NTT ternyata Dengan adanya perpindahan penduduk dari nyamuk sebagai vetor filariasis di daerah suatu daerah ke daerah lainnya, mungkin tersebut adalah An. flavirostris yang dapat terjadi penyebaran penyakit sehingga suatu penyakit yang semulanya hanya habitatnya di mata air, dan genangan air terdapat di suatu daerah tertentu saja dapat pada sungai yang mengering (Baroji meluas ke daerah lain (Nasirin, 2009). Oleh dkk,1999). karena itu perlu dilakukan pencegahan dan Habitat vektor filariasis sangat penanggulangan filariasis dengan bervariasi antara lain berupa genangan air memperhatikan faktor risiko yang dominan seperti rawa-rawa, yang sangat potensial mempengaruhi kejadian filariasis. untuk berkembangbiaknya. Secara statistik Berdasarkan kebijakan program untuk variabel pencemaran sumber air tidak pencegahan dan penanggulangan filariasis memiliki hubungan yang signifikan (tidak adalah pengobatan massa! bagi daerah memiliki pengaruh yang nyata) dengan endemis dan menghindari kontak dari gigitan terjadinya filariasis dalam 12 bulan terakhir, nyamuk vektor filariasis. Hal di atas sesuai tidak ada perbedaan yang nyata terhadap dengan laporan (Isna Indrawati, 1995) bahwa 90
  • 9. Faktor-faktor yangmempengaruhi kejadian filariasis...( Mardiana, Enny & Plan) resiko terjadinya filariasis antara rumah kali) dibanding dengan responden yang tangga yang sumber airnya tercemar dengan mempunyai saluran pembuangan air yang tidak. Namun adanya saluran limbah rumah tangga yang tertutup. pembuangan air limbah yang terbuka berpengaruh terhadap kejadian filariasis dalam 12 bulan terakhir, dimana dalam SARAN rumah tangga yang saluran air limbahnya Perlu dilakukan pemutusan rantai terbuka memiliki resiko lebih besar yaitu exp penularan terhadap penyakit filariasis ($,) = exp (0.93971) = 2,56 kali untuk baik di perkotaan maupun pedesaan terkena filariasis dibandingkan saluran yang dengan memperhatikan kebersihan tertutup. Oleh karena pada saluran air limbah lingkungan, mencegah adanya genangan yang terbuka menyebabkan tersedianya air yang potensial menjadi tempat tempat perkembangbiakan yang baik untuk perkembangbiakan nyamuk di sekitar nyamuk vektor filariasis yaitu Culex pemukiman. quinquefasciatus. Perlu adanya penyuluhan tentang Untuk memutus rantai penularan penyakit filariasis terutama di pedesaan penyakit tular vektor, termasuk filariasis mengenai gejala, cara pengobatan, adalah dengan mencegah kontak antara pencegahan serta pemakaian kelambu manusia dengan nyamuk vektornya. yang baik dan benar pada penduduk yang Pemeliharaan hewan ternak disekitar berisiko. pemukiman dapat dimanfaatkan sebagai barier, sehingga kontak gigitan nyamuk terhadap manusia berkurang. Zooprofilaksis UCAPAN TERIMA KASIH merupakan salah satu cara biologis yang bertujuan untuk mencegah dan Pada kesempatan ini penulis menghindarkan kejadian kontak antara mengucapkan terima kasih kepada Kepala nyamuk dan manusia dalam upaya Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan pengendalian nyamuk vektor penyakit. Masyarakat yang telah memberi kesempatan Walaupun demikian pada analisis statistik untuk menganalisa hasil riskesdas tahun ternyata letak kandang hewan ternak besar 2007. Terima kasih juga penulis sampaikan yang dipelihara di dalam rumah dan di luar kepada Dr. Triono Sundoro PhD selaku rumah tidak memiliki perbedaan yang Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan signifikan dengan kejadian filariasis dalam Kesehatan, Departemen Kesehatan R.I. atas 12 bulan terakhir. kesempatan yang diberikan dalam melakukan analisis lanjut data Riskesdas tahun 2007 sehingga laporan ini terlaksana. KESIMPULAN 1. Perbedaan lokasi tempat tinggal DAFTAR PUSTAKA responden (di pedesaan dengan perkotaan) dan saluran pembuangan air Baroji dick. (1999). Beberapa Aspek Bionomik Vektor Filariasis Anopheles flaviroslris Ludlowdi limbah rumah tangga yang terbuka, Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timut, mempunyai hubungan/ pengaruh NTT. Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 26. signifikan terhadap kejadian filariasis No. l.h.36-46. dalam 12 bulan terakhir. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Ditjen PP&PL, Pedoman pengobatan massal 2. Responden yang tinggal di pedesaan filariasis. h.1-3. mempunyai resiko terhadap kejadian Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2006). filariasis lebih besar (2,4 kali) dibanding Ditjen PP&PL. Pedoman Program Elimenasi Filariassis di Indonesia .h.1-10. dengan responden yang tinggal di Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006) perkotaan. Ditjen PP&PL. Epidemiologi Filariasis h,l-6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). 3. Responden yang mempunyai saluran Ditjen PP&PL, Subdit Filariasis Dan pembuangan air limbah rumah tangga Schistosomiasis. Situasi Filariasis Di yang terbuka mempunyai resiko lebih Indonesia Tahun 2007 dan Rencana Kegiatan besar terhadap kejadian filariasis (2,6 Tahun 2008. 91
  • 10. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No 2, Juni 2011 : 83 - 92 Febrianto B, dkk. (2008). Faktor Resiko Filariasis di Soeyoko. (2002). Penyakit Kaki Gajah (Filariasis Desa Samborejo, Kec Tirto, Kab Pekalongan Limfatik): Permasalahan dan Alternatif Jawa Tengah. Penanggulangannya. Universitas Gajah Isna Indrawati dkk. (1995). Filariasis Timori di Desa Mada. Semanggang, Kabupaten Kotawaringin, Sandjaya, dkk. (2007). Helmintologi Kedokteran, Kalimantan Tengah. Maj. Parasitol. Ind. 8 Prestasi Pustaka Jakarta. (l),Januari. h. 10-16. Wold Health Organization. (1987). Control of Juriastuti P dkk. (2010). Faktor Risiko Kejadian lymphatic filariasis, A manual for health Filariasis di Kelurahan Jati Sampurna, personnel. WHO, Genewa. Makara Kesehatan. vol 14, no 1, h 31-36. Wold Health Organization. (2001). Regional office for Mark JW. Epidemiology of lymphatic filariasis, South - East Asia: Regional Strategic Plan <tersedia dari : www.pubmed.gov>. For Elimination of Lymphatic Filariasis [Accessed 7 Juli 2008]. (2000-2004). New Delhi. Nasirin, dkk. Faktor- Faktor Lingkungan dan Perilaku Wold Health Organization. (2005). Tool Kit For The yang Berhubungan dengan Kejadian Eliminastion Of Lymphatic Filariasis, A Filariasis di Kabupaten Ba.ngka Barat J. guide to implementation for health Kesehat. Lingkung. Indones. Vol.S.No.l professionals in Indonesia. April. h.35-38. 2009 Partono F, The Spectrum of Disease in Lymphatic Filariasis. <tersedia dari : www.pubmed.gov>. [Accessed 7 Juli 2008] 92