Dokumen tersebut membahas pengendalian demam berdarah dan malaria di Indonesia. Ia menjelaskan upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah Indonesia meliputi surveilans, diagnosis, pengobatan, serta pengendalian vektor. Dokumen tersebut juga membahas pendekatan Manajemen Vektor Terpadu yang dipromosikan WHO untuk pengendalian vektor secara menyeluruh dan berkelanjutan.
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
Modul pengendalian
1. TUGAS P2MNM
RESUME
“PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DAN MALARIA”
DISUSUN OLEH :
DIAN SUTRISNI
25010113130398
F/2013
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
NOVEMBER 2014
2. PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya
yang disebabkan oleh virus Dengue dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu
singkat oleh karena terjadinya perdarahan dan shock. Virus Dengue ditularkan dari
orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor
epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.albopictus,
Ae.polynesiensis dan Ae. niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder. Nyamuk
Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia menghisap darah dari
seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul. Infeksi Dengue mempunyai masa inkubasi
antara 2 sampai 14 hari, biasanya 4-7 hari. Semua orang rentan terhadap penyakit ini.
Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin
berkembangnya penyakit DBD adalah faktor urbanisasi yang tidak terkontrol dengan
baik, sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih yang tidak memadai,
kurangnya system pengendalian nyamuk yang efektif. Selain faktor-faktor lingkungan
tersebut diatas status imunologi seseorang, usia dan riwayat genetic juga
berpengaruh terhadap penularan penyakit. Perubahan iklim (climate change) global
yang menyebabkan kenaikan ratarata temperatur, perubahan pola musim hujan dan
kemarau juga disinyalir menyebabkan risiko terhadap penularan DBD
A. PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DI INDONESIA
( Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue oleh Kemenkes RI 2011)
Di Indonesia, pada tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33 provinsi,
440 Kab./Kota. Kasus DBD terbanyak dilaporkan di daerah-daerah dengan tingkat
kepadatan yang tinggi, seperti provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera.
Upaya pemberantasan demam berdarah terdiri dari 3 hal, yaitu: (1)
Peningkatan kegiatan surveilans penyakit dan surveilans 2vector, (2) Diagnosis dini
dan pengobatan dini,(3)Peningkatan upaya pemberantasan 2vector penular penyakit
DBD.
3. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD merupakan tanggung
jawab bersama antara pemerintah baik lintas 3vector maupun lintas program dan
masyarakat termasuk 3vector swasta. Tugas dan tanggung jawab pemerintah dalam
upaya pemberantasan penyakit DBD antara lain membuat kebijakan dan rencana
strategis penanggulangan penyakit DBD, mengembangkan teknologi pemberantasan,
mengembangkan pedoman pemberantasan, memberikan pelatihan dan bantuan teknis,
melakukan penyuluhan dan promosi kesehatan serta
penggerakan masyarakat.
Kebijakan Nasional Pengendalian DBD
Kebijakan Nasional untuk pengendalian DBD sesuai KEPMENKES No
581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
Dengue, adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian terhadap
pengendalian DBD.
2) Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD.
3) Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program pengendalian DBD.
4) Memantapkan kerjasama lintas 3vector/ lintas program.
5) Pembangunan berwawasan lingkungan.
Kegiatan Pokok Pengendalian DBD
a. Surveilans epidemiologi
Surveilans pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus secara
aktif maupun pasif, surveilans 3vector (Aedes sp), surveilans laboratorium dan
surveilans terhadap 3vector risiko penularan penyakit seperti pengaruh curah hujan,
kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya perubahan iklim
(climate change).
Surveilans Vektor DBD meliputi proses pengumpulan, pencatatan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data 3vector serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program dan pihak instansi terkait secara sistematis dan terus-
4. menerus. Sebagai dasar untuk melakukan surveilans 4vector terlebih dahulu harus
memahami tentang pengertian dan tujuan surveilans 4vector DBD, metode surveilans
4vector DBD (Penentuan lokasi surveilans, Waktu pengamatan, cara pengamatan/
pengukuran 4vector DBD dan Peralatan surveilans) serta Morfologi, Identifikasi dan
Bio-ekologi 4vector DBD (perilaku, distribusi dan hubungannya dengan iklim, social
budaya dan bersifat 4ecto spesifik, yang mempengaruhi terjadinya peningkatan
danpenularan penyakit DBD.
Surveilans 4vector merupakan 4vector penting dalam pelaksanaan program
pengendalian penyakit DBD antara lain dalam pengambilan keputusan / kebijakan
dan menentukan tindak lanjut dari data yang diperoleh dalam rangka menentukan
tindakan pengendalian 4vector secara efisien dan efektif.
b. Penemuan dan tatalaksana kasus
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan
penanganan penderita di Puskesmas dan Rumah Sakit.
c. Pengendalian Vector
Upaya pengendalian vector dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan
jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk
memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia. Pada
fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :
1) Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas
2) Secara kimiawi dengan larvasidasi
3) Secara biologis dengan pemberian ikan
4) Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu, memasang
kawat kasa dll)
Pengendalian DBD yang tepat adalah pemutusan rantai penularan yaitu
dengan pengendalian vektornya, karena vaksin dan obat masih dalam proses
penelitian. Vektor DBD sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan iklim global, kemajuan teknologi transportasi,
mobilitas penduduk, urbanisasi, dan infrastruktur penyediaan air bersih yang kondusif
untuk perkembangbiakan 4vector DBD, serta perilaku masyarakat yang belum
5. mendukung upaya pengendalian. DBD merupakan salah satu penyakit berbasis
lingkungan, oleh karena itu pengendalian vektornya tidak mungkin berhasil dengan
baik tanpa melibatkan peran serta masyarakat termasuk lintas 5vector, lintas program,
LSM, tokoh masyarakat dan penyandang dana. Pengendalian 5vector DBD harus
berdasarkan pada data dan informasi tentang bioekologi 5vector, situasi daerah
termasuk 5vector budayanya.
Pengendalian Vektor Terpadu (Integrated Vektor Management)
IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk
mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai institusi. IVM
dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran
serta sektor lain melalui kegiatan Pokjanal DBD, Kegiatan PSN anak sekolah dll.
Kegiatan pengendalian vector pada KLB DBD
Pada saat KLB, maka pengendalian vector harus dilakukan secara cepat, tepat
dan sesuai sasaran untuk mencegah peningkatan kasus dan meluasnya penularan.
Langkah yang dilakukan harus direncanakan berdasarkan data KLB, dengan tiga
intervensi utama secara terpadu yaitu pengabutan dengan fogging/ULV, PSN dengan
3 M plus, larvasidasi dan penyuluhan penggerakan masyarakat untuk meningkatkan
peran serta.
d. Peningkatan peran serta masyarakat
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan pelatihan
guru, tatanan institusi (kantor, tempat0tempat umum dan tempat ibadah). Berbagai
upaya secara polotis telah dilaksanakan seperti instruksi Gubernur/Bupati/Walikota,
Surat Edaran Mendagri, Mendiknas, serta terakhir pada 15 Juni 2011 telah dibuat
suatu komitmen bersama pimpinan daerah Gubernur dan Bupati/Walikota untuk
pengenadalian DBD.
e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya
KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat dan
tepat. Upaya dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan
6. epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi foging 6ecto,
penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi. Demikian pula
kesiapsiagaan di RS untuk dapat manampung pasien DBD, baik penyediaan tempat
tidur, sarana 6vector66, dan tenaga medis, 6vector66c dan laboratorium yang siaga 24
jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran untuk perawatan bagi pasien tidak
mampu.
f. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet
atau poster tetapi juga 6vector6 perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang
nyamuk sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan COMBI, PLA
dsb.
g. Kemitraan/je jaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh 6vector
kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas 6vector terkait sangat besar.
Wadah kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992 dan SK
MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL).
Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan
jejaring kemitraan dalam pengendalian DBD.
h. Capacity building
Peningkatan kapasitas dari Sumber Daya baik manusia maupun sarana dan
prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indicator dalam pengendalian
DBD. Sehingga secara rutin perlu diadakan sosialisasi/penyegaran/pelatihan kepada
petugas dari tingkat kader,
Puskesmas sampai dengan pusat.
i. Penelitian
Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap terus
dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain universitas, Rumah Sakit, Litbang,
LSM dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu bionomic 6vector,
penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal dan saat ini sedang dilakukan
uji coba terhadap vaksin DBD.
7. j. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian DBD,
dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun.
B. PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH MENURUT WHO
(Dengue Guidelines For Diagnosis,Treatment, Prevention And Control)
Mencegah atau mengurangi transmisi virus dengue tergantung sepenuhnya
pada kontrol vektor nyamuk atau menggangu kontak terhadap manusia-vektor.
Kegiatan untuk mengendalikan transmisi harus menargetkan Ae. aegypti (vektor
utama) dari tahap belum matang dan dewasa dalam rumah tangga dan sekitar, serta
seperti pengaturan di mana kontak manusia-vektor terjadi (misalnya sekolah, rumah
sakit dan tempat kerja).
Manajemen vektor terpadu (IVM) adalah pendekatan strategis untuk
pengendalian vektor dipromosikan oleh WHO dan termasuk kontrol vektor demam
berdarah. Didefinisikan sebagai " rasional proses penggunaan sumber daya yang
optimal untuk pengendalian vektor ",
IVM mengintervensi lima elemen kunci dalam proses manajemen, yaitu:
Advokasi, mobilisasi sosial dan perundang-undangan - promosi
Prinsip-prinsip dalam kebijakan pengembangan semua instansi terkait, organisasi
dan masyarakat sipil; pembentukan atau penguatan regulasi dan legislatif kontrol
untuk kesehatan masyarakat; dan pemberdayaan masyarakat;
Kerja sama dalam sektor kesehatan dan dengan sektor lain
Pertimbangan untuk kolaborasi dalam dan di antara publik dan sektor swasta; dan
memperkuat komunikasi antar pembuat kebijakan, pengelola program untuk kontrol
vektor penyakit, dan mitra utama lainnya;
Pendekatan terintegrasi untuk pengendalian penyakit
8. Memastikan penggunaan rasional tersedia sumber daya melalui penerapan
pendekatan kontrol multi-penyakit; integrasi metode pengendalian vektor kimia non-kimia
dan; dan integrasi dengan lainnya langkah-langkah pengendalian penyakit;
Pengambilan keputusan Berbasis bukti
Adaptasi strategi dan intervensi untuk ekologi vektor lokal, epidemiologi dan sumber
daya, dipandu oleh operasional penelitian dan tunduk pada pemantauan dan evaluasi
rutin;
Kapasitas
Pembangunan infrastruktur penting, sumber daya keuangan dan sumber daya manusia
yang memadai di tingkat nasional dan lokal untuk mengelola IVM program,
berdasarkan analisis situasi.
Dalam memilih metode pengendalian vektor yang paling tepat, atau
kombinasi metode, Pertimbangan harus diberikan untuk ekologi lokal dan perilaku
spesies target, sumber daya yang tersedia untuk pelaksanaan, konteks budaya di mana
kontrol intervensi dilakukan, kelayakan menerapkannya pada waktu yang tepat, dan
kecukupan cakupan.
Metode pengendalian vektor meliputi :
1) Manajemen Lingkungan. Terdiri dari modifikasi lingkungan, manipulasi
lingkungan, dan merubah habitat manusia dan perilaku. Manajemen lingkungan
berusaha untuk mengubah lingkungan untuk mencegah atau meminimalkan
vektor propagasi dan kontak manusia dengan vektor-patogen dengan
menghancurkan, mengubah, menghapus atau daur ulang wadah non-esensial
yang menyediakan habitat larva. Demikian Tindakan harus menjadi andalan
pengendalian vektor DBD. Seperti pembersihan dengan menggosok wadah
penyimpan air, vas bunga, dan pendingin ruangan pembersihan selokan;
melindungi ban disimpan dari curah hujan; dll
2) Kontrol Kimia : Larvasidadan Insektisida. Sasaran insektisida adalah stadium
dewasa dan pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun, maka penggunaannya
harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan
sasaran termasuk mamalia. Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan
9. metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan
pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di satuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran.
Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :
• Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion, methyl
pirimiphos),Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine,
Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang
diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan
dingin/ULV
• Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).
3) Kontrol Biologi. Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti
predator/pemangsa, parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa
vektor DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang,
tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites,
Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode
yang lazim untuk pengendalian vektor DBD.
Jenis pengendalian vektor biologi : Parasit : Romanomermes iyengeri,
Bakteri : Baccilus thuringiensis israelensis. Golongan insektisida biologi untuk
pengendalian DBD (Insect Growth Regulator/IGR dan Bacillus Thuringiensis
Israelensis/BTi), ditujukan untuk stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam
habitat perkembangbiakan vektor. Insect Growth Regulators (IGRs) mampu
menghalangi pertumbuhan nyamuk di masa pra dewasa dengan cara
merintangi/menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik berganti kulit
atau mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. Bacillus
thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik nyamuk/larvasida yang tidak
menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia bila digunakan dalam
air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah menghancurkan jentik
nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus dan spesies lain.
C. PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH DI QUEENSLAND
10. (Guidelines : Queensland Dengue Management Plan (DMP)
Pengendalian nyamuk demam berdarah Undang-undang Queensland (Pest
Management Act 2001) mengharuskan semua kegiatan pengendalian nyamuk yang
melibatkan penerapan pestisida yang akan dilakukan oleh teknisi pengendalian hama
berlisensi, dengan pengecualian penerapan s-methoprene pelet dan briket, dan
penyebaran ditentukan ovitrap mematikan. Dimana dukungan legislatif diperlukan
untuk memfasilitasi tindakan pengendalian, Pencegahan dan Program Pengendalian
Resmi, UU Kesehatan Masyarakat dll.
Setelah menerima pemberitahuan dengue (pending atau dikonfirmasi)
penilaian risiko penularan DBD akan dilakukan, dan daerah respon pengendalian
nyamuk yang tepat dipetakan. Beberapa variabel harus dipertimbangkan ketika
menilai risiko penularan DBD. Ahli entomologi medis spesialis dalam pengetahuan
pada menghubungkan kedua agen penyakit dan biologi vektor. Daerah respon sangat
tergantung pada jangka waktu pemberitahuan untuk orang viraemic, durasi waktu di
alamat, hadiah dari vektor dalam daerah dan kesadaran akan kondisi lingkungan.
Kegiatan pengendalian nyamuk bisa, jika diterapkan segera, membatasi tingkat
wabah demam berdarah.
Aktivitas pengendalian meliputi: kontrol larva Melakukan inspeksi intensif
semua meter dan mengendalikan jentik nyamuk di semua kontainer dalam di
Sedikitnya 200 m radius tempat tinggal kasus dan tempat-tempat lain di mana orang
yang terinfeksi dikunjungi selama viraemic periode (misalnya tempat usaha, sekolah
dll). kontrol dewasa Mengontrol dewasa Ae. aegypti dengan kombinasi 'iming-iming
dan membunuh' menjebak dan penyemprotan residual interior.
Residual spraying internal biasanya terbatas pada alamat kontak viraemic (s),
tetangga terdekat dan lainnya
Sifat berisiko tinggi. The 'memikat dan membunuh "ovitrap akan dikerahkan dalam
200 m radius tempat tinggal kasus
dan area kontak berisiko tinggi (lihat Lampiran 6).
keterlibatan masyarakat
11. Aktif melibatkan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah sederhana untuk
mengurangi sarang nyamuk di sekitar rumah
dan tempat kerja.
pengawasan dan pengendalian nyamuk
Kontrol larva. Kontrol Larva terdiri dari penghapusan dan / atau insektisida
pengobatan kontainer yang berkembang biak atau bisa
berpotensi berkembang biak Ae. aegypti. Setiap pengobatan kimia harus konsisten
dengan rekomendasi label.
Dalam situasi non-wabah, halaman-to-halaman survei dilakukan di tempat-tempat
berisiko tinggi dan geografis panas
bintik-bintik. Kegiatan pengendalian larva adalah sebagai berikut:
pengurangan sumber
Wadah yang dapat menampung air di halaman dan di / atau di bawah rumah yang
dikosongkan dan diberikan 'mosquitoproof'
(misalnya terbalik, atau diisi dengan pasir untuk mencegah pengumpulan air) atau
hancur. lebih lanjut
Langkah-langkah termasuk mengisi lubang pohon dengan pasir dan campuran mortar
dan merekomendasikan penjajah rumah untuk
menghapus nomor berlebihan tanaman bromeliad yang menahan air.
Tangki air hujan harus disaring (kurang dari 1mm aperture pada kasa) untuk
mematuhi Kesehatan Masyarakat
Peraturan 2005.
aplikasi kimia
Setiap perlakuan kimia atau aplikasi harus konsisten dengan rekomendasi label.
Prolink Pellets® mengandung pengatur pertumbuhan serangga (S) -methoprene dapat
dilemparkan ke hard-memeriksa
kontainer yang dapat berkembang biak nyamuk (misalnya. sumur, genangan air
saluran dan talang atap, terutama mereka dengan
pohon menggantung). Prolink Pellets® menawarkan aktivitas residual dari satu bulan
12. lamanya karena slow release
formulasi dan toksisitas non-target yang rendah.
Beberapa semprotan permukaan kecoa terdaftar untuk digunakan pada nyamuk.
Pengobatan kontainer dengan
semprot permukaan yang tepat akan membunuh pupa dan setiap nyamuk dewasa
beristirahat selama beberapa bulan. terus-menerus
Penggunaan semprotan permukaan tidak disarankan, karena kekhawatiran tentang
perkembangan ketahanan kimia.
Tempat perkembangbiakan alami yang menahan air, seperti lubang pohon dan
bromelia, dapat diobati dengan sebelumnya
produk insektisida dijelaskan.
Prolink XR-Briquets® mengandung (S) -methoprene yang lambat blok sisa formulasi
rilis, berlangsung
sekitar 3 bulan yang terdaftar untuk digunakan dalam tangki air hujan untuk
mencegah munculnya nyamuk dewasa.
Ini telah digunakan untuk mengobati tangki air hujan di Selat Torres dan harus
dipandang sebagai sementara
mengukur sampai layar tangki dapat diperbaiki untuk mematuhi Peraturan Kesehatan
Masyarakat 2005.
pengendalian biologis
Pengendalian hayati menggunakan copepoda telah berhasil digunakan di Charters
Towers dan Townsville.
Copepoda adalah krustasea menit yang melahap jentik nyamuk muda. Mereka terjadi
secara alami dalam kolam dan
danau di mana mereka dapat dikumpulkan dan digunakan untuk bibit kontainer
bawah tanah besar seperti lubang layanan dan
sumur. Mereka tidak cocok untuk digunakan dalam wadah permukaan.
Rencana 20 Queensland Dengue Manajemen 2010> 2015
4.2.2 Dewasa Nyamuk Kontrol
Penelitian di Queensland menunjukkan bahwa 200m radius area kontrol fokus
13. biasanya tepat, terutama jika
kegiatan pengendalian yang dimulai dalam waktu empat hari (satu siklus gonotrophic
dari Ae. aegypti) kasus dugaan
menjadi viraemic atau memasuki daerah tersebut.
Interior sisa penyemprotan
Sebuah cara yang efektif untuk membunuh nyamuk dewasa adalah untuk menerapkan
insektisida residual ke daerah di mana mereka lebih suka
untuk beristirahat. Ae. aegypti lebih memilih untuk beristirahat di daerah gelap di
dalam dan di bawah rumah dan bangunan. beristirahat Favorit
Bintik-bintik di bawah tempat tidur, meja dan kursi; dalam lemari dan lemari; pada
tumpukan cucian kotor dan sepatu;
dalam kotak terbuka; dalam kamar yang gelap dan tenang; dan bahkan pada objek
gelap seperti pakaian atau perabot.
Interior penyemprotan rumah adalah proses yang efektif, tetapi relatif lambat. Sebuah
insektisida residual (yang
Bifenthrin piretroid sintetik, deltametrin atau lambda-sihalotrin) dapat diterapkan
sebagai semprot permukaan
di tempat dalam menanggapi pemberitahuan dengue. Penghuni diberikan informasi
tentang
bahan kimia dan tindakan pencegahan keselamatan. Izin untuk semprot harus
diberikan sebelum mengobati dan pengendalian hama
saran yang diberikan kepada penghuni. Semua insektisida residual komersial harus
diterapkan oleh hama berlisensi
teknisi manajemen.
Interior sisa penyemprotan telah sangat berkurang untuk intervensi DBD di utara
Queensland sejak
2004, karena ketidakmampuan untuk membandingkan dengan kecepatan penyebaran
ovitrap mematikan (lihat di bawah) dan keprihatinan
tentang jumlah insektisida diterapkan pada lingkungan domestik selama wabah besar.
pendahuluan
14. Penelitian terdeteksi perlawanan potensi untuk beberapa pyrethrins sintetis
(permethrin, sipermetrin) di dengue
nyamuk di beberapa pinggiran kota Cairns. Queensland Kesehatan tidak
menganjurkan penggunaan skala besar permukaan
semprotan untuk pengendalian nyamuk rutin karena potensi Ae. aegypti kebal
terhadap piretrin
insektisida.
Jika insektisida dalam negeri yang digunakan di sekitar rumah warga mereka harus
digunakan sesuai petunjuk pada label.
Meskipun berbasis truk eksternal 'fogging' populer internasional, dan sangat terlihat,
tidak efektif
menghilangkan demam berdarah.
Memikat dan membunuh ovitrap
Lengket dan mematikan ovitrap ('Lure dan Bunuh' ovitrap) strategi telah digunakan
dengan sukses besar sejak tahun 2004 oleh
yang Dengue Aksi Response Team (DART) dari Daerah Layanan Tropis Queensland
Kesehatan (lihat
Lampiran 6).
Ovitrap mematikan memberikan alternatif 'hijau' untuk pengendalian nyamuk demam
berdarah akibat penggunaan minimal
pestisida, kontak minimal dengan serangga non-target / hewan / manusia, dan paparan
bahan kimia minimal
petugas kesehatan pestisida selama wabah demam berdarah. Strategi ini telah terbukti
menjadi terobosan,
memungkinkan pengobatan cepat daerah tanpa menggunakan dosis besar insektisida.
BAB 4 pengawasan dan pengendalian nyamuk 21
4.2.3 Evaluasi program inspeksi nyamuk daerah luar dengue reseptif
Survei larva harus dilakukan setahun sekali selama bulan-bulan hangat (November-
April) untuk membantu dalam
mengevaluasi dilakukan sebelumnya program inspeksi nyamuk. Semua tempat yang
15. sebelumnya ditemukan dengan Ae.
aegypti serta semua tempat dalam radius 200 meter tempat ditemukan dengan Ae.
aegypti harus
disurvei. Tempat di tempat-tempat berisiko tinggi dan hot spot juga harus disertakan.
Jika sumber daya yang tersedia,
termasuk penyebaran perangkap dewasa pada saat yang sama dengan survei larva.
Menghitung kepadatan nyamuk demam berdarah dan jika risiko tingkat penularan
tetap tinggi, melanjutkan
program pengendalian dan kampanye kesadaran masyarakat, dengan fokus pada
kebutuhan warga untuk mengurangi perkembangbiakan
situs di sekitar rumah dan bisnis tempat. Lanjutkan pendekatan ini sampai kepadatan
nyamuk demam berdarah jatuh
ke tingkat risiko penularan rendah. Pendekatan penindasan terus dalam banyak kasus
dapat menyebabkan pemberantasan tersebut
Ae. aegypti.
Program Pemberantasan untuk spesies vektor DBD.
Pembentukan program pemberantasan untuk Ae. aegypti atau Ae. albopictus di kota-kota
atau kota mana nyamuk belum pernah ditemukan, akan membutuhkan
kesepakatan khusus antara, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya
untuk menentukan peran dan tanggung jawab. Hal ini disebabkan oleh tingginya
implikasi sumber daya pendanaan staf yang berdedikasi dan peralatan yang
dibutuhkan. Program tersebut juga akan perlu pengawasan dan pengendalian
langkah-langkah yang sedang berlangsung untuk mencegah kembali invasi Ae.
aegypti dari lokasi lain.
D. PENGENDALIAN DEMAM BERDARAH BERDASARKAN JURNAL
(Development Of Dengue Fever Prevention And Control Model)
Perubahan iklim cenderung memiliki efek tidak langsung pada populasi
vektor. Kondisi kekuatan lingkungan merangsang perilaku vektor seperti Aedes
16. aegypti, yang merupakan vektor demam berdarah mengubah perilakunya.
Selain itu, perilaku manusia juga telah mempromosikan penyebaran vektor, terutama,
pembuangan limbah buatan manusia kontainer seperti guci gerabah, drum logam
dan tangki beton yang digunakan untuk penyimpanan air rumah tangga, serta dibuang
wadah makanan plastik, digunakan ban mobil dan barang-barang lain yang
mengumpulkan air hujan (WHO, 2009.
Pencegahan dan pengendalian yang lebih penting daripada pengobatan. Ini
adalah penyakit yang fatal. Oleh karena itu, Populasi global harus memperhatikan
perilaku perubahan perumahan dan lingkungan masyarakat.
Pengelolaan lingkungan melibatkan perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan
monitoring kegiatan untuk modifikasi dan / atau manipulasi faktor lingkungan atau
interaksi mereka dengan manusia dengan maksud untuk mencegah atau
meminimalkan perkembangbiakan vektor dan mengurangi kontak manusia-vektor-virus.
Kontrol Ae. aegypti di Kuba dan Panama di bagian awal abad ke-20 didasarkan
terutama pada pengelolaan lingkungan.
Metode Kontrol Lingkungan Ae. aegypti dan Ae albopictus, itu adalah
mengurangi kontak manusia-vektor, limbah padat manajemen, modifikasi tempat
perkembangbiakan buatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
Pengendalian biologis didasarkan pada pengenalan organisme yang
memangsa, parasit, bersaing dengan atau mengurangi populasi spesies target.
Penerapan agen kontrol biologi, yang ditujukan terhadap tahap larva vektor DBD.
Sementara pengendalian biologis menghindari kontaminasi bahan kimia dari
lingkungan, mungkin ada keterbatasan operasional seperti biaya dan tugas
membesarkan organisme dalam skala besar, kesulitan dalam menerapkan mereka
dan utilitas mereka terbatas dalam air situs ( suhu, pH dan polusi organik).
Pemberdayaan masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian demam
berdarah. Seluruh keberhasilan program pengendalian penyakit sangat bergantung
pada partisipasi masyarakat dan kerjasama lintas sektoral dengan sektor non-kesehatan
dalam pencegahan Penyakit, termasuk pengendalian vektor, dan
pengobatan orang sakit. Untuk mengamankan dan mempertahankan partisipasi
17. masyarakat dan kerjasama lintas sektoral, kegiatan berikut harus dilakukan
keterlibatan partisipasi masyarakat, relawan kesehatan atau pemimpin untuk
mengubah kondisi bermasalah dan kebijakan pengaruh dan program yang
mempengaruhi kualitas hidup mereka atau kehidupan orang lain.
Pendidikan seperti pendidikan lingkungan untuk meningkatkan kesadaran,
perubahan sikap dan perilaku pencegahan dan pengendalian untuk demam berdarah
tersebar di setiap komunitas dengan partisipasi kesadaran publik (WHO, 2009)
Melalui pendidikan lingkungan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman, kesadaran membesarkan dan nilai-nilai, kepercayaan, sikap, dan
perubahan perilaku untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Masyarakat harus
erat bekerja sama atau berkolaborasi dengan petugas kesehatan untuk memenuhi
keberhasilan pencegahan dan pengendalian DBD. Konsep pendidikan lingkungan
kongruen dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, oleh karena itu dapat
digunakan untuk memberdayakan kompetensi mereka untuk menekankan
manajemen perawatan diri yang berkelanjutan .
PENGENDALIAN MALARIA
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup
dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan anopheles betina. Spesies plasmodium pada manusia
adalah plasmodium falciparum, p. vivax, p. ovale, dan P. malariae. Siklus hidup
plasmodium berada di dalam tubuh manusia dan nyamuk anopheles betina.
A. PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA
Upaya pengendalian penyakit malaria di Indonesia dimulai sejak tahun 1959
dengan adanya KOPEM (Komando Pembasmian Malaria) di pusat dan di daerah.
Pada periode ini pengendalian malaria disebut sebagai periode pembasmian, dimana
fokus pembasmian dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan Lampung. Kegiatan utama
18. yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan insektisida, pengobatan dengan
Klorokuin dan profilaksis. Pada tahun 2000 dilahirkan Penggalakkan pemberantasan
malaria melalui gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali
Malaria atau ”Gebrak Malaria”. Gerakan ini merupakan embrio pengendalian malaria
yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dengan slogan “Ayo Berantas
Malaria”. Selanjutnya tahun 2004 dibentuk Pos Malaria Desa Sebagai bentuk Upaya
Kesehatan berbasis masyarakat (UKBM).
Mengingat malaria masih menjadi masalah di tingkatan global, dalam
pertemuan WHA 60 tanggal 18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang
eliminasi malaria bagi setiap negara. Indonesia termasuk salah satu negara yang
berkomitmen untuk meng- Eliminasi malaria di Indonesia. Eliminasi Malaria sangat
mungkin dilaksanakan mengingat telah tersedia 3 kunci utama yaitu :
1. Ada obat ACT
2. Ada teknik diagnosa cepat dengan RDT (Rapid Diagnose Test)
3. Ada teknik pencegahan dengan menggunakan kelambu LLIN (Long Lasting
Insectized Net), yang didukung oleh komitmen yang tinggi dari pemuda setempat.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui
program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini,
pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya
ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.
Terdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria
seperti pemakaian kelambu, pengendalian vektor.
a. Pemakaian Kelambu
Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan penularan
penyakit malaria. Melalui bantuan Global Fund (GF) komponen malaria ronde 1 dan
6 telah dibagikan kelambu berinsektisida ke 16 provinsi. Seperti terlihat pada gambar
16, kelambu dibagikan terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),
Sedangkan di Sumatera Barat tidak ada laporan, hal ini perlu dievaluasi untuk
mengetahui penyebab tidak adanya laporan.
19. d. Pengendalian Vektor
Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya
pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa
upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan
larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan
insektisida), biological control ( menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen
lingkungan, dan lain-lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan
penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying)
atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa
pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien,
suntainable, affective dan affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang
luas dan bionomik vektor yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places
dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah
daerah, seluruh stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vektor malaria.
e. Diagnosis dan Pengobatan
Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya
pengendalian malaria yang penting. Melalui Pemeriksaan Sediaan Darah (SD) dan
Cakupan Pengobatan ACT (Artemisinin-based Combination Therapy).
B. PENGENDALIAN MALARIA DI UGANDA
(vector management (IVM))
Pengendalian vektor adalah salah satu strategi kunci yang banyak
dipromosikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Roll Back Malaria
Partnership (RBM) untuk pencegahan dan pengurangan malaria. Strategi lainnya
meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat terhadap kasus malaria, terutama
menggunakan kemoterapi berbasis artemisnin (ACT), dan pengobatan pencegahan
intermiten pada kehamilan.
Pengendalian vektor melindungi orang dengan mencegah, mengurangi atau
mengganggu transmisi malaria. Ada banyak metode yang berbeda yang dipakai
sebagai pengendalian vektor malaria, termasuk insecticidetreated jaring (ITN), ITN
20. tahan lama (LLINs) dan penyemprotan ruangan residual (IRS) . ITN, LLINs dan
IRS melibatkan penggunaan insektisida kimia,
Beberapa metode lain pengendalian larva nyamuk atau dewasa
menerapkan teknik pengendalian biologis atau lingkungan manajemen.
WHO merekomendasikan penggunaan kombinasi yang tepat antara metode non-kimia
dan kimia vektor malaria kontrol dalam konteks manajemen vektor terpadu
(IVM). Pendekatan Integrated vector management (IVM) pragmatis dalam hal
penawaran menu metode pengendalian vektor yang dapat diterapkan dalam
berbagai kombinasi sesuai ekologi yang berbeda dan pengaturan sosial ekonomi.
Selain itu, dengan menggunakan berbagai metode yang berbeda, dapat secara efektif
menargetkan vektor di tahapan yang berbeda dalam siklus hidup mereka, misalnya,
sebagai larva dan pupa di habitat sarang nyamuk, atau selama host mencari makan
dan beristirahat (perilaku nyamuk dewasa). Di sisi lain, ketergantungan
hanya pada satu metode kontrol vektor, dalam jangka panjang, biasanya tidak
berkelanjutan untuk berbagai alasan, terutama resistensi insektisida dan merugikan
kesehatan dan dampak lingkungan dalam kasus penggunaan kontrol kimia.
Pada tahun 2004, WHO menerbitkan "Kerangka Kerja Strategis global
Manajemen Vector Terpadu ", tentang prinsip, tujuan dan persyaratan IVM. tujuan
IVM untuk meningkatkan khasiat, efektivitas biaya, kesehatan ekologi dan
keberlanjutan kontrol vektor . IVM didefinisikan dalam oleh WHO sebagai "suatu
proses pengambilan keputusan yang rasional untuk penggunaan sumber daya yang
optimal untuk pengendalian vektor " .
Saat ini IVM mengidentifikasi beberapa elemen kunci untuk keberhasilan
pelaksanaan pendekatan termasuk: integrasi non-kimia dan metode pengendalian
vektor kimia dan integrasi dengan langkah-langkah pengendalian penyakit lainnya;
Keputusan berbasis bukti ,menggunakan metode berdasarkan pengetahuan tentang
faktor yang mempengaruhi vektor biologi lokal, penularan penyakit dan morbiditas;
pengembangan kapasitas termasuk pengembangan sumber daya manusia, pelatihan
dan karir yang memadai ,struktur di tingkat nasional dan lokal untuk mengelola IVM
program; memperkuat kerjasama dalam sektor kesehatan dan dengan sektor publik
21. dan swasta lainnya , tindakan dan kebijakan yang mungkin memiliki implikasi
penting untuk pengendalian vektor; masyarakat lokal yang menarik dan
pemangku kepentingan lainnya; dan, menciptakan kesehatan masyarakat peraturan
dan kerangka kerja legislatif untuk memperkuat IVM.
Metode yang lebih berbahaya jika tidak dikelola dengan baik yaitu IRS menduduki
peringkat tertinggi dalam hal ini , diikuti oleh penggunaan larvasida, pengendalian
biologis, lingkungan manajemen dan ITN. Metode yang disebutkan mungkin
berbahaya, yang menunjukkan beberapa efek berikut dirasakan untuk metode yang
berbeda:
- IRS Insektisida, misalnya DDT, beracun dan sering secara tidak sengaja
menyebabkan perkembangan resistensi vektor; dapat mencemari makanan;
pencemaran lingkungan; orang mudah terkena bahan kimia beracun; pertimbangan
etis dalam hal penyakit yang disebabkan oleh semprotan; manajemen yang buruk
dapat menimbulkan bencana; orang tidak mengikuti tepat pedoman dan mendapatkan
overexposed; Kerusakan ekosistem, misalnya perikanan; dapat mempengaruhi
keanekaragamanhayati.
- ITN & LLINs Baru jaring diobati dapat mencemari orang, dengan panjang
efek abadi. penggunaan larvasida Pencemaran lingkungan jika konsentrasi salah;
Formulasi yang salah dapat menyebabkan resistensi vektor; Terkontaminasi
perikanan; Insektisida Persistent; Waktu biodegradasi lama; Bisa tidak efektif ; Dapat
mencemari sumber air.pengendalian biologis Dapat berkontribusi untuk gangguan
ekosistem. pengelolaan lingkungan Dapat mempengaruhi spesies lain; dapat
membuat situs perkembangbiakan lebih. Manajemen vektor terpadu Ketika peserta
diminta apakah mereka akrab dengan istilah IVM, semua menjawab bahwa yang
mereka lakukan, dengan 45% menunjukkan bahwa mereka tahu definisi IVM
sebagaimana ditetapkan oleh WHO. Semua peserta merasa bahwa IVM adalah sangat
penting untuk sukses MVC. Ketika ditanya apakah ada kerjasama lintas sektoral
dalam kaitannya dengan IVM di Uganda, 80% dari peserta mengatakan bahwa
22. mereka berpikir begitu, tetapi sebagian besar peringkat kolaborasi yang
C. PENGENDALIAN MALARIA DI UGANDA
(Guidelines: Malaria Control Today )
Penggunaan obat-obatan antimalaria untuk pencegahan .
Peran kemoprofilaksis dalam pengendalian malaria telah jauh berkurang
dalam dua dekade terakhir. Di masa lalu, WHO merekomendasikan bahwa wanita
hamil dan anak-anak di daerah endemis malaria harus menerima perawatan anti
malaria penuh pada saat kontak pertama dengan layanan antenatal dan postnatal,
diikuti oleh mingguan kemoprofilaksis dengan klorokuin (WHO, 1986). Pelaksanaan
kebijakan ini dibatasi oleh sejumlah faktor, termasuk: (i) penyebaran resistensi
klorokuin, (ii) efek obat yang merugikan ; (iii) kontraindikasi obat alternatif selama
tahap-tahap yang berbeda dari kehamilan dan masa kanak-kanak dan (iv) biaya
(WHO, 1994). Kemoprofilaksis kini hanya direkomendasikan, sebagai langkah
jangka pendek untuk wisatawan internasional ke daerah endemis malaria (lihat
Bagian 6.6. bawah) dan tentara, polisi dan tenaga kerja yang bertugas di daerah
endemis tinggi. Hal ini tidak lagi direkomendasikan untuk anak muda anak-anak atau
wanita hamil (WHO, 1996 2000, 2001).
Untuk kelompok kedua, pengobatan pencegahan intermiten (IPT) sekarang
menjadi strategi pilihan. Pengendalian vektor tetap yang paling umum langkah-langkah
efektif untuk mencegah transmisi malaria, dan karena itu merupakan salah
satu dari empat unsur teknis dasar dari Global Strategi Pengendalian Malaria. Pada
dasarnya ada dua jenis pengendalian vektor nyamuk. Pengendalian larva dan
pengendalian nyamuk dewasa. Sebagai suatu proses untuk mengelola populasi vektor
atau untuk mengurangi penularan penyakit
WHO merekomendasikan manajemen vektor terpadu (IVM). IVM
merupakan pendekatan sistematis untuk perencanaan dan pelaksanaan pengendalian
penyakit vektor dalam konteks lintas sektoral . Ini memerlukan penggunaan berbagai
intervensi dalam kombinasi untuk pelaksanaan pengendalian lokal hemat biaya.
23. Pilihan kontrol terhadap nyamuk dewasa: Indoor residual spraying (IRS)
dengan insektisida; Insektisida bahan seperti kelambu (ITN); dan
Penyemprotan volume ruang ultra-rendah (fogging) (umumnya tidak dianjurkan
untuk malaria control, Metode pengendalian vektor tersebut bervariasi dalam
penerapan dan biaya, serta keberlanjutan hasil mereka.
Saat ini, indoor residual spraying (IRS) dan insektisida kelambu (ITN) adalah
andalan dalam pencegahan malaria. Sebagai intervensi pengendalian vektor,
keduanya efektif dalam mencegah morbiditas dan mortalitas malaria di berbagai
pengaturan epidemiologi.
Indoor residual spraying (IRS) adalah metode yang kuat untuk pengendalian
vektor dan sangat efektif untuk pencegahan dan pengendalian malaria.
Penggunaannya dalam 50 tahun terakhir telah memainkan peran utama dalam
eliminasi malaria dari Eropa Selatan dan Mediterania, Rusia, sebagian besar
Asia dan Amerika Latin dan di banyak daerah di Afrika Selatan..
WHO merekomendasikan penggunaan IRS asalkan tepat waktu, selektif
target sesuai dengan situasi lingkungan setempat, dan di mana ada bukti
terdokumentasi bahwa hal itu dapat berhasil. Cakupan non-selektif IRS, seperti yang
digunakan selama era pemberantasan tidak lagi menjadi strategi yang
direkomendasikan (WHO, 1993a, b; 2000a; 2004f). Kondisi untuk keberhasilan IRS
adalah bahwa: Penduduk tinggal di gubuk atau rumah dengan dinding yang dapat
disemprotkan; Spesies vektor lokal masuk dan bersandar di dalam tempat tinggal
cukup sering dan cukup lama untuk menyerap insektisida; Spesies vektor rentan
terhadap insektisida yang digunakan; Insektisida diterapkan dengan aman;
Penyemprotan ditargetkan sesuai dengan faktor lingkungan setempat, termasuk
topografi dan musim;dll.
WHO telah menghasilkan pedoman untuk membantu negara-negara dalam
pilihan insektisida yang akan digunakan. Pilihan ini harus didasarkan pada kriteria
sebagai berikut: Permukaan yang akan disemprot;
Efek residu yang memadai yang mencakup seluruh musim transmisi; Kerentanan
tinggi dari vektor ke insektisida yang dipilih.
24. DDT telah dilarang untuk pertanian di banyak negara atas dasar
pencemaran lingkungan dan potensi toksisitas bagi manusia. Namun, WHO
merekomendasikan untuk pengendalian vektor penyakit asalkan itu adalah:
Hanya digunakan untuk penyemprotan dalam ruangan; Terbukti efektif; spesifikasi
produk terpenuhi; dan Tindakan pengamanan perlu diambil saat digunakan dan
pembuangan.
Kendala besar pelaksanaan IRS yaitu nyamuk resistensi terhadap insektisida
D. PENGENDALIAN MALARIA MENURUT WHO
Penggunaan obat gametocytocidal untuk mengurangi penularan
Dua obat antimalaria memiliki efek khusus pada gametosit: primakuin dan
artemisinin. Hal ini dapat memberikan manfaat khususnya dalam pengendalian
epidemi dan program bertujuan untuk eliminasi malaria. Primakuin selektif
membunuh gametosit. Terutama di Asia Tenggara dan Selatan Amerika, sebelum
penggunaan ACT untuk pengobatan P. falciparum malaria, satu dosis 0,75 mg basa /
kg berat badan primakuin (45 mg basa maksimal untuk orang dewasa) adalah
ditambahkan ke schizontocide darah sepenuhnya efektif untuk menghilangkan
gametosit dan dengan demikian mengurangi transmisi. Studi tentang dampak dari
strategi ini sangat terbatas. Di mana telah digunakan, dosis tunggal primakuin
ditoleransi dengan baik. primakuin tidak boleh diberikan pada kehamilan dan pada
anak-anak berusia kurang dari 4 tahun.
Skrining missal dan pengobatan
Screening dan pengobatan massal dapat diindikasikan di daerah di mana
reservoir parasit (parasit atau gen) harus cepat dan selektif berkurang. Jenis intervensi
juga memainkan peran penting dalam mengurangi reservoir infeksi parasit di lokasi
tertentu dan sangat berguna dalam preelimination yang dan fase eliminasi malaria
control. Hal ini membutuhkan logistik yang cukup, kapasitas dan persiapan.
25. Daftar pustaka
Development of Dengue Fever Prevention and Control Model
Koraphat Artwanichakul
Department of Environmental Education
Faculty of Environment and Resource Studies
Mahasarakham University, Mahasarakham 44150, Thailand
Nongnapas Thiengkamol
Major Advisor, Department of Environmental Education
Faculty of Environment and Resource Studies
Mahasarakham University, Mahasarakham 44150, Thailand
Tanarat Thiengkamol
Co- Advisor, School of Management, Assumption University
Hua Mak Campus, 592/3 Ramkhamhaeng 24
Hua Mak, Bangkok 10240, Thailand
Doi:10.5901/mjss.2012.v3n11p561