2. KELOMPOK 7
Friska Friskila Sinaga 121000271
Elisabet O. Sinaga 121000263
Renta Purba 121000265
Riance M. Sinaga 121000248
Haryati Lumbangaol 121000266
Erista O. Siregar 121000314
3. IDENTIFIKASI
Filariasis bancrofti adalah penyakit yang
mengenai kelenjar dan saluran limfe yang
disebabkan oleh parasit golongan nematoda
yaitu Wuchereria bancrofti yang terjadi
melalui gigitan nyamuk Culex
quinquefasciatus, Anopheles dan Aedes yang
merupakan hospes perantaranya.
4. ETIOLOGI FILARIASIS
•Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies
cacing filaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
dan Brugia timori
• Secara epidemiologi dibagi menjadi enam tipe
(Majawati, 2003; Kementrian Kesehatan RI lampiran II,
2005) :
1. Wuchereria bancrofti tipe urban
2. Wuchereria bancrofti tipe rural
3. Brugia malayi tipe periodik nokturna
4. Brugia malayi tipe subperiodik nokturna
5. Brugia malayi tipe nonperiodik
6. Brugia timori
5.
6.
7. Lanjutan...
• Cacing filaria hidup dalam tubuh manusia
dalam darah serta saluran dan kelenjar limfe.
• Makrofilaria atau cacing dewasa hidup
dalam saluran dan kelenjar limfe. Merupakan
fase hidup cacing filaria elephantiasis
• Mikrofilaria hidup didalam sistem
sirkulasi darah. Merupakan fase hidup cacing
filaria yang lebih berbahaya penularan
penyakit melalui vektor.
8. Masa Inkubasi
Masa inkubasi sekitar 2 bulan.Tetapi
Periode pra patennya (dari saat
infeksi sampai tampaknya
microfilaria di dalam darah)
sekurang-kurangnya 8 bulan.
9. Masa Penularan
Apabila orang tersebut digigit
nyamuk yang infektif yaitu nyamuk
yang mengandung larva stadium III (
L3 ).
10. Distribusi Filariasis menurut tempat
• Diperkirakan larva cacing tsb telah menginfeksi lebih dari 700 juta
orang di seluruh dunia, dimana 60 juta orang diantaranya (64%)
terdapat di regional Asia Tenggara.
• Di Asia Tenggara, terdapat 11 negara yang endemis terhadap filariasis
dan salah satu diantaranya adalah Indonesia
• Tiga provinsi dengan jumlah kasus terbanyak filariasis adalah Provinsi
Aceh (2.359 kasus), NTT (1.730 kasus), Papua (1.158 kasus)
• Tiga kabupaten dengan kasus terbanyak filariasis adalah Aceh Utara
(1.353 kasus), Manokwari (667 kasus) dan Mappi (652 kasus).
• 335 kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota (67%) merupakan
kabupaten kota endemis filariasis. (Depkes RI,2010)
11. Lanjutan…
Responden tinggal diperkotaan sebesar 0,03%
pernah terkena filariasis dan tinggal dipedesaan
pernah terkena filariasis sebesar 0,05%,
probabilitas risiko terjadinya filariasis 2,44 kali
lebih besar pada orang yang tinggal dipedesaan
dibandingkan orang yang tinggal diperkotaan
12. Distribusi filariasismenurut orang
• Dapat menyerang semua golongan umur baik
anak-anak maupun dewasa, laki-laki dan
perempuan (Kemenkes RI, 2010a)
• Pada tahun 1997, diperkirakan paling tidak 128
juta orang terinfeksi, diantaranya adalah anak
usia dibawah 15 tahun(Chairufatah, 2009)
• Berdasarkan penelitian Soeyoko dkk (2008) di
kabupaten Bonebolango, lebih banyak pada
perempuan (51,4%), pekerjaan bukan petani
(54,3%),berpendidikan rendah (68,6%),
berpengetahuan kurang (58,6%), dan
berpenghasilan rendah 80%).
13. Distribusi Filariasis menurut
waktu
• Kasus filariasis yang dilaporkan terus bertambah
dari tahun ke tahun.
• Pada tahun 2007 kasus klinis filariasis dilaporkan
sebanyak 11.473 kasus, tahun 2008
sebanyak11.699 kasus dan tahun 2009
sebanyak11.914 kasus ( proporsi sebesar 0,005%
dari jumlah penduduk) (Kemenkes RI, 2010b).
14. RESERVOIR
• Di Indonesia B. malayi telah ditemukan di
Presbytis cristata (lutung) dan Macaca fascicularis.
Selain kera, kucing (Felix) juga merupakan
reservoir dari B. malayi (Palmieri, 1979; Lim dkk.
1984; Poernomo, 1984).
• Hospes reservoir yang paling penting adalah kera,
terutama kera Presbytis yang seringkali
mempunyai prevalensi infeksi tinggi. Meskipun
kucing domestik juga merupakan hospes
reservoir, tapi prevalensi pada kucing pada
umumnya lebih rendah.
15. CARA PENULARAN
• Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit
kaki gajah apabila orang tersebut digigit nyamuk
yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung
larva stadium III ( L3 ). Nyamuk tersebut
mendapat cacing filarial kecil ( mikrofilaria )
sewaktu menghisap darah penderita mengandung
microfilaria atau binatang reservoir yang
mengandung microfilaria. Siklus Penularan
penyakit kaki gajah ini melalui dua tahap, yaitu
perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vector )
dan tahap kedua perkembangan dalam tubuh
manusia (hospes) dan reservoair.
16. SIKLUS PENULARAN FILARIASIS
1. Tahap perkembangan dalam tubuh nyamuk ( vektor ):
• Saat nyamuk (vektor) menghisap darah penderita (mikrofilaremia) beberapa microfilaria ikut
terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk.
• Setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas selubung, kemudian menerobos
dinding lambung menuju ke rongga badan dan selanjutnya ke jaringan otot thoraks.
• Dalam jaringan otot thoraks, larva stadium I (LI) berkembang menjadi bentuk larva stadium II
(L2) dan selanjutnya berkembang menjadi stadium III (L3) yang efektif.
• Waktu perkembangan dari L1 menjadi L3 disebut masa inkubasi ektrinsik, untuk spesies
Wuchereria bancrofti antara 10-14 hr, Brugia malayi dan Brugia timori 7-10 hr. 5. St. LIII bergerak
ke proboscis ( alat tusuk) nyamuk dan akan dipindahkan ke manusia pada saat nyamuk menggit.
• Mikrofilaria didalam tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak berkembang
biak (cyclicodevelopmental) sehingga diperlukan gigitan berulang kali utk terjadinya infeksi.
17. LANJUTAN
2. Tahap perkembangan dalam tubuh manusia dan hewan perantara ( hospes
reservoir ) :
• Didalam tubuh manusia St. L3 akan menuju sistem limfe dan selanjutnya
tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina.
• Melalui kopulasi, cacing betina menghasilkan mikrofilaria yg beredar dalam
darah. Secara periodik seekor cacing betina akan mengeluarkan sekitar 50.000
larva setiap hari.
• Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan mikrofilaria
W.bancrofti selama 9 bln dan B.malayi, B.timori selama 3 bulan di tubuh
manusia.
• Perkembangan seperti ini terjadi juga dalam tubuh hewan reservoar ( lutung
dan kucing).
18. KERENTANAN & KEKEBALAN
Semua orang mungkin rentan
terhadap infeksi namun ada
perbedaan yang bermakna secara
geografis terhadap jenis dan
beratnya infeksi. Infeksi ulang yang
terjadi di daerah endemis dapat
mengakibatkan manifestasi lebih
berat seperti elephantiasis.
19. CARA PENCEGAHAN FILARIASIS
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis mengenai cara
penularan dan cara pengendalian vektor (nyamuk).
2. Mengidentifikasi vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif dalam nyamuk
dengan menggunakan umpan manusia; mengidentifikasi waktu dan tempat
menggigit nyamuk serta tempat perkembangbiakannya.
3. Penyemprotan anti nyamuk, menggunakan pestisida residual, memasang kawat
kasa, tidur dengan menggunakan kelambu.
4. Membersihkan tempat perindukan nyamuk
5. Pengendalian lingkungan untuk menghindari penularan dari reservoir binatang (
kera maupun kucing )
6. Lakukan pengobatan misalnya dengan menggunakan diethylcarbamazine (DEC,
Banocide®, Hetrazan®, Notezine®)