Pasien wanita berusia 25 tahun dengan keluhan utama keluar darah dan gumpalan dari jalan lahir selama 1 hari. Pasien mengaku hamil dan mengalami keguguran. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah normal dan tidak ada kelainan yang signifikan.
1. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 1
Get Homework/Assignment Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Melissa Rosari Hartono
NIM : 030.09.150
Perguruan Tinggi : Universitas Trisakti
Tingkat : Program Profesi Kedokteran
Judul Kasus : “Seorang wanita, G2P1A0U25thH12mgg+4hr dengan Abortus Inkomplit”
Bagian : Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan
2. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 2
Periode : 02 Juni 2014 – 16 Agustus 2014
Telah diterima dan disetujui pada tanggal : ………………….., sebagai syarat untuk
mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
Mengetahui dan menyetujui,
Dokter Pembimbing,
dr. Jati Suwantoro, Sp. OG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan
kasus dengan judul “Seorang wanita, G2P1A0U25thH12mgg+4hr dengan Abortus Inkomplit” ini
dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik di bagian
Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Jati Suwantoro, Sp. OG selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini.
3. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 3
2. dr. Cipta Pramana, Sp. OG, dr. Kartika Budi Peranawengrum, Sp. OG, dan seluruh
staf pengajar bagian Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang yang turut membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
3. Kedua orang tua yang juga membimbing penulis, memberikan doa dan dorongan
secara materiil dan moril.
4. Semua teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan
bantuan, dorongan, semangat, dan saran sehingga laporan kasus ini dapat
terselesaikan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
dalam bidang kedokteran pada umumnya bagi para pembacanya.
Semarang, Juli 2014
Penulis,
Melissa Rosari Hartono
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................. 3
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................... 4
BAB 2 STATUS PASIEN .......................................................... 5
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA................................................. 19
2.1. Definisi Abortus ..................................................................... 19
4. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 4
2.2. Epidemiologi.......................................................................... 19
2.3. Faktor Risiko.......................................................................... 20
2.4. Etiologi...................................................…………………… 22
2.5. Patofisiologi ........................................................................... 33
2.6. Klasifikasi Abortus................................................................. 34
2.7. Diagnosis................................................................................ 36
2.8. Gejala Klinis dan Penatalaksanaan ........................................ 38
2.9. Diagnosis Banding ................................................................. 45
2.10. Komplikasi ............................................................................. 46
2.11. Prognosis ................................................................................ 47
BAB 4 KESIMPULAN .............................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 49
BAB. I
PENDAHULUAN
Abortus (keguguran) merupakan salah satu penyebab perdarahan yang terjadi pada
kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini dapat menyebabkan berakhirnya
kehamilan atau kehamilan terus berlanjut. Secara klinis, 10-15% kehamilan yang terdiagnosis
berakhir dengan abortus.1
Kasus abortus sebenarnya angkanya lebih besar daripada yang disebutkan di atas,
karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, tidak tercatat, dan tidak diketahui. Seorang
wanita dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia hamil. Abortus bisa juga tidak
5. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 5
diketahui karena hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat (siklus memanjang), dan
insiden abortus kriminalis yang pada umumnya tidak dilaporkan.
Abortus dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan dapat menimbulkan syok,
perforasi, infeksi, dan kerusakan faal ginjal (renal failure) sehingga mengancam keselamatan
ibu. Kematian dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan secara cepat dan tepat.
BAB. II
STATUS PASIEN
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
RSUD KOTA SEMARANG
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. NF
6. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 6
Umur : 25 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Kp. Purnasari RT.02 RW.02 No. 22, Semarang Timur
Tanggal Masuk : 29 Juni 2014 pukul 12.44 WIB
No. CM : 292466
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 29 juni 2014 di bangsal
Srikandi RSUD Kota Semarang, pada pukul 14.00 WIB.
Keluhan utama : Keluar darah dan prongkolan dari jalan lahir sejak
1 hari SMRS
Keluhan tambahan : Perut terasa mulas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 26 Juni 2014, pukul 04.00 WIB, pasien mengeluh keluar bercak darah.
Keluhan ini dirasakan semakin memberat oleh pasien dalam 1 hari terakhir. Darah
yang keluar berwarna merah kehitaman. Pada tanggal 28 Juni 2014, pk. 23.00 WIB,
keluarnya bercak darah disertai adanya gumpalan darah atau prongkolan, frekuensi
1-2 kali ganti pembalut per hari. Pasien melihat keluar gumpalan darah seperti
jaringan. Keluhan ini disertai dengan nyeri perut seperti mulas-mulas dan nyeri
pinggang. Awalnya, pasien mengaku tidak memeriksakan dirinya ke dokter atau
bidan karena ia menganggap hal ini wajar akan tetapi karena darah yang keluar
semakin deras dan menggumpal, pasien memutuskan untuk datang ke IGD RSUD
Kota Semarang.
Pasien mengaku dirinya tidak haid sejak bulan Mei 2014. Pasien melakukan
pemeriksaan tes pack urin merek Sensitif dan mendapatkan hasil yang positif. Akan
tetapi, pasien belum pernah konfirmasi hasil kehamilan ini ke dokter kandungan
namun hanya ke bidan saja. Pasien tidak pernah mengkonsumsi vitamin apapun
untuk kehamilannya.
7. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 7
Pada tanggal 8 Juni 2014, pasien mengaku pernah jatuh terduduk ke lantai saat
sedang mandi di kamar mandi. Selain itu 1 minggu SMRS, pasien mengaku sempat
kecapekan karena bersih-bersih rumah. Namun, saat itu tidak ada nyeri perut atau
keluarnya darah dari jalan lahir.
Pasien pernah melakukan hubungan seksual 2-3 kali dalam sebulan terakhir. Tidak
kejang, tidak nyeri kepala, tidak mual, tidak muntah, tidak nyeri ulu hati, tidak sesak
nafas, mata tidak kabur.
Pasien menyangkal pernah minum jamu dan pijat.
BAK (+), BAB (+), kesan normal.
Riwayat Haid
Menarche : 11 tahun
Lama haid : 7 hari
Siklus haid : 28 hari (teratur)
HPHT : 02 April 2014
Ganti pembalut : 2-3 kali sehari
Nyeri haid : (-)
Riwayat Pernikahan
Pertama kali dengan suami sekarang yang berusia 25 tahun, saat pasien berusia 19
tahun, sudah menikah selama 6 tahun.
Riwayat Obstetri G2P1A0
1. Laki-laki/2010/2950gram/bidan/spontan/sehat
2. Hamil ini
Riwayat ANC
2x/bidan/TT(-)
Riwayat Kontrasepsi
Tidak pernah menggunakan kontrasepsi apapun.
Riwayat Penyakit Dahulu
8. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 8
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak kandung pasien pernah mengalami keguguran pada kehamilan pertamanya. Pada
kehamilan kedua, kakak kandung pasien melahirkan dengan normal di bidan, anak
sehat, dan cukup bulan. Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, asma,
dan alergi dalam keluarga disangkal.
Riwayat dan Kebiasaan
Riwayat Penggunaan Obat
Tidak pernah meminum obat-obatan apapun selama kehamilan.
Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku tidak pernah mengonsumsi alkohol maupun merokok. Akan tetapi,
suami pasien sering merokok saat di rumah sekitar 5-8 batang per hari.
Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien saat ini tinggal dengan suami dan anak pertamanya. Pasien adalah seorang ibu
rumah tangga dan suami pasien bekerja sebagai pegawai swasta di suatu pabrik. Biaya
hidup sehari-hari diperoleh dari gaji yang didapat suami pasien.
Riwayat Operasi
Tidak dijumpai.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit, isi cukup, reguler
Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8 ºC
9. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 9
Status Antropometri
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 61 kg
BMI : 27,1 (overweight)
Status Generalisata
Kepala : Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), ptosis (-/-),
lagoftalmus (-/-), pupil bulat isokor, 3mm/3mm, refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+),
hematoma periorbita (-/+), hematom palpebra (-/-), oedem
palpebra (-/-)
Telinga : Normotia (+/+), perdarahan (-/-), otorrea (-/-), lapang (-/-),
hematoma retroaurikuler (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-/-), perdarahan (-/-), rhinorrea (-/-)
Mulut : Bibir pucat dan kering, sianosis (-), lidah kotor (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba
pembesaran KGB dan tiroid.
Thoraks
Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
Kanan Simetris saat statis dan
dinamis
Simetris saat statis dan
dinamis
10. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 10
Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan
- Vokal fremitus simetris
- Tidak ada benjolan
- Vokal fremitus simetris
Kanan - Tidak ada benjolan
- Vokal fremitus simetris
- Tidak ada benjolan
- Vokal fremitus simetris
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang
paru
Sonor di seluruh lapang
paru
Kanan Sonor di seluruh lapang
paru
Sonor di seluruh lapang
paru
Auskultasi Kiri - Suara vesikuler
- Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara vesikuler
- Wheezing ( - ), Ronki ( - )
Kanan - Suara vesikuler
- Wheezing ( - ), Ronki ( - )
- Suara vesikuler
- Wheezing ( - ), Ronki ( - )
Jantung
Inspeksi Ictus cordis terlihat pada sela iga 5 dari garis midklavikularis kiri 2
jari sebelah medial
Palpasi Teraba ictus cordis pada sela iga5 garis midklavikularis kiri 2 jari
sebelah medial, diameter 2 cm, kuat angkat
Perkusi Batas atas : Sela iga III garis parasternal kiri
Batas kiri : Sela iga V garis midklavikularis kiri
Batas kanan : Sela iga IV garis parasternal kanan
Auskultasi Bunyi jantung 1 dan 2 reguler di semua katup. Tidak terdengar
murmur, gallop ataupun pericardial rub.
11. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 11
Abdomen : Inspeksi : Simetris, cembung minimal di daerah
hipogastrika(+), jejas (-)
Palpasi : Soepel, ballottement (+) di perut bagian bawah
sebesar telur bebek, hepar lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Bising Usus (+) normal, normoperistaltik
Ekstremitas : Jejas (-), Luka (-), Varices (-)
Edema
Akral dingin
Reflex fisiologis
Reflex patologis
Status Obstetrikus
TFU : 3 jari di atas symphisis
DJJ : (-)
HIS : (-)
Leopold I : 3 jari di atas symphisis
Leopold II : Tidak dapat dinilai
Leopold III : Tidak dapat dinilai
Leopold IV : Tidak dapat dinilai
Status Ginekologis
Inspeksi : Massa (-), fl/fx : (-/+)
VT : fl/fx : (-/+)
VUV : dalam batas normal
- -
- -
- -
- -
+ +
+ +
- -
- -
12. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 12
OUE : membuka, teraba jaringan
Portio : ~ jempol kaki orang dewasa, licin (+), nyeri goyang (-)
CUT : ~ telur bebek
AD/CD : tenang
Inspekulo : Tidak dilakukan
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tanggal 29 Juni 2014, pukul 13.11 WIB (Laboratorium IGD RSUD Kota Semarang)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Golongan Darah 0
Hemoglobin 14.0 g/dL 12.0-16.0
Hematokrit 40.2 % 37-47
Leukosit 14.5 /uL 4.8-10.8
Trombosit 309 10^3/uL 150-400
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Sewaktu
91 mg/dL 70-115
IMUNOLOGI
HBsAg Negative - Negative
Tanggal 30Juni 2014, pukul 05.38 WIB
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Masa Perdarahan/BT 01min 35sec Min 1-3
Masa Pembekuan/CT 07min 50sec Min 5-15
Ultrasonografi Transabdominal
13. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 13
Kandung kemih terisi baik
Uterus antefleksi, besar biasa ukuran 67,7 mm x 59,7 mm x 46,8 mm
Tampak gestational sac intrauterin dengan batas tidak beraturan
Tampak gambaran hipoekoik di kavum uteri
Tampak fetal pole, DJJ (-)
Cairan bebas (-)
Kesimpulan : Sisa Konsepsi
5. Resume
Ny. NF, G2P1A0U25thH12minggu+4hari, datang ke IGD RSUD Kota Semarang pada
tanggal 29 Juni 2014, pukul 12.10 WIB dengan keluhan keluar darah berwarna merah
kehitaman disertai adanya prongkolan sejak 1 hari SMRS. Dua hari yang lalu pasien
sudah mulai mengeluarkan flek-flek, namun makin lama keluhan ini dirasakan semakin
memberat. Keluhan ini disertai dengan adanya nyeri perut dan mulas. Pasien juga
mengaku pernah jatuh terduduk ke lantai saat sedang ke kamar mandi. Selain itu pasien
juga sempat kecapekan karena bersih-bersih rumah. Pasien pernah melakukan
hubungan seksual 2-3 kali dalam sebulan terakhir. Riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal oleh pasien. Di keluarga riwayat
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, asma, dan alergi juga disangkal. Pasien
tidak pernah melakukan operasi sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan fisik, keadaan
umum, tanda vital semuanya dalam batas normal. Pada pemeriksaan VT didapatkan
14. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 14
adanya fluxus, VUV dalam batas normal, OUE membuka dan teraba jaringan, portio ~
jempol kaki orang dewasa; licin (+); nyeri goyang (-), CUT ~ telur bebek, AD/CD
tenang. Dari hasil pemeriksaan laboratorium semuanya dalam batas normal. Dan dari
hasil USG didapatkan kesan adanya sisa konsepsi.
6. Diagnosis
G2P1A0U25thH12minggu+4hari
Abortus Incomplete
7. Penatalaksanaan
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Amoxycillin 3 x 500 mg PO (profilaksis)
Non-medikamentosa
Pengawasan KU, TTV, dan PPV
Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang hasil pemeriksaan dan
tindakan yang akan dilakukan
Rencana Curretase (30 Juni 2013)
Puasa 6-8 jam untuk persiapan kuretase
8. Laporan Curretase
1. Ibu diposisikan litotomi diatas meja operasi dengan anestesi total intravena
2. Asepsis antisepsis daerah vulva dan sekitarnya
3. Pasang duk steril kecuali daerah tindakan
4. Pasang speculum daerah posterior, jepit portio anterior dengan speculum
5. Sondae ± 8 cm, antefleksi kuretase endometrium, sisa hasil konsepsi ± 20 cc
6. Injeksi metergin 1 ampul 1 kali perdarahan tak ada
7. Lepas alat
8. Operasi selesai
16. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 16
Terapi Post-Curretase :
Amoxycilin 3 x 500 mg PO
Asam mefenamat 3 x 500 mg PO
Awasi KU, TTV, dan PPV
9. Follow Up
Tanggal/ Jam Catatan Perkembangan (SOAP)
17. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 17
29-06-2014
(12.10 WIB)
S/ Pasien masuk IGD pkl 12.10 WIB dengan keluhan keluar
darah disertai prongkolan dari jalan lahir sejak 1 hari SMRS.
Pasien juga mengeluh nyeri dan mulas pada perutnya. Pasien
pernah melakukan hubungan seksual 2-3x dalam sebulan
terakhir
O/ KU/Kesadaran : Baik / CM
Tanda Vital :
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Laju Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,6 oC
Status internus :
Mata : Ca -/- SI -/-
Thorax : C/P dbn
Abd. : BU + N dbn
Eks : OE -/- AD -/-
-/- -/-
PPV : (+)
Ass/ G2P1A0U25tahunH12minggu + 4 hari
Ab. Imminens
P/ Rencana USG
IUVD RL 20 tpm
Rawat Inap
Tanggal/ Jam Catatan Perkembangan (SOAP)
18. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 18
29-06-2014
(14.00 WIB)
-Bangsal
Srikandi-
S/ Pasien masuk dari IGD pkl 12.10 WIB dengan keluhan
keluar darah disertai prongkolan dari jalan lahir sejak 1 hari
SMRS. Pasien juga mengeluh nyeri dan mulas pada perutnya.
Pasien pernah melakukan hubungan seksual 2-3x dalam
sebulan terakhir
O/ KU/Kesadaran : Baik / CM
Tanda Vital :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Laju Napas : 19 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Status internus :
Mata : Ca -/- SI -/-
Thorax : C/P dbn
Abd. : BU + N dbn
Eks : OE -/- AD -/-
-/- -/-
USG (+) kesan sisa hasil konsepsi
VT : VUV dalam batas normal, OUE membuka dan teraba
jaringan, portio ~ jempol kaki orang dewasa; licin (+); nyeri
goyang (-), CUT ~ telur bebek, AD/CD tenang.
Ass/ G2P1A0U25tahunH12minggu + 4 hari
Ab. Incomplete
P/ Rencana curretase (30/06/14)
Pengawasan KU, TTV, dan PPV
IUVD RL 20 tpm
Amoxycillin 3 x 500 mg PO
19. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 19
Tanggal/ Jam Catatan Perkembangan (SOAP)
30-06-2014
(09.30 WIB)
-Bangsal
Srikandi-
S/ Tidak ada keluhan
O/ KU/Kesadaran : Baik / CM
Tanda Vital :
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Laju Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,9 oC
Status internus :
Mata : Ca -/- SI -/-
Thorax : C/P dbn
Abd. : BU + N dbn
Eks : OE -/- AD -/-
-/- -/-
PPV : (+)
Ass/ P1A1U25tahunH12minggu + 4 hari
Post Kuterase a/i Ab. Incomplete
P/ Pengawasan KU, TTV, dan PPV
Amoxycillin 3 x 500 mg PO
Asam Mefenamat 3 x 500 mg PO
BAB. III
20. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 20
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Abortus
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang dari (ACOG
memberi batasan 20 minggu,1 FIGO memberi batasan 22 minggu,2 Hanretty memberikan
batasan 24 minggu,3 WHO memberi batasan 28 minggu4).
2.2 Epidemiologi
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian
abortus spontan antara 15–20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh abortus
sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy
loss yang tidak bisa diketahui pada 2–4 minggu setelah konsepsi (Prawirohardjo, 2008).
WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20
juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia
diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi
abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20 abortus) di antaranya terjadi di negara
berkembang. Di Amerika Serikat angka kejadian abortus spontan berkisar antara 10-20% dari
kehamilan. Di Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Banyumas Unit II Purwokerto, angka
kejadian abortus pada tahun 2007 sebesar 23,70% pada tahun 2008 meningkat menjadi
30,70%. Sedangkan di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung, prevalensi abortus tercatat
sebesar 8-12% (Dwilaksana, 2010).5
Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit oleh
Departemen Kesehatan RI yang salah satunya adalah penyakit kehamilan. Jumlah keguguran
yang terjadi diketahui akan menurun dengan meningkatnya usia gestasional, dari 25% pada 5
hingga 6 minggu pertama kehamilan menjadi 2% selepas 14 minggu kehamilan. Berikut
adalah tabel epidemiologi abortus pada awal kehamilan :
No Variabel Persentase
1 Jumlah keseluruhan abortus secara klinis 25-30
2 Sebelum 6 minggu 18
3 Di antara 6 dan 9 minggu 4
4 Selepas 9 minggu 3
5 Selepas 14 minggu 2
21. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 21
6 Jumlah defek kromosom pada abortus 50-70
7 Jumlah abortus pada primigravida,usia di
bawah 40
6-10
8 Jumlah abortus pada primigravida, usia di
atas 40
30-40
9 Jumlah abortus yang berulang 1-2
10 Risiko berulangnya abortus selepas 3 kali
abortus
25-30
Sumber : Campbell S, Monga A. 2006. Gynecology by ten teachers, 18th
edition. Hodder Arnold London
2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko abortus yaitu :
1. Usia Ibu
Usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun merupakan usia resiko untuk hamil dan
melahirkan (Mulyati, 2003). Menurut Manuaba (1998) kurun waktu reproduksi sehat
adalah 20-30 tahun dan keguguran dapat terjadi pada usia yang masih muda, karena
pada saat remaja alat reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil. Menurut
Cunningham (2005) bahwa frekuesnsi abortus bertambah dari 12% pada wanita 20
tahun, menjadi 26 % pada wanita yang berusia diatas 40 tahun. Menurut Prawirohardjo
(2008) risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80 pada usia diatas 35 tahun, karena
angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun.
Abortus meningkat dengan pertambahan umur, OR 2,3 setelah usia 30 tahun.
Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun; 11,9%
pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia 35-39%; 51%
usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru-baru ini peningkatan usia
ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya abortus. Suatu penelitian yang
dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus tertinggi ditemukan pada
pasangan dimana usia wanita ≥35 tahun dan pria ≥40 tahun.12
2. Paritas Ibu
Semain banyak jumlah kelahiran yang dialami seorang ibu semakin tinggi resikonya
untuk mengalami komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. Sejalan dengan pendapat
Cunningham (2005) bahwa resiko abortus spontan semakin meningkat dengan
22. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 22
bertambahnya paritas. Persalinan kedua dan ketiga merupakan persalinan yang aman,
sedangkan risiko terjadinya komplikasi meningkat pada kehamilan, persalinan, dan
nifas setelah yang ketiga dan seterusnya. Demikian juga dengan paritas 0 dan lebih dari
4 merupakan kehamilan risiko tinggi (Mulyati, 2003).
3. Riwayat Abortus Sebelumnya
Resiko pasien dengan riwayat abortus untuk kehamilan berikutnya ditentukan dari
frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2
kali berisiko 24%, 3 kali berisiko 30%, dan 4 kali berrisiko 40%. Menurut Malpas dan
Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang mengalami
abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya Warton dan Fraser memberikan
prognosis yang lebih baik yaitu 25,9% dan 39%.13
4. Pemeriksaan Antenatal
Pemeriksaan antenatal yang baik adalah minimal 1 kali pada trimester pertama, 1 kali
pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Keuntungan yang diperoleh
dengan melakukan pemeriksaan antenatal dengan baik adalah kelainan yang mungkin
ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut cepat diketahui dan segera dapat diatasi
sebelum berpengaruh tidak baik pada kehamilannya (Prawirohardjo, 2008). Ibu dengan
pemeriksaan antenatal yang tidak baik akan meningkatkan risiko kehamilan (risiko
kesakitan dan kematian), karena akan sulit untuk mendeteksi kelainan dan kebutuhan
yang diperlukan ibu dalam mempersiapkan kehamilan dan kelahiran secara optimal.
5. Pendidikan
Umumnya ibu yang mengalami abortus mempunyai pendidikan 1-9 tahun dan
memungkinkan abortus pada pendidikan rendah lebih besar dibandingkan dengan
kelompok yang berpendidikan lebih tinggi.
6. Kebiasaan orang tua
a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus meningkat
1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi setiap hari. Asap
rokok mengandung banyak ROS yang akan mendestruksi organel seluler melalui
kerusakan mitrokondria, nukleus, dan membran sel.14 Selain itu, secara tidak langsung
ROS akan menyebabkan kerusakan sperma. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA
rantai tunggal maupun ganda sperma.15
Plasentasi normal diatur oleh invasi arteri spiral uterina yang diatur oleh genomik
tropoblas yang normal. Pada organogenesis embrionik dalma menjamin invasi
tropoblas, tekanan oksigen rendah, dan metabolisme cenderung anaerob. Oleh karena
23. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 23
itu, produksi ROS biasanya menurun. Keadaan ini diatur aktivitas integrin yang
merangsang tropoblas untuk proliferasi. Tekanan oksigen rendah membantu implantasi
sedangkan tekanan tinggi membantuk proliferasi sel tropoblas.16
Transisi trimester 1 ke 2 membawa banyak perubahan metabolisme. Pada akhir
trimester satu, ada peningkatan tekanan oksigen dari <20 mmHg menjadi >50 mmHg
menyebabkan stress oksidatif. Pada abortus, stres oksidatif juga dipicu oleh zymosan
opsonisasi dan stimulai N-formil-metionil-leucil-fenilalanin.
Dengan faktor pemicu asap rokok, stres oksidatif akan semakin buruk.17 Stres oksidatif
sendiri dapat menyebabkan apoptosis yang mengganggu invasi plasenta dan abortus
dini. ROS akan bereaksi dengan molekul pada berbagai sistem biologi sehingga dapat
terjadi kerusakan sel yang ekstensif dan disrupsi fungsi sel.18 Dengan risiko stres
oksidatif, pasien tidak pernah mengonsumsi vitamin yang berperan sebagai antioksidan
sehingga meningkatkan risiko abortus. Selain itu, Vural, et al. menunjukkan adanya
peningkatan radikal bebas superoksida oleh PMN pada trimester satu kehamilan.19
b. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi spontan dua
kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi
pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap hari. Dalam suatu penelitian
didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1,3 kali untuk setiap gelas alkohol yang
dikonsumsi setiap hari.20
c. Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada
wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari menunjukkan
tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.21
d. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi, jumlah
dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti.22
e. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan risiko
abortus, khususnya abortus septik meningkat.23
f. Psikologis seperti ansietas dan depresi.24
2.4 Etiologi 6
Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan setelah itu angka
ini cepat menurun (Harlap dan shiono, 1980). Kelainan kromosom merupakan penyebab
paling sedikit separuh dari abortus dini, dan stelah itu insidennya juga menurun. Frekuensi
abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12 persen pada wanita berusia kurang
dari 20 tahun menjadi 26 persen pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun
24. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 24
1. Faktor Janin
a. Perkembangan Zigot Abnormal
Temuan morfologis tersering pada abortus spontan dini adalah kelaianan
perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta.
b. Abortus Aneuploidi
Kelainan kromosom sering dijumpai pada mudigah dan janin awal yang mengalami
abortus spontan, dan menyebabkan banyak atau sebagian besar abortus pada awal
kehamilan.
c. Abortus Euploid
Penyebab abortus euploid umumnya tidak diketahui, tetapi mungkin disebabkan oleh :
Kelainan genetik, misalnya mutasi tunggal atau faktor poligenik
Berbagai faktor ibu
Mungkin beberapa faktor ayah
2. Faktor Ibu
a. Infeksi
Herpes simpleks dilaporkan berkaitan dengan berkaitan dengan peningkatan insidensi
abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan. Temmerman dkk. (1992)
melaporkan bahwa abortus spontan secara independen berkaitan dengan antibodi
virus imunodefisiensi manusia 1 (HIV-1) dalam darah ibu, seroreaktivitas sifilis pada
ibu, dan kolonisasi vagina ibu oleh streptokokus grup B.
b. Penyakit debilitas kronik
Tuberkulosis atau karsinomatosis dan hipertensi jarang menyebabkan abortus tetapi
dapat menyebabkan kematian janin dan pelahiran preterm. Celiac sprue (sindrom
malabsorpsi) dilaporkan dapat menyebabkan infertilitas wanita dan pria serta abortus
rekuren (Sher dkk., 1994).
c. Kelainan endokrin
Hipotiroidime
Diabetes melitus
Defisiensi progesteron
d. Nutrisi
Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi atau defisiensi
sedang semua nutrien merupakan kausa abortus yang penting.
25. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 25
e. Pemakaian obat dan faktor lingkungan
Tembakau
Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang perhari, risiko tersebut sekitar dua
kali lipat dibandingkan dengan kontrol normal (Kline dkk., 1980)
Alkohol
Amstrong dkk., (1992) menghitung bahwa risiko abortus meningkat dengan rata-
rata 1,3 kali untuk setiap gelas perhari.
Kafein
Konsumsi kafein dalam jumlah sedang kecil kemungkinannya menyebabkan
abortus spontan.
Radiasi
Dalam dosis memadai, radiasi diketahui menyebabkan abortus
Kontrasepsi
Toksin lingkungan
f. Faktor Imunologis
Autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri)
Aloimun (imunitas terhadap orang lain)
Mediasi imunitas humoral
Mediasi imunitas seluler
g. Trombofilia herediter
h. Gamet yang menua
Penuaan gamet di dalam saluran genitalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan
kemungkinan abortus.
i. Laparotomi
Tidak terdapat bukti bahwa pembedahan yang dilakukan pada kehamilan tahap awal
dapat meningkatkan angka abortus.
j. Trauma fisik
k. Kelainan kongenital uterus
Cacat uterus yang didapat
Defek perkembangan uterus
Anomali duktus mulleri
Septum uterus
Uterus bikornis
26. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 26
Inkompetensi serviks uterus
Mioma uteri
Sindroma Asherman
3. Faktor ayah
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus spontan. Yang
jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus. Kulcsar dkk.
(1991) menemukan adenovirus atau virus herpes simpleks pada hampir 40 persen sampel
semen yang diperoleh dari pria steril. Virus terdeteksi dalam bentuk laten pada 60 persen
sel, dan virus yang sama dijumpai pada abortus.
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.
Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi serviks sering
terjadi setelah trimester pertama.
Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling
sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik.
Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan
gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya
gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal kehamilan.
Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian
sporadis, misalnya nondisjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi
autosom. Triploidi ditemukan pada 16 % kejadian abortus, di mana terjadi fertilisasi
ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi primer.
Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien
dengan kariotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis maternal bisa
berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia.
Trisomi 16 dengan kejadian sekitar 30 % dari seluruh trisomi, merupakan penyebab
terbanyak Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1.
27. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 27
Sindroma Turner merupakan penyebab 20 - 25 % kelainan sitogenetik pada abortus.
Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada
semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena
zneuploidi adalah 1 : 80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan
kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun.
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (tetraploidi, tri-
ploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kel angsungan kehamilan. Tetra-
ploidi terjadi pada 8 % kejadian abortus akibat kelainan kromosom, di mana terjadinya
kelainan pada fase sangat awal sebelum proses pembelahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan struktural
terjadi pada sekitar 3 % kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa
kelainan struktur kromosom sering diturunkan dari ibunya. Kelainan struktur kromosom
pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa
mengurangi peluang kehamilan dan terjadinya keguguran.
Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi
gen yang bisa mengganggu proses impiantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh
untuk kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah myotonic
dystrophy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini
progresif, dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan
gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaik gonad pada ovarium
atau testis.
Gangguan jaringan konektif lain, misalnya Sindroma Marfan, Sindroma Ehlers-
Danlos, homosisteinuri dan pseudoaxanthoma elasticum. Juga pada perempuan dengan
sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus. Hal ini karena adanya mikroinfark
pada plasenta. Kelainan hematologik lain yang menyebabkan abortus misalnya disfibrino-
genemi, defisiensi faktor XIII, dan hipofibrinogenemi afibrinogenemi kongenital.
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang
abnormal, di mana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak
diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan
kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.
Penyebab Anatomik
28. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 28
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti
abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus
berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, di-
temukan anomali uterus pada 27 % pasien.
Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus,
mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan,
sedangkan 36,5 % mengalami persalinan abnormal (prematur, sungsang). Penyebab
terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40 - 80 %),
kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikomis (10 - 30 %). Mioma uteri bisa
menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara 10-30
% pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak memberikan gejala,
hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan
menimbulkan gangguan.
Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan
darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 - 80 %, bergantung pada
berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan his-
terosalpingografi (HSG) dan ultrasonografi.
Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun.
Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosm (SLE) dan Antipbospholipid Antibodies
(aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE
Kejadian abortus spontan di antara pasien SLE sekitar 10 %, dibanding populasi umum.
Bila digabung dengan peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka
diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan.
Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan
antibodi yang berikatan denga sisi negatif dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk
aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anttcoagutant
(LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan biologically false – positive untuk syphilis
(FP-STS), APS (antiphospholipid syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa
keadaan obstetrik, misalnya pada preeklampsia, IUGR dan prematuritas. Beberapa
keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri – vena, trombositopeni
autoimun, anemia hemolitik, korea, dan hipertensi pulmonum.
29. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 29
The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria
untuk APS, yaitu meliputi :
Trombosis vaskular
Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang
dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.
Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.
Komplikasi kehamilan
Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik, atau hormonal.
Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara
bonografi normal.
Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
berhubungan dengan preeklampsia berat atau insufisiensi plasenta yang
berat.
Kriteria laboratorium
aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali
atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu.
aCL diukur dengan metode ELISA standar.
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT dan
CT).
Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan
penambahan plasma platelet normal.
Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid.
Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.
aPA ditemukan kurang dari 2 % pada perempuan hamil yang sehat, kurang dari 20 %
pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33 % pada perempuan dengan SLE.
Pada kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas, akibat adanya atherosis
dan oklusi vaskular kini dianjurkan pemeriksaan darah terhadap β-2 glikoprotein 1 yang lebih
spesifik.
30. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 30
Pemberian antikoagulan misalnya as p iri n, heparin, IL-3 intravena menunjukkan
hasil yang efektif. Pada percobaan binatang, kerja IL-3 adalah menyerupai growth hormone
plasenta dan melindungi kerusakan jaringan plasenta.
Trombosis plasenta pada APS diawali adanya peningkatan rasio tromboksan terhadap
prostasiklin, selain juga akibat dari peningkatan agregrasi tromoosit, penurunan c-reaktif
protein dan peningkatan sintesis platelet-activating factor. Secara klinis lepasnya kehamilan pada
pasien APS sering terjadi pada usia kehamilan di atas 10 minggu.
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan, aspirin dosis rendah,
prednison, imunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case-control menunjukkan pemberian
heparin 5.000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin meningkatkan daya tahan janin dari 50 %
jadi 80 % pada perempuan yang pernah mengalami abortus lebih dan 2 kali tes APLAs
positif. Yang perlu diperhatikan ialah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu
pengawasan terhadap risiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta trombositopeni.
Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917,
ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang
pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu
diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain :
Bakteria
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis
Virus
Sitomegaiovirus
Rubela
Herpes simpleks virus (HSV)
Human immunodeficiency virus (HIV)
Parvovirus
Parasit
Toksoplasmosis gondii
31. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 31
Plasmodium falsiparum
Spirokaeta
Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko
abortus/EPL, di antaranya sebagai berikut:
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin
sulit bertahan hidup.
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misal
Mikoplasma bominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa
mengganggu proses impiantasi
Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria monositogenes).
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus se-
lama kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus BI9, sitomegaiovirus, koksakie
virus B, varisela-zoster, kronik sitomegaiovirus CMV, HSV).
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 - 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan
gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik,
antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan ja-
nin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi feto-
plasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
Faktor Hormonal
32. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 32
Ovulasi, impiantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik
sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap
sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi
terutama kadar progresteron.
Diabetes mellitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak lebih jelek
jika dibanding perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan
kadar HbAlc tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan malformasi janin
meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak
adekuat punya peluang 2-3 kali lipat mengalami abortus.
Kadar progesteron yang rendah
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium
terhadap impiantasi embrio. Pada tahun 1929, Alien dan Corner mempublikasikan tentang
proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah
berhubungan dengan risiko abortus. Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan
sekitar 7 minggu, yaitu saat di mana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk
menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan
menyebabkan abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan bisa
diselamatkan.
Defek fase luteal
Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep insufisiensi progesteron saat fase
luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23 - 60 % perempuan dengan abortus berulang.
Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya untuk mendiagnosis gangguan ini.
Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama
dengan 3 kali, didapatkan 17 % kejadian defek fase luteal. Dan, 50 % perempuan
dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesteron yang normal.
Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.
Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses impiantasi juga proses
migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini
berperan penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada
mukosa uterus. Sebagian besar sel ini berupa Large Granular Lymphocytes (LGL)
dan makrofag, dengan sedikit sel T dan sel B.
33. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 33
Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada endometrium yang terpapar
progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat impiantasi saat trimester pertama
mempunyai peran penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia akan
mendahului membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas
ekstravillous (dengan pembentukan cepat HLA1) tidak bisa dihancurkan oleh sel NK
desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang normal.
Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikro-trombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan
fibrinolitik memegang peran penting pada impiantasi embrio, invasi trofoblas, dan
plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:
• Peningkatan kadar faktor prokoagulan
• Penurunan faktor an 11 koagulan
• Penurunan aktivitas fibrinolitik
Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal,
terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek
hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan
dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang
berlebihan pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat
usia kehamilan 8-11 minggu. Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu
vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan niikrocrombi serta
nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan dengan trombosis sistematik ataupun
plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih
dari 22 % kasus.Homosistein merupakan asam amino yang dibentuk selama konversi
metionin ke sisteiiL Hiperhomosisteinemi, bisa kongenital ataupun akuisita, berhubungan
dengan trombosis dan penyakit vaskular dini Kondisi ini berhubungan dengan 21 %
abortus berulang. Gen pembawa akan diturunkan secara autosom resesif. Bentuk
terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat. Pada pasien ini, penambahan foiat akan
mengembalikan kadar homosistein normal dalam beberapa hari
34. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 34
2.5 Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tida dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak
banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai
persalinan dalam bentuk miniature.7
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang
jelas (blighted ovum); mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk inui
menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi
organisasi, sehingga semuanya tampa seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose;
dalam hal ini amnion tampa berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan
korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tida dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi; janin mongering dank arena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab
diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi
tipis seperti kertas nperkamen (fetus papiraseus).8
Kemungkinan lain pada janin-mati yang tida lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi; kulit terkupas, tenggorok menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan,
dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
2.6 Klasifikasi Abortus 9
Menurut cara terjadinya dibedakan atas :
35. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 35
a. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja
atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medicinalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
b. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa
indikasi medis, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi :
1) Abortus medicinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus karena tindakan
kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan
jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2
sampai 3 tim dokter ahli.
2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan
secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
Pembagian abortus secara klinis adalah sebagai berikut :
1. Abortus Iminens
Merupakan abortus tingkat permulaan dan merupakan
ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan
pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan.
2. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam
proses pengeluaran.
3. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
36. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 36
4. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
5. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
6. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut
7. Abortus Infeksiosus
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8. Abortus Septik
Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah
tubuh atau peritoneum (septikemia atau peritonitis).
37. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 37
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Adanya amenore kurang dari 20 minggu.
Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi.
Rasa mulas atau kram perut di daerah atau simphisis, sering disertai keluarnya
jaringan konsepsi.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau
menurun, denyut nadi normal atau cepat dan lemah, suhun badan normal atau
meningkat.
c. Pemeriksaan Ginekologi
1. Inspeksi Vulva
Perdarahan pervaginam, ada atau tidak hasil konsepsi, tercium atau tidak bau
busuk dari vulva.
2. Inspekulo
Ostium Uteri terbuka atau tertutup, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau
busuk dari ostium.
3. Colok Vagina
Portio masih terbuka atau tidak, besar uterus lebih kecil atau sesuai dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat portio digoyang.
d. Pemeriksaan Bimanual
Uterus membesar atau tidak, besar uterus sesuai dengan riwayat haid, tidak mendatar
dan mempunyai konsistensi hamil normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi)
Hal ini membantu untuk memeriksa detak jantung janin dan menentukan
apakah embrio berkembang normal atau tidak.
2. Pemeriksaan Darah
HCG beta berguna untuk membedakan dengan diagnosis banding lainnya.
3. Pemeriksaan Jaringan
38. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 38
Jika terdapat sisa jaringan, dapat dikirim ke laboratorium untuk
mengkonfirmasi bahwa keguguran telah terjadi dan bahwa gejala tidak
berhubungan dengan penyebab lain dari perdarahan kehamilan.
Diagnosis abortus dilakukan berdasarkan jenisnya, yaitu : 10
1. Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari 20
minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi serviks. Pasien
akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar, terjadi pendarahan sedikit
seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa riwayat keluarnya jaringan terutama pada
trimester pertama kehamilan. Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan
positif dan serviks belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar
dinding vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan.
2. Abortus Insipiens adalah perdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi serviks
uteri meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan mengeluhkan
mules yang sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa riwayat keluarnya
jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester pertama kehamilan, darah berupa
darah segar mengalir. Pada inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina,
porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan.
3. Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal dalam uterus. Pada
anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan berupa darah segar mengalir
terutama pada trimester pertama dan ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.
4. Abortus Komplit adalah keaddan di mana semua hasil konsepsi telah dikeluarkan.
Pada penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus
mulai mengecil. Apabila hasil konsepsi saat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa
semua sudah keluar dengan lengkap. Pada penderita ini disertai anemia sebaiknya
disuntikan sulfas ferrosus atau transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal
bercak-bercak dan anamnesis di sini berperan penting dalam menentukan ada
tidaknya riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir Pada inspekulo, ditemukan darah
segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan
5. Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus dalam kandungan >8
minggu sebelum minggu ke-20. Pada anamnesis akan ditemukan uterus berkembang
lebih rendah dibanding usia kehamilannya, bisa tidak ditemukan pendarahan atau
hanya bercak-bercak, tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Pada
39. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 39
inspekulo bisa ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak
ditemukan jaringan
6. Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturut-turut. Pada
anamnesis akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di atas, riwayat
menggunakan IUD atau percobaan aborsi sendiri, dan adanya demam.
7. Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritonium. Hasil diagnosis ditemukan: panas, lemah, takikardia, sekret yang bau dari
vagina, uterus besar dan ada nyeri tekan dan bila sampai sepsis dan syok (lelah, panas,
menggigil)
2.8 Gejala Klinis dan Penatalaksanaan
1. Abortus Iminens
Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan, dan beberapa jam sampai
beberapa hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior
dan jelas bersifat ritmis; nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai
perasaan tertekan di panggul; atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah
suprapubis.11
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan
pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas
sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri
masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan
urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan
melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan
menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih
positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negatif
maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada
informed consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut,
maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan
USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan
plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri
janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut
jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma
retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik
40. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 40
secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa
pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window yang
baik agar rincian hasil USG dapat jelas.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa
diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon
progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini wa-
laupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada
penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi
perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih
kurang 2 minggu.
2. Abortus Insipiens
Abortus tidak terhindarkan (inevitable) ditandai oleh pecah ketuban yang nyata
disertai pembukaan serviks.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan.
Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih
positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai
dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin
sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya.
Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.3
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan ke-
adaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil
konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan di atas
12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase
harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul
dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Hal ini diperlukan untuk
mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus. Pascatindakan perlu perbaikan
keadaan umum, pemberian uterotonika, dan antibiotika profilaksis.
3. Abortus Inkompletus
Pada abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta biasanya
keluar bersama-sama, tetapi setelah waktu ini keluar secara terpisah. Apabila seluruh atau
41. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 41
sebagian plasenta tertahan di uterus, cepat atau lambat akan terjadi perdarahan yang
merupakan tanda utama abortus incomplete.
Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal
di dalam uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan
teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung
pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka
sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok
hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali
dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang
terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan
bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hi~
perekoik yane bentuknya tidak beraturan.
Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa
hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus
segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti
Selanjurnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-
hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan
ialah dengan karet vakum menggunakan kanula dari plastik. Pascatindakan perlu
diberikan uterotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotika.12
4. Abortus Kompletus
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah
mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan,
Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai
Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus.
Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya
hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika
tidak perlu diberikan.
5. Missed Abortion
Hal ini didefenisikan sebagai retensi produk konsepsi yang telah meninggal in utero
selama beberapa minggu. Setelah janin meninggal, mungkin terjadi perdarahan per vaginam
42. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 42
atau gejala lain yang mengisyaratkan abortus iminens, mungkin juga tidak. Uterus tampaknya
tidak mengalami perubahan ukuran, tetapi perubahan-perubahan pada payudara biasanya
kembali seperti semula.
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali me-
rasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas
14 minggu sampai 20 minggu penderita justeru merasakan rahimnya semakin mengecil
dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian
merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan
biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada
pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil,
dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda
kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan
kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena hipofibri-nogenemia
sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya
secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan
komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan.
Faktor mental penderita perlu diperhatikan karena penderita umumnya merasa gelisah
setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12
minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi
dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu
atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan
untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematang kan
kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus
intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan
20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan
dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil,
penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3
kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan
dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin
atau sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang
43. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 43
banyak disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400
mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam jam. Dengan obat ini akan terjadi
pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan
evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan
penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan plasenta yang
menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipo-
fibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau fibrinogen. Pascatindakan kalau
perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.
6. Abortus Habitualis
Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil
kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut.
Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.
Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang mengaitkannya
dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast
cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan
terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfusi leukosit atau hepari-nisasi.
Akan tetapi, dekade terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara
lengkap sehingga dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu
keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan
menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium serviks akan
membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi
pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan
sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan
serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat.
Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan
didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua.
Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan penderita inkompetensia serviks di-
anjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia
serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat
mtntrima beban dengan berkembangnya umur kehamilan, Operasi dilakukan pada umur
kehamilan 12 14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan
44. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 44
melingkari kanalis servikalis dengan benang sutera/MERSILENE yang tebal dan simpul
baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.1
7. Abortus Infeksious, Abortus Septik
Kejadian im merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering
terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis,
Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera mendapatkan pengelolaan
yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain di sekitar alat genkalia
juga ke rongga peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat
jatuh dalam keadaan syok septik.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan
abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan tanda
panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau,
uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan, Pada laboratorium didapatkan tanda
infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak
lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan
perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas
kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk
tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta unit atau Ampisilin 4 x 1 gram
ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2 x 1 gram, Selanjutnya antibiotik
disesuaikan dengan hasil kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam
setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi
dengan uterotonika.
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari
pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.
Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis
vagina/uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi total secepatnya.
Diagnosis Perdarahan Serviks Besar uterus Gejala lain
Abortus
imminens
Sedikit hingga
sedang
Tertutup Sesuai umur
kehamilan
Plano tes(+)
Kram
Uterus lunak
45. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 45
Abotus
insipiens
Sedang hingga
banyak
Terbuka Sesuai atau lb
kecil
Kram uterus lunak
Abortus
inkomplit
Sedikit hingga
banyak
Terbuka Lebih kecil dari
umur
kehamilan
Kram
Keluar jaringan
Uterus lunak
Abortus
komplit
Sedikit atau
tidak ada
Lunak
(terbuka
atau
tertututp)
Lebih kecil dari
umur
kehamilan
Sedikit/kram
(-)
Uterus kenyal
Missed
abortion
Sedikit dan
warna
kehitaman
Agak
kenyal
dan
tertutup
Lebih kecil dari
umur
kehamilan
Gejala kehamilan
menghilang
Uterus tak membesar
Jenis abortus Penatalaksanaan
Abortus imminens Istirahat baring
Pertimbangkan infeksi antibiotika, AKDR ekstraksi
AKDR, defisiensi hormonal (didrogesteron, alilestenol )
Abortus insipiens,
inkomplit dan missed
abortion
Kelanjutan abortus imminens yang diupayakan terapi
gagaldilakukan evakuasi massa kehamilan/sisa konsepsi dg
kuretase atau AVM
Abortus habitualis (3 kali
atau lebih)
Umumnya disebabkan anomali kromosom investigasi
genetis
Defisiensi hormonal
Inkopetensi serviks Shirodkar/Mc Donald sebelum usia
12-14 minggu
Abortus terapetik Terminasi suatu kehamilan atas indikasi ibu. Jika
pengakhiran kehamilan tidak segeramengancam
keselamatan ibu atau kecacatan yg berat janin.
46. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 46
2.9 Diagnosis Banding 13
Diagnosis
banding
Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan
penunjang
Abortus
iminens
- perdarahan dari
uterus pada
kehamilan sebelum
20 minggu berupa
flek-flek
- nyeri perut ringan
- keluar jaringan (-)
- TFU sesuaidengan
umur kehamilan
- Dilatasi serviks (-)
- tes kehamilan urin
masih positif
- USG : gestasionalsac
(+), fetal plate (+),
fetal movement (+),
fetal heart movement
(+)
Abortus
insipien
- perdarahan banyak
dari uterus pada
kehamilan sebelum
20 minggu
- nyeri perut berat
- keluar jaringan (-)
- TFU sesuaidengan
umur kehamilan
- Dilatasi serviks (+)
- tes kehamilan urin
masih positif
- USG : gestasionalsac
(+), fetal plate (+),
fetal movement (+/-),
fetal heart movement
(+/-)
Abortus
inkomplit
- perdarahan banyak/
sedang dari uterus
pada kehamilan
sebelum 20 minggu
- nyeri perut ringan
- keluar jaringan
sebagian (+)
- TFU kurang dari
umur kehamilan
- Dilatasi serviks (+)
- teraba jaringan dari
cavum uteri atau
masih menonjol pada
osteumuteri
eksternum
- tes kehamilan urin
masih positif
- USG : terdapat sisa
hasil konsepsi(+)
Abortus
komplit
- perdarahan (-)
- nyeri perut (-)
- keluar jaringan (+)
- TFU kurang dari
umur kehamilan
- Dilatasi serviks (-)
- tes kehamilan urin
masih positif
bila terjadi 7-10 hari
setelah abortus.
USG : sisa hasil
konsepsi(-)
Missed
abortion
- perdarahan (-)
- nyeri perut (-)
- biasanya tidak
merasakan keluhan
apapun kecuali
merasakan
pertumbuhan
kehamilannya tidak
seperti yang
diharapkan. Bila
kehamilannya > 14
minggu sampai 20
minggu penderita
merasakan rahimnya
semakin mengecil,
tanda-tanda
kehamilan sekunder
- TFU kurang dari
umur kehamilan
- Dilatasi serviks (-)
- tes kehamilan urin
negatif setelah 1
minggu dari
terhentinya
pertumbuhan
kehamilan.
- USG : gestasionalsac
(+), fetal plate (+),
fetal movement (-),
fetal heart movement
(-)
47. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 47
pada payudara mulai
menghilang.
Mola
hidatidosa
- Tanda kehamilan (+)
- Terdapat banyak atau
sedikit gelembung
mola
- Perdarahan banyak /
sedikit
- Nyeri perut (+)
ringan
- Mual - muntah (+)
- TFU lebih dari umur
kehamilan
- Terdapat banyak atau
sedikit gelembung
mola
- DJJ (-)
- tes kehamilan urin
masih positif
(Kadar HCG lebih dari
100,000 mIU/mL)
- USG : adanya
pola badai salju
(Snowstorm).
Blighted
ovum
- Perdarahan berupa
flek-flek
- Nyeri perut ringan
- Tanda kehamilan (+)
- TFU kurang dari usia
kehamilan
- OUE menutup
- tes kehamilan urin
positif
- USG : gestasionalsac
(+), namun kosong
(tidak terisi janin).
KET - Nyeri abdomen (+)
- Tanda kehamilan (+)
- Perdarahan
pervaginam (+/-)
- Nyeri abdomen (+)
- Tanda-tanda syok
(+/-) : hipotensi,
pucat, ekstremitas
dingin.
- Tanda-tanda akut
abdomen (+) : perut
tegang bagian
bawah, nyeri tekan
dan nyeri lepas
dinding abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan servik.
- Uterus dapat teraba
agak membesar dan
teraba benjolan
disamping uterus
yang batasnya sukar
ditentukan.
- Cavum douglas
menonjol berisi
darah dan nyeri bila
diraba
- Lab darah : Hb rendah,
eritrosit dapat
meningkat, leukosit
dapat meningkat.
- Tes kehamilan positif
- USG : gestasionalsac
diluar cavum uteri.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa
hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula
timbul lama setelah tindakan.
2. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan
48. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 48
dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan
amnion, sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti.
3. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini
terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk
ke dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam
keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian,
sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan
segera.
4. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa
anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat
alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas
atau terlalu dingin.
5. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal seperti
KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera
yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat.
Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat
diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
6. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu.
2.11 Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi abortus sebelumnya
1. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren
mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %.
2. Pada wanita abortus dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan
kehamilan sekitar 40-80 %.
3. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada
kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih abortus yang tidak
jelas.
49. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 49
BAB. IV
KESIMPULAN
Ny. NF, G2P1A0U25thH12minggu+4hari, datang ke IGD RSUD Kota Semarang
pada tanggal 29 Juni 2014, pukul 12.10 WIB dengan keluhan keluar darah berwarna
merah kehitaman disertai adanya prongkolan sejak 1 hari SMRS. Dua hari yang lalu
pasien sudah mulai mengeluarkan flek-flek, namun makin lama keluhan ini dirasakan
semakin memberat. Keluhan ini disertai dengan adanya nyeri perut dan mulas. Pasien
juga mengaku pernah jatuh terduduk ke lantai saat sedang ke kamar mandi. Selain itu
pasien juga sempat kecapekan karena bersih-bersih rumah. Pasien pernah melakukan
hubungan seksual 2-3 kali dalam sebulan terakhir. Riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal oleh pasien. Di keluarga riwayat
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, asma, dan alergi juga disangkal. Pasien
tidak pernah melakukan operasi sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan fisik, keadaan
umum, tanda vital semuanya dalam batas normal. Pada pemeriksaan VT didapatkan
adanya fluxus, VUV dalam batas normal, OUE membuka dan teraba jaringan, portio
~ jempol kaki orang dewasa; licin (+); nyeri goyang (-), CUT ~ telur bebek, AD/CD
tenang. Dari hasil pemeriksaan laboratorium semuanya dalam batas normal. Dan dari
hasil USG didapatkan kesan adanya sisa konsepsi. Penatalaksanaan pada kasus ini
adalah curretase.
50. Melissa Rosari Hartono (030.09.150)
UNIVERSITAS TRISAKTI – RSUD KOTA SEMARANG 50
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo Sarwono. Abortus. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : FK UI, 2010.
2. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta
: PT Bina Pustaka; 2011.h.550-6.
3. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:
EGC, 2005.
4. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (editor), In : Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010.
5. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. Smith H (editor), In: Obstetrics
Illustrated, 6th Edition. London : Churchill-Livingstone, 2003.
6. World Health Organization. Managing incomplete abortion. WHO, 2008.
7. Sharing responsibility : women, society and abortion worldwide. New York, The
Allan Guttmacher Institute,1999.
8. Christopher P. Crum. The Female Genital Tract. In: Ramzi S. Cotran, Vinay Kumar,
Tucker Collins. Pathologic Basis of Disease.7th ed. Philadelphia : WB. Saunders
2004; 1079-80.
9. Greenwold N, Jauniaux E. Collection of villous tissue under ultrasound guidance to
improve the cytogenetic study of early pregnancy failure. Hum Reprod 2002; 17:
452–56.
10. Fawcus S, McIntyre J, Jewkes RK, Rees H, Katzenellenbogen JM,Shabodien R, et al.
Management of incomplete abortions at South African public hospitals. National
Incomplete Abortion Study Reference Group. S Afr Med J 1997;1(4):438–442.
11. Norwitz, E.R., Schorge, J.O, 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Penerbit Erlangga; Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., Wirakusumah, F.F., 2005.
Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Ed. 2. Jakarta : EGC.
12. Evans & Arthur T. Manual of Obstetric 7th. Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
13. POGI. Standar Pelayanan Medik. POGI, 2006.