SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
0
Get Homework/Assignment
Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bayi Berat Lahir Rendah
1. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.
2. Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di
negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik
menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat
lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam
peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak
1
serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa
depan . Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah
multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara
nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %.
Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran
program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%
3. Etiologi
 Persalinan kurang bulan/prematur
Bayi lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Pada umumnya
bayi kurang bulan disebabkan tidak mampunyai uterus menahan janin,
gangguan selama kehamilan, lepasnya plasenta lenih cepat dari waktunya
atau rangsangan yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum
cukup bulan. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh
yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidp di luar rahim. Semakin
muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh semakin berkurang dan
prognosanya semakin kurang baik. Kelompok BBLR ini sering
mendapatkan penyulit atau komplikasi akibat kurang matangnya organ
karena masa gestasi yang kurang (prematur)
 Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan
Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan adalah bayi yang mengalami
hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan (janin tumbuh lambat atau
retardasi pertumbuhan intrauterin) dengan berat lahir < persentil ke 3
grafik pertumbuhan janin (Lubchenco). Hal ini dapat disebabkan oleh
terganggunya sirkulasi dan efisiensi plasenta, kurang baiknya keadaan
umum ibu atau gizi ibu, atau hambatan pertumbuhan yang berasal dari
bayinya sendiri. Kondisi bayi lahir kecil sangat tergantung pada usia
kehamilan saat dilahirkan dan berapa lama terjadinya hambatan
pertumbuhan itu dalam kandungan.
2
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor
ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti
penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya BBLR .
(1) Faktor ibu
 Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
 Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan
antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran
preterm.
 Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia muda
 Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu
pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan
kromosom.
(3) Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi,
radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun
4. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara
lain :
 Hipotermia
 Hipoglikemia
 Gangguan cairan dan elektrolit
 Hiperbilirubinemia
 Sindroma gawat nafas
3
 Paten duktus arteriosus
 Infeksi
 Perdarahan intraventrikuler
 Apnea of Prematurity
 Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan
berat lahir rendah (BBLR) antara lain:
 Gangguan perkembangan
 Gangguan pertumbuhan
 Gangguan penglihatan (Retinopati)
 Gangguan pendengaran Penyakit paru kronis
 Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
 Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
5. Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dapat diketahui dengan dilakukan
anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
 Anamnesis
 Umur ibu
 Riwayat persalinan sebelumnya
 Jumlah paritas, jarak kelahiran sebelumnya
 Kenaikan berat badan ibu selama hamil
 Aktivitas ibu yang berlebihan
 Trauma pada ibu (termasuk post coital trauma)
 Penyakit yang diderita selama hamil
 Obat-obatan yang diminum selama hamil
 Pemeriksaan fisik
 Berat badan lahir <2500 g
 Untuk BBLR kurang bulan
 Tanda prematuritas
 Tulang rawan telinga belum terbentuk
 Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit)
4
 Refleks masih lemah
 Alat kelamin luar : pada perempuan labium mayus belum
menutup labium minus, pada laki-laki belum terjadi
penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis belum
terbentuk)
 Untuk BBLR Kecil untuk Masa Kehamilan
 Tanda janin Tumbuh Lambat
 Tidak dijumpai tanda prematuritas seperti tersebut diatas
 Kulit keriput
 Kuku lebih panjang
6. Manajemen Umum
Setiap menemukan BBLR, lakukan manajemen umum sebagai berikut :
1. Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat (KMC)
2. Jaga jalan nafas tetap bersih dan terbuka
3. Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital : pernafasan,
denyut jantung, warna kulit dan aktifitas
4. Bila bayi mengalami gangguan nafas, dikelola dengan gangguan
nafas
5. Bila bayi kejang, hentikan kejang dengan antikonvulsan
6. Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan
rehidrasi IV
7. Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya
7. Pemantauan
a) Kenaikan berat badan dan pemberian minum setelah umur 7 hari
Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama.
Bayi dengan berat lahir >1500 g dapat kehilangan berat sampai
5
10%. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari
kecuali apabila terjadi kmplikasi.
Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan
selama tiga bulan seharusnya :
b) 150-200 g seminggu untuk bayi <1500 g (misalnya 20-30 g/hari)
c) 200-250 g seminggu untuk bayi 1500-2500 g (misalnya 30-35
g/hari)
 Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua
kategori berat) dan telah berusia lebih dari 7 hari :
d) Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai tercapai
jumlah 180 mL/kg/hari
e) Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian
ASI sampai 200 mL/kg/hari
f) Apabila kenaikan berat tetap kurang dari batas yang telah
disebutkan di atas dalam waktu lebih dari seminggu padahal bayi
sudah mendapat ASI 200 mL/kg/hari, tangani sebagai
Kemungkinan kenaikan berat bdan tidak adekuat.
g) Tanda kecukupan pemberian ASI
h) Buang air kecil minimal 6 kali dalam 24 jam
i) Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI
j) Peningkatan berat badan setelah 7 hari pertama sebanyak 20 gram
setiap hari
k) Periksa pada saat ibu meneteki, apabila pada satu payudara dihisap,
ASI akan menetes dari payudara yang lain.
8. Pemulangan penderita
1. Suhu bayi stabil
2. Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI
3. Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.
6
B. Ikterus Neonatorum
1. Pendahuluan
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah.
Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus
terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Di RSU
Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66%
(tahun 2003). RSAB Harapan Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14
kali/bulan (tahun 2002). Di Hospital Bersalin Kualalumpur dengan ‘tripple
phototherapy’ tidak ada lagi kasus yang memerlukan tindakan transfusi
tukar (tahun 2004), demikian pula di Vrije Universitiet Medisch Centrum
Amsterdam dengan ’double phototherapy’ (tahun 2003).
Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan
pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu,
setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama apabila
ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar
bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86µmol/L) dalam 24 jam. Proses
hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1
minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan
tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar
akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an
kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di Washington, namun pada
tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown
University Medical Centre Washington D.C. tahun 2002).
2. Definisi
Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin
dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus)
tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila
7
serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L), sedangkan pada neonatus baru
tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86µmol/L).
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus
neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan
kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan
terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excessive
Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis
(‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia
neonatus > 95
0
/00
menurut Normogram Bhutani.
3. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus
dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari
degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan
proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau
bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam
lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan
mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin
dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga
bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam
hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin
(protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke
retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini
timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam
air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar
bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke
dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan
keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi
8
kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero
hepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin
indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena
terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara
lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang
lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.
Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan
mencapai puncaknya pada hari ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali
pada hari ke 10 – 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171
µmol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 µmol/L) pada bayi
cukup bulan.
Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan
atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan
kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan
mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian.
Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah
dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus
dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat
dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan
efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. Di RS Dr.
Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila kadar
bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 µmol/L) pada bayi cukup bulan,
sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171
µmol/L
9
).
4. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan:
A. Penyebab yang sering:
1. Hiperbilirubinemia fisiologis 2. Inkompatibilitas golongan darah ABO
3. ‘Breast Milk Jaundice’ 4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus 5.
Infeksi 6. Hematoma sefal, hematoma subdural, ‘excessive bruising’ 7.
IDM (‘Infant of Diabetic Mother’) 8. Polisitemia / hiperviskositas 9.
Prematuritas / BBLR 10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis,
hipoglikemia 11. Lain-lain
B. Penyebab yang jarang:
1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydrogenase) 2. Defisiensi
piruvat kinase 3. Sferositosis kongenital 4. Lucey – Driscoll syndrome
(ikterus neonatorum familial) 5. Hipotiroidism 6. Hemoglobinopathy
10
Macam – Macam Ikterus
1. Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :
1. Ikterus pra hepatic : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat
yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.
2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran
empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin
yang larut dalam air yang terbagi menjadi :
a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus
koleductus.
b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.
3. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan
konjugasi blirubin terganggu.
5. Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat
beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.
 Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)
11
 Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip)
 Usia kehamilan < 38 minggu
 Penyakit-penyakit hemolitik (G6
PD, ‘end tidal’ CO �)
 Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
 Hematoma sefal, ‘bruising’
 ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)
 Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun
 kterus sebelum bayi dipulangkan
 Infant Diabetic Mother’, makrosomia
 Polisitemia
Anamnesis
 Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu
DM, gawat janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)
 Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
 Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi
sebelumnya
 Riwayat inkompatibilitas darah
 Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran
hepar dan limpa.
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah
lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan
lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar
lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama
pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi
apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna
kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti
penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat
12
timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab
ikterus tersebut.
Tabel 1. Perkiraan klinis derajat ikterus
Usia Ikterus terlihat pada Klasifikasi
Hari 1
Hari 2
Hari 3 dst.
Setiap ikterus yang terlihat
Lengan dan tungkai
Tangan dan kaki
Ikterus berat
(Dikutip dari Peter Cooper, A.Suryono, Indarso F, et al. Jaundice. In :
Managing Newborn Problems : a guide for doctor, nurses and midwives,
WHO, 2003 : F-77-F-89)
Tabel 2. Klasifikasi Ikterus
Tanya dan Lihat Tanda / Gejala Klasifikasi
Mulai kapan ikterus ?
Daerah mana yang ikterus ?
Bayinya kurang bulan ?
Warna tinja ?
Ikterus segera setelah lahir
Ikterus pada 2 hari pertama
Ikterus pada usia > 14 hari
Ikterus lutut/ siku/ lebih
Bayi kurang bulan
Tinja pucat
Ikterus patologis
Ikterus usia 3-13 hari
Tanda patologis (-)
Ikterus fisiologis
(Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus
Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda
Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes
RI, 2001)
Gejala dan tanda klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.
Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
a) Dehidrasi
o Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,
muntah-muntah)
13
b) Pucat
o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.
Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi
G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
c) Trauma lahir
o Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan
tertutup lainnya.
d) Pletorik (penumpukan darah)
o Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan
memotong tali pusat, bayi KMK
e) Letargik dan gejala sepsis lainnya
f) Petekiae (bintik merah di kulit)
o Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau
eritroblastosis
g) Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital,
penyakit hati
h) Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
i) Omfalitis (peradangan umbilikus)
j) Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
k) Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
l) Feses dempul disertai urin warna coklat
o Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan
ke bagian hepatologi.
6. Kern ikterus
Gejala kernikterus dikelompokkan menjadi :
 Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama
kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan
hipotoni.
 Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry)
meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya
14
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis).
7. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kernikterus gejala klinik pada permulaan tidak
jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar,
gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. bayi yang selamat
biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis
8. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus
dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi
yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang
hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat,
lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar
dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin.
‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk
menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel
darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL
(<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang
mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain :
• Golongan darah dan ‘Coombs test’
• Darah lengkap dan hapusan darah
• Hitung retikulosit, skrining G6
PD atau ETCOc
• Bilirubin direk
15
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam
tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin
juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi
tukar.
9. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah
untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang
dapat menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati
penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat
dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih
cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang
terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan
(luminal).
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini
efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa
minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal
masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin
dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus enterohepatika
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang
juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula
bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan
Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis,
meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.
16
Tabel 3. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin
Usia
Terapi sinar Transfusi tukar
Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko*
mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L
Hari
1
Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220
Hari
2
15 260 13 220 25 425 15 260
Hari
3
18 310 16 270 30 510 20 340
Hari
4 dst
20 340 17 290 30 510 20 340
(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on
Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn
infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)
10. Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer
sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar
tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan
terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang
berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin
yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam
plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu.
Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus
meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua
penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi
dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari
17
pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar,
terapi sinar dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan.
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa
buah lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak
yang berfentilasi. Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal
(380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah
kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan
sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu
setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih
menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai
mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan
kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar
dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi
sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena
cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu
ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di
pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10
mg/dL (<171 µmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100
jam.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan
apabila ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang
perlu diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan
kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya
bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan
sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
18
11. Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan
dengan cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat
dalam mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula
antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat
bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul
perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada
indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat
kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin
(Tabel 4)
19
Tabel 4. Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan
Komplikasi
Berat Bayi
(gram)
Tidak Komplikasi
(mg/dL)
Rasio
Bili/Alb
Ada Komplikasi
(mg/dL)
Rasio
Bili/Alb
< 1250 13 5.2 10 4
1250 – 1499 15 6 13 5.2
1500 – 1999 17 6.8 15 6
2000 – 2499 18 7.2 17 6.8
≥ 2500 20 8 18 7.2
Konversi mg/dL menjadi mmol/L dengan mengalikan 17.1
(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on
Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn
infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)
Yang dimaksud ada komplikasi apabila :
1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5
2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam
3. pH < 7,15 selama 1 jam
4. Suhu rektal ≤ 35
O
C
5. Serum Albumin < 2,5 g/dL
6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti
7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis
8. Anemia hemolitik
9. Berat bayi ≤1000 g
12,15
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah
yang akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila
hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan
darah ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip.
Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi,
sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila
20
keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang
kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat
dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah
darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.
Macam Transfusi Tukar:
1. ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan
dapat mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 %
mengganti Hb bayi.
2. ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat
mengganti 65 % Hb bayi.
3. ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada
kasus polisitemia atau darah pada anemia.
Tabel 5. Volume Darah pada Transfusi Tukar
Kebutuhan Rumus*
‘Double Volume’ BB x volume darah x 2
‘Single Volume’ BB x volume darah
Polisitemia BB x volume darah x (Hct sekarang –Hct yang diinginkan)
Hct sekarang
Anemia BB x volume darah x (Hb yang diinginkan – Hb sekarang)
(Hb donor – Hb sekarang)
BB x volume darah x (PCV yang diinginkan – PCV sekarang)
(PCV donor)
* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB
* Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB
Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang
diperlukan harus dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan
di ruangan yang aseptik yang dilengkapi peralatan yang dapat memantau
tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat mengatur suhu lingkungan.
21
Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi transfusi tukar
seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.
Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas
sarana dan tenaga tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau
transfusi tukar, penderita dapat dirujuk ke pusat rujukan neonatal setelah
kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan memperhatikan syarat-syarat
rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-
4. Jakarta : FKUI, 1985;1051-7.
2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu
Kebidanan; edisi ke-3. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2002;771-83.
3. Arifuddin J, Palada P. BBLR-LBW. Dalam : Perinatologi dan Tumbuh
Kembang. Jakarta : FKUI, 2004;9-11.
4. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In :
Nelson Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550-
8.
5. Saifuddin, AB, Adrianz, G. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam : Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; edisi ke-1.
Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000;376-8.
6. Gomella, TL, Cunningham MD. Management of the Extremely Low Birth
Infant During the First Weekof Life. In : Lange Neonatology; 5 th ed. New
York : Medical Publishing Division, 2002; 120-31
7. Etika Risa, dkk. 2007. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi
Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr.
Soetomo-Surabaya
8. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.’
9. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. 2008. Buku Acuan Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta.

More Related Content

What's hot

BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH)
BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH)BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH)
BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH)Nenggar Sesanti
 
BBLR ( BAYI BERAT LAHIR RENDAH )
BBLR ( BAYI BERAT LAHIR RENDAH )BBLR ( BAYI BERAT LAHIR RENDAH )
BBLR ( BAYI BERAT LAHIR RENDAH )reni rohaniah
 
Bayi prematur kelompok 8
Bayi prematur kelompok 8Bayi prematur kelompok 8
Bayi prematur kelompok 8Anse Safitri
 
Seputar Kehamilan dan Persalinan Normal oleh dr.Yuyun
Seputar Kehamilan dan Persalinan Normal oleh dr.YuyunSeputar Kehamilan dan Persalinan Normal oleh dr.Yuyun
Seputar Kehamilan dan Persalinan Normal oleh dr.YuyunAisyah N
 
Makalah blbr pada bayi
Makalah blbr pada bayiMakalah blbr pada bayi
Makalah blbr pada bayiWarnet Raha
 
Asuhan pada ibu hamil resiko tinggi
Asuhan pada ibu hamil resiko tinggiAsuhan pada ibu hamil resiko tinggi
Asuhan pada ibu hamil resiko tinggiAmalia Senja
 
Bab ii kehamilan risiko tinggi
Bab ii kehamilan risiko tinggiBab ii kehamilan risiko tinggi
Bab ii kehamilan risiko tinggiRahma Agustin
 
Askep anak-dengan-bblr
Askep anak-dengan-bblrAskep anak-dengan-bblr
Askep anak-dengan-bblrS Hidayatullah
 
Kesiapan Reproduksi Perempuan Ditinjau dari Segi Anatomi dan Fisiologis dr. a...
Kesiapan Reproduksi Perempuan Ditinjau dari Segi Anatomi dan Fisiologis dr. a...Kesiapan Reproduksi Perempuan Ditinjau dari Segi Anatomi dan Fisiologis dr. a...
Kesiapan Reproduksi Perempuan Ditinjau dari Segi Anatomi dan Fisiologis dr. a...Aisyah N
 
Digital 1818 anak-bblr
Digital 1818 anak-bblrDigital 1818 anak-bblr
Digital 1818 anak-bblrpuput candra
 
Tanda bahaya kehamilan muda dan lanjut
Tanda bahaya kehamilan muda dan lanjutTanda bahaya kehamilan muda dan lanjut
Tanda bahaya kehamilan muda dan lanjuteriyanti2517
 

What's hot (20)

BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH)
BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH)BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH)
BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH)
 
BBLR ( BAYI BERAT LAHIR RENDAH )
BBLR ( BAYI BERAT LAHIR RENDAH )BBLR ( BAYI BERAT LAHIR RENDAH )
BBLR ( BAYI BERAT LAHIR RENDAH )
 
Bayi prematur kelompok 8
Bayi prematur kelompok 8Bayi prematur kelompok 8
Bayi prematur kelompok 8
 
Askep bblr
Askep bblrAskep bblr
Askep bblr
 
Bblr 2
Bblr 2Bblr 2
Bblr 2
 
Seputar Kehamilan dan Persalinan Normal oleh dr.Yuyun
Seputar Kehamilan dan Persalinan Normal oleh dr.YuyunSeputar Kehamilan dan Persalinan Normal oleh dr.Yuyun
Seputar Kehamilan dan Persalinan Normal oleh dr.Yuyun
 
Bblr
BblrBblr
Bblr
 
Asuhan keperawatan prematur kecil
Asuhan keperawatan prematur kecilAsuhan keperawatan prematur kecil
Asuhan keperawatan prematur kecil
 
Makalah blbr pada bayi
Makalah blbr pada bayiMakalah blbr pada bayi
Makalah blbr pada bayi
 
Prematur
PrematurPrematur
Prematur
 
Askep bayi bblr
Askep bayi bblrAskep bayi bblr
Askep bayi bblr
 
Asuhan pada ibu hamil resiko tinggi
Asuhan pada ibu hamil resiko tinggiAsuhan pada ibu hamil resiko tinggi
Asuhan pada ibu hamil resiko tinggi
 
Bab ii kehamilan risiko tinggi
Bab ii kehamilan risiko tinggiBab ii kehamilan risiko tinggi
Bab ii kehamilan risiko tinggi
 
Askep anak-dengan-bblr
Askep anak-dengan-bblrAskep anak-dengan-bblr
Askep anak-dengan-bblr
 
Kesiapan Reproduksi Perempuan Ditinjau dari Segi Anatomi dan Fisiologis dr. a...
Kesiapan Reproduksi Perempuan Ditinjau dari Segi Anatomi dan Fisiologis dr. a...Kesiapan Reproduksi Perempuan Ditinjau dari Segi Anatomi dan Fisiologis dr. a...
Kesiapan Reproduksi Perempuan Ditinjau dari Segi Anatomi dan Fisiologis dr. a...
 
Digital 1818 anak-bblr
Digital 1818 anak-bblrDigital 1818 anak-bblr
Digital 1818 anak-bblr
 
Askep bblr
Askep bblrAskep bblr
Askep bblr
 
Prematur AKPER PEMKAB MUNA
Prematur AKPER PEMKAB MUNA Prematur AKPER PEMKAB MUNA
Prematur AKPER PEMKAB MUNA
 
Makalah bahaya kehamilan
Makalah bahaya kehamilanMakalah bahaya kehamilan
Makalah bahaya kehamilan
 
Tanda bahaya kehamilan muda dan lanjut
Tanda bahaya kehamilan muda dan lanjutTanda bahaya kehamilan muda dan lanjut
Tanda bahaya kehamilan muda dan lanjut
 

Viewers also liked

Formas farmaceuticas taller
Formas farmaceuticas tallerFormas farmaceuticas taller
Formas farmaceuticas tallerGustavo Flores
 
7 клас. урок 3. Використання адресної книги. операції над папками та листами
7 клас. урок 3. Використання адресної книги. операції над папками та листами7 клас. урок 3. Використання адресної книги. операції над папками та листами
7 клас. урок 3. Використання адресної книги. операції над папками та листамиВасиль Тереховський
 
226087481 case-ib-study-in-ectopic-pregnancy
226087481 case-ib-study-in-ectopic-pregnancy226087481 case-ib-study-in-ectopic-pregnancy
226087481 case-ib-study-in-ectopic-pregnancyhomeworkping10
 
226040317 mcdonald-pakistan
226040317 mcdonald-pakistan226040317 mcdonald-pakistan
226040317 mcdonald-pakistanhomeworkping10
 
Potential techniques for film (print screens)
Potential techniques for film (print screens)Potential techniques for film (print screens)
Potential techniques for film (print screens)SimonCheshire
 
Connectors Program
Connectors ProgramConnectors Program
Connectors ProgramDylan Doyle
 
Tabulacion detección de necesidades
Tabulacion detección de necesidadesTabulacion detección de necesidades
Tabulacion detección de necesidadesKaren Lagos
 

Viewers also liked (10)

Formas farmaceuticas taller
Formas farmaceuticas tallerFormas farmaceuticas taller
Formas farmaceuticas taller
 
7 клас. урок 3. Використання адресної книги. операції над папками та листами
7 клас. урок 3. Використання адресної книги. операції над папками та листами7 клас. урок 3. Використання адресної книги. операції над папками та листами
7 клас. урок 3. Використання адресної книги. операції над папками та листами
 
226087481 case-ib-study-in-ectopic-pregnancy
226087481 case-ib-study-in-ectopic-pregnancy226087481 case-ib-study-in-ectopic-pregnancy
226087481 case-ib-study-in-ectopic-pregnancy
 
226040317 mcdonald-pakistan
226040317 mcdonald-pakistan226040317 mcdonald-pakistan
226040317 mcdonald-pakistan
 
Potential techniques for film (print screens)
Potential techniques for film (print screens)Potential techniques for film (print screens)
Potential techniques for film (print screens)
 
Ethical case-of-coca-cola.pptx-gg
Ethical case-of-coca-cola.pptx-ggEthical case-of-coca-cola.pptx-gg
Ethical case-of-coca-cola.pptx-gg
 
Connectors Program
Connectors ProgramConnectors Program
Connectors Program
 
Chapter 2
Chapter 2Chapter 2
Chapter 2
 
S.b 901
S.b 901S.b 901
S.b 901
 
Tabulacion detección de necesidades
Tabulacion detección de necesidadesTabulacion detección de necesidades
Tabulacion detección de necesidades
 

Similar to 226184976 case-fix

Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi Aulia Amani
 
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiModul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiAulia Amani
 
199740141 bblr
199740141 bblr199740141 bblr
199740141 bblrHelma dr.
 
Ulva (tugas buk rahma) (1) 2.docx
Ulva (tugas buk rahma) (1) 2.docxUlva (tugas buk rahma) (1) 2.docx
Ulva (tugas buk rahma) (1) 2.docxtdxrt4j664
 
gawat janin dan oligohidramion
gawat janin dan oligohidramiongawat janin dan oligohidramion
gawat janin dan oligohidramionanggi satya
 
Mini research ikterus neonatorum
Mini research ikterus neonatorum Mini research ikterus neonatorum
Mini research ikterus neonatorum mahafendy tukan
 
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptxKD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptxHilmanFauzan4
 
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptxKD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptxHilmanFauzan4
 
BST BBLR REVISI.pptx
BST BBLR REVISI.pptxBST BBLR REVISI.pptx
BST BBLR REVISI.pptxbrosissply
 
Program kia di indonesia
Program kia di indonesiaProgram kia di indonesia
Program kia di indonesiaNenk Wikwik
 
Kb 2 resiko dini komplikasi kebidanan
Kb 2 resiko dini komplikasi kebidananKb 2 resiko dini komplikasi kebidanan
Kb 2 resiko dini komplikasi kebidananpjj_kemenkes
 
Makalah Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Penyebab Anak Berkebutuhan KhususMakalah Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Penyebab Anak Berkebutuhan KhususDedy Wiranto
 

Similar to 226184976 case-fix (20)

Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi Modul 2 BBLR Blok reproduksi
Modul 2 BBLR Blok reproduksi
 
Makalah blbr pada bayi
Makalah blbr pada bayiMakalah blbr pada bayi
Makalah blbr pada bayi
 
Askep bayi bblr
Askep bayi bblrAskep bayi bblr
Askep bayi bblr
 
Hiperbilirubin
HiperbilirubinHiperbilirubin
Hiperbilirubin
 
Dr. suparyanto, m.kes
Dr. suparyanto, m.kesDr. suparyanto, m.kes
Dr. suparyanto, m.kes
 
Makalah blbr pada bayi 2
Makalah blbr pada bayi 2Makalah blbr pada bayi 2
Makalah blbr pada bayi 2
 
BBLR.pptx
BBLR.pptxBBLR.pptx
BBLR.pptx
 
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiModul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
 
199740141 bblr
199740141 bblr199740141 bblr
199740141 bblr
 
Ulva (tugas buk rahma) (1) 2.docx
Ulva (tugas buk rahma) (1) 2.docxUlva (tugas buk rahma) (1) 2.docx
Ulva (tugas buk rahma) (1) 2.docx
 
gawat janin dan oligohidramion
gawat janin dan oligohidramiongawat janin dan oligohidramion
gawat janin dan oligohidramion
 
Mini research ikterus neonatorum
Mini research ikterus neonatorum Mini research ikterus neonatorum
Mini research ikterus neonatorum
 
Pre,post,iuge,iufd
Pre,post,iuge,iufdPre,post,iuge,iufd
Pre,post,iuge,iufd
 
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptxKD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
 
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptxKD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
KD KEHAMILAN LANJUTAN KEL 2.pptx
 
BBLR.pptx
BBLR.pptxBBLR.pptx
BBLR.pptx
 
BST BBLR REVISI.pptx
BST BBLR REVISI.pptxBST BBLR REVISI.pptx
BST BBLR REVISI.pptx
 
Program kia di indonesia
Program kia di indonesiaProgram kia di indonesia
Program kia di indonesia
 
Kb 2 resiko dini komplikasi kebidanan
Kb 2 resiko dini komplikasi kebidananKb 2 resiko dini komplikasi kebidanan
Kb 2 resiko dini komplikasi kebidanan
 
Makalah Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Penyebab Anak Berkebutuhan KhususMakalah Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Makalah Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
 

Recently uploaded

ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen StrategikKonsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategikmonikabudiman19
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptAchmadHasanHafidzi
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxTheresiaSimamora1
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptAchmadHasanHafidzi
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAAchmadHasanHafidzi
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerjamonikabudiman19
 
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptxfitriamutia
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfNizeAckerman
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptximamfadilah24062003
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.pptsantikalakita
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptAchmadHasanHafidzi
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelAdhiliaMegaC1
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYARirilMardiana
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IAccIblock
 

Recently uploaded (16)

ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen StrategikKonsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
Konsep Dasar Manajemen, Strategik dan Manajemen Strategik
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
 
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
 

226184976 case-fix

  • 1. 0 Get Homework/Assignment Done Homeworkping.com Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ click here for freelancing tutoring sites BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bayi Berat Lahir Rendah 1. Definisi Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. 2. Epidemiologi Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak
  • 2. 1 serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan . Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% 3. Etiologi  Persalinan kurang bulan/prematur Bayi lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Pada umumnya bayi kurang bulan disebabkan tidak mampunyai uterus menahan janin, gangguan selama kehamilan, lepasnya plasenta lenih cepat dari waktunya atau rangsangan yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidp di luar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh semakin berkurang dan prognosanya semakin kurang baik. Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit atau komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang (prematur)  Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan adalah bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan saat dalam kandungan (janin tumbuh lambat atau retardasi pertumbuhan intrauterin) dengan berat lahir < persentil ke 3 grafik pertumbuhan janin (Lubchenco). Hal ini dapat disebabkan oleh terganggunya sirkulasi dan efisiensi plasenta, kurang baiknya keadaan umum ibu atau gizi ibu, atau hambatan pertumbuhan yang berasal dari bayinya sendiri. Kondisi bayi lahir kecil sangat tergantung pada usia kehamilan saat dilahirkan dan berapa lama terjadinya hambatan pertumbuhan itu dalam kandungan.
  • 3. 2 Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR . (1) Faktor ibu  Penyakit Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain  Komplikasi pada kehamilan. Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.  Usia Ibu dan paritas Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia muda  Faktor kebiasaan ibu Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika. (2) Faktor Janin Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom. (3) Faktor Lingkungan Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun 4. Komplikasi Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain :  Hipotermia  Hipoglikemia  Gangguan cairan dan elektrolit  Hiperbilirubinemia  Sindroma gawat nafas
  • 4. 3  Paten duktus arteriosus  Infeksi  Perdarahan intraventrikuler  Apnea of Prematurity  Anemia Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain:  Gangguan perkembangan  Gangguan pertumbuhan  Gangguan penglihatan (Retinopati)  Gangguan pendengaran Penyakit paru kronis  Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit  Kenaikan frekuensi kelainan bawaan 5. Diagnosis Menegakkan diagnosis BBLR adalah dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.  Anamnesis  Umur ibu  Riwayat persalinan sebelumnya  Jumlah paritas, jarak kelahiran sebelumnya  Kenaikan berat badan ibu selama hamil  Aktivitas ibu yang berlebihan  Trauma pada ibu (termasuk post coital trauma)  Penyakit yang diderita selama hamil  Obat-obatan yang diminum selama hamil  Pemeriksaan fisik  Berat badan lahir <2500 g  Untuk BBLR kurang bulan  Tanda prematuritas  Tulang rawan telinga belum terbentuk  Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit)
  • 5. 4  Refleks masih lemah  Alat kelamin luar : pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus, pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis belum terbentuk)  Untuk BBLR Kecil untuk Masa Kehamilan  Tanda janin Tumbuh Lambat  Tidak dijumpai tanda prematuritas seperti tersebut diatas  Kulit keriput  Kuku lebih panjang 6. Manajemen Umum Setiap menemukan BBLR, lakukan manajemen umum sebagai berikut : 1. Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat (KMC) 2. Jaga jalan nafas tetap bersih dan terbuka 3. Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital : pernafasan, denyut jantung, warna kulit dan aktifitas 4. Bila bayi mengalami gangguan nafas, dikelola dengan gangguan nafas 5. Bila bayi kejang, hentikan kejang dengan antikonvulsan 6. Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV 7. Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya 7. Pemantauan a) Kenaikan berat badan dan pemberian minum setelah umur 7 hari Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama. Bayi dengan berat lahir >1500 g dapat kehilangan berat sampai
  • 6. 5 10%. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi kmplikasi. Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama tiga bulan seharusnya : b) 150-200 g seminggu untuk bayi <1500 g (misalnya 20-30 g/hari) c) 200-250 g seminggu untuk bayi 1500-2500 g (misalnya 30-35 g/hari)  Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat) dan telah berusia lebih dari 7 hari : d) Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 mL/kg/hari e) Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI sampai 200 mL/kg/hari f) Apabila kenaikan berat tetap kurang dari batas yang telah disebutkan di atas dalam waktu lebih dari seminggu padahal bayi sudah mendapat ASI 200 mL/kg/hari, tangani sebagai Kemungkinan kenaikan berat bdan tidak adekuat. g) Tanda kecukupan pemberian ASI h) Buang air kecil minimal 6 kali dalam 24 jam i) Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI j) Peningkatan berat badan setelah 7 hari pertama sebanyak 20 gram setiap hari k) Periksa pada saat ibu meneteki, apabila pada satu payudara dihisap, ASI akan menetes dari payudara yang lain. 8. Pemulangan penderita 1. Suhu bayi stabil 2. Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI 3. Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.
  • 7. 6 B. Ikterus Neonatorum 1. Pendahuluan Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003). RSAB Harapan Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14 kali/bulan (tahun 2002). Di Hospital Bersalin Kualalumpur dengan ‘tripple phototherapy’ tidak ada lagi kasus yang memerlukan tindakan transfusi tukar (tahun 2004), demikian pula di Vrije Universitiet Medisch Centrum Amsterdam dengan ’double phototherapy’ (tahun 2003). Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (> 86µmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di Washington, namun pada tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown University Medical Centre Washington D.C. tahun 2002). 2. Definisi Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila
  • 8. 7 serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 µmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86µmol/L). Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0 /00 menurut Normogram Bhutani. 3. Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi
  • 9. 8 kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik. Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 – 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 µmol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 µmol/L) pada bayi cukup bulan. Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 µmol/L) pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 µmol/L
  • 10. 9 ). 4. Etiologi Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan: A. Penyebab yang sering: 1. Hiperbilirubinemia fisiologis 2. Inkompatibilitas golongan darah ABO 3. ‘Breast Milk Jaundice’ 4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus 5. Infeksi 6. Hematoma sefal, hematoma subdural, ‘excessive bruising’ 7. IDM (‘Infant of Diabetic Mother’) 8. Polisitemia / hiperviskositas 9. Prematuritas / BBLR 10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis, hipoglikemia 11. Lain-lain B. Penyebab yang jarang: 1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydrogenase) 2. Defisiensi piruvat kinase 3. Sferositosis kongenital 4. Lucey – Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial) 5. Hipotiroidism 6. Hemoglobinopathy
  • 11. 10 Macam – Macam Ikterus 1. Ikterus Fisiologis a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga. b Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan. c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari. d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik. 2. Ikterus Patologik a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama. b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari. d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%. f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas : 1. Ikterus pra hepatic : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. 2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi : a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus. b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus. 3. Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu. 5. Diagnosis Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.  Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)
  • 12. 11  Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip)  Usia kehamilan < 38 minggu  Penyakit-penyakit hemolitik (G6 PD, ‘end tidal’ CO �)  Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya  Hematoma sefal, ‘bruising’  ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)  Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun  kterus sebelum bayi dipulangkan  Infant Diabetic Mother’, makrosomia  Polisitemia Anamnesis  Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)  Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi  Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya  Riwayat inkompatibilitas darah  Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa. Pemeriksaan Fisik Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat
  • 13. 12 timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Tabel 1. Perkiraan klinis derajat ikterus Usia Ikterus terlihat pada Klasifikasi Hari 1 Hari 2 Hari 3 dst. Setiap ikterus yang terlihat Lengan dan tungkai Tangan dan kaki Ikterus berat (Dikutip dari Peter Cooper, A.Suryono, Indarso F, et al. Jaundice. In : Managing Newborn Problems : a guide for doctor, nurses and midwives, WHO, 2003 : F-77-F-89) Tabel 2. Klasifikasi Ikterus Tanya dan Lihat Tanda / Gejala Klasifikasi Mulai kapan ikterus ? Daerah mana yang ikterus ? Bayinya kurang bulan ? Warna tinja ? Ikterus segera setelah lahir Ikterus pada 2 hari pertama Ikterus pada usia > 14 hari Ikterus lutut/ siku/ lebih Bayi kurang bulan Tinja pucat Ikterus patologis Ikterus usia 3-13 hari Tanda patologis (-) Ikterus fisiologis (Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001) Gejala dan tanda klinis Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala: a) Dehidrasi o Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
  • 14. 13 b) Pucat o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular. c) Trauma lahir o Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya. d) Pletorik (penumpukan darah) o Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK e) Letargik dan gejala sepsis lainnya f) Petekiae (bintik merah di kulit) o Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis g) Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati h) Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) i) Omfalitis (peradangan umbilikus) j) Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) k) Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus) l) Feses dempul disertai urin warna coklat o Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi. 6. Kern ikterus Gejala kernikterus dikelompokkan menjadi :  Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.  Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya
  • 15. 14 menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis). 7. Komplikasi Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kernikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis 8. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin. ‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar. Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain : • Golongan darah dan ‘Coombs test’ • Darah lengkap dan hapusan darah • Hitung retikulosit, skrining G6 PD atau ETCOc • Bilirubin direk
  • 16. 15 Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar. 9. Penatalaksanaan Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal). Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.
  • 17. 16 Tabel 3. Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin Usia Terapi sinar Transfusi tukar Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko* mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L mg/dL µmol/L Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220 Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260 Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340 Hari 4 dst 20 340 17 290 30 510 20 340 (Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294) 10. Terapi Sinar Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari
  • 18. 17 pertama kelahiran. Pada penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan sesudah transfusi dikerjakan. Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi. Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 µmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
  • 19. 18 11. Transfusi Tukar Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap albumin (Tabel 4)
  • 20. 19 Tabel 4. Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi Berat Bayi (gram) Tidak Komplikasi (mg/dL) Rasio Bili/Alb Ada Komplikasi (mg/dL) Rasio Bili/Alb < 1250 13 5.2 10 4 1250 – 1499 15 6 13 5.2 1500 – 1999 17 6.8 15 6 2000 – 2499 18 7.2 17 6.8 ≥ 2500 20 8 18 7.2 Konversi mg/dL menjadi mmol/L dengan mengalikan 17.1 (Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294) Yang dimaksud ada komplikasi apabila : 1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5 2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam 3. pH < 7,15 selama 1 jam 4. Suhu rektal ≤ 35 O C 5. Serum Albumin < 2,5 g/dL 6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti 7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis 8. Anemia hemolitik 9. Berat bayi ≤1000 g 12,15 Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila
  • 21. 20 keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB. Macam Transfusi Tukar: 1. ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi. 2. ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti 65 % Hb bayi. 3. ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus polisitemia atau darah pada anemia. Tabel 5. Volume Darah pada Transfusi Tukar Kebutuhan Rumus* ‘Double Volume’ BB x volume darah x 2 ‘Single Volume’ BB x volume darah Polisitemia BB x volume darah x (Hct sekarang –Hct yang diinginkan) Hct sekarang Anemia BB x volume darah x (Hb yang diinginkan – Hb sekarang) (Hb donor – Hb sekarang) BB x volume darah x (PCV yang diinginkan – PCV sekarang) (PCV donor) * Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB * Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat mengatur suhu lingkungan.
  • 22. 21 Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung. Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat dirujuk ke pusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan memperhatikan syarat-syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.
  • 23. 22 DAFTAR PUSTAKA 1. Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke- 4. Jakarta : FKUI, 1985;1051-7. 2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB. Bayi Berat Lahir Redah. Dalam: Ilmu Kebidanan; edisi ke-3. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002;771-83. 3. Arifuddin J, Palada P. BBLR-LBW. Dalam : Perinatologi dan Tumbuh Kembang. Jakarta : FKUI, 2004;9-11. 4. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant, In : Nelson Textbook of pediatrics; 17 th ed. California: Saunders. 2004; 550- 8. 5. Saifuddin, AB, Adrianz, G. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; edisi ke-1. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000;376-8. 6. Gomella, TL, Cunningham MD. Management of the Extremely Low Birth Infant During the First Weekof Life. In : Lange Neonatology; 5 th ed. New York : Medical Publishing Division, 2002; 120-31 7. Etika Risa, dkk. 2007. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo-Surabaya 8. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.’ 9. Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. 2008. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta.