1. KONFLIK PADA KEHIDUPAN MASYARAKAT
(mengenai teori dan penyelesaian konflik pada masyarakat modern)
Manusia adalah mahluk konfliktis yaitu mahluk yang selalu terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan
persaingan baik secara sukarela maupun terpaksa. Hal tersebut tidak dapat dihindari karena merupakan
aspek permanen dalam kehidupan sosial. Konflik pada tataran tertentu sangat diperlukan sebagaisarana
perubahan manusia sebagai anggota masyarakat agar menjadi lebih baik. Pandangan kontemporer
mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai
konsekuensi logis interaksi manusia. Namun yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam
konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi
bahkan merusak organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan
suatu hal konstruktif agar kehidupan masyarakat menjadi tertib.
Penyebab konflik
faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat:
Perbedaan Antarindividu
Perbedaan Antarkebudayaan:
Perbedaan Kepentingan:
Perbedaan Etnis:
Perbedaan Ras:
Perbedaan Agama:
Ego masing-masing individu yang tidak dikendalikan secara tepat dapat menimbulkan konflik dengan
individu lainnya, seperti pertengkaran antar siswa di sekolah, misalnya.
Karakter seseorang dibentuk dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, sedangkan tidak semua
masyarakat memiliki kebiasaan, nilai-nilai dan norma-norma sosial yang sama. Perbedaan kebiasaan, nilai
dan norma sosial yang dianut oleh masing-masing orang atau kelompok dapat menjadi pemicu konflik
jika seluruh pihak tidak mencoba mengerti nilai dan norma satu sama lain.
Tingkat kebutuhan hidup yang berbeda-beda seringkali menyebabkan adanya perbedaan kepentingan
antar individu dan kelompok. Perbedaan kepentingan ini menyangkut kepentingan ekonomi, politik,
sosial, dan budaya. Contoh konflik yang biasanya disebabkan oleh perbedaan kepentingan adalah
pengurangan pegawai di suatu perusahaan untuk efisiensi operasionalisasi biaya produksi. Pegawai
merasa masih membutuhkan gaji tetap, sedangkan pemilik perusahaan perlu menghemat biaya produksi
untuk memaksimalkan keuntungan.
Dalam masyarakat yang multikultural, sering terjadi pergesekan sistem nilai dan norma sosial antara etnis
yang satu dengan etnis yang lainnya. Adanya fenomena primordialisme dan etnosentrisme yang tumbuh
pada masing-masing etnis, maka akan tumbuh pertentangan-pertentangan yang memicu terjadinya konflik
sosial. Sebagai contoh, dalam perekrutan pegawai, masing-masing pemerintah daerah akan
memprioritaskan etnisnya sendiri, padahal di daerah tersebut masih ada etnis lain.
Selain konflik terkait ras,Basuki Thajaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok, juga terkena konflik terkait
agama.
2. Konflik rasial didasari oleh paham rasialisme atau diskriminasi ras. Di Indonesia, konflik ras terjadi
akibat adanya kecemburuan sosial terhadap ras tertentu yang menjadi minoritas, tetapi memiliki kekuatan
ekonomi yang jauh lebih besar daripada ras mayoritas.
Jenis konflik
beberapa jenis konflik yang sering terjadi di masyarakat. Mengacu pada pengertian konflik di atas,
adapun macam-macam konflik adalah sebagai berikut:
1. Konflik Individu
Konflik pribadi adalah konflik yang terjadi antara individu dengan individu atau dengan kelompok
masyarakat. Jenis konflik ini sangat sering terjadi di dalam keluarga, pertemanan, dunia kerja, dan
lainnya.
2. Konflik Rasial
Konflik rasial adalah konflik yang terjadi antara dua ras atau lebih yang berbeda. Konflik rasioal akan
terjadi ketika setiap ras merasa lebih unggul dan lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri
di atas kepentingan bersama.
3. Konflik Agama
Konflik agama adalah konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok yang memiliki agama dan
keyakinan berbeda. Sebagian besar masyarakat menganggap agama sebagai tuntunan dan pedoman
hidupnya yang harus diikuti secara mutlak. Sehingga apapun yang berbeda atau tidak sesuai dengan
agamanya akan dianggap masalah dan kemudian memicu terjadinya konflik.
4. Konflik Antar Kelas Sosial
Adanya pengelompokan kelas di dalam masyarakat sangat berpotensi menimbulkan terjadinya konflik.
Perebutan dan upaya mempertahankan peran dan status di dalam kelompok masyarakat seringkali
menimbulkan konflik. Misalnya kelompok kaya dan kelompok miskin/ menengah yang saling
memperebutkan kekuasaan di dalam politik.
5. Konflik Politik
3. Konflik politik adalah konflik yang terjadi karena adanya perbedaan pandangan di dalam kehidupan
politik. Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok ingin berkuasa terhadap suatu sistem
pemerintahan.
6. Konflik Sosial
Konflik sosial adalah konflik yang terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat. Misalnya masalah
pergaulan, masalah ekonomi, komunikasi, dan lain-lain.
7. Konflik Internasional
Konflik internasional adalah konflik yang terjadi antar negara-negara di dunia, baik itu negara
berkembang maupun negara maju. Konflik ini bisa terjadi karena salah satu negara merasa dirugikan oleh
negara lainnya atau karena masing-masing negara ingin memperebutkan eksistensinya. Misalnya, perang
dingin antara Rusia dan Amerika.
Teori strategi atasi konflik
Georg Simmel menyatakan bahwa ada cara lain yang dapat digunakan dalam upaya menyelesaikan
konflik, yakni:
Kemenangan suatu pihak atas pihak lain.
Kompromi atau perundingan di antara pihak-pihak yang bertikai, sehingga tidak ada pihak yang
sepenuhnya menang dan tidak ada pihak yang merasa kalah. Contohnya, perundingan di Helsinki,
Finlandia yang menyelesaikan masalah GAM (Gerakan Aceh Merdeka) dengan Republik
Indonesia. Di perundingan tersebut, mencapai kesepatakan bahwa Nangroe Aceh Darussalam
masih menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai. Hal ini akan mengembalikan rasa saling percaya di
antara pihak-pihak yang bertikai tersebut. Contohnya dalam penyelesaian konfrontasi antara
Indonesia dengan Malaysia mengenai kepulauan Sipadan dan Ligitan.
Saling memaafkan satu pihak dengan pihak yang lain.
Kesepakatan untuk tidak berkonflik.
4. KONFLIK ORGANISASI
Penyebab terjadinya konflik
Berdasarkan hasil kesimpulan beberapa definisi tentang konflik yang telah disebut di atas, konflik
sebagai sebuah situasi timbul karena adanya sebab yang mengkondisikannya. Sebabsebab umum yang
sering menimbulkan konflik dalam suatu organisasi menurut Agus Hardjana, 1994:24 antara lain:
1. Salah pengertian, informasi/berita yang tidak dikomunikasikan secara lengkap/utuh dapat
menimbulkan konflik. Informasi yang lengkap dan jelas tetapi tidak disampaikan tepat waktu
juga dapat menimbulkan konflik. Dari sisi penerima informasi/pesan, semua pesan telah diterima
secara komplit/utuh, jelas, tepat waktu, tetapi salah dalam memahami dan menterjemahkan
informasi yang diterima tersebut. Pengumuman tentang akan adanya pemadaman listrik di suatu
organisasi tidak sampai pada operator genset/diesel penggerak listrik pengganti akan
menyebabkan terganggunya operasi mesin presensi on line atau bagian olah data di departemen
penelitian dan pengembangan.
2. Perbedaan tujuan kerja karena perbedaan nilai hidup yang dianut. Orang yang bekerja karena
ingin mendapatkan upah/gaji demi menghidupi ekonomi keluarga akan sangat berbeda
motivasi/semangat dan cara kerjanya jika dibandingkan dengan orang yang bekerja hanya karena
ingin mengabdikan dirinya sebagaipanggilan hidup. Orang-orang yang secara materi6 sudah
berkecukupan, bekerja kadangkala hanya digunakan untuk memperoleh status sosial saja,
sehingga kondisi semacam ini memunculkan disorientasi kerja antara orang satu dengan lainnya.
3. Perebutan dan persaingan dalam hal fasilitas kerja dan suatu jabatan yang terbatas. Konflik dapat
muncul dalam situasi di mana orang-orang yang berkeinginan untuk menduduki jabatan
supervisor, manajer, direktur, sampai presiden direktur sangat banyak sementara pospos jabatan
yang ingin dituju sangatlah terbatas. Perebutan/persaingan pos-pos jabatan seperti di atas sangat
potensial menimbulkan gesekan kepentingan. Keterbatasan fasilitas kendaraan dinas, alat kerja
seperti komputer, mesin ketik, kalkulator, dan tempat parkir juga bisa menjadi perebutan dan
saling menguasai satu sama lain.
4. Masalah wewenang dan tanggungjawab. Jenis pekerjaan yang bermacam-macam dan saling
memiliki keterkaitan satu sama lain memungkinkan terjadinya lempar tanggungjawab atas
pekerjaan tertentu. Dalam organisasi yang besar dengan kompleksitas pekerjaan dan masalah
yang besar,batas-batas wewenang dan tanggungjawab antar lini atau bagian/departemen
walaupun sudah jelas dan terstandar tetapi seringkali masih menyisakan persoalan-persoalan yang
di luar kebiasaan. Contoh nyata adalah bagian persuratan,bagian distribusi, dan bagian
pengemudi. Ketiga unit kerja dengan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing pada situasi
tertentu bisa saling melempar pekerjaan dalam hal pengiriman surat. Jika sudah terjadi demikian,
maka sebenarna konflik sudah terjadi walupun eksalasinya masih sangat sempit dan sederhana.
Akan tetapi bila kejadian ini terus terulang dan pimpinan tidak ada upaya mengatasinya, maka
bukan tidak mungkin konflik akan meluas yang menyebabkan terganggunya pencapaian kinerja
organisasi secara luas.
5. Penafsiran yang berbeda atas suatu hal, perkara, dan peristiwa yang sama. Organisasi yang
beranggotakan orang-orang dengan berbagai latar belakang suku, agama, pendidikan, jenis
5. kelamin, dan usia memiliki tingkat heteroginitas yang sangat tinggi. Karena anggota organisasi
yang berbeda latar belakang, sudah barang tentu keinginan, harapan, sudut pandang, ide, gagasan,
dan tujuan setiap orang juga berbeda-beda pula. Perbedaan sudut pandang terhadap suatu
peristiwa antar individu memungkinkan munculnya pertentangan pendapat yang bias
menimbulkan konflik. Organisasi yang identik dengan birokrasi, aturan, dan tata tertib memaksa
tiap individu mematuhi dan menepati aturan-aturan tersebut. Dalam menjalankan aturan dan tata
tertib seorang pegawai/karyawan ada yang tidak sama antar pegawaiyang satu dengan yang lain,
hal ini diakibatkan oleh perbedaan penafsiran, sudut pandang, dan interpretasi atas peraturan yang
ada.
6. Kurangnya kerja sama antar pegawai, antara pegawaidengan pimpinan, dan antara pimpinan
dengan pimpinan dapat menyebabkan hasil kerja tidak optimal. Penyebab hasil kerja yang tidak
optimal tersebut seringkali dicarikan kambing hitam (scape goat),saling menyalahkan, saling
mencari pembenaran sendiri, bahkan saling mencaci yang akhirnya menimbulkan konflik dalam
organisasi.
Jenis konflik
Organisasi dengan skala besar maupun kecil yang pernah mengalami dan menyelesaikan konflik-
konfliknya, setidaknya membagi jenis konflik menjadi 4, Sukanto, (1996:232), masingmasing sebagai
berikut:
1. Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (person-role conflict) di mana peraturan
yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang tersebut memilih untuk tidak
melaksanakan sesuatu sesuaidengan peraturan yang berlaku tersebut.
2. Konflik antar peranan (inter-role conflict) di mana orang menghadapi persoalan karena dia
menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan seperti seseorang yang menjadi mandor
dalam perusahaan tetapijuga sebagai ketua serikat pekerja.
3. Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender
conflict), misalnya seorang rektor yang harus memenuhi permintaan dari dekan-dekan fakultas
yang berlainan atau dekan yang harus mengakomodir semua kepentingan/kebutuhan para ketua
jurusan yang juga sangat bermacam-macam.
4. Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan (intrasender
conflict).
Teori strategi atasi konflik
Dawn M. Baskerville,disebutkan ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani
konflik yang muncul yaitu :
1. Avoiding; gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik.
Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga
tidak menimbulkan konflik terbuka.
2. Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat dan
kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap
mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
6. 3. Compromising; merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan negosiasi
terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah)
atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
4. Competing; artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik dan
pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya
kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose solution).
5. Collaborating; dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama
memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam
menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain. Singkatnya,
kepentingan kedua pihak tercapai(menghasilkan win-win solution).
6. Conglomeration (mixtured type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama dalam
penyelesaian konflik.
Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau
organisasi di dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi,
kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan
yang dianut oleh seseorang atau organisasi. Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya
mengelola konflik merupakan fungsi dari kondisi khusus tertentu dan orientasi dasar seseorang
atau perilakunya dalam menghadapai konflik tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value)
seseorang tersebut. Pada level subkultur (subculture), shared values dapat dipergunakan untuk
memprediksi pilihan seseorang pada gaya dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya.
Subkultur seseorang diharapkan dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk
perilaku yang sama dengan budayanya.
Membandingkan kedua konflik
1. Konflik pada kehidupan masyarakat
Konflik memang tidak dapat dihindari, tetapi sedapat mungkin harus diselesaikan secara bijak.
Dalam masyarakat yang rentan, baik dalam hal budaya, ekonomi, dan politik, maka konflik akan
mudah mengarah pada hal destruktif, bahkan konflik bisa diikuti oleh bentuk-bentuk kekerasan,
seperti perang dan pembantaian. Namun pada masyarakat yang memiliki kapasitas tinggi maka
sangat mungkin konflik dapat mendinamisasi perubahan ke arah yang konstruktif dan positif.
Penyelesain suatu konflik pada umumnya akan sangat bergantung pada faktor internal dan
eksternal. faktor internal adalah bagaimana pihak-pihak yang berkonflik menyikapi konflik yang
dihadapinya, sedangkan faktor eksternal adalah bagaimana pihak luar berperan dalam melakukan
penanganan konflik. Untuk itu penting dibuat suatu perencanaan dan langkah tata pengelolaan
konflik dalam bentuk pembangunan perdamaian.
2. Konflik pada organisasi
Konflik ibarat suatu penyakit yang menyerang tubuh kita, maka kita harus tahu apa jenis dan
penyebab yang menimbulkan penyakit tersebut. Setelah mengenali jenis dan penyebabnya, kita
juga harus mengetahui obat penangkal yang cocok untuk mencegah, mengobati, dan
menanggulanginya. Kecepatan dalam menganalisa penyebab dan menanggulangi konflik akan
menentukan seberapa cepat dan luas tingkat eksalasi konflik yang timbul. Pimpinan yang
7. memiliki kepekaan atas masalah organisasi dan tanggap terhadap situasi akan mampu dengan
cepat meminimalisir terjadinya konflik