Dokumen tersebut membahas potensi konflik sosial di Jakarta yang multi etnis dan cara untuk mencegahnya. Ada beberapa jenis konflik sosial di Jakarta seperti agama, etnis, politik dan ekonomi. Penyebab konflik bisa berasal dari faktor internal keluarga maupun eksternal lingkungan. Cara mencegah konflik adalah dengan memecahkan masalah penyebabnya dan meningkatkan keadilan sosial melalui pembang
Musni Umar: Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Musni Umar: Potensi Konflik di DKI Jakarta yang Multi Etnis dan Cara Mencegahnya
1.
2. Potensi Konflik di DKI
Jakarta yang Multi Etnis
dan Cara Mencegahnya
Oleh Musni Umar
Sosiolog, Direktur Institute for Social Empowerment
and Democracy (INSED)
3. Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, dan
lebih khusus lagi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta (
DKI Jakarta), telah menjadi area konflik sosial yang
menakutkan. Konflik menurut Wikipedia
Ensiklopedia Bebas berasal dari kata kerja latin
“configere” yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflkik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
4. Di Indonesia, khususnya DKI Jakarta mempunayi
banyak hotspot konflik sosial sebagai dampak dari
berbagai permasalahan yang di masa lalu tidak
pernah dipecahkan terutama ketidakadilan dan
ketidakmerataan pembangunan ekonomi. Semua
hotspot konflik sosial di DKI Jakarta tidak lain adalah
merupakan potensi konflik sosial yang harus
diwaspadai karena setiap saat bisa meledak, jika
ada persoalan yang memicu masyarakat untuk
bergerak melakukan konflik.
5. Setidaknya terdapat dua pandangan mengenai
konflik.
1. Pandangan konvensional
Mereka yang berpandangan konvensional
berpendapat bahwa konflik merupakan suatu
tindakan yang tidak patut dilakukan. Mereka yang
melakukan konflik dikategorikan sebagai penjahat
yang harus dihukum karena menciptakan kekacauan
dalam masyarakat.
Oleh karena itu, harus dicegah dan dilawan mereka
yang melakukan konflik.
6. 1. Pandangan kontemporer
Mereka yang berpandangan kontemporer berpendapat
bahwa konflik merupakan hal yang wajar. Suami isteri
dan anak yang setiap hari hidup serumah bisa
berkonflik, apalagi dalam masyarakat yang multi etnis,
multi agama, multi budaya dan multi segalanya yang
memiliki banyak perbedaan dan kepentingan.
Konflik dalam masyarakat majemuk adalah wajar dan
logis, sehingga tidak usah ditakuti. Yang harus dicegah,
jangan sampai konflik bersifat brutal dan menimbulkan
kekacauan dan kerusakan demi kerusakan.
Mereka yang berpandangan kontemporer mengatakan
bahwa konflik bisa memperkukuh dan memperkuat
solidaritas kelompok. Yang penting konflik bisa dikelola,
di manage (ditata) sehingga tidak menciptakan huru-
hara
7. Jenis Konflik
Sekurang-kurangnya terdapat 9 (sembilan) jenis konflik sosial
di DKI Jakarta. Ada yang sering terjadi, ada pula yang jarang
terjadi, dan bahkan tidak pernah terjadi, tetapi tetap harus
diwaspadai karena sekali terjadi konflik, sangat sulit
dihentikan.
Adapun jenis-jenis konflik sosial ialah:
Pertama, konflik agama.
Kedua, konflik etnik (suku).
Ketiga, konflik politik.
Keempat, konflik aparat negara.
Kelima, konflik sumberdaya alam.
Keenam, konflik ekonomi.
Ketujuh, konflik Ormas
Kedelapan, konflik (tawuran) warga.
Kesembilan, konflik penghakiman massa dan pengeroyokan.
8. Penyebab Konflik
Penyebab konflik setidaknya dapat dibagi dua faktor.
Pertama, faktor internal.
Kedua, faktor eksternal.
Faktor internal dimulai dari keluarga. Penyebabnya bisa
berbagai macam persoalan.
Dampak psikologisnya amat mendalam karena keluarga
yang tidak harmonis, dapat melahirkan generasi yang
suka konflik. Sebagai ilustrasi, kalau di masa kecil
sering terjadi konflik dalam keluarga, maka seorang
anak bisa menularkan kebiasaan konflik dilingkungan
pergaulannya.
Jika sudah besar, kebiasaan di rumah yang sering
konflik dibawa keluar rumah, sehingga mudah berulah
dan menciptakan konflik dilingkungan tetangga,
lingkungan pergaulan dan di dalam masyarakat.
9. Adapun konflik dari faktor eksternal ialah konflik
yang disebabkan dari luar, misalnya dari luar
keluarga, luar sekolah, dan sebagainya. Konflik dari
faktor eksternal bisa disebabkan dari:
Salah paham,
Berebut pacar,
Senggolan motor,
Persaingan geng,
Kepentingan ekonomi, politik, agama
Dan lain sebagainya.
10. Cara Mencegah Konflik
Pandangan saya terhadap konflik adalah merupakan
kombinasi dari pandangan konvensional dan pandangan
kontemporer. Setiap konflik pasti ada penyebab utamanya.
Menurut saya, konflik harus dicegah dengan memecahkan
akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya konflik.
Cara mencegah konflik, pembangunan dalam tataran
kebijakan dan operasional, harus semakin menghadirkan sila
kedua dari Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan
beradab” dan sila kelima dari Pancasila, yaitu “Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal itu sangat penting karena
tujuan Indonesia merdeka sejatinya antara lain untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencedaskan kehidupan bangsa.
11. Kesenjangan antara tujuan Indonesia merdeka
dengan implementasi dalam pembangunan,
menyebabkan rakyat jelata menjadi korban.
Masyarakat yang mengalami tekanan ekonomi
akibat apa-apa mahal terutama sembako (sembilan
bahan pokok) menyebabkan banyak warga stres,
depresi dan bahkan putusasa.
Maka pembangunan, suka tidak suka dan mau tidak
mau harus menghadirkan keadilan dan
kesejahteraan. Karena tidak mungkin tercipta
kedamaian dan ketenangan tanpa ada keadilan dan
kesejahteraan bersama.
12. Pembangunan kampung deret vertikal diberbagai
perkampungan padat, kumuh dan miskin di DKI Jakarta
merupakan contoh pembangunan yang memberi
pemihakan dan pemberdayaan kepada rakyat jelata
yang sering disebut “wong cilik”.
Itu sebabnya, pembangunan kampung deret mendapat
apresiasi yang besar dari masyarakat bawah, sehingga
sangat penting diteruskan, dipercepat, diperluas serta
ditingkatkan pelaksanaannya. Selain itu,
pembangunan sangat sangat perlu memberi lapangan
kerja kepada masyarakat bawah dengan
memperbanyak proyek-proyek padat karya serta
memberi kepakaran kerja kepada mereka dengan
menyediakan pusat pelatihan kepakaran dikawasan
tempat mereka tinggal.
13. Pembangunan yang memihak kepada rakyat yang
kurang beruntung (wong cilik) di DKI Jakarta, harus
semakin ditingkatkan dengan memberi affirmative
action dan special treatment kepada mereka yang
lemah. Pemihakan kepada mereka yang lemah dalam
pembangunan, merupakan soslusi untuk mencegah
terjadinya konflik sosial di DKI Jakarta, sekaligus
memberi harapan dan semangat baru kepada mereka.
Dengan demikian akan tumbuh optimisme di kalangan
masyarakat yang kurang beruntung. Pertama, merasa
ada yang peduli. Kedua, merasa ada yang
memperhatikan dengan memberi bukti nyata. Ketiga,
menumbuhkan kepercayaan kepada rakyat bawah
bahwa Jakarta Baru terus diwujudkan dan akan menjadi
success story (sejarah sukses) dalam pembangunan di
DKI Jakarta.
14. Maka walaupun masih banyak hotspot konflik sosial
di DKI Jakarta, kita bersyukur pileg 9 April 2014 dan
insya Allah pilpres 9 Juli 2014, tidak ada konflik
yang mengganggu kedamaian, dan ketentraman
masyarakat DKI Jakarta.
Demikian pokok-pokok pikiran untuk bahan diskusi
3 Juni 2014 dalam program Badan Kesbangpol DKI
Jakarta di Hotel Grand Prioritas, Cisarua, Bogor Jawa
Barat.
Jakarta, 2 Juni 2014