2. PENGERTIAN KECELAKAAN KERJA (1)
• KECELAKAAN ADALAH SUATU KEJADIAN YANG TIDAK
DIDUGA SEMULA DAN TIDAK DIKEHENDAKI YANG
MENGACAUKAN PROSES YANG TELAH DIATUR DARI
SUATU AKTIVITAS DAN DAPAT MENIMBULKAN KERUGIAN
BAIK KORBAN MANUSIA DAN ATAU HARTA BENDA
(DEPNAKER, 1999:4)
3. PENGERTIAN KECELAKAAN KERJA (2)
• KECELAKAAN KERJA ( ACCIDENT ) ADALAH SUATU KEJADIAN ATAUPERISTIWA
YANG TIDAK DIINGINKAN YANG MERUGIKAN TERHADAP MANUSIA, MERUSAK
HARTABENDA ATAU KERUGIAN TERHADAP PROSES (DIDI SUGANDI, 2003 : 171)
4. PENGERTIAN KECELAKAAN KERJA (3)
• KECELAKAAN KERJA ADALAH KECELAKAAN YANG TERJADI KETIKA
BERHUBUNGAN DENGAN HUBUNGAN KERJA, TERMASUK PENYAKIT
YANG TIMBUL KARENA HUBUNGAN KERJA DEMIKIAN PULA KECELAKAAN
YANG TERJADI DALAM PERJALANAN BERANGKAT DARI RUMAH MENUJU
TEMPAT KERJA DAAN PULANG KE RUMAH MELALUI JALAN BIASA ATAU
WAJAR DILALUI.
5. TEORI KECELAKAAN KERJA
1. TEORI HEINRICH ( TEORI DOMINO)
TEORI INI MENGATAKAN BAHWA SUATU KECELAKAAN TERJADI DARI
SUATU RANGKAIAN KEJADIAN . ADA LIMA FAKTOR YANG TERKAIT
DALAM RANGKAIAN KEJADIAN TERSEBUT YAITU : LINGKUNGAN,
KESALAHAN MANUSIA, PERBUATAN ATAU KONDISI YANG TIDAK
AMAN, KECELAKAAN, DAN CEDERA ATAU KERUGIAN ( RIDLEY, 1986 )
6. TEORI KECELAKAAN KERJA
2. TEORI MULTIPLE CAUSATION
TEORI INI BERDASARKAN PADA KENYATAAN BAHWA KEMUNGKINAN ADA LEBIH
DARI SATU PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN. PENYEBAB INI MEWAKILI
PERBUATAN, KONDISI ATAU SITUASI YANG TIDAK AMAN. KEMUNGKINAN-
KEMUNGKINAN PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN KERJA TERSEBUT PERLU
DITELITI.
7. TEORI KECELAKAAN KERJA
3. TEORI GORDON
MENURUT GORDON (1949), KECELAKAAN MERUPAKAN AKIBAT DARI INTERAKSI ANTARA KORBAN
KECELAKAAN, PERANTARA TERJADINYA KECELAKAAN, DAN LINGKUNGAN YANG KOMPLEKS, YANG TIDAK
DAPAT DIJELASKAN HANYA DENGAN MEMPERTIMBANGKAN SALAH SATUDARI 3 FAKTOR YANG TERLIBAT.
OLEH KARENA ITU,UNTUK LEBIH MEMAHAMI MENGENAI PENYEBAB-PENYEBAB TERJADINYAKECELAKAAN
MAKA KARAKTERISTIK DARI KORBAN KECELAKAAN, PERANTARA TERJADINYA KECELAKAAN, DAN
LINGKUNGAN YANG MENDUKUNG HARUS DAPAT DIKETAHUI SECARA DETAIL.
8. TEORI KECELAKAAN KERJA
4. TEORI DOMINO TERBARU
SETELAH TAHUN 1969 SAMPAI SEKARANG, TELAH BERKEMBANG SUATU TEORI
YANG
MENGATAKAN BAHWA PENYEBAB DASAR TERJADINYA KECELAKAAN KERJA ADALAH
KETIMPANGAN MANAJEMEN. WIDNERDAN BIRD DAN LOFTUS MENGEMBANGKAN
TEORI DOMINO HEINRICH UNTUK MEMPERLIHATKAN PENGARUH MANAJEMEN
DALAM
MENGAKIBATKAN TERJADINYA KECELAKAAN.
9. TEORI KECELAKAAN KERJA
5. TEORI FRANK E. BIRD PETERSEN
PENELUSURAN SUMBER YANG MENGAKIBATKAN KECELAKAAN . BIRD MENGADAKAN
MODIFIKASI DENGAN TEORI DOMINO HEINRICH DENGAN MENGGUNAKAN TEORI
MANAJEMEN, YANG INTINYA SEBAGAI BERIKUT (M.SULAKSMONO,1997) :
• MANAJEMEN KURANG CONTROL
• SUMBER PENYEBAB UTAMA
• GEJALA PENYEBAB LANGSUNG (PRAKTEK DI BAWAH STANDAR)
• KONTAK PERISTIWA ( KONDISI DI BAWAH STANDAR )
• KERUGIAN GANGGUAN ( TUBUH MAUPUN HARTA BENDA )
10. HAZARD CONTROL
Prinsip Dasar Pengendalian Kecelakaan
Risk assessment,
identifikasi &
analisa potensi
bahaya
Tindakan &
Pengendalian
bahaya
11. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja 11
Sebagian besar kecelakaan ternyata tidak
terjadi pada mesin-mesin atau bahan yang
berbahaya, tetapi terjadi pada tindakan
biasa-biasa saja seperti tersandung,
terjatuh, tertimpa benda jatuh,
penanganan barang dan alat-alat yang
keliru dll
Di Inggris, dari total kecelakaan di pabrik :
30 % terjadi pada pekerjaan penanganan
barang
16 % akibat terjatuh
14 % akibat mesin
12. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja 12
Analisis Sebab Kecelakaan
Penentuan sebab-sebab kecelakaan sulit :
analisa kecelakaan tidak mudah
Bagaimana dan mengapa terjadi
kecelakaan harus secara tepat dan jelas
diketahui
Analisis perlu untuk: menentukan siapa
yang bertanggung jawab atas terjadinya
kecelakaan dan mencegah terulangnya
peristiwa yang serupa
13. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja 13
Contoh:
Seorang menaiki tangga dan terjatuh,
disebabkan
satu anak tangga tidak ada
Analisis kecelakaan menemukan:
1. Terdapat tangga diruang kerja dengan
salah satu anak tangga hilang
2. Seorang tenaga kerja mengambil tangga
itu dan menggunakannya
3. Sesudah pekerjaan selesai ia turun tanpa
mengingat ada satu anak tangga tidak
ada
14. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja 14
Faktor penyebab kecelakaan yang
perlu ditonjolkan adalah faktor yang
akan membantu pencegahan
selanjutnya
tangga yang tidak lengkap anak
tangganya adalah sebab utama
Faktor lain merupakan penyebab
tambahan perlu ada peraturan
penggunaan tangga yang tidak baik
15. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja 15
Pemeriksaan
Penyebab Kecelakaan:
Harus dilakukan dilokasi kecelakaan
Tempat kecelakaan tidak boleh dirubah
Perlu diadakan rekonstruksi kecelakaan
Pemeriksaan laboratorium (apabila perlu)
16. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja 16
Asal Mula Upaya
Pencegahan Kecelakaan
Dimulai pada masa revolusi industri di Eropa
Pada awalnya ditujukan pada perlindungan tenaga kerja
anak-anak
Dibentuk undang-undang perlindungan bagi para pekerja
tahun 1802 di Inggris
Perundangan pabrik mula-mula tidak menganggap perlu
dibentuknya badan penegak hukum khusus tuntutan
dibuat oleh karyawan yang mengalami kecelakaan.
17. PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA
BERDASARKAN KONSEPSI SEBAB KECELAKAAN TERSEBUT DIATAS, MAKA DITINJAU DARI
SUDUT KESELAMATAN KERJA UNSUR-UNSUR PENYEBAB KECELAKAAN KERJA MENCAKUP 5 M
YAITU :
A. MANUSIA.
B. MANAJEMEN ( UNSUR PENGATUR ).
C. MATERIAL ( BAHAN-BAHAN ).
D. MESIN ( PERALATAN ).
E. MEDAN ( TEMPAT KERJA / LINGKUNGAN KERJA ).
18. IDENTIFIKASI BAHAYA DAN PENILAIAN RISIKO
TUJUAN
• MENGIDENTIFIKASI, MENGKLARIFIKASI, DAN
MENGENDALIKAN BAHAYA SERTA RISIKO DARI
SETIAP KEGIATAN OPERASIONAL DAN PRODUKSI
PERUSAHAAN, BAIK KEGIATAN RUTIN MAUPUN
NON RUTIN
19. Penilaian Risiko: Adalah keseluruhan proses dalam
mengestimasi besarnya suatu risiko
Likelyhood (Lh) : Kemungkinan terjadinya bahaya
dari suatu aktivitas
Severity (Sv) : Tingkat bahaya atau keseriusan dari
suatu aktivitas
21. TIGA PERTANYAAN DASAR UNTUK IDENTIFIKASI BAHAYA
1.Apakah ada suatu sumber celaka atau bahaya?
2.Siapa/apa yang dapat celaka?
3.Bagaimana dapat terjadi?
22. JOB SAFETY ANALYSIS
Job Safety Analysis (Analisis Keselamatan Kerja) menurut definisi
National Safety Council USA adalah suatu prosedur yang
digunakan untuk meninjau ulang metode dan mengidentifikasi
praktek pekerjaan yang tidak selamat yang selanjutnya dapat
dilakukan suatu tindakan korektif sebelum kecelakaan benar-
benar terjadi.
23. • Secara lebih detail dapat dijelaskan bahwa analisis
keselamatan pekerjaan adalah suatu metode untuk meninjau
ulang suatu pekerjaan melalui identifikasi potensi bahaya yang
dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang terkait
dengan masing-masing tahapan pekerjaan dan pengembangan
langkah-langkah yang selamat untuk meniadakan,
mengendalikan atau mencegah potensi bahaya terjadinya
kecelakaan.
24. KONSEP DASAR JSA
konsep dasar pemikiran perlunya dilakukan suatu analisis keselamatan
pekerjaan adalah :
1. Setiap pekerjaan kecelakaan atau musibah selalu ada penyebabnya
2. Setiap jenis pekerjaan atau tugas-tugas dapatlah diuraikan ke dalam
suatu urutan tahapan proses kerja yang lebih sederhana
3. Setiap tahapan proses kerja akan dapat dikenali potensi bahayanya
4. Setiap potensi bahaya yang beresiko sebagai penyebab terjadinya
kecelakaan atau kerugian pada setiap tahapan proses kerja akan dapat
dicegah dan dikendalikan.
25. TAHAPAN JSA
1. Memilih Jenis Pekerjaan
2. Membentuk Tim Analisa Keselamatan Pekerjaan
3. Menguraikan Suatu Pekerjaan
4. Mengidentifikasi Bahaya yang Berpotensi
5. Membuat Penyelesaian
27. STATISTIK DALAM PENILAIAN KINERJA PROGRAM K3
TUJUAN DAN MANFAAT STATISTIK DALAM PENERAPAN K3 ADALAH DIGUNAKAN UNTUK
MENILAI ‘OHS PERFORMANCE PROGRAMS’. DENGAN MENGGUNAKAN STATISTIK DAPAT
MEMBERIKAN MASUKAN KE MANAJEMEN MENGENAI TINGKAT KECELAKAAN KERJA
SERTA BERBAGAI FAKTOR YANG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI DASAR UNTUK MENCEGAH
MENURUNNYA KINERJA K3.
KONKRITNYA STATISTIK DAPAT DIGUNAKAN UNTUK :
• MENGIDENTIFIKASI NAIK TURUNNYA (TREND) DARI SUATU TIMBULNYA KECELAKAAN
KERJA
• MENGETAHUI PENINGKATAN ATAU BERBAGAI HAL YANG MEMPERBURUK KINERJA K3
• MEMBANDINGKAN KINERJA ANTARA TEMPAT KERJA DAN INDUSTRI YANG SERUPA (T-
SAFE SCORE)
• MEMBERIKAN INFORMASI MENGENAI PRIORITAS PENGALOKASIAN DANA K3
• MEMONITOR KINERJA ORGANISASI, KHUSUSNYA MENGENAI PERSYARATAN UNTUK
PENYEDIAAN SISTIM/TEMPAT KERJA YANG AMAN
28. 1. Ratio Kekerapan Cidera (Frequency Rate)
Frekwensi Rate digunakan untuk mengidentifikasi jumlah cidera yang
menyebabkan tidak bisa bekerja per sejuta orang pekerja. Ada dua data
penting yang harus ada untuk menghitung frekwensi rate, yaitu jumlah jam
kerja hilang akibat kecelakaan kerja (Lost Time Injury /LTI) dan jumlah jam
kerja orang yang telah dilakukan (man hours).
Angka LTI diperoleh dari catatan lama mangkirnya tenaga kerja akibat
kecelakaan kerja. Sedang jumlah jam kerja orang yang terpapar diperoleh
dari bagian absesnsi atau pembayaran gaji. Bila tidak memungkinkan,
angka ini dihitung dengan mengalikan jam kerja normal tenaga kerja
terpapar, hari kerja yang diterapkan dan jumlah tenaga kerja keseluruhan
yang beresiko.
Rumus:Frekwensi Rate = (Jumlah cidera dgn hilang waktu kerja x
1,000,000) / Total Person-hours Worked
29. Contoh:
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam
kerja yang telah dicapai 1,150,000 juta jam kerja orang.
Pada saat yang sama cidera yang menyebabkan hilangnya
waktu kerja sebanyak 46. Berapa frekwensi ratenya ?
Frekwensi Rate = 46 x 1,000,000 / 1,150,000 = 40
Nilai frekwensi rate 40 berarti, bahwa pada periode orang
kerja tersebut terjadi hilangnya waktu kerja sebesar 40
jam per-sejuta orang kerja. Angka ini tidak
mengindikasikan tingkat keparahan kecelakaan kerja.
Angka ini mengindikasikan bahwa pekerja tidak berada di
tempat kerja setelah terjadinya kecelakaan kerja.
30. Ratio Keparahan Cidera (Severity Rate)
Indikator hilangnya hari kerja akibat kecelakaan kerja untuk per
sejuta jam kerja orang.
Rumus : Severity Rate = ( Jumlah hari kerja hilang x
1,000,000)/ Total Person-hours Worked
Contoh:
Sebuah tempat kerja telah bekerja 365,000 jam orang, selama
setahun telah terjadi 5 kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan
175 hari kerja hilang. Tentukan rate waktu kerja hilang akibat
kecelakaan kerja tersebut.
Frekwensi Rate = ( 5 x 1,000,000) / 365,000 = 13,70
Severity Rate = (175 x 1,000,000) / 365,000 = 479
Nilai severity rate 479 mengindikasikan bahwa selama kurun waktu
tersebut berarti, pada tahun tersebut telah terjadi hilangnya waktu
kerja sebesar 479 hari per sejuta jam kerja orang.
31. Rerata Hilangnya Waktu Kerja (Average Time Lost
Rate/ALTR)
Ukuran indicator ini sering disebut juga ‘Duration Rate’
digunakan untuk mengidikasikan tingkat keparahan suatu
kecelakaan. Dengan penggunaan ALTR yang
dikombinasikan denga Frekwensi Rate akan lebih
menjelaskan hasil kinerja program K3. ALTR dihitung
dengan membagi jumlah hari yang hilang akibat
kecelakaan dengan jumlah jam kerja yang hilang (LTI).
Rumus: Average Time Lost Rate = (Number of LTI x
1,000,000) / Total Person-hours
Worked Atau Average Time Lost Rate = ( Frekwensi
Rate) / Severity Rate
32. Contoh:
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai
1,150,000 juta jam kerja orang dan Lost Time Injury-nya (LTI) sebesar 46. Misalkan
dari laporan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan diperoleh informasi sbb:
10 kasus hilang waktu kerja dalam 3 hari sekali = 30
8 kasus hilang waktu kerja dalam 6 hari sekali = 48
12 kasus hilang waktu kerja dalam 14 hari sekali = 168
4 kasus hilang waktu kerja dalam 20 hari sekali = 80
10 kasus hilang waktu kerja dalam 28 hari sekali = 280
2 kasus hilang waktu kerja dalam 42 hari sekali = 84
Total keseluruhan = 690 hari kerja hilang
Dengan demikian,
Rerata Hilangnya Waktu kerja = 690 / 46 = 15
Dari informasi contoh diatas manajemen akan lebih jelas memperoleh informasi
bahwa organisasi mempunyai hilang waktu kerja kecelakaan sebesar 40 tiap sejuta
jam kerja orang dengan rata-rata menyebabkan 15 hari tidak masuk kerja. Dengan
informasi ini cukup bagi manajemen untuk membuat keputusan untuk pencegahan
lebih lanjut.
33. 4. Incidence Rate
Incidence rate digunakan untuk
menginformasikan mengenai prosentase jumlah
kecelakaan yang terjadi ditempat kerja
Rumus: Incidence Rate = ( Jumlah Kasus x
100) / Jumlah tenaga kerja terpapar
Contoh : Masih melanjutkan kasus diatas
Incidence Rate = ( 46 x 100 ) / 500 = 9,2%
34. 5. Frequency Severity Indicator (FSI)
Frequency Severity Indicator adalah
kombinasi dari frekwensi dan severity
rate.
Rumus: FSI = ( Frekwensi Rate x
Severity Rate) / 1,000
Contoh: Frekwensi Rate : Severity Rate :
FSI
2 125 0,5
4 250 1,0
8 500 2,0
Nilai FSI ini dapat kita jadikan rangking
kinerja antar bagian di tempat kerja
35. 6. Safe-T Score
Safe T score adalah nilai indikator untuk menilai
tingkat perbedaan antara dua kelompok yang
dibandingkan. Apakah perbedaan pada dua
kelompok tersebut bermakna atau tidak. Dalam
statistik biasanya disebut sebagai t-test. Perbedaan
ini dinilai untuk membandingkan kinerja suatu
kelompok dengan kinerja sebelumnya. Hasil
perbedaan ini dapat dijadikan apakah terjadi
perbedaan yang mencolok atau tidak. Selanjutnya
dapat dipakai untuk menilai kinerja yang telah kita
lakukan.
36. Rumus: Safe-T Score =(Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi
Rate Sebelumnya ) / ( ( Frekwensi Rate Sebelumnya)/ Juta jam
kerja orang sekarang))
Interpretasi :
Score positif dari Safe T Score mengindikasikan jeleknya record
kejadian, sebaliknya score negatif menunjukkan peningkatan record
terdahulu. Interpretasi dari Score ini selengkapnya sebagai berikut:
• Safe T Score diantara +2.00 dan –2.00, artinya tidak ada perbedaan
atau perbedaan tidak bermakna.
• Safe T Score lebih besar atau sama dengan +2.00 menunjukkan
menurunnya performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang salah.
• Safe T Score lebih kecil atau sama dengan -2.00 menunjukkan
membaikknya performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang baik dan
perlu dipertahankan.
37. Contoh :
Lokasi A
-----------------------------------
Tahun lalu
10 kasus kecelakaan
10,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
Tahun ini -15 kasus kecelakaan
10,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,500
========================
Lokasi B
-------------------------------------------------
Tahun lalu – 1000 kasus kecelakaan
1000,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
Tahun ini – 1,100 kasus kecelakaan
1000,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
38. Jawab:
Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi Rate Sebelumnya
Safe-T Score = ----------------------------------------------------------------
-
Frekwensi Rate Sebelumnya
Juta jam kerja orang sekarang
Lokasi A
Safe-T Score = (1,500 – 1,000)/ akar dari ( 1000/0.01) = 500/ 317 =
Safe-T Score = +1,58
Artinya peningkatan 50% jumlah kasus pada lokasi A termasuk
peningkatan yang tidak bermakna
Lokasi B
Safe-T Score = 1,100 – 1,000/ akar dari ( 1000/0.01) = 100/ 317
=Safe-T Score = +3,17
Artinya peningkatan 10% jumlah kasus pada lokasi ini ada perbedaan
yang bermakna, artinya ada sesuatu yang salah, yang perlu mendapat
perhatian.
39. 6. Pemantauan Dengan Grafik Statistik (Control Chart
Technique)
Fluktuasi kejadian dalam statistik merupakan hal yang biasa, yang
menjadi pertanyaan dalam hal ini apakah fluktuasi kejadian tersebut
masih dalam rentang sesuai ketentuan yang ditetapkan ataukah keluar
dari rentang yang ditetapkan. Dengan dasar ini kita dapat
menggunakan statistik untuk aplikasi pengendalian suatu aspek K3.
Dengan diketahuinya batas-batas rentang (batas atas dan batas bawah)
yang ditentukan dapat memberikan informasi kepada pengelola, bahwa
suatu aspek K3 tersebut terkendali atau tidak terkendali. Contoh
penggunaan statistik untuk pengendalian aspek K3 dapat dilihat di
lampiran.
Aspek-aspek K3 yang dapat ditetapkan batas-batasnya meliputi:
• Hasil pengamatan perilaku tidak selamat, Frekwensi rate, Severity
rate, FSI, Dll
Setelah data-data dihitung, kemudian dibuatlah grafik (chart), apabila
ditemukan dari salah satu aspek K3 yang melewati batas-batas yang
ditentukan, maka hal ini merupakan informasi untuk pengelola.
40. 7. Safety Sampling (Survey K3)
Yang dimaksud Safety Sampling adalah mendapatkan
data dengan cara observasi ke lapangan. Sebelum
dilakukan observasi, terlebih dahulu ditetapkan apa
yang mau diobservasi. Setelah itu tulis semua elemen
yang akan menjadi obyek obaservasi. Misalnya
observasi cara kerja/perilaku yang tidak selamat,
maka sebelumnya kita tentukan jenis aktifitas apa
saja yang tergolong '‘unsafe-act'’ Baru setelah
ditentukan maka dilakukanlah observasi dengan turun
dilakukan. Setiap hasil observasi/temuan harus dicatat
dalam bentuk turus sehingga nantinya memudahkan
membuat prosentase hasil pengamatan.
41. Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang akurat maka masing-masing aspek
amatan perlu divalidasi, dengan kata lain dihitung jumlah amatan minimum
sehingga hasil amatan tersebut merupakan hasil yang akurat. Untuk
menentukan jumlah amatan yang representatif digunakan rumus sebagai
berikut:
N = 4 (1 – P) / Y2 (P)
Keterangan:
N = Jumlah keseluruhan pengamatan yang dibutuhkan
P = Prosentase dari unsafe observation
Y = derajat akurasi yang diinginkan (biasanya 10% atau 5%)
Contoh:
Dari hasil survey awal ditemukan 126 jumlah observasi ditemukan 32 amatan
unsafe act, dengan demikian % unsafe act = 32 x 100/126 = 0,254. Untuk
mengetahui jumlah amatan yang sebenarnya untuk hasil yang akurat, maka
dimasukkanlah ke dalam rumus sebagai berikut:
N = 4 (1 – P) / Y2 (P)
N = 4 (1 – 0,25) / 0,102 (0,25)
= 3/0,0025 = 1,200 (jumlah observasi yang sebaiknya dilakukan)
42. HAL PENTING UNTUK DIINGAT
• Angka-angka Frekwensi Rate, Average Time Lost Rate dan
Incidence Rate merupakan tingkat pencapaian yang sifatnya
specifik per tempat kerja. Artinya angka perhitungan dari suatu
perusahaan bukan merupakan standard yang dapat dibuat
patokan, untuk tempat kerja yang lain. Ini disebabkan karena
jumlah tenaga kerja yang tidak sama dan kondisi yang
berlainan.
• Angka-angka ini tidak cocok diterapkan untuk jumlah tenaga
kerja yang sedikit, karena akan kesulitan mencapai tingkat
persejuta jam kerja orang terpapar.
• Rendahnya pencapaian angka ini tidak menggambarkan
performa penerapan K3 secara keseluruhan (hanya
mempertimbangkan insiden-insiden kecelakaan kerja saja).
Tapi tidak menekankan upaya-upaya apa saja yang telah
dilakukan untuk pencegahan kecelakaan kerja.
• Angka ini tidak memperhitungkan jenis-jenis kecelakaan minor
(tidak menyebabkan hilangnya hari kerja, termasuk didalamnya
‘near missess’ incident). Dengan demikian kecelakaan-
kecelakaan ringan seperti, lecet akibat terjatuh, tangan