Dokumen tersebut membahas enam alat musik tradisional dari Nusa Tenggara Timur, yaitu sasando dari Pulau Rote, HEO dari Pulau Timor, foy doa dari Flores, knobe khabetas dari suku Dawan, leko boko dari suku Dawan, dan kediding dari Alor. Keenam alat musik tersebut memiliki ciri khas pembuatan dan cara memainkannya masing-masing.
1. 1. Sasando
Sasando (https://stresseffect.wordpress.com)
Merupakan alat musik tradisional khas Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Di Pulau
Rote, istilah sasando sering disebut sasandu yang berartialat yang bergetar atau
berbunyi, sedangkan di Kupang disebut Sasando. Cara memainkan alat musik ini
dengan dipetik, hampir sama dengan kecapi dan gitar. Bahan pembuat sasando
secara keseluruhan terbuat dari pohon daun lontar, yang dilengkungkan setengah
lingkaran yang berfungsi sebagai resonansi.
2. HEO
Alat Musik Tradisional NTT [ Nusa Tenggara Timur ] Yang Bernama HEO Ini,
Adalah Sebuah Alat Musik Gesek Tradisional NTT [ Nusa Tenggara Timur ]. Alat
Musik Tradisional HEO Ini Adalah Alat Musik Gesek Tradisional Khas NTT Yang
Berasal Dari Daratan Pulau Timor, Tepatnya Adalah Alat Musik Tradisional Khas
Suku Dawan Timor.
2. 3. FOY DOA
Alat musik tradisional FOY DOA, adalah nama sebuah alat musik tradisional NTT [
Nusa Tenggara Timur ], yang berasal dari pulau Flores, lebih tepatnya lagi berasal
dari Kabupaten Ngada.
Seberapa lama usia musik Foy Doa tidaklah diketahui dengan pasti karena tidak ada
peninggalan- peninggalan yang dapat dipakai untuk mengukurnya. Foy Doa berarti
suling berganda yang terbuat dari buluh/bamabu keil yang bergandeng dua atau
lebih.Mungkin musik ini biasanya digunakan oleh para muda-mudi dalam
permainan rakyat di malam hari dengan membentuk lingkaran. FOY DOA terdiri
dari 2 atau bisa saja lebih suling yang digandeng dan dalam memainkannya
digunakan secara bersama-sama.
4. Knobe Khabetas
Bentuk alat musik ini sama dengan busur panah. Cara memainkannya ialah, salah
satu bagian ujung busur ditempelkan di antara bibir atas dan bibir bawah, dan
kemudian udara dikeluarkan dari kerongkongan, sementara tali busur dipetik
dengan jari. Merupakan kebiasaaan masyarakat dawan di pedesaan apabila pergi
berook tanam atau mengembala hewan mereka selalu membawa alat-alat musik
seperti Leku, Heo, Knobe Kbetas, Knobe Oh, dan Feku. Sambil mengawasi kebun
atau mengawasi hewan-hewan, maka musik digunakan untuk melepas kesepian.
Selain digunakan untuk hiburan pribadi, alat musik ini digunakan juga untuk
upacara adat seperti, Napoitan Li'ana (anak umur 40), yaitu bayi yang baru
dilahirkan tidak diperkenankan untuk keluar rumah sebelum 40 hari. Untuk
menyonsong bayi tersebut keluar rumah setelah berumur 40 hari, maka diadakan
pesta adat (Napoitan Li'ana)
3. 5. LEKO BOKO / BIJOL
Alat musik petik ini terbuat dari labu hutan (wadah resonansi), kayu (bagian untuk
merentangkn dawai), dan usus kuskus sebagai dawainya. Jumlah dawai sama
dengan Heo yaitu 4, serta nama dawainya pun seperti yang ada pada Heo. Fungsi
Leko dalam masyarakat Dawan untuk hiburan pribadi dan juga untuk pesta adat.
Alat musik ini selalu berpasangan dengan heo dalam suatu pertunjukan, sehingga
dimana ada heo, disitu ada Leko. Dalam penggabungan ini Lelo berperan sebagai
pembei harmoni, sedangkan Heo berperan sebagi pembawa melodi atau kadang-
kadang sebagai pengisi (Filter) Nyanyian-nyayian pada masyarakat Dawan
umumnya berupa improvisasi dengan menuturkan tentang kejadian-kejadian yang
telah terjadi pda masa lampau maupun kejadian yang sedang terjadi (aktual).Dalam
nyanyian ini sering disisipi dengan Koa (semacam musik rap). Koa ada dua macam
yaitu, Koa bersyair dan Koa tak bersyair.
6. Kediding (Adiding)
Alat musik ini berasal dari Alor, terbuat dari bambu. kediding termasuk dalam
kelompok alat musik petik. Di sebelah kanan dan kiri lubang resonansi terdapat
masing-masing 3 buah dawai. Alat musik ini sangat populer bagi masyarakat
Kabupaten Alor yang berprofesi sebagai petani ladang. Mereka memainkan kediding
saat menjaga ladang pada malam hari dan untuk menghilangkan rasa sepi.