1. NILAI – NILAI KEARIFAN LOKAL TENUN IKAT SIKKA SEBAGAI
BASIS POTENSI EKONOMI KREATIF PEREMPUAN SIKKA
(GISELA NUWA, S.Fil., M.Th)
2. RINGKASAN
Kearifan lokal tenun ikat merupakan salah satu hasil karya yang dapat dihasilkan
masyarakat disuatu wilayah. Salah satunya tenun Ikat Sikka yang dihasilkan oleh
masyarakat di kabupaten Sikka. Pengembangan dalam hasil masyarakat ini dapat
dikembangkan menjadi salah satu upaya peningkatan ekonomi daerah tersebut. Hal
tersebut merupakan salah satu usaha daerah untuk mengembangkan nilai ekonomi.
Dengan adanya hasil karya tenun yang banyak dihasilkan oleh perempuan – perempuan
yang ada di Kabupaten Sikka. Perempuan – perempuan di Sikka banyak yang mengisi
waktu luangnya dan menjadikan hasil tenun sebagai salah mata pencaharian di Kabupaten
Sikka, sehingga pemberdayaan perempuan di wilayah Sikka sangat menunjang
perkembangan perekonomian diwilayah tersebut. Perempuan Sikka yang memiliki
keahlian menenun diharapkan dapat merubah perekonomian pada keluarga dan daerahnya.
Hal ini agar terbangunnya ekonomi kreatif yang dapat memunculkan sebuat pencaharian
baru yang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatife memenuhi kebutuhan sehari – hari.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat terlihat dampak adanya kearifan lokal tenun ikat
terhadap perekonomian daerah.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, desain
penelitian dengan menggunakan metode penelitian wawancara secara mendalam dan
melihat objek penelitian yang . Hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam Jurnal
terakreditasi.
Kata Kunci : kearifan lokal, tenun ikat, pemberdayaan perempuan
1
3. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ragam budaya Indonesia merupakan perwujudan dari budaya daerah yang
memperkaya budaya nasional. Salah satu kekayaan ragam budaya nasional dalam
berpakaian adalah kain tenun. Kain tenun merupakan ragam hias di Indonesia yang
tersebar disetiap wilayah nusantara dari Sabang sampai Mearuke , dengan ciri motif,
corak, warna dan pemaknaan yang beragam. Fister (dalam W. Pattinama; 2011 : 1)
menjelaskan Indonesia diakui sebagai salah satu Negara penghasil seni tenun terbesar di
dunia, khususnya dalam hal keanekaragaman hiasannya. Jenis tenun yang dikembangkan
di Indonesia salah satunya jenis tenun ikat.
Tenun ikat merupakan kerajinan asli masyarakat adat di Nusa Tenggara Timur,
Flores. Setiap daerah di Flores menampilkan corak dan ragam hias serta warna yang
berbeda – beda. Keragaman tenun ikat Sikka bukan hanya sebatas kreasi seni, tetapi
pembuatan tenun ini juga menyimbolkan status sosial, keagamaan, budaya, dan ekonomi.
Bahkan, ada beberapa motif yang pembuatannya melalui perenungan dan konsentrensai
khusus, karena motif - motifnya mengandung nilai filosofis, penggunaannya
diperuntukan bagi hal – hal yang berkaitan degan adat dan budaya, serta menjadikannya
sebagai tradisi yang terwaris sampai saat ini. (Alexander, 1995). Selain itu, pembuatan
tenun disini merupakan salah satu simbol bagi wanita yang sudah diperbolehkan
menikah. Sebab wanita yang sudah bisa menenun dianggap sudah bisa dalam mengarungi
bahtera rumah tangga. Selain sebagai perwujudan sebuah budaya tenun ikat saat ini juga
dapat dibawa kearah pengembangan ekonomi lokal daerah, karena hasil karya ini
memiliki nilai ekonomi yang baik bagi warga sekitar. Dengan proses pembuataannya
yang cukup lama dan membutuhkan kehalian khusus, sehingga nilai jual yang dimiliki
oleh tenun ikat ini memiliki nilai jual yang baik. Hal ini juga dimanfaatkan oleh warga
sekitar untuk memngelola hasil tenunnya kedalam sebuah usaha – usaha kecil
masyarakat.
Industri kecil memiliki peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraa
masyarakat. Nugraha (2002) pada dasarnya industri kecil harus lebih berorientasi kemasa
depan dengan sikap yang proaktif dan inovatif, sehingga ia akan lebih tangguh dan
mandiri dalam menghadapi kesulitan dan tantangan dilingkungannya. Motif berprestasi
yang tinggi, sikap dan moril kerja merupakan variable yang turut mempengaruhi dan
2
4. memberikan sumbangan yang berarti terhadap tampilannya perilaku prestatid yang ersifat
produktif (Sumantri, 1995).
Tenun tradisional Maumere dibuat masih secara tradisional dengan menggunakan
alat tenun tradisional. Selain itu tenun ikat Maumere ini dibuat dengan tenaga kerja
manusia, sehingga membutuhkan kesabaran dalam proses pembuatannya. Selain
kesabaran dalam membuat tenun ini dibutuhkan juga keahlian khusus dan kreativitas
yang tinggi. Sehingga tenun ikat ini selain menjadi salah satu warisan budaya yang harus
dipertahankan tetapi juga dapat dikembangkan sebagai salah satu peningkatan ekonomi
daerah.
Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana pengaruh kearifan lokal tenun ikat dalam pengembangan ekonomi bagi wanita
Sikka. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti merumuskan beberapa pertanyaan
penelitian, sebagai berikut :
a. Bagaimana pengembangan nilai - nilai kearifan lokal pada tenun ikat di Kabupaten
Sikka dalam di wilayah Maumere?
b. Bagaimana penenun Sikka dapat mempertahankan nilai nilai yang terdapat pada
motif tenun ikat tersebut?
c. Bagaimana peran hasil tenun ikat dalam pembangunan ekonomi daerah?
d. Apakah faktor dan kendala yang ditemui dalam mengembangkan tradisi tenun ikat di
Sikka sebagai salah satu usaha dalam peningkatan ekonomi daerah ?
B. Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan penelitian diatas dengan
menguraikannya kedalam point – point berikut:
1. Mengetahui pengembangan tenun ikat sebagai bentuk kearifan lokal di wilayah Sikka.
2. Mengetahui peran tenun ikat sebagai salah satu hasil daerah yang dapat menjadi
pengembang ekonomi lokal.
3. Mengetahui lebih dalam makna – makna yang terkandung didalam motif tenun ikat
Sikka serta cara mempertahankannya.
3
5. 4. Mengetahui perkembangan kearifan lokal tenun ikat Sikka dalam pengembangan
ekonomi daerahnya.
C. Urgensi Penelitian
Pengembangan ekonomi merupakan salah satu hal penting dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan pengembangan wilayah. Apalagi bila diwilayah tersebut
terdapat hal – hal atau sumber daya lokal yang dapat dikembangkan sebagai suatu hal
yang memiliki nilai ekonomi. Hal ini terlihat seperti diwilayah Nusa Tenggara Timur,
dimana terdapat industri – industri kecil yang mengembangkan kearifan lokal daerahnya
melalui tenun ikat Sikka. Selain penanaman kearifan lokal pengembangan tenun ini juga
dapat mengembangkan perekonomian diwilayah ini. Namun dengan masih
keterbatasannya dalam mengembangkan dan pemasarannya sehingga tenun ini terkadang
hanya memiliki nilai ekonomi yang rendah.
Membudayakan kearifan lokal yang dapat memiliki nilai ekonomi ini merupakan
salah satu hal yang dapat dikerjakan dan dapat mengembangkan dua bidang sekaligus.
Pengembangan ekonomi merupakan hal yang sangat penting dalam peningkatan
pendapatan daerah, selain itu pemberdayaan nilai – nilai kearifan lokal daerah juga tidak
kalah penting untuk dipertahankan. Sehingga industri kecil yang terdapat didaerah dapat
berkembang dengan baik dan dapat berperan dalam peningkatan ekonomi daerah. Tenun
ikat Sikka merupakan salah satu warisan daerah yang memiliki nilai – nilai lokal didalam
motif – motif yang dihasilkan. Selain itu tenun ini juga merupakan salah satu budaya
yang harus dapat dilakukan oleh wanita – wanita Sikka. Sehingga selain memiliki motif
yang khas tenun ikat Sikka juga memiliki nilai – nilai khusus yang terkandung pada
motifnya. Setiap motif memiliki filosofi tersendiri sesuai dengan nilai dan makna yang
terkandung di dalamnya. Semakin indah sebuah motif, maka semakin mahal nilainya
sesuai dengan kerumitan pada saat pembuatannya.
6. BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. State Of The Art Penelitian
Indonesia adalah negara kepulauan dengan keragaman budaya yang sangat banyak.
Budaya sebagai ekspresi pola pikir dan tingkah laku memiliki karakter khas sesuai
dengan lingkungan alam yang melingkupinya (Suswandari, 2014). Terkait dengan
persoalan ragam budaya yang sangat lengkap ini, di Indonesia terdapat wujud nilai
budaya asli yang disebut dengan pengetahuan lokal (local knowledge) atau seringkali
disebut dengan istilah kearifan lokal(local wisdom) dan kecerdasan setempat (local
genious). Dalam penelitian ini digunakan istilah kearifan lokal yang sudah familiar di
kalangan pemerhati masalah sosial dan budaya di Indonesia. Gobyah (2003) menyatakan
bahwa kearifan lokal didefiniskan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg
dalam suatu daerah. Bentuk – bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa :
nilai, norma, etika, kepercayaan. Adat istiadat, hukum adat, dan aturan – aturan khusus.
Penelitian awal yang berkaitan dengan pembuatan kain tenun ikat yang dilakukan
oleh Maria Nona yang dipublikasi dalam jurnal Holistik tahun (2015), menjelaskan
tentang nilai – nilai yang tergambar dalam tenun ikat, yang mana di dalam setiap motif –
motifnya dalam pembuatannya bukan hanya sebatas kreasi seni, tetapi pembuatannya
juga mempertimbangkan simbol status sosial, keagamaan, budaya, dan juga ekonomi.
Bahkan ada beberapa motif tertentu dalam pembuatannya membutuhkan perenungan dan
konsentrasi khusus yang ragam hiasannya mengandung nilai filosofis dan
penggunaannya berkaitan bagi hal – hal yang berkaitan dengan adat. Selanjutnya
penelitian tentang kearifan lokal Tenun Ikat Troso sebagai potret kewirausahaan
masyarakat desa yang ditulis oleh Dr. Alamsyah, M.Hum. Dkk pada tahun (2013) yang
mana di dalam tulisannya menuliskan tentang kearifan lokal desa yang dapat menambah
nilai ekonomi bagi masyarakat desa, bahwa sebuah daerah dapat dikembangkan dan
dapat merambah pasar dunia dengan hasil karya yang dihasilkan masyarakat tersebut.
Selain itu sebelumnya juga diawali dengan penelitian dari Fatwa Dwi Puspita (2010)
mengenai, Kelangsungan usaha industri tenun ikat tradisional di Desa Troso
Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara dalam penelitian ini dihasilkan Kelangsungan
5
7. usaha industri tenun ikat tradisional mengalami penurunan. Faktor yang
mempengaruhi kelangsungan usaha industri tenun ikat tradisional adalah bahan baku
modal tenaga kerja.
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini mengembangkan mengenai
kearifan lokal tenun ikat di Sikka sebagai salah satu pengembangan ekonomi lokal
daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai nilai kearifan lokal yang
tekrandung dalam motif – motif tenun ikat yang dibuat sebagai salah satu nilai jual yang
lebih tinggi dalam pengembangan ekonomi daerah, lokasi penelitian di Maumere
kabupaten Sika secara umum masyarakatnya memiliki keahlian untuk membuat kain
tenun ikat. Penelitian ini memiliki harapan besar berkaitan dengan nilai – nilai kearifan
lokal yang terdapat di motif tenun ikat dapat memiliki nilai jual ekonomi yang baik dan
dapat dijadikan salah satu pemasukan daerah.
2.2. Tenun Ikat
Kain tenun ikat memiliki fungsi sebagai pakaian sehari – hari, kain tenun juga
bagian dari adat budaya masyarakat Sikka, seperti mas kawin (belis) dan upacara –
upacara adat orang Sikka. Kain tenun biasa dipakai untuk sarung perempuan (utan),
sarung pria (lipa) dan ikat kepala (lensu). Pesan moral edukatif tentang kain tenun
dalam adat budaya Sikka adalah Ata Du’a utan lin(g) labu welin(g) ‘kain sarung dan
baju setiap wanita haruslah bernilai dan berharga. Perempuan Sikka yang bermartabat
adalah menjunjung tinggi tradisi adat dan budanyanya. Menenun merupakan warisan
tradisi adat dilakukan secara turun temurun oleh para perempuan Sikka dan Flores pada
umumnya.
Menenun merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan dan menjadi tolak
ukur kedewasan seorang perempuan. Perempuan Sikka dikatakan dewasa dan
diperbolehkan menikah apabila sudah terampil dan berhasil menghasilkan tenunan
dengan baik. (Alfonsa Raga, 2013), karena kain tenun yang dihasilkan nantinya akan
dijadikan sebagai balasan atas mahar mas kawin yang diberikan pihak laki – laki. Oleh
karena itu kain tenun mempunyai posisi tawar yang sangat penting dalam adat istiadat
perkawinan dan ritual adat lainnya dalam masyarakat Sikka.
Namun seiring dengan perkembangan teknologi dan modernisasi, pembuatan
kain tenun ini mulai kurang diminati oleh generasi muda khusunya perempuan muda
6
8. etnis Sikka. Walaupun demikian masih terdapat beberapa kelompok tenun ikat
Maumere sebagai bentuk rasa kecintaan terhadap budayanya terutama berkaitan dengan
tenun ikat. Sikap seperti ini, karena kearifan lokal tersebut mengandung banyak nilai –
nilai yang masih sangat relevan dengan kondisi seperti ini. Tenun Sikka selain memiliki
nilai – nilai makna yang tinggi, tetapi secara estetika juga memiliki nilai jual yang
tinggi. Apalagi dilihat dari proses pembuatan tenun yang membutuhkan ketelatenan dan
keseriusan dalam membuatnya.
a. Makna Kain Tenun
Kebudayaan adalah hasil karya manusia yang harus dikembangkan, dalam
interaksinya dengan dunia luar. Kebudayaan juga dirumuskan sebagai usaha dan hasil
usaha manusia untuk mengelolah dunia dan dirinya, dengan tujuan agar hidupnya
semakin manusiawi. Tidak ada kebudayaan yang berkembang tanpa adanya pengaruh
dari kebudayaan yang lain. Itulah yang terjadi pada seni budaya kerajinan tenun ikat
khususnya di daerah Maumere. Persoalan yang muncul darinya adalah perkembangan
motif dan penggunaanya sesuai perkembangan zaman (dalam rupa kreasi bentuk dan
penggunaanya) yang tentu berpengaruh pada nilai dan makna yang terkandung di
dalamnya.
Terhadap realitas di atas muncul pertanyaan bagaimana menyikapi
perkembangan motif dan penggunaan kain tenun ikat sambil menjaga nilai-nilai dan
makna yang terkandung dalam kain tenun. Dan bagaimana gejala ini dibaca dalam
skala nasional berdasarkan filosofi nusantara. Kedua persoalan inilah yang hendak
dijawab dalam beberapa bagian antara lain; sejarah kain tenun ikat Maumere dan
penggunaannya, nilai-nilai dan makna kain tenun ikat Flores bagi masyarakatnya;
makna kain tenun ikat Maumere dalam perspektif wawasan nusantara. Dan diakhiri
dengan catatan kritis untuk menyikapi fenomena ini dalam perspektif pembangunan
bangsa.
2.3.Ekonomi Kreatif
Pengembangan ekonomi merupakan salah satu langkah pengembangan suatu
wilayah. Sebuah wilayah dapat berkembang dan maju saat dapat mengembangkan
7
9. ekonomi wilayahya pada khususnya. Sumber daya daerah merupakan salah satu nilai
jual yang dapat di kembangkan dan memiliki nilai jual yang dapat diberdayakan.
Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2025, Departemen
Perdagangan RI (2008) menyatakan “konsep ekonomi kreatif merupakan pengembangan
ekonomi berdasarkan pada keterampilan, kreativitas dan bakat individu untuk
menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis, sehingga
menitikberatkan pada pengembangan ide dalam menghasilkan nilai tambahnya”. Industri
ekonomi kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan
serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan
menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Departemen Perdagangan RI (2008) mengklasifikasikan kategori industri kreatif
kedalam 14 sektor yakni: 1. Periklanan (advertising) 2. Arsitektur 3. Pasar Barang Seni
4. Kerajinan (craft) 5. Desain 6. Fesyen (fashion) 7. Video, Film dan Fotografi 8. Permainan
Interaktif (game) 9. Musik 10. Seni Pertunjukkan (showbiz) 11. Penerbitan dan
Percetakan 12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software) 13. Televisi & Radio
(broadcasting) 14. Riset dan Pengembangan (R&D).
Permainan interaktif Tujuh isu strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif
melalui industri kreatif, meliputi: (1) Ketersediaan sumber daya manusia kreatif (orang
kreatifOK) yang profesional dan kompetitif; (2) Ketersediaan sumber daya alam yang
berkualitas, beragam, dan kompetitif; dan sumber daya budaya yang dapat diakses secara
mudah; (3) Industri kreatif yang berdaya saing, tumbuh, dan beragam; (4) Ketersediaan
pembiayaan yang sesuai, mudah diakses dan kompetitif; (5) Perluasan pasar bagi karya
kreatif; (6) Ketersediaan infrastruktur 10 dan teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan
(7) Kelembagaan yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif (Departemen
Perdagangan RI 2008). Pengembangan ekonomi kreatif melalui industri kreatif akan
memberikan banyak manfaat yang dapat di hasilkan secara ekonomi dalam rangka
menciptakan lapangan pekerjaan dan mengentaskan kemiskinan yang pada akhirnya
akan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang merupakan bagian dari inti ketahanan
nasional. Selain itu dari segi non ekonomi seperti pengembangan dan pemeliharaan nilai
budaya dan warisan budaya, peningkatan kualitas hidup dan toleransi sosial, peningkatan
kepariwisataan, sumberdaya terbarukan, serta peningkatan terhadap citra dan identitas
bangsa.
10. Hasil penelitian Pusparini (2011) menunjukan untuk mendapatkan hasil yang
optimal dalam pengembangan industri kreatif maka perlu kolaborasi antar aktor utama
dengan starting point dari ketiga aktor utama ini adalah; (1) Komitmen cendekiawan,
bisnis dan pemerintah, koordinasi antara ketiga aktor secara berkesinambungan, serta
mengupayakan sinergi untuk mengembangkan industri kreatif. Komitmen ini meliputi
keterlibatan non finansial dan finansial. Dalam hal finansial, pembiayaan program
pengembangan industri kreatif dapat dilakukan melalui: APBD, donor lokal dan asing
(pemerintah), melalui APBD, Corporate Social Responsibility, dana R & D (Bisnis),
atau alokasi dana riset (Cendekiawan). Sedangkan secara nonfinansial dapat berupa
pelaksanaan administrasi publik yang lebih cepat dan efisien, komitmen tenaga pendidik
untuk memberikan materi sebaik-baiknya, atau dukungan pelaku usaha untuk
memberikan mentoring kepada pihak yang terkait/berkepentingan; (2) Membentuk
knowledge space bagi industri kreatif dengan menciptakan media pertukaran informasi,
knowledge, skill, teknologi, pengalaman, preferensi dan lokasi pasar, serta informasi-
informasi lainnya.
Dalam rangka meningkatkan perekonomian bangsa, Presiden RI telah
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi
Kreatif Tahun 2009-2015. Untuk itu dalam rangka menciptakan lapangan kerja dan
mengentaskan kemiskinan diperlukan pengembangan ekonomi kreatif guna mengatasi
jumlah kemiskinan agar tidak semakin bertambah. Pengembangan ekonomi kreatif
banyak ditentukan oleh perkembangan industri-industri kreatif di tanah air (Lemhannas
RI 2012). Salah satu isu strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif melalui industri
kreatif yaitu adanya kelembagaan yang mendukung pengembangan ekonomi yang
kreatif. Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam pengembangan ekonomi kreatif 2009-
2025 bertujuan untuk : (1) pada tahun 2009-2014 mendorong masyarakat berpemikiran
terbuka dan mengkonsumsi produk kreatif lokal; (2) pada tahun 2015-2019 mendorong
terciptanya iklim yang kondusif dan meningkatnya apresiasi terhadap karya kreatif lokal;
(3) pada tahun 2020-2024 mendorong terjadinya peningkatan iklim usaha yang kondusif
dan meningkatnya apresiasi terhadap karya kreatif lokal; dan (4) pada tahun 2025 dapat
memperthankan keseimbangan iklim usaha yang kondusif dan masyarakat berpemikiran
terbuka yang mengkonsumsi karya kreatif lokal (Departemen Perdagangan RI 2008).
Bangsa Indonesia dapat mewujudkan target pencapaian tersebut jika semua bersatu,
bersama-sama, bergotong royong untuk memperkuat pondasi pembangunan industri
11. kreatif yaitu; orang kreatif, memperkuat kelembagaan sebagai payung dari
pengembangan industri kreatif yang dapat memperkuat lima pilar pengembangan
ekonomi kreatif, yaitu sumber daya alam dan budaya, industri, pembiayaan, infrastruktur
dan teknologi, dan pemasaran (Departemen Perdagangan RI 2008).
2.4. Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan
perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni
mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai
kepada aspek manajerial. Aspek – aspek terdapat bisa jadi diembangkan menjadi aspek
sosial-budaya, ekoomi, politik, keamanan, dan lingkungan.
Peran kodrat perempuan sebagai ibu adalah mengandung, melahirkan dan
mengasuh anak – anaknya sejak lahir hingga dewasa, sedangkan peran kodrat
perempuan sebagai istri adlah pendamping suami, mengurus kebutuhan fisik ataupun
biologis suaminya, seorang istri adalah belahan jiwa suaminya. Peran kodrat perempuan
sebagia individu adlaah perempuan itu cendrung pasif, emosional dan lembut. Kemudian
peran kodrat perempuan sebagai anggota masyarakat perempuan itu aktif di dalam
kegiatan bermasyarakat terkait dengan status sosial ekonomi rumah tangga. Sehingga
saat ini banyak perempuan yang membantu perekonomian dengan bekerja diluar rumah,
atau membuat sebuah karya yang dapat meningkatkan perekonomian rumah tangga.
Tenaga kerja wanita mencakup wanita yang tergolong bekerja, mencari kerja dan
melakukan kegiatan, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga (Mulyadi. S, 1999;
57-59). Seperti yang dikemukakan oleh Soedijoprapto (1982:73), yang menyatakan
bahwa tenaga kerja wanita adalah tiap – tiap wanita yang melakukan pekerjaan di dalam
maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang, untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini yang dimaksud bukan hanya buruh wanita,
karyawati atau pegawai wanita yang merupakan tenaga kerja, tetapi juga diperuntukan
bagi wanita yang bekerja mandiri.
Pada hakikatnya secara stratifikasi ada perbedaan motivasi wanita terjun dalam
dunia kerja, menurut Munandar (1985:2013), pada dasarnya motivasi wanita bekerja
anatara lain:
1. Menambah pendapatan keluarga
12. 2. Secara ekonomi mengurangi ketergantungan keapada suami
3. Menghindari diri dari rasa bosan atau mengisi waktu luang
4. Karena ketidakpuasan dalam perkawinan
5. Punya keahlian tertentu untuk dimanfaatkan
6. Memperoleh status sosial
7. Untuk mengembangkan diri
Wanita sebagai seorang tenaga kerja dan seorang ibu rumah tangga dituntut harus
mampu mengalokasikan waktunya umtuk aktivitas, seperti bekerja produktif, mengurus
rumah tangga dan waktu luang. Waktu luang dapat diisi dengan kegiatan seperti istirahat
meninkmati hiburan dan kegiatan sosial lainnya. Pengalokasian waktu wanita untuk
bekerja diluar rumah memperoleh pendapatan dipengaruhi oleh kondisi internal wanita
itu dan kondisi rumah tangga mereka.
Fenomena tentang partisipasi wanita dalam dunia kerja dapat dilihat sebagai
aktivitas alternatif dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Keadaan ini
memperlihatkan bahwa wanita mempunyai andil yang cukup besar dalam rumah tangga,
walaupun sering disebut sebagai pengahsil pendapatan rumah tangga sampingan dalam
rumah tangga. penggunaan wanita dalam rumah tangga sesungguhnya tidak hanya pada
kegiatan konsumtif, tetapi lebih dari itu juga sebagai kegiatan produktif dan ekonomis
(Miko,1999:97). Untuk konteks flores pada umumnya dan Maumere pada khususnya,
peran perempuan dalam membantu ekonomi keluarga sudah menjadi kewajiban dan jalan
yang ditempuhnya adalah melalui pengembangan ekonomi kreatif tenun ikat.
14. BAB III
METODE PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Metode deskriptif
dalam penelitian sosial adalah metode penelitian untuk meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu setting kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang di selidiki, dengan cara
mengumpulkan data-data yang di peroleh untuk kemudian dianalisis dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Pada penelitian kualitatif, peneliti berusaha
memahami subjek dari kerangka berpikirnya sendiri, yang dalam penelitian ini berupa
kearifan lokal tenun ikat dan perkembangan ekonomi kreatif. Oleh karena itu, semua
perspektif menjadi bernilai bagi peneliti, untuk memahami makna yang tersirat dalam
teks tersebut. Peneliti tidak melihat benar atau salah pada seluruh informasi dalam teks
atau pun realitas kejadian yang ada. Semua data penting dalam penelitian ini diperoleh
dari konteks yang terdapat di kelompok-kelompok tenun ikat Maumere. Pada aspek lain,
pendekatan ini sering disebut juga sebagai pendekatan yang humanistik, karena peneliti
tidak kehilangan sisi kemanusiaan dari suatu kehidupan sosial. Peneliti tidak di batasi lagi
oleh angka-angka, perhitungan statistik, variable-variable yang mengurangi nilai
keunikan individual.
Metode kualitatif dengan mengamati langsung proses produksinya, mulai dari :
Product, Price, Place, Promotion, Proses Phisicel Evidence,dan Costomer Servis
(6P+1C) sampai pada saluran pemasarannya, sumber data yang diperoleh dalam proses
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, dengan alur sebagai berikut :
Gambar 3.1
AlurPenelitian
12
15. Melalui alur penelitian ini terlihat bahwa penelitian ini berawal dari dengan
perkembangan ekonomi di Indonesia saat ini, d imana ekonomi kreatif sangat penting
untuk perubahan ekonomi di wilayah tertentu. Studi Literatur merupakan bagian dari
penguatan konsep penelitian ini. Studi lapangan merupakan bagian dari proses
pengumpulan data yang ditemukan dilapangan sesuai dengan keadaan rill dilapangan.
Sehingga akan terdeskripsikan perkembangan ekonomi kreatif yang terjadi di wilayah
tersebut berdasarkan kearifan lokal tenun ikat yang dihasilkan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Unit – Unit Usaha Kecil Menengah yang ada di wilayah
Kabupaten Sikka. Hal ini karena fokus penelitian pertama mengenai pengembangan
ekonomi lokal yang terintegrasi dengan kearifan lokal tenun ikat.
C. Teknik Analisis Data
Data-data dalam penelitian ini bersumber pada data primer dan data sekunder.
Data primer berupa data verbal dari proses observasi langsung. Dalam penelitian ini,
observasi langsung dilakukan dengan observasi menggunakan informan, melalui
wawancara yang mendalam, observasi langsung berperan pasif, dan analisis dokumen.
Dengan tahapan penelitian:
1. Wawancara mendalam (in depth interviewing)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Menurut
Patton, melakukan wawancara mendalam meliputi menanyakan pertanyaan dengan
format terbuka, mendengarkan dan merekamnya, dan kemudian menindaklanjuti
dengan pertanyaan tambahan yang terkait. In-depth interviewing berarti wawancara
yang dilakukan berulang kali untuk mendapatkan data yang mendalam. Wawancara
dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat.
Wawancara mendalam dalam penelitian ini dilakukan dengan pertanyaan yang
bersifat terbuka (open-ended) dan mengarah pada kedalaman informasi serta
dilakukan tidak secara formal terstruktur guna menggali pandangan subjek yang
13
16. diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi
penggalian informasi secara lebih jauh, lengkap, dan mendalam.
2. Observasi langsung berperan pasif
Observasi berperan pasif adalah suatu cara pengumpulan data dimana peneliti
hanya mendatangi lokasi, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain
sebagai pengamat pasif, namun peneliti benar-benar di lokasi.
3. Survei
Melakukan pengukuran dan pengamatan secara langsung pada ruang yang ada di
lapangan.
4. Dokumentasi
Melakukan dokumentasi dengan keadaan ruang dalam yang ada dilapangan dengan
cara memotret dan mengamati nilai – kearifan lokal yang terbentuk didalam motif – motif
tenun yang dibuat.
D. DATA DAN SUMBER DATA
Pada penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi:
1. Nilai – nilai Kearifan lokal tenun ikat
2. Perkembangan UKM
3. Hasil observasi
4. Catatan lapangan
5. Hasil wawancara
E. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Lembar Validasi
2. Lembar Observasi
3. Pedoman Wawancara
4. Borang Observasi
5. Borang Wawancara
14
18. DAFTAR PUSTAKA
Arby, Aurora; Alexander, Bell, & Soleman, Bessie. 1995. Album seni budaya Nusa
Tenggara Timur. Depertemen Pendididkan dan Kebudayaan. Kupang.
Creswll, Jhon W. 1994. Reserch design Qualitative and Quantitative Approach. London :
Sage Publication
Erni, 2003, Jurnal studi pembangunan interdisplin kebudayaan. Spradley, 2006, Metode
etnografi Yogyakarta: Tiara wacana.
1607. Artikel kerajaan sikka.
Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta : Rake
Sarasin.
P.Sareng Orinbao, Kamus Bahasa dan Budaya Sikka-Krowe, Maumere –Flores – Nusa
Tenggara Timur, 2003.
P.Sareng Orinbao, Seni Tenun Suatu Budaya Segi Kebudayaan Orang Flores
Simanjuntak, Payman J. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua.
Jakarta ; Lembaga Penerbit FE. UI. 1998.
---------------, 1983. “Produktivitas Kerja ; Pengertian dan Ruang Lingkupnya”, Prisma No.
11
Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Dasar Teori dan Terapannya dalam
Penelitian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret, hal.69
Sugiyono.(2006). Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suswandari. (2014). “Ragam Kearifan Lokal Nusantara Sebagai Sumber Penanaman Nilai
Karakter Bangsa Indonesia”. Disampaikan Dalam Seminar Studi Objek Historis
Mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr. HAMKA di Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang, tanggal
11- 13 Feberuari 2014. Sebagian dari makalah ini menjadi bahan ajar untuk
BPJJ PGSD tahun 2007.
Soedijoprapto (1982:73), Tenaga Kerja Wanita. Jkaarta ; FE. UI
18