SlideShare a Scribd company logo
1 of 62
DASAR-DASAR HISAB PRAKTIS
A. Pengantar
Pengetahuan tentang letak, pergerakan dan
sifat-sifat matahari, bulan, bintang,
planet(termasuk bumi) disebut Astronomi.
Ilmu Falak sebagai bagian dari ilmu Astronomi
mempelajari yang berkaitan dengan benda-
benda langit, baik dari segi bentuk, ukuran,
fisik, posisi, gerakan maupun hubungan satu
dengan lainnya.
KOSMOGRAFI
• Ilmu Falak juga disebut Kosmografi. Bila ilmu
Falak bermakna pengetahuan bidang edar, maka
Kosmografi berarti catatan tentang alam semesta
(kosmos = alam semesta; graphein = menulis).
KEGUNAAN
• Sejak dahulu ummat Islam telah memanfaatkan ilmu ini,
terutama untuk kepentingan ibadah, misalnya untuk
hisab awal waktu shalat, arah qiblat, awal bulan
qamariyah, gerhana bulan (khusuf) maupun matahari
(kusuf). Dalam perkembangan berikutnya, ilmu tentang
perhitungan pergerakan benda langit, khususnya
matahari dan bulan ini dalam komunitas muslim dikenal
sebagai ilmu hisab.
• Untuk menunjang pemahaman dalam mempelajari Ilmu
Falak/Hisab, penting memahami beberapa hal berikut:
BOLA LANGIT
Sesungguhnya bola langit itu tidak ada sama sekali,
karena ruangan cakrawala ini luasnya tak terhingga.
Untuk memudahkan penyelidikan, maka bola langit itu
dikhayalkan ada, agar kita lebih mudah memprediksi
letak benda-benda langit serta bagaimana hubungannya
satu dengan yang lain.
Bola langit yang dianggap ada itu adalah ruangan yang
maha luas yang berbentuk bola yang dapat kita lihat
sehari-hari tempat matahari, bulan, bintang, dan planet
lainnya bergerak setiap saat.
BOLA LANGIT
• Bm (bumi), A, B, C (bintang-bintang yang
berjauhan letaknya), M (matahari), Bl
(bulan) ialah benda-benda langit yang agak
dekat ke bumi. Akan tetapi, kita lihat
masing-masing berada di bola langit sebagai
A1, B, C1, M1, Bl1.
• Sebenarnya yang dapt kita lihat sehari-hari
itu adalah separuh bola saja, sedang separuh
lainnya selalu tidak dapat kita lihat dalam
waktu yang sama, karena pandangan kita
terhambat oleh bumi.
Bm
M
M1
Bl
Bl1
A
A1 B
C1
C
Gambar : 1
ZENITH DAN NADIR
Zenith adalah titik tertinggi
yang ditarik lurus ke atas dari
tempat kita berdiri.
Nadir adalah titik terendah
dari tempat kita berdiri.
Zenith dan Nadir bagi
masing-masing tempat
berbeda
Z
N
ZZ
NN
Gambar : 2
Lingkaran Vertikal dan Horizontal
• Lingkaran Vertikal adalah lingk. pada bola langit yang bergaris
menengahkan garis vertikal.
• Garis vertikal adalah garis yang menghubungkan titik zenith
dan nadir.
• Ling. Horizon adalah lingk. pada bola langit yg bergaris
menengahkan garis horizon.
• Garis horizon adalah garis yang meng hubungkan titik Utara
dan titik Selatan.
• Garis/Lingk. vertikal itu selalu ber potongan tegak lurus dg
garis / lingk. Horizon yg menyebabkan setiap titik pada lingk.
horizon jaraknya 90° dari titik zenith.
• Dengan demikian jika ada sebuah benda langit yg terletak di
salah satu titik lingk. vertikal, tinggi maupun jarak zenithnya
dg mudah dapat kita ketahui.
• Yang dimaksud dg jarak zenith adalah jarak titik pusat benda
langit dg zenith yang diukur melalui lingk. vertikal yg melalui
benda langit tersebut.
• Sedang ketinggian adalah jarak sebuah benda langit ke lingk.
horizon yg diukur melalui lingk. vertikal benda langit tersebut.
z = 90 - h
Rumus :
h = 90 - z
T
B
U
N
S
Z
Gambar : 3
MACAM-MACAM HORIZON
1. Horizon Kodrat ialah batas khayal yang seolah-olah
menjadi batas pertemuan langit dengan bumi, misalnya
kita berada di laut.
2.Horizon Semu ialah bidang yang rata yang menyinggung
bumi yang dapat kita tarik dari tempat kita berdiri
(antara kaki dengan tanah). Bidang ini tegak lurus pada
bidang vertikal.
3.Horizon Sejati ialah bidang yang melalui titik pusat bumi
yang tegak lurus pada garis vertikal dan membelah bola
bumi pada bagian yang sama.
LINGKARAN MERIDIAN
U – KU = Tinggi Kutub
S – KS = Tinggi Kutub
E – Q = Equator/Khatulistiwa
Diantara lingkaran-lingkaran vertikal itu ada yang
bersifat istimewa yang biasanya digambarkan berimpit
dg bidang gambar. Lingkaran ini disebut Lingkaran
Meridian Langit Setempat yg memuat titik Zenith dan
Nadir, Kutub Utara dan Kutub Selatan serta titik
Utara dan Selatan.
Jadi lingk. Meridian adalah lingk. Vertikal yang
melalui kutub Utara dan Selatan langit yang
dihubungkan oleh poros langit yang merupakan
perpanjangan poros bumi yang menghubungkan
kutub Utara bumi dan kutub Selatan bumi.
Kutub Utara maupun Kutub Selatan selalu
berpotongan tegak lurus dengan equator langit, yaitu
lingk. yang membagi bola langit menjadi dua belahan
yang sama, yakni Utara dan Selatan.
Lingk. Equator adalah lingk. yang membagi bola
langit menjadi dua bagian yang sama, yakni belahan
langit Utara dan Selatan. Setiap titik pada lingk. ini
berjarak 90° dari kutub langit Utara dan kutub langit
Selatan. Jadi lingk. Equator itu adalah lingk. besar pada
bola langit yang tegak lurus pada sumbu langit, aykni
KU dan KS.
Z
N
E
Q
U
KU
KS
S
Gambar : 4
GERAK HARIAN
Waktu atau jam itu disesuaikan dengan peredaran matahari,
sehingga kita mempunyai gambaran tentang peredaran matahari
setiap harinya. Meskipun yang terlihat setiap hari matahari terbit
dari ufuk sebelah Timur dan terbenam di ufuk sebedlah Barat,
tetapi pada hakikatnya yang berputar itu adalah bumi pada
porosnya, yakni setiap hari berotasi sekali selama 24 jam.
Perjalanan matahari dari Timur ke arah Barat itu selalu
mencapai titik kulminasinya pada saat yang sama yang disebut
tengah hari, karena memang menjadi batas seperdua dari siang
hari. Waktu yang ditempuh oleh matahari dari titik kulminasi ke
titik kulminasi itu lagi disebut sehari matahari yanag terbagi
menjadi 2 kali 12 jam.
Jadi titik kulminasi adalah titik tertinggi yang dicapai
matahari dalam perjalanan hariannya.
Lingk. tempuhan matahari dibagi oleh horizon/ufuk pada dua
bagian, yaitu bagian di atas ufuk yang disebut busur siang dan
bagian di bawah ufuk yang disebut busur malam.
Perjalanan harian matahari dari Timur ke Barat bukanlah
gerak hakiki, melainkan karena perputaran bumi pada porosnya
(rotasi) dari Barat ke Timur, sekali putaran penuh sekitar 24 jam.
Akibat rotasi ini, antara lain adanya perbedaan waktu dan
pergantian siang dan malam di bumi. Di samping itu, arah rotasi
dari Barat ke Timur mengakibatkan tempat-tempat di bumi
bagian Timur mengalami waktu terlebih dahulu. Perbedaan
waktu tersebut adalah sekitar 1 jam untuk setiap perbedaan 15°
bujur atau 4menit untuk setiap 1° bujur.
Perjalanan semu harian matahari ini dijadikan pedoman dalam
menentukan waktu shalat. Dalam kaitannya dengan awl bulan
qamariyah, awal shalat maghrib merupakan saat yang sangat
penting, sebab mulai saat itu hari dan awal bulan qamariyah
dimulai dan juga saat dimana hilal awal bulan kemungkinan dapat
dilihat.
T
B
U S
Z
N
Gambar : 5
TINGGI KUTUB
Tinggi kutub ialah jarak dari kutub ke
horizon diukur melalui lingk. Meridian (busur
meridian langit antara horizon dan kutub).
Misalnya tempat T letaknya 30° LU. Garis Z-
N ialah garis vertikal yang tegak lurus pada
horizon U-S. Sumbu langit (KU-KS) tegak lurus
pula pada E-Q. Maka <RPY = <XPT, yakni
90°, karena masing-masing mempunyai sudut
komplement yang sama, yaitu <YPT. Jadi <RPT
= < XPY, berarti busur RT (lintang tempat) =
XY. Busur XY = U-KU (tinggi kutub).
Jadi: Tinggi Kutub = Lintang Tempat
Lintang tempat adalah jarak suatu tempat
dari Khatulistiwa/Equator bumi yang ditandai
dengan huruf Yunani γ (Phi).
Equator adalah lingk. besar pada bola langit
yang tegak lurus pada sumbu langit.
Z
N
E
Q
U S
KU
KS
T
R
P
X
Y
P
Gambar : 6
LINTANG DAN BUJUR
Penetapan lintang dan bujur berbagai tempat di dunia ini didasarkan hasil kongres
internasional yang dihadiri oleh 25 negara. Kongres itu berlangsung tanggal 1 sampai
22 Oktober 1884. Dalam menetapkan meridian nol di bumi, tidak ada kesepakatan.
Amerika, Inggris, Turki dan sebagian negara lain sepakat bahwa titik pangkal mulai
menghitung meridian itu adalah Greenwich, sebuah tempat di selatan kota London.
Sedang Prancis menginginkannya di kota Paris, sementara 2 negara abstain. Meridian
lain dinyatakan dengan derajat yang dihitung dari meridian Greenwich, yakni dari 0°–
180° ke arah Timur disebut BT dan 0° -180° ke arah Barat disebut BB
Lintang tempat adalah jarak suatu tempat dari khatulistiwa/equator bumi diukur
sepanjang garis bujur yang melalui tempat itu. Lintang tempat itu positif (+), bila
tempat itu berada pada belahan bumi bagian Utara, terhitung dari 0° di equator bumi
sampai 90° di kutub bumi Utara. Dan negatif (−), bila tempat itu berada di belahan
bumi bagian Selatan, terhitung dari 0° di equator bumi sampai 90° di kutub bumi
Selatan. Dalam I. Falak, lintang tempat ini disebut Phi (Yunani) dan diberi kode ( φ ).
Informasi tentang lintang tempat ini bisa dilihat misalnya dalam Atlas PR. Bos,
software komputer yang telah banyak beredar.
LINTANG DAN BUJUR
Bujur Tempat adalah jarak suatu tempat ke garis bujur yang melalui
kota Greenwich di selatan kota London. Berbagai tempat di bumi
ditentukan bujurnya melalui posisinya dari titik 0° di kota Greenwich
sampai 180°, baik ke arah Barat (BB) maupun ke arah Timur (BT).
Bujur 180° Barat berhimpit dengan bujur 180° Timur di lautan
Pasifik dan dijadikan garis batas tanggal internasional (International
Date Line).
Dalam ilmu Falak, bujur tempat ini disebut Lambda dan diberi kode (
λ ). Seperti halnya lintang tempat, maka daftar bujur tempat inipun
bisa dilihat dalam berbagai buku atau software komputer.
Agar lebih jelas perhatikan gambar berikut:
LUKISAN LINTANG DAN BUJUR
G
φ
λ
G = Kota Greenwich
Vertikal = φ
Horizontal = λ
Gambar : 7
B
T
US
MENENTUKAN LINTANG DAN BUJUR
Apabila suatu tempat tidak terdaftar data lintang maupun bujurnya, maka dapat
dicari dengan cara interpolasi, yakni menetapkan harga lintang dan bujur yang akan
dicari diantara dua nilai lintang dan bujur terdekat yang sudah terdaftar. Misalnya
kita akan mencari nilai lintang bujur kota A. Lakukan dengan langkah berikut :
Misalnya kita akan mencari nilai lintang dan bujur kota A. Lakukan dengan langkah
berikut :
1. Buatlah lukisan dan letakkan dua lintang dan bujur dari tempat yang sudah
diketahui.
2. Prakirakan letak kota A yang hendak dicari nilai lintang dan bujurnya.
3. Lakukan perhitungan dengan rumus interpolasi: A - (A - B) x C ÷ I.
Contoh: Kota A terletak diantara kota B ( φ = -5° 10 ′ dan λ = 112 ° 15 ′ BT ) dan
kota C (φ = -10° 25 ′, λ = 115° 40′ BT ).
Perhatikan lukisan berikut:
Menentukan Lintang dan Bujur
Lintang Tempat kota A =
-5° 10′−(-5° 10′ − -10°25′)x 1/4÷ 1=
-6° 28′ 45"
Bujur Tempat kota A =
112°15′−(112°15′−115°40′)x1/3÷1=
113° 23′ 20 "
Besarnya perbedaan waktu antara dua
kota, dapat diketahui melalui selisih
bujur kedua kota tersebut, dan hasilnya
dijadikan satuan waktu dengan cara
dibagi 15.
-5° 10′
-10°25′
112° 15 BT 115° 40′ BT
A
U
B
C
Gambar : 8
KEDUDUKAN LANGIT VERTIKAL
Kedudukan Langit Vertikal
terjadi pada tempat yang berada
persis di Equator. Dalam hal ini
lingkaran siang dan malam bagi
bintang-bintang sama besarnya.
Misalnya : Kota Sasak ( Utara
Bukit Tinggi).
Φ = 0° LU
λ = 99° 43' BT
Z = E
N = Q
U=
KU
S=
KS
T T
T
B
B B
Gambar : 9
KEDUDUKAN LANGIT SIRKUMPOLER
Kebanyakan kedudukan langit di
belahan bumi di dunia ini
miring. Misalnya : Kota Kairo,
Mesir
φ = 30° 01' LU
λ = 31° 13' BT
Z
N
U S
KU
KS
E
Q
T
B
Gambar : 10
KEDUDUKAN LANGIT HORIZONTAL
Di samping vertikal dan
sirkumpoler, kedudukan langit
juga ada yang horizontal, dan
satu-satunya di dunia ini adalah
di Kutub.
Tinggi Kutub = 90° LS
EQ berimpit dengan Horizon
KS – KU berimpit dengan ZN
Tidak ada arah Timur dan Barat.
Z = KS
N = KU
E Q
Gambar : 11
DEKLINASI
Deklinasi adalah jarak suatu benda langit dengan equator langit diukur melalui
lingkaran deklinasi atau lingkaran waktu, yaitu lingkaran pada bola langit yang
ditarik melalui dua kutub langit. Dalam ilmu falak, deklinasi ini ditandai dengan
huruf Yunani (δ)
Deklinasi suatu benda langit adalah sepotong busur lingkaran deklinasi yang
diukur dari titik perpotongan equator langit pada lingkaran deklinasi itu sampai ke
bintang tersebut.
Pada gambar berikut, deklinasi bintang Bt ialah busur K – Bt. Titik perpotongan
lingkaran deklinasi bintang itu dengan equator (K), dinamai Titik Kaki Deklinasi.
Deklinasi dikatakan positif (+), bila suatu benda langit berada di belahan Utara
langit, terhitung dari 0° – 90°, yaitu mulai dari equator langit sampai kutub utara
langit. Dan dikatakan negatif (-), bila benda langit tersebut berada di belahan langit
Selatan, terhitung dari 0° – 90°, yaitu mulai dari equator langit sampai kutub
selatan langit.
Peristiwa deklinasi ini menggambarkan pergerakan benda-benda langit, baik ke
Utara maupun ke Selatan, yang mengakibatkan perbedaan lama waktu siang dan
malam di tempat itu sesuai dengan kemiringan equatornya.
Z
N
E
Q
KS
KU
U S
T
B
T
B
T
B
B
K
KK
Bt
Melbourne : φ = -37° 50'
δ = 144° 58'21 Maret / 23 Sep
21 Juni
( + )
( - ) 22 Des
Gambar : 12
TEMPUHAN HARIAN
Berdasarkan lukisan tadi, ternyata titik terbit dan terbenamnya matahari setiap hari itu tidak sama.
Kadang ke arah Utara dan kadang ke Selatan. Seberapa jauh pergeseran itu dari equator, dapat kita
hitung dengan jalan membuat lingkaran besar yang kita tarik melalui kedua kutub. Lingkaran ini
disebut Lingkaran Deklinasi, yaitu lingkaran pada bola langit yang ditarik melalui kedua kutub langit.
Perjalanan harian matahari menurut arah Timur-Barat bukanlah gerak hakiki, melainkan karena
perputaran bumi pada porosnya dari arah Barat ke Timur (rotasi) sekali putaran penuh membutuhkan
waktu 24 jam. Akibat adanya rotasi ini antara lain adanya perbedaan waktu dan pergantian siang dan malam
dibumi. Di samping itu, arah rotasi dari Barat ke Timur (rektrograd), mengakibatkan tempat-tempat di
bumi bagian Timur akan mengalami waktu lebih awal dari tempat-tempat di bagian Barat.
Perbedaan waktu tersebut sekitar 1 jam untuk setiap perbedaan 15° bujur atau 4 menit untuk setiap
1° bujur. Perhitungan ini diperoleh dari waktu yang diperlukan untuk satu kali putaran penuh (360°)
selama 24 jam.
360° = 24 jam
1 jam = 15° busur
1° busur = 4' waktu
1' waktu = 15' busur
1' busur = 4" waktu
Tempuhan Harian
Peredaran semua harian matahari dari Timur ke Barat dijadikan pedoman dalam
menentukan waktu-waktu shalat. Dalam kaitan dengan awal bulan qamariyah, awal shalat
maghrib merupakan saat yang sangat penting, sebab mulai saaat itu hari dan awal bulan
qamariyah dimulai dan juga saat dimana hilal awal bulan kemungkinan dapat dilihat.
Revolusi bumi adalah peredaran bumi mengelilingi matahari dari arah Barat ke Timur,
sekali putaran penuh memerlukan waktu 365,25 hari. Jangka waktu revolusi bumi ini
dijadikan dasar perhitungan tahun Syamsiyah.
Satu tahun Syamsiyah berumur 365 hari untuk tahun pendek (basithah/common years) dan
366 hari untuk tahun panjang (kabisat/ leap years).
Oleh karena adanya rotasi bumi, maka gerak setiap titik di atas bumi berlaku dalam suatu
bidang yang tegak lurus pada poros bumi. Salah satu bidang yang tegak lurus pada poros
bumi itu ialah khatulistiwa/equator.
Tempuhan harian matahari dan planet-planet lain, senantiasa lingkaran-lingkaran yang
sejajar dengan equator ini (lihat gambar 10, 11, 12 dan 14).
SUDUT WAKTU
Sudut waktu adalah sudut pada kutub yang dibentuk oleh dua lingkaran besar
yaitu lingkaran meridian dan lingkaran deklinasi (sudut pada kutub yang sisi-
sisinya terdiri dari sebagian busur meridian dan sebagian busur deklinasi) dan
ditandai huruf t
Dinamakan sudut waktu, karena bagi semua benda langit yang terletak pada
lingkaran waktu yang sama akan berkulminasi pada waktu yang sama pula (atau
jarak waktu yang memisahkan benda langit tersebut dari kedudukannya sewaktu
berkulminasi sama).
Besarnya sudut waktu itu menunjukkan berapakah jumlah waktu yang
memisahkan benda langit tersebut dari kedudukannya sewaktu berkulminasi.
Sudut waktu dinamakan positif, bila benda langit ybs ada di belahan langit bagian
Barat. Dan disebut negatif, bila ada di belahan bagian Timur. Jika benda langit
sedang berkulminasi, maka harga t-nya = 0°. Besar t diukur dengan derajat sudut
dari 0° - 180° dan selalu berubah ± 15°/ jam, karena gerak harian benda-benda
langit.
Sudut Waktu
Harga sudut waktu, dapat dihitung
dengan rumus berikut:
Cos t = -tan φ x tan δ + sec φ x sec δ
x cos z
fx 4000 : exe shift cos ans exe shift °
Harga t positif, karena diukur dari titik
kulminasi ke arah Barat (ba’da zawal):
Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’.
Harga t negatif, karena diukur dari
kulminasi ke arah Timur (qabla zawal):
Shubuh, Syuruq, Dluha dan Fitr.
U S
Z
N
KU
KS
T
B
E
Q
t
t
Gambar : 13
Rumus-Rumus Sudut Waktu
(cosˉ¹ (- tan φ . tan δ + sec φ . sec δ . cos z )) exe shift °
Cosˉ¹ (- tan φ . tan δ + cos z ÷ sec φ ÷ sec δ) exe shift °
t Ashar:
Cos t = - tan φ . tan δ + sec φ . sec δ x cos (tanˉ¹(tan Abs (φ – δ) +
1)) exe shift cos ans exe shift °
Cos t = - tan φ . tan δ + sec φ . sec δ x cos tanˉ¹ ((tan Abs
(φ – δ) + 1)) exe shift cos ans exe shift °
Cosˉ¹ (-tan φ . tan δ +( cos φ . cos δ)x-1 cos(tanˉ¹(tan Abs (φ – δ)
+1))) exe shift °
t Dhuhur tidak perlu dicari, sebab matahari sedang berkulminasi
dan waktu dhuhur dianggap sudah masuk jika matahari sudah
mencapai kulminasi atas.
Kedudukan Matahari Awal Waktu Shalat
z Dhuhur = (φ – δ)
z Ashar = tan zm + 1
z Maghrib= 91°
z Isya’ = 108°, yaitu z Maghrib + 17 °
(1 jam 8 menit x 15).
z Shubuh = 110°
z Syuruq = 91°
z Dluha = 87 ° 30‘
z Fithri = 84°
6° = Civil Twilight
12° = Nautical Twilight
18° = Astronomical Twilight
Z
N
U S
6°
12°
18°
T
B
Gambar : 14
TINGGI KULMINASI
Tinggi kulminasi matahari setiap hari berubah,
karena peristiwa deklinasi.Untuk mengetahui
besarnya tinggi kulminasi, harus diketahui lebih
dahulu zm matahari, yaitu jarak titik pusat
matahari saat kulminasi dari zenith.
Bila ☼ berkulminasi di titik E, harga δ = 0°. Jadi
zm = φ.
Bila δ☼ ke Utara, mis: E → C¹, maka zm = ZC¹,
yaitu φ + EC¹.
Bila δ☼ ke Selatan, mis: E → C², maka zm =
ZC², yaitu φ - EC².
Bila δ☼ ke Selatan, mis: E → C³, maka zm =
ZC³, yaitu EC³ - φ.
Perhitungan di atas, disimpulkan dengan rumus
berikut:
zm = [ φ – δ ]
Dengan kata lain, jarak zenith titik pusat matahari
saat kulminasi besarnya sama dengan harga
mutlak lintang tempat dikurangi deklinasi.
Z
E
KS
U S
KU
O
C¹
C² C³
EOKS = ZOS
E – Z = S - KS
Gambar : 15
JARAK ZENITH ASHAR
Dalam hadits Rasul saw dinyatakan bahwa kedudukan matahari pada
awal Ashar adalah ketika bayang-bayang matahari sepanjang bendanya.
AB = tongkat tegak lurus sepanjang a
Saat kulminasi, bayang-bayang ujung tongkat A jatuh pada titik C.
Bayang seluruhnya ialah B-C yang panjangnya b.
CAM menuju pada titik pusat matahari sewaktu di meridian. Jadi
sudut ZAM ialah jarak dari titik zenith ke titik pusat matahari yang
dinamakan zm. Bila matahari bergerak ke Barat melewati titik
kulminasi dan kedudukannya semakin rendah, mis. di titik as, maka
bayangan tongkat AB semakin panjang. Pada awal ashar, panjang
bayangan itu adalah BCD, yaitu BC + CD. Jadi panjang bayang-
bayang AB waktu Ashar = b + a.
a = Sisi Tegak
b = Sisi Miring
c = Sisi Datar
Sinus = BC/AC atau a/b, tegak
dibagi
miring
Cossinus = AB/AC atau c/b, datar di
bagi miring
Tangens = BC/AB atau a/c, tegak di
bagi datar.
AB
C
a
b
c
Z M1
M2
A
BC
a
ba
Z Ashar
Alfa 1 = sdt BAC Alfa 2 = sdt CAD
Alfa 1 + alfa 2 = sdt BAD.
AB = CD = a. BC = b
Sin alf 1 = BC/AC. Cos alf1 = AB/AC.
Tan alf 1 = sin alf1/cos alf1 = BC/AC : AB/AC
= BC/AC x AC/AB = BC/AB = b/a.
Karena Tan sdt ZAM1 = Tan sdt BAC =
BC/AB = b/a, maka Tan sdt ZAM2 = Tan sdt
BAD = Tan (alf 1+alf 2) = BD/AB =
BC+CD/AB = b+a/a = b/a + a/a = b/a + 1.
Jadi Tan sdt ZAM2 = b/a +1. Tinggi matahari
pada awal Ashar disimpulkan dalam rumus:
Cotan ha = Tan zm + 1
Exe x-1 exe shift tan ans exe shift o
D
Gambar : 16
12
Jarak Zenith Ashar
Sudut ABD ialah tinggi matahari awal Ashar. Maka Cotan. sudut
ABD = BD/AB atau sisi a + b / a = a/a + b/a = b/a + 1.
b/a adalah Tan sudut BAC atau Tan sudut ZAM atau Tan zm.
Tinggi matahari awal waktu ashar disimpulkan dalam rumus:
Cotan ha = Tan zm + 1
Tan (φ-δ)+1 exe xˉ ¹exe shift tan ans exe shift °
Cotan tinggi ashar sama besarnya dengan jarak zenith titik pusat
matahari saat kulminasi ditambah bilangan satu.
za = Tan abs (φ-δ)+1 exe shift tan ans exe shift °
AZIMUTH
Azimuth adalah busur pada horizon yang
diukur dari titik Selatan sampai ke titik
perpotongan tinggi benda langit itu pada
horizon. Azimuth terhitung dari 0° - 360°.
Dengan mengetahui tinggi dan azimuth
sebuah benda langit, kita telah dapat
menentukan tempat benda langit itu di bola
langit.
Busur K – Bt = tinggi, yaitu busur yang
sama besarnya dengan sudut Bt-Bm-K.
Busur S – K disebut azimuth bintang Bt,
yang diukur mulai dari titik Selatan menuju
titik Barat, Utara, Timur sampai titik
Selatan lagi
B T
Z
N
U
S
45°
K
A
80°
h
Bm
Bt
Gambar : 17
EQUATION OF TIME
Waktu itu sebenarnya ditentukan oleh gerak dan diukur oleh kemajuan gerak.
Gerak yang teratur ialah gerak yang dalam waktu yanag sama menepuh jarak yang
sama pula. Akan tetapi, ternyata perjalanan matahari sehari semalam yakni dari
titik kulminasi ke titik kulminasi pada hari berikutnya tidaklah sama, karena orbit
bumi ellips dan poros bumi tegaknya miring pada bidang tempuhannya sebesar
66½°.
Hukum Johannes Kepler (1571-1630), menyatakan:
1. Bumi mengedari matahari dalam satu orbit yang berbentuk ellips dengan mata
hari pada salah satu titik apinya.
2. Bumi itu berjalan mengelilingi matahari dengan ketentuan bahwa dalam waktu
yang sama ditempuh ditempuh jarak yang besarnya sama, artinya kalau jarak
bumi dengan matahari dekat, maka jalannya bumi itu cepat dan bila jaraknya
jauh, maka jalannya bumi itu lambat.
Bm
Bl
Orbit bumi Orbit bulan
Gambar : 18
Equation of Time
Oleh karena jalannya matahari itu tidak teratur, maka para astronom
membuat matahari pertengahan yang jalannya teratur betul.
Atas = matahari pertengahan (Solar Time/ Wakt al-Wasathy)
Bawah=matahari hakiki (Apparent Solat Time/ Waktu Surya).
Waktu yang ditunjukkan matahari Pertengahan disebut waktu
pertengahan (WP). Sedang waktu yang ditunjukkan matahari hakiki
disebut waktu hakiki (WH).
Selisih waktu antara matahari hakiki yang tidak teratur dengan
matahari pertengahan yang jalannya teratur itu disebut Equation of
Time (e), yaitu sejumlah waktu yang ditambahkan atau dikurangkan
pada angka 12 agar posisi matahari berkedudukan di meridian.
WH = t mthr + 12
e = WH - WP
Equation of Time ini kadang berharga positif dan kadang negatif.
Bila MP kurang dari 12, maka (e) berharga positif.
Bila MP lebih dari 12, maka (e) berharga negatif.
Bila MP berharga 12, maka harus diperhatikan tanda yang
memisahkaan antara (e) negatif dan (e) positif.Gambar : 19
Macam-macam Waktu
1. Waktu Istiwa’ ialah waktu matahari hakiki yakni saat dimana setiap kali
matahari mencapai titik kulminasi atasnya adalah pk. 12.00.
2. Waktu Pertengahan ialah waktu yang teratur berdasarkan perputaran jarum
arloji kita disembarang tempat sebelum dikompromikan dengan peredaran
matahari (Mean Time).
3. Waktu Pertengahan Setempat ialah waktu di masing-masing tempat yang
sudah disesuaikan dengan jam atau arloji, artinya waktu tempat setempat yang
sudah ditambah atau dikurangi dengan perata waktu.
4. Waktu Daerah ialah waktu yang sudah disesuaikan dengan jam radio
berdasarkan bujur tempat:
WIB = 105° (15 x 7 jam)
WITA = 120° (15 x 8 jam)
WIT = 135° (15 x 9 jam)
Memindahkan Waktu
Bila hendak memindahkan waktu setempat menjadi waktu daerah atau sebaliknya, maka
lebih dahulu cari selisih bujur diantara meridian waktu daerah dan meridian waktu
setempat.
Waktu Daerah = Waktu setempat + ( λ dh – λ stp).
Contoh: Di Surabaya ( 112 ° 45 ′ BT ) Pk. 7. 30 ′. Pukul berapa menurut WIB ?
WIB = 7. 30 ′ + ( 105 ° – 112 ° 45 ′ )
= 7. 30 ′ + (- 7 ° 45 ′ )
= 7. 30 ′ – 0 ° 31′
= Pk. 6. 59 ′
Bila bujur tempat lebih kecil dari bujur daerah, hasil pengurangan kedua bujur tandanya
positif.
Contoh : Di Banda Aceh (99 ° 2 ′ BT) Pk. 7. 30 ′. Pukul berapa menurut WIB ?
WIB = 7. 30 ′ + ( 105 ° – 99 ° 2 ′ )
= 7. 30 ′ + ( 5 ° 58 ′ )
= 7. 30 ′ + 0 ° 23 ′ 52"
= Pk.7. 53 ′ 52"
KOREKSI WAKTU DAERAH
Apabila hasil perhitungan awal waktu shalat ingin disesuaikan dengan waktu
daerah (WIB-WITA-WIT), maka harus dilakukan koreksi waktu daerah dengan
cara mencari selisih antara bujur markas dengan bujur daerah dan hasilnya dibagi
15 atau dikalikan 4 menit.
Bila bujur markas lebih kecil dari bujur daerah, maka hasil koreksi itu
ditambahkan pada LMT. Sebaliknya, bila bujur markas lebih besar, maka hasil
dikoreksi dikurangkan pada LMT.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, maka untuk hisab awal waktu shalat
dapat dijabarkan dengan pedoman berikut:
Dhuhur = 12 – e + kwd + i
Ashar, Maghrib, Isya’, Shubuh, Syuruq, Dluha, Fitri = 12 – e + t + kwd + i
IKHTIYAT
Ikhtiyat adalah penambahan atau pengurangan terhadap hasil
perhitungan awal waktu shalat sebagai langkah pengaman agar
waktu shalat tidal mendahului awal waktunya atau melampaui akhir
waktunya.
Besarnya ikhtiyat itu menurut para ulama’ berkisar antara 15 detik
sampai 2 menit.
Khusus untuk waktu syuruq (terbit matahari) yang menandakan
berakhirnya waktu shubuh, maka ikhtiyat itu tidak ditambahkan
melainkan dikurangkan.
RUMUS AWAL WAKTU SHALAT
Aplikasi Casio FX 4000
1. Dhuhur : 12 – e + kwd + i exe shift °
2. Ashar : Shift cos ( - tan φ x tan δ + ( cos φ x cos δ) xˉ ¹ x cos (shift tan (tan Abs
(φ – δ) + 1))) exe ÷ 15 + 12 – e + kwd + i exe shift °
3. Maghrib : Shift cos ( - tan φ x tan δ + ( cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 91° ) ÷ 15 +
12 – e + kwd + i exe shift °
4. Isya’ : Shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 108°) ÷ 15 + 12 –
e + kwd + i exe shift °
5. Shubuh : 12 – e – shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 110°) ÷
15 + kwd + i exe shift °
6. Syuruq : 12 – e – shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 91° ) ÷
15 + kwd – i exe shift °
7. Dluha : 12 – e – shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 87 ° 30′ )
÷ 15 + kwd + i exe shift °
8. Fithri : 12 – e – shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 84 ° ) ÷
15 + kwd + i exe shift °
HISAB ARAH QIBLAT
Arah dalam bahasa Arab disebut jihat atau azimuth (Latin). Memastikam arah
qiblat itu penting, terutama dalam kaitannya dengan ibadah shalat:
“Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil
Haram” (al-Baqarah: 149)
Mencari arah qiblat dari suatu tempat berarti menghubungkan dua titik, yaitu titik
markas dan titik Ka’bah.
Setiap titik di muka bumi dapat diketahui lokasinya melalui besaran lintang dan
bujur masing-masing titik. Bila diketahui titik markas dan titik Ka’bah, maka agar
memenuhi syarat untuk dilakukan perhitungan secara matematis, perlu ada satu
titik yang konstan yang diletakkan pada Kutub. Dengan demikian terdapat tiga
titik, yaitu titik Ka’bah, markas dan Kutub. Untuk membuat segitiga, maka dari
Kutub dibuat meridian yang melalui Ka’bah dan markas, lalu dihubungkan antara
titik markas dan titik Ka’bah, sehingga terjadi segitiga yang memenuhi syarat,
dimana titik Ka’bah disebut lambang (A), markas diberi lambang (B), dan Kutub
diberi lambang ©.
B
A
U
S
B T
φ=21°25′15"
λ=39°49′40
φ =
-7° 15′
λ =
112° 45′
C
a
b
Gambar : 20
RUMUS SUDUT ARAH QIBLAT
Sisi yang berhadapan dengan sudut A diberi lambang (a), yaitu sisi
antara Kutub – Markas. Sisi yang berhadapan dengan sudut B diberi
lambang (b), yaitu sisi dari Kutub sampai ke Ka’bah.
Sisi b = 90 – φ Ka’bah. Sisi a =90 – φ Markas. Sudut C = λ Markas –
λ Ka’bah.
Setelah diketahui harga sisi dan sudutnya, maka harga sudut B (sudut
arah Qiblat), dapat dihitung dengan rumus berikut:
cotan b . sin a
Cotan B = − cos a . cotan C
sin C
fx 4000 : exe xˉ¹ exe shift tan ans exe shift °
1. KOMPAS
Setelah harga sudut B diketahui, barulah kita mengaplikasikannya dengan salah satu cara :
A. Kompas Umum.
Penunjukan jarum kompas itu tidak selalu persis mengarah ke titik Utara Geographis
(True North). Hal ini disebabkan, berdasarkan teori dan praktek, kutub-kutub magnit
bumi tidak berimpit pada kutub-kutub bumi (Kutub Geographis).
Penyimpangan jarum kompas dari Utara Geographis pada suatu tempat ini disebut
Deklinasi Magnit ( Magnetic Variation) pada tempat tersebut. Penyimpangan itu
adakalanya dinyatakan sebagai Deklinasi Negatif (Declination West) dan kadang Deklinasi
Positif (Declination East).
Untuk daerah Indonesia, daerah paling Barat sampai daerah paling Timur, besarnya
deklinasi magnit terletak antara harga lebih kurang -1° sampai + 6°.
Penyimpangan tersebut mengakibatkan perbedaan pada penunjukan jarum kompas ke
arah Utara di berbagai tempat di bumi. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan koreksi
yang disebut Deklinasi Magnit (Magnetic Variation) yang bisa dilihat pada peta yang
diperbarui setiap lima tahun berdasarkan ketentuan Internasional, misalnya peta Epoch.
KOMPAS
Koreksi-koreksi tersebut misalnya: untuk Jakarta ditambah 10°, Mataram
ditambah 2°, dan untuk Surabaya ditambah 1° 30′.
Jadi harga sudut B yang telah kita dapatkan perlu dikoreksi, yakni ditambah
dengan Magnetic Variation.
Contoh:sudut B Surabaya = 65° 58′ 4.37" + 1° 30′ (Magnetic Variation) = 67 °
28 ′ 4.37 "
Kalau arah Utara kita tepatkan pada angka 360 dalam kompas, maka arah
Qiblat= 360 ° – 67 ° 28 ′ 4.37 " = 292 ° 31′ 55.6 ".
B. Kompas Qiblat
Kompas Qiblat itu memuat angka samapi 40, yaitu dimulai dari angka 0 - 39.
Untuk mencari arah qiblat digunakan rumus:
40/360 x 67 ° 28 ′ 4.37 " = 7 °29′ 47.15"
2. TONGKAT ISTIWA’
3. Tongkat Istiwa’
Untuk mengetahui arah qiblat dengan tongkat istiwa’
ini, kita buat lingkaran di pelataran yang datar,
kemudian kita pancangkan tongkat tepat ditengah
lingkaran tersebut. Amati dan teliti bayang-bayang
tongkat beberapa jam sebelum dan sesudah zawal as-
syamsi.
Semula bayangan tongkat itu panjang dan semakin
lama akan semakin pendek. Beberapa jam sebelum
matahari zawal, bayangan ujung tongkat itu akan
menyentuh garis lingkaran sebelah Barat dan berilah
tanda pada sentuhan tersebut. Itulah titik Barat sejati.
Kemudian beberapa jam sesudah zawal, bayangan
ujung tongkat itu akan menyentuh lingkaran bagian
Timur, berilah tanda dan itulah titik Timur sejati.
Setelah itu, buatlah garis lurus T – B, baru kemudian
kita buat garis tegak lurus U – S yang berpotongan
dengan T – B.
Selanjutnya harga sudut B yang telah kita ketahui di
tangen kan, misalnya : Tan 65° 58 ′ 4.37 " exe 2.24.
BT
Gambar : 21
TONGKAT ISTIWA’
Berikutnya tarik garis ke arah
Selatan dari titik perpotongan
sepanjang x (mis: 50 cm), lalu
hitung dari titik potong itu ke
arah Barat sepanjang 2.24 x 50
dan berilah titik, lalu
hubungkan kedua titik tersebut
dengan garis. Garis yang
menghubungkan kedua titik
itulah arah qiblat. Perhatikan
lukisan di samping.
B
T
S U
5
0
50 cm
Q
2.24
Gambar : 22
3. BERPEDOMAN PADA POSISI MATAHARI
Ada dua cara yang digunakan dalam menentukan arah qiblat dengan berpedoman
pada posisi matahari, yaitu :
1. Posisi matahari persis berada pada titik zenith Ka’bah.
Dalam setiap tahun, posisi matahari itu 2 kali berkulminasi dan mempunyai ke
tinggian 90° dilihat dari Ka’bah, yaitu yaitu pada saat matahari menuju Utara pa
da pada bulan Mei dan ketika menuju Selatan pada bulan Juli. Jika keadaan
tersebut terjadi, maka bayangan setiap benda yang tegak di permukaan bumi
disiang hari akan mengarah ke qiblat.
Untuk Indonesia (WIB), hal itu akan terjadi sore hari karena posisi negara kita
di sebelah Timur Ka’bah dengan selisih waktu 4 jam 20 menit 41.33 detik.
Secara astronomis, keadaan ini terjadi jika harga lintang tempat sama/hampir
sama dengan harga deklinasi pada saat matahari berkulminasi.
2. Bayang-Bayang Qiblat
Menentukan arah qiblat dengan berpedoman pada bayang-bayang
qiblat dilakukan ketika posisi matahari persis berada pada azimuth
Ka’bah atau berposisi pada arah yang berlawanan dengan azimuth
Ka’bah.
Catatan:
1.Jika harga mutlak deklinasi lebih besar dari 90 – A (harga sudut B),
maka tidak akan pernah terjadi bayang-bayang mengarah ke qiblat,
sebab tidak pernah terjadi perpotongan garis qiblat dengan lintasan
matahari.
2.Bila harga deklinasi sama dengan harga lintang tempat, tidak akan
terjadi bayang-bayang mengarah ke qiblat, sebab terjadinya titik
potong ( C ) pada saat matahari zawal yang tidak menimbulkan
bayang-bayang (matahari akan berkulminasi persis di titik zenith).
RUMUS BAYANG-BAYANG QIBLAT
Harga sudut B yang kita garis sampai ke titik
pusat akan membentuk sebuah garis qiblat.
Garis qiblat ini akan berpotongan dengan
lintasan matahari. Titik potong ini kita beri
lambang C. Titik C ini menunjukkan saat
matahari bayang-bayangnya searah dengan
garis qiblat. Harga titik perpotongan C ini
dapat dicari dengan rumus :
Cos (C-P) = Cotan a . Tan b . Cos P
Cotan P = Cos b . Tan A
P = Sudut Pembantu
C = Sudut waktu matahari saat bayang
annya searah dengan garis qiblat.
A = Harga sudut B
a = 90 – deklinasi
b = 90 – lintang markas.
U
S
S
B
B T
QQ
65°58′4.37"
CC
Z
KU-
K
S
KS -
EQ
Gambar : 23
CONTOH PERHITUNGAN
Surabaya, tanggal 18 April 2005. φ = -7°15′ λ = 112°45′, δ = 10°56.5′
e =+ 0° 0′ 45 "
Perhitungan :
1. Mencari harga sudut B untuk kota Surabaya dengan rumus:
cotan b . sin a
Cotan B = − cos a . cotan C
sin C
fx 4000 : exe xˉ¹ exe shift tan ans exe shift ° 65°58′4.37"
2. Mencari harga sudut pembantu ( P ) dengan rumus: Cotan P = cos b . Tan A
Cotan P=cos 97°15′ x tan 65°58 ′ 4.37" exe xˉ¹ exe shift tan ans exe shift° -74°11 ′ 50.65"
3. Mencari bayangan qiblat dengan rumus: Cos (C-P) = cotan a . tan b . Cos P
Cos (C-P) = cotan 79°3 ′30 " x tan 97 °15 ′ x cos -74 ° 11 ′ 50.65 " exe shift cos ans exe shift °
= 114°26 ′ 45.9 "
CONTOH PERHITUNGAN
114 ° 26 ′ 45.9 "
P = - 74 ° 11 ′ 50.65 " +
40 ° 14 ′ 55.25 "
15 ÷
2 ° 40 ′ 59.68 "
MP = 11 ° 59 ′ 15 " +
14 ° 40 ′ 14.68 "
KWD= - 0 ° 31 ′ +
Pk.14. 9 ′ 14.68 " (WIB)
Dengan demikian, maka pada tanggal 18 April 2005 di Surabaya, semua benda yang tegak lurus
bayangannya akan mengarah ke qiblat pada Pk. 14. 9 ′ 14.68 " WIB.
4. TITIK UTARA SEJATI (TRUE NORTH)
Setelah kita menemukan titik Utara-Selatan yang akurat (hasil pengukuran
tongkat istiwa’), maka kita dapat mengukur arah qiblat dengan bantuan (1). busur
derajat, (2). rubu’ mujayyab, (3). segitiga siku atau dengan (4). alat theodolit.
1. Busur Derajat
Bila kita hendak menggunakan busur derajar, maka lakukan langkah-langkah se
bagai berikut:
a. Buatlah garis Utara-Selatan pada pelataran yang datar;
b. Tentukan satu titik pada garis tersebut, misalnya titik A;
c. Letakkan titik pusat busur derajat pada titik A;
d. Himpitkan garis tengah lingkaran (busur derajat) dengan garis Utara-Selatan.
Arah Utara menunjuk angka 0° dengan lengkungan busur derajat di arah Ba
rat.
e. Hitung pada busur derajat mulai dari titik 0 (Utara) sebanyak data arah qiblat
( 65° 58′ 4.37" ), kemudian berilah tanda, misalnya Q;
f. Angkat busur derajat, lalu hubungkan titik A dan Q dengan sebuah garis. Ga
ris itu menunjukkan arah qiblat dari kota Surabaya.
S U S U
90
0
60
30
Q B
A A
Q
Gambar : 24
2. Rubu’ Mujayyab
Penggunaan rubu’ mujayyab sebenarnya sama dengan busur derajat, hanya beda
nya rubu’ mujayyab itu bentuknya ¼ lingkaran.Dengan cara seperti penggunaan
busur derajat, gambar di bawah ini akan menjelaskan penggunaan rubu’ untuk
kepentingan pengukuran arah qiblat.
S U S U
90
0
60
30
Q B
A A
Q
Gambar : 25
3. Segitiga Siku
a.Buat garis U-S pada pelataran yang
datar, mis : 100cm (A-B pada
gambar 26);
b.Dari titik B, buat garis tegak lurus
ke arah Barat;
c.Dengan menggunakan perhitungan
goniometris, yaitu Tan 65°58′ 4.37"
x 100 cm, maka akan diketahui
panjang garis yang mengarah ke
Barat (B – C) adalah 224.2652447
(dibulatkan: 224 cm);
d.Kemudian kedua ujung garis yang
saling berpotongan tegak lurus itu,
yaitu titik A dan C dihubungkan
dengan garis, menjadi garis AC
S U
A B
C
100 cm
224cm
65°58′ 4.37"
Gambar : 26
4. Theodolit
a. Buat garis arah U-S pada pelataran datar;
b. Pasang theodolit dengan benar dan tempatkan titik pusatnya pa
da garis U-S;
c. Arahkan teropong theodolit ke Utara, lalu bidik sampai garisU-S
persis berada pada garis vertikal teropong;
d. Matikan gerak datar theodolit, lalu lihat “skala pembacaan” yang
menunjukkan“sudut horizontal”.Catat angkanya berapa, misal
nya x° y ′;
e. Putar teropong theodolit ke arah Barat, lalu pasang sedemikian
rupa sehingga “sudut horizontal” pada “skala pembacaan”
menunjukkan angka x° y ′ dikurangi 65°58′ 4.37"
f. Matikan gerak datar theodolit, kemudian bidikkan teropong
kepada suatu titik, lalu beri tanda misalnya titik Q. Maka garis yang
ditarik dari titik pusat theodolit ke titik Q itulah garis arah qiblat
kota Surabaya.
TEKNIK RUKYAT
Dengan berbekal hasil hisab posisi hilal, maka di lokasi rukyat bisa ditentukan
arah pandang ke area penampakan hilal dengan teknik berikut:
1. Buat garis Utara – Selatan sepanjang misalnya 100 cm;
2. Dari ujung Selatan garis tersebut (titik S), tarik garis tegak lurus ke arah Ba
rat (garis S – B) sepanjang tangens Azimuth Hilal ( misalnya: 89°49' 0.73")
x 100 exe. Hasilnya sama dengan panjang garis S – B ( 312.8 cm);
3. Titik Utara dan titik Barat dihubungkan dengan garis. Garis U – B
tersebut
mengarah ke area penampakan hilal. Panjang garis U – B tersebut adalah
sebesar cosec (1/sin) Azimuth Hilal dikalikan panjang garis S – B (312.8
cm);
4. Selanjutnya tancapkan tiang tegak lurus pada titik U, misalnya setinggi
1.5 m sebagai tiang pengintai;
TEKNIK RUKYAT
5. Di titik B tancapkan juga tiang tegak lurus sebagai pengarah. Aturlah tinggi
tiang pengarah itu sedemikian rupa, sehingga bila dilihat dari ujung tiang
pengintai tadi, ujung tiang pengarah itu posisinya persis di ufuk;
6. Di ujung tiang pengarah dapat diletakkan gawang lokasi persegi panjang
untuk melokalisir pandangan dari ujung tiang pengintai agar hanya terfokus
pada area penampakan hilal. Tinggi gawang tersebut sebesar tangens Irtifa’
Hilal Mar-i (misalnya 2° 48' 18" ) dikalikan panjang garis U – B (312.8 cm).
Gawang tersebut diletakkan dalam posisi miring sesuai dengan kemiringan
lintang tempat lokasi, karena arah turunnya hilal ke ufuk itu akan miring
sesuai dengan kemiringan lintang tempat tersebut.
S
U
100cm
B
312.8 cm
312.8 cm
Ufuk
SITUASI HILAL TGL 22 OKTOBER 2006
pengarah
pengintai
Lokasi Ru’yat : Tanjung Kodok Jatim

More Related Content

What's hot

Cahaya & Alat Optik
Cahaya & Alat OptikCahaya & Alat Optik
Cahaya & Alat OptikKhy47
 
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-200985154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-2009eli priyatna laidan
 
Solusi Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2014
Solusi Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2014Solusi Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2014
Solusi Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2014Ridlo Wibowo
 
Pengukuran Jarak Fokus Lensa
Pengukuran Jarak Fokus LensaPengukuran Jarak Fokus Lensa
Pengukuran Jarak Fokus LensaSulistia Ningsih
 
Mekanika Benda Langit (TPOA 2013).ppt
Mekanika Benda Langit (TPOA 2013).pptMekanika Benda Langit (TPOA 2013).ppt
Mekanika Benda Langit (TPOA 2013).pptRoniSaputra36
 
Pelatihan Mekanika untuk OSK Fisika 2014
Pelatihan Mekanika untuk OSK Fisika 2014Pelatihan Mekanika untuk OSK Fisika 2014
Pelatihan Mekanika untuk OSK Fisika 2014Zainal Abidin Mustofa
 
Sistem koordinat-benda-langit
Sistem koordinat-benda-langitSistem koordinat-benda-langit
Sistem koordinat-benda-langityuliantomuchlas
 
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)Annisa Khoerunnisya
 
Tata Koordinat Benda Langit
Tata Koordinat Benda LangitTata Koordinat Benda Langit
Tata Koordinat Benda LangitLina Nofita
 
Makalah Transformasi Geometri
Makalah Transformasi GeometriMakalah Transformasi Geometri
Makalah Transformasi Geometrirenna yavin
 
Modul Kedudukan Titik, Garis, Bidang dalam Ruang
Modul Kedudukan Titik, Garis, Bidang dalam RuangModul Kedudukan Titik, Garis, Bidang dalam Ruang
Modul Kedudukan Titik, Garis, Bidang dalam RuangDinar Nirmalasari
 
Matematika refleksi
Matematika refleksi Matematika refleksi
Matematika refleksi sartikot
 

What's hot (20)

Tata koordinat
Tata koordinatTata koordinat
Tata koordinat
 
79309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-200879309543 solusi-osn-astro-2008
79309543 solusi-osn-astro-2008
 
Cahaya & Alat Optik
Cahaya & Alat OptikCahaya & Alat Optik
Cahaya & Alat Optik
 
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-200985154197 solusi-osp-astronomi-2009
85154197 solusi-osp-astronomi-2009
 
Astronomi fisika bab i va
Astronomi fisika bab i vaAstronomi fisika bab i va
Astronomi fisika bab i va
 
Solusi Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2014
Solusi Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2014Solusi Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2014
Solusi Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2014
 
Pengukuran Jarak Fokus Lensa
Pengukuran Jarak Fokus LensaPengukuran Jarak Fokus Lensa
Pengukuran Jarak Fokus Lensa
 
Mekanika Benda Langit (TPOA 2013).ppt
Mekanika Benda Langit (TPOA 2013).pptMekanika Benda Langit (TPOA 2013).ppt
Mekanika Benda Langit (TPOA 2013).ppt
 
Ppt gelombang elektromagnetik
Ppt gelombang elektromagnetikPpt gelombang elektromagnetik
Ppt gelombang elektromagnetik
 
Fisika Refleksi "Pemantulan"
Fisika Refleksi "Pemantulan"Fisika Refleksi "Pemantulan"
Fisika Refleksi "Pemantulan"
 
Pelatihan Mekanika untuk OSK Fisika 2014
Pelatihan Mekanika untuk OSK Fisika 2014Pelatihan Mekanika untuk OSK Fisika 2014
Pelatihan Mekanika untuk OSK Fisika 2014
 
transformasi smp
transformasi smptransformasi smp
transformasi smp
 
Sistem koordinat-benda-langit
Sistem koordinat-benda-langitSistem koordinat-benda-langit
Sistem koordinat-benda-langit
 
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
Materi ajar 3 (besaran di astrofisika)
 
Tata Koordinat Benda Langit
Tata Koordinat Benda LangitTata Koordinat Benda Langit
Tata Koordinat Benda Langit
 
segitiga bola
segitiga bolasegitiga bola
segitiga bola
 
Ppt1 kemagnetan
Ppt1 kemagnetanPpt1 kemagnetan
Ppt1 kemagnetan
 
Makalah Transformasi Geometri
Makalah Transformasi GeometriMakalah Transformasi Geometri
Makalah Transformasi Geometri
 
Modul Kedudukan Titik, Garis, Bidang dalam Ruang
Modul Kedudukan Titik, Garis, Bidang dalam RuangModul Kedudukan Titik, Garis, Bidang dalam Ruang
Modul Kedudukan Titik, Garis, Bidang dalam Ruang
 
Matematika refleksi
Matematika refleksi Matematika refleksi
Matematika refleksi
 

Viewers also liked

Viewers also liked (7)

Kiamat
KiamatKiamat
Kiamat
 
Kuiz Peribahasa Bahasa Melayu
Kuiz Peribahasa Bahasa MelayuKuiz Peribahasa Bahasa Melayu
Kuiz Peribahasa Bahasa Melayu
 
Materi astronomi
Materi astronomiMateri astronomi
Materi astronomi
 
Permainan bahasa
Permainan bahasaPermainan bahasa
Permainan bahasa
 
hari kiamat satu kebenaran
hari kiamat satu kebenaranhari kiamat satu kebenaran
hari kiamat satu kebenaran
 
Sistem tata surya
Sistem tata suryaSistem tata surya
Sistem tata surya
 
State of the Word 2011
State of the Word 2011State of the Word 2011
State of the Word 2011
 

Similar to Dasar dasar hisab praktis

Pengantar astronomi
Pengantar astronomiPengantar astronomi
Pengantar astronomimaarif sains
 
1. Pengantar Astronomi.pptx
1. Pengantar Astronomi.pptx1. Pengantar Astronomi.pptx
1. Pengantar Astronomi.pptxSabarNurohman2
 
Rotasi dan revolusi bumi
Rotasi dan revolusi bumiRotasi dan revolusi bumi
Rotasi dan revolusi bumiunik wij
 
Peredaran bumi dan bulan terhadap matahari KELAS IX SMP
Peredaran bumi dan bulan terhadap matahari KELAS IX SMPPeredaran bumi dan bulan terhadap matahari KELAS IX SMP
Peredaran bumi dan bulan terhadap matahari KELAS IX SMPBrilian Putra A
 
ROTASI_DAN_REVOLUSI_BUMI_[Compatibility_Mode].pdf
ROTASI_DAN_REVOLUSI_BUMI_[Compatibility_Mode].pdfROTASI_DAN_REVOLUSI_BUMI_[Compatibility_Mode].pdf
ROTASI_DAN_REVOLUSI_BUMI_[Compatibility_Mode].pdfFarhanMaulana62
 
Bumi, bulan dan satelit buatan
Bumi, bulan dan satelit buatanBumi, bulan dan satelit buatan
Bumi, bulan dan satelit buatanRizal Nizam
 
Astronomi dasar dan sifat-sifat alam semesta
Astronomi dasar dan sifat-sifat alam semestaAstronomi dasar dan sifat-sifat alam semesta
Astronomi dasar dan sifat-sifat alam semestaDwiiRamadhanii1
 
Bola langit dan tata koordinat
Bola langit dan tata koordinatBola langit dan tata koordinat
Bola langit dan tata koordinatRISCASHINTYA
 
212437478 astronomi-bola fadly gaulan
212437478 astronomi-bola fadly gaulan212437478 astronomi-bola fadly gaulan
212437478 astronomi-bola fadly gaulanfadlygaulan
 
IPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptx
IPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptxIPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptx
IPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptxIwanPermanaSuwarna1
 
Kuliah2. hdr
Kuliah2. hdrKuliah2. hdr
Kuliah2. hdrgahendra
 
ilmu falak - rotasi dan revolusi (bumi, bulan. matahari)
ilmu falak - rotasi dan revolusi (bumi, bulan. matahari)ilmu falak - rotasi dan revolusi (bumi, bulan. matahari)
ilmu falak - rotasi dan revolusi (bumi, bulan. matahari)Eneng Susanti
 
EPHEMERIS HISAB RUKYAT.pptx
EPHEMERIS HISAB RUKYAT.pptxEPHEMERIS HISAB RUKYAT.pptx
EPHEMERIS HISAB RUKYAT.pptxIsna83
 
Ilmu pelayaran datar
Ilmu pelayaran datarIlmu pelayaran datar
Ilmu pelayaran datarAika Hartini
 

Similar to Dasar dasar hisab praktis (20)

Pengantar astronomi
Pengantar astronomiPengantar astronomi
Pengantar astronomi
 
1. Pengantar Astronomi.pptx
1. Pengantar Astronomi.pptx1. Pengantar Astronomi.pptx
1. Pengantar Astronomi.pptx
 
Rotasi dan revolusi bumi
Rotasi dan revolusi bumiRotasi dan revolusi bumi
Rotasi dan revolusi bumi
 
Bumi ( Fisika IX - SMP )
Bumi ( Fisika IX - SMP )Bumi ( Fisika IX - SMP )
Bumi ( Fisika IX - SMP )
 
Tatakoordinat
TatakoordinatTatakoordinat
Tatakoordinat
 
Media tiruan bumi
Media tiruan bumiMedia tiruan bumi
Media tiruan bumi
 
Peredaran bumi dan bulan terhadap matahari KELAS IX SMP
Peredaran bumi dan bulan terhadap matahari KELAS IX SMPPeredaran bumi dan bulan terhadap matahari KELAS IX SMP
Peredaran bumi dan bulan terhadap matahari KELAS IX SMP
 
ROTASI_DAN_REVOLUSI_BUMI_[Compatibility_Mode].pdf
ROTASI_DAN_REVOLUSI_BUMI_[Compatibility_Mode].pdfROTASI_DAN_REVOLUSI_BUMI_[Compatibility_Mode].pdf
ROTASI_DAN_REVOLUSI_BUMI_[Compatibility_Mode].pdf
 
Bumi, bulan dan satelit buatan
Bumi, bulan dan satelit buatanBumi, bulan dan satelit buatan
Bumi, bulan dan satelit buatan
 
Ta kor kunjaya
Ta kor kunjayaTa kor kunjaya
Ta kor kunjaya
 
Takor horison
Takor horisonTakor horison
Takor horison
 
Astronomi dasar dan sifat-sifat alam semesta
Astronomi dasar dan sifat-sifat alam semestaAstronomi dasar dan sifat-sifat alam semesta
Astronomi dasar dan sifat-sifat alam semesta
 
Bola langit dan tata koordinat
Bola langit dan tata koordinatBola langit dan tata koordinat
Bola langit dan tata koordinat
 
212437478 astronomi-bola fadly gaulan
212437478 astronomi-bola fadly gaulan212437478 astronomi-bola fadly gaulan
212437478 astronomi-bola fadly gaulan
 
IPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptx
IPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptxIPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptx
IPBA - pertemuan 5 (koordinat benda langit) 2018.pptx
 
Kuliah2. hdr
Kuliah2. hdrKuliah2. hdr
Kuliah2. hdr
 
ilmu falak - rotasi dan revolusi (bumi, bulan. matahari)
ilmu falak - rotasi dan revolusi (bumi, bulan. matahari)ilmu falak - rotasi dan revolusi (bumi, bulan. matahari)
ilmu falak - rotasi dan revolusi (bumi, bulan. matahari)
 
Bola langit
Bola langitBola langit
Bola langit
 
EPHEMERIS HISAB RUKYAT.pptx
EPHEMERIS HISAB RUKYAT.pptxEPHEMERIS HISAB RUKYAT.pptx
EPHEMERIS HISAB RUKYAT.pptx
 
Ilmu pelayaran datar
Ilmu pelayaran datarIlmu pelayaran datar
Ilmu pelayaran datar
 

Recently uploaded

TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfIndri117648
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 

Recently uploaded (20)

TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdfdemontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
demontrasi kontekstual modul 1.2.a. 6.pdf
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 

Dasar dasar hisab praktis

  • 1. DASAR-DASAR HISAB PRAKTIS A. Pengantar Pengetahuan tentang letak, pergerakan dan sifat-sifat matahari, bulan, bintang, planet(termasuk bumi) disebut Astronomi. Ilmu Falak sebagai bagian dari ilmu Astronomi mempelajari yang berkaitan dengan benda- benda langit, baik dari segi bentuk, ukuran, fisik, posisi, gerakan maupun hubungan satu dengan lainnya.
  • 2. KOSMOGRAFI • Ilmu Falak juga disebut Kosmografi. Bila ilmu Falak bermakna pengetahuan bidang edar, maka Kosmografi berarti catatan tentang alam semesta (kosmos = alam semesta; graphein = menulis).
  • 3. KEGUNAAN • Sejak dahulu ummat Islam telah memanfaatkan ilmu ini, terutama untuk kepentingan ibadah, misalnya untuk hisab awal waktu shalat, arah qiblat, awal bulan qamariyah, gerhana bulan (khusuf) maupun matahari (kusuf). Dalam perkembangan berikutnya, ilmu tentang perhitungan pergerakan benda langit, khususnya matahari dan bulan ini dalam komunitas muslim dikenal sebagai ilmu hisab. • Untuk menunjang pemahaman dalam mempelajari Ilmu Falak/Hisab, penting memahami beberapa hal berikut:
  • 4. BOLA LANGIT Sesungguhnya bola langit itu tidak ada sama sekali, karena ruangan cakrawala ini luasnya tak terhingga. Untuk memudahkan penyelidikan, maka bola langit itu dikhayalkan ada, agar kita lebih mudah memprediksi letak benda-benda langit serta bagaimana hubungannya satu dengan yang lain. Bola langit yang dianggap ada itu adalah ruangan yang maha luas yang berbentuk bola yang dapat kita lihat sehari-hari tempat matahari, bulan, bintang, dan planet lainnya bergerak setiap saat.
  • 5. BOLA LANGIT • Bm (bumi), A, B, C (bintang-bintang yang berjauhan letaknya), M (matahari), Bl (bulan) ialah benda-benda langit yang agak dekat ke bumi. Akan tetapi, kita lihat masing-masing berada di bola langit sebagai A1, B, C1, M1, Bl1. • Sebenarnya yang dapt kita lihat sehari-hari itu adalah separuh bola saja, sedang separuh lainnya selalu tidak dapat kita lihat dalam waktu yang sama, karena pandangan kita terhambat oleh bumi. Bm M M1 Bl Bl1 A A1 B C1 C Gambar : 1
  • 6. ZENITH DAN NADIR Zenith adalah titik tertinggi yang ditarik lurus ke atas dari tempat kita berdiri. Nadir adalah titik terendah dari tempat kita berdiri. Zenith dan Nadir bagi masing-masing tempat berbeda Z N ZZ NN Gambar : 2
  • 7. Lingkaran Vertikal dan Horizontal • Lingkaran Vertikal adalah lingk. pada bola langit yang bergaris menengahkan garis vertikal. • Garis vertikal adalah garis yang menghubungkan titik zenith dan nadir. • Ling. Horizon adalah lingk. pada bola langit yg bergaris menengahkan garis horizon. • Garis horizon adalah garis yang meng hubungkan titik Utara dan titik Selatan. • Garis/Lingk. vertikal itu selalu ber potongan tegak lurus dg garis / lingk. Horizon yg menyebabkan setiap titik pada lingk. horizon jaraknya 90° dari titik zenith. • Dengan demikian jika ada sebuah benda langit yg terletak di salah satu titik lingk. vertikal, tinggi maupun jarak zenithnya dg mudah dapat kita ketahui. • Yang dimaksud dg jarak zenith adalah jarak titik pusat benda langit dg zenith yang diukur melalui lingk. vertikal yg melalui benda langit tersebut. • Sedang ketinggian adalah jarak sebuah benda langit ke lingk. horizon yg diukur melalui lingk. vertikal benda langit tersebut. z = 90 - h Rumus : h = 90 - z T B U N S Z Gambar : 3
  • 8. MACAM-MACAM HORIZON 1. Horizon Kodrat ialah batas khayal yang seolah-olah menjadi batas pertemuan langit dengan bumi, misalnya kita berada di laut. 2.Horizon Semu ialah bidang yang rata yang menyinggung bumi yang dapat kita tarik dari tempat kita berdiri (antara kaki dengan tanah). Bidang ini tegak lurus pada bidang vertikal. 3.Horizon Sejati ialah bidang yang melalui titik pusat bumi yang tegak lurus pada garis vertikal dan membelah bola bumi pada bagian yang sama.
  • 9. LINGKARAN MERIDIAN U – KU = Tinggi Kutub S – KS = Tinggi Kutub E – Q = Equator/Khatulistiwa Diantara lingkaran-lingkaran vertikal itu ada yang bersifat istimewa yang biasanya digambarkan berimpit dg bidang gambar. Lingkaran ini disebut Lingkaran Meridian Langit Setempat yg memuat titik Zenith dan Nadir, Kutub Utara dan Kutub Selatan serta titik Utara dan Selatan. Jadi lingk. Meridian adalah lingk. Vertikal yang melalui kutub Utara dan Selatan langit yang dihubungkan oleh poros langit yang merupakan perpanjangan poros bumi yang menghubungkan kutub Utara bumi dan kutub Selatan bumi. Kutub Utara maupun Kutub Selatan selalu berpotongan tegak lurus dengan equator langit, yaitu lingk. yang membagi bola langit menjadi dua belahan yang sama, yakni Utara dan Selatan. Lingk. Equator adalah lingk. yang membagi bola langit menjadi dua bagian yang sama, yakni belahan langit Utara dan Selatan. Setiap titik pada lingk. ini berjarak 90° dari kutub langit Utara dan kutub langit Selatan. Jadi lingk. Equator itu adalah lingk. besar pada bola langit yang tegak lurus pada sumbu langit, aykni KU dan KS. Z N E Q U KU KS S Gambar : 4
  • 10. GERAK HARIAN Waktu atau jam itu disesuaikan dengan peredaran matahari, sehingga kita mempunyai gambaran tentang peredaran matahari setiap harinya. Meskipun yang terlihat setiap hari matahari terbit dari ufuk sebelah Timur dan terbenam di ufuk sebedlah Barat, tetapi pada hakikatnya yang berputar itu adalah bumi pada porosnya, yakni setiap hari berotasi sekali selama 24 jam. Perjalanan matahari dari Timur ke arah Barat itu selalu mencapai titik kulminasinya pada saat yang sama yang disebut tengah hari, karena memang menjadi batas seperdua dari siang hari. Waktu yang ditempuh oleh matahari dari titik kulminasi ke titik kulminasi itu lagi disebut sehari matahari yanag terbagi menjadi 2 kali 12 jam. Jadi titik kulminasi adalah titik tertinggi yang dicapai matahari dalam perjalanan hariannya. Lingk. tempuhan matahari dibagi oleh horizon/ufuk pada dua bagian, yaitu bagian di atas ufuk yang disebut busur siang dan bagian di bawah ufuk yang disebut busur malam. Perjalanan harian matahari dari Timur ke Barat bukanlah gerak hakiki, melainkan karena perputaran bumi pada porosnya (rotasi) dari Barat ke Timur, sekali putaran penuh sekitar 24 jam. Akibat rotasi ini, antara lain adanya perbedaan waktu dan pergantian siang dan malam di bumi. Di samping itu, arah rotasi dari Barat ke Timur mengakibatkan tempat-tempat di bumi bagian Timur mengalami waktu terlebih dahulu. Perbedaan waktu tersebut adalah sekitar 1 jam untuk setiap perbedaan 15° bujur atau 4menit untuk setiap 1° bujur. Perjalanan semu harian matahari ini dijadikan pedoman dalam menentukan waktu shalat. Dalam kaitannya dengan awl bulan qamariyah, awal shalat maghrib merupakan saat yang sangat penting, sebab mulai saat itu hari dan awal bulan qamariyah dimulai dan juga saat dimana hilal awal bulan kemungkinan dapat dilihat. T B U S Z N Gambar : 5
  • 11. TINGGI KUTUB Tinggi kutub ialah jarak dari kutub ke horizon diukur melalui lingk. Meridian (busur meridian langit antara horizon dan kutub). Misalnya tempat T letaknya 30° LU. Garis Z- N ialah garis vertikal yang tegak lurus pada horizon U-S. Sumbu langit (KU-KS) tegak lurus pula pada E-Q. Maka <RPY = <XPT, yakni 90°, karena masing-masing mempunyai sudut komplement yang sama, yaitu <YPT. Jadi <RPT = < XPY, berarti busur RT (lintang tempat) = XY. Busur XY = U-KU (tinggi kutub). Jadi: Tinggi Kutub = Lintang Tempat Lintang tempat adalah jarak suatu tempat dari Khatulistiwa/Equator bumi yang ditandai dengan huruf Yunani γ (Phi). Equator adalah lingk. besar pada bola langit yang tegak lurus pada sumbu langit. Z N E Q U S KU KS T R P X Y P Gambar : 6
  • 12. LINTANG DAN BUJUR Penetapan lintang dan bujur berbagai tempat di dunia ini didasarkan hasil kongres internasional yang dihadiri oleh 25 negara. Kongres itu berlangsung tanggal 1 sampai 22 Oktober 1884. Dalam menetapkan meridian nol di bumi, tidak ada kesepakatan. Amerika, Inggris, Turki dan sebagian negara lain sepakat bahwa titik pangkal mulai menghitung meridian itu adalah Greenwich, sebuah tempat di selatan kota London. Sedang Prancis menginginkannya di kota Paris, sementara 2 negara abstain. Meridian lain dinyatakan dengan derajat yang dihitung dari meridian Greenwich, yakni dari 0°– 180° ke arah Timur disebut BT dan 0° -180° ke arah Barat disebut BB Lintang tempat adalah jarak suatu tempat dari khatulistiwa/equator bumi diukur sepanjang garis bujur yang melalui tempat itu. Lintang tempat itu positif (+), bila tempat itu berada pada belahan bumi bagian Utara, terhitung dari 0° di equator bumi sampai 90° di kutub bumi Utara. Dan negatif (−), bila tempat itu berada di belahan bumi bagian Selatan, terhitung dari 0° di equator bumi sampai 90° di kutub bumi Selatan. Dalam I. Falak, lintang tempat ini disebut Phi (Yunani) dan diberi kode ( φ ). Informasi tentang lintang tempat ini bisa dilihat misalnya dalam Atlas PR. Bos, software komputer yang telah banyak beredar.
  • 13. LINTANG DAN BUJUR Bujur Tempat adalah jarak suatu tempat ke garis bujur yang melalui kota Greenwich di selatan kota London. Berbagai tempat di bumi ditentukan bujurnya melalui posisinya dari titik 0° di kota Greenwich sampai 180°, baik ke arah Barat (BB) maupun ke arah Timur (BT). Bujur 180° Barat berhimpit dengan bujur 180° Timur di lautan Pasifik dan dijadikan garis batas tanggal internasional (International Date Line). Dalam ilmu Falak, bujur tempat ini disebut Lambda dan diberi kode ( λ ). Seperti halnya lintang tempat, maka daftar bujur tempat inipun bisa dilihat dalam berbagai buku atau software komputer. Agar lebih jelas perhatikan gambar berikut:
  • 14. LUKISAN LINTANG DAN BUJUR G φ λ G = Kota Greenwich Vertikal = φ Horizontal = λ Gambar : 7 B T US
  • 15. MENENTUKAN LINTANG DAN BUJUR Apabila suatu tempat tidak terdaftar data lintang maupun bujurnya, maka dapat dicari dengan cara interpolasi, yakni menetapkan harga lintang dan bujur yang akan dicari diantara dua nilai lintang dan bujur terdekat yang sudah terdaftar. Misalnya kita akan mencari nilai lintang bujur kota A. Lakukan dengan langkah berikut : Misalnya kita akan mencari nilai lintang dan bujur kota A. Lakukan dengan langkah berikut : 1. Buatlah lukisan dan letakkan dua lintang dan bujur dari tempat yang sudah diketahui. 2. Prakirakan letak kota A yang hendak dicari nilai lintang dan bujurnya. 3. Lakukan perhitungan dengan rumus interpolasi: A - (A - B) x C ÷ I. Contoh: Kota A terletak diantara kota B ( φ = -5° 10 ′ dan λ = 112 ° 15 ′ BT ) dan kota C (φ = -10° 25 ′, λ = 115° 40′ BT ). Perhatikan lukisan berikut:
  • 16. Menentukan Lintang dan Bujur Lintang Tempat kota A = -5° 10′−(-5° 10′ − -10°25′)x 1/4÷ 1= -6° 28′ 45" Bujur Tempat kota A = 112°15′−(112°15′−115°40′)x1/3÷1= 113° 23′ 20 " Besarnya perbedaan waktu antara dua kota, dapat diketahui melalui selisih bujur kedua kota tersebut, dan hasilnya dijadikan satuan waktu dengan cara dibagi 15. -5° 10′ -10°25′ 112° 15 BT 115° 40′ BT A U B C Gambar : 8
  • 17. KEDUDUKAN LANGIT VERTIKAL Kedudukan Langit Vertikal terjadi pada tempat yang berada persis di Equator. Dalam hal ini lingkaran siang dan malam bagi bintang-bintang sama besarnya. Misalnya : Kota Sasak ( Utara Bukit Tinggi). Φ = 0° LU λ = 99° 43' BT Z = E N = Q U= KU S= KS T T T B B B Gambar : 9
  • 18. KEDUDUKAN LANGIT SIRKUMPOLER Kebanyakan kedudukan langit di belahan bumi di dunia ini miring. Misalnya : Kota Kairo, Mesir φ = 30° 01' LU λ = 31° 13' BT Z N U S KU KS E Q T B Gambar : 10
  • 19. KEDUDUKAN LANGIT HORIZONTAL Di samping vertikal dan sirkumpoler, kedudukan langit juga ada yang horizontal, dan satu-satunya di dunia ini adalah di Kutub. Tinggi Kutub = 90° LS EQ berimpit dengan Horizon KS – KU berimpit dengan ZN Tidak ada arah Timur dan Barat. Z = KS N = KU E Q Gambar : 11
  • 20. DEKLINASI Deklinasi adalah jarak suatu benda langit dengan equator langit diukur melalui lingkaran deklinasi atau lingkaran waktu, yaitu lingkaran pada bola langit yang ditarik melalui dua kutub langit. Dalam ilmu falak, deklinasi ini ditandai dengan huruf Yunani (δ) Deklinasi suatu benda langit adalah sepotong busur lingkaran deklinasi yang diukur dari titik perpotongan equator langit pada lingkaran deklinasi itu sampai ke bintang tersebut. Pada gambar berikut, deklinasi bintang Bt ialah busur K – Bt. Titik perpotongan lingkaran deklinasi bintang itu dengan equator (K), dinamai Titik Kaki Deklinasi. Deklinasi dikatakan positif (+), bila suatu benda langit berada di belahan Utara langit, terhitung dari 0° – 90°, yaitu mulai dari equator langit sampai kutub utara langit. Dan dikatakan negatif (-), bila benda langit tersebut berada di belahan langit Selatan, terhitung dari 0° – 90°, yaitu mulai dari equator langit sampai kutub selatan langit. Peristiwa deklinasi ini menggambarkan pergerakan benda-benda langit, baik ke Utara maupun ke Selatan, yang mengakibatkan perbedaan lama waktu siang dan malam di tempat itu sesuai dengan kemiringan equatornya.
  • 21. Z N E Q KS KU U S T B T B T B B K KK Bt Melbourne : φ = -37° 50' δ = 144° 58'21 Maret / 23 Sep 21 Juni ( + ) ( - ) 22 Des Gambar : 12
  • 22. TEMPUHAN HARIAN Berdasarkan lukisan tadi, ternyata titik terbit dan terbenamnya matahari setiap hari itu tidak sama. Kadang ke arah Utara dan kadang ke Selatan. Seberapa jauh pergeseran itu dari equator, dapat kita hitung dengan jalan membuat lingkaran besar yang kita tarik melalui kedua kutub. Lingkaran ini disebut Lingkaran Deklinasi, yaitu lingkaran pada bola langit yang ditarik melalui kedua kutub langit. Perjalanan harian matahari menurut arah Timur-Barat bukanlah gerak hakiki, melainkan karena perputaran bumi pada porosnya dari arah Barat ke Timur (rotasi) sekali putaran penuh membutuhkan waktu 24 jam. Akibat adanya rotasi ini antara lain adanya perbedaan waktu dan pergantian siang dan malam dibumi. Di samping itu, arah rotasi dari Barat ke Timur (rektrograd), mengakibatkan tempat-tempat di bumi bagian Timur akan mengalami waktu lebih awal dari tempat-tempat di bagian Barat. Perbedaan waktu tersebut sekitar 1 jam untuk setiap perbedaan 15° bujur atau 4 menit untuk setiap 1° bujur. Perhitungan ini diperoleh dari waktu yang diperlukan untuk satu kali putaran penuh (360°) selama 24 jam. 360° = 24 jam 1 jam = 15° busur 1° busur = 4' waktu 1' waktu = 15' busur 1' busur = 4" waktu
  • 23. Tempuhan Harian Peredaran semua harian matahari dari Timur ke Barat dijadikan pedoman dalam menentukan waktu-waktu shalat. Dalam kaitan dengan awal bulan qamariyah, awal shalat maghrib merupakan saat yang sangat penting, sebab mulai saaat itu hari dan awal bulan qamariyah dimulai dan juga saat dimana hilal awal bulan kemungkinan dapat dilihat. Revolusi bumi adalah peredaran bumi mengelilingi matahari dari arah Barat ke Timur, sekali putaran penuh memerlukan waktu 365,25 hari. Jangka waktu revolusi bumi ini dijadikan dasar perhitungan tahun Syamsiyah. Satu tahun Syamsiyah berumur 365 hari untuk tahun pendek (basithah/common years) dan 366 hari untuk tahun panjang (kabisat/ leap years). Oleh karena adanya rotasi bumi, maka gerak setiap titik di atas bumi berlaku dalam suatu bidang yang tegak lurus pada poros bumi. Salah satu bidang yang tegak lurus pada poros bumi itu ialah khatulistiwa/equator. Tempuhan harian matahari dan planet-planet lain, senantiasa lingkaran-lingkaran yang sejajar dengan equator ini (lihat gambar 10, 11, 12 dan 14).
  • 24. SUDUT WAKTU Sudut waktu adalah sudut pada kutub yang dibentuk oleh dua lingkaran besar yaitu lingkaran meridian dan lingkaran deklinasi (sudut pada kutub yang sisi- sisinya terdiri dari sebagian busur meridian dan sebagian busur deklinasi) dan ditandai huruf t Dinamakan sudut waktu, karena bagi semua benda langit yang terletak pada lingkaran waktu yang sama akan berkulminasi pada waktu yang sama pula (atau jarak waktu yang memisahkan benda langit tersebut dari kedudukannya sewaktu berkulminasi sama). Besarnya sudut waktu itu menunjukkan berapakah jumlah waktu yang memisahkan benda langit tersebut dari kedudukannya sewaktu berkulminasi. Sudut waktu dinamakan positif, bila benda langit ybs ada di belahan langit bagian Barat. Dan disebut negatif, bila ada di belahan bagian Timur. Jika benda langit sedang berkulminasi, maka harga t-nya = 0°. Besar t diukur dengan derajat sudut dari 0° - 180° dan selalu berubah ± 15°/ jam, karena gerak harian benda-benda langit.
  • 25. Sudut Waktu Harga sudut waktu, dapat dihitung dengan rumus berikut: Cos t = -tan φ x tan δ + sec φ x sec δ x cos z fx 4000 : exe shift cos ans exe shift ° Harga t positif, karena diukur dari titik kulminasi ke arah Barat (ba’da zawal): Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’. Harga t negatif, karena diukur dari kulminasi ke arah Timur (qabla zawal): Shubuh, Syuruq, Dluha dan Fitr. U S Z N KU KS T B E Q t t Gambar : 13
  • 26. Rumus-Rumus Sudut Waktu (cosˉ¹ (- tan φ . tan δ + sec φ . sec δ . cos z )) exe shift ° Cosˉ¹ (- tan φ . tan δ + cos z ÷ sec φ ÷ sec δ) exe shift ° t Ashar: Cos t = - tan φ . tan δ + sec φ . sec δ x cos (tanˉ¹(tan Abs (φ – δ) + 1)) exe shift cos ans exe shift ° Cos t = - tan φ . tan δ + sec φ . sec δ x cos tanˉ¹ ((tan Abs (φ – δ) + 1)) exe shift cos ans exe shift ° Cosˉ¹ (-tan φ . tan δ +( cos φ . cos δ)x-1 cos(tanˉ¹(tan Abs (φ – δ) +1))) exe shift ° t Dhuhur tidak perlu dicari, sebab matahari sedang berkulminasi dan waktu dhuhur dianggap sudah masuk jika matahari sudah mencapai kulminasi atas.
  • 27. Kedudukan Matahari Awal Waktu Shalat z Dhuhur = (φ – δ) z Ashar = tan zm + 1 z Maghrib= 91° z Isya’ = 108°, yaitu z Maghrib + 17 ° (1 jam 8 menit x 15). z Shubuh = 110° z Syuruq = 91° z Dluha = 87 ° 30‘ z Fithri = 84° 6° = Civil Twilight 12° = Nautical Twilight 18° = Astronomical Twilight Z N U S 6° 12° 18° T B Gambar : 14
  • 28. TINGGI KULMINASI Tinggi kulminasi matahari setiap hari berubah, karena peristiwa deklinasi.Untuk mengetahui besarnya tinggi kulminasi, harus diketahui lebih dahulu zm matahari, yaitu jarak titik pusat matahari saat kulminasi dari zenith. Bila ☼ berkulminasi di titik E, harga δ = 0°. Jadi zm = φ. Bila δ☼ ke Utara, mis: E → C¹, maka zm = ZC¹, yaitu φ + EC¹. Bila δ☼ ke Selatan, mis: E → C², maka zm = ZC², yaitu φ - EC². Bila δ☼ ke Selatan, mis: E → C³, maka zm = ZC³, yaitu EC³ - φ. Perhitungan di atas, disimpulkan dengan rumus berikut: zm = [ φ – δ ] Dengan kata lain, jarak zenith titik pusat matahari saat kulminasi besarnya sama dengan harga mutlak lintang tempat dikurangi deklinasi. Z E KS U S KU O C¹ C² C³ EOKS = ZOS E – Z = S - KS Gambar : 15
  • 29. JARAK ZENITH ASHAR Dalam hadits Rasul saw dinyatakan bahwa kedudukan matahari pada awal Ashar adalah ketika bayang-bayang matahari sepanjang bendanya. AB = tongkat tegak lurus sepanjang a Saat kulminasi, bayang-bayang ujung tongkat A jatuh pada titik C. Bayang seluruhnya ialah B-C yang panjangnya b. CAM menuju pada titik pusat matahari sewaktu di meridian. Jadi sudut ZAM ialah jarak dari titik zenith ke titik pusat matahari yang dinamakan zm. Bila matahari bergerak ke Barat melewati titik kulminasi dan kedudukannya semakin rendah, mis. di titik as, maka bayangan tongkat AB semakin panjang. Pada awal ashar, panjang bayangan itu adalah BCD, yaitu BC + CD. Jadi panjang bayang- bayang AB waktu Ashar = b + a.
  • 30. a = Sisi Tegak b = Sisi Miring c = Sisi Datar Sinus = BC/AC atau a/b, tegak dibagi miring Cossinus = AB/AC atau c/b, datar di bagi miring Tangens = BC/AB atau a/c, tegak di bagi datar. AB C a b c
  • 31. Z M1 M2 A BC a ba Z Ashar Alfa 1 = sdt BAC Alfa 2 = sdt CAD Alfa 1 + alfa 2 = sdt BAD. AB = CD = a. BC = b Sin alf 1 = BC/AC. Cos alf1 = AB/AC. Tan alf 1 = sin alf1/cos alf1 = BC/AC : AB/AC = BC/AC x AC/AB = BC/AB = b/a. Karena Tan sdt ZAM1 = Tan sdt BAC = BC/AB = b/a, maka Tan sdt ZAM2 = Tan sdt BAD = Tan (alf 1+alf 2) = BD/AB = BC+CD/AB = b+a/a = b/a + a/a = b/a + 1. Jadi Tan sdt ZAM2 = b/a +1. Tinggi matahari pada awal Ashar disimpulkan dalam rumus: Cotan ha = Tan zm + 1 Exe x-1 exe shift tan ans exe shift o D Gambar : 16 12
  • 32. Jarak Zenith Ashar Sudut ABD ialah tinggi matahari awal Ashar. Maka Cotan. sudut ABD = BD/AB atau sisi a + b / a = a/a + b/a = b/a + 1. b/a adalah Tan sudut BAC atau Tan sudut ZAM atau Tan zm. Tinggi matahari awal waktu ashar disimpulkan dalam rumus: Cotan ha = Tan zm + 1 Tan (φ-δ)+1 exe xˉ ¹exe shift tan ans exe shift ° Cotan tinggi ashar sama besarnya dengan jarak zenith titik pusat matahari saat kulminasi ditambah bilangan satu. za = Tan abs (φ-δ)+1 exe shift tan ans exe shift °
  • 33. AZIMUTH Azimuth adalah busur pada horizon yang diukur dari titik Selatan sampai ke titik perpotongan tinggi benda langit itu pada horizon. Azimuth terhitung dari 0° - 360°. Dengan mengetahui tinggi dan azimuth sebuah benda langit, kita telah dapat menentukan tempat benda langit itu di bola langit. Busur K – Bt = tinggi, yaitu busur yang sama besarnya dengan sudut Bt-Bm-K. Busur S – K disebut azimuth bintang Bt, yang diukur mulai dari titik Selatan menuju titik Barat, Utara, Timur sampai titik Selatan lagi B T Z N U S 45° K A 80° h Bm Bt Gambar : 17
  • 34. EQUATION OF TIME Waktu itu sebenarnya ditentukan oleh gerak dan diukur oleh kemajuan gerak. Gerak yang teratur ialah gerak yang dalam waktu yanag sama menepuh jarak yang sama pula. Akan tetapi, ternyata perjalanan matahari sehari semalam yakni dari titik kulminasi ke titik kulminasi pada hari berikutnya tidaklah sama, karena orbit bumi ellips dan poros bumi tegaknya miring pada bidang tempuhannya sebesar 66½°. Hukum Johannes Kepler (1571-1630), menyatakan: 1. Bumi mengedari matahari dalam satu orbit yang berbentuk ellips dengan mata hari pada salah satu titik apinya. 2. Bumi itu berjalan mengelilingi matahari dengan ketentuan bahwa dalam waktu yang sama ditempuh ditempuh jarak yang besarnya sama, artinya kalau jarak bumi dengan matahari dekat, maka jalannya bumi itu cepat dan bila jaraknya jauh, maka jalannya bumi itu lambat.
  • 35. Bm Bl Orbit bumi Orbit bulan Gambar : 18
  • 36. Equation of Time Oleh karena jalannya matahari itu tidak teratur, maka para astronom membuat matahari pertengahan yang jalannya teratur betul. Atas = matahari pertengahan (Solar Time/ Wakt al-Wasathy) Bawah=matahari hakiki (Apparent Solat Time/ Waktu Surya). Waktu yang ditunjukkan matahari Pertengahan disebut waktu pertengahan (WP). Sedang waktu yang ditunjukkan matahari hakiki disebut waktu hakiki (WH). Selisih waktu antara matahari hakiki yang tidak teratur dengan matahari pertengahan yang jalannya teratur itu disebut Equation of Time (e), yaitu sejumlah waktu yang ditambahkan atau dikurangkan pada angka 12 agar posisi matahari berkedudukan di meridian. WH = t mthr + 12 e = WH - WP Equation of Time ini kadang berharga positif dan kadang negatif. Bila MP kurang dari 12, maka (e) berharga positif. Bila MP lebih dari 12, maka (e) berharga negatif. Bila MP berharga 12, maka harus diperhatikan tanda yang memisahkaan antara (e) negatif dan (e) positif.Gambar : 19
  • 37. Macam-macam Waktu 1. Waktu Istiwa’ ialah waktu matahari hakiki yakni saat dimana setiap kali matahari mencapai titik kulminasi atasnya adalah pk. 12.00. 2. Waktu Pertengahan ialah waktu yang teratur berdasarkan perputaran jarum arloji kita disembarang tempat sebelum dikompromikan dengan peredaran matahari (Mean Time). 3. Waktu Pertengahan Setempat ialah waktu di masing-masing tempat yang sudah disesuaikan dengan jam atau arloji, artinya waktu tempat setempat yang sudah ditambah atau dikurangi dengan perata waktu. 4. Waktu Daerah ialah waktu yang sudah disesuaikan dengan jam radio berdasarkan bujur tempat: WIB = 105° (15 x 7 jam) WITA = 120° (15 x 8 jam) WIT = 135° (15 x 9 jam)
  • 38. Memindahkan Waktu Bila hendak memindahkan waktu setempat menjadi waktu daerah atau sebaliknya, maka lebih dahulu cari selisih bujur diantara meridian waktu daerah dan meridian waktu setempat. Waktu Daerah = Waktu setempat + ( λ dh – λ stp). Contoh: Di Surabaya ( 112 ° 45 ′ BT ) Pk. 7. 30 ′. Pukul berapa menurut WIB ? WIB = 7. 30 ′ + ( 105 ° – 112 ° 45 ′ ) = 7. 30 ′ + (- 7 ° 45 ′ ) = 7. 30 ′ – 0 ° 31′ = Pk. 6. 59 ′ Bila bujur tempat lebih kecil dari bujur daerah, hasil pengurangan kedua bujur tandanya positif. Contoh : Di Banda Aceh (99 ° 2 ′ BT) Pk. 7. 30 ′. Pukul berapa menurut WIB ? WIB = 7. 30 ′ + ( 105 ° – 99 ° 2 ′ ) = 7. 30 ′ + ( 5 ° 58 ′ ) = 7. 30 ′ + 0 ° 23 ′ 52" = Pk.7. 53 ′ 52"
  • 39. KOREKSI WAKTU DAERAH Apabila hasil perhitungan awal waktu shalat ingin disesuaikan dengan waktu daerah (WIB-WITA-WIT), maka harus dilakukan koreksi waktu daerah dengan cara mencari selisih antara bujur markas dengan bujur daerah dan hasilnya dibagi 15 atau dikalikan 4 menit. Bila bujur markas lebih kecil dari bujur daerah, maka hasil koreksi itu ditambahkan pada LMT. Sebaliknya, bila bujur markas lebih besar, maka hasil dikoreksi dikurangkan pada LMT. Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, maka untuk hisab awal waktu shalat dapat dijabarkan dengan pedoman berikut: Dhuhur = 12 – e + kwd + i Ashar, Maghrib, Isya’, Shubuh, Syuruq, Dluha, Fitri = 12 – e + t + kwd + i
  • 40. IKHTIYAT Ikhtiyat adalah penambahan atau pengurangan terhadap hasil perhitungan awal waktu shalat sebagai langkah pengaman agar waktu shalat tidal mendahului awal waktunya atau melampaui akhir waktunya. Besarnya ikhtiyat itu menurut para ulama’ berkisar antara 15 detik sampai 2 menit. Khusus untuk waktu syuruq (terbit matahari) yang menandakan berakhirnya waktu shubuh, maka ikhtiyat itu tidak ditambahkan melainkan dikurangkan.
  • 41. RUMUS AWAL WAKTU SHALAT Aplikasi Casio FX 4000 1. Dhuhur : 12 – e + kwd + i exe shift ° 2. Ashar : Shift cos ( - tan φ x tan δ + ( cos φ x cos δ) xˉ ¹ x cos (shift tan (tan Abs (φ – δ) + 1))) exe ÷ 15 + 12 – e + kwd + i exe shift ° 3. Maghrib : Shift cos ( - tan φ x tan δ + ( cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 91° ) ÷ 15 + 12 – e + kwd + i exe shift ° 4. Isya’ : Shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 108°) ÷ 15 + 12 – e + kwd + i exe shift ° 5. Shubuh : 12 – e – shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 110°) ÷ 15 + kwd + i exe shift ° 6. Syuruq : 12 – e – shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 91° ) ÷ 15 + kwd – i exe shift ° 7. Dluha : 12 – e – shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 87 ° 30′ ) ÷ 15 + kwd + i exe shift ° 8. Fithri : 12 – e – shift cos ( - tan φ x tan δ + (cos φ x cos δ ) xˉ ¹ x cos 84 ° ) ÷ 15 + kwd + i exe shift °
  • 42. HISAB ARAH QIBLAT Arah dalam bahasa Arab disebut jihat atau azimuth (Latin). Memastikam arah qiblat itu penting, terutama dalam kaitannya dengan ibadah shalat: “Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram” (al-Baqarah: 149) Mencari arah qiblat dari suatu tempat berarti menghubungkan dua titik, yaitu titik markas dan titik Ka’bah. Setiap titik di muka bumi dapat diketahui lokasinya melalui besaran lintang dan bujur masing-masing titik. Bila diketahui titik markas dan titik Ka’bah, maka agar memenuhi syarat untuk dilakukan perhitungan secara matematis, perlu ada satu titik yang konstan yang diletakkan pada Kutub. Dengan demikian terdapat tiga titik, yaitu titik Ka’bah, markas dan Kutub. Untuk membuat segitiga, maka dari Kutub dibuat meridian yang melalui Ka’bah dan markas, lalu dihubungkan antara titik markas dan titik Ka’bah, sehingga terjadi segitiga yang memenuhi syarat, dimana titik Ka’bah disebut lambang (A), markas diberi lambang (B), dan Kutub diberi lambang ©.
  • 43. B A U S B T φ=21°25′15" λ=39°49′40 φ = -7° 15′ λ = 112° 45′ C a b Gambar : 20
  • 44. RUMUS SUDUT ARAH QIBLAT Sisi yang berhadapan dengan sudut A diberi lambang (a), yaitu sisi antara Kutub – Markas. Sisi yang berhadapan dengan sudut B diberi lambang (b), yaitu sisi dari Kutub sampai ke Ka’bah. Sisi b = 90 – φ Ka’bah. Sisi a =90 – φ Markas. Sudut C = λ Markas – λ Ka’bah. Setelah diketahui harga sisi dan sudutnya, maka harga sudut B (sudut arah Qiblat), dapat dihitung dengan rumus berikut: cotan b . sin a Cotan B = − cos a . cotan C sin C fx 4000 : exe xˉ¹ exe shift tan ans exe shift °
  • 45. 1. KOMPAS Setelah harga sudut B diketahui, barulah kita mengaplikasikannya dengan salah satu cara : A. Kompas Umum. Penunjukan jarum kompas itu tidak selalu persis mengarah ke titik Utara Geographis (True North). Hal ini disebabkan, berdasarkan teori dan praktek, kutub-kutub magnit bumi tidak berimpit pada kutub-kutub bumi (Kutub Geographis). Penyimpangan jarum kompas dari Utara Geographis pada suatu tempat ini disebut Deklinasi Magnit ( Magnetic Variation) pada tempat tersebut. Penyimpangan itu adakalanya dinyatakan sebagai Deklinasi Negatif (Declination West) dan kadang Deklinasi Positif (Declination East). Untuk daerah Indonesia, daerah paling Barat sampai daerah paling Timur, besarnya deklinasi magnit terletak antara harga lebih kurang -1° sampai + 6°. Penyimpangan tersebut mengakibatkan perbedaan pada penunjukan jarum kompas ke arah Utara di berbagai tempat di bumi. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan koreksi yang disebut Deklinasi Magnit (Magnetic Variation) yang bisa dilihat pada peta yang diperbarui setiap lima tahun berdasarkan ketentuan Internasional, misalnya peta Epoch.
  • 46. KOMPAS Koreksi-koreksi tersebut misalnya: untuk Jakarta ditambah 10°, Mataram ditambah 2°, dan untuk Surabaya ditambah 1° 30′. Jadi harga sudut B yang telah kita dapatkan perlu dikoreksi, yakni ditambah dengan Magnetic Variation. Contoh:sudut B Surabaya = 65° 58′ 4.37" + 1° 30′ (Magnetic Variation) = 67 ° 28 ′ 4.37 " Kalau arah Utara kita tepatkan pada angka 360 dalam kompas, maka arah Qiblat= 360 ° – 67 ° 28 ′ 4.37 " = 292 ° 31′ 55.6 ". B. Kompas Qiblat Kompas Qiblat itu memuat angka samapi 40, yaitu dimulai dari angka 0 - 39. Untuk mencari arah qiblat digunakan rumus: 40/360 x 67 ° 28 ′ 4.37 " = 7 °29′ 47.15"
  • 47. 2. TONGKAT ISTIWA’ 3. Tongkat Istiwa’ Untuk mengetahui arah qiblat dengan tongkat istiwa’ ini, kita buat lingkaran di pelataran yang datar, kemudian kita pancangkan tongkat tepat ditengah lingkaran tersebut. Amati dan teliti bayang-bayang tongkat beberapa jam sebelum dan sesudah zawal as- syamsi. Semula bayangan tongkat itu panjang dan semakin lama akan semakin pendek. Beberapa jam sebelum matahari zawal, bayangan ujung tongkat itu akan menyentuh garis lingkaran sebelah Barat dan berilah tanda pada sentuhan tersebut. Itulah titik Barat sejati. Kemudian beberapa jam sesudah zawal, bayangan ujung tongkat itu akan menyentuh lingkaran bagian Timur, berilah tanda dan itulah titik Timur sejati. Setelah itu, buatlah garis lurus T – B, baru kemudian kita buat garis tegak lurus U – S yang berpotongan dengan T – B. Selanjutnya harga sudut B yang telah kita ketahui di tangen kan, misalnya : Tan 65° 58 ′ 4.37 " exe 2.24. BT Gambar : 21
  • 48. TONGKAT ISTIWA’ Berikutnya tarik garis ke arah Selatan dari titik perpotongan sepanjang x (mis: 50 cm), lalu hitung dari titik potong itu ke arah Barat sepanjang 2.24 x 50 dan berilah titik, lalu hubungkan kedua titik tersebut dengan garis. Garis yang menghubungkan kedua titik itulah arah qiblat. Perhatikan lukisan di samping. B T S U 5 0 50 cm Q 2.24 Gambar : 22
  • 49. 3. BERPEDOMAN PADA POSISI MATAHARI Ada dua cara yang digunakan dalam menentukan arah qiblat dengan berpedoman pada posisi matahari, yaitu : 1. Posisi matahari persis berada pada titik zenith Ka’bah. Dalam setiap tahun, posisi matahari itu 2 kali berkulminasi dan mempunyai ke tinggian 90° dilihat dari Ka’bah, yaitu yaitu pada saat matahari menuju Utara pa da pada bulan Mei dan ketika menuju Selatan pada bulan Juli. Jika keadaan tersebut terjadi, maka bayangan setiap benda yang tegak di permukaan bumi disiang hari akan mengarah ke qiblat. Untuk Indonesia (WIB), hal itu akan terjadi sore hari karena posisi negara kita di sebelah Timur Ka’bah dengan selisih waktu 4 jam 20 menit 41.33 detik. Secara astronomis, keadaan ini terjadi jika harga lintang tempat sama/hampir sama dengan harga deklinasi pada saat matahari berkulminasi.
  • 50. 2. Bayang-Bayang Qiblat Menentukan arah qiblat dengan berpedoman pada bayang-bayang qiblat dilakukan ketika posisi matahari persis berada pada azimuth Ka’bah atau berposisi pada arah yang berlawanan dengan azimuth Ka’bah. Catatan: 1.Jika harga mutlak deklinasi lebih besar dari 90 – A (harga sudut B), maka tidak akan pernah terjadi bayang-bayang mengarah ke qiblat, sebab tidak pernah terjadi perpotongan garis qiblat dengan lintasan matahari. 2.Bila harga deklinasi sama dengan harga lintang tempat, tidak akan terjadi bayang-bayang mengarah ke qiblat, sebab terjadinya titik potong ( C ) pada saat matahari zawal yang tidak menimbulkan bayang-bayang (matahari akan berkulminasi persis di titik zenith).
  • 51. RUMUS BAYANG-BAYANG QIBLAT Harga sudut B yang kita garis sampai ke titik pusat akan membentuk sebuah garis qiblat. Garis qiblat ini akan berpotongan dengan lintasan matahari. Titik potong ini kita beri lambang C. Titik C ini menunjukkan saat matahari bayang-bayangnya searah dengan garis qiblat. Harga titik perpotongan C ini dapat dicari dengan rumus : Cos (C-P) = Cotan a . Tan b . Cos P Cotan P = Cos b . Tan A P = Sudut Pembantu C = Sudut waktu matahari saat bayang annya searah dengan garis qiblat. A = Harga sudut B a = 90 – deklinasi b = 90 – lintang markas. U S S B B T QQ 65°58′4.37" CC Z KU- K S KS - EQ Gambar : 23
  • 52. CONTOH PERHITUNGAN Surabaya, tanggal 18 April 2005. φ = -7°15′ λ = 112°45′, δ = 10°56.5′ e =+ 0° 0′ 45 " Perhitungan : 1. Mencari harga sudut B untuk kota Surabaya dengan rumus: cotan b . sin a Cotan B = − cos a . cotan C sin C fx 4000 : exe xˉ¹ exe shift tan ans exe shift ° 65°58′4.37" 2. Mencari harga sudut pembantu ( P ) dengan rumus: Cotan P = cos b . Tan A Cotan P=cos 97°15′ x tan 65°58 ′ 4.37" exe xˉ¹ exe shift tan ans exe shift° -74°11 ′ 50.65" 3. Mencari bayangan qiblat dengan rumus: Cos (C-P) = cotan a . tan b . Cos P Cos (C-P) = cotan 79°3 ′30 " x tan 97 °15 ′ x cos -74 ° 11 ′ 50.65 " exe shift cos ans exe shift ° = 114°26 ′ 45.9 "
  • 53. CONTOH PERHITUNGAN 114 ° 26 ′ 45.9 " P = - 74 ° 11 ′ 50.65 " + 40 ° 14 ′ 55.25 " 15 ÷ 2 ° 40 ′ 59.68 " MP = 11 ° 59 ′ 15 " + 14 ° 40 ′ 14.68 " KWD= - 0 ° 31 ′ + Pk.14. 9 ′ 14.68 " (WIB) Dengan demikian, maka pada tanggal 18 April 2005 di Surabaya, semua benda yang tegak lurus bayangannya akan mengarah ke qiblat pada Pk. 14. 9 ′ 14.68 " WIB.
  • 54. 4. TITIK UTARA SEJATI (TRUE NORTH) Setelah kita menemukan titik Utara-Selatan yang akurat (hasil pengukuran tongkat istiwa’), maka kita dapat mengukur arah qiblat dengan bantuan (1). busur derajat, (2). rubu’ mujayyab, (3). segitiga siku atau dengan (4). alat theodolit. 1. Busur Derajat Bila kita hendak menggunakan busur derajar, maka lakukan langkah-langkah se bagai berikut: a. Buatlah garis Utara-Selatan pada pelataran yang datar; b. Tentukan satu titik pada garis tersebut, misalnya titik A; c. Letakkan titik pusat busur derajat pada titik A; d. Himpitkan garis tengah lingkaran (busur derajat) dengan garis Utara-Selatan. Arah Utara menunjuk angka 0° dengan lengkungan busur derajat di arah Ba rat.
  • 55. e. Hitung pada busur derajat mulai dari titik 0 (Utara) sebanyak data arah qiblat ( 65° 58′ 4.37" ), kemudian berilah tanda, misalnya Q; f. Angkat busur derajat, lalu hubungkan titik A dan Q dengan sebuah garis. Ga ris itu menunjukkan arah qiblat dari kota Surabaya. S U S U 90 0 60 30 Q B A A Q Gambar : 24
  • 56. 2. Rubu’ Mujayyab Penggunaan rubu’ mujayyab sebenarnya sama dengan busur derajat, hanya beda nya rubu’ mujayyab itu bentuknya ¼ lingkaran.Dengan cara seperti penggunaan busur derajat, gambar di bawah ini akan menjelaskan penggunaan rubu’ untuk kepentingan pengukuran arah qiblat. S U S U 90 0 60 30 Q B A A Q Gambar : 25
  • 57. 3. Segitiga Siku a.Buat garis U-S pada pelataran yang datar, mis : 100cm (A-B pada gambar 26); b.Dari titik B, buat garis tegak lurus ke arah Barat; c.Dengan menggunakan perhitungan goniometris, yaitu Tan 65°58′ 4.37" x 100 cm, maka akan diketahui panjang garis yang mengarah ke Barat (B – C) adalah 224.2652447 (dibulatkan: 224 cm); d.Kemudian kedua ujung garis yang saling berpotongan tegak lurus itu, yaitu titik A dan C dihubungkan dengan garis, menjadi garis AC S U A B C 100 cm 224cm 65°58′ 4.37" Gambar : 26
  • 58. 4. Theodolit a. Buat garis arah U-S pada pelataran datar; b. Pasang theodolit dengan benar dan tempatkan titik pusatnya pa da garis U-S; c. Arahkan teropong theodolit ke Utara, lalu bidik sampai garisU-S persis berada pada garis vertikal teropong; d. Matikan gerak datar theodolit, lalu lihat “skala pembacaan” yang menunjukkan“sudut horizontal”.Catat angkanya berapa, misal nya x° y ′; e. Putar teropong theodolit ke arah Barat, lalu pasang sedemikian rupa sehingga “sudut horizontal” pada “skala pembacaan” menunjukkan angka x° y ′ dikurangi 65°58′ 4.37" f. Matikan gerak datar theodolit, kemudian bidikkan teropong kepada suatu titik, lalu beri tanda misalnya titik Q. Maka garis yang ditarik dari titik pusat theodolit ke titik Q itulah garis arah qiblat kota Surabaya.
  • 59. TEKNIK RUKYAT Dengan berbekal hasil hisab posisi hilal, maka di lokasi rukyat bisa ditentukan arah pandang ke area penampakan hilal dengan teknik berikut: 1. Buat garis Utara – Selatan sepanjang misalnya 100 cm; 2. Dari ujung Selatan garis tersebut (titik S), tarik garis tegak lurus ke arah Ba rat (garis S – B) sepanjang tangens Azimuth Hilal ( misalnya: 89°49' 0.73") x 100 exe. Hasilnya sama dengan panjang garis S – B ( 312.8 cm); 3. Titik Utara dan titik Barat dihubungkan dengan garis. Garis U – B tersebut mengarah ke area penampakan hilal. Panjang garis U – B tersebut adalah sebesar cosec (1/sin) Azimuth Hilal dikalikan panjang garis S – B (312.8 cm); 4. Selanjutnya tancapkan tiang tegak lurus pada titik U, misalnya setinggi 1.5 m sebagai tiang pengintai;
  • 60. TEKNIK RUKYAT 5. Di titik B tancapkan juga tiang tegak lurus sebagai pengarah. Aturlah tinggi tiang pengarah itu sedemikian rupa, sehingga bila dilihat dari ujung tiang pengintai tadi, ujung tiang pengarah itu posisinya persis di ufuk; 6. Di ujung tiang pengarah dapat diletakkan gawang lokasi persegi panjang untuk melokalisir pandangan dari ujung tiang pengintai agar hanya terfokus pada area penampakan hilal. Tinggi gawang tersebut sebesar tangens Irtifa’ Hilal Mar-i (misalnya 2° 48' 18" ) dikalikan panjang garis U – B (312.8 cm). Gawang tersebut diletakkan dalam posisi miring sesuai dengan kemiringan lintang tempat lokasi, karena arah turunnya hilal ke ufuk itu akan miring sesuai dengan kemiringan lintang tempat tersebut.
  • 61. S U 100cm B 312.8 cm 312.8 cm Ufuk SITUASI HILAL TGL 22 OKTOBER 2006 pengarah pengintai
  • 62. Lokasi Ru’yat : Tanjung Kodok Jatim