Budi Hikmat mengatakan bahwa Indonesia memiliki pekerjaan rumah berat dalam menghadapi era MEA, termasuk meningkatkan produktivitas, mengurangi ketergantungan pada impor, dan memperkuat sektor ekspor. Pemerintah perlu mengurangi subsidi BBM dan meningkatkan alokasi anggaran untuk infrastruktur agar neraca transaksi berjalan tidak kembali defisit. Ada harapan Indonesia dapat menghadapi era MEA dengan adanya p
1. INvest q & a 8 Juni 2014
Indonesia memiliki sejumlah
pekerjaan rumah yang cukup berat
dalam menghadapi era masyara-kat
ekonomi ASEAN (MEA) tahun
2015 mendatang. Fortune Indonesia
berbincang-bincang dengan Inves-tor
Relation dan Chief Economist
Bahana TCW Investment Manage-ment,
Budi Hikmat, terkait kesia-pan
Indonesia menjelang era MEA.
Berikut petikannya:
Menghadapi era Masyarakat
Ekonomi ASEAN ini, semenarik
apa pasar Indonesia di mata
asing?
Bisa jadi tidak menarik, karena Indo-nesia
ini exchange rate-nya volatile.
Tahun lalu rupiah melemah 25%.
Surat utang negara tahun lalu turun
11%, jadi total 36%. Apa investor
asing tidak takut, karena itu tentu
mengurangi keuntungan.
Apa yang perlu dipersiapkan
Indonesia dalam menghadapi
era MEA?
Indonesia tidak diperkuat oleh sup-ply
management tapi demand. Ini
yang menjadikan negara kita memi-liki
ketergantungan berlebih karena
tidak produktif. Indonesia harus me-ningkatkan
produktifitasnya. Untuk
meningkatkan
income account-nya
dengan memperkuat basis produksi.
Rupiah melemah tapi ekspor kita
belum juga naik, padahal harusnya
kalau rupiah melemah barang kita
murah. Infrastruktur salah satu
fortune indonesia
37
Pendalaman Pasar Perlu
Untuk Antsipasi MEA
Pendalaman pasar modal, pengelolaan makro, dan strategi
geopolitik menjadi prioritas yang harus dijalankan dalam
persaingan di era MEA. Oleh Dian Sari Pertiwi
foto oleh melisa wijaya
2. INvest
Potensi domestik Indonesia besar sekali, dengan jumlah
penduduk yang besar, seharusnya Indonesia dapat memperbesar
jumlah investornya di pasar modal. — Budi Hikmat
naik atau tidak, lalu sektor jasa kita
bisa menguat atau tidak.
Faktor fundamental tetap menjadi
fondasi utama di pasar modal. Inves-tor
asing yang keluar tahun lalu itu
sekitar US$4,3 miliar yang masuk
baru US$3 miliar. Kalau menurut
saya terkait politik, sudah banyak
yang masuk juga ke pasar, tapi seba-gian
sisanya yang belum masuk ma-sih
menunggu kejelasan pemilihan
umum. Dari sisi fundamental, sisi
ekspor non migas kita sudah mulai
naik menurut data BPS (Badan Pusat
Statistik), impor kita juga turun.
Tahun lalu memang karena rupiah
kita melemah, capital market juga
cenderung lesu, kita sempat berada
di titik murah istilahnya. Sekarang
sudah lebih baik lagi, selain ada
euphoria politik, orang juga sedang
nunggu laba.
Strategi apa apa yang perlu di-lakukan
oleh para pelaku pasar
modal dan industri keuangan un-tuk
melakukan pendalam pasar?
Edukasi mengenai pasar modal
Indonesia, dari yang dasar seperti
mekanisme cara kerja pasar modal,
bagaimana berinvestasi di sana,
apa saja risikonya hingga mereka
mampu memutuskan untuk beli
atau tidak.
Orang Indonesia masih cenderung
menyimpan uangnya dalam bentuk
deposito simpanan di bank, bukan
diinvestasikan ke dalam produk jasa
keuangan. Meningkatkan jumlah
investor lokal itu penting. Kalau
kami sebagai pelaku industri, selalu
mengedukasi investor dengan merekomendasi
produk tidak menggu-nakan
analisis teknikal, tapi funda-lu
diproteksi dia tidak akan tumbuh
menjadi anak yang kuat. Sebalilknya
kalau dibiarkan berkompetisi secara
bebas anak tersebut akan lebih kuat
dan mampu bersaing. Kita membu-ka
pasar domestik ada banyak keun-tungan
juga. Contohnya di pasar
surat utang, dulu ketika pemerintah
menerbitkan surat utang mereka
harus ribut dengan perbankan yang
juga menerbitkan produk sejenis,
tapi kalau membuka pasar, pemer-intah
akan segera dapat menawar-kannya
ke luar negeri. Itu manfaat-nya
pemerintah bisa menjangkau
akses likuiditas. Negatifnya, kalau
ada asing ikut main, saat pasar
volatil mereka dapat sewaktu-waktu
keluar.
Bagaimana dengan pasar
modalnya?
Potensi domestik Indonesia besar
sekali, dengan jumlah penduduk
yang besar, seharusnya Indonesia
dapat memperbesar jumlah inves-tornya
di pasar modal. Angkatan
penduduk tua di Indonesia hanya
sedikit sekali yang mempersiapkan
dana pensiun dengan berinvestasi.
Ini menjadi ironi kalau tidak diper-siapkan
dan didorong. Indonesia
hanya akan menjadi pasar saja,
sedangkan investor lokalnya sedikit.
Sentimen pasar modal saat ini
sedang positif karena proses pemilu
di negara kita cenderung lebih aman
dan kondusif dibanding negara
fragile five (kelompok lima negara
rentan: India, Afrika Selatan, Brasil,
Turki, dan Indonesia) lainnya. Ting-gal
bagaimana pengelolaan makro-nya
saja. Impor kita sudah menurun,
tinggal bagaimana ekspor kita bisa
q & a
penyebabnya, lalu dukungan
per-bankan
terhadap industri juga masih
rendah. Meningkatkan produktifitas
dan kompetitif akan membuat Indo-nesia
siap menghadapi era MEA ini.
Terkait geopolitik, peran Indone-sia
selalu dianggap strategis, se-benarnya
apa yang harus dilaku-kan
dengan posisi seperti itu?
Indonesia dianggap demikian
karena punya pasar bagus. Kemu-dian
China dan Jepang berinvasi.
Contohnya, Jepang yang sangat
membutuhkan Indonesia, karena
dia menciptakan banyak uang dari
sini. Uangnya lalu dipinjamkan ke
Indonesia. Seperti 30 tahun lalu
uangnya banyak dipinjamkan untuk
pembangunan pembangkit listrik
dan jalan tol Jagorawi. Dan seka-rang
Jokowi-Ahok pinjam uang itu
untuk membangun MRT. Jepang
dengan 23% penduduknya di atas
65 tahun, membutuhkan Indonesia
sebagai pasarnya. Uang yang banyak
itu dipinjamkan tapi untuk membeli
barang Jepang juga.
Kita tentu butuh uang, untuk
membangun infrastruktur seperti
pelabuhan, transportasi umum,
dan sebagainya. Ada baiknya kita
manfaatkan agar benefitnya lebih
maksimum ke kita. Karena tidak
dimungkiri kita butuh banyak dana
dan keahlian mereka.
Bagaimana agar pasar Indonesia
mampu bertahan di tengah arus
liberalisasi yang deras ini?
Liberalisasi punya dua sisi positif
dan negatif. Positifnya membuat
kita lebih siap untuk berkompetisi,
sama seperti anak kecil, kalau terla-
fortune indonesia
38
3. 8 Juni 2014
kalau di pasar modal bisa mudah
masuk dan mudah keluar. Selain itu
juga mudah didiversifikasi.
Sektor riil penting untuk menun-jang
pasar modal. Supaya keuntun-gan
perusahaan berkelanjutan. Dari
current account defisit tahun lalu
menunjukkan kalau kita kurang
produktif. Kita lebih banyak meng-konsumsi
daripada memproduksi.
Kalau current account harus
dibiayai, maka akan nambah utang.
Itu bahaya. Kalau nambah utang,
pasar modal tidak akan bergairah.
Karena kalau ada keuntungan pasti
perusahaan akan memprioritaskan
membayar utang kepada kreditur
daripada membagikan dividen
kepada investor.
Tapi, jumlah emiten yang ter-daftar
di pasar modal Indonesia
hanya 489 tidak sebanyak di Ma-laysia
yang mencapai angka 900.
Itu juga menjadi pekerjaan rumah
para regulator. Bagaimana mendo-rong
dan memfasilitasi perusahaan-perusahaan
agar mau terdaftar di
bursa efek. Selain pendalaman pasar
dan memperbanyak jumlah investor,
penting juga untuk menambah jum-lah
emiten yang terdaftar di bursa
efek, dan memperkuat faktor funda-mental
ekonomi lewat manajemen
makro yang bagus, agar perusahaan-perusahaan
itu bisa sustainable dan
investor dapat keuntungan.
Agar neraca transaksi berja-lan
kita tidak kembali defisit,
perbaikan
apa yang harusnya
dilakukan pemerintah selaku
regulator?
Defisit ini juga yang membuat pasar
modal kita underperfomance tahun
lalu. Pengelolaan makronya yang
mental. Keep investing, reguler saja,
nanti ketika tua kita petik.
Bahayanya jika edukasi ini tidak
dilakukan, di Indonesia akan ada
generasi pensiun 10 tahun lagi sebanyak
jumlah populasi Malaysia atau
sekitar 26 juta orang. Kami sebagai
pelaku juga akan senang kalau
distribusi produk investasi tidak
hanya melalui perbankan. Misalnya,
orang kalau mau naik haji itu tidak
usah nabung tapi beli sukuk kita bisa
kelola. Jadi harus ada yang namanya
alternative distribution.
Menurut Anda pasar modal men-jadi
pilihan tepat berinvestasi
daripada sektor ril?
Kalau sektor ril sewaktu-waktu kita
butuh uang tidak dapat tarik uang
secara langsung. Harus menunggu
jual aset atau dapat keuntungan dari
penjualan barangnya. Sedangkan
fortune indonesia
39
4. INvest 8 Juni 2014
tuk memperbaiki konsep infrastruk-tur
dan transportasi. Kalau buat
bandara ya dipikirkan juga keretanya
untuk akses ke sana. Saya lihat juga
mapping bandara Soekarno Hatta
ke depannya akan diperbesar. Yang
kedua dari sisi pasar modal, saya
lihat kita juga perlu addressing chal-lenge,
seperti yang saya katakan tadi
10 tahun lagi jumlah orang generasi
pensiun akan sebanyak jumlah popu-lasi
Malaysia, kita lihat mereka seka-rang
menaruh uangnya lebih banyak
di deposito. Kita perlu mengedukasi
potensi ini, karena 10 tahun itu tidak
lama lagi.
berjaya di luar negeri mengemba-likan
sebagian keuntungannya ke kas
negara atau tidak. Kita juga memi-liki
kapasitas untuk meningkatkan
pendapatan.
Melihat kondisi itu, menurut
Anda ada harapan untuk meng-hadapi
era MEA tahun depan ini?
Saya lihat ada harapan. Menurut
saya harapan itu pertama terlihat
dari infrastruktur, sekarang ini su-dah
kelihatan jalan. Saya juga sudah
ke Kualanamu, saya lihat di sana
bandaranya bagus. Sudah ada model
istilahnya, artinya ada keinginan un-q
& a
salah. Ada defisit neraca transaksi
berjalan karena pemerintah terlalu
banyak mengeluarkan biaya untuk
subsidi bahan bakar minyak.
Kita bukan negara OPEC lagi sejak
tahun 2004, tapi kita belum sadar.
Rasionalitas subsidi BBM, harusnya
dikurangi subsidi BBM-nya. Untuk
sektor nonmigas Indonesia perlu
mempertimbangkan produk yang
memiliki added value tinggi. Selain
itu, pendorong ekspor terletak pada
infrastruktur. Kalau pemerintah ter-lalu
menghabiskan anggaran belanja
untuk menopang subsidi BBM senilai
Rp260 triliun, tidak ada alokasi un-tuk
perbaikan infrastruktur. Padahal
infrastruktur yang dapat menopang
keberlanjutan pertumbuhan eko-nomi
Indonesia. Pemerintah sebagai
regulator seharusnya juga membuat
aturan dan kebijakan terkait trans-portasi
umum.
Selain itu, tidak ada perusahaan
Indonesia yang membawa pulang
keuntungannya dari negara lain
seperti
yang dilakukan oleh negara
maju seperti Amerika, Jepang.
Perusahaan luar yang menanam-kan
modalnya di negara berkembang
seperti Indonesia ini bisa membawa
pulang keuntungannya untuk mem-bangun
negaranya. Kita tidak punya
perusahaan-perusahaan negara yang
berjaya di luar negeri yang membawa
pulang keuntungannya untuk Indo-nesia,
misalnya seperti Garuda dan
Telkom, perusahaan BUMN yang
sudah bermain di pasar luar negeri.
Defisit neraca transaksi berjalan itu
juga merepresentasikan kalau kita
negara yang kurang produktif dan
kurang kompetitif.
Kalau negara lain itu mewajibkan
perusahaan-perusahaan mereka
yang berjaya di negara lain agar
menyetorkan keuntungannya bagi
negara mereka. Ini harusnya menjadi
isu yang diangkat. Apakah perusa-haan-
perusahaan Indonesia yang
fortune indonesia
40