Dokumen tersebut membahas tiga teori belajar yaitu behavioristik, kognitif, dan konstruktivisme. Teori behavioristik menekankan perubahan tingkah laku, teori kognitif menekankan proses kognitif dalam belajar, sedangkan teori konstruktivisme menekankan pengetahuan sebagai hasil konstruksi individu. Dokumen ini juga membandingkan pembelajaran berdasarkan ketiga teori tersebut.
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Teori Belajar
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak bisa
dikerjakan, mendadak dikejutkan oleh orang lain yang bisa mengerjakan hal tersebut.
Agar kita tidak tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang berubah cepat, maka
kita sadar bahwa pendidikan itu sangat penting.
Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan
persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan
salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan
berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa
pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.
Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum
optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan-kekacauan yang
muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia
pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi
terhadap kekacauan ini.
Oleh karena itu, agar kita dapat mengoptimalkan pendidikan yang ada di
negeri ini, kita harus mengetahui sistem pembelajaran yang cocok bagi seluruh
peserta didik yang mengenyam pendidikan di seluruh penjuru negeri ini. Sebelum itu,
kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai teori – teori belajar yang telah ada
dan diterapkan diseluruh dunia. Ada beberapa teori belajar yang sering ditemui,
namun kali ini, kami hanya akan menjelaskan tiga teori belajar saja, yaitu teori belajar
behavioristik, kognitif dan kontruktivistik.
Teori Belajar Behavioristik yaitu teori belajar yang lebih menekankan pada
tingkah laku manusia. Berbeda dengan teori sebelumnya, Teori Belajar Kognitif
mengacu pada wacana psikologi kognitif, dan berupaya menganalisis secara ilmiah
proses mental dan struktur ingatan atau cognition dalam aktifitas belajar. Sedangkan,
Teori Belajar konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan
(kontruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang
2. ada. Pengetahuan merupakan hasil dari kontruksi kognitif melalui kegiatan seseorang
dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan sekma yang diperlukan untuk
membentuk pengetahuan baru. Padangan kontruktivistik mengemukakan bahwa
realitas ada pada pikiran seseorang.
1.2 Manfaat Penulisan
Adapun penyusunan makalah ini bermanfaat secara:
a. Teoretis, untuk mengkaji ilmu pendidikan khususnya dalam memahami implikasi
pendidikan, pembelajaran, pengajaran, prinsip-prinsip pembelajaran, dan
perkembangan teori pembelajaran.
b. Praktis, bermanfaat bagi:
1) Para pendidik agar pendidik tidak salah persepsi tentang pendidikan,
pembelajaran, dan pengajaran, serta dapat menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran dan teori pembelajaran yang sesungguhnya.
2) Mahasiswa agar memahami tentang pengertian, prinsip, dan perkembangan
teori pembelajaran.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Teori Behavioristik, Kognitif, dan Konstruktivistik?
2. Apa saja kelemahan dan kekuatan dari Teori Behavioristik, Kognitif, dan
Konstruktivistik?
3. Apa perbedaan dari pembelajaran yang berpijak pada Teori Behavioristik,
Kognitif, dan Konstruktivistik?
4. Bagaiman pengaplikasian dari Teori Behavioristik, Kognitif, dan Konstruktivistik
dalam pembelajaran dikelas?
3. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori – teori Belajar dan Penerapannya
2.1.1 Teori Belajar Behavioristik
A. Konsep Dasar
Salah satu teori psikologi belajar, yang merupakan teori awal tentang
belajar adalah Teori Behavioristik yaitu teori belajar yang lebih menekankan pada
tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi
respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk
perilaku mereka. Ada 3 jenis belajar menurut teori Behavioristik yaitu (1)
Respondent Conditioning, (2) Operant Conditioning dan (3) Observational Learning
atau sosial-cognitive Learning.
a. Teori Belajar Respondent Conditioning
Teori belajar Respondent Conditioning (pengkondisian respon)
diperkenalkan oleh Pavlov, yang didasarkan pada pemikiran bahwa
perilaku atau tingkah laku merupakan respon yang dapat diamati dan
diramalkan.
Fisiolog Pavlov (1849-1936) mengkaji stimuli (rangsangan tak
bersyarat) yang secara spontan memanggil respon. Melalui
Conditioning, stimuli netral (netral spontan) memancing refleks namun
sengaja dibuat agar mampu memancing respon refleks. Bila satu
stimuli menghasilkan respon, maka stimuli kedua yang tidak relevan
dihadirkan serempak dengan stimuli pertama, dan akhirnya respon tadi
muncul tanpa perlu menghadirkan stimuli pertama.
4. b. Teori Belajar Operant Conditioning
B.F. Skinner sebagai tokoh teori belajar Operant Conditioning
berpendapat bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku yang
dapat diamati, sedang perilaku dan belajar diubah oleh kondisi di
lingkungan. Teori Skinner (1954) sering disebut Operant Conditioning
yang berunsur rangsangan atau stimuli, respon, dan konsekuensi.
Stimuli (tanda/syarat) bertindak sebagai pemancing respon, sedangkan
konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau negatif, namun
keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement).
Perbandingan antara teori belajar Classical Conditioning dan
teori belajar Operant Conditioning dikemukakan oleh Skinner dan
Lefrancois. Skinner menyebutkan bahwa banyak respon yang tidak
hanya dipancing stimuli tetapi dapat dikondisikan pada stimuli lain.
Respon ini adalah kategori perilaku pertama, disebut respondent
behavior karena perilaku muncul sebagai respon atas stimuli.
Selanjutnya dapat muncul kategori perilaku ke dua (perilaku yang tidak
dipancing stimuli), yang disebut Operant Behavior sebab telah
dikerjakan pebelajar.
Generalisasi adalah pola merespon yang dilakukan individu
terhadap lingkungan atau stimuli serupa, sedangkan diferensiasi adalah
pola merespon individu dengan cara mengekang diri untuk tidak
merespon karena ada perbedaan antar dua situasi serupa meski tidak
sama, yang sebenarnya sesuai direspon. Menggeneralisasi berarti
merespon situasi serupa, sedangkan mendeferensiasi berarti merespon
dengan cara membedakan antara situasi saat dua respon identik yang
tidak sesuai dimunculkan.
Penerapan Operant Conditioning dalam pendidikan
dikemukakan oleh Fred Keller (1968) dengan judul kegiatan self-paced
learning. Guru merancang mata pelajaran yang dilengkapi bahan
bacaan untuk dikaji pebelajar. Ketika pebelajar merasa siap diuji, ia
menempuh tes agar lulus pada penggalan belajar yang telah
5. ditempuhnya. Jika lulus, ia maju kepenggalan berikutnya. Jadi
pebelajar sendiri yang menetapkan kecepatan dan jangka waktu
belajarnya.
c. Teori Observational Learning (Belajar Pengamatan) atau
sociocognitive Learning (Belajar Sosio-Kognitif)
Proses belajar yang bersangkut-paut dengan peniruan disebut
belajar observasi (Observational Learning). Albert Bandura (1969)
menjelaskan bahwa belajar observasi merupakan sarana dasar untuk
memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang sudah
dikuasai. Belajar observasi biasa juga disebut belajar sosial (social
learning) karena yang menjadi objek observasi pada umumnya perilaku
belajar orang lain. Belajar sosial mencakup belajar berperilaku yang
diterima dan yang diharapkan publik agar dikuasai individu. Di dalam
belajar sosial, berlangsung proses belajar berperilaku yang tidak
diterima publik. Perilaku yang diterima secara sosial itu bervariasi
sesuai budaya, sub-budaya, dan golongan masyarakat.
Diterima atau tidak diterimanya perilaku sosial ditentukan oleh
situasi dan tempat. Social Learning mengkaji rangkaian perilaku yang
dapat diterima secara sosial dalam kondisi apa saja. Belajar meniru
disebut belajar observasi (Observasi Learning), yang meliputi aktifitas
menguasai respon baru atau mengubah respon lama sebagai hasil dari
mengamati perilaku model.
Albert Bandura (1969) mengartikan belajar sosial sebagai
aktivitas meniru melalui pengamatan atau observasi. Individu yang
perilakunya ditiru menjadi model pebelajar yang meniru. Istilah
modeling digunakan untuk menggambarkan proses belajar sosial.
Model merujuk pada seseorang yang berperilaku sebagai stimuli bagi
respon pebelajar.
Pada prinsipnya kajian teori behavioristik mengenai hakikat belajar
berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar diukur berdasarkan
6. terjadi-tidaknya perubahan tingkah laku atau pemodifikasian tingkah laku yang lama
menjadi tingkah laku yang baru. Tingkah laku dapat disebut sebagai hasil
pemodifikasian tingkah laku lama, sehingga apabila tingkah laku yang lama berubah
menjadi tingkah laku yang baru dan lebih baik dibandingkan dengan tingkah laku
yang lama. Perubahan tingkah laku di sana bukanlah tingkah laku tertentu, tetapi
perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang telah dimiliki seseorang. Hal itu
berarti perubahan tingkah laku itu menyangkut perubahan tingkah laku kognitif,
tingkah laku afektif, dan tingkah laku psikomotor.
Menurut Edward Lee Thorndike (1874 – 1949), belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut
stimulus (S) dengan respon (R).
Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda
untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat.
Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya
perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box)
diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu
adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha
atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.
Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and
connecting lerning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena
itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori
belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan
respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:
1) Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku
tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung
diperkuat.
7. 2) Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku
diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
3) Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
1) Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response). Hukum ini mengatakan
bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan
adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat
dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2) Hukum Sikap (Set/Attitude). Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar
seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon
saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik
kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
3) Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), Hukum ini
mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon hanya
pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan
situasi (respon selektif).
4) Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dapat
melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu
sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami
dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau
perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak
unsur yang sama/identik, maka transfer akan makin mudah.
5) Hukum perpindahan asosiasi (Associative Shifting). Hukum ini mengatakan
bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum
dikenal dilakukan secara tertahap dengan cara menambahkan sedikit demi
sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
8. Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain:
1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan, saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
2) Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat
positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman
tidak berakibat apa-apa.
3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi
adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular (spread of effect) baik pada bidang
lain maupun pada individu lain.
Karakteristik perubahan tingkah laku dalam belajar, menurut penjelasan
tim dosen pengembang MKDK IKIP Semarang (1989) mencakup hal-hal seperti
berikut ini.
1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar
Setiap individu dalam belajar akan menyadari terjadinya perubahan
perilaku tingkah laku atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi
perubahan dalam dirinya.
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Perubahan yang terjadi dalam individu berlangsung terus menerus dan
tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan
berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan senantiasa bertambah
dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan
demikian makin banyak usaha belajar dilakukan makin banyak dan makin baik
perubahan yang diperoleh.
9. 4. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk
beberapa saat saja dan tidak dapat dikatagorikan sebagai perubahan dalam arti
belajar. Perubahan yang terjsdi karena proses belajar bersifat menetap atau
permanen. Itu berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan
bersifat menetap.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan
Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar
disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika individu belajar sesuatu,
sebagai hasilnya mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam
sikap, keterampilan pengetahuan dan sebagainya.
Belajar diartikan sebagai perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
Pengetahuan mutakhir proses belajar diperoleh dari kajian pengolahan
informasi, neurofisiologi, neuropsikologi, dan sains kognitif.
B. Kerangka Berfikir Teori Behavioristik
Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil,
bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan
reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural
dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa
10. tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah
hasil belajar.
C. Implikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran dapat dideskripsikan
sebagai berikut:
1. Pembelajaran adalah upaya alih pengetahuan dari guru kepada siswa.
2. Tujuan pembelajaran lebih ditekankan pada bagaimana menambah
pengetahuan.
3. Strategi pembelajaran lebih ditekankan pada perolehan keterampilan yang
terisolasi dengan akumulasi fakta yang berbasis pada logika liner.
4. Pembelajaran mengikuti aturan kurikulum secara ketat dan belah lebih
ditekankan pada keterampilan mengungkapkan kembali apa yang dipelajari.
5. Kegagalan dalam belajar atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan
keberhasilan atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah.
6. Evaluasi lebih ditekankan pada respons pasif melalui sistem paper and
pencil test dan menuntut hanya ada satu jawaban yang benar. Dengan
demikian, evaluasi lebih ditekankan pada hasil dan bukan pada proses, atau
sintesis antara keduanya.
D. Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori-teori
behavioristik adalah ciri-ciri kuat mendasarinya yaitu:
1. Mementingkan pengaruh lingkungan.
2. Mementingkan bagian-bagian (elementalistik).
11. 3. Mementingkan peranan reaksi.
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur
stimulus respon.
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
6. Mementingkan pembentukan kebiasan melalui latihan dan pengulangan.
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan
Contoh penerapan teori ini dalam pembelajaran, misalnya dalam
pembelajaran IPA SD, guru memberikan rangsangan dengan memberi pertanyaan
yang terbuka, contoh; “anak-anak, kenapa kita harus mengkonsumsi sayur-sayuran?”
dengan pertanyaan seperti ini, siswa pasti menanggapi atau merespon secara aktif
dengan berbagai jawaban, “agar sehat, supaya tidak buta”. Dengan ini pikiran
mereka terbuka, dan yang paling penting guru memberikan penghargaan (reward)
dengan tujuan agar siswa bisa dikuatkan dan termotivasi sehingga pola tingkah laku
mereka untuk belajar lebih tinggi, dan dengan penguatan ini, mereka saling menguji
untuk menjawab ketika diberikan pertanyaan.
E. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik
Kelebihan Teori Belajar Behavioristik:
1. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti
contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi.
2. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks.
3. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu.
4. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati dan jika
terjadi kesalahan harus segera diperbaiki.
5. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat
menjadi kebiasaan.
6. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur
seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, rafleks, daya tahan dan
sebagainya contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
12. menggunakan komputer, berenang, olahragam dan sebagainya. Teori ini juga
cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti
diberi permen atau pujian.
Kekurangan Teori Belajar Behavioristik:
1. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning),
bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan
diukur.
2. Mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak
menyenangkan bagi siswa sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi
berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid.
3. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru.
4. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan
apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
5. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh begavioristik
justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
2.1.2 Teori Belajar Kognitif
A. Konsep Dasar Teori Kognitif
Teori kognitif mengacu pada wacana psikologi kognitif, dan berupaya
menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau cognition dalam
aktifitas belajar. Cognition diartikan sebagai aktifitas mengetahui, memperoleh,
mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuan (Lefrancois, 1985).
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
13. berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.
B. Implikasi Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.
C. Aplikasi Teori Kognitif Piaget dalam Pembelajaran
1. Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang
mudah dalam proses berpikirnya,
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-
benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi
dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks,
3. Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna,
4. Memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan
siswa.
Dalam proses pembelajaran Guru mengajar dengan menggunakan
bahasa yang sesuai dengan cara berfikir siswa. Guru harus membantu anak agar
dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. Berikan peluang agar siswa
belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, siswa hendaknya diberi
peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. Contohnya pada
pelajaran di SD siswa mampu menemukan sebuah masalah dan mencari sendiri
pemecahan masalahnya. Misalnya dalam materi tentang struktur bunga, guru bisa
menyuruh siswa untuk mencari bunga yang strukturnya lengkap (seperti bunga
14. kembang sepatu) lalu meyuruh siswa untuk mendiskusikan untuk dapat menentukan
dengan benar nama setiap bagian-bagian bunga, dan mampu menunjukan bagian-
bagiannya itu.
D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik
Kelebihan Teori Belajar Kognitif:
1. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.
2. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
Kekurangan Teori Belajar Kognitif:
1. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
2. Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
3. Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya
masih belum tuntas.
2.1.3 Teori Belajar Konstruktivistik
E. Konsep Dasar
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori
pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis
ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan
masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah
dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori
pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner
(Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi
kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan
mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri
untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke
15. pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat
anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
Teori Belajar konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan adalah
bentukan (kontruksi) kita sendiri. Pengetahuan bukan juga gambaran dari dunia
kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari kontruksi kognitif melalui
kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang
diperlukan untuk membentuk pengetahuan baru. Padangan kontruktivistik
mengemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang. Manusia mengkonstruksi
pengalamnnya. Konstruktivistik mengarahkan perhatiannya pada bagaimana
seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamnnya, struktur mental, dan
keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan obyek dan peristiwa-
peristiwa. Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran dalah instrumen
penting dalam menginterpretasikan kejadian, obyek, dan pandangan dunia nyata, di
mana interpretasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.
Adapun pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai
berikut:
1) Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat
temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
2) Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit,
aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
3) Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam
menginterprestasikannya.
Model konstruktivis ini lebih menekankan pada penerapan konsep
(Learning By Doing), maksudnya adalah peserta didik belajar sesuatu melalui
kegiatan manual. Dengan demikian model konstmktivis ini lebih menekankan pada
bagaimana peserta didik belajar melalui interaksi sosial, dan pada model ini anak
menemukan konsep melalui penyelidikan, pengumpulan data, penginterprestasian
data melalui suatu kegiatan yang dirancang oleh pendidik. Dan dalam model
pembelajaran konstruktivis ini peserta didik dapat mencari pengetahuan sendiri
melalui suatu kegiatan pembelajaran seperti pengamatan, percobaan, diskusi, tanya
jawab, membaca buku, bahkan surfing di internet. Pendidik harus dapat
16. mengembangkannya dengan menguasai pendekatan, metoda dan model
pembelajaran yang sesuai. Agar dapat mendukung peserta didik dalam
mengemukakan ide-ide, dan menumbuhkan rasa percaya diri. Pendidikan Kecakapan
Hidup (life skills) lebih luas dari sekedar keterampilan manual.
F. Aplikasi Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran
Aplikasi pembelajaran konstruktivistik dalam dunia pendidikan
merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi teks, dialog, pengalaman.
Aplikatif teori belajar konstruktivistik sebagai berikut :
a) Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan
jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun
tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan
bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik,
namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras
seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada
siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para
siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
b) Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan
materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan
ditanamkan oleh guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan
dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya
c) Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental
yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang
dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model
itu.
d) Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-
masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”,
menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan
pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu
perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang
diperlukan.
17. e) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
didik.
f) Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok
dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman
yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada
diri peserta didik.
Penerapan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran diwujudkan
dalam bentuk pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Guru dituntut
untuk menciptakan suasana belajar sedemikian rupa, sehingga siswa dapat bekerja
sama. Misalnya dalam materi pembelajarann IPA SD tentang struktur dan bagian
tubuh manusia, guru menyuruh siswa untuk menunjukkan sendiri bagian-bagian
tubuhnya seperti, kepala, tangan, kaki, dll. Secara tidak langsung siswa sudah
menerapkan sistem pembelajaran yang berpusat pada dirinya.
G. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Konstruktivistik
Kelebihan
1. Murid berpikir untuk menyelesaikan masalah, mengelola ide dan membuat
keputusan.
2. Paham : Oleh karena murid terlibat secara langsung dalam membina
pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan boleh mengapliksikannya
dalam semua situasi.
3. Ingat : Oleh karena murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka
akan ingat lebih lama semua konsep.
4. Yakin: Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kepahaman mereka.
Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam
situasi baru.
5. Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan
rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
18. 6. Semangat :Oleh karena mereka terlibat secara terus, mereka paham, ingat,
yakin dan berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan berasa semangat
belajar dalam membina pengetahuan baru.
Kekurangan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita
lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu
sepertinya kurang begitu mendukung.
2.2 Perbandingan Teori Behavioristik, Kognitif, dan Konstruktivistik
2.2.1 Belajar
TEORI BELAJAR PANDANGAN
1. Behavioristik Belajar adalah perubahan tingkah laku, yang
merupakan hasil dai stimulus-respon. Aliran ini
menganggap. seseorang telah belajar jika ia telah
mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Untuk
membuat seseorang belajar, perlu adanya stimulus
yang diberikan oleh pendidik. Penguatan merupakan
factor penting dalam belajar, karena dapat memperkuat
timbulnya respon berupa hasil belajar.
2. Konstruktivistik
Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari
pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi
serta interpretasi. Belajar merupakan usaha pemberian
makna oleh peserta didik kepada pengalamannya
melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada
pembentukan struktur kognitifnya.
3. Kognitif Belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi,
emosi dan aspek – aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir
yang sangat kompleks. Proses belajar yang terjadi
antara lain mencakup pengaturan stimulus yang
19. diterima dan menyesuaikannya dengan struktur
kognitif yang sudah ada dan terbentuk di dalam pikiran
seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman –
pengalaman sebelumnya.
2.2.2 Pembelajaran
TEORI BELAJAR PANDANGAN
1. Behavioristik 1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju ke
seluruhan dengan menekankan pada ketrampilan-
ketrampilan dasar
2. Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah
ditetapkan
3. Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada
buku teks dan buku kerja
2. Konstruktivistik 1. Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke
bagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-
konsep yang luas
2. Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan
pertanyaan dan ide-ide peserta didik
3. Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada
sumber-sumber data primer dan memanupulasi bahan
4. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi
situasi yang memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali
dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pembelajaran terpusat pada peserta didik. Peserta didik
diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara
belajar yang sesuai bagi dirinya.
6. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber
utama, dan materi-materi interaktif. Proses
20. pembelajaran melibatkan para siswa dalam mengamati
dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata.
Guru kemudian membantu siswa untuk menghasilkan
abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-
fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
3. Kognitif
1. Pembelajaran dilakukan dengan memusatkan perhatian
kepada berpikir atau proses mental anak dan tidak
sekedar pada hasilnya dan mengutamakan peran siswa
dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi adanya
perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan
yang dapat dipengaruhi oleh perkembangan intelektual
anak.
2. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola
atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks.
3. Mengutamakan makna bukan memorasi.
4. Menggunakan metode pengulangan.
5. Informasi baru disesuaikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6. Mengaitkan hubungan antara apa yang sedang
dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
2.2.3 Evaluasi
TEORI BELAJAR PANDANGAN
1. Behavioristik
Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah
dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah
selesai kegiatan pembelajaran. Menekankan evaluasi pada
kemampuan peserta didik secara individual. Evaluasi
dilakukan diakhir pembelajaran dengan cara testing.
Evaluasi belajar peserta didik diukur hanya pada hal-hal
yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat
tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi
21. 2. Konstruktivistik
Evaluasi proses dan hasil belajar peserta didik terjalin di
dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru
mengamati hal-hal yang sedang dilakukan peserta didik
dalam menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata,
serta melalui tugas-tugas pekerjaan. Evaluasi menekankan
pada keterampilan proses dalam kelompok.
3. Kognitif
Memperhatikan perilaku siswa yang tampak, seperti
penyelesaian tugas rumah, hasil tes, disamping itu juga
harus memperhatikan faktor manusia dan lingkungan
psikologisnya.
2.2.4 Peserta didik
TEORI BELAJAR PANDANGAN
1. Behavioristik
Peserta didik-peserta didik biasanya bekerja sendiri-sendiri,
tanpa ada group proses dalam belajar.
2. Konstruktivistik
Peserta didik banyak belajar dan bekerja di dalam group
proses. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat
menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya.
3. Kognitif Peserta didik diutamakan untuk belajar memahami bukan
menghafal. Peserta didik diberi peluang untuk belajar sesuai
perkembangannya. Selain itu, peserta didik juga diberi
peluang untuk berinteraksi dan berdiskusi dengan
temannya.
2.2.5 Pendidik
TEORI BELAJAR PANDANGAN
1. Behavioristik
Pendidik adalah orang yang mendominasi kegiatan
pembelajaran. Tugasnya memindahkan pengetahuan ke orang
yang belajar, dengan cara memberikan stimulus, penghargaan
atau hukuman dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai
22. hasil belajar yang baik. Guru menyampaikan materi pelajaran
melalui ceramah, dan banyak tergantung pada buku teks. Tugas
guru dalam proses pembelajaran adalah;
1. menentukan tujuan
2. menentukan matreri pelajaran
3. mengkaji materi pelajaran
4. menyusun sesuai dengan system informasi
5. menyajikan materi dan membimbing mahapeserta didik
dengan pola sesuai materi pelajaran
2. Konstruktivistik
Guru tidak mendominasi kegiatan pembelajaran. Guru hanyalah
berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat
situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan
pada diri peserta didik. Guru-guru konstruktivistik mengakui dan
menghargai dorongan diri manusia/peserta didik untuk
mnegkonstruksi pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajaran
yang dilakukan diarahkan untuk terjadinya aktivitas konstruksi
pengetahuan oleh peserta didik secara optimal. Tugas guru dalam
proses pembelajaran adalah;
1. Menentukan tujuan
2. Menentukan materi pelajaran
3. Menentukan topic-topik secara aktif oleh mahapeserta didik
dengan bimbingan minim dari dosen
4. Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok
untuk topic yang akan di[elajari mahapeserta didik.
5. Menyiapkan pertanyaan yang akan memacu kreativitas
mahapeserta didik untuk berdiskusi atau bertanya.
6. Menevaluasi proses dan hasil belajar
3. Kognitif
Guru memiliki peranan antara lain :
1. Menciptakan pembelajaran yang bermakna
2. Memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa
3. Mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap
peserta didik
23. 4. Mengaitkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari
dengan apa yang telah diketahui siswa
5. Menjelaskan materi pelajaran dari sederhana ke kompleks
2.2.6 Lingkungan Belajar
TEORI BELAJAR PANDANGAN
1. Behavioristik Kegiatan belajar lebih bayak dalam kelas karena aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib
dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan
kembali isi buku tersebut. Guru lebih banyak menyampaikan
materi dengan cara ceramah, maka lingkungan belajar dibuat
sesuai metoda yang pakai oleh guru supaya stimulus yang
diberikan menghasilkan respon yang maksimal.
2. Konstruktivistik Menekankan kepada aktivitas peserta didik dalam
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Jadi segala sesuatu
seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas
lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
Peserta didik diberi kebebasan untuk mengngkapkan
pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang
dihadapinya.
3. Kognitif Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta
didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan
hubungan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada
bagaimana informasi diproses. Jadi, semua yang berkaitan
dengan materi pelajaran saat ini diharpkan adalah baru
namun tidak asing bagi peserta didik.
24. Selain itu, terdapat juga perbedaan antara Teori Behavioristik, Kognitif dan
Konstruktivistik sebagai berikut :
Aspek Behavioristik Kognitif Konstruktivistik
Tokoh
Pavlov (1849-1936),
Watson (1878-1958),
Thorndike (1874-1949),
Skinner (1904-1990)
Jean Piaget, Lev
Vygotski
Schuman (1996),
Merril (1991),
Smorsganbord (1997),
Gagne, Bloom, Clark.
Dasar
Pemikiran
Perubahan tingkah laku
Proses berpikir
dibalik tingkah
laku
Pengetahuan dibangun
secara aktif
Kekuatan
Siswa difokuskan pada
tujuan yang jelas
sehingga dapat
menanggapi secara
otomatis. Contoh: Siswa
mampu menjelaskan
sifat-sifat zat cair, maka
diharapkan siswa mampu
menjawab pertanyaan
tentang sifat-sifat zat
cair.
Penerapan teori
kognitif bertujuan
untuk melatih
siswa agar mampu
mengerjakan tugas
dengan cara yang
sama dan
konsisten. Contoh:
Cara belajar siswa
berbeda-beda,
mereka perlu
secara rutin dilatih
untuk mencapai
cara umum yang
tepat.
Siswa diajak untuk
memahami dan
menafsirkan kenyataan
dan pengalaman yang
berbeda, supaya
mereka lebih mampu
menyelesaikan
masalah dalam
kehidupan nyata.
Contoh: Bila siswa
dapat menyelesaikan
masalah dengan
berbagai cara, maka
siswa akan terlatih
untuk menerapkannya
dalam situasi yang
berbeda (baru).
Kelemahan
Siswa dapat berada
dalam situasi di mana
rangsangan (stimulus)
dari jawaban yang benar
tidak tersedia. Contoh:
Siswa harus membuang
Siswa belajar suatu
cara
menyelesaikan
tugas, tetapi cara
yang dipilih belum
tentu baik (sesuai).
Dalam keadaan
dimana kesepakatan
sangat diutamakan,
pemikiran dan
tindakan terbuka dapat
menimbulkan masalah.
25. sampah pada tempatnya,
tetapi di tempat tersebut
tidak tersedia tempat
sampah.
Contoh: Siswa
belajar cara
menulis surat
dengan cara yang
sama, perlu
diperhatikan
perbedaan selera
dalam menulis
surat.
Contoh: Mengikuti
aturan sekolah tidak
dapat ditawar dan
didiskusikan agar
peraturannya dibuat
berbeda bagi
sekelompok siswa
tertentu. Mungkin hal
itu merupakan gagasan
yang konstruktif tetapi
akan sulit
dilaksanakan.
Prinsip
1. Obyek psikologi
adalah tingkah laku.
2. Semua bentuk tingkah
laku di kembalikan
pada refleks.
3. Mementingkan
pembentukan
kebiasaan.
1.Seseorang yang
belajar akan
lebih mampu
mengingat dan
memahami
sesuatu apabila
pelajaran
tersebut disusun
berdasarkan pola
dan logika
tertentu.
2.Penyusunan
materi pelajaran
harus dari
sederhana ke
kompleks.
3.Belajar dengan
memahami akan
jauh lebih baik
daripada dengan
hanya menghafal
tanpa pengertian
penyajian.
1. Setiap pendidik
harus dapat
memfasilitasi
peserta didiknya,
sehingga
pengetahuan materi
yang dibangun atau
dikonstruksi para
peserta didik
sendirisan bukan
ditanamkan oleh
pendidik. Para
sisiwa harus dapat
secara aktif
mengasimilasikan
dan mengakomodasi
pengalaman baru
kedalam kerangka
kognitifnya.
2. Untuk mengajar
dengan baik,
pendidik harus
memahami model-
model mental yang
digunakan para
peserta didik untuk
26. mengenal dunia
mereka dan
penalaran yang
dikembangkandan
yang dibuat para
sisiwa untuk
mendukung model-
model itu.
3. Peserta didik perlu
mengkonstruksi
pemahaman yang
mereka sendiri
untuk masing-
masing konsep
materi sehingga
pendidik dalam
mengajar bukannya
“menguliahi”,
menerangkan atau
upaya-upaya sejenis
untuk mentransfer
pengetahuan pada
peserta didik tetapi
menciptakan situasi
bagi peserta didik
yang membantu
perkembangan
mereka membuat
konstruksi-
konstruksi mental
yang diperlukan.
4. Kurikulum
dirancang
sedemikian rupa
sehingga
terjadisituasi yang
memungkinkan
pengetahuan dan
keterampilan dapat
dikonstruksi oleh
peserta didik.
27. 5. Latihan
memecahkan
masalah seringkali
dilakukan melalui
belajar kelompok
dengan menganalisis
masalah dalam
kehidupan sehari-
hari.
6. Peserta didik
diharapkan selalu
aktif dan dapat
menemukan cara
belajar yang sesuai
dengan dirinya.
Pendidik hanya
sebagai fasilitator,
mediator, dan teman
yang membuat
situasi kondusif
untuk terjadinya
konstruksi
engetahuan pada diri
peserta didik.