SlideShare a Scribd company logo
1 of 43
Download to read offline
1
i
DAR2/Profesional/097/1/2019
PENDALAMAN MATERI ILMU PENGETAHUAN ALAM
MODUL 1.
PEMBELAJARAN IPA DAN KONSEP IPBA
Kegiatan Belajar 1:
Karakteristik Pembelajaran dan Evaluasi dalam Pembelajaran IPA
Penulis:
Agus Fany Chandra Wijaya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2019
2
1. Uraian Materi
a. Teori Belajar dalam Pembelajaran IPA
Banyak definisi tentang belajar, salah satunya adalah seperti yang disampaikan oleh
Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Learning may be
defined as the process where by an organism changes its behaviour as a result of
experience (Gagne 1984 : 256). Dari definisi belajar tersebut, ada dua kata kunci, yaitu
perilaku dan pengalaman. Perilaku, menyangkut aksi atau tindakan, yang menjadi
perhatian utama adalah perilaku verbal dari manusia, sebab dari tindakan- tindakan
menulis dan berbicara manusia dapat kita tentukan apakah terjadi perubahan perilaku
atau tidak. Perubahan dari ” ba-ba” menjadi ”bapak”, perubahan dari menuliskan
sesuatu dengan cara yang salah menjadi benar, memungkinkan kita untuk
menyimpulkan bahwa belajar telah terjadi.
Komponen kedua dalam definisi belajar adalah pengalaman, hal ini membatasi
macam-macam perubahan perilaku yang dapat dianggap mewakili belajar.
Pengalaman yang dimaksud sebagai proses belajar adalah pengalaman yang dialami
oleh siswa, bukan yang merupakan pengalaman fisiologis, seperti pada saat kita masuk
ke dalam ruang yang gelap, lambat laun kita akan melihat dengan jelas, hal tersebut
adalah akibat perubahan pupil mata dan perubaha perubahan fotobiologi dalam retina,
hal ini merupakan sesuatu yang fisiologis dan tidak mewakili belajar.
Berikut ini lima macam perilaku perubahan pengalaman, yaitu:
1) Pada tingkat emosional paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari
pasangan stimulus tak terkondisi dengan stimulus terkondisi. Bentuk belajar
seperti ini disebut belajar dan menolong kita bagaimana memahami bagaimana
para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau mata pelajaran yang
diajarkan.
2) Belajar Kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang
lainnya pada satu waktu. Kita dapat melihat bagaimana asosiasi ini dapat
3
menyebabkan belajar dari latihan dan belajar stereotip (menggambarkan seorang
ilmuwan itu berkacamata, seorang ibu tiri kejam dan lain-lain).
3) Belajar Operant, yaitu kita belajar bahwa konsekuensi perilaku mempengaruhi
apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu.
4) Belajar Observasional, pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan
kejadian-kejadian, kita belajar dari model-model, dan mungkin kita menjadi
model bagi orang lain.
5) Belajar Kognitif terjadi dalam kepala kita, apabila kita melihat dan memahami
peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita.
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang
bersumber dari aliran-aliran psikologi. Namun demikian, dalam kegiatan belajar ini
akan dikemukakan lima jenis teori belajar, yaitu: teori behaviorisme, teori belajar
kognitif menurut Piaget, teori pemrosesan informasi dari Gagne, teori belajar gestalt,
dan teori belajar alternative Konstruktivis.
1) Teori Behaviorisme
Perspektif Behavioris, menekankan pada konsekuensi dari perilaku individu
yang akan membentuk pola perilaku organisme. Penguatan atau hadiah dari suatu
respon yang diinginkan, akan memperkuat perilaku organisme. Sebagai contoh
sederhana penerapannya: berilah pujian terhadap siswa yang berhasil
menyelesaiakan bagian tertentu, serta perilaku yang tidak diinginkan diperlemah
dengan hukuman, misalnya menghilangkan hal yang disukai atau menyuruh
melakukan hal yang tidak disukai. Demikian pula, pembelajaran yang terprogram,
terstruktur, dengan penguatan di setiap tahapnya, merupakan contoh penerapan
perspektif ini.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya
dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan
perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai
individu.
4
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,
diantaranya :
a) Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Thorndike melakukan eksperimen terhadap kucing, dari hasil eksperimennya
dihasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
(1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
(2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan
yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
(3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan
Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan
semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b) Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
(1) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
(2) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun.
c) Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
5
Eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
(1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
(2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer
itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
d) Social Learning menurut Albert Bandura
Dari Perspektif Belajar Sosial, belajar dapat dilakukan dengan mengamati
perilaku orang lain (dan/atau mengamati orang lain mendapatkan penguatan
atas perilaku yang dilakukannya). Fase belajar meliputi atensi, retensi,
produksi, dan motivasi. Sebagai contoh, siswa dapat belajar bagaimana
melakukan pengukuran dengan menggunakan Neraca empat lengan dengan
mengamati bagaimana guru mendemonstrasikannya di depan kelas dan
kemudian setiap siswa menirunya untuk mengukur massa benda lainnya.
Tentu saja, Anda akan berhasil jika Anda cukup termotivasi untuk mengasah
terus kemampuan itu. Apa implikasinya pada bahan ajar? Untuk pengetahuan
prosedural, bahan ajar anda seharusnya menerapkan
6
pemodelan selangkah demi selangkah disertai dengan umpan balik dan
pemotivasian untuk menguasainya.
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura
memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas
stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri.
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu
terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation)
dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang
pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang
individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori
belajar behavioristik ini, seperti: Watson yang menghasilkan prinsip
kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut
Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold
method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan
tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan
teori pengurangan dorongan.
2) Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Proses Belajar dikendalikan otak, sehingga dari perspektif Kognitivis, belajar
melibatkanprosesbagaimanapembelajarmenerima,memproses,danmengolah
informasi. Prosesnya: Perhatian  sensor penginderaan  memori kerja 
memori jangka panjang. Pebelajar menggabungkan informasi dan keterampilan
dalam memori jangka panjang untuk mengembangkan strategi kognitif
tertentu atau keterampilan tertentu untuk menyelesaikan tugas kompleks.
Maka, bahan ajar harus memperhatikan pentingnya organisasi pengetahuan
(skema) dan bagaimana pengetahuan masuk ke dalam skema tersebut. Sebagai
7
contoh,
8
perintah untuk membuat catatan pinggir, peta konsep atau peta pikiran, dan bentuk
strategi belajar yang lain.
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan
kognitif individu meliputi empat tahap yaitu: (1) sensory motor; (2) pre
operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain
dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi,
akomodasi, dan ekuilibrasi.
a) Asmilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru
kedalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu.
b) Akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke situasi baru
c) Ekuilibrasi merupakan penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi
Secara sederhana, dalam pandangan ini, jika struktur pengetahuan di benak
seseorang atau disebut sebagai skemata mengalami ketidakseimbangan
(disekulibrasi), maka yang dilakukan orang tersebut adalah mengasimilasi dan
mengakomodasi nya sehingga menghasilkan perubahan skema pengetahuan yang
lebih kompleks.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik
agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan
berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran adalah :
9
a) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak.
b) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
c) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
d) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.
3) Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor
yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil
kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya
interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu.
Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan
kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)
motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan
kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
10
4) Teori Belajar Konstruktivisme
Dari Perspektif Konstruktivis, pembelajaran harus melibatkan siswa ke dalam
pengalaman bermakna (sebagai jantung pembelajaran). Siswa harus aktif
menyelesaikan masalah dan dalam kegiatan penemuan, sehingga dapat
mengembangkan pengetahuan bagi mereka sendiri dan pada gilirannya mampu
mengembangkan pengetahuan. Aktif di sini meliputi pelibatan konstruksi
pengetahuan secara individual maupun melalui percakapan/kegiatan kelompok.
Tugas guru adalah memfasilitasi agar proses ini terjadi (penyediaan masalah,
bahan ajar, laboratorium, dan sumber belajar lainnya, serta yang tidak kalah
penting interaksi dalam kerja kolaboratif).
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan
terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan
kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan
fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia
untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan
hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Hasil belajar bergantung pada pengalaman dan perspektif yang dipakai dalam
interpretasi pribadi. Sebaliknya, fungsi pikiran menginterpretasi peristiwa, obyek,
perspektif yang dipakai, sehingga makna hasil belajar bersifat individualistik.
Suatu kegagalan dan kesuksesan dilihat sebagai beda interpretasi yang patut
dihargai dan sukses belajar sangat ditentukan oleh kebebasan siswa melakukan
pengaturan dari dalam diri siswa. Tujuan pembelajaran adalah belajar how to
learn. Penyajian isi KBM fakta diinterpretasi untuk mengkonstruksikan
pemahaman individu melalui interaksi sosial.
Untuk mendukung kualitas pembelajaran maka sumber belajar membutuhkan data
primer, bahan manipulatif dengan penekanan pada proses penalaran dalam
pengambilan kesimpulan. Sistematika evaluasi lebih menekankan pada
penyusunan makna secara aktif, keterampilan intergratif dalam masalah nyata,
menggali munculnya jawaban divergen dan pemecahan ganda. Evaluasi dilihat
sebagai suatu bagian kegiatan belajar mengajar dengan penugasan untuk
11
menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata sekaligus sebagai evaluasi proses
untuk memecahkan masalah.
Selama ini masyarakat kita berada dalam suatu budaya dimana belajar dipandang
sebagai suatu proses mengkonsumsi pengetahuan. Guru bukan sekadar fasilitator,
melainkan sebagai sumber tunggal pengetahuan di depan kelas. Pembelajaran
yang sedang dikampanyekan, disosialisasikan justru berbeda dengan pandangan
tersebut. Belajar adalah suatu proses dimana siswa memproduki pengetahuan.
Siswa menyusun pengetahuan, membangun makna (meaning making), serta
mengkonstruksi gagasan. Pada dasarnya teori kontruktivisme menekankan bahwa
belajar adalah meaning making atau membangun makna, sedang mengajar adalah
schaffolding atau memfasilitasi. Oleh karena itu skenario suatu pembelajaran
maupun kegiatan belajar mengajar yang hanya terhenti pada tahapan dimana siswa
mengumpulkan data dan memperoleh informasi dari luar yakni guru, narasumber,
buku, laboratorium dan lingkungan ke dalam ingatan siswa saja, belumlah cukup,
karena siswa masih berada pada tingkatan mengkonsumsi pengetahuan. Karena
itu perlu langkah- langkah yang menunjukkan tindakan siswa mengkonstruksi
gagasan untuk memproduksi pengetahuan.
b. Konsep Integrasi dalam Pembelajaran IPA
Integrated atau terpadu bisa mengacu pada integrated curricula (kurikulum terpadu) atau
integrated approach (pendekatan terpadu) atau integrated learning (pembelajaran). Pada
pelaksanaannya istilah kurikulum terpadu atau pembelajaran terpadu atau pendekatan
terpadu dapat dipertukarkan. Kurikulum terpadu adalah suatu pendekatan untuk
mengorganisasikan kurikulum dengan cara menghapus garis batas mata pelajaran yang
terpisah-pisah, sedangkan pembelajaran terpadu merupakan metode pengorganisasian
pembelajaran yang menggunakan beberapa bidang mata pelajaran yang sesuai. Istilah
kurikulum terpadu dengan pembelajaran terpadu dalam penggunaannya dapat saling
dipertukarkan.
12
Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu strategi pembelajaran
berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau
membuat proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi anak. Selanjutnya
dijelaskan bahwa dalam pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan inquiry, yaitu
melibatkan siswa mulai dari merencanakan, mengeksplorasi, dan brain storming dari siswa.
Dengan pendekatan terpadu siswa didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan
belajar dari hasil pengalamannya sendiri. Selain itu, dalam pelaksanaannya anak dapat
diajak berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar proses
dan isi (materi) lebih dari satu bidang studi pada waktu yang sama.
Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan
perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran
baik fisik maupun emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari,
menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna, dan
autentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan masalah-
masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Pada proses pembelajaran hendaknya
menyediakan berbagai aktivitas dan bahan-bahan yang kaya serta menawarkan pilihan bagi
siswa sehingga siswa dapat memilihnya untuk kegiatan kelompok kecil maupun mandiri
dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinisiatif sendiri, melakukan keterampilan
atas prakarsa sendiri sebagai aktivitas yang dipilihnya. Pembelajaran terpadu juga
menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk mengeksplorasi objek, topik, atau tema
yang merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa yang autentik. Pelaksanaan
pembelajaran terpadu pada dasarnya agar kurikulum itu bermakna bagi anak. Hal ini
dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara terpisah-pisah, tetapi merupakan
suatu kesatuan bahan yang utuh dan cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan
perkembangan siswa.
Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya, menurut
seorang ahli yang bernama Robin Fogarty (1991) terdapat sepuluh cara atau model dalam
merencanakan pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah: (1)
fragmented, (2) connected, (3) nested, (4) sequenced, (5) shared, (6)
webbed, (7) threaded, (8) integrated, (9) immersed, dan (10) networked. Kesepuluh
13
cara atau model-model ini, memiliki tiga karakteristik berbeda jika ditinjau dari pendekatan
yang digunakan saat memadukannya, yakni:
1) Memadukan Mata Pelajaran Disiplin Ilmu Serumpun
Pada kelompok model ini, guru mengolaborasikan jenis pelajaran yang dapat
dipadukan pada kelompok disiplin ilmu yang sejenis. Model pemaduan kurikulum
yang termasuk kedalam kelompok ini diantaranya adalah:
Gambar 1.1. Cara Memadukan Kurikulum yang termasuk ke dalam kelompok
Memadukan Mata Pelajaran Disiplin Ilmu Serumpun
2) Memadukan Mata Pelajaran Lintas Rumpun Disiplin Ilmu
Pendekatan yang digunakan dalam kelompok ini lebih luas untuk dapat mengakomodir
keluasan cakupan materi yang diinginkan, sehingga pemaduan kurikulum tidak hanya
terbatas pada kelompok disiplin ilmu yang serumpun saja, melainkan lintas rumpun
ilmu. Adapun cara pemaduan yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain:
14
Gambar 1.2. Cara Memadukan Kurikulum yang termasuk ke dalam kelompok
Memadukan Mata Pelajaran Lintas Rumpun Disiplin Ilmu
3) Memadukan Kemampuan dan Karaktersitik Peserta Didik yang sama maupun berbeda
Kelompok terakhir proses memadukan kurikulum menggunakan pendekatan
kemampuan dan karakteristik peserta didiknya. Cara pemaduan kurikulum yang
termasuk ke dalam kelompok ini diantaranya adalah:
Gambar 1.3. Cara Memadukan Kurikulum yang termasuk ke dalam kelompok
Memadukan Kemampuan dan Karaktersitik Peserta Didik yang sama maupun
berbeda
Adapun secara singkat, penerapan dari keterpaduan kurikulum ini dapat disimak melalui
beberapa contoh berikut ini:
1) Model Keterhubungan (Connected)
Model connected dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat
dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Sebagai contoh: Butir-butir
pembelajaran prinsip pesawat sederhana jenis tuas pada materi subjek Fisika misalnya,
dihubungkan dengan butir-butir pembelajaran system gerak pada manusia yang
termasuk ke dalam materi subjek Biologi. Penguasaan butir-butir pembelajaran
tersebut merupakan keutuhan dalam membentuk kemampuan memahami IPA dalam
kaitannya dengan makhluk hidup. Hanya saja pembentukan pemahaman, keterampilan
dan pengalaman secara utuh tersebut tidak berlangsung secara otomatis. Karena itu,
guru harus menata butir-butir pembelajaran dan proses pembelajarannya
15
secara terpadu. Seperti yang digambarkan dalam skema pemaduan Gambar 1.4.
berikut ini:
Gambar 1.4. Skema Cara Memadukan Kurikulum Keterhubungan (Connected)
Kelebihan yang diperoleh dalam model connected ini adalah adanya hubungan antar
ide-ide dalam satu mata pelajaran, anak akan memperoleh gambaran yang lebih jelas
dan luas dari konsep yang dijelaskan dan siswa diberi kesempatan untuk melakukan
pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap.
Kekurangan dalam model ini, model ini belum memberikan gambaran yang
menyeluruh karena belum menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata
pelajaran lain.
2) Model Bagian (Shared)
Model shared merupakan bentuk pemaduan pembelajaran akibat adanya
“overlapping” konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih. Tipe shared
menurut Fogarty (1991) didefinisikan sebagai “Shared planning and teaching take
place in two disciplines in wich overlapping concept or ideas emerge as organizing
elements”. Pemaparan mengenai shared menurut Fogarty menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran shared guru menggabungkan dua mata pelajaran yang memiliki konsep
beririsan satu sama lain atau ide dari dua disiplin ilmu sehingga menjadi konsep yang
utuh. Contoh penggabungan disiplin ilmu dalam shared seperti berikut: matematika
dan Science dipasangkan sebagai Sciences; Sastra dan Sejarah dikelompokkan sebagai
Humaniora; Seni, Musik, Tarian dan Drama dipandang sebagai The Fine Arts.
Definisi tipe pembelajaran shared yang dipaparkan oleh Fogarty senada dengan
definisi yang dipaparkan oleh Kurniawan (2011) yakni organisasi kurikulum dan
16
pelajaran yang melibatkan dua mata pelajaran. Tipe pembelajaran shared berbasis
pemikiran ide yang tumpang tindih pada mata pelajaran.
Ide pada tipe pembelajaran shared menjadi fokus dari tipe pembelajaran shared. Fokus
dari tipe pembelajaran shared adalah konsep, skill dan sikap dari hasil penggabungan
dua disiplin ilmu. Gagasan inti untuk konsep, skill dan sikap biasanya diajarkan dengan
pendekatan subjek tunggal. Dari dua disiplin ilmu masing-masing diidentifikasi bagian
yang lebih prioritas dari satu konsep, kemudian guru menentukan irisan dari konsep
materi tersebut.
Gambar 1.5. Skema Cara Memadukan Kurikulum Bagian (Shared)
Kelebihannya yaitu lebih mudah dalam menggunakannya sebagai langkah awal maju
secara penuh menuju model terpadu yang mencakup empat disiplin ilmu, dengan
menggabungkan disiplin ilmu serupa yang saling tumpang tindih akan memungkinkan
mempelajari konsep yang lebih dalam.
Sedangkan kekurangannya yaitu model integrasi antar dua disiplin ilmu memerlukan
komitmen pasangan untuk bekerjasama dalam fase awal, untuk menemukan konsep
kurikula yang tumpang tindih secara nyata diperlukan dialog dan percakapan yang
mendalam.
3) Model Jaring Laba-laba (Webbed)
Selanjutnya, model yang paling populer adalah model webbed. Model ini bertolak
dari pendekatan tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran. Dalam
17
hubungan ini tema dapat mengikat kegiatan pembelajaran baik dalam mata pelajaran
tertentu maupun lintas mata pelajaran.
Gambar 1.6. Skema Cara Memadukan Kurikulum Jaring Laba-laba (Webbed)
Kelebihan pendekatan jaring laba-laba untuk mengintegrasikan kurikulum adalah
faktor motivasi sebagai hasil bentuk seleksi tema yang menarik perhatian paling besar,
faktor motivasi siswa juga dapat berkembang karena adanya pemilihan tema yang
didasarkan pada minat siswa. Sedangkan kekurangan model ini adalah banyak guru
sulit memilih tema. Mereka cenderung menyediakan tema yang dangkal sehingga
kurang bermanfaat bagi siswa, dan guru seringkali terfokus pada kegiatan sehingga
materi atau konsep menjadi terabaikan.
4) Model Galur/ benang (Threaded)
Model threaded merupakan model pemaduan bentuk keterampilan misalnya,
melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian-
kejadian, antisipasi suatu kejadian atau fenonema Fisika, dan sebagainya. Bentuk
threaded ini berfokus pada apa yang diesbut meta-curriculum.
18
Gambar 1.7. Skema Cara Memadukan Kurikulum Galur/benang (Threaded)
Kelebihan dari model ini antara lain: konsep berputar sekitar metakurikulum yang
menekankan pada perilaku metakognitif; materi untuk tiap mata pelajaran tetap murni,
dan siswa dapat belajar bagaimana seharusnya belajar di masa yang akan datang
sesuai dengan laju perkembangan era globalisasi. Sedangkan kekurangan
yaitu hubungan isi antar materi pelajaran tidak terlalu ditunjukkan sehingga secara
eksplisit siswa kurang dapat memahami keterkaitan konten antara mata pelajaran satu
dengan yang lainnya.
c. Pendekatan, Strategi, Metode, dan Model Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses kompleks yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik
pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran kita mengenal berbagai istilah seperti
model, pendekatan, strategi metode juga teknik daplam pembelajaran. Kesemuanya itu saling
berhungan dan terikat, sebelum memahami lebih jauh kelima istilah tersebut kita akan
mendevinisikan kelima istilah tersebut.
1. Pendekatan Pembelajaran
Menurut Khatib Thaha sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mendefinisikan bahwa
pendekatan adalah cara pemprosesan subjek atas objek untuk mencapai tujuan. Pendekatan
juga bisa berarti cara pandang terhadap sebuah objek persoalan, dimana cara pandang itu
adalah cara pandang dalam konteks yang lebih luas.
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Pendekatan pembelajaran merupakan aktifitas guru dalam memilih kegiatan
pembelajaran. Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus mennggunakan pendekatan
tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana. Artinya memilih pendekatan disesuaikan
dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Dilihat
dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan yaitu, Pendekatan
pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa dan
19
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru. Kurikulum 2013 jelas
menerapkan pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) sebagai cirinya.
a) Esensi Pendekatan Ilmiah
Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan
esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai
titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para
ilmuwan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang
penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum
untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif
memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara
keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam
relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik
dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.
Gambar 1.8. Pendekatan Induktif dan Pendekatan Deduktif
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala,
memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan
sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus
berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur
dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya
20
memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemjdian
memformulasi dan menguji hipotesis.
b) Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau yang
sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran
menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses
pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu
bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalahpeningkatan dan keseimbangan
antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills) dan manusia yang
memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari
peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Gambar 1.9. Tiga Ranah dalam Pembelajaran
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.
Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah
ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi
21
seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-
sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah
pembelajaran disajikan berikut ini.
Gambar 1.10. Karakteristik 5M Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran
(1) Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka
pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang,
biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan
makna serta tujuan pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta
didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan
antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh
guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-
langkah seperti berikut ini.
22
(a) Menentukan objek apa yang akan diobservasi
(b) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan
diobservasi
(c) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer
maupun sekunder
(d) Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
(e) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
(f) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-
alat tulis lainnya.
Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta
didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk
keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut.
(a) Observasi biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk
kepentingan pembelajaran, peserta didik merupakan subjek yang
sepenuhnya melakukan observasi (complete observer). Di sini peserta didik
sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang
diamati.
(b) Observasi terkendali (controlled observation). Seperti halnya observasi
biasa, padaobservasi terkendali untuk kepentingan pembelajaran, peserta
didiksama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi
yang diamati.Merepa juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku,
objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan
observasi biasa, pada observasi terkendalipelaku atau objek yang diamati
ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada
pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau
eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diobservasi.
(c) Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif,
peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek
yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim
23
dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi
semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku,
komunitas, atau objek yang diamati. Di bidang pengajaran bahasa, misalnya,
dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta didik hadir dan
“bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan pada
waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat,
termasuk melibakan diri secara langsung dalam situasi kehidupan mereka.
Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua
cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan
observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.
(a) Observasi berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses
pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin
diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara sistematis di
bawah bimbingan guru.
(b) Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam
rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid
mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka
ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori
secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi.
Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dam
guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti:
(1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek
atau kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek
atau secara audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi,
dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal
(anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device).
Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama- nama subjek, objek,
atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang ,
24
berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan
anekdotalberupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai
kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang
diobservasi. Alat mekanikalberupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk
memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek
atau objek yang diobservasi.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama
observasi pembelajaran disajikan berikut ini.
(a) Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk
kepentingan pembelajaran.
(b) Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau
situasi yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogensubjek, objek, atau
situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan.
Sebelum obsevasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya
menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.
(c) Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam,
dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
(2) Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya
belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika
itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar
yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan
dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak
selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk
pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk
pertanyaan, misalnya: “Mengapa Planet Jupiter yang memiliki ukuran lebih
25
besar memiliki kala rotasi lebih cepat dibandingkan dengan Planet Bumi yang
ukurannnya lebih kecil?” Adapun contoh bentuk pernyataan, misalnya:
“Sepertinya ukuran suatu planet tidak mempengaruhi kala rotasinya, namun saya
tidak begitu yakin dengan hal tersebut”.
Kedua contoh pertanyaan proses menanya tersebut merupakan ungkapan
ketidakyakinan peserta didik terhadap suatu fenomena faktual yang merupakan
bentuk metakognisi baru bagi dirinya sehingga mendorong rasa ingin tahunya
lebih jauh. Pertanyaan tersebut tidaklah mungkin muncul jika mereka telah
memiliki metakognisi yang ajeg terhadap pengetahuan faktual yang disajikan
dalam pembelajaran. Dengan demikian, kunci untuk dapat memancing rasa ingin
tahu pada proses menanya ini diperlukan suatu fenomena faktual yang memiliki
tingkatan metakognitif yang lebih tinggi dari metakognitif peserta didik yang
mengikuti pembelajaran.
Sebagai contoh, kedua pertanyaan yang diperkirakan akan muncul tersebut
berasal dari fenomena faktual yang guru sajikan dalam proses pembelajaran
berupa fakta Planet Jupiter yang memiliki ukuran lebih besar dari pada Bumi
memiliki kala rotasi 9,8 jam, sedangkan Bumi yang memiliki ukuran lebih kecil
memiliki kala rotasi 24 jam, seperti tampilan berikut ini:
Gambar 1.11. Contoh Fenomena Faktual untuk memancing proses Menanya
Materi Tata surya ini merupakan materi pelajaran IPA kelas VII semester 2, pada
tingkatan ini, peserta didik diasumsikan telah memiliki pengetahuan
metakognitif ukuran planet Jupiter lebih besar dari pada Bumi serta jika suatu
26
benda berukuran besar, maka waktu yang dibutuhkan untuk melakukan rotasi
akan lebih lama. Pengetahuan tersebut telah terbangun pada kognitif peserta
didik saat mereka mempelajari IPA dan Planet-planet Tata Surya di tingkatan
Sekolah Dasar. Sehingga, saat disajikan fenomena faktual ini, tingkatan
metakognisi mereka belum ajeg memahaminya. Dengan demikian, saat akan
menyusun aktivitas proses menanya dalam pembelajaran, perlu kiranya kita
menelaah terlebih dahulu pada tingkatan metakognisi peserta didik saat akan
mempelajari materi pembelajaran yang akan disajikan pada pertemuan tertentu.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengkaji bagaimana jejak konsep
esensial materi pembelajaran yang akan disajikan pada pertemuan tertentu
tersebut telah peserta didik alami pada tahapan Pendidikan atau tahapan
pembelajaran yang telah meraka lewati sebelumnya.
Mari Kita Lakukan
Aktivitas 1.1 Memilih Fenomena Faktual yang sesuai untuk memancing proses Menanya
Ayo Amati
Pilihlah salah satu KD pada KI 3 mata pelajaran IPA SMP yang ingin anda coba bangun untuk
memancing proses menanya peserta didik dalam pembelajaran
Diskusikan
1. Pernahkan materi pembelajaran ini dipelajari peserta didik di tingkatan sebelumnya? (cek
Standar isi Mapel IPA sebelumnya), Perkirakanlah seberapa dalam dan luaskah pengetahuan
peserta didik terhadap materi tersebut!
2. Identifikasi fenomena faktual apa yang dapat mereka jelaskan dengan baik berdasarkan
pengetahuan yang mereka miliki dari tingkatan sebelumnya tadi?
3. Identifikasi konsep esensial dari KD pada KI 3 yang telah anda pilih tadi di awal!
4. Identifikasi fenomena faktual apa yang diperkirakan BELUM dapat mereka jelaskan dengan
baik berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki dari tingkatan sebelumnya berkaitan
dengan materi yang akan mereka peroleh pada pertemuan KD ini?
Simpulkan
27
Jenis pengetahuan faktual apa sajakah yang dapat digunakan untuk memancing proses menanya
siswa lebih efektif pada KD yang telah anda pilih tadi?
Proses bertanya memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah:
(a) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang
suatu tema atau topik pembelajaran.
(b) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta
mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
(c) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan
ancangan untuk mencari solusinya.
(d) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas
substansi pembelajaran yang diberikan.
(e) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan
pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan
menggunakan bahasa yang baik dan benar.
(f) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen,
mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
(g) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima
pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan
toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
(h) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
(i) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan
berempati satu sama lain.
(3) Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus
mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang
sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami
konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik
28
pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan
tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap
ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk
mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1)
menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan
kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia
dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil
eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat
fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan
atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil
percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya
merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru
bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu
memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk
pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang
akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid
melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan
hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara
klasikal.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan
melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga
tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.
(a) Persiapan
i. Menentapkan tujuan eksperimen
ii. Mempersiapkan alat atau bahan
iii. Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta
didikserta alat atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu
29
menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksperimen atau
mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa kelompok
secara paralel atau bergiliran
iv. Memertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat
memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul
v. Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan
tahapa-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal
yang dilarang atau membahayakan.
(b) Pelaksanaan
(a) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan
mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan
dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh
peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan baik.
(b) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya
memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu
mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat
kegiatan pembelajaran.
(c) Tindak lanjut
i. Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru
ii. Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik
iii. Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil
eksperimen.
iv. Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang
ditemukan selama eksperimen.
v. Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala
bahan dan alat yang digunakan
(4) Menalar
(a) Esensi Menalar
30
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan
ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa
guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam
banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran
adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran
nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan
terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau
penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran
pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori
belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam
pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa- peristiwa khusus ke otak,
pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-
pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi
dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal
sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk
pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari
kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil
secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta
didik. Pola ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori
ini dikembangan kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian
dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang
dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori
Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses pembelajaran, lebih
khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau
31
inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan
berapa hukum dalam proses pembelajaran.
i. Hukum efek (The Law of Effect), di mana intensitas hubungan antara
stimulus (S) dan respon (R) selama proses pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh konsekuensi dari hubungan yang terjadi. Jika akibat dari
hubungan S-R itu dirasa menyenangkan, maka perilaku peserta didik
akan mengalami penguatan. Sebaliknya, jika akibat hubungan S-R dirasa
tidak menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan melemah.
Menurut Thorndike, efek dari reward (akibat yang menyenangkan) jauh
lebih besar dalam memperkuat perilaku peserta didik dibandingkan efek
punishment (akibat yang tidak menyenangkan) dalam memperlemah
perilakunya. Ini bermakna bahwa reward akan meningkatkan perilaku
peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan mengurangi atau
menghilangkan perilakunya.
ii. Hukum latihan (The Law of Exercise). Awalnya, hukum ini terdiri dari
duajenis, yang setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut oleh Thorndike.
Karena dia menyadari bahwa latihan saja tidak dapat memperkuat atau
membentuk perilaku. Pertama, Law of Use yaitu hubungan antara S-R
akan semakin kuat jika sering digunakan atau berulang-ulang. Kedua,
Law of Disuse, yaitu hubungan antara S-R akan semakin melemah jika
tidak dilatih atau dilakukan berulang-ulang.Menurut Thorndike, perilaku
dapat dibentuk dengan menggunakan penguatan (reinforcement).
Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi yang terpenting
adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya.
iii. Hukum kesiapan (The Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada
prinsipnya apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak
menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan belajar
individunya. Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika
peserta dalam keadaan siap dan belajar dilakukan, maka merekaakan
merasa puas. Sebaliknya, jika pesert didik dalam keadaan tidak siap dan
belajar terpaksa dilakukan, maka mereka akan merasa tidak puas
32
bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike
kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau
pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk
pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku
menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.
Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta
didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula
kemampuannya dalam menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang
digunakan dalam teori S-R adalah:
i. Kesiapan (readiness). Kesiapan diidentifikasi berkaitan langsung dengan
motivasi peserta didik. Kesiapan itu harus ada pada diri guru dan peserta
didik. Guru harus benar-benar siap mengajar dan peserta didik benar-
benar siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan itu, segala
sumber daya pembelajaran pun perlu disiapkan secara baik dan saksama.
ii. Latihan (exercise). Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang
dilakukan secara berulang oleh peserta didik. Pengulangan ini
memungkinkan hubungan antara S dengan R makin intensif dan
ekstensif.
iii. Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S
dengan R akan meningkatkan kualitas ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil belajar
yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan langsung oleh mereka dalam
dalam dunia kehidupannya.
Kaidah atau prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan
kemamouan guru menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan,
hukuman, dan ganjaran. Teori S – S ini memang terkesan robotik. Karenanya,
teori ini terkesan mengenyampingkan peranan minat, kreativitas, dan apirasi
peserta didik.
33
Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan
dengan pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh Ivan Pavlov, teori
asosiasi biasanya menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang
dikembangkan oleh Bandura. Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses
peniruan (imitation). Kemampuan peserta didik dalam meniru respons
menjadi pengungkit utama aktivitas belajarnya. Ada empat konsep dasar teori
belajar sosial (social learning theory) dari Bandura.
i. Pertama, pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan
cara meniru perilaku orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan
lain-lain) dan pengalaman vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan
kegagalan orang lain itu.
ii. Kedua, fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model
(attentional), mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran
pebelajar (retention), menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar
(reproduction), dan motivasi (motivation) ketika peserta didik
berkeinginan mengulang-ulang perilaku model yang mendatangkan
konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan.
iii. Ketiga, belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat
apakah orang lain diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam
perilaku-perilaku tertentu.
iv. Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik
mengamati, mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman
terhadap perilakunya sendiri.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah
dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari
pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan
peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan
temannya di kelas.
34
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan
aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat
dilakukan dengan cara berikut ini.
i. Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap
sesuai dengan tuntutan kurikulum.
ii. Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah.
Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan
disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara
simulasi.
iii. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai
dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks
(persyaratan tinggi).
iv. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati
v. Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
vi. Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
vii. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
viii. Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan
memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
(b) Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran
induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara
menalardengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus
untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses
penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual
atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum.Kegiatan menalar secara
induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman
empirik.
Contoh:
35
i. Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara
melahirkan
ii. Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara
melahirkan
iii. Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan
melahirkan
iv. Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak
dengan melahirkan
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal
yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme.
Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian- bagiannya
yang khusus.
Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis,
silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai
proposisi menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik
dari satu premis,sedangkan simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis.
Contoh :
i. Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk
beroperasi
ii. Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya
listrik untuk beroperas.
iii. Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk
beroperasi
(c) Analogi dalam Pembelajaran
36
Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan
fenomena yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian,
guru dan peserta didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah
suatu proses penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan
sifat esensial yang mempunyai kesamaan atau persamaan.
Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan
mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi
terdiri dari dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deduktif. Kedua
analogi itu dijelaskan berikut ini.
Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua
fenomena atau gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu
ditarik simpulan bahwa apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama
terjadi juga pada fenomena atau gejala kedua. Analogi induktif merupakan
suatu “metode menalar” yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu
simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti
terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang diperbandingkan.
Contoh:
Peserta didik Pulan merupakan pebelajar yang tekun. Dia lulus seleksi
Olimpiade Sains Tingkat Nasional tahun ini. Dengan demikian, tahun ini
juga,Peserta didik Pulan akan mengikuti kompetisi pada Olimpiade Sains
Tingkat Internasional. Untuk itu dia harus belajar lebih tekun lagi.
Analogi deklaratif merupakan suatu“metode menalar” untuk menjelaskan
atau menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau
masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal.Analogi deklaratif ini sangat
bermanfaat karena ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau
dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dketahui
secara nyata dan dipercayai.
Contoh:
37
Kegiatan kepesertadidikan akan berjalan baik jika terjadi sinergitas kerja
antara kepala sekolah, guru, staf tatalaksana, pengurus organisasi peserta
didik intra sekolah, dan peserta didik. Seperti halnya kegiatan belajar, untuk
mewujudkan hasil yang baik diperlukan sinergitas antara ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.
(d) Hubungan Antarfenomena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan
antarfenomena atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena
hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa
guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena
atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat.
Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa
fakta yang satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain.Suatu simpulan
yang menjadi sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi
akibat dari satuatau beberapa fakta tersebut.
Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang
disebut dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab
akibat terdiri dri tiga jenis.
i. Hubungan sebab–akibat. Pada penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal
yang menjadi sebab dikemukakan terlebih dahulu, kemudian ditarik
simpulan yang berupa akibat.
Contoh:
Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus asa adalah faktor
pengungkit yang bisa membuat kita mencapai puncak kesuksesan.
ii. Hubungan akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal-
hal yang menjadi akibat dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya
ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya.
Contoh :
38
Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan remaja, angka putus sekolah,
penyalahgunaan Nakoba di kalangan generasi muda, perkelahian
antarpeserta didik, yang disebabkan oleh pengabaian orang tua dan
ketidaan keteladanan tokoh masyarakat, sehingga mengalami
dekandensi moral secara massal.
iii. Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2. Pada penalaran hubungan sbab- akibat
1 –akibat 2, suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat.
Akibat yang pertama menjadi penyebab, sehingga menimbulkan akibat
kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat
ketiga, dan seterusnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya terisolasi.
Keterisolasian itu menyebabkan mereka kehilangan akses untuk
melakukan aktivitas ekonomi, sehingga muncullah kemiskinan keluarga
yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut menyebabkan anak-anak
mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan yang baik. Dampak
lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan yang terus
berlangsung secara siklikal.
(5) Mengomunikasikan (Membentuk Jejaring)
Sebagai bagian proses akhir dari pendekatan ilmiah, mengomunikasikan atau
membentuk jejaring pengetahuan yang telah diperoleh merupakan kunci akhir dari
kebermaknaan proses pembelajaran secara keseluruhan. Dalam prosesnya,
kegiatan ini dapat dilakukan dengan menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan selama proses mencari informasi, mengasosiasi dan menemukan pola.
Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar
peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Beberapa hal yang dapat
dilaksanakan dalam kegiatan mengomunikasikan adalah sebagai berikut:
39
(a) Setiap kelompok peserta didik bekerjasama untuk mendeskripsikan karakter
dan kegitan yang telah disediakan oleh guru atau dalam buku,
(b) Setiap peserta didik memahami bagaimana mendeskripsikan hal-hal yang ada
di sekitar mereka,
(c) Peserta didik/kelompk peserta didik membacakan hasil kerja di depan kelas
secara bergiliran,
(d) Setiap kelompok peserta didik mendengarkan dengan baik, dan bisa
memberikan masukan tentang karakter atau kegiatan tersebut,
(e) Guru mengarahkan dan memastikan jalannya proses kegiatan agar efektif dan
semua peserta didik dapat terlibat aktif dalam proses kegiatan ini,
(f) Setelah diskusi dalam proses mengomunikasikan ini selesai, guru
memberikan penjelasan tentang materi esensial yang telah dipelajari sebagai
bagian proses penguatan dan penanaman konsep.
Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah adalah
menyediakan sumber belajar, mendorong siswa berinteraksi dengan sumber
belajar, mengajukan pertanyaan agar peserta didik memikirkan hasil interaksinya,
memantau persepsi dan proses berpikir peserta didik, mendorong peserta didik
berdialog dan berbagi hasil pemikirannya, mengonfirmasi pemahaman yang
diperoleh dan mendorong peserta didik merefleksikan pengalaman belajarnya.
2. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didisain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Istilah strategi sering digunakan
dalam banyak konteks dengan makna yang selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi
bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi
aktivitas pengajaran.
40
Adapun yang dimaksud dengan strategi dalam pendidikan yaitu pengetahuan atau seni
mendayagunakan semua faktor atau kekuatan untuk mengamankan sasaran kependidikan
yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasionaliasi sesuai
dengan situasi dan kondisi lapangan yang ada, termasuk pula perhitungan tentang
hambatan-hambatannya berupa fisik maupun yang bersifat non fisik (seperti mental dan
moral baik dari subjek, objek maupun lingkungan sekitar). Jadi, strategi pendidikan dapat
diartikan sebagai kebijaksanaan dan metode umum pelaksanaan proses pendidikan.
Pemakaian suatu strategi pembelajaran dalam kelas harus memperhatikan berbagai
pertimbangan antara lain:
a) Tujuan yang akan dicapai.
Karena strategi adalah sebuah cara dalam mencapai tujuan, dalam hal ini adalah tujuan
pembelajaran, maka tujuan yang akan dicapai harus di rumuskan dengan jelas berserta
indikator keberhasilan yang dapat diukur.
b) Bahan atau materi pembelajaran
Bahan atau materi pembelajaran sangat mempengaruhi penggunaan strategi
pembelajaran. Hal ini dikarenakan bahan atau materi yang akan disampaikan harus
mampu tersampaikan dengan jelas kepada peserta didik sesuai denga tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan.
c) Siswa serta kesiapan guru
Sebagai subyek dan obyek dari pembelajaran, siswa dan guru juga harus
dipertimbangkan tingkat kesiapannya dalam menggunakan strategi pembelajaran agar
keberhasilan strategi ini dapat maksimal sesuai dengan tujuan yang diinginkan dalam
pembelajaran.
3. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang bagaimana
cara-cara atau teknik yang perlu ditempuh atau dipergunakan dalam upaya menyampaikan
materi atau bahan ajar kepada obyeknya yaitu peserta didik. Jadi, yang dimaksud dengan
metode pembelajaran adalah suatu ilmu yang membicarakan bagaimana cara atau teknik
41
menyajikan bahan pelajaran terhadap siswa agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan secara
efektif dan efesien.
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan
fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran
lebih bersifat teknis, yaitu tidak berisi tahapan-tahapan tertentu, melainkan implementatif.
Dengan kata lain, metode dapat sama, lebih mengarah pada kegiatan pembelajaran apa yang
secara spesifik dilakukan dalam prosesnya.
Adapun dalam pemilihan metode ini faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Faktor tujuan dan bahan pelajaran
b) Faktor peserta didik
c) Faktor lingkungan
d) Faktor alat dan sumber belajar
e) Faktor kesiapan guru
4. Model Pembelajaran
Menurut Joyce & weil model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur pembelajaran yang sistematis dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perangcang
pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar.
Karena dalam model pembelajaran menggambarkan proses belajar mengajar, tentu di dalam
setiap model pembelajaran mempunyai langkah/sintaks tertentu yang perlu diperhatikan
dalam mengaplikasikan suatu model pembelajaran.
Dalam pemilihan model pembelajaran hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a) Sifat dan materi yang diajarkan
b) Tujuan yang ingin dicapai
c) Tingkat kemampuan peserta didik
d. Model Pembelajaran dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Menengah
Pembahasan dalam modul ini merupakan bagian yang berkelanjutan dari pembahasan materi
Modul 5 KB 1 pada kelompok bahasan Pedagogik yang telah anda pelajari sebelumnya.
Dengan demikian, pada bagian modul ini kami menganggap anda telah memahami
42
sepenuhnya apa yang dimaksud dengan model beserta karakteristiknya. Pada bagian modul ini,
anda akan mempelajari bagiamana model-model tertentu diimplemantasikan pada materi
pembelajaran IPA di sekolah. Berikut adalah 4 jenis model pembelajaran yang akan dibahas
pada modul ini
1) Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction Model)
Model Pembelajaran Langsung atau Direct Instruction (DI) dalam proses pembelajaran
dapat dipandang sebagai metode maupun model pembelajaran. Saat memandangnya
sebagai metode pembelajaran, kita cukup memahaminya sebagai bentuk transfer informasi
yang berfungsi untuk menekankan suatu konsep dasar materi ajar agar tidak terjadi
kesalahan maupun kekeliruan konsep (miskonsepsi) tanpa memandangnya sebagai tahapan
pembelajaran yang berurutan. Dalam modul ini, kita akan membahas lebih mendalam
Model Pembelajaran Langsung sebagai model pembelajaran dengan karakteristik tahapan-
tahapannya.
National Institute for Direct Instruction menyatakan bahwa Model Pembelajaran Langsung
atau DI adalah suatu model pengajaran dalam bentuk penekanan proses pembelajaran yang
dikembangkan dengan baik dan direncanakan dengan hati-hati dalam cakupan
pemerolehan pembelajaran yang tertentu dan tugas-tugas mengajar yang didefinisikan dan
ditentukan dengan jelas. Sederhananya, model pembelajaran Langsung dirancang untuk
lebih pada upaya menjelaskan lebih mendalam suatu konsep tertentu berdasarkan bukti-
bukti nyata yang dapat disajikan.
Kreator model pembelajaran Langsung pada tahun 1960-an, Siegfried Engelmann dan Dr.
Wesley Becker, mempercayai bahwa dengan pembelajaran Langsung:
a) Setiap siswa dapat diajar;
b) Semua anak dapat meningkat kemampuan akademisnya;
c) Semua guru dapat berhasil jika dibekali pelatihan dan materi yang memadai;
d) Siswa yang berprestasi rendah dan yang berkebutuhan khusus dapat diajar dengan
kecepatan yang lebih cepat daripada yang biasanya terjadi jika mereka ingin mengejar
ketinggalan dengan teman-teman mereka yang berkinerja lebih tinggi; dan
43
e) Semua perincian proses pembelajaran dapat dikontrol untuk meminimalkan
kemungkinan siswa salah menafsirkan informasi yang diajarkan dan untuk
memaksimalkan efek penguatan dari pengajaran.

More Related Content

What's hot

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIF
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIFTEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIF
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIFkhairunnisa mulyana
 
Halaqoh 29 juni'11
Halaqoh 29 juni'11Halaqoh 29 juni'11
Halaqoh 29 juni'11Silfi Arini
 
Aliran psikologi behavioristik
Aliran psikologi behavioristikAliran psikologi behavioristik
Aliran psikologi behavioristikUzi Ilman
 
Teori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristikTeori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristikSefri Doni
 
JURNAL BEHAVIORISTIK (REFERENSI)
JURNAL BEHAVIORISTIK (REFERENSI)JURNAL BEHAVIORISTIK (REFERENSI)
JURNAL BEHAVIORISTIK (REFERENSI)Nur Arifaizal Basri
 
kurikulum dan teori belajar
kurikulum dan teori belajarkurikulum dan teori belajar
kurikulum dan teori belajarYuliaLian
 
Aplikasi teori behavioristik_dalam_prose
Aplikasi teori behavioristik_dalam_proseAplikasi teori behavioristik_dalam_prose
Aplikasi teori behavioristik_dalam_proseArisPiligame
 
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray GuthrieMakalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray GuthrieDedy Wiranto
 
Makalah psikologi kep
Makalah psikologi kepMakalah psikologi kep
Makalah psikologi kepDaya Rahmat
 
Theory of teaching & learning
Theory of teaching & learningTheory of teaching & learning
Theory of teaching & learningnortatar
 
Teori Belajar Behavioristik
Teori Belajar BehavioristikTeori Belajar Behavioristik
Teori Belajar Behavioristiktbpck
 
Psikologi (Pendekatan behaviouristik)
Psikologi (Pendekatan behaviouristik)Psikologi (Pendekatan behaviouristik)
Psikologi (Pendekatan behaviouristik)Astri Firdasannah
 
Teori Behavioristik & Humanistik
Teori Behavioristik & HumanistikTeori Behavioristik & Humanistik
Teori Behavioristik & HumanistikLola Nurhidayaty
 

What's hot (19)

Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1Modul 6 kb 1
Modul 6 kb 1
 
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIF
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIFTEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIF
TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK, HUMANISTIK DAN KOGNITIF
 
Halaqoh 29 juni'11
Halaqoh 29 juni'11Halaqoh 29 juni'11
Halaqoh 29 juni'11
 
Teori behavioristik
Teori behavioristikTeori behavioristik
Teori behavioristik
 
Aliran psikologi behavioristik
Aliran psikologi behavioristikAliran psikologi behavioristik
Aliran psikologi behavioristik
 
Teori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristikTeori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristik
 
JURNAL BEHAVIORISTIK (REFERENSI)
JURNAL BEHAVIORISTIK (REFERENSI)JURNAL BEHAVIORISTIK (REFERENSI)
JURNAL BEHAVIORISTIK (REFERENSI)
 
kurikulum dan teori belajar
kurikulum dan teori belajarkurikulum dan teori belajar
kurikulum dan teori belajar
 
Ppt teori koneksionisme
Ppt teori koneksionismePpt teori koneksionisme
Ppt teori koneksionisme
 
Aplikasi teori behavioristik_dalam_prose
Aplikasi teori behavioristik_dalam_proseAplikasi teori behavioristik_dalam_prose
Aplikasi teori behavioristik_dalam_prose
 
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray GuthrieMakalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
Makalah Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie
 
Teori behavior
Teori behaviorTeori behavior
Teori behavior
 
Makalah psikologi kep
Makalah psikologi kepMakalah psikologi kep
Makalah psikologi kep
 
Behavioris
BehaviorisBehavioris
Behavioris
 
Theory of teaching & learning
Theory of teaching & learningTheory of teaching & learning
Theory of teaching & learning
 
Teori belajar
Teori belajarTeori belajar
Teori belajar
 
Teori Belajar Behavioristik
Teori Belajar BehavioristikTeori Belajar Behavioristik
Teori Belajar Behavioristik
 
Psikologi (Pendekatan behaviouristik)
Psikologi (Pendekatan behaviouristik)Psikologi (Pendekatan behaviouristik)
Psikologi (Pendekatan behaviouristik)
 
Teori Behavioristik & Humanistik
Teori Behavioristik & HumanistikTeori Behavioristik & Humanistik
Teori Behavioristik & Humanistik
 

Similar to IPA MODUL 1

Tugas Kurikulum Dan Pembelajaran
Tugas Kurikulum Dan PembelajaranTugas Kurikulum Dan Pembelajaran
Tugas Kurikulum Dan Pembelajaranirmanrohmansyah
 
Teori behavioristik mardiah
Teori behavioristik mardiahTeori behavioristik mardiah
Teori behavioristik mardiahDiah Japri
 
Macam macam teori pembelajaran
Macam macam teori pembelajaranMacam macam teori pembelajaran
Macam macam teori pembelajaranDei Al-faroby
 
TEORI TEORI BELAJAR KLASIK.pptx
TEORI TEORI BELAJAR KLASIK.pptxTEORI TEORI BELAJAR KLASIK.pptx
TEORI TEORI BELAJAR KLASIK.pptxelva675670
 
Teori teori belajar 1
Teori teori belajar 1Teori teori belajar 1
Teori teori belajar 1arie anang
 
EN Activity Booklet_ Adjectives, Nouns and Verbs by Slidesgo.pptx
EN Activity Booklet_ Adjectives, Nouns and Verbs by Slidesgo.pptxEN Activity Booklet_ Adjectives, Nouns and Verbs by Slidesgo.pptx
EN Activity Booklet_ Adjectives, Nouns and Verbs by Slidesgo.pptx2022Recap
 
Social Learning Theory
Social Learning TheorySocial Learning Theory
Social Learning Theorymankoma2013
 
lianiaulia-140508081256-phpapp02.pdf
lianiaulia-140508081256-phpapp02.pdflianiaulia-140508081256-phpapp02.pdf
lianiaulia-140508081256-phpapp02.pdf01669230007
 
Teori belajar sosial
Teori belajar sosialTeori belajar sosial
Teori belajar sosialTamami Kece
 
Teori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristikTeori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristikzatiah
 
Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran
Psikologi Pembelajaran dan PengajaranPsikologi Pembelajaran dan Pengajaran
Psikologi Pembelajaran dan PengajaranFMx Cafe
 

Similar to IPA MODUL 1 (20)

Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Tugas Kurikulum Dan Pembelajaran
Tugas Kurikulum Dan PembelajaranTugas Kurikulum Dan Pembelajaran
Tugas Kurikulum Dan Pembelajaran
 
Teori behavioristik mardiah
Teori behavioristik mardiahTeori behavioristik mardiah
Teori behavioristik mardiah
 
Macam macam teori pembelajaran
Macam macam teori pembelajaranMacam macam teori pembelajaran
Macam macam teori pembelajaran
 
KB1.pdf
KB1.pdfKB1.pdf
KB1.pdf
 
ALBERT BANDURA
ALBERT BANDURAALBERT BANDURA
ALBERT BANDURA
 
TEORI TEORI BELAJAR KLASIK.pptx
TEORI TEORI BELAJAR KLASIK.pptxTEORI TEORI BELAJAR KLASIK.pptx
TEORI TEORI BELAJAR KLASIK.pptx
 
Learning 1
Learning 1Learning 1
Learning 1
 
Teori teori belajar 1
Teori teori belajar 1Teori teori belajar 1
Teori teori belajar 1
 
Macam teori belajar
Macam teori belajarMacam teori belajar
Macam teori belajar
 
EN Activity Booklet_ Adjectives, Nouns and Verbs by Slidesgo.pptx
EN Activity Booklet_ Adjectives, Nouns and Verbs by Slidesgo.pptxEN Activity Booklet_ Adjectives, Nouns and Verbs by Slidesgo.pptx
EN Activity Booklet_ Adjectives, Nouns and Verbs by Slidesgo.pptx
 
Social Learning Theory
Social Learning TheorySocial Learning Theory
Social Learning Theory
 
lianiaulia-140508081256-phpapp02.pdf
lianiaulia-140508081256-phpapp02.pdflianiaulia-140508081256-phpapp02.pdf
lianiaulia-140508081256-phpapp02.pdf
 
Teori belajar sosial
Teori belajar sosialTeori belajar sosial
Teori belajar sosial
 
Konsep Belajar.ppt
Konsep Belajar.pptKonsep Belajar.ppt
Konsep Belajar.ppt
 
teori bandura
teori bandurateori bandura
teori bandura
 
Teori thorndike
Teori thorndikeTeori thorndike
Teori thorndike
 
Teori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristikTeori belajar-behavioristik
Teori belajar-behavioristik
 
Teori belajar fix
Teori belajar fixTeori belajar fix
Teori belajar fix
 
Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran
Psikologi Pembelajaran dan PengajaranPsikologi Pembelajaran dan Pengajaran
Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran
 

More from SPADAIndonesia

Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWAPpt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWASPADAIndonesia
 
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARIM5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARISPADAIndonesia
 
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWAM5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWASPADAIndonesia
 
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATM4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATSPADAIndonesia
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATSPADAIndonesia
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANSPADAIndonesia
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANSPADAIndonesia
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATSPADAIndonesia
 
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANM3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANSPADAIndonesia
 
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKM3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKSPADAIndonesia
 
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWAM3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWASPADAIndonesia
 
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSM2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSSPADAIndonesia
 
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSM2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSSPADAIndonesia
 

More from SPADAIndonesia (20)

Ppt m5 kb 2 SESORAH
Ppt m5 kb 2 SESORAHPpt m5 kb 2 SESORAH
Ppt m5 kb 2 SESORAH
 
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWAPpt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
 
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARIM5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
 
M5 kb 3 BUSANA JAWA
M5 kb 3 BUSANA JAWAM5 kb 3 BUSANA JAWA
M5 kb 3 BUSANA JAWA
 
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWAM5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
 
M5 kb 2 SESORAH
M5 kb 2 SESORAHM5 kb 2 SESORAH
M5 kb 2 SESORAH
 
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATM4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
 
M6 kb1
M6 kb1M6 kb1
M6 kb1
 
M4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARANM4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARAN
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
 
M4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARANM4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARAN
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
 
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANM3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
 
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKM3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
 
M3 kb 1 AKSARA JAWA
M3 kb 1 AKSARA JAWAM3 kb 1 AKSARA JAWA
M3 kb 1 AKSARA JAWA
 
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWAM3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
 
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSM2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
 
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSM2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
 

Recently uploaded

HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxrahmaamaw03
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 

Recently uploaded (20)

HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 

IPA MODUL 1

  • 1. 1 i DAR2/Profesional/097/1/2019 PENDALAMAN MATERI ILMU PENGETAHUAN ALAM MODUL 1. PEMBELAJARAN IPA DAN KONSEP IPBA Kegiatan Belajar 1: Karakteristik Pembelajaran dan Evaluasi dalam Pembelajaran IPA Penulis: Agus Fany Chandra Wijaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019
  • 2. 2 1. Uraian Materi a. Teori Belajar dalam Pembelajaran IPA Banyak definisi tentang belajar, salah satunya adalah seperti yang disampaikan oleh Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Learning may be defined as the process where by an organism changes its behaviour as a result of experience (Gagne 1984 : 256). Dari definisi belajar tersebut, ada dua kata kunci, yaitu perilaku dan pengalaman. Perilaku, menyangkut aksi atau tindakan, yang menjadi perhatian utama adalah perilaku verbal dari manusia, sebab dari tindakan- tindakan menulis dan berbicara manusia dapat kita tentukan apakah terjadi perubahan perilaku atau tidak. Perubahan dari ” ba-ba” menjadi ”bapak”, perubahan dari menuliskan sesuatu dengan cara yang salah menjadi benar, memungkinkan kita untuk menyimpulkan bahwa belajar telah terjadi. Komponen kedua dalam definisi belajar adalah pengalaman, hal ini membatasi macam-macam perubahan perilaku yang dapat dianggap mewakili belajar. Pengalaman yang dimaksud sebagai proses belajar adalah pengalaman yang dialami oleh siswa, bukan yang merupakan pengalaman fisiologis, seperti pada saat kita masuk ke dalam ruang yang gelap, lambat laun kita akan melihat dengan jelas, hal tersebut adalah akibat perubahan pupil mata dan perubaha perubahan fotobiologi dalam retina, hal ini merupakan sesuatu yang fisiologis dan tidak mewakili belajar. Berikut ini lima macam perilaku perubahan pengalaman, yaitu: 1) Pada tingkat emosional paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari pasangan stimulus tak terkondisi dengan stimulus terkondisi. Bentuk belajar seperti ini disebut belajar dan menolong kita bagaimana memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau mata pelajaran yang diajarkan. 2) Belajar Kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lainnya pada satu waktu. Kita dapat melihat bagaimana asosiasi ini dapat
  • 3. 3 menyebabkan belajar dari latihan dan belajar stereotip (menggambarkan seorang ilmuwan itu berkacamata, seorang ibu tiri kejam dan lain-lain). 3) Belajar Operant, yaitu kita belajar bahwa konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. 4) Belajar Observasional, pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian, kita belajar dari model-model, dan mungkin kita menjadi model bagi orang lain. 5) Belajar Kognitif terjadi dalam kepala kita, apabila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Namun demikian, dalam kegiatan belajar ini akan dikemukakan lima jenis teori belajar, yaitu: teori behaviorisme, teori belajar kognitif menurut Piaget, teori pemrosesan informasi dari Gagne, teori belajar gestalt, dan teori belajar alternative Konstruktivis. 1) Teori Behaviorisme Perspektif Behavioris, menekankan pada konsekuensi dari perilaku individu yang akan membentuk pola perilaku organisme. Penguatan atau hadiah dari suatu respon yang diinginkan, akan memperkuat perilaku organisme. Sebagai contoh sederhana penerapannya: berilah pujian terhadap siswa yang berhasil menyelesaiakan bagian tertentu, serta perilaku yang tidak diinginkan diperlemah dengan hukuman, misalnya menghilangkan hal yang disukai atau menyuruh melakukan hal yang tidak disukai. Demikian pula, pembelajaran yang terprogram, terstruktur, dengan penguatan di setiap tahapnya, merupakan contoh penerapan perspektif ini. Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
  • 4. 4 Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya : a) Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike. Thorndike melakukan eksperimen terhadap kucing, dari hasil eksperimennya dihasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya: (1) Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons. (2) Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. (3) Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih. b) Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : (1) Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. (2) Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun. c) Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
  • 5. 5 Eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : (1) Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. (2) Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah. Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning. d) Social Learning menurut Albert Bandura Dari Perspektif Belajar Sosial, belajar dapat dilakukan dengan mengamati perilaku orang lain (dan/atau mengamati orang lain mendapatkan penguatan atas perilaku yang dilakukannya). Fase belajar meliputi atensi, retensi, produksi, dan motivasi. Sebagai contoh, siswa dapat belajar bagaimana melakukan pengukuran dengan menggunakan Neraca empat lengan dengan mengamati bagaimana guru mendemonstrasikannya di depan kelas dan kemudian setiap siswa menirunya untuk mengukur massa benda lainnya. Tentu saja, Anda akan berhasil jika Anda cukup termotivasi untuk mengasah terus kemampuan itu. Apa implikasinya pada bahan ajar? Untuk pengetahuan prosedural, bahan ajar anda seharusnya menerapkan
  • 6. 6 pemodelan selangkah demi selangkah disertai dengan umpan balik dan pemotivasian untuk menguasainya. Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti: Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan. 2) Teori Belajar Kognitif menurut Piaget Proses Belajar dikendalikan otak, sehingga dari perspektif Kognitivis, belajar melibatkanprosesbagaimanapembelajarmenerima,memproses,danmengolah informasi. Prosesnya: Perhatian  sensor penginderaan  memori kerja  memori jangka panjang. Pebelajar menggabungkan informasi dan keterampilan dalam memori jangka panjang untuk mengembangkan strategi kognitif tertentu atau keterampilan tertentu untuk menyelesaikan tugas kompleks. Maka, bahan ajar harus memperhatikan pentingnya organisasi pengetahuan (skema) dan bagaimana pengetahuan masuk ke dalam skema tersebut. Sebagai
  • 8. 8 perintah untuk membuat catatan pinggir, peta konsep atau peta pikiran, dan bentuk strategi belajar yang lain. Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu: (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. a) Asmilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru kedalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. b) Akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke situasi baru c) Ekuilibrasi merupakan penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi Secara sederhana, dalam pandangan ini, jika struktur pengetahuan di benak seseorang atau disebut sebagai skemata mengalami ketidakseimbangan (disekulibrasi), maka yang dilakukan orang tersebut adalah mengasimilasi dan mengakomodasi nya sehingga menghasilkan perubahan skema pengetahuan yang lebih kompleks. Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
  • 9. 9 a) Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. b) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. c) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. d) Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. e) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. 3) Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
  • 10. 10 4) Teori Belajar Konstruktivisme Dari Perspektif Konstruktivis, pembelajaran harus melibatkan siswa ke dalam pengalaman bermakna (sebagai jantung pembelajaran). Siswa harus aktif menyelesaikan masalah dan dalam kegiatan penemuan, sehingga dapat mengembangkan pengetahuan bagi mereka sendiri dan pada gilirannya mampu mengembangkan pengetahuan. Aktif di sini meliputi pelibatan konstruksi pengetahuan secara individual maupun melalui percakapan/kegiatan kelompok. Tugas guru adalah memfasilitasi agar proses ini terjadi (penyediaan masalah, bahan ajar, laboratorium, dan sumber belajar lainnya, serta yang tidak kalah penting interaksi dalam kerja kolaboratif). Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Hasil belajar bergantung pada pengalaman dan perspektif yang dipakai dalam interpretasi pribadi. Sebaliknya, fungsi pikiran menginterpretasi peristiwa, obyek, perspektif yang dipakai, sehingga makna hasil belajar bersifat individualistik. Suatu kegagalan dan kesuksesan dilihat sebagai beda interpretasi yang patut dihargai dan sukses belajar sangat ditentukan oleh kebebasan siswa melakukan pengaturan dari dalam diri siswa. Tujuan pembelajaran adalah belajar how to learn. Penyajian isi KBM fakta diinterpretasi untuk mengkonstruksikan pemahaman individu melalui interaksi sosial. Untuk mendukung kualitas pembelajaran maka sumber belajar membutuhkan data primer, bahan manipulatif dengan penekanan pada proses penalaran dalam pengambilan kesimpulan. Sistematika evaluasi lebih menekankan pada penyusunan makna secara aktif, keterampilan intergratif dalam masalah nyata, menggali munculnya jawaban divergen dan pemecahan ganda. Evaluasi dilihat sebagai suatu bagian kegiatan belajar mengajar dengan penugasan untuk
  • 11. 11 menerapkan pengetahuan dalam konteks nyata sekaligus sebagai evaluasi proses untuk memecahkan masalah. Selama ini masyarakat kita berada dalam suatu budaya dimana belajar dipandang sebagai suatu proses mengkonsumsi pengetahuan. Guru bukan sekadar fasilitator, melainkan sebagai sumber tunggal pengetahuan di depan kelas. Pembelajaran yang sedang dikampanyekan, disosialisasikan justru berbeda dengan pandangan tersebut. Belajar adalah suatu proses dimana siswa memproduki pengetahuan. Siswa menyusun pengetahuan, membangun makna (meaning making), serta mengkonstruksi gagasan. Pada dasarnya teori kontruktivisme menekankan bahwa belajar adalah meaning making atau membangun makna, sedang mengajar adalah schaffolding atau memfasilitasi. Oleh karena itu skenario suatu pembelajaran maupun kegiatan belajar mengajar yang hanya terhenti pada tahapan dimana siswa mengumpulkan data dan memperoleh informasi dari luar yakni guru, narasumber, buku, laboratorium dan lingkungan ke dalam ingatan siswa saja, belumlah cukup, karena siswa masih berada pada tingkatan mengkonsumsi pengetahuan. Karena itu perlu langkah- langkah yang menunjukkan tindakan siswa mengkonstruksi gagasan untuk memproduksi pengetahuan. b. Konsep Integrasi dalam Pembelajaran IPA Integrated atau terpadu bisa mengacu pada integrated curricula (kurikulum terpadu) atau integrated approach (pendekatan terpadu) atau integrated learning (pembelajaran). Pada pelaksanaannya istilah kurikulum terpadu atau pembelajaran terpadu atau pendekatan terpadu dapat dipertukarkan. Kurikulum terpadu adalah suatu pendekatan untuk mengorganisasikan kurikulum dengan cara menghapus garis batas mata pelajaran yang terpisah-pisah, sedangkan pembelajaran terpadu merupakan metode pengorganisasian pembelajaran yang menggunakan beberapa bidang mata pelajaran yang sesuai. Istilah kurikulum terpadu dengan pembelajaran terpadu dalam penggunaannya dapat saling dipertukarkan.
  • 12. 12 Pembelajaran terpadu merupakan suatu aplikasi salah satu strategi pembelajaran berdasarkan pendekatan kurikulum terpadu yang bertujuan untuk menciptakan atau membuat proses pembelajaran secara relevan dan bermakna bagi anak. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pembelajaran terpadu didasarkan pada pendekatan inquiry, yaitu melibatkan siswa mulai dari merencanakan, mengeksplorasi, dan brain storming dari siswa. Dengan pendekatan terpadu siswa didorong untuk berani bekerja secara kelompok dan belajar dari hasil pengalamannya sendiri. Selain itu, dalam pelaksanaannya anak dapat diajak berpartisipasi aktif dalam mengeksplorasi topik atau kejadian, siswa belajar proses dan isi (materi) lebih dari satu bidang studi pada waktu yang sama. Pembelajaran terpadu sangat memperhatikan kebutuhan anak sesuai dengan perkembangannya yang holistik dengan melibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran baik fisik maupun emosionalnya. Untuk itu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna, dan autentik sehingga siswa dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan masalah- masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari-hari. Pada proses pembelajaran hendaknya menyediakan berbagai aktivitas dan bahan-bahan yang kaya serta menawarkan pilihan bagi siswa sehingga siswa dapat memilihnya untuk kegiatan kelompok kecil maupun mandiri dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinisiatif sendiri, melakukan keterampilan atas prakarsa sendiri sebagai aktivitas yang dipilihnya. Pembelajaran terpadu juga menekankan integrasi berbagai aktivitas untuk mengeksplorasi objek, topik, atau tema yang merupakan kejadian-kejadian, fakta, dan peristiwa yang autentik. Pelaksanaan pembelajaran terpadu pada dasarnya agar kurikulum itu bermakna bagi anak. Hal ini dimaksudkan agar bahan ajar tidak digunakan secara terpisah-pisah, tetapi merupakan suatu kesatuan bahan yang utuh dan cara belajar yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa. Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya, menurut seorang ahli yang bernama Robin Fogarty (1991) terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah: (1) fragmented, (2) connected, (3) nested, (4) sequenced, (5) shared, (6) webbed, (7) threaded, (8) integrated, (9) immersed, dan (10) networked. Kesepuluh
  • 13. 13 cara atau model-model ini, memiliki tiga karakteristik berbeda jika ditinjau dari pendekatan yang digunakan saat memadukannya, yakni: 1) Memadukan Mata Pelajaran Disiplin Ilmu Serumpun Pada kelompok model ini, guru mengolaborasikan jenis pelajaran yang dapat dipadukan pada kelompok disiplin ilmu yang sejenis. Model pemaduan kurikulum yang termasuk kedalam kelompok ini diantaranya adalah: Gambar 1.1. Cara Memadukan Kurikulum yang termasuk ke dalam kelompok Memadukan Mata Pelajaran Disiplin Ilmu Serumpun 2) Memadukan Mata Pelajaran Lintas Rumpun Disiplin Ilmu Pendekatan yang digunakan dalam kelompok ini lebih luas untuk dapat mengakomodir keluasan cakupan materi yang diinginkan, sehingga pemaduan kurikulum tidak hanya terbatas pada kelompok disiplin ilmu yang serumpun saja, melainkan lintas rumpun ilmu. Adapun cara pemaduan yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain:
  • 14. 14 Gambar 1.2. Cara Memadukan Kurikulum yang termasuk ke dalam kelompok Memadukan Mata Pelajaran Lintas Rumpun Disiplin Ilmu 3) Memadukan Kemampuan dan Karaktersitik Peserta Didik yang sama maupun berbeda Kelompok terakhir proses memadukan kurikulum menggunakan pendekatan kemampuan dan karakteristik peserta didiknya. Cara pemaduan kurikulum yang termasuk ke dalam kelompok ini diantaranya adalah: Gambar 1.3. Cara Memadukan Kurikulum yang termasuk ke dalam kelompok Memadukan Kemampuan dan Karaktersitik Peserta Didik yang sama maupun berbeda Adapun secara singkat, penerapan dari keterpaduan kurikulum ini dapat disimak melalui beberapa contoh berikut ini: 1) Model Keterhubungan (Connected) Model connected dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Sebagai contoh: Butir-butir pembelajaran prinsip pesawat sederhana jenis tuas pada materi subjek Fisika misalnya, dihubungkan dengan butir-butir pembelajaran system gerak pada manusia yang termasuk ke dalam materi subjek Biologi. Penguasaan butir-butir pembelajaran tersebut merupakan keutuhan dalam membentuk kemampuan memahami IPA dalam kaitannya dengan makhluk hidup. Hanya saja pembentukan pemahaman, keterampilan dan pengalaman secara utuh tersebut tidak berlangsung secara otomatis. Karena itu, guru harus menata butir-butir pembelajaran dan proses pembelajarannya
  • 15. 15 secara terpadu. Seperti yang digambarkan dalam skema pemaduan Gambar 1.4. berikut ini: Gambar 1.4. Skema Cara Memadukan Kurikulum Keterhubungan (Connected) Kelebihan yang diperoleh dalam model connected ini adalah adanya hubungan antar ide-ide dalam satu mata pelajaran, anak akan memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan dan siswa diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap. Kekurangan dalam model ini, model ini belum memberikan gambaran yang menyeluruh karena belum menggabungkan bidang-bidang pengembangan/mata pelajaran lain. 2) Model Bagian (Shared) Model shared merupakan bentuk pemaduan pembelajaran akibat adanya “overlapping” konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih. Tipe shared menurut Fogarty (1991) didefinisikan sebagai “Shared planning and teaching take place in two disciplines in wich overlapping concept or ideas emerge as organizing elements”. Pemaparan mengenai shared menurut Fogarty menunjukkan bahwa dalam pembelajaran shared guru menggabungkan dua mata pelajaran yang memiliki konsep beririsan satu sama lain atau ide dari dua disiplin ilmu sehingga menjadi konsep yang utuh. Contoh penggabungan disiplin ilmu dalam shared seperti berikut: matematika dan Science dipasangkan sebagai Sciences; Sastra dan Sejarah dikelompokkan sebagai Humaniora; Seni, Musik, Tarian dan Drama dipandang sebagai The Fine Arts. Definisi tipe pembelajaran shared yang dipaparkan oleh Fogarty senada dengan definisi yang dipaparkan oleh Kurniawan (2011) yakni organisasi kurikulum dan
  • 16. 16 pelajaran yang melibatkan dua mata pelajaran. Tipe pembelajaran shared berbasis pemikiran ide yang tumpang tindih pada mata pelajaran. Ide pada tipe pembelajaran shared menjadi fokus dari tipe pembelajaran shared. Fokus dari tipe pembelajaran shared adalah konsep, skill dan sikap dari hasil penggabungan dua disiplin ilmu. Gagasan inti untuk konsep, skill dan sikap biasanya diajarkan dengan pendekatan subjek tunggal. Dari dua disiplin ilmu masing-masing diidentifikasi bagian yang lebih prioritas dari satu konsep, kemudian guru menentukan irisan dari konsep materi tersebut. Gambar 1.5. Skema Cara Memadukan Kurikulum Bagian (Shared) Kelebihannya yaitu lebih mudah dalam menggunakannya sebagai langkah awal maju secara penuh menuju model terpadu yang mencakup empat disiplin ilmu, dengan menggabungkan disiplin ilmu serupa yang saling tumpang tindih akan memungkinkan mempelajari konsep yang lebih dalam. Sedangkan kekurangannya yaitu model integrasi antar dua disiplin ilmu memerlukan komitmen pasangan untuk bekerjasama dalam fase awal, untuk menemukan konsep kurikula yang tumpang tindih secara nyata diperlukan dialog dan percakapan yang mendalam. 3) Model Jaring Laba-laba (Webbed) Selanjutnya, model yang paling populer adalah model webbed. Model ini bertolak dari pendekatan tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran. Dalam
  • 17. 17 hubungan ini tema dapat mengikat kegiatan pembelajaran baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata pelajaran. Gambar 1.6. Skema Cara Memadukan Kurikulum Jaring Laba-laba (Webbed) Kelebihan pendekatan jaring laba-laba untuk mengintegrasikan kurikulum adalah faktor motivasi sebagai hasil bentuk seleksi tema yang menarik perhatian paling besar, faktor motivasi siswa juga dapat berkembang karena adanya pemilihan tema yang didasarkan pada minat siswa. Sedangkan kekurangan model ini adalah banyak guru sulit memilih tema. Mereka cenderung menyediakan tema yang dangkal sehingga kurang bermanfaat bagi siswa, dan guru seringkali terfokus pada kegiatan sehingga materi atau konsep menjadi terabaikan. 4) Model Galur/ benang (Threaded) Model threaded merupakan model pemaduan bentuk keterampilan misalnya, melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, ramalan terhadap kejadian- kejadian, antisipasi suatu kejadian atau fenonema Fisika, dan sebagainya. Bentuk threaded ini berfokus pada apa yang diesbut meta-curriculum.
  • 18. 18 Gambar 1.7. Skema Cara Memadukan Kurikulum Galur/benang (Threaded) Kelebihan dari model ini antara lain: konsep berputar sekitar metakurikulum yang menekankan pada perilaku metakognitif; materi untuk tiap mata pelajaran tetap murni, dan siswa dapat belajar bagaimana seharusnya belajar di masa yang akan datang sesuai dengan laju perkembangan era globalisasi. Sedangkan kekurangan yaitu hubungan isi antar materi pelajaran tidak terlalu ditunjukkan sehingga secara eksplisit siswa kurang dapat memahami keterkaitan konten antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya. c. Pendekatan, Strategi, Metode, dan Model Pembelajaran Pembelajaran adalah proses kompleks yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran kita mengenal berbagai istilah seperti model, pendekatan, strategi metode juga teknik daplam pembelajaran. Kesemuanya itu saling berhungan dan terikat, sebelum memahami lebih jauh kelima istilah tersebut kita akan mendevinisikan kelima istilah tersebut. 1. Pendekatan Pembelajaran Menurut Khatib Thaha sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mendefinisikan bahwa pendekatan adalah cara pemprosesan subjek atas objek untuk mencapai tujuan. Pendekatan juga bisa berarti cara pandang terhadap sebuah objek persoalan, dimana cara pandang itu adalah cara pandang dalam konteks yang lebih luas. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Pendekatan pembelajaran merupakan aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus mennggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas dan terencana. Artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan yaitu, Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa dan
  • 19. 19 pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru. Kurikulum 2013 jelas menerapkan pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) sebagai cirinya. a) Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran merupakan proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Gambar 1.8. Pendekatan Induktif dan Pendekatan Deduktif Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya
  • 20. 20 memuat serial aktivitas pengoleksian data melalui observasi dan ekperimen, kemjdian memformulasi dan menguji hipotesis. b) Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalahpeningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Gambar 1.9. Tiga Ranah dalam Pembelajaran Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi
  • 21. 21 seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat- sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini. Gambar 1.10. Karakteristik 5M Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran (1) Mengamati Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah- langkah seperti berikut ini.
  • 22. 22 (a) Menentukan objek apa yang akan diobservasi (b) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi (c) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder (d) Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi (e) Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar (f) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat- alat tulis lainnya. Kegiatan observasi dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut. (a) Observasi biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. (b) Observasi terkendali (controlled observation). Seperti halnya observasi biasa, padaobservasi terkendali untuk kepentingan pembelajaran, peserta didiksama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.Merepa juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi biasa, pada observasi terkendalipelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diobservasi. (c) Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim
  • 23. 23 dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di bidang pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta didik hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan pada waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk melibakan diri secara langsung dalam situasi kehidupan mereka. Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini. (a) Observasi berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru. (b) Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi. Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dam guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan. Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama- nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang ,
  • 24. 24 berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotalberupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanikalberupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini. (a) Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran. (b) Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogensubjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan. (c) Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi. (2) Menanya Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik. Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: “Mengapa Planet Jupiter yang memiliki ukuran lebih
  • 25. 25 besar memiliki kala rotasi lebih cepat dibandingkan dengan Planet Bumi yang ukurannnya lebih kecil?” Adapun contoh bentuk pernyataan, misalnya: “Sepertinya ukuran suatu planet tidak mempengaruhi kala rotasinya, namun saya tidak begitu yakin dengan hal tersebut”. Kedua contoh pertanyaan proses menanya tersebut merupakan ungkapan ketidakyakinan peserta didik terhadap suatu fenomena faktual yang merupakan bentuk metakognisi baru bagi dirinya sehingga mendorong rasa ingin tahunya lebih jauh. Pertanyaan tersebut tidaklah mungkin muncul jika mereka telah memiliki metakognisi yang ajeg terhadap pengetahuan faktual yang disajikan dalam pembelajaran. Dengan demikian, kunci untuk dapat memancing rasa ingin tahu pada proses menanya ini diperlukan suatu fenomena faktual yang memiliki tingkatan metakognitif yang lebih tinggi dari metakognitif peserta didik yang mengikuti pembelajaran. Sebagai contoh, kedua pertanyaan yang diperkirakan akan muncul tersebut berasal dari fenomena faktual yang guru sajikan dalam proses pembelajaran berupa fakta Planet Jupiter yang memiliki ukuran lebih besar dari pada Bumi memiliki kala rotasi 9,8 jam, sedangkan Bumi yang memiliki ukuran lebih kecil memiliki kala rotasi 24 jam, seperti tampilan berikut ini: Gambar 1.11. Contoh Fenomena Faktual untuk memancing proses Menanya Materi Tata surya ini merupakan materi pelajaran IPA kelas VII semester 2, pada tingkatan ini, peserta didik diasumsikan telah memiliki pengetahuan metakognitif ukuran planet Jupiter lebih besar dari pada Bumi serta jika suatu
  • 26. 26 benda berukuran besar, maka waktu yang dibutuhkan untuk melakukan rotasi akan lebih lama. Pengetahuan tersebut telah terbangun pada kognitif peserta didik saat mereka mempelajari IPA dan Planet-planet Tata Surya di tingkatan Sekolah Dasar. Sehingga, saat disajikan fenomena faktual ini, tingkatan metakognisi mereka belum ajeg memahaminya. Dengan demikian, saat akan menyusun aktivitas proses menanya dalam pembelajaran, perlu kiranya kita menelaah terlebih dahulu pada tingkatan metakognisi peserta didik saat akan mempelajari materi pembelajaran yang akan disajikan pada pertemuan tertentu. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengkaji bagaimana jejak konsep esensial materi pembelajaran yang akan disajikan pada pertemuan tertentu tersebut telah peserta didik alami pada tahapan Pendidikan atau tahapan pembelajaran yang telah meraka lewati sebelumnya. Mari Kita Lakukan Aktivitas 1.1 Memilih Fenomena Faktual yang sesuai untuk memancing proses Menanya Ayo Amati Pilihlah salah satu KD pada KI 3 mata pelajaran IPA SMP yang ingin anda coba bangun untuk memancing proses menanya peserta didik dalam pembelajaran Diskusikan 1. Pernahkan materi pembelajaran ini dipelajari peserta didik di tingkatan sebelumnya? (cek Standar isi Mapel IPA sebelumnya), Perkirakanlah seberapa dalam dan luaskah pengetahuan peserta didik terhadap materi tersebut! 2. Identifikasi fenomena faktual apa yang dapat mereka jelaskan dengan baik berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki dari tingkatan sebelumnya tadi? 3. Identifikasi konsep esensial dari KD pada KI 3 yang telah anda pilih tadi di awal! 4. Identifikasi fenomena faktual apa yang diperkirakan BELUM dapat mereka jelaskan dengan baik berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki dari tingkatan sebelumnya berkaitan dengan materi yang akan mereka peroleh pada pertemuan KD ini? Simpulkan
  • 27. 27 Jenis pengetahuan faktual apa sajakah yang dapat digunakan untuk memancing proses menanya siswa lebih efektif pada KD yang telah anda pilih tadi? Proses bertanya memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah: (a) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran. (b) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. (c) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya. (d) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan. (e) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. (f) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan. (g) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok. (h) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul. (i) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain. (3) Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik
  • 28. 28 pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal. Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini. (a) Persiapan i. Menentapkan tujuan eksperimen ii. Mempersiapkan alat atau bahan iii. Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didikserta alat atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu
  • 29. 29 menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran iv. Memertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul v. Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapa-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan. (b) Pelaksanaan (a) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan baik. (b) Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran. (c) Tindak lanjut i. Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru ii. Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik iii. Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen. iv. Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen. v. Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan (4) Menalar (a) Esensi Menalar
  • 30. 30 Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa- peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman- pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu. Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta didik. Pola ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori ini dikembangan kerdasarkan hasil eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi, prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi, yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara perlahan atau
  • 31. 31 inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike mengemukakan berapa hukum dalam proses pembelajaran. i. Hukum efek (The Law of Effect), di mana intensitas hubungan antara stimulus (S) dan respon (R) selama proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh konsekuensi dari hubungan yang terjadi. Jika akibat dari hubungan S-R itu dirasa menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan mengalami penguatan. Sebaliknya, jika akibat hubungan S-R dirasa tidak menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan melemah. Menurut Thorndike, efek dari reward (akibat yang menyenangkan) jauh lebih besar dalam memperkuat perilaku peserta didik dibandingkan efek punishment (akibat yang tidak menyenangkan) dalam memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa reward akan meningkatkan perilaku peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan mengurangi atau menghilangkan perilakunya. ii. Hukum latihan (The Law of Exercise). Awalnya, hukum ini terdiri dari duajenis, yang setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut oleh Thorndike. Karena dia menyadari bahwa latihan saja tidak dapat memperkuat atau membentuk perilaku. Pertama, Law of Use yaitu hubungan antara S-R akan semakin kuat jika sering digunakan atau berulang-ulang. Kedua, Law of Disuse, yaitu hubungan antara S-R akan semakin melemah jika tidak dilatih atau dilakukan berulang-ulang.Menurut Thorndike, perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan penguatan (reinforcement). Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi yang terpenting adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya. iii. Hukum kesiapan (The Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan belajar individunya. Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan siap dan belajar dilakukan, maka merekaakan merasa puas. Sebaliknya, jika pesert didik dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka mereka akan merasa tidak puas
  • 32. 32 bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R adalah: i. Kesiapan (readiness). Kesiapan diidentifikasi berkaitan langsung dengan motivasi peserta didik. Kesiapan itu harus ada pada diri guru dan peserta didik. Guru harus benar-benar siap mengajar dan peserta didik benar- benar siap menerima pelajaran dari gurunya. Sejalan dengan itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu disiapkan secara baik dan saksama. ii. Latihan (exercise). Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara berulang oleh peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan antara S dengan R makin intensif dan ekstensif. iii. Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dengan R akan meningkatkan kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh peserta didik dirasakan langsung oleh mereka dalam dalam dunia kehidupannya. Kaidah atau prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan kemamouan guru menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan, hukuman, dan ganjaran. Teori S – S ini memang terkesan robotik. Karenanya, teori ini terkesan mengenyampingkan peranan minat, kreativitas, dan apirasi peserta didik.
  • 33. 33 Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan dengan pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh Ivan Pavlov, teori asosiasi biasanya menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang dikembangkan oleh Bandura. Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan (imitation). Kemampuan peserta didik dalam meniru respons menjadi pengungkit utama aktivitas belajarnya. Ada empat konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura. i. Pertama, pemodelan (modelling), dimana peserta didik belajar dengan cara meniru perilaku orang lain (guru, teman, anggota masyarakat, dan lain-lain) dan pengalaman vicarious yaitu belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang lain itu. ii. Kedua, fase belajar, meliputi fase memberi perhatian terhadap model (attentional), mengendapkan hasil memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention), menampilkan ulang perilaku model oleh pebelajar (reproduction), dan motivasi (motivation) ketika peserta didik berkeinginan mengulang-ulang perilaku model yang mendatangkan konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan. iii. Ketiga, belajar vicarious, dimana peserta didik belajar dengan melihat apakah orang lain diberi ganjaran atau hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. iv. Keempat, pengaturan-diri (self-regulation), dimana peserta didik mengamati, mempertimbangkan, memberi ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri. Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas.
  • 34. 34 Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini. i. Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum. ii. Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi. iii. Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi). iv. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati v. Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki vi. Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman. vii. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik. viii. Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan. (b) Cara menalar Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalardengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum.Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik. Contoh:
  • 35. 35 i. Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan ii. Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan iii. Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan iv. Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian- bagiannya yang khusus. Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis,sedangkan simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis. Contoh : i. Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi ii. Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperas. iii. Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi (c) Analogi dalam Pembelajaran
  • 36. 36 Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan fenomena yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru dan peserta didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah suatu proses penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial yang mempunyai kesamaan atau persamaan. Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri dari dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deduktif. Kedua analogi itu dijelaskan berikut ini. Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena atau gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan bahwa apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena atau gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu “metode menalar” yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena atau gejala khusus yang diperbandingkan. Contoh: Peserta didik Pulan merupakan pebelajar yang tekun. Dia lulus seleksi Olimpiade Sains Tingkat Nasional tahun ini. Dengan demikian, tahun ini juga,Peserta didik Pulan akan mengikuti kompetisi pada Olimpiade Sains Tingkat Internasional. Untuk itu dia harus belajar lebih tekun lagi. Analogi deklaratif merupakan suatu“metode menalar” untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal.Analogi deklaratif ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah dketahui secara nyata dan dipercayai. Contoh:
  • 37. 37 Kegiatan kepesertadidikan akan berjalan baik jika terjadi sinergitas kerja antara kepala sekolah, guru, staf tatalaksana, pengurus organisasi peserta didik intra sekolah, dan peserta didik. Seperti halnya kegiatan belajar, untuk mewujudkan hasil yang baik diperlukan sinergitas antara ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. (d) Hubungan Antarfenomena Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan mempertajam daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya hubungan sebab-akibat. Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta yang satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain.Suatu simpulan yang menjadi sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi akibat dari satuatau beberapa fakta tersebut. Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang disebut dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab akibat terdiri dri tiga jenis. i. Hubungan sebab–akibat. Pada penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat. Contoh: Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus asa adalah faktor pengungkit yang bisa membuat kita mencapai puncak kesuksesan. ii. Hubungan akibat–sebab. Pada penalaran hubungan akibat-sebab, hal- hal yang menjadi akibat dikemukakan terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya. Contoh :
  • 38. 38 Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan remaja, angka putus sekolah, penyalahgunaan Nakoba di kalangan generasi muda, perkelahian antarpeserta didik, yang disebabkan oleh pengabaian orang tua dan ketidaan keteladanan tokoh masyarakat, sehingga mengalami dekandensi moral secara massal. iii. Hubungan sebab–akibat 1 – akibat 2. Pada penalaran hubungan sbab- akibat 1 –akibat 2, suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat yang pertama menjadi penyebab, sehingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat ketiga, dan seterusnya. Contoh: Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya terisolasi. Keterisolasian itu menyebabkan mereka kehilangan akses untuk melakukan aktivitas ekonomi, sehingga muncullah kemiskinan keluarga yang akut. Kemiskinan keluarga yang akut menyebabkan anak-anak mereka tidak berkesempatan menempuh pendidikan yang baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi kemiskinan yang terus berlangsung secara siklikal. (5) Mengomunikasikan (Membentuk Jejaring) Sebagai bagian proses akhir dari pendekatan ilmiah, mengomunikasikan atau membentuk jejaring pengetahuan yang telah diperoleh merupakan kunci akhir dari kebermaknaan proses pembelajaran secara keseluruhan. Dalam prosesnya, kegiatan ini dapat dilakukan dengan menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan selama proses mencari informasi, mengasosiasi dan menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Beberapa hal yang dapat dilaksanakan dalam kegiatan mengomunikasikan adalah sebagai berikut:
  • 39. 39 (a) Setiap kelompok peserta didik bekerjasama untuk mendeskripsikan karakter dan kegitan yang telah disediakan oleh guru atau dalam buku, (b) Setiap peserta didik memahami bagaimana mendeskripsikan hal-hal yang ada di sekitar mereka, (c) Peserta didik/kelompk peserta didik membacakan hasil kerja di depan kelas secara bergiliran, (d) Setiap kelompok peserta didik mendengarkan dengan baik, dan bisa memberikan masukan tentang karakter atau kegiatan tersebut, (e) Guru mengarahkan dan memastikan jalannya proses kegiatan agar efektif dan semua peserta didik dapat terlibat aktif dalam proses kegiatan ini, (f) Setelah diskusi dalam proses mengomunikasikan ini selesai, guru memberikan penjelasan tentang materi esensial yang telah dipelajari sebagai bagian proses penguatan dan penanaman konsep. Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan ilmiah adalah menyediakan sumber belajar, mendorong siswa berinteraksi dengan sumber belajar, mengajukan pertanyaan agar peserta didik memikirkan hasil interaksinya, memantau persepsi dan proses berpikir peserta didik, mendorong peserta didik berdialog dan berbagi hasil pemikirannya, mengonfirmasi pemahaman yang diperoleh dan mendorong peserta didik merefleksikan pengalaman belajarnya. 2. Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didisain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran.
  • 40. 40 Adapun yang dimaksud dengan strategi dalam pendidikan yaitu pengetahuan atau seni mendayagunakan semua faktor atau kekuatan untuk mengamankan sasaran kependidikan yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam operasionaliasi sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang ada, termasuk pula perhitungan tentang hambatan-hambatannya berupa fisik maupun yang bersifat non fisik (seperti mental dan moral baik dari subjek, objek maupun lingkungan sekitar). Jadi, strategi pendidikan dapat diartikan sebagai kebijaksanaan dan metode umum pelaksanaan proses pendidikan. Pemakaian suatu strategi pembelajaran dalam kelas harus memperhatikan berbagai pertimbangan antara lain: a) Tujuan yang akan dicapai. Karena strategi adalah sebuah cara dalam mencapai tujuan, dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran, maka tujuan yang akan dicapai harus di rumuskan dengan jelas berserta indikator keberhasilan yang dapat diukur. b) Bahan atau materi pembelajaran Bahan atau materi pembelajaran sangat mempengaruhi penggunaan strategi pembelajaran. Hal ini dikarenakan bahan atau materi yang akan disampaikan harus mampu tersampaikan dengan jelas kepada peserta didik sesuai denga tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. c) Siswa serta kesiapan guru Sebagai subyek dan obyek dari pembelajaran, siswa dan guru juga harus dipertimbangkan tingkat kesiapannya dalam menggunakan strategi pembelajaran agar keberhasilan strategi ini dapat maksimal sesuai dengan tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran. 3. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang bagaimana cara-cara atau teknik yang perlu ditempuh atau dipergunakan dalam upaya menyampaikan materi atau bahan ajar kepada obyeknya yaitu peserta didik. Jadi, yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah suatu ilmu yang membicarakan bagaimana cara atau teknik
  • 41. 41 menyajikan bahan pelajaran terhadap siswa agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efesien. Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat teknis, yaitu tidak berisi tahapan-tahapan tertentu, melainkan implementatif. Dengan kata lain, metode dapat sama, lebih mengarah pada kegiatan pembelajaran apa yang secara spesifik dilakukan dalam prosesnya. Adapun dalam pemilihan metode ini faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain: a) Faktor tujuan dan bahan pelajaran b) Faktor peserta didik c) Faktor lingkungan d) Faktor alat dan sumber belajar e) Faktor kesiapan guru 4. Model Pembelajaran Menurut Joyce & weil model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur pembelajaran yang sistematis dalam pengorganisasian pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perangcang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan proses belajar mengajar. Karena dalam model pembelajaran menggambarkan proses belajar mengajar, tentu di dalam setiap model pembelajaran mempunyai langkah/sintaks tertentu yang perlu diperhatikan dalam mengaplikasikan suatu model pembelajaran. Dalam pemilihan model pembelajaran hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: a) Sifat dan materi yang diajarkan b) Tujuan yang ingin dicapai c) Tingkat kemampuan peserta didik d. Model Pembelajaran dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Menengah Pembahasan dalam modul ini merupakan bagian yang berkelanjutan dari pembahasan materi Modul 5 KB 1 pada kelompok bahasan Pedagogik yang telah anda pelajari sebelumnya. Dengan demikian, pada bagian modul ini kami menganggap anda telah memahami
  • 42. 42 sepenuhnya apa yang dimaksud dengan model beserta karakteristiknya. Pada bagian modul ini, anda akan mempelajari bagiamana model-model tertentu diimplemantasikan pada materi pembelajaran IPA di sekolah. Berikut adalah 4 jenis model pembelajaran yang akan dibahas pada modul ini 1) Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction Model) Model Pembelajaran Langsung atau Direct Instruction (DI) dalam proses pembelajaran dapat dipandang sebagai metode maupun model pembelajaran. Saat memandangnya sebagai metode pembelajaran, kita cukup memahaminya sebagai bentuk transfer informasi yang berfungsi untuk menekankan suatu konsep dasar materi ajar agar tidak terjadi kesalahan maupun kekeliruan konsep (miskonsepsi) tanpa memandangnya sebagai tahapan pembelajaran yang berurutan. Dalam modul ini, kita akan membahas lebih mendalam Model Pembelajaran Langsung sebagai model pembelajaran dengan karakteristik tahapan- tahapannya. National Institute for Direct Instruction menyatakan bahwa Model Pembelajaran Langsung atau DI adalah suatu model pengajaran dalam bentuk penekanan proses pembelajaran yang dikembangkan dengan baik dan direncanakan dengan hati-hati dalam cakupan pemerolehan pembelajaran yang tertentu dan tugas-tugas mengajar yang didefinisikan dan ditentukan dengan jelas. Sederhananya, model pembelajaran Langsung dirancang untuk lebih pada upaya menjelaskan lebih mendalam suatu konsep tertentu berdasarkan bukti- bukti nyata yang dapat disajikan. Kreator model pembelajaran Langsung pada tahun 1960-an, Siegfried Engelmann dan Dr. Wesley Becker, mempercayai bahwa dengan pembelajaran Langsung: a) Setiap siswa dapat diajar; b) Semua anak dapat meningkat kemampuan akademisnya; c) Semua guru dapat berhasil jika dibekali pelatihan dan materi yang memadai; d) Siswa yang berprestasi rendah dan yang berkebutuhan khusus dapat diajar dengan kecepatan yang lebih cepat daripada yang biasanya terjadi jika mereka ingin mengejar ketinggalan dengan teman-teman mereka yang berkinerja lebih tinggi; dan
  • 43. 43 e) Semua perincian proses pembelajaran dapat dikontrol untuk meminimalkan kemungkinan siswa salah menafsirkan informasi yang diajarkan dan untuk memaksimalkan efek penguatan dari pengajaran.