SlideShare a Scribd company logo
1 of 100
Download to read offline
ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN
WAJIB PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP
PENERIMAAN PAJAK DAERAH
(Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I)
Disusun Oleh:
Retno Nilasari
203082001909
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/1429 H
2
ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK
HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH
(Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana
Ekonomi
Oleh:
Retno Nilasari
203082001909
Dibawah Bimbingan :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si.
NIP. 131 474 891
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2007
3
Hari ini Kamis Tanggal 29 Bulan Oktober Tahun Dua ribu Tujuh telah dilakukan
ujian komprehensif atas nama Retno Nilasari NIM: 203082001909 dengan judul
Skripsi “ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK HOTEL
DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH (Studi
Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I)”.
Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka
skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Oktober 2007
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Amilin, SE.,Ak.,M.Si. Rini, SE.,Ak.,M.Si.
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Penguji Ahli
4
ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK
HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH
(Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana
Ekonomi
Oleh:
Retno Nilasari
203082001909
Dibawah Bimbingan :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si.
NIP. 131 474 891
Penguji Ahli
Amilin, SE.,Ak.,M.Si.
NIP. 150 216 997
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2007
5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Retno Nilasari
Umur : 23 tahun
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Agustus 1985
Alamat : Jl. Rawa Domba RT 009/007 No.55 Duren Sawit
Jakarta Timur 13440
Agama : Islam
Kebangsaan : Warga Negara Indonesia
Pendidikan Formal :
1. SDN Duren Sawit 16 Pagi
2. SLTP 27 Duren Sawit
3. SMU 44 Perumnas Kelender
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Akuntansi
6
Abstract
Retno Nilasari: “The Analysis Influence of Hotel and Restaurant Tax
Compliance to the Regional Tax Income”.
The purpose of this research is to find out the influence of hotel and
restaurant tax compliance to the regional tax income. The samples taken of this
research were obtained from Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I.
The research use Multivariate Linear Regression Method, t-Test and F Test with
signification is 5%.
The analysis result had known that Hotel and restaurant tax compliance is
influential as significant in the tax income by simultaneous. Besides in the partial,
hotel tax compliance does not influential as significant to the tax income but
restaurant tax compliance does.
Key word: Hotel and Restaurant Tax Compliance Rate, Tax income
7
Abstrak
Retno Nilasari: “Analisis Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel
dan Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Daerah”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepatuhan wajib
pajak hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak daerah. Data yang diambil
dalam penelitian ini diperoleh dari Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I.
Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode regresi linear berganda, uji t
dan uji F dengan tingkat signifikansi 5%.
Hasil uji dari peelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan pajak hotel
dan restoran mempengaruhi penerimaan pajak daerah. Sedangkan secara parsial,
tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak
hotel terhadap penerimaan pajak daerah sementara itu ada pengaruh yang
signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak restoran terhadap
penerimaan pajak daerah.
Kata kunci: tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran, penerimaan
pajak daerah
8
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Tuhan Semesta Alam. Yang selalu
memberikan kemenangan bagi siapa saja yang berjuang dijalan-Nya. Teriring
shalawat dan salam tak lupa juga terlimpah kepada Rasulullah Muhammad SAW,
beserta keluarga, sahabat serta orang-orang yang istiqomah dalam mengemban
risalahnya hingga akhir zaman.
Penulis senang dapat mengerjakan skripsi yang berjudul “Analisis
Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran Terhadap
Penerimaan Pajak Daerah”. Penulis berharap semoga dengan tulisan ini dapat
memberikan kontribusi pengalaman dan pengetahuan yang bisa dipergunakan
dimasa mendatang.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas guna
memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik
tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Pada kesempatan ini,
perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayah dan Mama tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat,
kasih sayang dan do’a yang tiada henti-hentinya. Nana yang bersedia
mengoreksi tulisan penulis, Uta dan Namat yang selalu bikin kesel tapi
tetap bersedia menolong penulis kalau lagi cape.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms sebagai dosen pembimbing I dan Bapak
Afif Sulfa SE, Ak, M.Si sebagai pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada enulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs. M. Faisal badroen MBA, selaku Dekan Fakultas Eonomi dan
Ilmu Sosial UIN Suarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA. Selaku ketua Jurusan
Akuntansi dan Sekretaris FEIS Jurusan Akuntansi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9
5. Segenap Bapak/Ibu dosen FEIS yang telah memberikan ilmu yang tak
ternilai serta karyawan/staff akademik dan perpustakaan FEIS atas
pelayananya.
6. Bapak Taufik yang telah banyak memberikan kesempatan untuk konsultasi
kepada penulis, Bapak Arya, Ibu Ganti, Bapak Suhada, Ibu Prapti, Ibu
Ijah, Bapak Siskrisman, Ibu Maryana, Pak Rizal, Pak Dani dan seluruh
karyawan/staff Dinas Pendapatan Daerah.
7. Ibu Arneti, Bapak Setyoko, Ibu Zakiah dan segenap karyawan/staff Suku
Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I yang telah membantu dalam
memperoleh data penelitian skripsi ini.
8. Tek Lena dan Om Buyung yang dengan tulus bersedia membantu dan
memberikan dukungan kepada penulis.
9. Edi dan Idrus yang sudah berjuang bersama-sama menyelesaikan skripsi,
Dbot, Lia, Muba, Ria, Itoh, Ijet (yang sudah lulus duluan), teman-teman
akuntansi A angkatan 2003 (Laily, Jamaroh, Sera, Nur, Titi, Riri, Tami,
Ijo, Aqil, Sandy, Agus, Fiqh,Jordan, Arfan, Dien, Boy, Jordan. Yang telah
memberi dukungan, bantuan serta selalu memotivasi penulis. Terimakasih
banyak semua.
10. Keluarga besar Ekonomi angkatan 2003 FEIS UIN Syahid Jakarta, tetap
semangat dan sukses mencapai cita-cita.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian
skripsi ini. Penulis juga berharap semoga laporan ini bermanfaat dan memperoleh
tambahan pengetahuan setelah membacanya.
Jakarta, Maret 2008
Wassalam
Penulis
10
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI........................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF........................... ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................... iii
ABSTRACT.................................................................................................. iv
ABSTRAK.................................................................................................... v
KATA PENGANTAR.................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiv
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang Penelitian.................................................................. 1
B. Perumusan Masalah........................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 10
A. Pajak Secara Umum.......................................................................... 10
1. Pengertian Pajak………………………………………………... 10
2. Fungsi Pajak…………………………………………………….. 12
3. Asas Pemungutan Pajak………………………………………… 14
4. Sistem Pemungutan Pajak………………………………………. 14
5. Kepatuhan Wajib Pajak................................................................ 15
11
B. Pajak Hotel......................…………………………………………… 19
1. Pengertian Pajak Hotel…………………………………………. 19
2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel...................................... 20
3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Hotel....………………….. 20
4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel............................................ 22
5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel...….. 23
C. Pajak Restoran...…………………………………………………….. 25
1. Pengertian Pajak Restoran........…………………………………. 25
2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran.................................. 26
3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Restoran…………………. 27
4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran....................................... 27
5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Restoran.... 28
D. Pendapatan Daerah.............................................................................. 30
E. Penelitian Sebelumnya........................................................................ 33
F. Kerangka Pemikiran........................................................................... 34
G. Hipotesis.............................................................................................. 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 37
A. Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………... 37
B. Metode Penentuan Sampel………………………………………….. 38
C. Metode Pengumpulan Data…………………………………………. 38
D. Metode Analisis…………………………………………………….. 39
E. Operasional Variabel Penelitian......................................................... 45
12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 47
A. Gambaran Umum Objek Penelitian.................................................... 47
1. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 47
2. Sejarah Dinas Pendapatan Daerah................................................. 47
3. Visi dan Misi................................................................................. 54
4. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Daerah..................... 55
5. Struktur Organisasi........................................................................ 56
B. Penemuan dan Pengolahan data.......................................................... 63
1. Penemuan dan Pembahasan.......................................................... 63
2. Pengolahan Data dan Hasil Pengujian Statistik............................ 67
a. Uji Asumsi Klasik................................................................... 67
b. Uji Hipotesis........................................................................... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 79
A. Kesimpulan ........................................................................................ 79
B. Implikasi............................................................................................. 80
C. Saran................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 81
13
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
4.1 Daftar Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak.................. 64
4.2 Rekapitulasi Pertumbuhan dan Kepatuhan Dalam
Penyetoran SPT Masa Wajib Pajak Hotel Dan Restoran....... 65
4.3 Hasil Identifikasi uji Multikolineariti..................................... 69
4.4 Hasil Uji Autokorelasi............................................................ 71
4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi........................................... 72
4.6 Hasil Uji t-Statistik................................................................. 73
4.7 Hasil uji F-statistik................................................................. 76
14
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran................................................. 35
4.1 Struktur organisasi suku dinas pendapatan daerah.............. 62
4.2 Grafik Normality probability Plot....................................... 68
4.3 Grafik Hasil Uji Heterokedasitas......................................... 70
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Hasil Uji SPSS............................................................................. 84
2 Rekapitulasi Pertumbuhan Wajib Pajak Hotel, Restoran dan
Hiburan......................................................................................... 91
3 Surat Keterangan Riset................................................................. 94
4 Daftar variabel Penelitian............................................................. 95
5 Penerimaan Pajak Daerah SuDin Penda Jak-Pus I....................... 96
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jakarta merupakan pusat perkonomian utama di Indonesia, karena
Jakarta adalah ibu kota negara dan merupakan pusat pemerintahan. Sebagai
ibu kota negara, maka banyak terdapat lembaga pemerintahan dan pusat bisnis
yang berkembang di Jakarta, sehingga terjadi perputaran uang yang cukup
tinggi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk daerah yang melakukan
urbanisasi ke Jakarta. Selain Warga Negara Indonesia (WNI) juga banyak
terdapat Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja dan melakukan kegiatan
bisnis di Jakarta. Selain itu, Jakarta juga menjadi kota tujuan pariwisata, baik
wisatawan domestik maupun mancanegara. Dengan tingginya minat orang
untuk datang ke Jakarta sehingga kebutuhan akan hotel (rumah penginapan)
dan restoran (rumah makan) sangat tinggi. Hal ini membuat hotel dan restoran
dapat berkembang di kota ini.
Hotel dan restoran merupakan salah satu sarana pendukung
perekonomian dan pariwisata. Fungsi utama hotel adalah sebagai tempat
tinggal sementara dan retoran adalah tempat untuk makan. Wisatawan sangat
mengandalkan hotel dan restoran sebagai tempat tinggal sementara selama di
Jakarta. Disamping fungsi utamanya, hotel dan restoran juga sering dijadikan
sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan-pertemuan dan rapat (meeting)
17
oleh berbagai pihak, baik dari kalangan pejabat tinggi negara, pebisnis, sampai
organisasi.
Gaya hidup masyarakat modern saat ini juga menjadikan hotel dan
restoran sebagai ajang berkumpul dan bergaul, tidak hanya anak-anak muda
tetapi juga orang tua menggunakan hotel dan retoran sebagai tempat untuk
mengadakan acara-acara seperti pesta tahun baru, pesta pernikahan, pesta
ulang tahun sampai arisan. Dewasa ini, banyak bermunculan hotel dan
restoran yang menawarkan jasa dengan tarif miring atau rendah, sehingga
tidak hanya dari kalangan atas saja yang dapat menggunakan jasa hotel dan
restoran tetapi juga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Berdasarkan data dari Bagian Pengendalian Dinas Pendapatan Daerah
DKI Jakarta, jumlah hotel dan restoran di Jakarta sampai Desember 2007
tercatat sebesar 771 untuk hotel dan 5.031 untuk restoran. Pertumbuhan
jumlah hotel selama satu tahun meningkat hingga hampir 100 hotel dari tahun
sebelumnya atau sekitar 10,25%. Sedangkan jumlah restoran meningkat
hingga lebih dari 500 restoran dari tahun sebelumnya yang berjumlah 4.516
restoran atau sekitar 10,24%.
Melihat dari pertumbuhan jumlah hotel dan restoran yang cukup
signifikan dalam satu tahun dan tingginya antusias masyarakat terhadap hotel
dan restoran yang ada di Jakarta, dapat diasumsikan besar pendapatan yang
diterima hotel dan restoran juga tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa
penerimaan pajak daerah dari sektor hotel dan restoran juga meningkat.
18
Pajak daerah yang diterima pemerintah daerah dibagi menjadi dua
bagian, yaitu: pajak propinsi yang terdiri dari pajak kendaraan bermotor dan
kendaraan diatas air; bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas
air; pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan
pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, dan pajak kabupaten/kota
yang terdiri dari pajak hotel; pajak restoran; pajak hiburan; pajak reklame;
pajak penerangan jalan; pajak pengambilan bahan galian golongan C; pajak
parkir; pajak lain-lain (Mardiasmo:2006).
Dari sekian banyak penerimaan pemerintah daerah dari pajak, sektor
pajak hotel dan restoran menyumbangkan setidaknya 15% dari jumlah seluruh
pemasukan setiap tahunnya. Menurut Marihot Siahaan (2005:11), pajak
daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan
daerah.
Secara teori, jika hotel dan restoran di Jakarta berkembang maka
penerimaan dari sektor pajak hotel dan restoran meningkat, maka akan
meningkatkan penerimaan pajak daerah. Tetapi besarnya penerimaan daerah
bukan hanya dilihat dari berkembangnya jumlah wajib pajak hotel dan
restoran, namun juga dari tingkat kepatuhan wajib pajak (tax compliance)
dalam melakukan pembayaran pajaknya. Menurut Gunadi (2005:4),
pengertian kepatuhan pajak dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak
19
mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan
aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama,
peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi.
Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip oleh Marcus (2005:71),
kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam
mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat
Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak
terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Kepatuhan wajib pajak bisa tercermin dalam nilai selisih antara rencana
penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan pajak tersebut. Maka, apabila
semua wajib pajak hotel dan restoran menaati dan patuh terhadap peraturan
perpajakan yang berlaku, maka selisih antara rencana penerimaan pajak
dengan realisasi penerimaan menjadi nol. Oleh karena itu, secara sederhana
meningkatnya tingkat kepatuhan pajak akan tercermin pada menyempitnya
jurang kepatuhan, yakni selisih antara rencana penerimaan pajak dengan
realisasi penerimaan pajak.
Menurut Safri Nurmantu (2003:148), Isu kepatuhan dan hal-hal yang
menyebabkan ketidakpatuhan serta upaya untuk meningkatkan kepatuhan
menjadi agenda penting di negara-negara maju, apalagi di negara-negara
berkembang. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara
bersamaan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, baik dengan fraud dan
illegal yang disebut tax evasion, maupun penghindaran pajak tidak dengan
fraud dan dilakukan secara legal yang disebut tax avoidance. Pada akhirnya
20
tax evasion dan tax avoidance mempunyai akibat yang sama, yaitu
berkurangnya penyetoran pajak ke kas negara.
Pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem
administrasi perpajakan yang meliputi pelayanan pajak dan pelaksanaan
perpajakan juga kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak.
Kurangnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dipengaruhi oleh
hal-hal seperti: kurang efektifnya sosialisasi dari pemerintah untuk
menyerukan membayar pajak; kurangnya pengetahuan wajib pajak tentang
pajak; juga adanya kekhawatiran masyarakat dalam penggunaan penerimaan
pajak yang terkumpul tidak dipergunakan dengan semestinya.
Kepatuhan terhadap pembayaran pajak sangat penting karena pajak
merupakan merupakan sektor perekonomian yang berperan sebagai sumber
pembiayaan pembangunan utama. Sebagai salah satu penerimaan negara,
pajak merupakan pilihan yang tepat disamping penerimaan dari sumber migas
dan non migas, karena jumlahnya yang relatif stabil. Dan dari sektor tersebut
diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembiayaan pembangunan.
Karena pajak merupakan sumber penerimaan strategis dalam
menyokong pembangunan, maka pajak harus dikelola dengan baik agar
keuangan negara dapat berjalan dengan lancar dan baik. Dari tahun ke tahun
telah dilakukan berbagai langkah dan kebijakan untuk meningkatkan
penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kebijakan tersebut
dapat dilakukan melalui penyempurnaan perundang-undangan, penerbitan
peraturan-peraturan baru dibidang perpajakan, meningkatkan tingkat
21
kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber-sumber pajak lain. Berbagai
upaya diatas tentunya belum dapat menghasilkan peningkatan pajak yang
signifikan bagi penerimaan negara.
Penelitian yang membahas tentang hotel dan restoran telah dilakukan
oleh Sapto Nur Edie (2005) dengan judul “Analisis Pengaruh Penerimaan
Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus
pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat)”. Penelitian tersebut
dilakukan pada periode 1995-2004. Sapto Nur Edie menggunakan metode uji
statistik regresi sederhana untuk menguji data dan mendapatkan hasil
penelitian bahwa besarnya pengaruh hubungan antara penerimaan pajak hotel
dan restoran terhadap pendapatan asli daerah cukup tinggi yaitu sebesar
93,4%.
Selain itu ada juga penelitian yang dilakukan oleh Heri Purnama (2006),
dengan judul “Analisa Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran: Studi
Berdasarkan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Garut Periode 1999-
2005”. Adapun kesimpulan yang didapat oleh Heri, yaitu: Jumlah wisatawan
(lokal dan asing) berpengaruh secara bersama-sama terhadap penerimaan
pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut periode 1999-2005. Secara
parsial hanya wisatawan lokal yang berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut.
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu,
objek penelitian yang penulis uji adalah tingkat kepatuhan wajib pajak hotel
dan wajib pajak restoran dengan tujuan untuk mengetahui pengaruhnya
22
terhadap penerimaan pajak daerah di Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta
Pusat I. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian regresi linier berganda. Selain itu, sampel yang diambil hanya dari
bulan Januari sampai Desember tahun 2007. Sementara objek penelitian yang
dilakukan oleh Sapto adalah jumlah penerimaan pajak hotel dan restoran serta
di uji menggunakan metode penelitian regresi linier sederhana dan sampel
diambil pada tahun 1995-2004. Sedangkan objek penelitian yang dilakukan
Hery adalah jumlah kunjungan wisatawan lokal dan asing dengan tujuan
mengetahui pengaruhnya terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Garut
dan menggunakan sampel dari tahun 1999-2005.
Melihat akan pentingnya kepatuhan wajib pajak dalam melakukan
kewajiban perpajakannya terhadap penerimaan negara dari sektor pajak,
penulis ingin mengetahui berapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak hotel
dan restoran di DKI Jakarta. Dengan latar belakang permasalahan tersebut
penulis tertarik untuk menganalisisnya dalam bentuk skripsi dengan judul
“Analisis Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran
Terhadap Penerimaan Pajak Daerah”. Penelitian ini dilakukan pada Suku
Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I.
B. Perumusan Masalah
Untuk membatasi masalah dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan
penelitian pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I dan membahas
23
tentang bagaimana tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran
mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penulis melakukan penelitian kepatuhan wajib pajak terhadap
penerimaan pajak adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat kepatuhan
Wajib Pajak Hotel dan Restoran mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah.
2. Manfaat Penelitian
Penulis berharap hasil dari penelitian dalam skripsi ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak seperti:
a. Bagi akademis,
∗ dapat dijadikan pedoman atau referensi untuk bahan perkuliahan
guna mempermudah pengguna ilmu dalam mempelajari pengenaan
pajak hotel dan restoran serta penerimaan daerah.
∗ Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam penguasaan materi
yang telah diberikan.
∗ Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya
sebagai bahan evaluasi terhadap materi yang telah diberikan.
b. Bagi mahasiswa,
∗ hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk menambah
wawasan, pengetahuan dan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya.
24
∗ Menerapkan pengetahuan akademis yang telah diperoleh selama
kuliah.
c. Bagi Suku Dinas Pendapatan Daerah
∗ Dapat digunakan sebagai masukan bermanfaat bagi pemerintah
untuk lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga akan
meningkatkan penerimaan pajak daerah.
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak Secara Umum
1. Pengertian Pajak
Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1, Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selain itu, terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang
Pajak yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah:
a. Menurut Adriani, (Santoso Brotodiharjo,1991:2)
“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”
b. Sedangkan menurut Soeparman Soemahamidjaya (Bukhori, 2002:24)
“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu,
tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan”.
26
c. Menurut H. Rochmat Soemitro, (Bukhori, 2002:25):
“Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum”. Definisi tersebut kemudian
dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: “Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber
daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan
gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.
Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber
daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua,
bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan
jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian
secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke
sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang
dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat
pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:
a. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
27
b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya)
dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara
(pemungut pajak/administrator pajak).
c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.
d. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual
oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para
wajib pajak.
2. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas
maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Bukhori, 2002):
a. Fungsi Anggaran (budgetair).
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin
negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.
Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang, pemeliharaan dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
28
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.
b. Fungsi Mengatur (regulerend).
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui
kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk
yang tinggi untuk produk luar negeri.
c. Fungsi Stabilitas.
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi
dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan
mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efesien.
d. Fungsi Redistribusi Pendapatan.
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
29
3. Asas Pemungutan Pajak
Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam
Smith dalam bukunya An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth
of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", menyatakan
bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada (Santoso, 1991:87):
a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas
keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai
dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh
bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
b. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus
berdasarkan Undang-Undang, sehingga bagi yang melanggar akan
dapat dikenai sanksi hukum.
c. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat
waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang
tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib
pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima
hadiah.
d. Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan
pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya
pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
4. Sistem Pemungutan Pajak
Dalam perpajakan di Indonesia dikenal tiga jenis metode dalam
pemungutan pajak, yaitu (Early Suandi, 2005:239):
30
a. Official Assessment System
Official Assessment System atau Menghitung Pajak Orang (MPO).
Sistem ini secara sederhana menggambarkan bahwa pajak terutang
Wajib Pajak ditentukan oleh Dirjen Pajak (Wajib Pajak pasif). Sistem
ini biasanya lazim digunakan oleh negara-negara Eropa hingga
sekarang.
b. Self Assessment System
Self assessment system atau Menghitung Pajak Sendiri (MPS), yang
secara sederhana dipahami bahwa pajak terutang Wajib Pajak dihitung,
disetor dan dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak. Sementara itu, aparat
pajak bertugas memberikan penerangan dan pengawasan.
c. With Holding System
With holding system, yaitu pajak terutang Wajib Pajak dihitung,
dipungut, dan disetorkan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang
melakukan pemungutan pajak tersebut tentunya yang telah ditetapkan
oleh Dirjen Pajak.
5. Kepatuhan Wajib pajak
a. Pengertian Kepatuhan
Menurut Gunadi (2005:4), pengertian kepatuhan pajak dalam hal
ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk
memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku
tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan
ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi.
31
Menurut Safri Nurmantu (2003:148) kepatuhan perpajakan
didefinisikan sebagai “suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”
Terdapat dua macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu, yakni:
Kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal
adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban
perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal
31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan
Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31
Maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi
isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan
dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan
material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang undang
perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal.
Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak
yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan
(SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas
waktu berakhir.
Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip Marcus (2005:45),
kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak
dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat
Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran
pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Menurut Djoko Slamet Surjoputro dan Junaedi Eko Widodo
(2004:47), pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh
kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service dan
tax enforcement. Langkah-langkah perbaikan administrasi diharapkan
dapat mendorong kepatuhan wajib pajak melalui dua cara yaitu
pertama, wajib pajak patuh karena mendapatkan pelayanan yang baik,
32
cepat, dan menyenangkan serta pajak yang mereka bayar akan
bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Kedua, wajib pajak akan patuh
karena mereka berpikir bahwa mereka akan mendapat sanksi berat
akibat pajak yang tidak mereka laporkan terdeteksi sistem informasi
dan administrasi perpajakan serta kemampuan crosschecking informasi
dengan instansi lain.
Tiga strategi dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat
program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan
meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang
belum patuh, kedua adalah meningkatkan pelayanan terhadap Wajib
Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya dapat
dipertahankan atau ditingkatkan, ketiga meningkatkan kepatuhan
dengan program dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan
(combatting noncompliance) (Hadi Purnomo, 2004:220).
b. Kriteria Wajib Pajak Patuh
Wajib pajak dimasukkan dalam kategori patuh apabila memenuhi
kriteria atau persyaratan sebagai berikut (merujuk pada kriteria
menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003
tanggal 3 Juni 2003):
1) Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk
semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir.
33
2) Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak
lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak
berturut-turut.
3) SPT masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas
waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya.
4) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:
a) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak
b) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan yang
diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir
5) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana
dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir, dan
6) Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau
badan pengawasan keuangan dan pembangunan harus dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar
dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak
mempengaruhi laba rugi fiskal.
Laporan audit harus:
a) disusun dalam bentuk panjang (long form report)
b) menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.
Dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh
akuntan publik, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan
tertulis paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk
34
dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh sepanjang memenuhi
syarat pada huruf a sampai huruf e, ditambah syarat:
− dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan
− apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah
dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap
jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%.
B. Pajak Hotel
1. Pengertian Pajak Hotel
Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel.
Pengertian hotel di sini termasuk juga rumah penginapan yang memungut
bayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk
mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau
kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan
daerah tentang pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum
operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak
hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.
35
2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel
Pemungutan pajak hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar
hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oeh masyarakat dan
pihak terkait. Dasar hukum pemungutan pajak hotel pada suatu kabupaten
atau kota adalah sebagaimana di bawah ini (Marihot Siahaan, 2005:247):
a. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan
atas undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah.
b. Peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah.
c. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak hotel.
Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak hotel
sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak hotel pada
kabupaten/kota dimaksud.
3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Hotel
a. Objek Pajak Hotel
Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel
dengan pembayaran, termasuk pelayanan sebagaimana di bawah ini
(Perda No. 7 Tahun 2003, Ps. 3 ayat 1):
1) fasilitas penginapan atau fasilitas jangka pendek. Dalam pengertian
rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar
sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah
penginapan. Fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek
36
antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata,
pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan.
2) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan
atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan. Pelayanan penunjang antara lain:
telepon, faksimili, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi
dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel.
3) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu
hotel, bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara
lain pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf,
karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel.
4) Jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di
hotel.
b. Bukan Objek Pajak Hotel
Pada pajak hotel, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh
penginapan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak
termasuk objek pajak, yaitu (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps.
3 ayat 2):
1) Penyewaan rumah atau kamar, apartemen, dan atau fasilitas tempat
tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel.
2) Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren.
3) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang
digunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran.
37
4) Pertokoan, perkantoran, perbankan dan salon yang digunakan oleh
umum di hotel.
5) Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan
dapat dimanfaatkan oleh umum.
4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel
Pada pajak hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi
atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel (Perda DKI
Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 4). Secara sederhana yang menjadi subjek
pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang
diberikan oeh pengusaha hotel. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak
adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apa
pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan
usaha dibidang jasa penginapan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib
pajak pada pajak hotel tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan
hotel merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak
sedangkan pengusaha hotel bertindak sebagai wajib pajak yang diberi
kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak) dan
melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya.
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat
diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan
peraturan daerah tentang pajak hotel (Marihot P Siahaan, 2005:248).
Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran
pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa
38
dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya.
5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel
a. Dasar pengenaan pajak hotel
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada hotel (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 5).
Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau
penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat
pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan istimewa adalah orang pribadi
atau badan yang menggunakan jasa hotel dengan pengusaha hotel, baik
langsung atau tidak langsung, berada dibawah pemilikan atau
penguasaan orang pribadi atau badan yang sama.
Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek
pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang
dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak
sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas
penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga
dilakukan berkaitan dengan usaha hotel. Contoh pembayaran, misalnya
seseorang menginap di hotel “ABC” dan melakukan pembayaran atas
(Marihot P. Siahaan, 2005:249):
39
Jasa sewa kamar Rp. 2.500.000,00
Jasa binatu Rp. 200.000,00
Jasa telepon Rp. 100.000,00 +
Jumlah Rp. 2.800.000,00
Service charge 10% Rp. 280.000,00 +
Jumlah pembayaran Rp. 3.080.000,00
b. Tarif pajak hotel
Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan
(Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 6). Hal ini dimaksudkan
untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota
untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi
masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap
daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan tarif
pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan
tidak lebih dari 10%.
c. Perhitungan pajak hotel
Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan dasar penenaan pajak ((Perda No. 7
Tahun 2003, Ps. 7). Secara umum perhitungan pajak hotel adalah
sebagai berikut:
Pajak terutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak
= tarif pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan
kepada hotel
40
Berdasarkan pembayaran yang dilakukan oleh subjek pajak
kepada hotel “ABC” pada poin a di atas dan apabila besarnya tarif
pajak yang ditetapkan pada kota di mana hotel “ABC” berlokasi adalah
10%, maka dapat dihitung besarnya pajak hotel yang terutang, yaitu
sebesar: 10% x Rp. 3.080.000,00 = Rp. 308.000,00. (Marihot P.
Siahaan, 2005:251).
C. Pajak Restoran
1. Pengertian Pajak Restoran
Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran (Perda DKI
Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 2). Pemungutan pajak restoran di Indonesia
saat ini didasarkan pada undang-undang nomor 34 tahun 2000 yang
merupakan perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang
pajak daerah dan reribusi daerah dan peraturan pemerintah nomor 65 tahun
2001 tentang pajak daerah. Semula menurut undang-undang nomor 18
tahun 1997 pajak atas hotel disamakan dengan restoran dengan nama pajak
hotel dan restoran. Akan tetapi, berdasarkan undang-undang nomor 34
tahun 2000 jenis pajak tersebut dipisahkan menjadi dua jenis pajak yang
berdiri sendiri, yaitu pajak hotel dan pajak restoran.
Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk
mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
41
Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau
kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan
daerah tentang pajak restoran yang akan menjadi landasan hukum
operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak
restoran di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.
2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran
Pemungutan pajak restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada
dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat
dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak restoran pada
suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini (Marihot P.
Siahaan, 2005:272):
a. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan
atas undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah.
b. Peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah.
c. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak
restoran.
Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak restoran
sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak restoran pada
kabupaten/kota dimaksud.
42
3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Restoran
1. Objek pajak restoran
Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran
dengan pembayaran. Termasuk dalam objek pajak restoran adalah
rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya. Pelayanan di restoran/rumah
makan meliputi penjualan makanan dan atau minuman di
restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan
makanan/minuman yang diantar/dibawa pulang (Perda DKI Jakarta
No. 8 Tahun 2003 Ps. 3 ayat 1).
2. Bukan objek pajak restoran
Pada pajak restoran tidak semua pelayanan yang diberikan oeh
restoran/rumah makan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian
yang tidak termasuk objek pajak, yaitu (Perda No. 8 Tahun 2003 Ps. 3
ayat 2):
1) Pelayanan usaha jasa boga atau katering; dan
2) Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang
peredarannya tidak melebih batas tertentu yang ditetapkan dengan
peraturan daerah, misalnya saja tidak melebihi Rp. 30.000.000,00
per tahun.
4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran
Subjek pada pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran kepada restoran (Perda DKI Jakarta Nomor 8
Tahun 2003 Ps. 5 ayat 1). Secara sederhana yang menjadi subjek pajak
43
adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang
diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara itu, yang menjadi wajib
pajak adalah pengusaha restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps.
5 ayat 2), yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaanya melakukan usaha di bidang
rumah makan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak
restoran tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan restoran
merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sedangkan
pengusaha restoran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan
untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak).
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat
diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan
peraturan daerah tentang pajak restoran. Wakil wajib pajak bertanggung
jawab secara pribadi atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib
pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Restoran
a. Dasar Pengenaan
Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps.
6). Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual
atau pengantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat
pembelian makanan dan atau minuman. Contoh hubungan istimewa
44
adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa restoran
dengan pengusaha restoran, baik langsung atau tidak langsung, berada
dibawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang
sama.
Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek
pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang
dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak
sebagai penukaran atas pembelian makanan dan atau minuman,
termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga dilakukan
berkaitan dengan usaha restoran. Contoh pembayaran, misalnya
seseorang menikmati hidangan yang disediakan oleh restoran “XYZ”
dan melakukan pembayaran atas (Marihot P. Siahaan, 2005:276):
Makanan Rp. 100.000,00
Minuman Rp. 30.000,00 +
Jumlah Rp. 130.000,00
Service charge 10% Rp. 13.000,00 +
Jumlah pembayaran Rp. 143.000,00
b. Tarif
Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan
(Perda DKI Jakarta No. 8 Th. 2003 Ps. 7). Hal ini dimaksudkan untuk
memberi keleluasaan kepada pemeritah kabupaten/kota untuk
menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-
masing daerah kabupaten/kota. Maka, setiap daerah kabupaten/kota
diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang
45
mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih
dari 10%
c. Perhitungan Pajak Restoran
Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan
cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak (Perda No.
8 Tahun 2003 Ps. 8). Secara umum perhitungan pajak restoran adalah
sesuai dengan rumus berikut:
Pajak terutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak
= tarif pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan
kepada restoran
Berdasarkan pembayaran yang dilakukan oleh subjek pajak
kepada restoran “XYZ” pada poin a di atas dan apabila besarnya tarif
pajak yang ditetapkan pada kota di mana restoran “XYZ” berlokasi
adalah 10%, maka dapat dihitung besarnya pajak hotel yang terutang,
yaitu sebesar: 10% x Rp. 143.000,00 = Rp. 14.300,00. (Marihot P.
Siahaan, 2005:276).
D. Pendapatan Daerah
Adapun pendapatan daerah yang nantinya akan digunakan untuk
pembangunan daerah yaitu bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah.
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:
Halim (2001:98), mendefinisikan PAD adalah sebagai berikut:
46
“Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh
daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Jadi, dapat disimpulkan PAD merupakan suatu penerimaan daerah
yang berasal dari sumber-sumber di wilayahnya sendiri bedasarkan
perundang-undangan yang berlaku.
PAD merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah sebagaimana
diatur dalam pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1947. Sebagai
salah satu sumber pendapatan daerah dalam kaitan pelaksanaan otonomi
daerah. PAD harus betul-betul dominan dan mampu memikul beban kerja
yang diperlukan sehingga pelaksanaan otonomi daerah tidak dibiayai oleh
dari subsidi atau dari sumbangan pihak ketiga atau pinjaman daerah.
Sumber-sumber PAD tidak dapat dipisahkan dari pendapatan daerah
secara keseluruhan. Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 99
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,
sumber pendapatan daerah terdiri dari:
a. Pajak Daerah
Adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundan-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah
(Perda), yang wewenang pemungutanya dilaksanakan oleh pemerintah
47
daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan di daerah (Early Suandi, 2005:236).
Pajak daerah pada pemerintah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari
11 jenis pajak namun hanya 10 diantaranya yang dilakukan
pemungutan secara optimal melalui perda-perda lain yang lebih rinci
(KUPD Perda No. 4 Tahun 2002):
1) Pajak Parkir - Perda No. 6 Tahun 2002
2) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor - Perda No. 7 Tahun 2002
3) Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor - Perda No. 3 Tahun
2003
4) Pajak Kendaraan Bermotor - Perda No. 4 Tahun 2003
5) Pajak Hiburan - Perda No. 6 Tahun 2003
6) Pajak Hotel - Perda No. 7 Tahun 2003
7) Pajak Restoran - Perda No. 8 Tahun 2003
8) Pajak Penerangan Jalan - Perda No. 9 Tahun 2003
9) Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan - Perda No. 1 Tahun
2004
10) Pajak Reklame - Perda No. 2 Tahun 2004
11) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.
b. Retribusi daerah
Adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena
adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya
secara perorangan. Jasa trsebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu
48
hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara
(Mardiasmo:2006). Salah satu contoh dari retribusi adalah retribusi
pelayanan kesehatan pada rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah.
c. Hasil perusahaan mlik daerah
Adalah merupakan penerimaan yang berasal dari hasil
perusahaan milik daerah dan pengelolaan keuangan daerah, penyertaan
modal daerah ke pihak ke tiga (Marihot P. Siahaan, 2005). Hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkan (antara lain: bagian laba, deviden, dan
penjualan saham milik daerah).
d. Lain-lain usaha yang sah
Adalah hasil daerah yang diperoleh dari hasil usaha diluar
kegiatan pelaksanaan tugas daerah, misalnya penerimaan dan
sumbangan piak ketiga, hasil penjualan milik daerah (penjualan drum
bekas aspal), penerimaan jasa giro (Marihot P. Siahaan:2005).
E. Penelitian Sebelumnya
Terdapat berbagai penelitian tentang pajak hotel dan restoran yang telah
dilakukan sebelumnya, yaitu:
Sapto Nur Edie (2005), secara khusus meneliti tentang pengaruh
penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah dalam
skripsinya untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dalam bidang
Akuntansi Pajak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
49
Penelitian tersebut menggunakan metode regresi sederhana dan menjelaskan
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen yang
kemudian dianalisis dengan metode deskriptif. Objek penelitian adalah Suku
Dinas Pendapatan Daerah Jakara Pusat dengan periode 1995 sampai 2004 dan
mendapat kesimpulan bahwa besarnya pengaruh hubungan antara penerimaan
pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah cukup tinggi yaitu
sebesar 93,4%
Heri Purnama (2006) dengan judul “Analisa Penerimaan Pajak Hotel dan
Restoran: Studi Berdasarkan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten
Garut Periode 1999-2005” mendapat kesimpulan bahwa yaitu Jumlah
wisatawan (lokal dan asing) berpengaruh secara bersama-sama terhadap
penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut periode 1999-2005.
Secara parsial hanya wisatawan lokal yang berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut.
F. Kerangka Pemikiran
Untuk membantu dan mempermudah dalam pembacaan dan pembahasan
skripsi hingga proses pengujian dilakukan dengan metode uji statistik linier
berganda maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
50
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
G. Hipotesis
Dalam usaha untuk memperoleh kesimpulan, biasanya didahului oleh
pengandaian atau asumsi mengenai populasi yang bersangkutan. Pengandaian
ini, yang mungkin betul ataupun mungkin tidak betul, disebut hipotesis.
Hipotesis inilah yang akan diteliti menggunakan karakteristik sampel yang
diambil dari populasi yang sedang ditinjau.
Suku Dinas Pendapatan Daerah
Jakarta Pusat I
Laporan Penerimaan Pajak Tahun
2007
Tingkat Kepatuhan WP Hotel (X1)
Tingkat Kepatuhan WP Restoran (X2)
Penerimaan Pajak (Y)
Uji Hipotesis:
• Uji Regresi Berganda
• Uji R2
• Uji F-statistik
• Uji t-statistik
Kesimpulan Pengaruh Tingkat
Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan
Restoran terhadap Penerimaan
Pajak
51
Berkaitan dengan permasalahan yang ada, maka hipotesa yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
Terdapat pengaruh yang signifikan antara Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak Hotel dan Restoran terhadap Penerimaan Daerah. Atau secara statistik
dirumuskan sebagai berikut:
Ha1 : tingkat kepatuhan wajib pajak hotel berpengaruh secara signifikan
terhadap penerimaan pajak daerah.
Ha2 : tingkat kepatuhan wajib pajak restoran terhadap berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah.
Ha3 : tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran
secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap
Penerimaan Pajak Daerah.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitiannya yaitu, mengenai
pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran terhadap
penerimaan daerah. Penelitian ini dilakukan pada kantor Suku Dinas
Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I
Adapun data yang diambil yaitu:
1. Sejarah singkat Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I.
2. Struktur organisasi
3. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Wajib Pajak Restoran
4. Laporan Penerimaan Pajak Daerah.
Sedangkan, ruang lingkup penelitian ini membahas pengaruh antara:
1. Variabel Terikat (Y)
Variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Independent Variable).
Dalam hal ini, total penerimaan pajak daerah.
2. Variabel Bebas (X1)
Variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel terikat
(Dependent Variable), yaitu Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel.
53
3. Variabel Bebas (X2)
Variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel terikat
(Dependent Variable), yaitu Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Restoran.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode purposive sampling yaitu model convenience sampling. Bentuk
sampling ini termasuk ke dalam metode pemilihan sampel nonprobabilitas
(non-probality sampling methods) dimana anggota sampel yang dipilih atau
diambil secara tidak acak berdasarkan kemudahan memperoleh data yang
dibutuhkan atau unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak
menyusahkan atau mudah mengukurnya dan bersifat kooperatif (Abdul
Hamid, 2004:24).
C. Metode Pengumpulan Data
Pada umumnya, salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi suatu karya
ilmiah adalah research. Research dalam arti yang luas pengertiannya adalah
suatu penyelidikan sempurna terhadap suatu masalah atau objek tertentu.
Metode Research dapat dikatakan sebagai suatu penyelidikan secara analisa
yang sempurna. Berarti pencarian, pengumpulan, pengolahan dan penyajian
data yang benar, konkrit dan nyata serta diperlukan dalam lingkungan yang
mempengaruhi, guna pembahasan lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis
menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
54
1. Studi Kepustakaan. Dalam metode ini penulis melakukan penelitian
dengan mempelajari buku kepustakaan, literatur, bahan-bahan kuliah
yang berkaitan erat dengan pembahasan penelitian ini.
2. Studi Lapangan. Penelitian lapangan ini merupakan pengumpulan data
yang dilakukan secara langsung di lokasi objek penelitian yaitu Kantor
Dinas Pendapatan Daerah Jakarta, dengan menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan atas objek data dan
kronologis suatu kegiatan, merekam, menghitung, serta mencatat
data yang diperoleh.
b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan
tanya jawab yang dilakukan pada pokok persoalan.
D. Metode Analisis
Sesuai dengan masalah penelitian yang ditulis yaitu untuk mengetahui
pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran terhadap
penerimaan pajak pada dinas pendapatan daerah Jakarta, maka peneliti
menggunakan analisis statistik sampel dengan bentuk pengujian sebagai
berikut:
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas ini digunakan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen
55
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah distribusi data normal atau mendekati normal. (Ghozali, 2005:
110)
Hipotesis:
H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
Kriteria Pengujian:
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali,
2005: 112)
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen)
(Ghozali, 2005:91). Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem
multikolinieritas atau multiko. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi di antara variabel independennya.
Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance (TOL) dan
lawannya (2) variant inflation factor (VIF). Apabila tolerance lebih
dari 0.1 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas.
Hipotesis:
H0 : Model regresi tidak terjadi multikoliniearitas
H1 : Model regresi terjadi multikoliniearitas
56
Kriteria Pengujian:
H0 diterima jika nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan angka
tolerance sesuai dengan pedoman suatu model regresi yang bebas
multikolinearitas, yakni mempunyai nilai VIF kurang dari 10,
mempunyai angka TOLERANCE (TOL) lebih dari 0.1.
c. Uji Heterokedasitas
Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika nilai variansnya tetap, maka disebut
Homoskedastisitas. Jika variansnya berbeda disebut
heteroskedastisitas, dimana model regresi yang baik adalah tidak
terjadinya heteroskedastisitas. (Ghozali, 2005: 105)
Hipotesis:
H0 : Model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas
H1 : Model regresi terjadi heteroskedastisitas.
Kriteria Pengujian:
Dasar pengambilan keputusannya, jika ada pola tertentu, seperti titik-
titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi
Heteroskedastisitas. Dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2005: 105)
57
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah sebuah regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan
kesalahan pada periode t-1. Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada
problem Autokorelasi. Tentu saja model regresi yang baik adalah yang
bebas dari problem tersebut. Deteksi adanya Autokorelasi dengan
menggunakan Durbin-Watson, dimana angka D-W dibawah -2 ada
Autokorelasi positif, angka D-W diantara -2 sampai +2 tidak ada
Autokorelasi, dan angka D-W di atas +2 berarti ada Autokorelasi
negatif (Santoso, 2002:219).
Hipotesis :
H0 : Model regresi tidak terjadi Autokorelasi
H1 : Model regresi terjadi Autokorelasi
2. Uji Hipotesis
a. Regresi Berganda
Model statistik yang dipakai adalah model regresi linear
berganda (Multiple Regression). Multiple Regression adalah suatu
teknik yang digunakan untuk menghitung seberapa jauh hubungan
antara beberapa variabel bebas (independen) dengan variabel terikat
(dependen). Model regresi linear berganda dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Y = a + b1 x1 + b2 x2 + ei
58
Keterangan:
Y = Variabel dependen (Penerimaan Pajak Daerah)
a = Konstanta
X1 = Variabel independent (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Hotel)
X2 = Variabel independent (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Restoran)
b1,b2 = Koefisien regresi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel
(X1) dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (X2)
ei = Standar Error
b. Uji Adjusted R2
(Koefisien Determinasi)
Untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat
menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien
determinasi (Adjusted R-Square). Jika Adjusted R-Square adalah
sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat
dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang
menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai Adjusted R-Square
berkisar hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel
independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika
nilai Adjusted R-Square semakin mendekati angka 0 berarti semakin
lemah kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi
variabel dependen. (Ghozali:2005)
59
c. Uji t-statistik (Pengaruh Secara Parsial)
Uji t-Statistik digunakan untuk mengetahui hubungan masing-
masing variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen, maka digunakan tingkat signifikan sebesar 0.05. Jika nilai
probability t lebih besar dari 0.05 maka tidak ada pengaruh dari
variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi
tidak signifikan), sedangkan jika nilai probability t lebih kecil dari
0.05 maka terdapat pengaruh dari variabel independen terhadap
variabel dependen (koefisien regresi signifikan) (Ghozali: 2005).
Kriteria pengujian:
1) Apabila nilai signifikansi tingkat kepatuhan wajib pajak hotel di
bawah 0.05, maka Ha1 diterima, berarti ada pengaruh secara
signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak hotel (X1)
terhadap penerimaan pajak (Y).
2) Apabila nilai signifikansi tingkat kepatuhan wajib pajak restoran
dibawah 0.05, maka Ha2 diterima, berarti ada pengaruh secara
signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak restoran
(X2) terhadap penerimaan pajak (Y).
d. Uji F-statistik (Pengaruh Secara Simultan)
Uji Statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel-
variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel
dependen. Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen
secara bersama-sama mengetahui variabel dependen, maka digunakan
60
tingkat signifikan sebesar 0.05. jika nilai F probability lebih besar dari
0.05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi
variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya
jika nilai F probability lebih kecil dari 0.05 maka model regresi dapat
digunakan untuk memprdiksi variabel dependen atau dengan kata lain
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen (Ghozali: 2005).
Kriteria pengujian:
Apabila tingkat signifikansi < 0.05 maka Ha3 diterima berarti
secara simultan terdapat pengaruh yang nyata antara variabel tingkat
kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran (X) terhadap
penerimaan pajak (Y).
E. Operasional Variabel penelitian
Operasional variabel merupakan pendefinisian dan serangkaian variabel
yang digunakan dalam penulisan. Penelitian ini menggunakan dua variabel,
yaitu variabel bebas (X) dan Variabel terikat (Y). Variabel bebas adalah tipe
variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Sedangkan
variabel terikat adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh
variabel bebas. Dengan demikian, maka yang menjadi variabel dalam
penelitian ini adalah:
61
1. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel adalah tingkat kesediaan wajib
pajak hotel dalam membayar hutang pajaknya tanpa perlu diadakan
pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan
penerapan sanksi administrasi (X1) dan kriteria kepatuhan wajib pajak
hotel pada penelitian ini dilihat dari keaktifan wajib pajak dalam
membayar utang pajaknya.
2. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Restoran adalah tingkat kesediaan wajib
pajak restoran dalam membayar hutang pajaknya tanpa perlu diadakan
pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan
penerapan sanksi administrasi (X2) dan kriteria kepatuhan wajib pajak
restoran pada penelitian ini dilihat dari keaktifan wajib pajak dalam
membayar utang pajaknya.
3. Penerimaan Pajak Daerah adalah jumlah seluruh pajak yang diterima oleh
daerah pada suatu tahun pajak, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah (Y). Penerimaan pajak daerah Suku
Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I diperoleh dari jumlah seluruh
penerimaan pajak hotel, pajak restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,
Pajak ABT (Air Bawah Tanah), dan Pajak Parkir.
62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan pada Suku Dinas Pendapatan Daerah
Jakarta Pusat I yang berlokasi di Jalan Abdul Muis No. 66 Tanah Abang
Jakarta Pusat. Penelitian ini dilakukan pada Seksi Penetapan, dan Seksi
Penagihan dan Keberatan. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Januari
2008 sampai dengan 28 Februari 2008.
2. Sejarah Pendirian
Kehadiran pemerintah pada dasarnya diperlukan untuk mengatur dan
melindungi masyarakat warganya agar senantiasa dalam keadaan aman,
tertib sejahtera. Untuk itu perlu adanya peraturan tentang peraturan di
daerah.
Peraturan tentang pemerintahan di Daerah ini secara eksplisit telah
dimuat dalam rancangan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 yang
menyatakan bahwa pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan
kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan undang-
undang, dengan memandang dan mengingat dasar pemusyawaratan dalam
sistem Pemerintahan Negara dan hak asal-usul di daerah-daerah yang
bersifat istimewa. Selanjutnya penjelasan atas pasal tersebut menyatakan
63
bahwa daerah Indonesia akan dibagi dalam Propinsi dan Daerah propinsi
akan dibagi pula dalam Daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang
bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah oleh karena di
Daerahpun pemerintahan akan bersendi atas dasar pemusyawaratan.
Perkembangan selanjutnya, diterbitkan undang-undang Nomor 1
Tahun 1945 yang isinya sangat singkat yaitu hanya terdiri dari 6 pasal, tapi
pada hakekatnya undang-undang ini dapat dianggap sebagai suatu
peraturan perundangan desentralisasi dari pemerintah Republik Indonesia
yang memuat sistem Otonomi Indonesia, dan ini merupakan awal mula
peraturan tentang pemerintahan Daerah di Indonesia sejak kemerdekaan.
Menurut penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
diterangkan bahwa Otonomi yang dikehendaki bukanlah otonomi Jepang
atau otonomi pada sistem Belanda, melainkan otonomi Indonesia yang
berdasarkan kedaulatan rakyat. Jadi lebih luas dari pada otonomi Belanda
dan pembatasannya hanyalah asal tidak bertentangan dengan Peraturan
Pemerintah Pusat.
Sesuai kondisi dan tuntutan jaman, undang-undang tentang
pemerintahan daerah tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan
yaitu dengan UU Nomor 22 Tahun 1948, UU Nomor 44 Tahun 1950, UU
Nomor 1 Tahun 1957, UU Nomor 18 Tahun 1965, UU Nomor 5 Tahun
1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan terakhir diatur
dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Khusus
untuk pemerintahan daerah di Propinsi DKI Jakarta diatur lagi dengan UU
64
Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintah Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.
Pembentukan pemerintahan di daerah, disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain, secara historis keberadaan pemerintah daerah telah
dikenal sejak jaman pemerintahan kerajaan nenek moyang kita dahulu
sampai pada sistem pemerintahan penjajahan, baik pemerintahan Inggris
maupun pemerintahan Jepang. Demikian pula dengan sistem
kemasyarakatan dan susunan pemerintahannya mulai dari tingkat desa atau
kampung sampai pada puncak pimpinan pemerintahan.
Keanekaragaman yang menjadi ciri bangsa Indonesia serta potensi
kekayaan alam dan permasalahan yang melekat di berbagai wilayah
Indonesia tersebut harus diatur dan dikelola dengan baik, sehingga mampu
menjadi aset bangsa yang berharga untuk mendatangkan devisa guna
pembentukan pendapatan nasional.
Dengan kondisi demikian, tidak mungkin pemerintah pusat
menangani langsung semua urusan yang menyangkut pelayanan dan
pengaturan kehidupan atau kepentingan masyarakat yang menempati
ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka mewujudkan masyarakat agar senantiasa hidup aman dan sejahtera,
serta memperhatikan keterbatasan kemampuan pemerintah pusat, maka
dilakukan pendelegasian kewenangan kepada Pemerintah Pusat.
65
Hal ini sejalan dengan prinsip, tujuan dan arah perjuangan Indonesia
Merdeka sebagaimana telah ditekankan pada proses pengambilan
keputusan rapat pengesahan UUD 1945, bahwa perangkat pemerintah di
daerah adalah sebagai bagian dari mekanisme pemerintah pusat dan bukan
merupakan negara tersendiri. Pemerintah pusat berfungsi
menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah yang bersifat umum dan
pemerintah daerah menyelenggarakan berbagai urusan pemerintahan yang
berada di wilayah masing-masing.
Untuk menjaga kemungkinan agar pemerintah daerah tidak
memisahkan diri dari Pemerintah Pusat, maka pelimpahan kewenangan
dinyatakan dengan daerah otonom yang pada hakekatnya otonomi daerah
adalah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Hak
tersebut antara lain berupa penetapan kebijakan sendiri, pelaksanaan
sendiri, pembiayaan sendiri dan pertanggung jawaban daerah sendiri
dengan tidak membawahi otonomi daerah lain.
Pemberian otonomi daerah berorientasi pada pembangunan dalam
arti luas, yang meliputi segala segi kehidupan dan penghidupan dan sudah
menjadi kewajiban bagi daerah untuk ikut melancarkan jalannya
pembangunan sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Otonomi daerah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan di
daerah, guna meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, memberdayakan
masyarakat sehingga masyarakat makin mandiri dan tidak terlalu
bergantung pada pemberian pemerintah, meningkatkan daya guna dan
66
hasil guna penyelenggaraan Pemerintah Daerah terutama dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sumber keuangan bagi pemerintah daerah, berasal dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang sepenuhnya bersumber dari
daerah itu sendiri dan perimbangan keuangan yang diberikan oleh
pemerintah pusat.
Perimbangan keuangan yang diberikan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah sangatlah terbatas. Oleh karena keterbatasannya, maka
daerah harus berupaya meningkatkan PADnya dengan menggali potensi
pendapatan daerah dari pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan
lainnya yang sah, melalui tindakan dan cara yang tepat antara lain dengan
intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutannya.
Kegiatan pungutan sumber-sumber pendapatan daerah, harus
ditampung dalam suatu wadah yang lazimnya diyatakan dalam bentuk
struktur organisasi dan tata kerja yang menangani pendapatan daerah.
Penyusunan struktur organisasi dan tata kerja yang menangani
pendapatan daerah, untuk menciptakan alat penampung kegiatan dalam
bentuk organisasi dan menyatukan penafsiran yang berbeda-beda dalam
menunaikan tugas. Pada tahun 1952 berdasarkan Surat Keputusan Dewan
Perwakilan Kota Sementara Djakarta Raja Nomor 18/DK/Tanggal 11
September 1952 (Lembar Kota 1952 Nomor 27) dibentuk Suku Bagian
Padjak pada bagian Perundang-undangan di bawah Sekretariat Walikota
Djakarta Raja, yang sekarang ini disebut Dinas Pendapatan Daerah.
67
Dengan demikian unit pemungutan yang sekarang disebut Dinas
Pendapatan Daerah adalah unit kerja yang murni milik daerah yang
dibentuk, kerena memang harus ada dan bukan karena menerima
pelimpahan wewenang dari pusat.
Unit kerja merupakan salah satu unsur pelaksana pemerintah daerah
yang mempunyai tugas menggali, mengelola dan mengkoordinir pungutan
daerah tersebut, telah beberapa kali mengalami perubahan nama dan
struktur organisasi dengan dasar hukum pembentukan dan urutannya
secara umum sebagai berikut:
• Tahun 1952 berdasarkan Surat Putusan Dewan Perwakilan Kota
Sementara Djakarta Raja Nomor 18/DK/tanggal 11 September 1952
(Lembar Kota 1952 Nomor 27) dibentuk Suku Bagian Padjak pada
bagian Perundang-undangan di bawah Sekretariat Walikota Djakarta
Raja.
• Tahun 1956 sebagaimana ditetapkan dalam pasal 17 Peraturan Padjak
Reklame Djakarta Raja 1956 (Tambahan Berita Negara Nomor 22
Tahun 1957) sebutan suku Bagian Padjak berubah menjadi Bagian
Padjak.
• Tahun 1966 berdasarkan Keputusan Gubernur KDCI Djakarta Nomor
B.6/6/52/1966 Tanggal 22 Juni 1966 tentang Struktur Organisasi
Sekretariat Pemerintah DCI Djakarta (Lembar Daerah Nomor 6 Tahun
1966) mengalami perubahan dengan sebutan Urusan Pendapatan
Padjak DCI Djakarta.
68
• Tahun 1968 berdasarkan Keputusan Gubernur KDCI Djakarta Nomor
lb.3/2/48/1968 Tanggal 03 September 1968 (Lembar Daerah Nomor 6
Tahun 1966) mengalami perubahan dengan sebutan Urusan
Pendapatan Padjak DCI Djakarta.
• Tahun 1975 berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor
d.VII/774/a/1/1975 Tanggal 20 Februari 1975 (Lembaran Daerah
Nomor 7 Tahun 1975) Tentang Perubahan Sebutan Dan Susunan
Organisasi Dinas Pajak Dan Pendapatan Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
• Tahun 1976 berdasarkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor
b.vi/585/a/1/1976 Tanggal 01 Juli 1976 (Lembaran Daerah Nomor 45
Tahun 1976) Tentang Perubahan Kembali Nama Atau Sebutan Dan
Susunan Organisasi Serta Tata Kerja Kantor Pajak Dan Pendapatan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Menjadi Dinas Pajak Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
• Tahun 1983 berdasarkan Peraturan Daerah, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 5 Tahun 1983 (Lembar Daerah Nomor 68 Tahun 1983)
Tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas
Pendapatan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta berubah menjadi
Dinas Pendapatan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
• Tahun 1955 berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9
Tahun 1995 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pendapatan
Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta tidak terjadi adanya perubahan
69
nama atau sebutan dan tetap dengan sebutan Dinas Pendapatan Daerah,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dalam peraturan tersebut hanya
menjelaskan pengembangan organisasi yang disesuaikan dengan
kondisi.
• Dengan adanya otonomi daerah Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 serta berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor
3 Tahun 2001 Tentang Bentuk Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat
Daerah Dan Sekretariat Dalam Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi
DKI Jakarta tidak terjadi adanya perubahan nama atau sebutan dan
tetap dengan sebutan Dinas Pendapatan Daerah Propinsi DKI Jakarta.
3. Visi dan Misi
a. Visi Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I
Menjadikan Dipenda sebagai organisasi yang efisien dan efektif
dalam pengelolaan pendapatan daerah dengan dukungan aktif
masyarakat.
b. Misi Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I:
1) Pengelolaan yang transparan
2) Pemberdayaan dukungan masyarakat
3) Kerjasama internal yang efektif
4) Pelayanan prima
5) Pengembangan profesionalisme
6) Pemanfaatan teknologi informasi
7) Mengembangkan pola jaringan kerja
70
8) Penggalian sumber-sumber pendapatan
9) Regulasi yang selalu kini (up to date)
4. Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Pendapatan Daerah
Suku Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tugas menyusun
program kerja dan rencana kegiatan; melaksanakan pemungutan pajak
daerah; menerbitkan izin tertentu, melaksanakan penegakkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah serta melaksanakan
korrdinasi pemungutan pendapatan daerah dengan instansi terkait.
(Undang-undang Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dipenda Propinsi DKI Jakarta)
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Suku
Dinas Pendapatan Daerah mempunyai fungsi:
a. Penyusunan program kerja dan rencana kegiatan;
b. Pendataan dan pemeriksaan subjek dan objek pajak daerah;
c. Penatausahaan penetapan, pembayaran dan unggakan pajak daerah;
d. Penatausahaan objek dan subjek pajak daerah;
e. Penetapan besarnya pajak daerah;
f. Penerbitan izin tertentu dalam bidang perpajakan;
g. Penagihan pasif atas piutang pajak daerah;
h. Penyelesaian permohonan keberatan sesuai dengan kewenangannya;
i. Penertiban dan/atau penyegelan atas pelanggaran peraturan perundang-
undangan pajak daerah;
71
j. Pelaksanaan legalisasi tanda masuk/karcis hiburan, bon/bill penjualan,
reklame, rumah penginapan dan/atau rumah makan, serta dokumen
lainnya yang dipersamakan;
k. Pelaksanaan korrdinasi pemungutan pendapatan daerah dengan
instansi terkait di lingkungan kotamadya;
l. Pembinaan teknis pada Seksi Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan.
5. Struktur Organisasi
Sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 29 Tahun
2002, tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah
Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka dapat disusun Struktur
Organisasi Dinas Pendapatan Daerah yang dapat dilihat pada Gambar 4.1,
yang terdiri dari:
a. Kepala Suku Dinas, mempunyai tugas: Memimpin Suku Dinas
Pendapatan Daerah yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
secara teknis administratif bertanggung jawab kepada Kepala Dinas
dan secara taktis operasional bertanggung jawab kepada
Walikotamadya yang bersangkutan.
b. SubBagian Tata Usaha, mempunyai tugas:
1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan Suku Dinas
Pendapatan Daerah;
2) menatausahakan surat masuk dan surat keluar;
3) melaksanakan urusan kepegawaian;
4) melaksanakan urusan keuangan;
72
5) melaksanakan urusanperlengkapan;
6) melaksanakan urusan kerumahtanggaan;
7) melakukan kegiatan pelayanan administrasi;
8) menyiapkan surat tugas pemeriksaan dan peneriban pajak daerah;
9) menyusun dan mengkoordinasikan laporan kegiatan Suku Dinas
Pendapatan Daerah.
c. Seksi Penatausahaan dan Pelaporan Pendapatan Daerah mempunyai
tugas:
1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan penatausahaan dan
pelaporan pendapatan daerah;
2) menerima dan meneliti permohonan sebagai wajib pajak daerah;
3) memproses izin tertentu dibidang pajak daerah sesuai dengan
kewenangannya;
4) mempunyai buku induk daftar subjek dan objek pajak daerah;
5) menatausahakan dan mendistribusikan berkas wajib pajak untuk
kepentingan pemeriksaan wajib pajak;
6) memproses dan mendistribusikan surat ketetapan pajak daerah
(SKPD);
7) memproses penerbitan, pencabutan, penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
8) membuat perhitungan hasil bersih penetapan pajak daerah secara
periodik (lembar pengantar biru);
73
9) menatausahakan pesanan tanda masuk/karcis hiburan dan
meneruskanke unit kerja yang bersangkutan;
10) menghimpun dan membuat laporan tentang jumlah ketetapan,
pembayaran, pebagihan serta tunggakan mengenai pajak daerah,
retribusi daerah, bagi hasil pajak dan pendapatan daerah lain-lain;
11) mengirim tindasan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan kertas
kerja pemeriksaan (KKP) dan program kerja pemeriksaan ke
Kepala Dinas c.q. Kepala Subdinas Pemeriksaan Pendapatan
Daerah;
12) melaksanakan otomatisasi komputerisasi pendapatan daerah;
13) menyusun laporan kegiatan penatausahaan danpelaporan
pendapatan daerah.
d. Seksi Penetapan mempunyai tugas:
1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan penetapan pajak;
2) membuat risalah perhitungan pajak terutang;
3) membuat nota perhitungan pajak terutang untuk disahkan oleh
Kepala Suku Dinas;
4) mengirim berkas dan nota perhitungan pajak terhutang yang telah
disahkan keseksi penatausahaan dan pelaporan pendapatan daerah
untuk penerbitan surat ketetapan pajak daerah (SKPD);
5) melegalisasi tanda masik/karcis hiburan, bon/bill penjualan,
reklame, rumah penginapan dan/atau rumah makan serta dokumen
lainnya yang dipersamakan;
74
6) melaporkan adanya penyelenggaraan kegiatan hiburan insidentil;
7) menyusun laporan kegiatan penetapan pajak.
e. Seksi Penagihan dan Keberatan mempunyai tugas:
1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan penagihan dan
keberatan;
2) melaksanakan penatausahaan piutang, pembayaran dan tunggakan
pajak daerah;
3) melakukan pencocokan/verifikasi pembayaran pajak daerah, bagi
wajib pajak yang pajaknya dibayar sendiri;
4) memproses usul permohonan pencicilan dan penundaan
pembayaran piutang pajak daerah;
5) menerbitkan keterangan pembayran pajak daerah;
6) menerbitkan surat tagihan pajak daerah (STPD);
7) melakukan penagihan pasif atas piutang pajak daerah;
8) membuat daftar himpunan pembayaran, dan tunggakan pajak
daerah;
9) memproses permohonan restitusi dan kompensasi;
10) memproses permohonan keberatan pajak daerah sesuai dengan
kewenangannya;
11) membuat dan melaporkan daftar pemberian kompensasi, restitusi,
pemindahbukuan secara berkala;
12) membuat dan melaporkan risalah dan keputusan keberatan;
13) melakukan kordinasi dalam rangka penagihan aktif;
75
14) membuat rekomendasi wajib pajak yang diusulkan untuk diperiksa;
15) menyusun laporan kegiatan penagihan dan keberatan.
f. Seksi Bagi Hasil Pajak, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Lain-lain
mempunyai tugas:
1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan pemungutan bagi
hasil pajak, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain;
2) melakukan koordinasi dengan instansi terkait pemungutan bagi
hasil pajak, reribusi daerah dan pendapatan lain-lain;
3) menghimpun daftar objek/subjek dan jumlah penerimaan bagi hasil
pajak, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain;
4) menatausahakan dan mendistribusikan sarana pemungutan
retribusi/dokumen lain yang dipersamakan sesuai dengan
kewenangannya;
5) membuat laporan hasil koordinasi dengan instansi terkait berkaitan
dengan pemungutan bagi hasil pajak dan melakukan penilaian
kepatuhan Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT), retribusi daerah
dan pendapatan lain-lain;
6) menyusun laporan kegiatan seksi begi hasil pajak, retribusi daerah
dan pendapatan lain-lain;
7) menyusun laporan kegiatan pemungutan bagi hasil pajak, retribusi
daerah dan pendapatan lain-lain.
g. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas:
1) menyusun program kerja dan rancangan kegiatan pemeriksaan;
76
2) menyiapkan langkah-kangkah pemeriksaan terhadap wajib pajak
yang direkomendasikan oleh seksi penagihan dan keberatan;
3) melakukan pemeriksaan berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan
yang dibuat menurut norma pemeriksaan dan audit manual yang
berlaku;
4) melakukan pendataan dan pemeriksaan subjek dan objek
pendapatan daerah;
5) melakukan pengawasan terhadap subjek dan objek pendapatan
daerah dan hiburan insidentil sesuai kewenangannya;
6) membuat laporan hasil pendataan, pemeriksaan, penertiban dan
atau penyegelan, pengawasan subjek dan objek pendapatan daerah;
7) melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka
penertiban wajib pajak yang tidak mematuhi ketentuan peraturan
daerah;
8) membuat kertas kerja pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan;
9) menyimpan dan mengadministrasikan kertas kerja pemeriksaan;
10) mendistribusikan tindasan laporan hasil pemeriksaan;
11) melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka
penertiban terhadap wajib pajak yang tida mematuhi ketentuan;
12) menyusun laporan kegiatan pemeriksaan.
77
Struktur
B. Penemuan dan Pengolahan Data
1. Temuan dan Pembahasan
Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat pada awalnya hanya
ada satu yang terdiri dari 9 kecamatan. Namun, sesuai dengan Keputusan
Gubernur Nomor 329 Tahun 2002 Tentang Penetapan Wilayah Kerja Suku
Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya di Propinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, wilayah kerja Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat dibagi
menjadi dua, yaitu Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I yang
terdiri dari 4 kecamatan yaitu: Tanah Abang; Menteng; Senen dan Johar
Baru, dan Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat II yang juga terdiri
dari 4 kecamatan yaitu: Cempaka putih; kemayoran; Sawah Besar dan
Gambir. Alasan pemisahan wilayah kerja tersebut adalah pemerintah
daerah ingin agar mendekatkan pelayanan terhadap wajib pajak, untuk
lebih tergalinya potensi-potensi pajak daerah, dan lebih mudah melakukan
pendataan dan pengawasan pajak daerah.
78
Sumber penerimaan pajak daerah pada Suku Dinas Pendapatan
Daerah Jakarta Pusat I adalah terdiri dari: Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak ABT (Air Bawah Tanah), dan Pajak
Parkir. Diantara seluruh sumber penerimaan pajak daerah tersebut, pajak
hotel dan pajak restoran merupakan sumber pendapatan pajak daerah yang
utama. Karena penerimaan dari Pajak Hotel dan Pajak Restoran adalah
yang paling besar diantara penerimaan pajak daerah yang lain.
Data mengenai penerimaan pajak daerah Suku Dinas Pendapatan
Daerah Jakarta Pusat I perbulan tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1
Daftar Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah
Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I
Bulan
Rencana
penerimaan
Realisasi
penerimaan (Y)
Presentase
Januari 42.080.260.417 34.453.342.249 81,87%
Februari 84.166.520.833 65.757.592.680 78,13%
Maret 126.249.781.250 95.743.142.008 75,83%
April 168.333.041.667 130.185.946.695 77,34%
Mei 210.416.302.083 164.125.667.952 78,00%
Juni 252.499.562.500 200.818.107.651 79,53%
Juli 294.582.822.917 235.990.807.571 80,11%
Agustus 336.666.083.333 275.032.970.016 81,69%
September 378.749.343.750 313.328.336.787 82,73%
Oktober 420.832.604.167 351.189.935.983 83,45%
Nopember 462.915.864.583 386.513.617.204 83,50%
Desember 504.999.125.000 431.920.987.789 85,53%
Sumber: Bagian Penagihan dan Keberatan SuDin Penda Jakarta Pusat I
Tabel 4.1 di atas menunjukkan penerimaan pajak daerah selama
tahun 2007 belum mencapai target penerimaan pajak yang direncanakan.
Namun, penerimaan pajak terus mengalami kenaikan setiap bulannya
79
walaupun realisasi penerimaan sempat menurun pada bulan Februari yaitu
turun menjadi 78,13% dan pada bulan Maret penerimaan pajak turun
kembali sampai 75,83%. Akan tetapi, realisasi penerimaan pajak daerah
pada bulan Mei hingga Desember meningkat dan semakin mendekati
rencana penerimaan pajak daerah sebesar 85,53%.
Seperti yang kita ketahui, sejak berlakunya Perda No. 4 Tahun 2002
tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Pajak Hotel dan Restoran yang
sebelumnya menjadi satu dipisah menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran.
Hal ini dilakukan karena adanya ketidakjelasan objek pajak antara pajak
hotel dan pajak restoran. Dengan dipisahnya kedua objek pajak tersebut,
maka pemerintah dapat menggali potensi yang lebih besar dari pajak hotel
dan pajak restoran agar penerimaan pajak daerah bisa ditingkatkan.
Tabel 4.2
Rekapitulasi Pertumbuhan dan Kepatuhan Dalam Penyetoran SPT
Masa Wajib Pajak Hotel Dan Restoran
Tahun 2007
Hotel Restoran
Bulan
Jumlah
WP
WP
Patuh
(X1) %
Jumlah
WP
WP
Patuh
(X2) %
Januari 55 52 94.55 385 279 72.47
Februari 55 52 94.55 385 281 72.99
Maret 55 51 92.73 389 286 73.52
April 55 51 92.73 397 284 71.54
Mei 55 50 90.91 403 293 72.70
Juni 55 52 94.55 419 297 70.88
Juli 55 50 90.91 419 299 71.36
Agustus 55 41 74.55 428 306 71.50
September 55 50 90.91 437 305 69.79
Oktober 55 49 89.09 437 310 70.94
Nopember 55 46 83.64 439 295 67.20
Desember 55 45 81.82 442 308 69.68
80
Sumber: Bagian Penagihan dan Keberatan SuDin Penda Jakarta Pusat I
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak hotel tetap
selama tahun 2007 yaitu berjumlah 55 wajib pajak dan kepatuhan wajib
pajak hotel mengalami penurunan pada bulan Januari sampai Mei. Bulan
Juni kepatuhan wajib pajak naik hingga 94,55% namun pada bulan
Agustus turun drastis hingga 74,55% kemudian naik lagi pada bulan
September hingga 90,91%. Tetapi, lagi-lagi kepatuhan wajib pajak
mengalami penurunan hingga 81,82% pada akhir tahun. Rata-rata tingkat
kepatuhan wajib pajak hotel pada tahun 2007 adalah 89.24%
Jumlah wajib pajak restoran mengalami peningkatan yang signifikan
setiap bulannya, tetapi hal itu tidak mempengaruhi tingkat kepatuhan
wajib pajak restoran. Kepatuhan wajib pajak restoran sempat naik pada 3
bulan pertama yaitu hingga 73,52% namun menurun pada bulan
berikutnya hingga 71,54%. Kepatuhan wajib pajak restoran mengalami
kenaikan dan penurunan pada bulan-bulan berikutnya hingga pada akhir
tahun kepatuhan turun hingga 69.68%. Rata-rata tingkat kepatuhan wajib
pajak restoran pada tahun 2007 adalah 71,21%
Menurunnya tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak
restoran disebabkan karena memburuknya kondisi ekonomi yang ditandai
dengan krisis pangan dan kenaikan harga bahan pokok yang menyebabkan
naiknya harga produksi dan membuat daya beli masyarakat menurun
sehingga penerimaan wajib pajakpun menurun. Hal ini menyebabkan
81
wajib pajak lebih memilih untuk memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu
baru memikirkan membayar pajak.
Ketua PHRI DKI Jakarta Krishnadi mengatakan, kenaikan bahan
pokok telah memukul usaha yang berbasis makanan, yang menyebabkan
food cost atau biaya memproduksi masakan naik rata-rata 10 persen.
Menurut dia, jumlah itu sudah cukup mulai menggoyang jalannya usaha
sebab kondisinya diikuti oleh daya beli konsumen yang merosot (Kompas,
3 Februari 2008).
Sapto (2005:45) berpendapat bahwa penurunan populasi hotel
kemungkinan karena ketatnya persaingan usaha dan isu-isu negatif yang
sering terdengar tentang terorisme dan ancaman ledakan bom. Dimana
dunia perhotelan khususnya sektor pariwisata sangatlah labil dengan isu-
isu semacam ini. Sementara itu, Ulfah (2007:69) berpendapat bahwa
walaupun penerimaan dari pajak hotel besar, tetapi kontribusinya kecil
karena kurangnya keamanan di DKI Jakarta dan penerima pajak hotel
dalam hal ini pemerintah daerah tidak menjalankan fungsi pembinaan
yang optimal sehingga masih ada wajib pajak hotel yang masih belum
menjalankan kewajiban pelaporan pajaknya secara baik. Begitu pula dari
sisi kepatuan wajib pajak dalam melaporkan omset penjualannya, masih
terdapat data yang tidak sesuai dengan laporan yang wajib pajak yang
disampaikan.
2. Pengolahan Data dan Hasil Pengujian Statistik
82
Untuk dapat lebih jelas mengenai pengujian ini, berikut ini akan
diberikan pembahasan dengan menggunakan metode kuantitatif
menggunakan program SPSS. 15 yaitu:
a. Hasil Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas Data
Suatu data akan terdistribusi secara normal jika nilai
probabilitas yang diharapkan adalah sama dengan nilai probabilitas
pengamatan. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2005: 110). Hasil
pengujian data penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut
ini:
Gambar 4.2
Grafik Normality probability Plot
83
Observed Cum Prob
1.00.80.60.40.20.0
ExpectedCumProb
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Penerimaan Pajak
Berdasarkan gambar 4.2 di atas terlihat bahwa penyebaran
titik-titik berada tidak jauh di sekeliling garis diagonal. Hal ini
menunjukkan bahwa data yang digunakan sebagai bahan penelitian
mendekati normal sehingga layak untuk diteliti (H0 diterima dan
H1 ditolak).
2) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen) (Ghozali, 2005:91). Jika terjadi korelasi, maka
terdapat problem multikolinearitas atau multiko. Model regresi
84
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independennya. Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai
tolerance (TOL) dan lawannya (2) Variant Inflation Factor (VIF).
Apabila Tolerance lebih dari 0.1 dan VIF kurang dari 10 maka
tidak terjadi multikolinearitas.
Tabel 4.3
Hasil Identifikasi uji Multikolineariti
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
.653 1.530
1 (Contant)
Kepatuhan WP Hotel
Kepatuhan Wp Restoran .653 1.530
a. Dependent Variable: Penerimaan Pajak
Data di atas menunjukan masing-masing variabel memiliki
VIF tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1.
Maka dapat disimpulkan model regresi terbebas dari
multikolinearitas atau H0 diterima dan H1 ditolak.
3) Uji Heterokedasitas
Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain. Jika nilai variansnya tetap, maka disebut
Homokedastisitas. Jika variansnya berbeda disebut
heteroskedastisitas, dimana model regresi yang baik adalah tidak
terjadinya heterokedasitas. (Ghozali, 2005: 105)
Gambar 4.3
Grafik Hasil Uji Heterokedasitas
85
Regression Standardized Predicted Value
210-1-2
RegressionStudentizedResidual
2
1
0
-1
-2
-3
Scatterplot
Dependent Variable: Penerimaan Pajak
Gambar 4.3 menunjukkan titik data menyebar secara acak
serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa model regresi penelitian ini
tidak mengalami problem heteroskedasitas. Hal ini berarti pada
penelitian ini H0 diterima dan H1 ditolak.
4) Uji Autokorelasi
Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah sebuah regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari
Retno nilasari

More Related Content

What's hot

Buku panduan mos 2014 2015_colour
Buku panduan mos 2014 2015_colourBuku panduan mos 2014 2015_colour
Buku panduan mos 2014 2015_colourMTs DARUSSALAM
 
Kti hubainalti akbid paramata AKBID PARAMATA RAHA
Kti hubainalti akbid paramata  AKBID PARAMATA RAHA Kti hubainalti akbid paramata  AKBID PARAMATA RAHA
Kti hubainalti akbid paramata AKBID PARAMATA RAHA Operator Warnet Vast Raha
 
Cover, daftar isi , kata pengantar
Cover, daftar isi , kata pengantarCover, daftar isi , kata pengantar
Cover, daftar isi , kata pengantaralankinata
 
CONTOH PROPOSAL BANTUAN TIK
CONTOH PROPOSAL BANTUAN TIKCONTOH PROPOSAL BANTUAN TIK
CONTOH PROPOSAL BANTUAN TIKPakde Wawi
 
Cover Insentif dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja
Cover Insentif dan lingkungan kerja terhadap semangat kerjaCover Insentif dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja
Cover Insentif dan lingkungan kerja terhadap semangat kerjaEka_Ps
 
Latihan (rkm ma mm 2010)
Latihan (rkm ma mm 2010)Latihan (rkm ma mm 2010)
Latihan (rkm ma mm 2010)baiti200561
 
Karya tulis ilmiah
Karya tulis ilmiahKarya tulis ilmiah
Karya tulis ilmiahIINMARSALENA
 
Buku panduan karya-tulis-studytour
Buku panduan karya-tulis-studytourBuku panduan karya-tulis-studytour
Buku panduan karya-tulis-studytourSiti Suryani
 
Asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap ny
Asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap nyAsuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap ny
Asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap nyLIAMAIASTUTI
 
Proposal proyek pembangunan
Proposal proyek pembangunanProposal proyek pembangunan
Proposal proyek pembangunanmus takim
 

What's hot (19)

11715765
1171576511715765
11715765
 
Buku panduan mos 2014 2015_colour
Buku panduan mos 2014 2015_colourBuku panduan mos 2014 2015_colour
Buku panduan mos 2014 2015_colour
 
Kti dian eka putri
Kti  dian eka putriKti  dian eka putri
Kti dian eka putri
 
Kti nur vita budirman akbid paramata
Kti nur vita budirman akbid paramataKti nur vita budirman akbid paramata
Kti nur vita budirman akbid paramata
 
Kti hubainalti akbid paramata AKBID PARAMATA RAHA
Kti hubainalti akbid paramata  AKBID PARAMATA RAHA Kti hubainalti akbid paramata  AKBID PARAMATA RAHA
Kti hubainalti akbid paramata AKBID PARAMATA RAHA
 
Anie
AnieAnie
Anie
 
Cover, daftar isi , kata pengantar
Cover, daftar isi , kata pengantarCover, daftar isi , kata pengantar
Cover, daftar isi , kata pengantar
 
Asni
AsniAsni
Asni
 
CONTOH PROPOSAL BANTUAN TIK
CONTOH PROPOSAL BANTUAN TIKCONTOH PROPOSAL BANTUAN TIK
CONTOH PROPOSAL BANTUAN TIK
 
Cover Insentif dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja
Cover Insentif dan lingkungan kerja terhadap semangat kerjaCover Insentif dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja
Cover Insentif dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja
 
Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA
 
Latihan (rkm ma mm 2010)
Latihan (rkm ma mm 2010)Latihan (rkm ma mm 2010)
Latihan (rkm ma mm 2010)
 
Karya tulis ilmiah
Karya tulis ilmiahKarya tulis ilmiah
Karya tulis ilmiah
 
Buku panduan karya-tulis-studytour
Buku panduan karya-tulis-studytourBuku panduan karya-tulis-studytour
Buku panduan karya-tulis-studytour
 
Asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap ny
Asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap nyAsuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap ny
Asuhan kebidanan pada ibu nifas terhadap ny
 
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
 
Kti agustina akbid ykn
Kti agustina akbid yknKti agustina akbid ykn
Kti agustina akbid ykn
 
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
 
Proposal proyek pembangunan
Proposal proyek pembangunanProposal proyek pembangunan
Proposal proyek pembangunan
 

Viewers also liked

Proposal skripsi metlit nihhhhhhhh
Proposal skripsi metlit nihhhhhhhhProposal skripsi metlit nihhhhhhhh
Proposal skripsi metlit nihhhhhhhhStr Balondero
 
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...Uofa_Unsada
 
Peran koordinasi dalam meningkatkan pelayanan e ktp
Peran koordinasi dalam meningkatkan pelayanan e ktpPeran koordinasi dalam meningkatkan pelayanan e ktp
Peran koordinasi dalam meningkatkan pelayanan e ktpAndi Dps
 
ANALISIS ASSET LIABILITY MANAGEMENT PADA PT BTN ( PERSERO) Tbk ( PERIODE 2009...
ANALISIS ASSET LIABILITY MANAGEMENT PADA PT BTN ( PERSERO) Tbk ( PERIODE 2009...ANALISIS ASSET LIABILITY MANAGEMENT PADA PT BTN ( PERSERO) Tbk ( PERIODE 2009...
ANALISIS ASSET LIABILITY MANAGEMENT PADA PT BTN ( PERSERO) Tbk ( PERIODE 2009...Uofa_Unsada
 
Pengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan keuangan daerahPengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan keuangan daerahkomar_adi
 
Cisco labs practical3
Cisco labs practical3Cisco labs practical3
Cisco labs practical3Tai Lam
 
Cisco labs practical5
Cisco labs practical5Cisco labs practical5
Cisco labs practical5Tai Lam
 
Current Landscape of CEO Long-Term Incentives
Current Landscape of CEO Long-Term IncentivesCurrent Landscape of CEO Long-Term Incentives
Current Landscape of CEO Long-Term IncentivesSteve Hall
 

Viewers also liked (20)

strategik
strategikstrategik
strategik
 
2079
20792079
2079
 
Proses penelitian
Proses penelitianProses penelitian
Proses penelitian
 
Proposal skripsi metlit nihhhhhhhh
Proposal skripsi metlit nihhhhhhhhProposal skripsi metlit nihhhhhhhh
Proposal skripsi metlit nihhhhhhhh
 
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
 
Peran koordinasi dalam meningkatkan pelayanan e ktp
Peran koordinasi dalam meningkatkan pelayanan e ktpPeran koordinasi dalam meningkatkan pelayanan e ktp
Peran koordinasi dalam meningkatkan pelayanan e ktp
 
ANALISIS ASSET LIABILITY MANAGEMENT PADA PT BTN ( PERSERO) Tbk ( PERIODE 2009...
ANALISIS ASSET LIABILITY MANAGEMENT PADA PT BTN ( PERSERO) Tbk ( PERIODE 2009...ANALISIS ASSET LIABILITY MANAGEMENT PADA PT BTN ( PERSERO) Tbk ( PERIODE 2009...
ANALISIS ASSET LIABILITY MANAGEMENT PADA PT BTN ( PERSERO) Tbk ( PERIODE 2009...
 
1 manajemen-strategik-revisi
1 manajemen-strategik-revisi1 manajemen-strategik-revisi
1 manajemen-strategik-revisi
 
Pengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan keuangan daerahPengelolaan keuangan daerah
Pengelolaan keuangan daerah
 
Pengawasan proyek
Pengawasan proyekPengawasan proyek
Pengawasan proyek
 
Il digitale è mass market. Come cambia la relazione col cliente
Il digitale è mass market. Come cambia la relazione col cliente Il digitale è mass market. Come cambia la relazione col cliente
Il digitale è mass market. Come cambia la relazione col cliente
 
Cisco labs practical3
Cisco labs practical3Cisco labs practical3
Cisco labs practical3
 
The Bible
The BibleThe Bible
The Bible
 
Cisco labs practical5
Cisco labs practical5Cisco labs practical5
Cisco labs practical5
 
How to publish your Art book with blurb
How to publish your Art book with blurbHow to publish your Art book with blurb
How to publish your Art book with blurb
 
Javelin stampman1 0
Javelin stampman1 0Javelin stampman1 0
Javelin stampman1 0
 
NEURON SAKSHI
NEURON SAKSHINEURON SAKSHI
NEURON SAKSHI
 
Current Landscape of CEO Long-Term Incentives
Current Landscape of CEO Long-Term IncentivesCurrent Landscape of CEO Long-Term Incentives
Current Landscape of CEO Long-Term Incentives
 
iPad apps some favorites
 iPad apps some favorites iPad apps some favorites
iPad apps some favorites
 
Energy Drink
Energy DrinkEnergy Drink
Energy Drink
 

Similar to Retno nilasari

Skripsi lengkap feb manajemen-nurafiah
Skripsi lengkap feb manajemen-nurafiahSkripsi lengkap feb manajemen-nurafiah
Skripsi lengkap feb manajemen-nurafiahMada Imma
 
Prodi Perbankan Syariah Stebank islam.ppt
Prodi Perbankan Syariah Stebank islam.pptProdi Perbankan Syariah Stebank islam.ppt
Prodi Perbankan Syariah Stebank islam.pptPatriaYunita
 
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...Khairul Fadhli
 
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...ewincokelat
 
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdfMEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdfOnlineShop15
 
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)Muhammad Akbar Fatria
 
Brosur-FEB_Moestopo-Kelas-Reguler.pdf
Brosur-FEB_Moestopo-Kelas-Reguler.pdfBrosur-FEB_Moestopo-Kelas-Reguler.pdf
Brosur-FEB_Moestopo-Kelas-Reguler.pdfEraTiga
 
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...Uofa_Unsada
 
Kata pengantar wanry
Kata pengantar wanryKata pengantar wanry
Kata pengantar wanrySandi Aritra
 
Analisis pendapatan industri ayam potong
Analisis pendapatan industri ayam potongAnalisis pendapatan industri ayam potong
Analisis pendapatan industri ayam potongyogieardhensa
 

Similar to Retno nilasari (20)

Cover
CoverCover
Cover
 
Skripsi lengkap feb manajemen-nurafiah
Skripsi lengkap feb manajemen-nurafiahSkripsi lengkap feb manajemen-nurafiah
Skripsi lengkap feb manajemen-nurafiah
 
GABUNG.pdf
GABUNG.pdfGABUNG.pdf
GABUNG.pdf
 
Hayati hidayah
Hayati hidayahHayati hidayah
Hayati hidayah
 
Prodi Perbankan Syariah Stebank islam.ppt
Prodi Perbankan Syariah Stebank islam.pptProdi Perbankan Syariah Stebank islam.ppt
Prodi Perbankan Syariah Stebank islam.ppt
 
Laporan KKN.pdf
Laporan KKN.pdfLaporan KKN.pdf
Laporan KKN.pdf
 
Laporan KKN.pdf
Laporan KKN.pdfLaporan KKN.pdf
Laporan KKN.pdf
 
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
Analisis pengaruh indikator makroekonomi terhadap volume transaksi surat berh...
 
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
Perubahan Abnormal Return dan Traiding Volume Activity Sebelum dan Sesudah Be...
 
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdfMEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
MEISYA DWI PUTRI-FSH.pdf
 
Rakhmayani
RakhmayaniRakhmayani
Rakhmayani
 
Apsi 1
Apsi 1Apsi 1
Apsi 1
 
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
 
3. thesis
3. thesis3. thesis
3. thesis
 
Brosur-FEB_Moestopo-Kelas-Reguler.pdf
Brosur-FEB_Moestopo-Kelas-Reguler.pdfBrosur-FEB_Moestopo-Kelas-Reguler.pdf
Brosur-FEB_Moestopo-Kelas-Reguler.pdf
 
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
 
Kata pengantar wanry
Kata pengantar wanryKata pengantar wanry
Kata pengantar wanry
 
Analisis pendapatan industri ayam potong
Analisis pendapatan industri ayam potongAnalisis pendapatan industri ayam potong
Analisis pendapatan industri ayam potong
 
Tesis rasio
Tesis rasioTesis rasio
Tesis rasio
 
Dela
DelaDela
Dela
 

Recently uploaded

STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdekaSTD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdekachairilhidayat
 
Babahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
BabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjfBabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
BabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjfDannahadiantyaflah
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...Neta
 
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfPEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfachsofyan1
 
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOTIDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOTNeta
 
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang MaxwinLim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang MaxwinLim4D
 
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang MenangRyu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang MenangRyu4D
 
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024idmpo grup
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...Neta
 
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang JackpotWen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang JackpotWen4D
 
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah MaxwinBento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah MaxwinBento88slot
 
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandungWa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandungnicksbag
 
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolikMAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolikssuser328cb5
 
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................teeka180806
 

Recently uploaded (14)

STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdekaSTD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
 
Babahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
BabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjfBabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
Babahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
 
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfPEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
 
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOTIDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
 
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang MaxwinLim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
 
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang MenangRyu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
 
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
 
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang JackpotWen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
 
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah MaxwinBento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
 
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandungWa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
 
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolikMAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
 
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
 

Retno nilasari

  • 1. ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH (Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I) Disusun Oleh: Retno Nilasari 203082001909 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M/1429 H
  • 2. 2 ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH (Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Retno Nilasari 203082001909 Dibawah Bimbingan : Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si. NIP. 131 474 891 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007
  • 3. 3 Hari ini Kamis Tanggal 29 Bulan Oktober Tahun Dua ribu Tujuh telah dilakukan ujian komprehensif atas nama Retno Nilasari NIM: 203082001909 dengan judul Skripsi “ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH (Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 29 Oktober 2007 Tim Penguji Ujian Komprehensif Amilin, SE.,Ak.,M.Si. Rini, SE.,Ak.,M.Si. Ketua Sekretaris Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
  • 4. 4 ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH (Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Retno Nilasari 203082001909 Dibawah Bimbingan : Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si. NIP. 131 474 891 Penguji Ahli Amilin, SE.,Ak.,M.Si. NIP. 150 216 997 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007
  • 5. 5 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Retno Nilasari Umur : 23 tahun Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Agustus 1985 Alamat : Jl. Rawa Domba RT 009/007 No.55 Duren Sawit Jakarta Timur 13440 Agama : Islam Kebangsaan : Warga Negara Indonesia Pendidikan Formal : 1. SDN Duren Sawit 16 Pagi 2. SLTP 27 Duren Sawit 3. SMU 44 Perumnas Kelender 4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Akuntansi
  • 6. 6 Abstract Retno Nilasari: “The Analysis Influence of Hotel and Restaurant Tax Compliance to the Regional Tax Income”. The purpose of this research is to find out the influence of hotel and restaurant tax compliance to the regional tax income. The samples taken of this research were obtained from Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I. The research use Multivariate Linear Regression Method, t-Test and F Test with signification is 5%. The analysis result had known that Hotel and restaurant tax compliance is influential as significant in the tax income by simultaneous. Besides in the partial, hotel tax compliance does not influential as significant to the tax income but restaurant tax compliance does. Key word: Hotel and Restaurant Tax Compliance Rate, Tax income
  • 7. 7 Abstrak Retno Nilasari: “Analisis Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Daerah” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak daerah. Data yang diambil dalam penelitian ini diperoleh dari Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I. Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode regresi linear berganda, uji t dan uji F dengan tingkat signifikansi 5%. Hasil uji dari peelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan pajak hotel dan restoran mempengaruhi penerimaan pajak daerah. Sedangkan secara parsial, tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak hotel terhadap penerimaan pajak daerah sementara itu ada pengaruh yang signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak restoran terhadap penerimaan pajak daerah. Kata kunci: tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran, penerimaan pajak daerah
  • 8. 8 KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah Tuhan Semesta Alam. Yang selalu memberikan kemenangan bagi siapa saja yang berjuang dijalan-Nya. Teriring shalawat dan salam tak lupa juga terlimpah kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat serta orang-orang yang istiqomah dalam mengemban risalahnya hingga akhir zaman. Penulis senang dapat mengerjakan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Daerah”. Penulis berharap semoga dengan tulisan ini dapat memberikan kontribusi pengalaman dan pengetahuan yang bisa dipergunakan dimasa mendatang. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah dan Mama tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat, kasih sayang dan do’a yang tiada henti-hentinya. Nana yang bersedia mengoreksi tulisan penulis, Uta dan Namat yang selalu bikin kesel tapi tetap bersedia menolong penulis kalau lagi cape. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Afif Sulfa SE, Ak, M.Si sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada enulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Drs. M. Faisal badroen MBA, selaku Dekan Fakultas Eonomi dan Ilmu Sosial UIN Suarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA. Selaku ketua Jurusan Akuntansi dan Sekretaris FEIS Jurusan Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  • 9. 9 5. Segenap Bapak/Ibu dosen FEIS yang telah memberikan ilmu yang tak ternilai serta karyawan/staff akademik dan perpustakaan FEIS atas pelayananya. 6. Bapak Taufik yang telah banyak memberikan kesempatan untuk konsultasi kepada penulis, Bapak Arya, Ibu Ganti, Bapak Suhada, Ibu Prapti, Ibu Ijah, Bapak Siskrisman, Ibu Maryana, Pak Rizal, Pak Dani dan seluruh karyawan/staff Dinas Pendapatan Daerah. 7. Ibu Arneti, Bapak Setyoko, Ibu Zakiah dan segenap karyawan/staff Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I yang telah membantu dalam memperoleh data penelitian skripsi ini. 8. Tek Lena dan Om Buyung yang dengan tulus bersedia membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. 9. Edi dan Idrus yang sudah berjuang bersama-sama menyelesaikan skripsi, Dbot, Lia, Muba, Ria, Itoh, Ijet (yang sudah lulus duluan), teman-teman akuntansi A angkatan 2003 (Laily, Jamaroh, Sera, Nur, Titi, Riri, Tami, Ijo, Aqil, Sandy, Agus, Fiqh,Jordan, Arfan, Dien, Boy, Jordan. Yang telah memberi dukungan, bantuan serta selalu memotivasi penulis. Terimakasih banyak semua. 10. Keluarga besar Ekonomi angkatan 2003 FEIS UIN Syahid Jakarta, tetap semangat dan sukses mencapai cita-cita. Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Penulis juga berharap semoga laporan ini bermanfaat dan memperoleh tambahan pengetahuan setelah membacanya. Jakarta, Maret 2008 Wassalam Penulis
  • 10. 10 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI........................................................ i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF........................... ii DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................... iii ABSTRACT.................................................................................................. iv ABSTRAK.................................................................................................... v KATA PENGANTAR.................................................................................. vi DAFTAR ISI................................................................................................. ix DAFTAR TABEL........................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiv BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ 1 A. Latar Belakang Penelitian.................................................................. 1 B. Perumusan Masalah........................................................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 10 A. Pajak Secara Umum.......................................................................... 10 1. Pengertian Pajak………………………………………………... 10 2. Fungsi Pajak…………………………………………………….. 12 3. Asas Pemungutan Pajak………………………………………… 14 4. Sistem Pemungutan Pajak………………………………………. 14 5. Kepatuhan Wajib Pajak................................................................ 15
  • 11. 11 B. Pajak Hotel......................…………………………………………… 19 1. Pengertian Pajak Hotel…………………………………………. 19 2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel...................................... 20 3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Hotel....………………….. 20 4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel............................................ 22 5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel...….. 23 C. Pajak Restoran...…………………………………………………….. 25 1. Pengertian Pajak Restoran........…………………………………. 25 2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran.................................. 26 3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Restoran…………………. 27 4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran....................................... 27 5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Restoran.... 28 D. Pendapatan Daerah.............................................................................. 30 E. Penelitian Sebelumnya........................................................................ 33 F. Kerangka Pemikiran........................................................................... 34 G. Hipotesis.............................................................................................. 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 37 A. Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………... 37 B. Metode Penentuan Sampel………………………………………….. 38 C. Metode Pengumpulan Data…………………………………………. 38 D. Metode Analisis…………………………………………………….. 39 E. Operasional Variabel Penelitian......................................................... 45
  • 12. 12 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 47 A. Gambaran Umum Objek Penelitian.................................................... 47 1. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 47 2. Sejarah Dinas Pendapatan Daerah................................................. 47 3. Visi dan Misi................................................................................. 54 4. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Daerah..................... 55 5. Struktur Organisasi........................................................................ 56 B. Penemuan dan Pengolahan data.......................................................... 63 1. Penemuan dan Pembahasan.......................................................... 63 2. Pengolahan Data dan Hasil Pengujian Statistik............................ 67 a. Uji Asumsi Klasik................................................................... 67 b. Uji Hipotesis........................................................................... 71 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 79 A. Kesimpulan ........................................................................................ 79 B. Implikasi............................................................................................. 80 C. Saran................................................................................................... 80 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 81
  • 13. 13 DAFTAR TABEL Nomor Keterangan Halaman 4.1 Daftar Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak.................. 64 4.2 Rekapitulasi Pertumbuhan dan Kepatuhan Dalam Penyetoran SPT Masa Wajib Pajak Hotel Dan Restoran....... 65 4.3 Hasil Identifikasi uji Multikolineariti..................................... 69 4.4 Hasil Uji Autokorelasi............................................................ 71 4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi........................................... 72 4.6 Hasil Uji t-Statistik................................................................. 73 4.7 Hasil uji F-statistik................................................................. 76
  • 14. 14 DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 2.1 Skema Kerangka Pemikiran................................................. 35 4.1 Struktur organisasi suku dinas pendapatan daerah.............. 62 4.2 Grafik Normality probability Plot....................................... 68 4.3 Grafik Hasil Uji Heterokedasitas......................................... 70
  • 15. 15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Halaman 1 Hasil Uji SPSS............................................................................. 84 2 Rekapitulasi Pertumbuhan Wajib Pajak Hotel, Restoran dan Hiburan......................................................................................... 91 3 Surat Keterangan Riset................................................................. 94 4 Daftar variabel Penelitian............................................................. 95 5 Penerimaan Pajak Daerah SuDin Penda Jak-Pus I....................... 96
  • 16. 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jakarta merupakan pusat perkonomian utama di Indonesia, karena Jakarta adalah ibu kota negara dan merupakan pusat pemerintahan. Sebagai ibu kota negara, maka banyak terdapat lembaga pemerintahan dan pusat bisnis yang berkembang di Jakarta, sehingga terjadi perputaran uang yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk daerah yang melakukan urbanisasi ke Jakarta. Selain Warga Negara Indonesia (WNI) juga banyak terdapat Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja dan melakukan kegiatan bisnis di Jakarta. Selain itu, Jakarta juga menjadi kota tujuan pariwisata, baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Dengan tingginya minat orang untuk datang ke Jakarta sehingga kebutuhan akan hotel (rumah penginapan) dan restoran (rumah makan) sangat tinggi. Hal ini membuat hotel dan restoran dapat berkembang di kota ini. Hotel dan restoran merupakan salah satu sarana pendukung perekonomian dan pariwisata. Fungsi utama hotel adalah sebagai tempat tinggal sementara dan retoran adalah tempat untuk makan. Wisatawan sangat mengandalkan hotel dan restoran sebagai tempat tinggal sementara selama di Jakarta. Disamping fungsi utamanya, hotel dan restoran juga sering dijadikan sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan-pertemuan dan rapat (meeting)
  • 17. 17 oleh berbagai pihak, baik dari kalangan pejabat tinggi negara, pebisnis, sampai organisasi. Gaya hidup masyarakat modern saat ini juga menjadikan hotel dan restoran sebagai ajang berkumpul dan bergaul, tidak hanya anak-anak muda tetapi juga orang tua menggunakan hotel dan retoran sebagai tempat untuk mengadakan acara-acara seperti pesta tahun baru, pesta pernikahan, pesta ulang tahun sampai arisan. Dewasa ini, banyak bermunculan hotel dan restoran yang menawarkan jasa dengan tarif miring atau rendah, sehingga tidak hanya dari kalangan atas saja yang dapat menggunakan jasa hotel dan restoran tetapi juga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Berdasarkan data dari Bagian Pengendalian Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta, jumlah hotel dan restoran di Jakarta sampai Desember 2007 tercatat sebesar 771 untuk hotel dan 5.031 untuk restoran. Pertumbuhan jumlah hotel selama satu tahun meningkat hingga hampir 100 hotel dari tahun sebelumnya atau sekitar 10,25%. Sedangkan jumlah restoran meningkat hingga lebih dari 500 restoran dari tahun sebelumnya yang berjumlah 4.516 restoran atau sekitar 10,24%. Melihat dari pertumbuhan jumlah hotel dan restoran yang cukup signifikan dalam satu tahun dan tingginya antusias masyarakat terhadap hotel dan restoran yang ada di Jakarta, dapat diasumsikan besar pendapatan yang diterima hotel dan restoran juga tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa penerimaan pajak daerah dari sektor hotel dan restoran juga meningkat.
  • 18. 18 Pajak daerah yang diterima pemerintah daerah dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pajak propinsi yang terdiri dari pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air; bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air; pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, dan pajak kabupaten/kota yang terdiri dari pajak hotel; pajak restoran; pajak hiburan; pajak reklame; pajak penerangan jalan; pajak pengambilan bahan galian golongan C; pajak parkir; pajak lain-lain (Mardiasmo:2006). Dari sekian banyak penerimaan pemerintah daerah dari pajak, sektor pajak hotel dan restoran menyumbangkan setidaknya 15% dari jumlah seluruh pemasukan setiap tahunnya. Menurut Marihot Siahaan (2005:11), pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Secara teori, jika hotel dan restoran di Jakarta berkembang maka penerimaan dari sektor pajak hotel dan restoran meningkat, maka akan meningkatkan penerimaan pajak daerah. Tetapi besarnya penerimaan daerah bukan hanya dilihat dari berkembangnya jumlah wajib pajak hotel dan restoran, namun juga dari tingkat kepatuhan wajib pajak (tax compliance) dalam melakukan pembayaran pajaknya. Menurut Gunadi (2005:4), pengertian kepatuhan pajak dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak
  • 19. 19 mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi. Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip oleh Marcus (2005:71), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Kepatuhan wajib pajak bisa tercermin dalam nilai selisih antara rencana penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan pajak tersebut. Maka, apabila semua wajib pajak hotel dan restoran menaati dan patuh terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, maka selisih antara rencana penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan menjadi nol. Oleh karena itu, secara sederhana meningkatnya tingkat kepatuhan pajak akan tercermin pada menyempitnya jurang kepatuhan, yakni selisih antara rencana penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan pajak. Menurut Safri Nurmantu (2003:148), Isu kepatuhan dan hal-hal yang menyebabkan ketidakpatuhan serta upaya untuk meningkatkan kepatuhan menjadi agenda penting di negara-negara maju, apalagi di negara-negara berkembang. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara bersamaan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, baik dengan fraud dan illegal yang disebut tax evasion, maupun penghindaran pajak tidak dengan fraud dan dilakukan secara legal yang disebut tax avoidance. Pada akhirnya
  • 20. 20 tax evasion dan tax avoidance mempunyai akibat yang sama, yaitu berkurangnya penyetoran pajak ke kas negara. Pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi pelayanan pajak dan pelaksanaan perpajakan juga kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak. Kurangnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dipengaruhi oleh hal-hal seperti: kurang efektifnya sosialisasi dari pemerintah untuk menyerukan membayar pajak; kurangnya pengetahuan wajib pajak tentang pajak; juga adanya kekhawatiran masyarakat dalam penggunaan penerimaan pajak yang terkumpul tidak dipergunakan dengan semestinya. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak sangat penting karena pajak merupakan merupakan sektor perekonomian yang berperan sebagai sumber pembiayaan pembangunan utama. Sebagai salah satu penerimaan negara, pajak merupakan pilihan yang tepat disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas, karena jumlahnya yang relatif stabil. Dan dari sektor tersebut diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembiayaan pembangunan. Karena pajak merupakan sumber penerimaan strategis dalam menyokong pembangunan, maka pajak harus dikelola dengan baik agar keuangan negara dapat berjalan dengan lancar dan baik. Dari tahun ke tahun telah dilakukan berbagai langkah dan kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan perundang-undangan, penerbitan peraturan-peraturan baru dibidang perpajakan, meningkatkan tingkat
  • 21. 21 kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber-sumber pajak lain. Berbagai upaya diatas tentunya belum dapat menghasilkan peningkatan pajak yang signifikan bagi penerimaan negara. Penelitian yang membahas tentang hotel dan restoran telah dilakukan oleh Sapto Nur Edie (2005) dengan judul “Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat)”. Penelitian tersebut dilakukan pada periode 1995-2004. Sapto Nur Edie menggunakan metode uji statistik regresi sederhana untuk menguji data dan mendapatkan hasil penelitian bahwa besarnya pengaruh hubungan antara penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah cukup tinggi yaitu sebesar 93,4%. Selain itu ada juga penelitian yang dilakukan oleh Heri Purnama (2006), dengan judul “Analisa Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran: Studi Berdasarkan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Garut Periode 1999- 2005”. Adapun kesimpulan yang didapat oleh Heri, yaitu: Jumlah wisatawan (lokal dan asing) berpengaruh secara bersama-sama terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut periode 1999-2005. Secara parsial hanya wisatawan lokal yang berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, objek penelitian yang penulis uji adalah tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran dengan tujuan untuk mengetahui pengaruhnya
  • 22. 22 terhadap penerimaan pajak daerah di Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian regresi linier berganda. Selain itu, sampel yang diambil hanya dari bulan Januari sampai Desember tahun 2007. Sementara objek penelitian yang dilakukan oleh Sapto adalah jumlah penerimaan pajak hotel dan restoran serta di uji menggunakan metode penelitian regresi linier sederhana dan sampel diambil pada tahun 1995-2004. Sedangkan objek penelitian yang dilakukan Hery adalah jumlah kunjungan wisatawan lokal dan asing dengan tujuan mengetahui pengaruhnya terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Garut dan menggunakan sampel dari tahun 1999-2005. Melihat akan pentingnya kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya terhadap penerimaan negara dari sektor pajak, penulis ingin mengetahui berapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran di DKI Jakarta. Dengan latar belakang permasalahan tersebut penulis tertarik untuk menganalisisnya dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Daerah”. Penelitian ini dilakukan pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I. B. Perumusan Masalah Untuk membatasi masalah dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan penelitian pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I dan membahas
  • 23. 23 tentang bagaimana tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penulis melakukan penelitian kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah. 2. Manfaat Penelitian Penulis berharap hasil dari penelitian dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak seperti: a. Bagi akademis, ∗ dapat dijadikan pedoman atau referensi untuk bahan perkuliahan guna mempermudah pengguna ilmu dalam mempelajari pengenaan pajak hotel dan restoran serta penerimaan daerah. ∗ Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam penguasaan materi yang telah diberikan. ∗ Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya sebagai bahan evaluasi terhadap materi yang telah diberikan. b. Bagi mahasiswa, ∗ hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
  • 24. 24 ∗ Menerapkan pengetahuan akademis yang telah diperoleh selama kuliah. c. Bagi Suku Dinas Pendapatan Daerah ∗ Dapat digunakan sebagai masukan bermanfaat bagi pemerintah untuk lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga akan meningkatkan penerimaan pajak daerah.
  • 25. 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Secara Umum 1. Pengertian Pajak Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain itu, terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang Pajak yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah: a. Menurut Adriani, (Santoso Brotodiharjo,1991:2) “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” b. Sedangkan menurut Soeparman Soemahamidjaya (Bukhori, 2002:24) “Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan”.
  • 26. 26 c. Menurut H. Rochmat Soemitro, (Bukhori, 2002:25): “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”. Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut: a. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
  • 27. 27 b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak). c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. d. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak. 2. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Bukhori, 2002): a. Fungsi Anggaran (budgetair). Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
  • 28. 28 penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. b. Fungsi Mengatur (regulerend). Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. c. Fungsi Stabilitas. Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efesien. d. Fungsi Redistribusi Pendapatan. Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
  • 29. 29 3. Asas Pemungutan Pajak Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada (Santoso, 1991:87): a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. b. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum. c. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah. d. Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak. 4. Sistem Pemungutan Pajak Dalam perpajakan di Indonesia dikenal tiga jenis metode dalam pemungutan pajak, yaitu (Early Suandi, 2005:239):
  • 30. 30 a. Official Assessment System Official Assessment System atau Menghitung Pajak Orang (MPO). Sistem ini secara sederhana menggambarkan bahwa pajak terutang Wajib Pajak ditentukan oleh Dirjen Pajak (Wajib Pajak pasif). Sistem ini biasanya lazim digunakan oleh negara-negara Eropa hingga sekarang. b. Self Assessment System Self assessment system atau Menghitung Pajak Sendiri (MPS), yang secara sederhana dipahami bahwa pajak terutang Wajib Pajak dihitung, disetor dan dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak. Sementara itu, aparat pajak bertugas memberikan penerangan dan pengawasan. c. With Holding System With holding system, yaitu pajak terutang Wajib Pajak dihitung, dipungut, dan disetorkan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan pemungutan pajak tersebut tentunya yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak. 5. Kepatuhan Wajib pajak a. Pengertian Kepatuhan Menurut Gunadi (2005:4), pengertian kepatuhan pajak dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi.
  • 31. 31 Menurut Safri Nurmantu (2003:148) kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai “suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.” Terdapat dua macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu, yakni: Kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang- undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir. Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip Marcus (2005:45), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Menurut Djoko Slamet Surjoputro dan Junaedi Eko Widodo (2004:47), pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service dan tax enforcement. Langkah-langkah perbaikan administrasi diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak melalui dua cara yaitu pertama, wajib pajak patuh karena mendapatkan pelayanan yang baik,
  • 32. 32 cepat, dan menyenangkan serta pajak yang mereka bayar akan bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Kedua, wajib pajak akan patuh karena mereka berpikir bahwa mereka akan mendapat sanksi berat akibat pajak yang tidak mereka laporkan terdeteksi sistem informasi dan administrasi perpajakan serta kemampuan crosschecking informasi dengan instansi lain. Tiga strategi dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang belum patuh, kedua adalah meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya dapat dipertahankan atau ditingkatkan, ketiga meningkatkan kepatuhan dengan program dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan (combatting noncompliance) (Hadi Purnomo, 2004:220). b. Kriteria Wajib Pajak Patuh Wajib pajak dimasukkan dalam kategori patuh apabila memenuhi kriteria atau persyaratan sebagai berikut (merujuk pada kriteria menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003): 1) Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir.
  • 33. 33 2) Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut. 3) SPT masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya. 4) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak: a) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak b) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir 5) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir, dan 6) Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau badan pengawasan keuangan dan pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan audit harus: a) disusun dalam bentuk panjang (long form report) b) menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk
  • 34. 34 dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh sepanjang memenuhi syarat pada huruf a sampai huruf e, ditambah syarat: − dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan − apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%. B. Pajak Hotel 1. Pengertian Pajak Hotel Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel di sini termasuk juga rumah penginapan yang memungut bayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.
  • 35. 35 2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel Pemungutan pajak hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oeh masyarakat dan pihak terkait. Dasar hukum pemungutan pajak hotel pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini (Marihot Siahaan, 2005:247): a. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. b. Peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah. c. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak hotel. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak hotel sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak hotel pada kabupaten/kota dimaksud. 3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Hotel a. Objek Pajak Hotel Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk pelayanan sebagaimana di bawah ini (Perda No. 7 Tahun 2003, Ps. 3 ayat 1): 1) fasilitas penginapan atau fasilitas jangka pendek. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. Fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek
  • 36. 36 antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan. 2) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan. Pelayanan penunjang antara lain: telepon, faksimili, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel. 3) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel. 4) Jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. b. Bukan Objek Pajak Hotel Pada pajak hotel, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh penginapan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yaitu (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 3 ayat 2): 1) Penyewaan rumah atau kamar, apartemen, dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel. 2) Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren. 3) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang digunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran.
  • 37. 37 4) Pertokoan, perkantoran, perbankan dan salon yang digunakan oleh umum di hotel. 5) Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum. 4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel Pada pajak hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 4). Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oeh pengusaha hotel. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha dibidang jasa penginapan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak hotel tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan hotel merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sedangkan pengusaha hotel bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak) dan melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya. Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak hotel (Marihot P Siahaan, 2005:248). Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa
  • 38. 38 dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. 5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel a. Dasar pengenaan pajak hotel Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 5). Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan istimewa adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa hotel dengan pengusaha hotel, baik langsung atau tidak langsung, berada dibawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang sama. Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel. Contoh pembayaran, misalnya seseorang menginap di hotel “ABC” dan melakukan pembayaran atas (Marihot P. Siahaan, 2005:249):
  • 39. 39 Jasa sewa kamar Rp. 2.500.000,00 Jasa binatu Rp. 200.000,00 Jasa telepon Rp. 100.000,00 + Jumlah Rp. 2.800.000,00 Service charge 10% Rp. 280.000,00 + Jumlah pembayaran Rp. 3.080.000,00 b. Tarif pajak hotel Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 6). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari 10%. c. Perhitungan pajak hotel Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar penenaan pajak ((Perda No. 7 Tahun 2003, Ps. 7). Secara umum perhitungan pajak hotel adalah sebagai berikut: Pajak terutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak = tarif pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel
  • 40. 40 Berdasarkan pembayaran yang dilakukan oleh subjek pajak kepada hotel “ABC” pada poin a di atas dan apabila besarnya tarif pajak yang ditetapkan pada kota di mana hotel “ABC” berlokasi adalah 10%, maka dapat dihitung besarnya pajak hotel yang terutang, yaitu sebesar: 10% x Rp. 3.080.000,00 = Rp. 308.000,00. (Marihot P. Siahaan, 2005:251). C. Pajak Restoran 1. Pengertian Pajak Restoran Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 2). Pemungutan pajak restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada undang-undang nomor 34 tahun 2000 yang merupakan perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan reribusi daerah dan peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah. Semula menurut undang-undang nomor 18 tahun 1997 pajak atas hotel disamakan dengan restoran dengan nama pajak hotel dan restoran. Akan tetapi, berdasarkan undang-undang nomor 34 tahun 2000 jenis pajak tersebut dipisahkan menjadi dua jenis pajak yang berdiri sendiri, yaitu pajak hotel dan pajak restoran. Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.
  • 41. 41 Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak restoran yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak restoran di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. 2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran Pemungutan pajak restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak restoran pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini (Marihot P. Siahaan, 2005:272): a. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. b. Peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah. c. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak restoran. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak restoran sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak restoran pada kabupaten/kota dimaksud.
  • 42. 42 3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Restoran 1. Objek pajak restoran Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Termasuk dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya. Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi penjualan makanan dan atau minuman di restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan makanan/minuman yang diantar/dibawa pulang (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 3 ayat 1). 2. Bukan objek pajak restoran Pada pajak restoran tidak semua pelayanan yang diberikan oeh restoran/rumah makan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yaitu (Perda No. 8 Tahun 2003 Ps. 3 ayat 2): 1) Pelayanan usaha jasa boga atau katering; dan 2) Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredarannya tidak melebih batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah, misalnya saja tidak melebihi Rp. 30.000.000,00 per tahun. 4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran Subjek pada pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran (Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2003 Ps. 5 ayat 1). Secara sederhana yang menjadi subjek pajak
  • 43. 43 adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 5 ayat 2), yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaanya melakukan usaha di bidang rumah makan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak restoran tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan restoran merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sedangkan pengusaha restoran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak). Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak restoran. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. 5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Restoran a. Dasar Pengenaan Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 6). Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau pengantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pembelian makanan dan atau minuman. Contoh hubungan istimewa
  • 44. 44 adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa restoran dengan pengusaha restoran, baik langsung atau tidak langsung, berada dibawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang sama. Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pembelian makanan dan atau minuman, termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga dilakukan berkaitan dengan usaha restoran. Contoh pembayaran, misalnya seseorang menikmati hidangan yang disediakan oleh restoran “XYZ” dan melakukan pembayaran atas (Marihot P. Siahaan, 2005:276): Makanan Rp. 100.000,00 Minuman Rp. 30.000,00 + Jumlah Rp. 130.000,00 Service charge 10% Rp. 13.000,00 + Jumlah pembayaran Rp. 143.000,00 b. Tarif Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan (Perda DKI Jakarta No. 8 Th. 2003 Ps. 7). Hal ini dimaksudkan untuk memberi keleluasaan kepada pemeritah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing- masing daerah kabupaten/kota. Maka, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang
  • 45. 45 mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari 10% c. Perhitungan Pajak Restoran Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak (Perda No. 8 Tahun 2003 Ps. 8). Secara umum perhitungan pajak restoran adalah sesuai dengan rumus berikut: Pajak terutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak = tarif pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan kepada restoran Berdasarkan pembayaran yang dilakukan oleh subjek pajak kepada restoran “XYZ” pada poin a di atas dan apabila besarnya tarif pajak yang ditetapkan pada kota di mana restoran “XYZ” berlokasi adalah 10%, maka dapat dihitung besarnya pajak hotel yang terutang, yaitu sebesar: 10% x Rp. 143.000,00 = Rp. 14.300,00. (Marihot P. Siahaan, 2005:276). D. Pendapatan Daerah Adapun pendapatan daerah yang nantinya akan digunakan untuk pembangunan daerah yaitu bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah. 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu: Halim (2001:98), mendefinisikan PAD adalah sebagai berikut:
  • 46. 46 “Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Jadi, dapat disimpulkan PAD merupakan suatu penerimaan daerah yang berasal dari sumber-sumber di wilayahnya sendiri bedasarkan perundang-undangan yang berlaku. PAD merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah sebagaimana diatur dalam pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1947. Sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam kaitan pelaksanaan otonomi daerah. PAD harus betul-betul dominan dan mampu memikul beban kerja yang diperlukan sehingga pelaksanaan otonomi daerah tidak dibiayai oleh dari subsidi atau dari sumbangan pihak ketiga atau pinjaman daerah. Sumber-sumber PAD tidak dapat dipisahkan dari pendapatan daerah secara keseluruhan. Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 99 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, sumber pendapatan daerah terdiri dari: a. Pajak Daerah Adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundan-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah (Perda), yang wewenang pemungutanya dilaksanakan oleh pemerintah
  • 47. 47 daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah (Early Suandi, 2005:236). Pajak daerah pada pemerintah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari 11 jenis pajak namun hanya 10 diantaranya yang dilakukan pemungutan secara optimal melalui perda-perda lain yang lebih rinci (KUPD Perda No. 4 Tahun 2002): 1) Pajak Parkir - Perda No. 6 Tahun 2002 2) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor - Perda No. 7 Tahun 2002 3) Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor - Perda No. 3 Tahun 2003 4) Pajak Kendaraan Bermotor - Perda No. 4 Tahun 2003 5) Pajak Hiburan - Perda No. 6 Tahun 2003 6) Pajak Hotel - Perda No. 7 Tahun 2003 7) Pajak Restoran - Perda No. 8 Tahun 2003 8) Pajak Penerangan Jalan - Perda No. 9 Tahun 2003 9) Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan - Perda No. 1 Tahun 2004 10) Pajak Reklame - Perda No. 2 Tahun 2004 11) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. b. Retribusi daerah Adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa trsebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu
  • 48. 48 hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara (Mardiasmo:2006). Salah satu contoh dari retribusi adalah retribusi pelayanan kesehatan pada rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah. c. Hasil perusahaan mlik daerah Adalah merupakan penerimaan yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan keuangan daerah, penyertaan modal daerah ke pihak ke tiga (Marihot P. Siahaan, 2005). Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan (antara lain: bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah). d. Lain-lain usaha yang sah Adalah hasil daerah yang diperoleh dari hasil usaha diluar kegiatan pelaksanaan tugas daerah, misalnya penerimaan dan sumbangan piak ketiga, hasil penjualan milik daerah (penjualan drum bekas aspal), penerimaan jasa giro (Marihot P. Siahaan:2005). E. Penelitian Sebelumnya Terdapat berbagai penelitian tentang pajak hotel dan restoran yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu: Sapto Nur Edie (2005), secara khusus meneliti tentang pengaruh penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah dalam skripsinya untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dalam bidang Akuntansi Pajak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
  • 49. 49 Penelitian tersebut menggunakan metode regresi sederhana dan menjelaskan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen yang kemudian dianalisis dengan metode deskriptif. Objek penelitian adalah Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakara Pusat dengan periode 1995 sampai 2004 dan mendapat kesimpulan bahwa besarnya pengaruh hubungan antara penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah cukup tinggi yaitu sebesar 93,4% Heri Purnama (2006) dengan judul “Analisa Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran: Studi Berdasarkan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Garut Periode 1999-2005” mendapat kesimpulan bahwa yaitu Jumlah wisatawan (lokal dan asing) berpengaruh secara bersama-sama terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut periode 1999-2005. Secara parsial hanya wisatawan lokal yang berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut. F. Kerangka Pemikiran Untuk membantu dan mempermudah dalam pembacaan dan pembahasan skripsi hingga proses pengujian dilakukan dengan metode uji statistik linier berganda maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
  • 50. 50 Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran G. Hipotesis Dalam usaha untuk memperoleh kesimpulan, biasanya didahului oleh pengandaian atau asumsi mengenai populasi yang bersangkutan. Pengandaian ini, yang mungkin betul ataupun mungkin tidak betul, disebut hipotesis. Hipotesis inilah yang akan diteliti menggunakan karakteristik sampel yang diambil dari populasi yang sedang ditinjau. Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I Laporan Penerimaan Pajak Tahun 2007 Tingkat Kepatuhan WP Hotel (X1) Tingkat Kepatuhan WP Restoran (X2) Penerimaan Pajak (Y) Uji Hipotesis: • Uji Regresi Berganda • Uji R2 • Uji F-statistik • Uji t-statistik Kesimpulan Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran terhadap Penerimaan Pajak
  • 51. 51 Berkaitan dengan permasalahan yang ada, maka hipotesa yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Terdapat pengaruh yang signifikan antara Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran terhadap Penerimaan Daerah. Atau secara statistik dirumuskan sebagai berikut: Ha1 : tingkat kepatuhan wajib pajak hotel berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Ha2 : tingkat kepatuhan wajib pajak restoran terhadap berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah. Ha3 : tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan Pajak Daerah.
  • 52. 52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitiannya yaitu, mengenai pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran terhadap penerimaan daerah. Penelitian ini dilakukan pada kantor Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I Adapun data yang diambil yaitu: 1. Sejarah singkat Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I. 2. Struktur organisasi 3. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Wajib Pajak Restoran 4. Laporan Penerimaan Pajak Daerah. Sedangkan, ruang lingkup penelitian ini membahas pengaruh antara: 1. Variabel Terikat (Y) Variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Independent Variable). Dalam hal ini, total penerimaan pajak daerah. 2. Variabel Bebas (X1) Variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel terikat (Dependent Variable), yaitu Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel.
  • 53. 53 3. Variabel Bebas (X2) Variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel terikat (Dependent Variable), yaitu Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Restoran. B. Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu model convenience sampling. Bentuk sampling ini termasuk ke dalam metode pemilihan sampel nonprobabilitas (non-probality sampling methods) dimana anggota sampel yang dipilih atau diambil secara tidak acak berdasarkan kemudahan memperoleh data yang dibutuhkan atau unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan atau mudah mengukurnya dan bersifat kooperatif (Abdul Hamid, 2004:24). C. Metode Pengumpulan Data Pada umumnya, salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi suatu karya ilmiah adalah research. Research dalam arti yang luas pengertiannya adalah suatu penyelidikan sempurna terhadap suatu masalah atau objek tertentu. Metode Research dapat dikatakan sebagai suatu penyelidikan secara analisa yang sempurna. Berarti pencarian, pengumpulan, pengolahan dan penyajian data yang benar, konkrit dan nyata serta diperlukan dalam lingkungan yang mempengaruhi, guna pembahasan lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
  • 54. 54 1. Studi Kepustakaan. Dalam metode ini penulis melakukan penelitian dengan mempelajari buku kepustakaan, literatur, bahan-bahan kuliah yang berkaitan erat dengan pembahasan penelitian ini. 2. Studi Lapangan. Penelitian lapangan ini merupakan pengumpulan data yang dilakukan secara langsung di lokasi objek penelitian yaitu Kantor Dinas Pendapatan Daerah Jakarta, dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan atas objek data dan kronologis suatu kegiatan, merekam, menghitung, serta mencatat data yang diperoleh. b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab yang dilakukan pada pokok persoalan. D. Metode Analisis Sesuai dengan masalah penelitian yang ditulis yaitu untuk mengetahui pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak pada dinas pendapatan daerah Jakarta, maka peneliti menggunakan analisis statistik sampel dengan bentuk pengujian sebagai berikut: 1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data Uji normalitas ini digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen
  • 55. 55 mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. (Ghozali, 2005: 110) Hipotesis: H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal Kriteria Pengujian: Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2005: 112) b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2005:91). Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinieritas atau multiko. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independennya. Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance (TOL) dan lawannya (2) variant inflation factor (VIF). Apabila tolerance lebih dari 0.1 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. Hipotesis: H0 : Model regresi tidak terjadi multikoliniearitas H1 : Model regresi terjadi multikoliniearitas
  • 56. 56 Kriteria Pengujian: H0 diterima jika nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan angka tolerance sesuai dengan pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas, yakni mempunyai nilai VIF kurang dari 10, mempunyai angka TOLERANCE (TOL) lebih dari 0.1. c. Uji Heterokedasitas Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika nilai variansnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Jika variansnya berbeda disebut heteroskedastisitas, dimana model regresi yang baik adalah tidak terjadinya heteroskedastisitas. (Ghozali, 2005: 105) Hipotesis: H0 : Model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas H1 : Model regresi terjadi heteroskedastisitas. Kriteria Pengujian: Dasar pengambilan keputusannya, jika ada pola tertentu, seperti titik- titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi Heteroskedastisitas. Dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2005: 105)
  • 57. 57 d. Uji Autokorelasi Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah sebuah regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan kesalahan pada periode t-1. Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem Autokorelasi. Tentu saja model regresi yang baik adalah yang bebas dari problem tersebut. Deteksi adanya Autokorelasi dengan menggunakan Durbin-Watson, dimana angka D-W dibawah -2 ada Autokorelasi positif, angka D-W diantara -2 sampai +2 tidak ada Autokorelasi, dan angka D-W di atas +2 berarti ada Autokorelasi negatif (Santoso, 2002:219). Hipotesis : H0 : Model regresi tidak terjadi Autokorelasi H1 : Model regresi terjadi Autokorelasi 2. Uji Hipotesis a. Regresi Berganda Model statistik yang dipakai adalah model regresi linear berganda (Multiple Regression). Multiple Regression adalah suatu teknik yang digunakan untuk menghitung seberapa jauh hubungan antara beberapa variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen). Model regresi linear berganda dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = a + b1 x1 + b2 x2 + ei
  • 58. 58 Keterangan: Y = Variabel dependen (Penerimaan Pajak Daerah) a = Konstanta X1 = Variabel independent (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel) X2 = Variabel independent (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Restoran) b1,b2 = Koefisien regresi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel (X1) dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (X2) ei = Standar Error b. Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) Untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (Adjusted R-Square). Jika Adjusted R-Square adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai Adjusted R-Square berkisar hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai Adjusted R-Square semakin mendekati angka 0 berarti semakin lemah kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi variabel dependen. (Ghozali:2005)
  • 59. 59 c. Uji t-statistik (Pengaruh Secara Parsial) Uji t-Statistik digunakan untuk mengetahui hubungan masing- masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen, maka digunakan tingkat signifikan sebesar 0.05. Jika nilai probability t lebih besar dari 0.05 maka tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi tidak signifikan), sedangkan jika nilai probability t lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi signifikan) (Ghozali: 2005). Kriteria pengujian: 1) Apabila nilai signifikansi tingkat kepatuhan wajib pajak hotel di bawah 0.05, maka Ha1 diterima, berarti ada pengaruh secara signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak hotel (X1) terhadap penerimaan pajak (Y). 2) Apabila nilai signifikansi tingkat kepatuhan wajib pajak restoran dibawah 0.05, maka Ha2 diterima, berarti ada pengaruh secara signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak restoran (X2) terhadap penerimaan pajak (Y). d. Uji F-statistik (Pengaruh Secara Simultan) Uji Statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel- variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama mengetahui variabel dependen, maka digunakan
  • 60. 60 tingkat signifikan sebesar 0.05. jika nilai F probability lebih besar dari 0.05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika nilai F probability lebih kecil dari 0.05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprdiksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali: 2005). Kriteria pengujian: Apabila tingkat signifikansi < 0.05 maka Ha3 diterima berarti secara simultan terdapat pengaruh yang nyata antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran (X) terhadap penerimaan pajak (Y). E. Operasional Variabel penelitian Operasional variabel merupakan pendefinisian dan serangkaian variabel yang digunakan dalam penulisan. Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas (X) dan Variabel terikat (Y). Variabel bebas adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Sedangkan variabel terikat adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Dengan demikian, maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:
  • 61. 61 1. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel adalah tingkat kesediaan wajib pajak hotel dalam membayar hutang pajaknya tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi (X1) dan kriteria kepatuhan wajib pajak hotel pada penelitian ini dilihat dari keaktifan wajib pajak dalam membayar utang pajaknya. 2. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Restoran adalah tingkat kesediaan wajib pajak restoran dalam membayar hutang pajaknya tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi (X2) dan kriteria kepatuhan wajib pajak restoran pada penelitian ini dilihat dari keaktifan wajib pajak dalam membayar utang pajaknya. 3. Penerimaan Pajak Daerah adalah jumlah seluruh pajak yang diterima oleh daerah pada suatu tahun pajak, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah (Y). Penerimaan pajak daerah Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I diperoleh dari jumlah seluruh penerimaan pajak hotel, pajak restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak ABT (Air Bawah Tanah), dan Pajak Parkir.
  • 62. 62 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian dilaksanakan pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I yang berlokasi di Jalan Abdul Muis No. 66 Tanah Abang Jakarta Pusat. Penelitian ini dilakukan pada Seksi Penetapan, dan Seksi Penagihan dan Keberatan. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2008 sampai dengan 28 Februari 2008. 2. Sejarah Pendirian Kehadiran pemerintah pada dasarnya diperlukan untuk mengatur dan melindungi masyarakat warganya agar senantiasa dalam keadaan aman, tertib sejahtera. Untuk itu perlu adanya peraturan tentang peraturan di daerah. Peraturan tentang pemerintahan di Daerah ini secara eksplisit telah dimuat dalam rancangan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 yang menyatakan bahwa pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan undang- undang, dengan memandang dan mengingat dasar pemusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan hak asal-usul di daerah-daerah yang bersifat istimewa. Selanjutnya penjelasan atas pasal tersebut menyatakan
  • 63. 63 bahwa daerah Indonesia akan dibagi dalam Propinsi dan Daerah propinsi akan dibagi pula dalam Daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah oleh karena di Daerahpun pemerintahan akan bersendi atas dasar pemusyawaratan. Perkembangan selanjutnya, diterbitkan undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 yang isinya sangat singkat yaitu hanya terdiri dari 6 pasal, tapi pada hakekatnya undang-undang ini dapat dianggap sebagai suatu peraturan perundangan desentralisasi dari pemerintah Republik Indonesia yang memuat sistem Otonomi Indonesia, dan ini merupakan awal mula peraturan tentang pemerintahan Daerah di Indonesia sejak kemerdekaan. Menurut penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 diterangkan bahwa Otonomi yang dikehendaki bukanlah otonomi Jepang atau otonomi pada sistem Belanda, melainkan otonomi Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat. Jadi lebih luas dari pada otonomi Belanda dan pembatasannya hanyalah asal tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pusat. Sesuai kondisi dan tuntutan jaman, undang-undang tentang pemerintahan daerah tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan yaitu dengan UU Nomor 22 Tahun 1948, UU Nomor 44 Tahun 1950, UU Nomor 1 Tahun 1957, UU Nomor 18 Tahun 1965, UU Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan terakhir diatur dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Khusus untuk pemerintahan daerah di Propinsi DKI Jakarta diatur lagi dengan UU
  • 64. 64 Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Pembentukan pemerintahan di daerah, disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, secara historis keberadaan pemerintah daerah telah dikenal sejak jaman pemerintahan kerajaan nenek moyang kita dahulu sampai pada sistem pemerintahan penjajahan, baik pemerintahan Inggris maupun pemerintahan Jepang. Demikian pula dengan sistem kemasyarakatan dan susunan pemerintahannya mulai dari tingkat desa atau kampung sampai pada puncak pimpinan pemerintahan. Keanekaragaman yang menjadi ciri bangsa Indonesia serta potensi kekayaan alam dan permasalahan yang melekat di berbagai wilayah Indonesia tersebut harus diatur dan dikelola dengan baik, sehingga mampu menjadi aset bangsa yang berharga untuk mendatangkan devisa guna pembentukan pendapatan nasional. Dengan kondisi demikian, tidak mungkin pemerintah pusat menangani langsung semua urusan yang menyangkut pelayanan dan pengaturan kehidupan atau kepentingan masyarakat yang menempati ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan masyarakat agar senantiasa hidup aman dan sejahtera, serta memperhatikan keterbatasan kemampuan pemerintah pusat, maka dilakukan pendelegasian kewenangan kepada Pemerintah Pusat.
  • 65. 65 Hal ini sejalan dengan prinsip, tujuan dan arah perjuangan Indonesia Merdeka sebagaimana telah ditekankan pada proses pengambilan keputusan rapat pengesahan UUD 1945, bahwa perangkat pemerintah di daerah adalah sebagai bagian dari mekanisme pemerintah pusat dan bukan merupakan negara tersendiri. Pemerintah pusat berfungsi menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah yang bersifat umum dan pemerintah daerah menyelenggarakan berbagai urusan pemerintahan yang berada di wilayah masing-masing. Untuk menjaga kemungkinan agar pemerintah daerah tidak memisahkan diri dari Pemerintah Pusat, maka pelimpahan kewenangan dinyatakan dengan daerah otonom yang pada hakekatnya otonomi daerah adalah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Hak tersebut antara lain berupa penetapan kebijakan sendiri, pelaksanaan sendiri, pembiayaan sendiri dan pertanggung jawaban daerah sendiri dengan tidak membawahi otonomi daerah lain. Pemberian otonomi daerah berorientasi pada pembangunan dalam arti luas, yang meliputi segala segi kehidupan dan penghidupan dan sudah menjadi kewajiban bagi daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Otonomi daerah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan di daerah, guna meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat makin mandiri dan tidak terlalu bergantung pada pemberian pemerintah, meningkatkan daya guna dan
  • 66. 66 hasil guna penyelenggaraan Pemerintah Daerah terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sumber keuangan bagi pemerintah daerah, berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang sepenuhnya bersumber dari daerah itu sendiri dan perimbangan keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Perimbangan keuangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sangatlah terbatas. Oleh karena keterbatasannya, maka daerah harus berupaya meningkatkan PADnya dengan menggali potensi pendapatan daerah dari pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lainnya yang sah, melalui tindakan dan cara yang tepat antara lain dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutannya. Kegiatan pungutan sumber-sumber pendapatan daerah, harus ditampung dalam suatu wadah yang lazimnya diyatakan dalam bentuk struktur organisasi dan tata kerja yang menangani pendapatan daerah. Penyusunan struktur organisasi dan tata kerja yang menangani pendapatan daerah, untuk menciptakan alat penampung kegiatan dalam bentuk organisasi dan menyatukan penafsiran yang berbeda-beda dalam menunaikan tugas. Pada tahun 1952 berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Kota Sementara Djakarta Raja Nomor 18/DK/Tanggal 11 September 1952 (Lembar Kota 1952 Nomor 27) dibentuk Suku Bagian Padjak pada bagian Perundang-undangan di bawah Sekretariat Walikota Djakarta Raja, yang sekarang ini disebut Dinas Pendapatan Daerah.
  • 67. 67 Dengan demikian unit pemungutan yang sekarang disebut Dinas Pendapatan Daerah adalah unit kerja yang murni milik daerah yang dibentuk, kerena memang harus ada dan bukan karena menerima pelimpahan wewenang dari pusat. Unit kerja merupakan salah satu unsur pelaksana pemerintah daerah yang mempunyai tugas menggali, mengelola dan mengkoordinir pungutan daerah tersebut, telah beberapa kali mengalami perubahan nama dan struktur organisasi dengan dasar hukum pembentukan dan urutannya secara umum sebagai berikut: • Tahun 1952 berdasarkan Surat Putusan Dewan Perwakilan Kota Sementara Djakarta Raja Nomor 18/DK/tanggal 11 September 1952 (Lembar Kota 1952 Nomor 27) dibentuk Suku Bagian Padjak pada bagian Perundang-undangan di bawah Sekretariat Walikota Djakarta Raja. • Tahun 1956 sebagaimana ditetapkan dalam pasal 17 Peraturan Padjak Reklame Djakarta Raja 1956 (Tambahan Berita Negara Nomor 22 Tahun 1957) sebutan suku Bagian Padjak berubah menjadi Bagian Padjak. • Tahun 1966 berdasarkan Keputusan Gubernur KDCI Djakarta Nomor B.6/6/52/1966 Tanggal 22 Juni 1966 tentang Struktur Organisasi Sekretariat Pemerintah DCI Djakarta (Lembar Daerah Nomor 6 Tahun 1966) mengalami perubahan dengan sebutan Urusan Pendapatan Padjak DCI Djakarta.
  • 68. 68 • Tahun 1968 berdasarkan Keputusan Gubernur KDCI Djakarta Nomor lb.3/2/48/1968 Tanggal 03 September 1968 (Lembar Daerah Nomor 6 Tahun 1966) mengalami perubahan dengan sebutan Urusan Pendapatan Padjak DCI Djakarta. • Tahun 1975 berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor d.VII/774/a/1/1975 Tanggal 20 Februari 1975 (Lembaran Daerah Nomor 7 Tahun 1975) Tentang Perubahan Sebutan Dan Susunan Organisasi Dinas Pajak Dan Pendapatan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. • Tahun 1976 berdasarkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor b.vi/585/a/1/1976 Tanggal 01 Juli 1976 (Lembaran Daerah Nomor 45 Tahun 1976) Tentang Perubahan Kembali Nama Atau Sebutan Dan Susunan Organisasi Serta Tata Kerja Kantor Pajak Dan Pendapatan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Menjadi Dinas Pajak Daerah Khusus Ibukota Jakarta. • Tahun 1983 berdasarkan Peraturan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1983 (Lembar Daerah Nomor 68 Tahun 1983) Tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta berubah menjadi Dinas Pendapatan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. • Tahun 1955 berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta tidak terjadi adanya perubahan
  • 69. 69 nama atau sebutan dan tetap dengan sebutan Dinas Pendapatan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dalam peraturan tersebut hanya menjelaskan pengembangan organisasi yang disesuaikan dengan kondisi. • Dengan adanya otonomi daerah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 serta berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Bentuk Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Dan Sekretariat Dalam Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi DKI Jakarta tidak terjadi adanya perubahan nama atau sebutan dan tetap dengan sebutan Dinas Pendapatan Daerah Propinsi DKI Jakarta. 3. Visi dan Misi a. Visi Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I Menjadikan Dipenda sebagai organisasi yang efisien dan efektif dalam pengelolaan pendapatan daerah dengan dukungan aktif masyarakat. b. Misi Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I: 1) Pengelolaan yang transparan 2) Pemberdayaan dukungan masyarakat 3) Kerjasama internal yang efektif 4) Pelayanan prima 5) Pengembangan profesionalisme 6) Pemanfaatan teknologi informasi 7) Mengembangkan pola jaringan kerja
  • 70. 70 8) Penggalian sumber-sumber pendapatan 9) Regulasi yang selalu kini (up to date) 4. Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Pendapatan Daerah Suku Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tugas menyusun program kerja dan rencana kegiatan; melaksanakan pemungutan pajak daerah; menerbitkan izin tertentu, melaksanakan penegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah serta melaksanakan korrdinasi pemungutan pendapatan daerah dengan instansi terkait. (Undang-undang Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dipenda Propinsi DKI Jakarta) Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Suku Dinas Pendapatan Daerah mempunyai fungsi: a. Penyusunan program kerja dan rencana kegiatan; b. Pendataan dan pemeriksaan subjek dan objek pajak daerah; c. Penatausahaan penetapan, pembayaran dan unggakan pajak daerah; d. Penatausahaan objek dan subjek pajak daerah; e. Penetapan besarnya pajak daerah; f. Penerbitan izin tertentu dalam bidang perpajakan; g. Penagihan pasif atas piutang pajak daerah; h. Penyelesaian permohonan keberatan sesuai dengan kewenangannya; i. Penertiban dan/atau penyegelan atas pelanggaran peraturan perundang- undangan pajak daerah;
  • 71. 71 j. Pelaksanaan legalisasi tanda masuk/karcis hiburan, bon/bill penjualan, reklame, rumah penginapan dan/atau rumah makan, serta dokumen lainnya yang dipersamakan; k. Pelaksanaan korrdinasi pemungutan pendapatan daerah dengan instansi terkait di lingkungan kotamadya; l. Pembinaan teknis pada Seksi Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan. 5. Struktur Organisasi Sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 29 Tahun 2002, tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka dapat disusun Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah yang dapat dilihat pada Gambar 4.1, yang terdiri dari: a. Kepala Suku Dinas, mempunyai tugas: Memimpin Suku Dinas Pendapatan Daerah yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara teknis administratif bertanggung jawab kepada Kepala Dinas dan secara taktis operasional bertanggung jawab kepada Walikotamadya yang bersangkutan. b. SubBagian Tata Usaha, mempunyai tugas: 1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan Suku Dinas Pendapatan Daerah; 2) menatausahakan surat masuk dan surat keluar; 3) melaksanakan urusan kepegawaian; 4) melaksanakan urusan keuangan;
  • 72. 72 5) melaksanakan urusanperlengkapan; 6) melaksanakan urusan kerumahtanggaan; 7) melakukan kegiatan pelayanan administrasi; 8) menyiapkan surat tugas pemeriksaan dan peneriban pajak daerah; 9) menyusun dan mengkoordinasikan laporan kegiatan Suku Dinas Pendapatan Daerah. c. Seksi Penatausahaan dan Pelaporan Pendapatan Daerah mempunyai tugas: 1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan penatausahaan dan pelaporan pendapatan daerah; 2) menerima dan meneliti permohonan sebagai wajib pajak daerah; 3) memproses izin tertentu dibidang pajak daerah sesuai dengan kewenangannya; 4) mempunyai buku induk daftar subjek dan objek pajak daerah; 5) menatausahakan dan mendistribusikan berkas wajib pajak untuk kepentingan pemeriksaan wajib pajak; 6) memproses dan mendistribusikan surat ketetapan pajak daerah (SKPD); 7) memproses penerbitan, pencabutan, penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD); 8) membuat perhitungan hasil bersih penetapan pajak daerah secara periodik (lembar pengantar biru);
  • 73. 73 9) menatausahakan pesanan tanda masuk/karcis hiburan dan meneruskanke unit kerja yang bersangkutan; 10) menghimpun dan membuat laporan tentang jumlah ketetapan, pembayaran, pebagihan serta tunggakan mengenai pajak daerah, retribusi daerah, bagi hasil pajak dan pendapatan daerah lain-lain; 11) mengirim tindasan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan kertas kerja pemeriksaan (KKP) dan program kerja pemeriksaan ke Kepala Dinas c.q. Kepala Subdinas Pemeriksaan Pendapatan Daerah; 12) melaksanakan otomatisasi komputerisasi pendapatan daerah; 13) menyusun laporan kegiatan penatausahaan danpelaporan pendapatan daerah. d. Seksi Penetapan mempunyai tugas: 1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan penetapan pajak; 2) membuat risalah perhitungan pajak terutang; 3) membuat nota perhitungan pajak terutang untuk disahkan oleh Kepala Suku Dinas; 4) mengirim berkas dan nota perhitungan pajak terhutang yang telah disahkan keseksi penatausahaan dan pelaporan pendapatan daerah untuk penerbitan surat ketetapan pajak daerah (SKPD); 5) melegalisasi tanda masik/karcis hiburan, bon/bill penjualan, reklame, rumah penginapan dan/atau rumah makan serta dokumen lainnya yang dipersamakan;
  • 74. 74 6) melaporkan adanya penyelenggaraan kegiatan hiburan insidentil; 7) menyusun laporan kegiatan penetapan pajak. e. Seksi Penagihan dan Keberatan mempunyai tugas: 1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan penagihan dan keberatan; 2) melaksanakan penatausahaan piutang, pembayaran dan tunggakan pajak daerah; 3) melakukan pencocokan/verifikasi pembayaran pajak daerah, bagi wajib pajak yang pajaknya dibayar sendiri; 4) memproses usul permohonan pencicilan dan penundaan pembayaran piutang pajak daerah; 5) menerbitkan keterangan pembayran pajak daerah; 6) menerbitkan surat tagihan pajak daerah (STPD); 7) melakukan penagihan pasif atas piutang pajak daerah; 8) membuat daftar himpunan pembayaran, dan tunggakan pajak daerah; 9) memproses permohonan restitusi dan kompensasi; 10) memproses permohonan keberatan pajak daerah sesuai dengan kewenangannya; 11) membuat dan melaporkan daftar pemberian kompensasi, restitusi, pemindahbukuan secara berkala; 12) membuat dan melaporkan risalah dan keputusan keberatan; 13) melakukan kordinasi dalam rangka penagihan aktif;
  • 75. 75 14) membuat rekomendasi wajib pajak yang diusulkan untuk diperiksa; 15) menyusun laporan kegiatan penagihan dan keberatan. f. Seksi Bagi Hasil Pajak, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Lain-lain mempunyai tugas: 1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan pemungutan bagi hasil pajak, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain; 2) melakukan koordinasi dengan instansi terkait pemungutan bagi hasil pajak, reribusi daerah dan pendapatan lain-lain; 3) menghimpun daftar objek/subjek dan jumlah penerimaan bagi hasil pajak, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain; 4) menatausahakan dan mendistribusikan sarana pemungutan retribusi/dokumen lain yang dipersamakan sesuai dengan kewenangannya; 5) membuat laporan hasil koordinasi dengan instansi terkait berkaitan dengan pemungutan bagi hasil pajak dan melakukan penilaian kepatuhan Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT), retribusi daerah dan pendapatan lain-lain; 6) menyusun laporan kegiatan seksi begi hasil pajak, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain; 7) menyusun laporan kegiatan pemungutan bagi hasil pajak, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain. g. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas: 1) menyusun program kerja dan rancangan kegiatan pemeriksaan;
  • 76. 76 2) menyiapkan langkah-kangkah pemeriksaan terhadap wajib pajak yang direkomendasikan oleh seksi penagihan dan keberatan; 3) melakukan pemeriksaan berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan yang dibuat menurut norma pemeriksaan dan audit manual yang berlaku; 4) melakukan pendataan dan pemeriksaan subjek dan objek pendapatan daerah; 5) melakukan pengawasan terhadap subjek dan objek pendapatan daerah dan hiburan insidentil sesuai kewenangannya; 6) membuat laporan hasil pendataan, pemeriksaan, penertiban dan atau penyegelan, pengawasan subjek dan objek pendapatan daerah; 7) melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penertiban wajib pajak yang tidak mematuhi ketentuan peraturan daerah; 8) membuat kertas kerja pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan; 9) menyimpan dan mengadministrasikan kertas kerja pemeriksaan; 10) mendistribusikan tindasan laporan hasil pemeriksaan; 11) melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penertiban terhadap wajib pajak yang tida mematuhi ketentuan; 12) menyusun laporan kegiatan pemeriksaan.
  • 77. 77 Struktur B. Penemuan dan Pengolahan Data 1. Temuan dan Pembahasan Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat pada awalnya hanya ada satu yang terdiri dari 9 kecamatan. Namun, sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 329 Tahun 2002 Tentang Penetapan Wilayah Kerja Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, wilayah kerja Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat dibagi menjadi dua, yaitu Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I yang terdiri dari 4 kecamatan yaitu: Tanah Abang; Menteng; Senen dan Johar Baru, dan Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat II yang juga terdiri dari 4 kecamatan yaitu: Cempaka putih; kemayoran; Sawah Besar dan Gambir. Alasan pemisahan wilayah kerja tersebut adalah pemerintah daerah ingin agar mendekatkan pelayanan terhadap wajib pajak, untuk lebih tergalinya potensi-potensi pajak daerah, dan lebih mudah melakukan pendataan dan pengawasan pajak daerah.
  • 78. 78 Sumber penerimaan pajak daerah pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I adalah terdiri dari: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak ABT (Air Bawah Tanah), dan Pajak Parkir. Diantara seluruh sumber penerimaan pajak daerah tersebut, pajak hotel dan pajak restoran merupakan sumber pendapatan pajak daerah yang utama. Karena penerimaan dari Pajak Hotel dan Pajak Restoran adalah yang paling besar diantara penerimaan pajak daerah yang lain. Data mengenai penerimaan pajak daerah Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I perbulan tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Daftar Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I Bulan Rencana penerimaan Realisasi penerimaan (Y) Presentase Januari 42.080.260.417 34.453.342.249 81,87% Februari 84.166.520.833 65.757.592.680 78,13% Maret 126.249.781.250 95.743.142.008 75,83% April 168.333.041.667 130.185.946.695 77,34% Mei 210.416.302.083 164.125.667.952 78,00% Juni 252.499.562.500 200.818.107.651 79,53% Juli 294.582.822.917 235.990.807.571 80,11% Agustus 336.666.083.333 275.032.970.016 81,69% September 378.749.343.750 313.328.336.787 82,73% Oktober 420.832.604.167 351.189.935.983 83,45% Nopember 462.915.864.583 386.513.617.204 83,50% Desember 504.999.125.000 431.920.987.789 85,53% Sumber: Bagian Penagihan dan Keberatan SuDin Penda Jakarta Pusat I Tabel 4.1 di atas menunjukkan penerimaan pajak daerah selama tahun 2007 belum mencapai target penerimaan pajak yang direncanakan. Namun, penerimaan pajak terus mengalami kenaikan setiap bulannya
  • 79. 79 walaupun realisasi penerimaan sempat menurun pada bulan Februari yaitu turun menjadi 78,13% dan pada bulan Maret penerimaan pajak turun kembali sampai 75,83%. Akan tetapi, realisasi penerimaan pajak daerah pada bulan Mei hingga Desember meningkat dan semakin mendekati rencana penerimaan pajak daerah sebesar 85,53%. Seperti yang kita ketahui, sejak berlakunya Perda No. 4 Tahun 2002 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Pajak Hotel dan Restoran yang sebelumnya menjadi satu dipisah menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Hal ini dilakukan karena adanya ketidakjelasan objek pajak antara pajak hotel dan pajak restoran. Dengan dipisahnya kedua objek pajak tersebut, maka pemerintah dapat menggali potensi yang lebih besar dari pajak hotel dan pajak restoran agar penerimaan pajak daerah bisa ditingkatkan. Tabel 4.2 Rekapitulasi Pertumbuhan dan Kepatuhan Dalam Penyetoran SPT Masa Wajib Pajak Hotel Dan Restoran Tahun 2007 Hotel Restoran Bulan Jumlah WP WP Patuh (X1) % Jumlah WP WP Patuh (X2) % Januari 55 52 94.55 385 279 72.47 Februari 55 52 94.55 385 281 72.99 Maret 55 51 92.73 389 286 73.52 April 55 51 92.73 397 284 71.54 Mei 55 50 90.91 403 293 72.70 Juni 55 52 94.55 419 297 70.88 Juli 55 50 90.91 419 299 71.36 Agustus 55 41 74.55 428 306 71.50 September 55 50 90.91 437 305 69.79 Oktober 55 49 89.09 437 310 70.94 Nopember 55 46 83.64 439 295 67.20 Desember 55 45 81.82 442 308 69.68
  • 80. 80 Sumber: Bagian Penagihan dan Keberatan SuDin Penda Jakarta Pusat I Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak hotel tetap selama tahun 2007 yaitu berjumlah 55 wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak hotel mengalami penurunan pada bulan Januari sampai Mei. Bulan Juni kepatuhan wajib pajak naik hingga 94,55% namun pada bulan Agustus turun drastis hingga 74,55% kemudian naik lagi pada bulan September hingga 90,91%. Tetapi, lagi-lagi kepatuhan wajib pajak mengalami penurunan hingga 81,82% pada akhir tahun. Rata-rata tingkat kepatuhan wajib pajak hotel pada tahun 2007 adalah 89.24% Jumlah wajib pajak restoran mengalami peningkatan yang signifikan setiap bulannya, tetapi hal itu tidak mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak restoran. Kepatuhan wajib pajak restoran sempat naik pada 3 bulan pertama yaitu hingga 73,52% namun menurun pada bulan berikutnya hingga 71,54%. Kepatuhan wajib pajak restoran mengalami kenaikan dan penurunan pada bulan-bulan berikutnya hingga pada akhir tahun kepatuhan turun hingga 69.68%. Rata-rata tingkat kepatuhan wajib pajak restoran pada tahun 2007 adalah 71,21% Menurunnya tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran disebabkan karena memburuknya kondisi ekonomi yang ditandai dengan krisis pangan dan kenaikan harga bahan pokok yang menyebabkan naiknya harga produksi dan membuat daya beli masyarakat menurun sehingga penerimaan wajib pajakpun menurun. Hal ini menyebabkan
  • 81. 81 wajib pajak lebih memilih untuk memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu baru memikirkan membayar pajak. Ketua PHRI DKI Jakarta Krishnadi mengatakan, kenaikan bahan pokok telah memukul usaha yang berbasis makanan, yang menyebabkan food cost atau biaya memproduksi masakan naik rata-rata 10 persen. Menurut dia, jumlah itu sudah cukup mulai menggoyang jalannya usaha sebab kondisinya diikuti oleh daya beli konsumen yang merosot (Kompas, 3 Februari 2008). Sapto (2005:45) berpendapat bahwa penurunan populasi hotel kemungkinan karena ketatnya persaingan usaha dan isu-isu negatif yang sering terdengar tentang terorisme dan ancaman ledakan bom. Dimana dunia perhotelan khususnya sektor pariwisata sangatlah labil dengan isu- isu semacam ini. Sementara itu, Ulfah (2007:69) berpendapat bahwa walaupun penerimaan dari pajak hotel besar, tetapi kontribusinya kecil karena kurangnya keamanan di DKI Jakarta dan penerima pajak hotel dalam hal ini pemerintah daerah tidak menjalankan fungsi pembinaan yang optimal sehingga masih ada wajib pajak hotel yang masih belum menjalankan kewajiban pelaporan pajaknya secara baik. Begitu pula dari sisi kepatuan wajib pajak dalam melaporkan omset penjualannya, masih terdapat data yang tidak sesuai dengan laporan yang wajib pajak yang disampaikan. 2. Pengolahan Data dan Hasil Pengujian Statistik
  • 82. 82 Untuk dapat lebih jelas mengenai pengujian ini, berikut ini akan diberikan pembahasan dengan menggunakan metode kuantitatif menggunakan program SPSS. 15 yaitu: a. Hasil Uji Asumsi Klasik 1) Uji Normalitas Data Suatu data akan terdistribusi secara normal jika nilai probabilitas yang diharapkan adalah sama dengan nilai probabilitas pengamatan. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2005: 110). Hasil pengujian data penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini: Gambar 4.2 Grafik Normality probability Plot
  • 83. 83 Observed Cum Prob 1.00.80.60.40.20.0 ExpectedCumProb 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Penerimaan Pajak Berdasarkan gambar 4.2 di atas terlihat bahwa penyebaran titik-titik berada tidak jauh di sekeliling garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data yang digunakan sebagai bahan penelitian mendekati normal sehingga layak untuk diteliti (H0 diterima dan H1 ditolak). 2) Uji Multikolinearitas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2005:91). Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem multikolinearitas atau multiko. Model regresi
  • 84. 84 yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independennya. Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance (TOL) dan lawannya (2) Variant Inflation Factor (VIF). Apabila Tolerance lebih dari 0.1 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. Tabel 4.3 Hasil Identifikasi uji Multikolineariti Collinearity Statistics Model Tolerance VIF .653 1.530 1 (Contant) Kepatuhan WP Hotel Kepatuhan Wp Restoran .653 1.530 a. Dependent Variable: Penerimaan Pajak Data di atas menunjukan masing-masing variabel memiliki VIF tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1. Maka dapat disimpulkan model regresi terbebas dari multikolinearitas atau H0 diterima dan H1 ditolak. 3) Uji Heterokedasitas Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika nilai variansnya tetap, maka disebut Homokedastisitas. Jika variansnya berbeda disebut heteroskedastisitas, dimana model regresi yang baik adalah tidak terjadinya heterokedasitas. (Ghozali, 2005: 105) Gambar 4.3 Grafik Hasil Uji Heterokedasitas
  • 85. 85 Regression Standardized Predicted Value 210-1-2 RegressionStudentizedResidual 2 1 0 -1 -2 -3 Scatterplot Dependent Variable: Penerimaan Pajak Gambar 4.3 menunjukkan titik data menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa model regresi penelitian ini tidak mengalami problem heteroskedasitas. Hal ini berarti pada penelitian ini H0 diterima dan H1 ditolak. 4) Uji Autokorelasi Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah sebuah regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan