1.
473
ANALISIS LAJU KINETIK PENGERINGAN BATUBARA PERINGKAT
RENDAH INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN REAKTOR FIXED BED
SKALA LAB
Cahyadi1), Dwika Budianto1), Risky Dwi Yuniar2), dan Anggita Luthfiyani2)
1)
Balai Besar Teknologi Energi
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang
2)
Teknologi Kimia Industri
Sekolah Tinggi Manajemen Industri
INTISARI
Sebagian besar potensi batubara Indonesia didominasi oleh jenis batubara peringkat rendah. Batubara
tersebut memiliki karakteristik kandungan air/moisture yang tinggi. Dalam pemanfaatannya sebagai
bahan bakar boiler PLTU, mempengaruhi dalam kinerja output boiler. Oleh sebab itu diperlukan
perlakuan atau treatment untuk mengurangi kandungan moisture dalam batubara melalui metode
pengeringan sebelum diumpankan dalam boiler. Pada penelitian ini akan membahas mengenai laju
proses pengeringan terhadap salah satu batubara peringkat rendah dari daerah Sumatra dengan
menggunakan alat reaktor fixed bed. Mekanisme pengujian dilakukan dengan memonitor laju penurunan
massa sampel batubara pada tingkat variasi kenaikan pemanasan (heat rate) tungku 1 o
C/menit dan 5
o
C/menit. Sehingga diperoleh hasil laju kinetic drying terhadap fungsi waktu.
Kata kunci : batubara peringkat rendah, laju kinetik pengeringan, fixed bed reaktor
ABSTRACT
Indonesia coal potential are mostly dominated by low rank coals. These coals have characteristic content
in high moisture. Its utilization as fuel in the coal fired generating plant boiler, affect the performance of
the boiler output. Therefore required treatment to reduce the moisture content of the coal through a
drying method before it is enter into the boiler. This research will discuss the rate of drying process
against one of the low rank coal from Sumatra region by using a fixed bed reactor. Testing mechanism is
done by monitoring the rate of mass loss of samples of coal at a rate of variation increment heating rate
the furnace respectively at 1 ° C / min and 5 ° C / min. The result analysis kinetic rate of drying of the
time function were obtained.
Keywords: low rank coal, rate of drying kinetic, fixed bed reactor
1. PENDAHULUAN
Sumberdaya potensi batubara Indonesia sangat masif sekitar 105 milyar ton [1]. Hampir
60% lebih potensi yang ada didominasi batubara tipikal dengan kadar air/moisture yang
tinggi atau lebih dikenal dengan low rank coal. Batubara yang merupakan kategori low
rank coal adalah jenis lignite dan subbituminous yang umumnya memiliki moisture
content tinggi (25%-65%). Kandungan moisture yang tinggi menimbulkan
permasalahan baik dalam proses handling (penyimpanan, crushing, transportasi), proses
pembakaran dalam boiler serta emisi gas buang CO2. Upgrading batubara merupakan
solusi kunci untuk menjawab beberapa permasalahan dalam memanfaatkan low rank
coal. Salah satu proses upgrading yaitu dengan melalui proses pengeringan/drying.
Untuk mendapatkan desain pengering maka diperlukan analisis laju kinetika pengering
(drying kinetic) terhadap sampel batubara low rank coal. Beberapa penelitian tentang
2.
474
drying kinetic batubara low rank coal Indonesia telah dilakukan oleh Li et al, 1991 ;
Cheng et al, 1993; Li et al, 2009; Tae et al, 2013 [2-5].
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai drying kinetic dari low rank coal Indonesia
dengan menggunakan metode thermal drying didalam tungku lapisan tetap atau fixed
bed reactor dan thermobalance. Sampel batubara menggunakan jenis lignite dari daerah
Sumatra Selatan (Pendopo) dan Kalimantan Timur (Wahau).
2. DASAR TEORI
Merujuk dalam beberapa paper jurnal tentang drying kinetic, proses pengujian
dilakukan dengan 2 metode yaitu isothermal dan non-isothermal dimana pengujian
dilakukan dalam reaktor pemanas fixed bed dan massa sampel terukur dalam
termobalance sehingga laju penurunan massa sampel akibat pengaruh kenaikan
temperatur dalam reaktor dapat terecord/ terekam [2-5]. Pada penelitian ini khusus
melakukan metode non-isothermal pada kedua sampel low rank coal Indonesia.
Tujuannya adalah untuk membandingkan kinetika laju pengeringan terhadap
karakteristik kedua batubara tersebut dalam kondisi non-isotermal.
Preparasi sampel batubara sebelum dilakukan pengujian ada dua tahap yaitu :
1) Penghancuran
Batubara berbentuk bongkahan besar dimasukkan ke dalam container crusher,
dihancurkan (diperkecil) oleh penggiling jeruji, kemudian hasilnya ditampung pada box
bagian bawah crusher .
2) Pengayakan
Setelah didapatkan batubara dengan ukuran yang lebih kecil, selanjutnya batubara
diayak (ayakan kawat) untuk mendapatkan ukuran yang sesuai yaitu ± 1 cm.
Gambar 1. Crusher Gambar 2. Pengayakan Batubara
Sampel yang akan diuji dilakukan penimbangan masing-masing sejumlah 200 gram
dengan ukuran ± 1 cm. Persiapan perlengkapan peralatan pengujian meliputi : reaktor
pemanas, timbangan digital analitik, Thermocouple, penyangga basket sampel dan
tempat basket sampel.
3.
475
Gambar 3. Rangkaian reaktor fixed bed Gambar 4. Reaktor fixed bed dan
thermobalance
Setelah dirangkai dengan dengan baik sampel batubara yang ditimbang dimasukkan ke
dalam basket secara perlahan-lahan. Kemudian tutup reaktor secara hati-hati dan rapat.
Temperatur furnace pada reaktor ini terbagi kedalam tiga bagian pengaturan yaitu top,
middle dan bottom, sehingga diharapkan kondisi temperatur dalam furnace dapat
merata. Pengaturan seting temperatur dalam pengujian ini, temperatur awal diatur pada 60-
70 ᵒC sampai dengan temperatur 150 ᵒC, dengan variasi laju pemanasan 1ᵒC /menit dan
5ᵒC / menit. pencatatan data kondisi non-isotermal setiap 5 menit dan setiap 2 menit.
Pengolahan data yang didapatkan dari pengujian ini yaitu berupa data perubahan massa
sampel batubara, temperatur seting, temperatur lingkungan reaktor (top, middle, dan
bottom), dan temperatur sampel batubara. hasil analisis digunakan untuk mendapatkan
korelasi antara variasi perubahan laju pemanasan terhadap gradien penurunan massa
sampel batubara.
Proses pemanasan sampel batubara dapat disederhanakan secara stoikiometri dalam
bentuk sebagai berikut [4]:
A (wet solid) B (solid) + C (water vapour)
Moisture yang hilang dalam sampel batubara saat proses pemanasan (α) per satuan
waktu (t) dinyatakan dalam persamaan (1) berikut :
………………………….(1)
Dimana
w = massa sampel batubara per satuan waktu (t)
w0 = massa sampel awal
w∞ = massa sampel akhir
Laju penurunan moisture sampel dinyatakan persamaan (2) berikut :
……………………………(2)
Dimana k adalah tetapan laju empiris sebagai fungsi temperatur (T) yang disebutkan
dalam persamaan Arrhenius (3) berikut :
4.
476
……………………(3)
Dimana,
k = koefisien laju reaksi
T = temperatur (°K)
A = pre eksponensial factor
E = energi aktivasi (J/mol)
R = konstanta gas (8.314 J/mol °K)
Energi aktivasi merupakan energi minimum yang diperlukan untuk memulai reaksi
kimia agar berjalan optimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi antara lain
temperatur dan luas permukaan. Pada umumnya jika temperatur dinaikan, laju reaksi
bertambah cepat, hal ini disebabkan energi kinetik partikel akan ikut meningkat. Begitu
pula dengan parameter luas permukaan, semakin kecil ukuran partikel (atau luas
permukaan sampel semakin besar) maka akan semakin cepat reaksinya. Parameter
kinetik dari non-isothermal drying diperoleh melalui regresi linier ln k terhadap 1/T
dinyatakan dalam persamaan (4).
ln k = ln A - …………………..(4)
Berdasarkan persamaan laju reaksi Arrhenius disederhanakan menjadi komponen x dan
y disederhanakan menjadi y = ln k dan x = 1/T sehingga menjadi persamaan berikut
y = a - b x
a= intersep b = slop
a = ln A b = ……………..………(5)
Jadi untuk mendapatkan nilai Energi aktivasi dicari terlebih dahulu nilai slop
berdasarkan grafik linearitas, x = (1/T) terhadap y= (ln k). Sehingga setelah diplot akan
diketahui pula nilai regresi (linearitas hasil grafik). Berdasarkan persamaan turunan (5)
diperoleh persamaan :
Ea = b x R ………………… (6)
3. METODE DAN TEKNIK PENGUKURAN
Metodologi pengujian drying kinetic terhadap sampel batubara low rank dilakukan
dengan beberapa tahapan seperti yang dijelaskan dalam gambar skema pengujian.
Diawali dengan preparasi sampel dari ukuran raw material menjadi ukuran seragam 1
cm, kemudian masing-masing sampel diuji dalam reaktor fixed bed yang terkoneksi
dengan timbangan analitik (thermobalance). Laju pemanasan dalam reaktor
divariasikan dalam 2 tingkat yang berbeda yaitu dengan laju pemanasan/ heat rate 1
o
C/min dan 5 o
C/min. Data hasil pengukuran yaitu berupa data temperatur dan gradien
massa sampel batubara selanjutnya dianalisis drying kinetic.
5.
477
Dalam pengujian menggunakan reaktor fixed bed dengan tujuan untuk menghindari
hilangnya partikel sampel batubara yang terfragmentasi akibat suplai panas konveksi
dari heater reaktor. Keseluruhan proses pengujian dijelaskan pada gambar 3 dan 4
dimana sampel batubara ditempatkan dalam basket sampel yang dihubungkan ke
timbangan melalui batang penyangga. Pengukuran dilakukan dalam reaktor yang
tertutup dengan kondisi lingkungan yang dapat diseting temperaturnya.
Gambar 5. Skema metodologi pengujian drying kinetic
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 6. Grafik moisture losses (α) Batubara Sumatera (Pendopo) dan Kalimantan
(Wahau) secara Non-Isotermal
y = -2E-06x3 + 0,0007x2 - 0,0549x + 1,2455
R² = 0,9996
y = -3E-06x3 + 0,0009x2 - 0,0724x + 1,9102
R² = 0,9998
y = -3E-06x3 + 0,001x2 - 0,088x + 2,3846
R² = 0,9999
y = -3E-06x3 + 0,001x2 - 0,0941x + 2,7672
R² = 0,9958
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1
50 70 90 110 130 150
Lossesmoist(α)
time (min)
NON-ISOTHERMAL DRYING
Pendopo 1 C/min
Wahau 1 C/min
Pendopo 5 C/min
Wahau 5 C/min
Poly. (Pendopo 1 C/min)
Poly. (Wahau 1 C/min)
Poly. (Pendopo 5 C/min)
Poly. (Wahau 5 C/min)
6.
478
Berdasarkan hasil grafik pelepasan moisture terhadap fungsi waktu gambar 6
menunjukkan kecenderungan laju penurunan massa sampel batubara berbanding lurus
dengan temperatur furnace, semakin meningkatnya temperatur furnace dan durasi
pemanasan maka massa batubara akan semakin berkurang, karena penguapan kadar air
batubara tersebut. Pada awal pengeringan terjadi penguapan kadar air pada bagian
surface moisture, kemudian diikuti penguapan inherent moisture.
Perbandingan grafik kurva sampel batubara Kalimantan cenderung lebih landai
dibandingkan dengan kurva sampel batubara Sumatera baik pada laju pemanasan 1
o
C/min dan 5 o
C/min. Hal tersebut mengindikasikan bahwa gradien penurunan massa
batubara Sumatera Selatan lebih tinggi dari pada batubara Kalimantan Timur. Faktor
ini lebih dipengaruhi oleh unsur porositas atau rongga dari permukaan sampel batubara
dimana sampel batubara Sumatera Selatan memiliki porositas lebih besar dari pada
sampel batubara Kalimantan Timur.
Gambar 7. Grafik Hubungan Perhitungan Energi Aktivasi secara Non-Isotermal
a. Laju Reaksi 1 °C /menit
Batubara Kalimantan (Wahau) Batubara Sumatera (Pendopo)
Ea = b x R
= 4089.6 x 8.314
= 34000.93 (J/mol °K)
= 34.00(KJ/mol °K)
Ea = b x R
= 3728.1 x 8.314
= 30995.42 (J/ mol °K)
= 30.99 (KJ/mol °K)
y = -3728,1x - 2,7724
R² = 0,845
y = -4089,6x - 1,9486
R² = 0,8938
y = -4493x - 1,0211
R² = 0,8478
y = -5298,8x + 0,8094
R² = 0,9453
-15
-14,8
-14,6
-14,4
-14,2
-14
-13,8
-13,6
-13,4
-13,2
-13
-12,8
-12,6
-12,4
-12,2
-12
0,0023 0,0025 0,0027 0,0029 0,0031
y = ln K
x = 1 / T
Sumatera 1C/menit Kalimantan 1 C/menit
Sumatera 5 C/Menit Kalimantan 5C/Menit
Linear (Sumatera 1C/menit) Linear (Kalimantan 1 C/menit)
Linear (Sumatera 5 C/Menit) Linear (Kalimantan 5C/Menit)
7.
479
b. Laju Reaksi 5 °C /menit
Batubara Kalimantan (Wahau) Batubara Sumatera (Pendopo)
Ea = b x R
= 5298.8 x 8.314
= 44054.22 (J/mol °K)
= 44.05 (KJ/mol °K)
Ea = b x R
= 4493 x 8.314
= 37354.80 (J/mol °K)
= 37.35 (KJ/mol °K)
Persamaan ini menunjukan bahwa energi aktivasi tergantung pada fungsi temperatur.
Kenaikan laju temperatur reaksi akan meningkatkan Energi aktivasi (korelasinya
berbanding lurus). Nilai Energi aktivasi dapat dihitung berdasarkan nilai slop pada
grafik. Dimana nilai slop didapat berdasarkan grafik linearitas, x = (1/T) terhadap y =
(ln k). Besarnya energi aktivasi pada laju pemanasan 1°C/menit sampel batubara
Kalimantan (Wahau) sebesar 34.00 KJ/mol°K dan sampel Sumatra (pendopo) sebesar
30.99 KJ/mol°K sedangkan energi aktivasi pada laju pemanasan 5°C/menit sampel
batubara Kalimantan (Wahau) sebesar 44.05 KJ/Kmol°K dan sampel Sumatra
(pendopo) sebesar 37.35 KJ/Kmol°K. Berdasarkan variasi laju pemanasan dapat
disimpulkan bahwa sampel batubara kalimantan (Wahau) memiliki energi aktivasi yang
lebih tinggi dibandingkan sampel batubara Sumatra (Pendopo).
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian drying kinetic terhadap 2 sampel batubara low rank
Indonesia pada reaktor fixed bed dapat disimpulkan bahwa :
1) Gradien penurunan massa batubara Sumatera Selatan cenderung lebih tinggi
nilainya dari pada batubara Kalimantan Timur pada tingkat laju pemanasan 1
o
C/menit dan 5 o
C/menit, hal ini menunjukkan bahwa unsur porositas sampel
batubara Sumatera Selatan lebih besar dari pada batubara Kalimantan Timur.
2) Besarnya energi aktivasi sebanding dengan laju pemanasan sampel, hal ini
dibuktikan bahwa energi aktifasi pada heat rate 1 o
C/menit adalah 30.99 dan 34
KJ/mol masing-masing sampel batubara Sumatra (Pendopo) dan Kalimantan
(Wahau), sedangkan pada heat rate 5 o
C/menit adalah sebesar 37.35 dan 44.05
KJ/mol masing-masing sampel batubara Sumatra Selatan dan Kalimantan Timur
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Geologi Kementerian ESDM, 2011, Statistik Batubara 2012
2. Li J H, Zhang G E, Huang S, 1991. Investigation of thermal decomposition of
solids. I. Kinetics of thermal dehydration of potasssium oxalate one-hydrate.
Chemical Journal of Chinese Universities, 12:1513–1516.
3. Cheng Q T, Li J H,LXD,1993. Investigation on decomposition of calcium oxalate
monohydrate by correlative judging method. Acta Physico-Chimica Sinica, 9(5):
675–678.
4. Li X, Song H, Wang Q, Meesri C, Wall T, Yu J, 2009. Experimental study on
drying ang moisture re-adsorption kinetics of an Indonesian low rank coal. Journal
of Environmental Science Supplement S127-S130