SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
B.1011.3.04/1
Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi Terhadap Karakteristik
Produk Torefaksi Limbah Kayu Karet
Kelompok B.1011.3.04
Ajimufti Azhari [13008035] dan Anissa Nurdiawati [13008045]
Pembimbing
Dr. Dwiwahju Sasongko
Program Studi Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Bandung
Isu pemanasan global dan ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin menipis menimbulkan
perhatian khusus terhadap sumber energi terbarukan, salah satunya adalah pemanfaatan biomassa
untuk co-firing dengan batubara. Namun terdapat beberapa masalah yang membatasi penggunaan
biomassa ini, seperti tingginya kelembaban, rendahnya densitas energi, nilai kalor pembakaran, dan
ketergerusan biomassa. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas biomassa sebagai bahan bakar
adalah melalui proses torefaksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan temperatur dan waktu
reaksi optimal untuk torefaksi limbah kayu karet. Torefaksi dilakukan dalam reaktor tubular furnace
dengan kombinasi tiga variasi waktu (30, 45, dan 60 menit) dan empat temperatur (225o
C, 250o
C,
275 o
C dan 300o
C). Higher heating value (HHV) kayu karet hasil torefaksi berkisar antara 4.700-
5.800 kcal/gr. Rentang HHV ini setara dengan HHV batubara peringkat lignit hingga subbituminus.
Dengan meninjau parameter HHV, perolehan energi, dan hilang massa, ditentukan kondisi optimal
proses torefaksi kayu karet adalah pada 275o
C 45 menit.
Kata kunci : torefaksi, limbah kayu karet, kondisi operasi
1. PENGANTAR
Isu pemanasan global dan masalah ketersediaan bahan
bakar fosil yang semakin menipis menimbulkan perhatian
khusus terhadap sumber energi terbarukan, salah satunya
adalah pemanfaatan biomassa. Dengan potensi mencapai
470 juta GJ/tahun, pengembangan limbah biomassa di
Indonesia sangat menjanjikan, salah satu pemanfaatannya
adalah co-firing biomassa dengan batubara.
Co-firing adalah modifikasi proses pembakaran di mana
dua atau lebih material dibakar bersama-sama secara
simultan. Tujuan utama dari dilakukannya co-firing
adalah untuk menurunkan efek negatif dari pembakaran
bahan bakar fosil terhadap lingkungan. Dengan
mengganti sebagian batubara dengan biomassa, emisi
CO2 bersih dari proses pembakaran dapat berkurang
karena biomassa dianggap sebagai emitan karbon netral.
Beberapa tipe biomassa juga memiliki kadar abu yang
relatif kecil, sehingga co-firing biomassa dengan batubara
dapat menurunkan emisi partikulat. Namun terdapat
beberapa masalah yang membatasi penggunaan biomassa
sebagai agen co-firing, diantaranya adalah rendahnya
densitas energi, tingginya kelembaban, rendahnya nilai
kalor pembakaran, dan rendahnya ketergerusan biomassa.
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas biomassa
sebagai bahan bakar adalah melalui proses torefaksi.
Torefaksi adalah proses dekomposisi termal material pada
keadaan inert dengan rentang temperatur 200-300o
C.
Karakteristik biomassa hasil torefaksi dipengaruhi oleh
temperatur torefaksi dan waktu reaksi, yang kondisi
optimalnya akan berbeda untuk setiap biomassa. Proses
torefaksi terbukti dapat memperbaiki karakteristik bahan
bakar biomassa agar lebih cocok dibakar bersama dengan
batubara. Torefaksi biomassa telah terbukti mampu
menjadi salah satu metode yang laik untuk mengubah
biomassa menjadi material yang memiliki karakteristik
bahan bakar yang lebih baik. Beberapa keuntungan yang
diberikan oleh proses torefaksi antara lain adalah
mengurangi hambatan akibat variasi berbagai jenis bahan
baku, jenis biomassa, variasi akibat iklim dan musim,
memperbaiki kondisi penyimpanan, dan membuat bahan
baku menjadi lebih tahan lama (Lehtikangas, 1999).
Torefaksi juga akan mengubah biomassa menjadi bersifat
hidrofobik akibat pelepasan gugus-gugus hidroksil pada
saat dekomposisi hemiselolosa sehingga meskipun
disimpan pada kondisi udara terbuka, biomassa hasil
torefaksi tidak akan menyerap kelembaban dan bebas dari
jamur serta ngengat. Beberapa penelitian menunjukkan
moisture intake biomassa hasil torefaksi akan berkurang
hingga maksimum 6%.
Sumber utama dari energi biomassa di Indonesia bisa
diperoleh dari limbah biomassa dengan angka produksi
mencapai 146,7 juta ton per tahun. Jumlah ini ekivalen
dengan energi sebesar 470 juta GJ/tahun. Salah satu
limbah dengan potensi yang sangat besar adalah limbah
kayu karet dengan potensi 120 juta GJ/tahun. Kayu karet
B.1011.3.04/2
selama ini hanya dimanfaatkan sebagai penghasil lateks,
sementara limbah kayu karet yang berukuran relatif kecil
belum dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan
limbah kayu karet sebagai sumber energi diharapkan
dapat mengurangi dampak masalah lingkungan dari
limbah itu sendiri serta meningkatkan nilai tambah dari
limbah biomassa.
Gambar 1 Perubahan fisiokimia pada biomassa
selama proses torefaksi (Bergman dkk., 2005)
2. PERCOBAAN
2.1. Torefaksi
Pada penelitian ini, torefaksi dilangsungkan di dalam
tubular furnace yang terintegrasi dengan alat indikator
dan kontrol temperatur. Skema percobaan ditunjukkan
pada Gambar 2.
Gambar 2 Skema Peralatan Torefaksi
Sekitar 25 gram limbah kayu karet yang telah dikecilkan
ukurannya hingga berdimensi 5 x 5 x 40 mm dimasukkan
ke dalam kassa logam. Kassa dengan biomassa kemudian
dimasukkan ke dalam tubular furnace yang telah
dipanaskan hingga temperatur 100o
C. Tungku dijaga
inert dengan mengalirkan nitrogen teknis sebanyak 260
mL/min, kemudian temperatur dinaikkan sampai
mencapai suhu torefaksi dengan laju pamanasan 45
o
C/menit.
Limbah kayu karet ditorefaksi pada temperatur 225, 250,
275, dan 300 o
C selama waktu reaksi terkoreksi (waktu
ekivalen) 30, 45, dan 60 menit. Pada praktiknya, waktu
yang digunakan untuk prosedur percobaan adalah waktu
tercatat. Hubungan waktu ekivalen dan waktu tercatat
ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Grafik hubungan waktu ekivalen dengan
waktu tercatat
2.2. Analisis
Terdapat empat analisis utama yang diujikan pada produk
hasil penelitian ini yaitu:
a. Hilang Massa
Analisis hilang massa dilakukan dengan menimbang
sampel sebelum dan setelah ditorefaksi.
b. Kandungan Proksimat
Analisis kandungan proksimat dilakukan untuk
mengetahui kadar kelembaban, zat terbang, karbon
tetap, dan abu dari sampel.
c. Higher Heating Value (HHV)
Analisis HHV dilakukan untuk mengetahui nilai
kalor sampel per satuan massa.
d. Hardgrove Grindability Index (HGI)
Analisis ketergerusan dengan rentang 0 (paling sulit
digerus) sampai 100 (paling mudah digerus)
Adapun analisis HGI tidak dilakukan secara menyeluruh
pada seluruh variasi percobaan yang dilakukan, sementara
analisis hilang massa, kandungan proksimat, dan HHV
diujikan pada produk hasil seluruh variasi. Tabel 1
menunjukkan pengujian yang dilakukan pada setiap
variasi percobaan.
Tabel 1 Jenis analisis pada setiap variasi
Waktu
Torefaksi
(menit)
Temperatur Torefaksi (o
C)
225 250 275 300
30 X X X O
45 X X O X
60 X X X O
Keterangan :
X = tanpa analisis HGI
O = dengan analisis HGI
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Perubahan Fisik
Salah satu perubahan yang mencolok ialah perubahan
warna kayu tertorefaksi. Warna kayu karet pada
umumnya adalah coklat terang, sementara kayu yang
telah tertorefaksi akan memiliki warna coklat yang lebih
gelap hingga mendekati hitam, bergantung pada suhu dan
waktu torefaksi. Semakin lama waktu dan semakin tinggi
temperatur torefaksi akan membuat produk kayu
tertorefaksi berwarna semakin gelap. Menurut Zanzi dkk.
(2002) perubahan warna pada biomassa tertorefaksi
terjadi pada temperatur 180 – 270o
C, yaitu saat terjadi
B.1011.3.04/3
degradasi pada hemiselulosa. Pada rentang temperatur ini,
biomassa akan melepaskan banyak uap air, karbon
dioksida, serta gugus asam asetat dan sedikit fenol.
Pelepasan gugus asam asetat dan fenol diperkirakan
menjadi indikasi utama terjadinya perubahan warna pada
biomassa selama proses torefaksi (Tumurulu dkk., 2010)
3.2 Hilang Massa
Pada proses torefaksi, terjadi penguapan air dan material
zat terbang berenergi rendah yang secara langsung akan
berdampak pada kehilangan massa produk torefaksi. Hasil
pengukuran hilang massa pada proses torefaksi kayu karet
pada berbagai waktu reaksi ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4 Kurva perolehan fraksi massa sisa produk
torefaksi kayu karet pada berbagai waktu reaksi
Dari Gambar 4 terlihat kecenderungan hilang massa yang
semakin besar untuk waktu reaksi dan temperatur
torefaksi yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan antara
lain karena pada temperatur yang lebih rendah, hanya
hemiselulosa yang aktif terdekomposisi dan teruapkan
akibat proses torefaksi. Sementara itu, pada temperatur
yang lebih tinggi, selulosa dan lignin pada biomassa
semakin aktif terdekomposisi dan tervolatilisasi sehingga
semakin banyak massa kayu karet yang hilang akibat
proses volatilisasi yang menyerang seluruh bagian
lignoselulosa kayu karet. Hal ini menyebabkan hilang
massa yang lebih signifikan pada proses torefaksi dengan
temperatur dan waktu reaksi yang lebih tinggi.
Proses torefaksi pada temperatur di atas 300o
C akan
menyebabkan volatilisasi dari komponen yang memiliki
nilai kalor tinggi serta memiliki kecenderungan untuk
membentuk tar yang lebih banyak. Kondisi ini dianggap
sudah berada di luar lingkup mild pyrolysis, melainkan
sudah memasuki tahap hard pyrolysis yang akan
menghasilkan produk cair yang lebih banyak (Bergman,
2005)
3.3 Kandungan Proksimat
Analisis proksimat menggambarkan kandungan
air/kelembaban, zat-zat terbang, abu, dan karbon tetap
yang dimiliki suatu bahan, termasuk kayu karet. Secara
teoritis, proses torefaksi akan mengurangi kandungan air
dan zat-zat terbang dengan tingkat energi rendah akibat
proses penguapan (volatilisasi), namun akan
mempertahankan kandungan karbon tetap dan abu yang
terkandung di dalam kayu karet.
Untuk mempermudah proses analisis, data kandungan
proksimat ini akan diolah bersama dengan data hilang
massa. Dengan menggunakan basis massa awal kayu
karet sebesar 100 gram, akan dihasilkan data perolehan
massa kandungan proksimat dari masing-masing variasi
temperatur dan waktu tinggal. Gambar 5 – Gambar 7
menunjukkan pengaruh temperatur terhadap komposisi
proksimat dengan waktu reaksi 60 menit. Jika ketiga
gambar dibandingkan, terlihat bahwa pengaruh
temperatur akan lebih signifikan pada waktu reaksi yang
lebih panjang.
Gambar 5 Kandungan proksimat produk torefaksi
kayu karet pada variasi waktu reaksi 30 menit
Gambar 6 Kandungan proksimat produk torefaksi
kayu karet pada variasi waktu reaksi 45 menit
Gambar 7 Kandungan proksimat produk torefaksi
kayu karet pada waktu reaksi 60 menit
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0 100 200 300 400
Fraksimassasisa
Temperatur (oC)
30 min
45 min
60 min
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 225 250 275 300
Komposisi(%)
Temperatur (oC
Moisture
VM
Abu
Fixed
Carbon
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 225 250 275 300
Komposisi(%)
Temperatur (oC
Moisture
VM
Abu
Fixed
Carbon
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 225 250 275 300
Komposisi(%)
Temperatur (oC)
Moisture
VM
Abu
Fixed
Carbon
B.1011.3.04/4
Kandungan abu kayu karet memiliki rentang 0,30-1,06%.
Rentang ini diakibakan karena variasi alami dari sampel
kayu karet yang digunakan, yaitu kandungan awal kayu
yang tidak homogen akibat usia kayu dan bagian kayu
yang digunakan dalam percobaan ini cukup beragam. Dari
data kandungan ini pula, terlihat bahwa kayu karet dapat
menjadi opsi yang baik sebagai bahan bakar padat
subtituen batubara karena memiliki kandungan abu yang
relatif kecil bila dibandingkan dengan bahan potensial
lain di Indonesia seperti cangkang sawit (2,13%-3,65%,
Abirama dkk., 2009) maupun jerami (19,2%, Dermibas,
2005). Kandungan abu yang kecil akan mengurangi massa
tak efektif dan limbah yang dihasilkan dari proses
pembakaran.
Dari Gambar 5 – Gambar 7, terlihat pula bahwa kadar
air/kelembaban produk torefaksi kayu karet
memperlihatkan kecenderungan untuk turun hingga statis
pada nilai tertentu setelah dibiarkan dalam kondisi ruang.
Tipikal perolehan kelembaban biomassa hasil torefaksi,
setelah dibiarkan dalam kondisi ruang, ialah antara 1-6%
dalam basis massa (Bergman dan Kiel, 2005). Nilai
kelembaban yang dihasilkan pada torefaksi kayu karet
memperlihatkan kecenderungan yang serupa pada seluruh
waktu dan temperatur torefaksi yang diujikan.
Sementara itu, kandungan zat terbang juga berkurang
seiring meningkatnya waktu maupun temperatur torefaksi
akibat volatilisasi dari gugus-gugus berenergi rendah
pasca torefaksi. Nilai kandungan zat terbang dari produk
torefaksi kayu karet yang dilakukan pada percobaan ini
menunjukkan kandungan zat terbang pada rentang yang
beragam, yaitu pada 25-65%.
Kandungan fixed carbon seharusnya memiliki nilai yang
tetap pada basis massa yang sama. Namun, hasil
percobaan menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan
naiknya kandungan karbon tetap di dalam produk
torefaksi seiring bertambahnya temperatur maupun waktu
reaksi dari proses torefaksi. Untuk memperjelas
pengamatan, Gambar 8 menunjukkan perolehan karbon
tetap pada berbagai temperatur torefaksi.
Gambar 8 Perolehan karbon tetap pada berbagai
temperatur torefaksi
Fenomena perbedaan komposisi karbon tetap hingga 5%
ini diduga terjadi akibat dua hal, pertama adalah akibat
variasi alami sampel kayu karet atau akibat terjadinya
pembentukan arang (charcoal) hemiselulosa akibat proses
karbonisasi (Prins dkk., 2005). Dari Gambar 4.5, proses
karbonisasi pada hemiselulosa diperkirakan mulai terjadi
pada temperatur 275o
C dan menjadi lebih signifikan pada
temperatur torefaksi yang lebih tinggi.
3.4 Nilai Kalor
Kalor pembakaran dari biomassa tertorefaksi meningkat
seiring dengan peningkatan temperatur dan waktu reaksi.
Dari Gambar 9 terlihat bahwa temperatur jauh lebih
berpengaruh dibandingkan waktu reaksi terhadap nilai
kalor pembakaran biomassa tertorefaksi. Pada temperatur
rendah, yaitu 225o
C, pengaruh waktu tinggal tidak begitu
signifikan, hal ini terlihat bahwa nilai kalor pembakaran
pada 225o
C untuk waktu reaksi 30, 45, dan 60 tidak jauh
berbeda. Pengaruh temperatur pada waktu reaksi yang
singkat, yaitu 30 menit, tidak begitu signifikan, terlihat
pada bentuk kurva yang relatif mendatar. Pada torefaksi
temperatur rendah, dekomposisi biomassa yang dominan
terjadi adalah devolatilisasi dan karbonisasi dari
hemiselulosa. Pada rejim temperatur tinggi dekomposisi
terjadi lebih intensif dimana lignin dan selulosa turut
mengalami devolatilisasi dan karbonisasi. Pada
temperatur yang lebih tinggi dan waktu reaksi yang lebih
lama terjadi pelepasan lebih banyak volatile matter yang
menyebabkan peningkatan HHV produk lebih signifikan.
Gambar 9 Pengaruh waktu dan temperatur torefaksi
terhadap nilai kalor pembakaran
Biomassa kayu karet hasil torefaksi memiliki nilai HHV
yang berkisar antara 4.700 – 5.800 kal/gram. Nilai HHV
dari biomassa kayu karet tertorefaksi ini sudah memasuki
rentang HHV batubara jenis lignit hingga subbituminus
dan sudah setara dengan HHV batubara yang diproduksi
di Indonesia. Perolehan energi untuk kayu karet hasil
torefaksi berkisar pada angka 67%-92% dimana angka ini
berada di atas presentase hilang massanya. Agar tetap
berjalan ekonomis, maka perolehan energi tidak boleh
terlalu kecil, perolehan energi tipikalnya diharapkan
berada di atas 80%.
3.5 Ketergerusan
Peningkatan kemudahan biomassa tertorefaksi untuk
digerus dapat disebabkan oleh dekomposisi komponen-
komponen biomassa selama proses torefaksi (Arias dkk.,
2008; Mani, 2009). Biomassa terdiri atas komponen
berserat dan dihubungkan oleh komponen lignin sebagai
pengikat serat sehingga bersifat ulet. Bergman dan Kiel
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
225 250 275 300
Komposisi(%)
Temperatur (C)
30 menit
45 menit
60 menit
4000
4200
4400
4600
4800
5000
5200
5400
5600
5800
6000
200 250 300 350
NilaiKalorPembakaran
(kal/gr,adb)
Temperatur (oC)
30 min
45 min
60 min
B.1011.3.04/5
(2005) mengajukan hipotesis bahwa biomassa kehilangan
karakteristik keuletannya terutama disebabkan oleh
dekomposisi matriks hemiselulosa dan depolimerisasi
selulosa yang menyebabkan pengurangan panjang serat-
serat biomassa.
Analisis Hardgrove Grindability Index (HGI) dilakukan
hanya pada tiga sampel produk kayu karet tertorefaksi.
Kayu karet hasil torefaksi pada kondisi 2750
C-45 menit
dan 3000
C- 30 menit dipilih karena menghasilkan kayu
karet tertorefaksi yang memenuhi ketiga parameter yang
dioptimasi, yaitu dari segi hilang massa, perolehan energi
dan nilai kalor pembakaran. Torefaksi pada 3000
C- 60
menit adalah kondisi paling ekstrem diantara variasi yang
ada sehingga dipilih sebagai pembanding. Hasil perolehan
HGI kayu karet tertorefaksi ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai HGI produk torefaksi kayu karet
Temperatur
(o
C)
t
(menit)
HGI
Kayu Karet
275 45 14
300 30 11
300 60 73
Nilai HGI menunjukkan kemudahan untuk digerus.
Semakin besar nilai HGI maka semakin mudah biomassa
untuk digerus atau dapat dikorelasikan dengan semakin
kecilnya energi penggerusan yang dibutuhkan. Dapat
dilihat pada Tabel 2, nilai HGI untuk kayu karet pada
275o
C 45 menit dan 300o
C 30 menit jauh lebih rendah
dibandingkan HGI batubara yang berkisar antara 32-115
(Bridgeman dkk., 2010).
3.5 Penentuan Kondisi Optimal Torefaksi Kayu Karet
Semakin tinggi temperatur torefaksi dan semakin lama
waktu tinggal torefaksi nilai HHV kayu karet akan
semakin tinggi, tetapi hilang massa juga semakin banyak.
Jika hilang massa terlalu banyak maka torefaksi kayu
karet tidak akan ekonomis. Oleh karena itu diperlukan
penetapan kondisi optimum untuk proses torefaksi kayu
karet. Adapun parameter-parameter dalam penentuan
kondisi optimum torefaksi kayu karet adalah sebagai
berikut:
1. Higher Heating Value : Lebih besar dari 4800
kcal/kg agar bisa dibakar bersama batubara
dengan kualitas rendah seperti lignite atau sub-
bituminous
2. Energy Yield : > 80% agar proses co-firing tetap
berjalan ekonomis.
3. Kadar zat terbang 60-75%, kadar kelembaban
setelah disimpan dalam kondisi ruang
maksimum 3%, dan hilang massa antara 10-30%
(Prins dkk., 2005)
4. Apabila diketahui beberapa parameter proses
torefaksi menghasilkan produk torefaksi kayu
karet dengan karakteristik pembakaran yang
relatif sama baiknya, maka dipilih parameter
proses yang efisien (temperatur lebih rendah dan
waktu tinggal torefaksi lebih sebentar).
5. HGI: Tidak ditetapkan nilainya karena tidak
keseluruhan hasil torefaksi dapat diuji. Meskipun
demikian, kondisi torefaksi pada 300o
C dan 60
menit mampu menghasilkan nilai HGI yang
sama dengan batubara.
Berdasarkan parameter-parameter tersebut diperoleh
kondisi torefaksi yang menghasilkan kayu karet dengan
karakteristik pembakaran terbaik adalah torefaksi pada
temperatur 275o
C dan waktu reaksi 45 menit. Secara
komparatif, kayu karet hasil torefaksi pada kondisi
optimum sudah mampu mengimbangi karakteristik
batubara. Perbandingan ini disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan karakteristik kayu karet
tertorefaksi dan beberapa batubara Indonesia
Parameter
Kayu
karet
Kayu karet
tertorefaksi
Batubara
Batubara
Arutmin 5000
(PT.Arutmin)a
Batubara Lati
(PT.Berau
Coal)b
HHV
(kcal/gr)
4.286 5005 5.522 4.952
% Fixed
Carbon
(adb)
16,21 24,29 37,3 39,4
% Volatile
Matters
(adb)
73,91 71 39,5 38,1
% Ash
(adb)
1,01 0,81 8,9 4,5
% Moisture
Content
(adb)
8,87 3,9 14,3 18-26
HGI - 14 50 50
a
: diambil dari http://www.arutmin.com/?page=/marketing/product.px
b
: diambil dari http://www.apbi-icma.com
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Secara umum temperatur torefaksi memberikan
pengaruh yang lebih signifikan terhadap
karakteristik pembakaran produk dibandingkan
waktu torefaksi
2. Semakin tinggi temperatur dan waktu torefaksi,
nilai kalor pembakaran dan ketergerusan
biomassa semakin meningkat. Akan tetapi, hal
ini diikuti dengan hilang massa yang semakin
besar yang membuat diperlukannya penentuan
kondisi optimal untuk proses torefaksi.
3. Berdasarkan parameter nilai kalor pembakaran,
perolehan energi, hilang massa, dan nilai
kelembaban, maka kondisi optimal torefaksi
limbah kayu karet adalah pada temperatur 275o
C
dan waktu reaksi 45 menit. Akan tetapi, kondisi
optimal ini belum memberikan nilai HGI yang
sesuai untuk keperluan co-firing biomassa pada
sistem pembakaran pulverized bed.
Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan
penelitian ini kedepannya adalah:
1. Melakukan analisis komponen selulosa,
hemiselulosa, dan lignin untuk mengetahui
fenomena dekomposisi yang terjadi pada proses
torefaksi biomassa.
B.1011.3.04/6
2. Menggunakan oven furnace sebagai reaktor
sehingga memungkinkan perolehan produk
torefaksi yang lebih banyak dibandingkan
dengan menggunakan tubular furnace. Hal ini
disarankan dengan pertimbangan bahwa
kapasitas tubular furnace sangat kecil (20-25
gram) jika dibandingkan dengan kebutuhan
analisis yang mencapai 250 gram.
3. Melakukan modifikasi analisis HGI untuk
biomassa, baik dari prosedur maupun peralatan,
agar hasil yang diperoleh terjamin tingkat
validitasnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dwiwahju Sasongko atas bimbingan
selama pelaksanaan penelitian.
2. Program Studi Teknik Kimia ITB atas bantuan
administrasi terkait penelitian ini.
3. Ibu Tati, Ibu Teti dan staf Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
(PPPTMB), atas bantuan dalam proses analisis
dan pemberian keringanan biaya analisis.
4. Staf Laboratorium Analisis Batubara, Program
Studi Teknik Pertambangan ITB atas bantuan
dalam proses analisis.
5. Staf bengkel logam Teknik Kimia ITB, atas
bantuannya dalam perbaikan alat.
LITERATUR
1. Abirama, R.A.; Mandolang, K., “Pengaruh
temperatur dan waktu tinggal terhadap kualitas
produk torefaksi limbah cangkang kelapa
sawit”, Laporan Penelitian S1 Teknik Kimia,
ITB, 2010.
2. Arias, B.R.; Pevida, C.G.; Fermoso, J.D.; Plaza,
M.G.; Rubiera, F.G.; Martinez, J.J.P., “Influence
of torrefaction on the grindability and reactivity
of woody biomass,” Fuel Processing Technology.
89(2), 2008, 169–175.
3. Bergman, P.C.A.; Kiel, J.H.A., “Torrefaction for
biomass upgrading”, Published at 14th European
Biomass Conference & Exhibition, Paris, France,
October 17–21, 2005.
4. Bergman, P.C.A.; Boersma, A.R.; Zwart,
R.W.H.; Kiel, J.H.A., “Torrefaction for biomass
co-firing in existing coal-fired power stations”,
ECN-C--05-013 2005.
5. Bridgeman, T.G.; Jones, J.M.; Williams, P.T.;
Waldron, D.J., “An investigation of the
grindability of two torrefied energy crops”, Fuel
89, 2010, 3911-3918.
6. Demirbas, A., “Pyrolysis mechanisms of biomass
materials,” Energy Sources, Part A: Recovery,
Utilization, and Environmental Effects, 31(13),
2009, 1186–1193.
7. Lehtikangas, P., “Quality properties of fuel
pellets from forest biomass,” Licentiate Thesis,
University of Agricultural Sciences, Uppsala,
Sweden, 1999.
8. Mani, S., “Integrating biomass torrefaction with
thermo-chemical conversion processes,”
Proceedings of the 2009 AIChE Annual
Meeting, Nashville, Tennessee, Nov 8–13, 2009.
9. Prins, M. J., “Thermodynamic analysis of
biomass gasification and torrefaction”, Master
Thesis, Technische Universiteit Eindhoven,
2005.
10. Tumurulu, J.S.; Sokhansanj, S.; Wright, C.T.;
Boardman, R.D., “Biomass torrefaction process
review and moving bed torrefaction system
model development”, Idaho National Laboratory,
2010.
11. Zanzi, R.; Ferro, D.T.; Torres, A.; Soler, P.B.;
Bjornbom, E., “Biomass torrefaction”, 6th Asia-
Pacific International Symposium on Combustion
and Energy Utilization, Kuala Lumpur, May 20–
22, 2002.

More Related Content

Viewers also liked

Materias primas,fuentes de energia,areas industrializadas
Materias primas,fuentes de energia,areas industrializadasMaterias primas,fuentes de energia,areas industrializadas
Materias primas,fuentes de energia,areas industrializadas
Rebeca Boroi
 
Damon Bomar Portfolio
Damon Bomar PortfolioDamon Bomar Portfolio
Damon Bomar Portfolio
Damon Bomar
 
Trading Clearing Systems Test Automation
Trading Clearing Systems Test AutomationTrading Clearing Systems Test Automation
Trading Clearing Systems Test Automation
Iosif Itkin
 
Usr local_www_artikel_downloads_20131031091238-07-13008042
 Usr local_www_artikel_downloads_20131031091238-07-13008042 Usr local_www_artikel_downloads_20131031091238-07-13008042
Usr local_www_artikel_downloads_20131031091238-07-13008042
Operator Warnet Vast Raha
 
Tudo é física mecânica-cinemática-movimento uniforme
Tudo é física   mecânica-cinemática-movimento uniformeTudo é física   mecânica-cinemática-movimento uniforme
Tudo é física mecânica-cinemática-movimento uniforme
Josebes Lopes Dos Santos
 

Viewers also liked (14)

Materias primas,fuentes de energia,areas industrializadas
Materias primas,fuentes de energia,areas industrializadasMaterias primas,fuentes de energia,areas industrializadas
Materias primas,fuentes de energia,areas industrializadas
 
190996637 perekonomian-rakyat
190996637 perekonomian-rakyat190996637 perekonomian-rakyat
190996637 perekonomian-rakyat
 
78711004 perekonomian
78711004 perekonomian78711004 perekonomian
78711004 perekonomian
 
Damon Bomar Portfolio
Damon Bomar PortfolioDamon Bomar Portfolio
Damon Bomar Portfolio
 
118571425 perekonomian-indonesia
118571425 perekonomian-indonesia118571425 perekonomian-indonesia
118571425 perekonomian-indonesia
 
133821456 makalah-bahasa-perekonomian
133821456 makalah-bahasa-perekonomian133821456 makalah-bahasa-perekonomian
133821456 makalah-bahasa-perekonomian
 
Feliz navidad
Feliz navidadFeliz navidad
Feliz navidad
 
Joint Commission Names South Nassau “Top Performer on Key Quality Measures®”
Joint Commission Names South Nassau  “Top Performer on Key Quality Measures®”Joint Commission Names South Nassau  “Top Performer on Key Quality Measures®”
Joint Commission Names South Nassau “Top Performer on Key Quality Measures®”
 
About me
About meAbout me
About me
 
Trading Clearing Systems Test Automation
Trading Clearing Systems Test AutomationTrading Clearing Systems Test Automation
Trading Clearing Systems Test Automation
 
KentSmith
KentSmithKentSmith
KentSmith
 
Usr local_www_artikel_downloads_20131031091238-07-13008042
 Usr local_www_artikel_downloads_20131031091238-07-13008042 Usr local_www_artikel_downloads_20131031091238-07-13008042
Usr local_www_artikel_downloads_20131031091238-07-13008042
 
133211867 sistem-perekonomian
133211867 sistem-perekonomian133211867 sistem-perekonomian
133211867 sistem-perekonomian
 
Tudo é física mecânica-cinemática-movimento uniforme
Tudo é física   mecânica-cinemática-movimento uniformeTudo é física   mecânica-cinemática-movimento uniforme
Tudo é física mecânica-cinemática-movimento uniforme
 

Similar to Usr local_www_artikel_downloads_20131031092044-07-13008045

4 pengaruh ketinggian lubang udara pada tungku pembakaran biomassa terhadap u...
4 pengaruh ketinggian lubang udara pada tungku pembakaran biomassa terhadap u...4 pengaruh ketinggian lubang udara pada tungku pembakaran biomassa terhadap u...
4 pengaruh ketinggian lubang udara pada tungku pembakaran biomassa terhadap u...
Mirmanto
 
Limbah sebagai siklus tercepat sumber energi terbarukan melalui toss model
Limbah sebagai siklus tercepat sumber energi terbarukan melalui toss modelLimbah sebagai siklus tercepat sumber energi terbarukan melalui toss model
Limbah sebagai siklus tercepat sumber energi terbarukan melalui toss model
Habib aryawan
 
Tugas metode penelitian Teknik Mesin
Tugas metode penelitian Teknik MesinTugas metode penelitian Teknik Mesin
Tugas metode penelitian Teknik Mesin
Alekson Sihombing
 

Similar to Usr local_www_artikel_downloads_20131031092044-07-13008045 (20)

Ppt krbon aktif
Ppt krbon aktifPpt krbon aktif
Ppt krbon aktif
 
Contoh proposal 1
Contoh proposal 1Contoh proposal 1
Contoh proposal 1
 
200 653-1-pb
200 653-1-pb200 653-1-pb
200 653-1-pb
 
Analisis proksimat
Analisis proksimat Analisis proksimat
Analisis proksimat
 
admin,+Papper+Bio-Oil+Rev..pdf
admin,+Papper+Bio-Oil+Rev..pdfadmin,+Papper+Bio-Oil+Rev..pdf
admin,+Papper+Bio-Oil+Rev..pdf
 
Kayu sebagai bahan bakar
Kayu sebagai bahan bakarKayu sebagai bahan bakar
Kayu sebagai bahan bakar
 
Proposal Tesis Nashrul Chanief Hidayat.pptx
Proposal Tesis Nashrul Chanief Hidayat.pptxProposal Tesis Nashrul Chanief Hidayat.pptx
Proposal Tesis Nashrul Chanief Hidayat.pptx
 
PPT Energi Lingkungan 1.pptx
PPT Energi Lingkungan 1.pptxPPT Energi Lingkungan 1.pptx
PPT Energi Lingkungan 1.pptx
 
Tugas teknik tambang batubara Institut Teknologi Medan
Tugas teknik tambang batubara Institut Teknologi MedanTugas teknik tambang batubara Institut Teknologi Medan
Tugas teknik tambang batubara Institut Teknologi Medan
 
Proses produksi sawdust briquette, efb briquette, sawdust charcoal briquette
Proses produksi sawdust briquette, efb briquette, sawdust charcoal briquetteProses produksi sawdust briquette, efb briquette, sawdust charcoal briquette
Proses produksi sawdust briquette, efb briquette, sawdust charcoal briquette
 
4 pengaruh ketinggian lubang udara pada tungku pembakaran biomassa terhadap u...
4 pengaruh ketinggian lubang udara pada tungku pembakaran biomassa terhadap u...4 pengaruh ketinggian lubang udara pada tungku pembakaran biomassa terhadap u...
4 pengaruh ketinggian lubang udara pada tungku pembakaran biomassa terhadap u...
 
Limbah sebagai siklus tercepat sumber energi terbarukan melalui toss model
Limbah sebagai siklus tercepat sumber energi terbarukan melalui toss modelLimbah sebagai siklus tercepat sumber energi terbarukan melalui toss model
Limbah sebagai siklus tercepat sumber energi terbarukan melalui toss model
 
Tugas metode penelitian Teknik Mesin
Tugas metode penelitian Teknik MesinTugas metode penelitian Teknik Mesin
Tugas metode penelitian Teknik Mesin
 
Ipa7 kd10-e
Ipa7 kd10-eIpa7 kd10-e
Ipa7 kd10-e
 
Kinetic drying low rank coal am te q 2015 new
Kinetic drying low rank coal am te q 2015 newKinetic drying low rank coal am te q 2015 new
Kinetic drying low rank coal am te q 2015 new
 
RA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdf
RA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdfRA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdf
RA_GILANG ARIYANTO_120370042_GENESA BATUBARA.pdf
 
BOiler.pdf
BOiler.pdfBOiler.pdf
BOiler.pdf
 
8. Bahan bakar Fosil.pptx
8. Bahan bakar Fosil.pptx8. Bahan bakar Fosil.pptx
8. Bahan bakar Fosil.pptx
 
Pengaruh Kecepatan angin terhadap kenaikan temperatur dan lamanya waktu pada ...
Pengaruh Kecepatan angin terhadap kenaikan temperatur dan lamanya waktu pada ...Pengaruh Kecepatan angin terhadap kenaikan temperatur dan lamanya waktu pada ...
Pengaruh Kecepatan angin terhadap kenaikan temperatur dan lamanya waktu pada ...
 
Jurnal ilmiah material__umen_rumendi
Jurnal ilmiah material__umen_rumendiJurnal ilmiah material__umen_rumendi
Jurnal ilmiah material__umen_rumendi
 

More from Operator Warnet Vast Raha

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Usr local_www_artikel_downloads_20131031092044-07-13008045

  • 1. B.1011.3.04/1 Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi Terhadap Karakteristik Produk Torefaksi Limbah Kayu Karet Kelompok B.1011.3.04 Ajimufti Azhari [13008035] dan Anissa Nurdiawati [13008045] Pembimbing Dr. Dwiwahju Sasongko Program Studi Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung Isu pemanasan global dan ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin menipis menimbulkan perhatian khusus terhadap sumber energi terbarukan, salah satunya adalah pemanfaatan biomassa untuk co-firing dengan batubara. Namun terdapat beberapa masalah yang membatasi penggunaan biomassa ini, seperti tingginya kelembaban, rendahnya densitas energi, nilai kalor pembakaran, dan ketergerusan biomassa. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas biomassa sebagai bahan bakar adalah melalui proses torefaksi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan temperatur dan waktu reaksi optimal untuk torefaksi limbah kayu karet. Torefaksi dilakukan dalam reaktor tubular furnace dengan kombinasi tiga variasi waktu (30, 45, dan 60 menit) dan empat temperatur (225o C, 250o C, 275 o C dan 300o C). Higher heating value (HHV) kayu karet hasil torefaksi berkisar antara 4.700- 5.800 kcal/gr. Rentang HHV ini setara dengan HHV batubara peringkat lignit hingga subbituminus. Dengan meninjau parameter HHV, perolehan energi, dan hilang massa, ditentukan kondisi optimal proses torefaksi kayu karet adalah pada 275o C 45 menit. Kata kunci : torefaksi, limbah kayu karet, kondisi operasi 1. PENGANTAR Isu pemanasan global dan masalah ketersediaan bahan bakar fosil yang semakin menipis menimbulkan perhatian khusus terhadap sumber energi terbarukan, salah satunya adalah pemanfaatan biomassa. Dengan potensi mencapai 470 juta GJ/tahun, pengembangan limbah biomassa di Indonesia sangat menjanjikan, salah satu pemanfaatannya adalah co-firing biomassa dengan batubara. Co-firing adalah modifikasi proses pembakaran di mana dua atau lebih material dibakar bersama-sama secara simultan. Tujuan utama dari dilakukannya co-firing adalah untuk menurunkan efek negatif dari pembakaran bahan bakar fosil terhadap lingkungan. Dengan mengganti sebagian batubara dengan biomassa, emisi CO2 bersih dari proses pembakaran dapat berkurang karena biomassa dianggap sebagai emitan karbon netral. Beberapa tipe biomassa juga memiliki kadar abu yang relatif kecil, sehingga co-firing biomassa dengan batubara dapat menurunkan emisi partikulat. Namun terdapat beberapa masalah yang membatasi penggunaan biomassa sebagai agen co-firing, diantaranya adalah rendahnya densitas energi, tingginya kelembaban, rendahnya nilai kalor pembakaran, dan rendahnya ketergerusan biomassa. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas biomassa sebagai bahan bakar adalah melalui proses torefaksi. Torefaksi adalah proses dekomposisi termal material pada keadaan inert dengan rentang temperatur 200-300o C. Karakteristik biomassa hasil torefaksi dipengaruhi oleh temperatur torefaksi dan waktu reaksi, yang kondisi optimalnya akan berbeda untuk setiap biomassa. Proses torefaksi terbukti dapat memperbaiki karakteristik bahan bakar biomassa agar lebih cocok dibakar bersama dengan batubara. Torefaksi biomassa telah terbukti mampu menjadi salah satu metode yang laik untuk mengubah biomassa menjadi material yang memiliki karakteristik bahan bakar yang lebih baik. Beberapa keuntungan yang diberikan oleh proses torefaksi antara lain adalah mengurangi hambatan akibat variasi berbagai jenis bahan baku, jenis biomassa, variasi akibat iklim dan musim, memperbaiki kondisi penyimpanan, dan membuat bahan baku menjadi lebih tahan lama (Lehtikangas, 1999). Torefaksi juga akan mengubah biomassa menjadi bersifat hidrofobik akibat pelepasan gugus-gugus hidroksil pada saat dekomposisi hemiselolosa sehingga meskipun disimpan pada kondisi udara terbuka, biomassa hasil torefaksi tidak akan menyerap kelembaban dan bebas dari jamur serta ngengat. Beberapa penelitian menunjukkan moisture intake biomassa hasil torefaksi akan berkurang hingga maksimum 6%. Sumber utama dari energi biomassa di Indonesia bisa diperoleh dari limbah biomassa dengan angka produksi mencapai 146,7 juta ton per tahun. Jumlah ini ekivalen dengan energi sebesar 470 juta GJ/tahun. Salah satu limbah dengan potensi yang sangat besar adalah limbah kayu karet dengan potensi 120 juta GJ/tahun. Kayu karet
  • 2. B.1011.3.04/2 selama ini hanya dimanfaatkan sebagai penghasil lateks, sementara limbah kayu karet yang berukuran relatif kecil belum dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan limbah kayu karet sebagai sumber energi diharapkan dapat mengurangi dampak masalah lingkungan dari limbah itu sendiri serta meningkatkan nilai tambah dari limbah biomassa. Gambar 1 Perubahan fisiokimia pada biomassa selama proses torefaksi (Bergman dkk., 2005) 2. PERCOBAAN 2.1. Torefaksi Pada penelitian ini, torefaksi dilangsungkan di dalam tubular furnace yang terintegrasi dengan alat indikator dan kontrol temperatur. Skema percobaan ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 Skema Peralatan Torefaksi Sekitar 25 gram limbah kayu karet yang telah dikecilkan ukurannya hingga berdimensi 5 x 5 x 40 mm dimasukkan ke dalam kassa logam. Kassa dengan biomassa kemudian dimasukkan ke dalam tubular furnace yang telah dipanaskan hingga temperatur 100o C. Tungku dijaga inert dengan mengalirkan nitrogen teknis sebanyak 260 mL/min, kemudian temperatur dinaikkan sampai mencapai suhu torefaksi dengan laju pamanasan 45 o C/menit. Limbah kayu karet ditorefaksi pada temperatur 225, 250, 275, dan 300 o C selama waktu reaksi terkoreksi (waktu ekivalen) 30, 45, dan 60 menit. Pada praktiknya, waktu yang digunakan untuk prosedur percobaan adalah waktu tercatat. Hubungan waktu ekivalen dan waktu tercatat ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Grafik hubungan waktu ekivalen dengan waktu tercatat 2.2. Analisis Terdapat empat analisis utama yang diujikan pada produk hasil penelitian ini yaitu: a. Hilang Massa Analisis hilang massa dilakukan dengan menimbang sampel sebelum dan setelah ditorefaksi. b. Kandungan Proksimat Analisis kandungan proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar kelembaban, zat terbang, karbon tetap, dan abu dari sampel. c. Higher Heating Value (HHV) Analisis HHV dilakukan untuk mengetahui nilai kalor sampel per satuan massa. d. Hardgrove Grindability Index (HGI) Analisis ketergerusan dengan rentang 0 (paling sulit digerus) sampai 100 (paling mudah digerus) Adapun analisis HGI tidak dilakukan secara menyeluruh pada seluruh variasi percobaan yang dilakukan, sementara analisis hilang massa, kandungan proksimat, dan HHV diujikan pada produk hasil seluruh variasi. Tabel 1 menunjukkan pengujian yang dilakukan pada setiap variasi percobaan. Tabel 1 Jenis analisis pada setiap variasi Waktu Torefaksi (menit) Temperatur Torefaksi (o C) 225 250 275 300 30 X X X O 45 X X O X 60 X X X O Keterangan : X = tanpa analisis HGI O = dengan analisis HGI 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Perubahan Fisik Salah satu perubahan yang mencolok ialah perubahan warna kayu tertorefaksi. Warna kayu karet pada umumnya adalah coklat terang, sementara kayu yang telah tertorefaksi akan memiliki warna coklat yang lebih gelap hingga mendekati hitam, bergantung pada suhu dan waktu torefaksi. Semakin lama waktu dan semakin tinggi temperatur torefaksi akan membuat produk kayu tertorefaksi berwarna semakin gelap. Menurut Zanzi dkk. (2002) perubahan warna pada biomassa tertorefaksi terjadi pada temperatur 180 – 270o C, yaitu saat terjadi
  • 3. B.1011.3.04/3 degradasi pada hemiselulosa. Pada rentang temperatur ini, biomassa akan melepaskan banyak uap air, karbon dioksida, serta gugus asam asetat dan sedikit fenol. Pelepasan gugus asam asetat dan fenol diperkirakan menjadi indikasi utama terjadinya perubahan warna pada biomassa selama proses torefaksi (Tumurulu dkk., 2010) 3.2 Hilang Massa Pada proses torefaksi, terjadi penguapan air dan material zat terbang berenergi rendah yang secara langsung akan berdampak pada kehilangan massa produk torefaksi. Hasil pengukuran hilang massa pada proses torefaksi kayu karet pada berbagai waktu reaksi ditunjukkan oleh Gambar 4. Gambar 4 Kurva perolehan fraksi massa sisa produk torefaksi kayu karet pada berbagai waktu reaksi Dari Gambar 4 terlihat kecenderungan hilang massa yang semakin besar untuk waktu reaksi dan temperatur torefaksi yang semakin tinggi. Hal ini disebabkan antara lain karena pada temperatur yang lebih rendah, hanya hemiselulosa yang aktif terdekomposisi dan teruapkan akibat proses torefaksi. Sementara itu, pada temperatur yang lebih tinggi, selulosa dan lignin pada biomassa semakin aktif terdekomposisi dan tervolatilisasi sehingga semakin banyak massa kayu karet yang hilang akibat proses volatilisasi yang menyerang seluruh bagian lignoselulosa kayu karet. Hal ini menyebabkan hilang massa yang lebih signifikan pada proses torefaksi dengan temperatur dan waktu reaksi yang lebih tinggi. Proses torefaksi pada temperatur di atas 300o C akan menyebabkan volatilisasi dari komponen yang memiliki nilai kalor tinggi serta memiliki kecenderungan untuk membentuk tar yang lebih banyak. Kondisi ini dianggap sudah berada di luar lingkup mild pyrolysis, melainkan sudah memasuki tahap hard pyrolysis yang akan menghasilkan produk cair yang lebih banyak (Bergman, 2005) 3.3 Kandungan Proksimat Analisis proksimat menggambarkan kandungan air/kelembaban, zat-zat terbang, abu, dan karbon tetap yang dimiliki suatu bahan, termasuk kayu karet. Secara teoritis, proses torefaksi akan mengurangi kandungan air dan zat-zat terbang dengan tingkat energi rendah akibat proses penguapan (volatilisasi), namun akan mempertahankan kandungan karbon tetap dan abu yang terkandung di dalam kayu karet. Untuk mempermudah proses analisis, data kandungan proksimat ini akan diolah bersama dengan data hilang massa. Dengan menggunakan basis massa awal kayu karet sebesar 100 gram, akan dihasilkan data perolehan massa kandungan proksimat dari masing-masing variasi temperatur dan waktu tinggal. Gambar 5 – Gambar 7 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap komposisi proksimat dengan waktu reaksi 60 menit. Jika ketiga gambar dibandingkan, terlihat bahwa pengaruh temperatur akan lebih signifikan pada waktu reaksi yang lebih panjang. Gambar 5 Kandungan proksimat produk torefaksi kayu karet pada variasi waktu reaksi 30 menit Gambar 6 Kandungan proksimat produk torefaksi kayu karet pada variasi waktu reaksi 45 menit Gambar 7 Kandungan proksimat produk torefaksi kayu karet pada waktu reaksi 60 menit 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% 0 100 200 300 400 Fraksimassasisa Temperatur (oC) 30 min 45 min 60 min 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 225 250 275 300 Komposisi(%) Temperatur (oC Moisture VM Abu Fixed Carbon 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 225 250 275 300 Komposisi(%) Temperatur (oC Moisture VM Abu Fixed Carbon 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 225 250 275 300 Komposisi(%) Temperatur (oC) Moisture VM Abu Fixed Carbon
  • 4. B.1011.3.04/4 Kandungan abu kayu karet memiliki rentang 0,30-1,06%. Rentang ini diakibakan karena variasi alami dari sampel kayu karet yang digunakan, yaitu kandungan awal kayu yang tidak homogen akibat usia kayu dan bagian kayu yang digunakan dalam percobaan ini cukup beragam. Dari data kandungan ini pula, terlihat bahwa kayu karet dapat menjadi opsi yang baik sebagai bahan bakar padat subtituen batubara karena memiliki kandungan abu yang relatif kecil bila dibandingkan dengan bahan potensial lain di Indonesia seperti cangkang sawit (2,13%-3,65%, Abirama dkk., 2009) maupun jerami (19,2%, Dermibas, 2005). Kandungan abu yang kecil akan mengurangi massa tak efektif dan limbah yang dihasilkan dari proses pembakaran. Dari Gambar 5 – Gambar 7, terlihat pula bahwa kadar air/kelembaban produk torefaksi kayu karet memperlihatkan kecenderungan untuk turun hingga statis pada nilai tertentu setelah dibiarkan dalam kondisi ruang. Tipikal perolehan kelembaban biomassa hasil torefaksi, setelah dibiarkan dalam kondisi ruang, ialah antara 1-6% dalam basis massa (Bergman dan Kiel, 2005). Nilai kelembaban yang dihasilkan pada torefaksi kayu karet memperlihatkan kecenderungan yang serupa pada seluruh waktu dan temperatur torefaksi yang diujikan. Sementara itu, kandungan zat terbang juga berkurang seiring meningkatnya waktu maupun temperatur torefaksi akibat volatilisasi dari gugus-gugus berenergi rendah pasca torefaksi. Nilai kandungan zat terbang dari produk torefaksi kayu karet yang dilakukan pada percobaan ini menunjukkan kandungan zat terbang pada rentang yang beragam, yaitu pada 25-65%. Kandungan fixed carbon seharusnya memiliki nilai yang tetap pada basis massa yang sama. Namun, hasil percobaan menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan naiknya kandungan karbon tetap di dalam produk torefaksi seiring bertambahnya temperatur maupun waktu reaksi dari proses torefaksi. Untuk memperjelas pengamatan, Gambar 8 menunjukkan perolehan karbon tetap pada berbagai temperatur torefaksi. Gambar 8 Perolehan karbon tetap pada berbagai temperatur torefaksi Fenomena perbedaan komposisi karbon tetap hingga 5% ini diduga terjadi akibat dua hal, pertama adalah akibat variasi alami sampel kayu karet atau akibat terjadinya pembentukan arang (charcoal) hemiselulosa akibat proses karbonisasi (Prins dkk., 2005). Dari Gambar 4.5, proses karbonisasi pada hemiselulosa diperkirakan mulai terjadi pada temperatur 275o C dan menjadi lebih signifikan pada temperatur torefaksi yang lebih tinggi. 3.4 Nilai Kalor Kalor pembakaran dari biomassa tertorefaksi meningkat seiring dengan peningkatan temperatur dan waktu reaksi. Dari Gambar 9 terlihat bahwa temperatur jauh lebih berpengaruh dibandingkan waktu reaksi terhadap nilai kalor pembakaran biomassa tertorefaksi. Pada temperatur rendah, yaitu 225o C, pengaruh waktu tinggal tidak begitu signifikan, hal ini terlihat bahwa nilai kalor pembakaran pada 225o C untuk waktu reaksi 30, 45, dan 60 tidak jauh berbeda. Pengaruh temperatur pada waktu reaksi yang singkat, yaitu 30 menit, tidak begitu signifikan, terlihat pada bentuk kurva yang relatif mendatar. Pada torefaksi temperatur rendah, dekomposisi biomassa yang dominan terjadi adalah devolatilisasi dan karbonisasi dari hemiselulosa. Pada rejim temperatur tinggi dekomposisi terjadi lebih intensif dimana lignin dan selulosa turut mengalami devolatilisasi dan karbonisasi. Pada temperatur yang lebih tinggi dan waktu reaksi yang lebih lama terjadi pelepasan lebih banyak volatile matter yang menyebabkan peningkatan HHV produk lebih signifikan. Gambar 9 Pengaruh waktu dan temperatur torefaksi terhadap nilai kalor pembakaran Biomassa kayu karet hasil torefaksi memiliki nilai HHV yang berkisar antara 4.700 – 5.800 kal/gram. Nilai HHV dari biomassa kayu karet tertorefaksi ini sudah memasuki rentang HHV batubara jenis lignit hingga subbituminus dan sudah setara dengan HHV batubara yang diproduksi di Indonesia. Perolehan energi untuk kayu karet hasil torefaksi berkisar pada angka 67%-92% dimana angka ini berada di atas presentase hilang massanya. Agar tetap berjalan ekonomis, maka perolehan energi tidak boleh terlalu kecil, perolehan energi tipikalnya diharapkan berada di atas 80%. 3.5 Ketergerusan Peningkatan kemudahan biomassa tertorefaksi untuk digerus dapat disebabkan oleh dekomposisi komponen- komponen biomassa selama proses torefaksi (Arias dkk., 2008; Mani, 2009). Biomassa terdiri atas komponen berserat dan dihubungkan oleh komponen lignin sebagai pengikat serat sehingga bersifat ulet. Bergman dan Kiel 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 225 250 275 300 Komposisi(%) Temperatur (C) 30 menit 45 menit 60 menit 4000 4200 4400 4600 4800 5000 5200 5400 5600 5800 6000 200 250 300 350 NilaiKalorPembakaran (kal/gr,adb) Temperatur (oC) 30 min 45 min 60 min
  • 5. B.1011.3.04/5 (2005) mengajukan hipotesis bahwa biomassa kehilangan karakteristik keuletannya terutama disebabkan oleh dekomposisi matriks hemiselulosa dan depolimerisasi selulosa yang menyebabkan pengurangan panjang serat- serat biomassa. Analisis Hardgrove Grindability Index (HGI) dilakukan hanya pada tiga sampel produk kayu karet tertorefaksi. Kayu karet hasil torefaksi pada kondisi 2750 C-45 menit dan 3000 C- 30 menit dipilih karena menghasilkan kayu karet tertorefaksi yang memenuhi ketiga parameter yang dioptimasi, yaitu dari segi hilang massa, perolehan energi dan nilai kalor pembakaran. Torefaksi pada 3000 C- 60 menit adalah kondisi paling ekstrem diantara variasi yang ada sehingga dipilih sebagai pembanding. Hasil perolehan HGI kayu karet tertorefaksi ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai HGI produk torefaksi kayu karet Temperatur (o C) t (menit) HGI Kayu Karet 275 45 14 300 30 11 300 60 73 Nilai HGI menunjukkan kemudahan untuk digerus. Semakin besar nilai HGI maka semakin mudah biomassa untuk digerus atau dapat dikorelasikan dengan semakin kecilnya energi penggerusan yang dibutuhkan. Dapat dilihat pada Tabel 2, nilai HGI untuk kayu karet pada 275o C 45 menit dan 300o C 30 menit jauh lebih rendah dibandingkan HGI batubara yang berkisar antara 32-115 (Bridgeman dkk., 2010). 3.5 Penentuan Kondisi Optimal Torefaksi Kayu Karet Semakin tinggi temperatur torefaksi dan semakin lama waktu tinggal torefaksi nilai HHV kayu karet akan semakin tinggi, tetapi hilang massa juga semakin banyak. Jika hilang massa terlalu banyak maka torefaksi kayu karet tidak akan ekonomis. Oleh karena itu diperlukan penetapan kondisi optimum untuk proses torefaksi kayu karet. Adapun parameter-parameter dalam penentuan kondisi optimum torefaksi kayu karet adalah sebagai berikut: 1. Higher Heating Value : Lebih besar dari 4800 kcal/kg agar bisa dibakar bersama batubara dengan kualitas rendah seperti lignite atau sub- bituminous 2. Energy Yield : > 80% agar proses co-firing tetap berjalan ekonomis. 3. Kadar zat terbang 60-75%, kadar kelembaban setelah disimpan dalam kondisi ruang maksimum 3%, dan hilang massa antara 10-30% (Prins dkk., 2005) 4. Apabila diketahui beberapa parameter proses torefaksi menghasilkan produk torefaksi kayu karet dengan karakteristik pembakaran yang relatif sama baiknya, maka dipilih parameter proses yang efisien (temperatur lebih rendah dan waktu tinggal torefaksi lebih sebentar). 5. HGI: Tidak ditetapkan nilainya karena tidak keseluruhan hasil torefaksi dapat diuji. Meskipun demikian, kondisi torefaksi pada 300o C dan 60 menit mampu menghasilkan nilai HGI yang sama dengan batubara. Berdasarkan parameter-parameter tersebut diperoleh kondisi torefaksi yang menghasilkan kayu karet dengan karakteristik pembakaran terbaik adalah torefaksi pada temperatur 275o C dan waktu reaksi 45 menit. Secara komparatif, kayu karet hasil torefaksi pada kondisi optimum sudah mampu mengimbangi karakteristik batubara. Perbandingan ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Perbandingan karakteristik kayu karet tertorefaksi dan beberapa batubara Indonesia Parameter Kayu karet Kayu karet tertorefaksi Batubara Batubara Arutmin 5000 (PT.Arutmin)a Batubara Lati (PT.Berau Coal)b HHV (kcal/gr) 4.286 5005 5.522 4.952 % Fixed Carbon (adb) 16,21 24,29 37,3 39,4 % Volatile Matters (adb) 73,91 71 39,5 38,1 % Ash (adb) 1,01 0,81 8,9 4,5 % Moisture Content (adb) 8,87 3,9 14,3 18-26 HGI - 14 50 50 a : diambil dari http://www.arutmin.com/?page=/marketing/product.px b : diambil dari http://www.apbi-icma.com 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Secara umum temperatur torefaksi memberikan pengaruh yang lebih signifikan terhadap karakteristik pembakaran produk dibandingkan waktu torefaksi 2. Semakin tinggi temperatur dan waktu torefaksi, nilai kalor pembakaran dan ketergerusan biomassa semakin meningkat. Akan tetapi, hal ini diikuti dengan hilang massa yang semakin besar yang membuat diperlukannya penentuan kondisi optimal untuk proses torefaksi. 3. Berdasarkan parameter nilai kalor pembakaran, perolehan energi, hilang massa, dan nilai kelembaban, maka kondisi optimal torefaksi limbah kayu karet adalah pada temperatur 275o C dan waktu reaksi 45 menit. Akan tetapi, kondisi optimal ini belum memberikan nilai HGI yang sesuai untuk keperluan co-firing biomassa pada sistem pembakaran pulverized bed. Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian ini kedepannya adalah: 1. Melakukan analisis komponen selulosa, hemiselulosa, dan lignin untuk mengetahui fenomena dekomposisi yang terjadi pada proses torefaksi biomassa.
  • 6. B.1011.3.04/6 2. Menggunakan oven furnace sebagai reaktor sehingga memungkinkan perolehan produk torefaksi yang lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan tubular furnace. Hal ini disarankan dengan pertimbangan bahwa kapasitas tubular furnace sangat kecil (20-25 gram) jika dibandingkan dengan kebutuhan analisis yang mencapai 250 gram. 3. Melakukan modifikasi analisis HGI untuk biomassa, baik dari prosedur maupun peralatan, agar hasil yang diperoleh terjamin tingkat validitasnya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dwiwahju Sasongko atas bimbingan selama pelaksanaan penelitian. 2. Program Studi Teknik Kimia ITB atas bantuan administrasi terkait penelitian ini. 3. Ibu Tati, Ibu Teti dan staf Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (PPPTMB), atas bantuan dalam proses analisis dan pemberian keringanan biaya analisis. 4. Staf Laboratorium Analisis Batubara, Program Studi Teknik Pertambangan ITB atas bantuan dalam proses analisis. 5. Staf bengkel logam Teknik Kimia ITB, atas bantuannya dalam perbaikan alat. LITERATUR 1. Abirama, R.A.; Mandolang, K., “Pengaruh temperatur dan waktu tinggal terhadap kualitas produk torefaksi limbah cangkang kelapa sawit”, Laporan Penelitian S1 Teknik Kimia, ITB, 2010. 2. Arias, B.R.; Pevida, C.G.; Fermoso, J.D.; Plaza, M.G.; Rubiera, F.G.; Martinez, J.J.P., “Influence of torrefaction on the grindability and reactivity of woody biomass,” Fuel Processing Technology. 89(2), 2008, 169–175. 3. Bergman, P.C.A.; Kiel, J.H.A., “Torrefaction for biomass upgrading”, Published at 14th European Biomass Conference & Exhibition, Paris, France, October 17–21, 2005. 4. Bergman, P.C.A.; Boersma, A.R.; Zwart, R.W.H.; Kiel, J.H.A., “Torrefaction for biomass co-firing in existing coal-fired power stations”, ECN-C--05-013 2005. 5. Bridgeman, T.G.; Jones, J.M.; Williams, P.T.; Waldron, D.J., “An investigation of the grindability of two torrefied energy crops”, Fuel 89, 2010, 3911-3918. 6. Demirbas, A., “Pyrolysis mechanisms of biomass materials,” Energy Sources, Part A: Recovery, Utilization, and Environmental Effects, 31(13), 2009, 1186–1193. 7. Lehtikangas, P., “Quality properties of fuel pellets from forest biomass,” Licentiate Thesis, University of Agricultural Sciences, Uppsala, Sweden, 1999. 8. Mani, S., “Integrating biomass torrefaction with thermo-chemical conversion processes,” Proceedings of the 2009 AIChE Annual Meeting, Nashville, Tennessee, Nov 8–13, 2009. 9. Prins, M. J., “Thermodynamic analysis of biomass gasification and torrefaction”, Master Thesis, Technische Universiteit Eindhoven, 2005. 10. Tumurulu, J.S.; Sokhansanj, S.; Wright, C.T.; Boardman, R.D., “Biomass torrefaction process review and moving bed torrefaction system model development”, Idaho National Laboratory, 2010. 11. Zanzi, R.; Ferro, D.T.; Torres, A.; Soler, P.B.; Bjornbom, E., “Biomass torrefaction”, 6th Asia- Pacific International Symposium on Combustion and Energy Utilization, Kuala Lumpur, May 20– 22, 2002.